Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN

DIABETES MELITUS

A. DEFINISI
Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan
dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin,
kerja insulin atau keduanya (sudoyo, 2006) . Yuliana Elin (2009) Diabetes mellitus
adalah gangguan metabolisme ditandai dengan hiperglikemi yang berhubungan
dengan abnormalitas metabolisme karbohidrat lemak dan protein disebabkan oleh
penurunan sekresi insuin ataupun penurunan sensitivitas insulin atau keduanya dan
menyebabkan komplikasi kronis mikrovaskular, makrovaskular dan neuropati.
Diabetes Melitus (DM) adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai
kelainan metabolik akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan berbagai
komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah, disertai lesi pada
membran basalis dalam pemeriksaan dengan mikroskop elektron (Mansjoer dkk,
2007)

B. KLASIFIKASI
Dokumen konsesus tahun 1997 oleh American Diabetes Association’s Expert
Committee on the Diagnosis and Classification of Diabetes Melitus, menjabarkan 4
kategori utama diabetes, yaitu: (Corwin, 2009)
1. Tipe I: Insulin Dependent Diabetes Melitus (IDDM)/ Diabetes Melitus
tergantung insulin (DMTI) Lima persen sampai sepuluh persen penderita
diabetik adalah tipe I. Sel-sel beta dari pankreas yang normalnya
menghasilkan insulin dihancurkan oleh proses autoimun. Diperlukan suntikan
insulin untuk mengontrol kadar gula darah. Awitannya mendadak biasanya
terjadi sebelum usia 30 tahun.
2. Tipe II: Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM)/ Diabetes
Mellitus tak tergantung insulin (DMTTI) Sembilan puluh persen sampai 95%
penderita diabetik adalah tipe II. Kondisi ini diakibatkan oleh penurunan
sensitivitas terhadap insulin (resisten insulin) atau akibat penurunan jumlah
pembentukan insulin. Pengobatan pertama adalah dengan diit dan olah raga,
jika kenaikan kadar glukosa darah menetap, suplemen dengan preparat
hipoglikemik (suntikan insulin dibutuhkan, jika preparat oral tidak dapat
mengontrol hiperglikemia). Terjadi paling sering pada mereka yang berusia
lebih dari 30 tahun dan pada mereka yang obesitas.
3. DM tipe lain : Karena kelainan genetik, penyakit pankreas (trauma
pankreatik), obat, infeksi, antibodi, sindroma penyakit lain, dan penyakit
dengan karakteristik gangguan endokrin.
4. Diabetes Kehamilan: Gestasional Diabetes Melitus (GDM) Diabetes yang
terjadi pada wanita hamil yang sebelumnya tidak mengidap diabetes.

C. ETIOLOGI
1. Diabetes Melitus
DM mempunyai etiologi yang heterogen, dimana berbagai lesi dapat
menyebabkan insufisiensi insulin, tetapi determinan genetik biasanya
memegang peranan penting pada mayoritas DM. Faktor lain yang dianggap
sebagai kemungkinan etiologi DM yaitu :
1. Kelainan sel beta pankreas, berkisar dari hilangnya sel beta sampai
kegagalan sel beta melepas insulin.
2. Faktor-faktor lingkungan yang mengubah fungsi sel beta, antara lain agen
yang dapat menimbulkan infeksi, diet dimana pemasukan karbohidrat dan
gula yang diproses secara berlebihan, obesitas dan kehamilan.
3. Gangguan sistem imunitas. Sistem ini dapat dilakukan oleh autoimunitas
yang disertai pembentukan sel-sel antibodi antipankreatik dan
mengakibatkan kerusakan sel-sel penyekresi insulin, kemudian peningkatan
kepekaan sel beta oleh virus.
4. Kelainan insulin. Pada pasien obesitas, terjadi gangguan kepekaan jaringan
terhadap insulin akibat kurangnya reseptor insulin yang terdapat pada
membran sel yang responsir terhadap insulin.
2. Gangren Kaki Diabetik
Faktor – faktor yang berpengaruh atas terjadinya gangren kaki diabetik
dibagi menjadi endogen dan faktor eksogen.
Faktor endogen : a. Genetik, metabolik
b. Angiopati diabetik
c. Neuropati diabetik
Faktor eksogen : a. Trauma
b. Infeksi
c. Obat

D. PATOFISIOLOGI
Sebagian besar gambaran patologik dari DM dapat dihubungkan dengan salah
satu efek utama akibat kurangnya insulin berikut:
1. Berkurangnya pemakaian glukosa oleh sel – sel tubuh yang mengakibatkan
naiknya konsentrasi glukosa darah setinggi 300 – 1200 mg/dl.
2. Peningkatan mobilisasi lemak dari daerah penyimpanan lemak yang
menyebabkan terjadinya metabolisme lemak yang abnormal disertai dengan
endapan kolestrol pada dinding pembuluh darah.
3. Berkurangnya protein dalam jaringan tubuh.
Pasien – pasien yang mengalami defisiensi insulin tidak dapat
mempertahankan kadar glukosa plasma puasa yang normal atau toleransi sesudah
makan. Pada hiperglikemia yng parah yang melebihi ambang ginjal normal (
konsentrasi glukosa darah sebesar 160 – 180 mg/100 ml ), akan timbul glikosuria
karena tubulus – tubulus renalis tidak dapat menyerap kembali semua glukosa.
Glukosuria ini akan mengakibatkan diuresis osmotik yang menyebabkan poliuri
disertai kehilangan sodium, klorida, potasium, dan pospat. Adanya poliuri
menyebabkan dehidrasi dan timbul polidipsi. Akibat glukosa yang keluar bersama
urine maka pasien akan mengalami keseimbangan protein negatif dan berat badan
menurun serta cenderung terjadi polifagi. Akibat yang lain adalah astenia atau
kekurangan energi sehingga pasien menjadi cepat telah dan mengantuk yang
disebabkan oleh berkurangnya atau hilangnya protein tubuh dan juga
berkurangnya penggunaan karbohidrat untuk energi.
1. Hiperkalemia
Hyperkalemia (kadar kalium darah yang tinggi) adalah suatu keadaan dimana
konsentrasi kalium darah lebih dari 5 mEq/L
Hyperkalemia adalah suatu kondisi di mana terlalu banyak kalium dalam
darah. Sebagian besar kalium dalam tubuh (98%) ditemukan dalam sel dan
organ. Hanya jumlah kecil beredar dalam aliran darah. Kalium membantu sel-
sel saraf dan otot, termasuk fungsi, jantung. Ginjal biasanya mempertahankan
tingkat kalium dalam darah, namun jika Anda memiliki penyakit ginjal -
penyebab paling umum dari hiperkalemia - kadar kalium dapat membangun.
Obat atau diet juga dapat mempengaruhi jumlah kalium dalam darah.
Hiperkalemia dapat mengancam kehidupan dan harus segera diobati.

2. Hipokalemia
Hipoglikemia adalah keadaan kadar gula darah di bawah nilai normal ( < 45 –
50 mg / dL). Hipoglikemia perlu dicegah pada pasien diabetes yang
mendapatkan terapi pengendalian kadar glukosa darah karena dapat
menyebabkan kematian apabila kadar gula darah tidak segera ditingkatkan.

Hipoglikemia adalah salah satu komplikasi yang dihadapi oleh


penderita diabetes melitus. Tidak seperti nefropati diabetik ataupun retinopati
diabetik yang berlangsung secara kronis, hipoglikemia dapat terjadi secara
akut dan tiba – tiba dan dapat mengancam nyawa.2 Hal tersebut disebabkan
karena glukosa adalah satu – satunya sumber energi otak dan hanya dapat
diperoleh dari sirkulasi darah karena jaringan otak tidak memiliki cadangan
glukosa. Kadar gula darah yang rendah pada kondisi hipoglikemia dapat
menyebabkan kerusakan sel – sel otak. Kondisi inilah yang menyebabkan
hipoglikemia memiliki efek yang fatal bagi penyandang diabetes melitus, di
mana 2% – 4% kematian penderita diabetes melitus disebabkan oleh
hipoglikemia.

Rasio kadar kalium ICF terhadap ECF adalah penentuan utama


potensial membran sel pada jaringan yang dapat tereksitasi, seperti otot
jantung dan otot rangka. Potensial membran istirahat mempersiapkan
pembentukan potensial aksi yang penting untuk fungsi saraf dan otot yang
normal. Kadar kalium ECF jauh lebih rendah dibandingkan kadar di dalam
sel, sehingga sedikit perubahan pada kompartemen ECF akan mengubah rasio
kalium secara bermakna. Sebaliknya, hanya perubahan kalium ICF dalam
jumlah besar yang dapat mengubah rasio ini secara bermakna. Salah satu
akibat dari hal ini adalah efek toksik dari hiperkalemia berat yang dapat
dikurangi kegawatannya dengan meingnduksi pemindahan kalium dari ECF
ke ICF. Selain berperan penting dalam mempertahankan fungsi
nueromuskular yang normal, kalium adalah suatu kofaktor yang penting
dalam sejumlah proses metabolik.
Pada orang dewasa yang sehat, asupan kalium harian adalah sekitar 50-
100 mEq. Sehabis makan, semua kalium diabsorpsi akan masuk kedalam sel
dalam beberapa menit, setelah itu ekskresi kalium yang terutama terjadi
melalui ginjal akan berlangsung beberapa jam. Sebagian kecil (<20%) akan
diekskresikan melalui keringat dan feses. Dari saat perpindahan kalium
kedalam sel setelah makan sampai terjadinya ekskresi kalium melalui ginjal
merupakan rangkaian mekanisme yang penting untuk mencegah hiperkalemia
yang berbahaya. Ekskresi kalium melalui ginjal dipengaruhi oleh aldosteron,
natrium tubulus distal dan laju pengeluaran urine. Sekresi aldosteron
dirangsang oleh jumlah natrium yang mencapai tubulus distal dan
peningkatan kalium serum diatas normal, dan tertekan bila kadarnya
menurun. Sebagian besar kalium yang di filtrasikan oleh gromerulus akan di
reabsorpsi pada tubulus proksimal. Aldosteron yang meningkat menyebabkan
lebih banyak kalium yang terekskresi kedalam tubulus distal sebagai
penukaran bagi reabsorpsi natrium atau H+. Kalium yang terekskresi akan
diekskresikan dalam urine. Sekresi kalium dalam tubulus distal juga
bergantung pada arus pengaliran, sehingga peningkatan jumlah cairan yang
terbentuk pada tubulus distal (poliuria) juga akan meningkatkan sekresi
kalium.

Keseimbangan asam basa dan pengaruh hormon mempengaruhi


distribusi kalium antara ECF dan ICF. Asidosis cenderung untuk
memindahkan kalium keluar dari sel, sedangkan alkalosis cenderung
memindahkan dari ECF ke ICF. Tingkat pemindahan ini akan meingkat jika
terjadi gangguan metabolisme asam-basa, dan lebih berat pada alkalosis
dibandingkan dengan asidosis. Beberapa hormon juga berpengaruh terhadap
pemindahan kalium antara ICF dan ECF. Insulin dan Epinefrin merangsang
perpindahan kalium ke dalam sel. Sebaliknya, agonis alfa-adrenergik
menghambat masuknya kalium kedalam sel. Hal ini berperan penting dalam
klinik untuk menangani ketoasidosis diabetik
3. Ketoasidosis
Ketoasidois terjadi bila tubuh sangat kekurangan insulin. Karena
dipakainya jaringan lemak untuk memenuhi kebutuhan energi, maka akan
terbentuk keton. Bila hal ini dibiarkan terakumulasi, darah akan menjadi asam
sehingga jaringan tubuh akan rusak dan bisa menderita koma. Hal ini
biasanya terjadi karena tidak mematuhi perencanaan makan, menghentikan
sendiri suntikan insulin, tidak tahu bahwa dirinya sakit diabetes mellitus,
mendapat infeksi atau penyakit berat lainnya seperti kematian otot jantung,
stroke, dan sebagainya.
Faktor faktor pemicu yang paling umum dalam perkembangan
ketoasidosis diabetik (KAD) adalah infeksi, infark miokardial, trauma,
ataupun kehilangan insulin. Semua gangguan gangguan metabolik yang
ditemukan pada ketoasidosis diabetik (KAD) adalah tergolong konsekuensi
langsung atau tidak langsung dari kekurangan insulin.
Menurunnya transport glukosa kedalam jaringan jaringan tubuh akan
menimbulkan hiperglikemia yang meningkatkan glukosuria. Meningkatnya
lipolisis akan menyebabkan kelebihan produksi asam asam lemak, yang
sebagian diantaranya akan dikonversi (diubah) menjadi keton, menimbulkan
ketonaemia, asidosis metabolik dan ketonuria. Glikosuria akan menyebabkan
diuresis osmotik, yang menimbulkan kehilangan air dan elektrolit seperti
sodium, potassium, kalsium, magnesium, fosfat dan klorida. Dehidrsi terjadi
bila terjadi secara hebat, akan menimbulkan uremia pra renal dan dapat
menimbulkan syok hipovolemik. Asidodis metabolik yang hebat sebagian
akan dikompensasi oleh peningkatan derajad ventilasi (peranfasan Kussmaul)
Muntah-muntah juga biasanya sering terjadi dan akan mempercepat
kehilangan air dan elektrolit. Sehingga, perkembangan KAD adalah
merupakan rangkaian dari siklus interlocking vicious yang seluruhnya harus
diputuskan untuk membantu pemulihan metabolisme karbohidrat dan lipid
normal.
Apabila jumlah insulin berkurang, jumlah glukosa yang memasuki sel
akan berkurang juga . Disamping itu produksi glukosa oleh hati menjadi tidak
terkendali. Kedua faktor ini akan menimbulkan hiperglikemi. Dalam upaya
untuk menghilangkan glukosa yang berlebihan dari dalam tubuh, ginjal akan
mengekskresikan glukosa bersama-sama air dan elektrolit (seperti natrium
dan kalium). Diuresis osmotik yang ditandai oleh urinasi yang berlebihan
(poliuri) akan menyebabkan dehidrasi dan kehilangna elektrolit. Penderita
ketoasidosis diabetik yang berat dapat kehilangan kira-kira 6,5 L air dan
sampai 400 hingga 500 mEq natrium, kalium serta klorida selama periode
waktu 24 jam.
Akibat defisiensi insulin yang lain adlah pemecahan lemak (lipolisis)
menjadi asam-asam lemak bebas dan gliserol. Asam lemak bebas akan diubah
menjadi badan keton oleh hati. Pada ketoasidosis diabetik terjadi produksi
badan keton yang berlebihan sebagai akibat dari kekurangan insulin yang
secara normal akan mencegah timbulnya keadaan tersebut. Badan keton
bersifat asam, dan bila bertumpuk dalam sirkulasi darah, badan keton akan
menimbulkan asidosis metabolik.

E. MANIFESTASI KLINIS
1. Kadar glukosa puasa tidak normal
2. Hiperglikemia berat berakibat glukosuria yang akan menjadi diaresis osmotik
yang akan meningkatkan pengeluaran urin (poliuria) dan timbul rasa haus
(polidipsia)
3. Rasa lapar yang semakin besar (pilifagia), barat badan berkurang
4. Lelah dan gantuk
5. Gejala lain yang dikeluhkan adalah kesemutan, gatal, mata kabur, impotensi,
peruritas vulva

F. KOMPLIKASI
1. Komplikasi yang bersifat akut
a. Koma hipoglikemia
b. Krisis hiperglikemia
2. Kompikasi yang bersifat kronis
a. Makroangiopati
b. Mikroangiopati
c. Rentan infeksi seperti tb paru, gingivitis dan infeksi saluranj kemih
d. Kaki diabetik
G. PENGKAJIAN
Pengkajian merupakan langkah utama dan dasar utama dari proses
keperawatan yang mempunyai dua kegiatan pokok, yaitu :
1. Pengumpulan data
Pengumpulan data yang akurat dan sistematis akan membantu dalam
menentukan status kesehatan dan pola pertahanan penderita ,
mengidentifikasikan, kekuatan dan kebutuhan penderita yang dapt diperoleh
melalui anamnese, pemeriksaan fisik, pemerikasaan laboratorium serta
pemeriksaan penunjang lainnya.
a. Anamnese
1) Identitas penderita
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan,
alamat, status perkawinan, suku bangsa, nomor register, tanggal masuk
rumah sakit dan diagnosa medis.
2) Keluhan Utama
Adanya rasa kesemutan pada kaki / tungkai bawah, rasa raba yang
menurun, adanya luka yang tidak sembuh – sembuh dan berbau,
adanya nyeri pada luka.
3) Riwayat kesehatan sekarang
Berisi tentang kapan terjadinya luka, penyebab terjadinya luka serta
upaya yang telah dilakukan oleh penderita untuk mengatasinya.
4) Riwayat kesehatan dahulu
Adanya riwayat penyakit DM atau penyakit – penyakit lain yang ada
kaitannya dengan defisiensi insulin misalnya penyakit pankreas.
Adanya riwayat penyakit jantung, obesitas, maupun arterosklerosis,
tindakan medis yang pernah di dapat maupun obat-obatan yang biasa
digunakan oleh penderita.
5) Riwayat kesehatan keluarga
Dari genogram keluarga biasanya terdapat salah satu anggota keluarga
yang juga menderita DM atau penyakit keturunan yang dapat
menyebabkan terjadinya defisiensi insulin misal hipertensi, jantung.
6) Riwayat psikososial
Meliputi informasi mengenai prilaku, perasaan dan emosi yang dialami
penderita sehubungan dengan penyakitnya serta tanggapan keluarga
terhadap penyakit penderita.
b. Pemeriksaan fisik
1. Status kesehatan umum
Meliputi keadaan penderita, kesadaran, suara bicara, tinggi badan, berat
badan dan tanda – tanda vital.
2. Kepala dan leher
Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada leher,
telinga kadang-kadang berdenging, adakah gangguan pendengaran,
lidah sering terasa tebal, ludah menjadi lebih kental, gigi mudah goyah,
gusi mudah bengkak dan berdarah, apakah penglihatan kabur / ganda,
diplopia, lensa mata keruh.
3. Sistem integumen
Turgor kulit menurun, adanya luka atau warna kehitaman bekas luka,
kelembaban dan shu kulit di daerah sekitar ulkus dan gangren,
kemerahan pada kulit sekitar luka, tekstur rambut dan kuku.
4. Sistem pernafasan
Adakah sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada. Pada penderita DM
mudah terjadi infeksi.
5. Sistem kardiovaskuler
Perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau berkurang,
takikardi/bradikardi, hipertensi/hipotensi, aritmia, kardiomegalis.
6. Sistem gastrointestinal
Terdapat polifagi, polidipsi, mual, muntah, diare, konstipasi, dehidrase,
perubahan berat badan, peningkatan lingkar abdomen, obesitas.
7. Sistem urinary
Poliuri, retensio urine, inkontinensia urine, rasa panas atau sakit saat
berkemih.
8. Sistem muskuloskeletal
Penyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahn tinggi badan, cepat
lelah, lemah dan nyeri, adanya gangren di ekstrimitas.
9. Sistem neurologis
Terjadi penurunan sensoris, parasthesia, anastesia, letargi, mengantuk,
reflek lambat, kacau mental, disorientasi.
c. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah :
1. Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah meliputi : GDS > 200 mg/dl, gula darah puasa >120
mg/dl dan dua jam post prandial > 200 mg/dl.
2. Urine
Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine. Pemeriksaan
dilakukan dengan cara Benedict ( reduksi ). Hasil dapat dilihat melalui
perubahan warna pada urine : hijau ( + ), kuning ( ++ ), merah ( +++ ),
dan merah bata ( ++++ ).
3. Kultur pus
Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotik yang
sesuai dengan jenis kuman.
H. PATHWAYS

Faktor genetik, invaksi Ketidak seimbangan


firus, pengrusakan Kerusakan sel beta produksi insulin
imunologik, usia

Gula darah tidak dapat


Batas melebihi ambang hipoglikemia dibawa masuk dalam sel
ginjal

kekentalan darah Anabolisme protein


Glukosuria mernurun

Kehilangan kalor Aliranm darah lambat Kerusakan pada anti bodi

Sel kekurangan bahan Iskemik jaringan Kekebalan tubuh


untuk metabolisme menurun

Ketidak efektifan
perfusi jaringan perifer Neuropati sensori
Merangsang hipotalamus
perifer

Pusat lapar dan haus Klien tidak merasa sakit


Resiko infeksi

Polidipsi, polipagia Nekrosis luka

Gangrene
Ketidak seimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan
tubuh Kerusakan integritas
jaringan
I. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
ketidak cukupan insulin, penurunan masukan oral, status hipermetabolisme
2. Kerusakan integritas jaringan b.d nekrosis kerusakan jaringan
3. Resiko infeksi berhubungan dengan peningkatan kadar glukosa
4. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b.d penurunan sirkulasi darah perifer,
proses penyakit (DM)

J. INTERVENSI DAN RASIONAL


NO DIAGNOSA TUJUAN DAN INTEVENSI
KEPERAWATAN KRETERIA HASIL

1 Ketidakseimbangan nutrisi NOC : NIC :


kurang dari kebutuhan
Nutritional Status : Nutrition
tubuh
food and Fluid Management
Intake
 Kaji adanya alergi
Definisi : Intake nutrisi Nutritional Status : makanan
tidak cukup untuk keperluan nutrient Intake  Kolaborasi
metabolisme tubuh. dengan ahli gizi
untuk menentukan
Kriteria Hasil : jumlah kalori dan
Batasan karakteristik : nutrisi yang
Adanya peningkatan
dibutuhkan
 Berat badan 20 % atau berat badan sesuai
pasien.
lebih di bawah ideal dengan tujuan
 Anjurkan pasien
 Dilaporkan adanya
Berat badan ideal untuk
intake makanan yang
sesuai dengan tinggi meningkatkan
kurang dari RDA
badan intake Fe
(Recomended Daily
 Anjurkan pasien
Allowance)
untuk
 Membran mukosa dan Mampumengidentifi
meningkatkan
konjungtiva pucat kasi kebutuhan
protein dan
 Kelemahan otot yang nutrisi
vitamin C
digunakan untuk Tidk ada tanda tanda  Berikan substansi
menelan atau malnutrisi gula
mengunyah  Yakinkan diet
Menunjukkan
 Luka, inflamasi pada yang dimakan
peningkatan fungsi
rongga mulut mengandung
pengecapan dari
 Mudah merasa tinggi serat untuk
menelan
kenyang, sesaat setelah mencegah
mengunyah makanan Tidak terjadi konstipasi
 Dilaporkan atau fakta penurunan berat  Berikan makanan
adanya kekurangan badan yang berarti yang terpilih (
makanan sudah

 Dilaporkan adanya dikonsultasikan

perubahan sensasi rasa dengan ahli gizi)

 Perasaan  Ajarkan pasien

ketidakmampuan bagaimana

untuk mengunyah membuat catatan

makanan makanan harian.

 Miskonsepsi  Monitor jumlah


nutrisi dan
 Kehilangan BB dengan
kandungan kalori
makanan cukup
 Berikan informasi
 Keengganan untuk
tentang kebutuhan
makan
nutrisi
 Kram pada abdomen
 Kaji kemampuan
 Tonus otot jelek
pasien untuk
 Nyeri abdominal
mendapatkan
dengan atau tanpa
nutrisi yang
patologi
dibutuhkan
 Kurang berminat
Nutrition
terhadap makanan
Monitoring
 Pembuluh darah
kapiler mulai rapuh  BB pasien dalam
 Diare dan atau batas normal
steatorrhea  Monitor adanya
 Kehilangan rambut penurunan berat
yang cukup banyak badan
(rontok)  Monitor tipe dan
 Suara usus hiperaktif jumlah aktivitas
 Kurangnya informasi, yang biasa
misinformasi dilakukan
 Monitor interaksi
anak atau orang
Faktor-faktor yang tua selama makan
berhubungan :  Monitor
lingkungan
Ketidakmampuan
selama makan
pemasukan atau mencerna
 Jadwalkan
makanan atau mengabsorpsi
pengobatan dan
zat-zat gizi berhubungan
tindakan tidak
dengan faktor biologis,
selama jam
psikologis atau ekonomi.
makan
 Monitor kulit
kering dan
perubahan
pigmentasi
 Monitor turgor
kulit
 Monitor
kekeringan,
rambut kusam,
dan mudah patah
 Monitor mual dan
muntah
 Monitor kadar
albumin, total
protein, Hb, dan
kadar Ht
 Monitor makanan
kesukaan
 Monitor
pertumbuhan dan
perkembangan
 Monitor pucat,
kemerahan, dan
kekeringan
jaringan
konjungtiva
 Monitor kalori
dan intake
nuntrisi
 Catat adanya
edema, hiperemik,
hipertonik papila
lidah dan cavitas
oral.
 Catat jika lidah
berwarna
magenta, scarlet
2 Kerusakan integritas NOC NIC
jaringan
 Tissue integrity : skin Prssure ulcer
Definisi : kerusakan and ,ucous preventention wound
jaringan membrane mukosa,  Wound healing : care :
kornea, integument atau primary and secondary
 Anjurkan pasien
subkutan intention
untuk
KriteriaHasil :
Batasan karakteristik : menggunkan
a. Perfusi jaringan pakaian yang
 Kerusakan jaringan
normal longgar
(mis, kornea, membrane
b. Tidak ada tanda-tanda  Jaga kulit agar
mukosa, integument
infeksi tetap bersih dan
atau subkutan)
 Kerusakan jaringan c. Ketebalan dan tekstur kering
Faktor yang berhubungan jaringan normal  Mobilisasi pasien
d. Menunjukkan ( ubah posisi
a. Gangguan sirkulasi
pemahaman kulit dan pasien) setiap 2
b. Iritan zat kimia
mencegah terjadinya jam sekali
c. Deficit cairan
cidera berulang  Monitor kulit
d. Kelebihan cairan
Menunjukkan akan adanya
e. Hambatan mobilitas
terjadinya proses kemerahan
fisik
penyembuhan luka.  Oleskan lotion
f. Kurang pengetahuan
atau minyak baby
g. Faktor mekanik ( misal
oil pada daerah
tekanan, koyakkan atau
yang tertekan
robekan )
 Monitor aktivitas
h. Radiasi
dan mobilisasi
i. Suhu ekstrem
pasien
 Monitor status
nutrisipasien
 Memandikan
pasien dengan
sabun dan air
hangat
 Observasi luka :
lokasi dan
dimensi,
kedalaman luka,
jaringan nekrotik,
tanda-tanda
infeksi local,
formasi traktus
 Ajarkan keluarga
tentang luka dan
perawatan luka
 Kolaborasi ahli
gizi tentang
pemberian diet
TKTP (tinggi
kalori tinggi
protein )
 Cegah
kontaminasi feses
dan urin
 Lakukan teknik
perawatan luka
dengan steril
 Berikan posisi
yang mengurangi
tekanan pada luka
 Hindari kerutan
pada tempat tidur
3 Resiko Infeksi NOC : NIC :

Definisi : Peningkatan 1. Immune Status Infection Control


resiko masuknya organisme 2. Knowledge : Infection (Kontrol infeksi)
patogen control
 Bersihkan
3. Risk control
Faktor-faktor resiko : lingkungan
Kriteria Hasil :
setelah dipakai
 Prosedur Infasif
1. Klien bebas dari tanda pasien lain
 Ketidakcukupan
dan gejala infeksi  Pertahankan
pengetahuan untuk
2. Menunjukkan teknik isolasi
menghindari paparan
kemampuan untuk  Batasi
patogen
mencegah timbulnya pengunjung bila
 Trauma
infeksi perlu
 Kerusakan jaringan dan
3. Jumlah leukosit dalam  Instruksikan pada
peningkatan paparan
batas normal pengunjung untuk
lingkungan
4. Menunjukkan perilaku mencuci tangan
 Ruptur membran
hidup sehat saat berkunjung
amnion
 Agen farmasi dan setelah
(imunosupresan) berkunjung
 Malnutrisi meninggalkan
 Peningkatan paparan pasien
lingkungan patogen  Gunakan sabun
 Imonusupresi antimikrobia
 Ketidakadekuatan imum untuk cuci tangan
buatan  Cuci tangan setiap
 Tidak adekuat sebelum dan
pertahanan sekunder sesudah tindakan
(penurunan Hb, kperawtan
Leukopenia, penekanan  Gunakan baju,
respon inflamasi) sarung tangan
 Tidak adekuat sebagai alat
pertahanan tubuh primer pelindung
(kulit tidak utuh, trauma  Pertahankan
jaringan, penurunan lingkungan
kerja silia, cairan tubuh aseptik selama
statis, perubahan sekresi pemasangan alat
pH, perubahan  Ganti letak IV
peristaltik) perifer dan line
 Penyakit kronik central dan
dressing sesuai
dengan petunjuk
umum
 Gunakan kateter
intermiten untuk
menurunkan
infeksi kandung
kencing
 Tingktkan intake
nutrisi
 Berikan terapi
antibiotik bila
perlu
Infection Protection
(proteksi terhadap
infeksi)

 Monitor tanda dan


gejala infeksi
sistemik dan lokal
 Monitor hitung
granulosit, WBC
 Monitor
kerentanan
terhadap infeksi
 Batasi
pengunjung
 Saring
pengunjung
terhadap penyakit
menular
 Partahankan
teknik aspesis
pada pasien yang
beresiko
 Pertahankan
teknik isolasi k/p
 Berikan
perawatan kuliat
pada area
epidema
 Inspeksi kulit dan
membran mukosa
terhadap
kemerahan, panas,
drainase
 Ispeksi kondisi
luka / insisi bedah
 Dorong masukkan
nutrisi yang
cukup
 Dorong masukan
cairan
 Dorong istirahat
 Instruksikan
pasien untuk
minum antibiotik
sesuai resep
 Ajarkan pasien
dan keluarga
tanda dan gejala
infeksi
 Ajarkan cara
menghindari
infeksi
 Laporkan
kecurigaan infeksi
Laporkan kultur
positif
4 Ketidakefektifan perfusi NOC NIC
jaringan perifer Menejemen sensasi
 Circulations status
perifer
Definisi : penurunan  Tissue perfusion:
 Memonitor
sirkulasi darah keperifer cerebral
daerah tertentu
yang dapat menganggu
Kriteria hasil yang hanya peka
kesehatan.
terhadap
Mendemonstrasikan status
Batasan Karakteristik : panas/dingin/taja
sirkulasi yang ditandai
m/ tumpul
1. Tidak adanya nadi
2. Perubahan fungsi dengan:  Memonitor
motorik adanya paratese
 Tekanan systole
3. Perubahan  Instruksikan
dan diastole dalam
karakteristik keluarga untuk
batas yang
kulit(warna mengobservasi
diharapkan
elastisitas,rambut, kulit jika ada
diharapkan
kelembapan kuku lesi atau laserasi
 Tidak ada
dan sensasi suhu)  Gunakan sarung
ortostatik
4. Perubahan TD tangan untuk
hipertensi
diekstremitas waktu proteksi
 Tidak ada tanda
pengisian kapiler >3  Batasi gerakan
tanda peningkatan
detik pada kepala
tekanan
5. Klaudikasi leher dan
intrakaranial (tidak
6. Warna tidak kembali punggung
lebih dari 15
ketungkai saat  Monitor
mmHg)
tunggkai tidak di kemampuan
Mendemonstrasikan
turunkan BAB
kognitif yang ditandai
7. Kelembapan  Kolaborasi
dengan:
penyembuhan luka pemberian
 Berkomunikasi
perifer analgetik
dengan jelas dan
8. Penurunan nadi  Monitor adanya
sesuai dengan
9. Edema
tromboplebitis
kemampuan
10. Nyeri ekstremitas
 Diskusikan
 Menunjukan
11. Bruit pemoral
mengenai
perhatian,
12. Pemendekan jarak
penyebab
kosentrasi dan
total yang ditempuh
perubahan
orientasi
dalam uji berjalan
sensasi
selama 6 menit  Memproses

13. Pemendekan jarak informasi

bebas nyeri yang  Membuat

ditempuh dalam uji keputusan dengan

berjalan selama 6 benar

menit. Menunjukan funggsi


14. Perestesia sensori motori cranial
15. Warna kulit pucat yang utuh, tingkat
saat elevasi kesadaran membaik, tidak
ada gerakan-gerakan
Faktor yang berhubungan:
infolunter
 Kurangnya
pemberitahuan
mengenai faktor
pemberat(mis,
merokok,
trauma,obesitas,asup
an garam dan
imobilisasi
 Kurang pengetahuan
tentang proses
penyakit (mis,
Diabetes,hiperlipedi
mia)
 Diabetes melitus
 Hipertensi
 Gaya hidup
monoton
 Merokok
DAFTAR PUSTAKA

Corwin, EJ. 2009. Buku Saku Patofisiologi, 3 Edisi Revisi. Jakarta: EGC

Yuliana Elin, Adrajat retnosaro, 2009. ISO farmakoterapi. Jakarta : ISFI

Nanda. 2013, aplikasi asukan keperawatan berdasarkan diagnosa medis & nanda nic noc
jiid 1: mediaction pubishing: Jogyakarta.

Decroli E dan Karimi J. (2010) Profil Ulkus Diabetik Pada Penderita Rawat Inap
diBagian Penyakit Dalam RSUP Dr M. Djamil Padang.

Mansjoer. A. Dkk (2007) kapita selekta kedokteran jiid 1 edisi 3: jakarta

Soegondo, S., (2006), Farmakologi pada pengendalian glikemia diabetes mellitus tipe 2,
dalam Sudoyo. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. (3rd Ed.). Jakarta: Pusat Penerbit
Departemen Penyakit Dalam FKUI

Anda mungkin juga menyukai