Disusun Oleh:
Cindy Feliciana 112016284
Pembimbing:
dr. Ekarini Aryasatiani Sp.OG
1
Pendahuluan
Acquired immunodeficiency syndrome (AIDS) ialah sindroma dengan gejala penyakit
infeksi oprtunistik atau kanker tertentu akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh oleh infeksi
Human Immunodeficiency Virus (HIV).
Virus masuk ke dalam tubuh manusia terutama melalui perantara darah, semen, dan
sekret vagina. Sebagian besar penularan terjadi melalui hubungan seksual. Virus ini cenderung
menyerang sel jenis tertentu seperti CD4, limfosit T yang memegang peranan penting dalam
mengatur dan mempertahankan sistem kekebalan tubuh.
Tingkat infeksi HIV pada perempuan hamil di negara-negara Asia belum mencapai 3–
4%, tetapi epideminya berpotensi untuk menjadi lebih besar. Penelitian prevalensi HIV pada ibu
hamil di daerah miskin di Jakarta tahun 1999-2001 oleh Kharbiati mendapat angka prevalensi
sebesar 2,86% .1
Dari penelitian yang dilakukan oleh Toha dan Besral mengenai prevalensi HIV di
delapan ibu kota provinsi di Indonesia tahun 2003-2010 didapatkan angka yang cukup bervariasi
cenderung meningkat dari 2003 ke 2009, dari 0,36% pada 2003-2006, naik menjadi 0,52% tahun
2008 , naik menjadi 0,54% tahun 2009, kemudian turun menjadi 0,25% pada tahun 2010.2
Diperkirakan 8.604 bayi dengan HIV lahir setiap tahun, namun apabila dilakukan
Prevention of Mother-to-Child Transmission of HIV (PMTCT) akan dapat dicegah 8.112 bayi
dengan HIV dan dihemat biaya sekitar Rp 42 miliar per tahun.2
2
Epidemiologi
Estimasi prevalensi HIV secara nasional diperkirakan mencapai 0.41% (2013) dan variasi
antar-propinsi berkisar antara 0.1%-3%. Propinsi Papua dan Papua Barat mempunyai situasi
khusus, karena epidemi HIV sudah menyebar di populasi umum sejak tahun 2006 dan pada
tahun 2013 mencapai prevalensi 2.3%. Dengan demikian Tanah Papua telah berada dalam
tingkat epidemi HIVmeluas, sedangkan sejumlah propinsi lainnya berada dalam tingkat epidemi
HIV terkonsentrasi.
Dalam 10 tahun terakhir, penularan HIV telah bergeser dari penularan melalui
penggunaan alat suntik tidak steril di kalangan pengguna napza suntik (penasun) menjadi
transmisi melalui hubungan seksual. Berdasarkan estimasi yang dilakukan Kementerian
Kesehatan pada tahun 2012, di Indonesia terdapat sekitar 9 juta penduduk yang berisiko tinggi
tertular atau menularkan HIV. Dari jumlah tersebut, terdapat kurang lebih 75.000 penasun,
250.000 wanita pekerja seks langsung dan tidak langsung (WPSL dan WPSTL), 1,15 juta laki-
laki yang berhubungan seks dengan laki-laki (LSL) dan waria; serta 7 juta laki-laki pembeli seks
(laki-laki berisiko tinggi/LBT). Selain itu terdapat sekitar 5 juta pasangan risiko tinggi, termasuk
ibu rumah tangga yang sangat rentan tertular HIV.8
3
Tabel 1. Tren Kejadian HIV di Indonesia8
4
3. TDF + 3TC (or FTC) + NVP
4. TDF + 3TC (or FTC) + EFV
Profilaksis untuk bayi yang lahir dari ibu dalam terapi ART yaitu NVP or AZT selama 4-
6 minggu. Saat yang tepat untuk diberikan ARV profilaksis pada saat usia 14 minggu usia
kehamilan. Profilaksis regimen untuk bayi yang terpapar yaitu NVP sejak lahir sampai 1 minggu
setelah terpapar ASI. Apabila bayi tidak menyusu ASI dapat diberikan NVP atau NVP + AZT
selama 4-6 minggu.4
Terkait pemberian makan bayi pada ibu yang telah diketahui terinfeksi HIV otoritas
nasional harus memutuskan pelayan kesehatan akan menasihati ibu untuk menyusuI dan
menerima ARV atau menghindari untuk menyusui , strategi ini untuk memberikan kesempatan
bayi untuk hidup bebas dari HIV.4
WHO tahun 2015 merekomendasikan terapi antiretroviral harus diberikan pada semua
ibu hamil dan ibu menyusui dengan HIV tidak peduli stage mana dan berapapun jumlah CD4
dan harus dikonsumsi berlanjut seumur hidup. 5
Program PMTCT adalah intervensi paling awal yang menggunakan ARV untuk
menurunkan risiko transmisi HIV. Regimen yang direkomendas WHO adalah single dose
nevirapine diberikan pada ibu saat persalinan dan kepada bayi pada beberapa hari pertama
kehidupan.5
5
Klasifikasi Penyebaran HIV di Indonesia:
Epidemi Tingkat Rendah:
Prevalensi HIV konsisten < 1% populasi umum, <5% populasi tertentu
Epidemi Terkonsentrasi:
<1% populasi umum TAPI >5% sub populasi tertentu
Epidemi Generalized / Meluas
>1 % populasi Umum
Note:
Populasi tertentu merupakan pekerja seks & pelanggannya, penasun, LSL, waria
6
Gambar 3. Pencegahan Penularan HIV Secara Umum8
2. Pencegahan sekunder
Pemberian ARV secara profilaksis , pada tahun 1994 dibuktikan obat tunggal
zidovudine sejak kehamilan 14 minggu, selama persalinan dan dilanjutkan 6 minggu
kepada bayi dapat menurunkan transmisi vertical sebanyak 2/3 kasus. Akhir-akhir ini
terbukti bahwa pemberian profilaksis zidovudine dalam jangka waktu lebih singkat cukup
efektif asalkan bayi tidak diberikan ASI. Saat ini penelitian membuktikan pemberian
nevirapine pada saat persalinan kepada ibu dan kemudian dilanjutkan pemberian satu kali
pada bayi 48-72 jam setelah lahir menurunkan transmisi vertical 50% dibandingkan
pemberian zidovudine oral intrapartum dan pada bayi selama satu minggu. Kombinasi 2
obat ARV ini sangat mengurangi transmisi vertikal apalagi bila dikombinasi dengan
persalinan melalui seksio sesaria serta tidak memberikan bayi ASI. 6
Pertolongan persalinan sebaiknya dibantu oleh petugas terampil dengan
meminimalkan prosedur yang invasive dan menetapkan universal precaution untuk
mencegah transmisi HIV. Pembersihan jalan lahir menggunakan chlorhexidine dengan
konsentrasi cukup pada saat intrapartum diusulkan sebagai salah satu cara menurunkan
7
transmisi vertikal HIV serta menurunkan morbiditas ibu dan menurunkan mortalitas
bayi.6
Apabila ibu diketahui mengidap HIV/AIDS terdapat beberapa alternatif yang
dapat diberikan dan setiap keputusan ibu perlu didukung. Bila ibu memilih tidak
memberikan ASI maka ibu diajarkan memberikan makanan alternative yang baik dengan
cara yang benar , misalnya pemberian dengan cangkir jauh lebih baik dibandingkan
pemberian melalui botol. Di negara berkembang sewajarnya makanan alternatif ini
disediakan secara cuma-cuma untuk paling kurang 6 bulan. Bila ibu memilih memberikan
ASI walaupun sudah dijelaskan kemungkinan yang terjadi, maka dianjurkan untuk
memberikan ASI eksklusif selama 3-4 bulan kemudian menghentikan ASI dan bayi
diberikan makanan alternative. Perlu diusahakan juga agar putting tidak luka karena virus
HIV dapat menular melalui luka. Jangan pula diberikan ASI bersama susu formula
karena susu formula akan menyebabkan luka di dinding usus yang menyebabkan virus
dalam ASI lebih mudah masuk.6
8
1. Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak yang Komprehensif
Pelayanan kesehatan ibu dan anak yang komprehensif meliputi layanan pra
persalinan, pasca persalinan, serta kesehatan anak. Pemberian informasi pada ibu
hamil dan suaminya ketika datang ke klinik kesehatan ibu dan anak akan
meningkatkan kesadaran dan kewaspadaan mereka tentang kemungkinan adanya
risiko penularan HIV di antara mereka, termasuk risiko penularan HIV dari ibu ke
bayi. Harapannya, dengan kesadarannya sendiri mereka akan sukarela melakukan
konseling dan tes HIV. Berbagai bentuk layanan yang diberikan klinik KIA, seperti:
imunisasi untuk ibu, pemeriksaa infeksi menular seksual terutama sifilis, pemberian
suplemen zat besi, dapat meningkatkan kesehatan semua ibu hamil termasuk ibu
hamil dengan HIV positif. Hendaknya klinik KIA melibatkan suami agar suamu juga
terlibat aktif dalam upaya pencegahan penularan HIV ibu ke bayi.7
9
tanpa memandang nilai CD4nya. Apabila tanpa indikasi: ARV pada umur kehamilan
≥14 minggu, apabila ada indikasi diberikan ARV segera.
Tabel 1. Rekomendasi Terapi ARV pada Ibu hamil dengan HIV dan bayi.7
Ibu
AZT + 3TC + NVP Dapat diberikan sejak trimester 1
AZT + 3TC + EVP Jika ARV diberikan pada trimester 2 atau
umur kehamilan ≥14 minggu
TDF + 3TC + NVP Jika ibu anemia < 8 mg%
TDF + 3TC + EVP
Bayi
AZT 4mg/kgBB, 2x/hari, mulai hari I hingga 6 minggu
Kesimpulan
ANC penting untuk mendeteksi awal penyakit atau penyulit dalam persalinan, konseling
juga sangat diperlukan untuk pencegahan penularan HIV dari ibu ke bayi.
Terapi ARV sangat bermanfaat untuk ibu dan bayi sebaiknya dikonsumsi rutin sesegera
mungkin apabila ibu diketahui menderita HIV
PMTCT dapat dilakukan dengan berbagai macam hal yaitu terapi ARV, bilas jalan lahir
(chlorhexidine).
Persalinan optimal dapat terjadi sesuai indikasi obstetric dan kemauan ibu sendiri.
11
Daftar Pustaka
12