Anda di halaman 1dari 24

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT., karena atas rahmat, karunia, dan kuasa-
Nya penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Pendidikan
Islam pada Masa Dinasti Abbasiyah” tanpa ada halangan apapun sesuai dengan
waktu yang telah ditentukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu
Pendidikan. Shalawat serta salam selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad
SAW., para sahabatnya dan kepada umatnya hingga akhir zaman.
Dalam penyusunan makalah ini, penulis menyadari bahwa makalah ini tidak
akan tersusun dengan baik tanpa adanya bantuan dari berbagai sumber referensi
baik internet maupun buku. Oleh karena itu, pada kesempatan ini tidak lupa
juga penulis mengucapkan banyak terima kasih atas berbagai sumber referensi
demi tersusunnya makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak luput dari
kekurangan. Untuk itu, saran dan kritik konstruktif yang membangun
sangat penulis harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, dengan segala kerendahan hati, penulis mohon maaf yang sebesar-
besarnya apabila dalam penyusunan makalah ini terdapat banyak
kesalahan. Semoga makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis dan
pada umumnya bagi pembaca.

Penulis

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................... i


DAFTAR ISI ......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................... 1
A. Latar Belakang....................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah.................................................................................. 2
C. Tujuan.................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN...................................................................................... 3
A. Sejarah Berdirinya Dinasti Abbasiyah......................................................... 3
B. Kemajuan Pendidikan Islam pada Masa Dinasti Abbassiy.........................6
C. Tujuan Pendidikan Islam pada Masa Dinasti Abbasiyah.......................... 11
D. Tingkat Pengajaran Pendidikan Islam pada Masa Dinasti Abbasiyah....... 12
E. Lembaga-Lembaga Pendidikan Islam pada Masa Dinasti Abbasiya......... 13
F. Kurikulum Pendidikan Islam pada Masa Dinasti Abbasiyah................... 16
G. Metode Pendidikan Islam pada Masa Dinasti Abbasiyah.......................... 17
BAB III PENUTUP............................................................................................ 19
A. Kesimpulan................................................................................................. 19
B. Saran.......................................................................................................... 20
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 21

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Berkembangnya pendidikan islam erat kaitannya dengan sejarah islam, karena
proses pendidikan Islam telah berlangsung sepanjang sejarah islam, dan
berkembang sejalan dengan perkembangan sosial budaya umat Islam. Para ahli
sejarah menyebut bahwa sebelum muncul sekolah dan universitas, sebagai
lembaga pendidikan formal, dalam dunia Islam sesungguhnya sudah berkembang
lembaga-lembaga pendidikan slam non formal, diantaranya adalah masjid.
Pada masa Nabi, masjid bukan hanya sebagai sarana ibadah, tapi juga sebagai
tempat menyiarkan ilmu pengetahuan pada anak-anak dan orang-orang dewasa,
disamping sebagai tempat peradilan, tempat berkumpulnya tentara dan tempat
menerima duta-duta asing, bahkan di masa Dinasti Umayyah dan Dinasti
Abbasiyah, masjid yang didirikan oleh penguasa umumnya dilengkapi dengan
berbagai macam fasilitas pendidikan seperti tempat belajar, ruang perpustakaan
dan buku-buku dari berbagai macam disiplin keilmuan yang berkembang pada
saat itu. Sebelum al-Azhar didirikan di Kairo, sesungguhnya sudah banyak masjid
yang dipakai sebagai tempat belajar, tentunya dengan kebijakan-kebijakan
penguasa pada saat itu.
Islam mengalami kemajuan dalam bidang pendidikan, terutama pada masa
Dinasti Abbasiyah. Pada saat itu, mayoritas umat muslim sudah bisa membaca
dan menulis dan dapat memahami isi dan kandungan al-Quran dengan baik. Pada
masa ini murid-murid di tingkat dasar mempelajari pokok-pokok umum yang
ringkas, jelas dan mudah dipahami tentang beberapa masalah.
Pendidikan di tingkat dasar ini diselenggarakan di Kuttab, dimana al-Quran
merupakan buku teks wajib. Pada tingkat pendidikan menengah diberikan
penjelasan-penjelasan yang lebih mendalam dan rinci terhadap materi yang sudah
diajarkan pada tingkat pendidikan dasar. Selanjutnya pada tingkat universitas
sudah diberikan spesialisasi, pendalaman dan analisa. Dengan mempelajari
sejarah Islam terutama dalam bidang pendidikan, umat Islam dapat mengambil

3
contoh pola pendidikan Islam pada masa lalu, sejak periode Nabi Muhammad
SAW, sahabat dan ulama’ setelahnya.[1]
Berdasarkan uraian diatas, saya akan membahasnya dalam makalah yang
berjudul “Pendidikan Islam pada Masa Dinasti Abbasiyah ”

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah berdirinya dinasti abbasiyah?
2. Bagaimana kemajuan pendidikan islam pada masa dinasti abbassiyyah?
3. Apa tujuan pendidikan islam pada masa dinasti abbasiyah?
4. Bagaimana tingkat pengajaran pendidikan islam pada masa dinasti
abbasiyah?
5. Bagaimana lembaga-lembaga pendidikan islam pada
masa dinasti abbasiyah?
6. Bagaimana kurikulum pendidikan islam pada masa dinasti abbasiyah?
7. Bagaimana metode pendidikan islam pada masa dinasti abbasiyah?
8. Siapa tokoh tokoh pendidikan dinasti abbasiyah?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui sejarah berdirinya dinasti abbasiyah
2. Untuk mengetahui kemajuan pendidikan islam pada masa dinasti
abbassiyyah
3. Untuk mengetahui tujuan pendidikan islam pada masa dinasti abbasiyah
4. Untuk mengetahui tingkat pengajaran pendidikan islam pada masa dinasti
abbasiyah
5. Untuk mengetahui lembaga-lembaga pendidikan islam pada
masa dinasti abbasiyah
6. Untuk mengetahui kurikulum pendidikan islam pada masa dinasti
abbasiyah
7. Untuk mengetahui metode pendidikan islam pada masa dinasti abbasiyah
8. Untuk mengetahui tokoh tokoh pendidikan masa Dinasti Abbasiyiah

4
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah Berdirinya Dinasti Abbasiyah
Pemerintahan dinasti Abbasiyah dinisbatkan kepada Al-Abbas, paman
Rasulullas SAW, sementara Khalifah Pertama dalam pemerintahan ini adalah
Abdullah Ash-Shaffah Bin Muhammad Bin Ali Bin Abdullah Bin Abbas Bin
Abdul Muthalib.
Dinasti Abbasiyah didirikan pada tahun 132 H./750 M, oleh Abul Abbas Ash
–shaffah, dan sekaligus sebagai Khalifah pertama.kekuasaan Dinasti Abbasiyah
berlangsung dalam rentang waktu yang panjang,yaitu selama lima abad dari tahun
132-656 H (750 M-1258 M ). Berdirinya pemerintahan ini dianggap sebagai
kemenangan pemikiran yang pernah dikumandangkan oleh Bani Hasyim
(alawiyun) setelah meninggal Rasulullah dengan mengatakan behwa yang berhak
untuk berkuasa adalah keturunan rasulullah dan anak-anaknya.
Sebelum berdiri Dinasti Abbasiyah terdapat tiga poros utama yang merupakan
pusat kegiatan, antara satu dengan yang lain memiliki kedudukan tersendiri dalam
memainkan perananya untuk menegakkan kekuasaan keluarga besar pama
Rasulullah SAW, Abbas Bin Abdul Muthalib. Darimana Al-Abbas paman
rasulullah inilah nama ini disandarkan pada tiga tempat pusat kegiatan, yaitu
Humaymah,Khuffah,dan Khurosan. Humaimah merupakan tempat yang tentram ,
bermukim dikota itu Bani Hasyim, baik dari kalangan pendukung Ali maupun
pendukung keluarga Abbas. Khufah merupakan wilayah penduduknya menganut
aliran syiah, pendukung Ali Bin Ali Thalib, yang selalu bergolak dan ditindas oleh
Bani Umayyah. Khurosan memiliki warga yang pemberani, kuat fisik,teguh
pendirian,tidak mudah terpengaruh nafsuh,dan tidak mudah bingung terhadap
kepercayaan yang menyimpang, disanalah yang diharapkan dakwa kaun
Abbasiyah mendapat dukungan.
Di kota Humaimah bermukim Keluarga Abbasiyah, Salah seorang
pimpinannya bernama Al-Imam Muhammad Bin Ali yang merupakan
peletak dasar-dasar bagi berdirinya Dinasti Abbasiyah. Ia menyiapkan strategi
perjuangan menegakkan kekuasaan atas nama keluarga Rasulullah SAW. Para

5
penerang dakwa Abbasiyah berjumlah 150 orang dibawah papa pemimpinannya
yang berjumlah 12 orang dan puncak pimpinannya adalah Muhammad Bin Ali.
Propraganda Abbasiyah dilaksamakan dengan strategi yang cukup matang
sebagai gerakan rahasia . akan tetapi, Imam Ibrahim pemimpin Abbasiyah yang
berkeinginan mendirikan kekuasaan Abbasiyah, gerakannya diketahui oleh
Khalifah Umayyah terakhir, Marwan Bin Muhammad. Ibrahim akhirnya
tertangkap oleh pasukan Dinasti Umayyah dan dipenjarakan diharan sebelum
akhirnya eksekusi. Ia mewasiatkan kepada adiknya Abul Abbas untuk
menggantikan kedudukannya ketika tahu bahwa ia akan terbunuh, dan
memerintahkan untuk pindah kekuffah. Sedangkan pemimpin propaganda
dibebankan kepada Abu Salamah. Segeralah Abul Abbas pindah dari Humayyah
ke kuffah diiringi oleh para pembesar Abbasiyah yang lain seperti Abu ja’far ,Isa
Bin Musa,dan Abdullah Bin Ali.
Pengusa Umayyah diupah ,Yazin Bin Umar Hubairah, ditaklukkan di oleh
Abbasiyah dan diusir diwasit. Abu Salamah selanjutnya berkemah selanjutnya
berkemah dikufah yang telah ditaklukkan pada tahun 132 H. Abdullah Bin Ali,
salah seorang paman Abul Abbas diperintahkan untuk mengejar khalifah
Umayyah terakhir , Marwan bin Muhammad bersama pasukannya yang melarikan
diri, dimana akhirnya dapat dipukul didaratan rendah sungai Zab.
Masa kekuasaan Bani Abbasiyah
Selama dinasti Bani Abbasiyah berdiri pola pemerintahan yang diterapkan
berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik, sosial, dan budaya. Berdasarkan
pola pemerinthan itu, para sejarawan biasanya membagi kekuasaan Bani
Abbasiyah pada empat periode :
1. Masa Abbasiyah I, yaitu semenjak lahirnya dinasti Abbasiyah tahun 132
H/750 M sampai meninggalnya khalifah Al-Watsiq 232 H/847 M.
2. Masa Abbasiayah II, yaitu mulai khalifah Al-Mutawakkil pada tahun 232
H/847 M sampai berdirinya Daulah Buwaihiyah di Baghdad tahun 334
H/946 M.
3. Masa Abbasiyah III, yaitu dari berdirinya Daulah Buwaihiyah tahun 334
H/946 M sampai masuknya kaum Saljuk ke Baghdad Tahun 447 H/1055 M.

6
4. Masa Abbasiyah IV, yaitu masuknya kaum saljuk di Baghdad tahun 447
H/1055 M sampai jatuhnya Baghdad ketangan bangsa Mongol dibawah
pimpinan Hulagu Khan pada tahun 656 H/1258 M.[2]
Masa Kejayaan Peradaban Bani Abbasiyah
Pada periode pertama pemerintahan Bani Abbasiyah mencapai masa
keemasan, secara politis para khalifah memang orang-orang yang kuat dan
merupakan pusat kekuasaan politik sekaligus Agama. Disisi lain kemakmuran
masyarakat mencapai tingkat tertinggi. Periode ini juga berhasil menyiapkan
landasan bagi perkembangan Filsafat dan ilmu pengetahan dalam Islam.
Peradaban dan kebudayyan Islam berkembang dan tumbuh mencapai kejayaan
pada masa Bani Abbasiyah. Hal tersebut dikarenakan pada masa ini Abbasiyah
lebih menekankan pada perkembangan peradaban dan kebudayaan Islam dari pada
perluasan wilayah. Disinilah letak perbedaan pokok dinasti Abbasiyah dengan
dinasti Umayyah.
Puncak kejayaan dinasti Abbasiyah terjadi pada masa khalifah Harun Al-
Rasyid (786-809 M) dan anaknya Al-Makmun (813-833 M). Ketika Al-Rasyid
memerintah, negara dalam keadaan makmur, kekayaan melimpah, keamanan
terjamin walaupun ada juga pemberontakan dan luas wilayahnya mulai dari
Afrika Utara sampai ke India.
Lembaga pendidikan pada masa Bani Abbasiyah mengalami perkembangan dan
kemajuan yang sangat pesat, hal ini sangat ditentukan oleh perkembangan bahasa
Arab, baik sebagai bahasa administrasi yang sudah berlaku sejak Bani Umayyah,
maupun sebagai bahasa pengetahuan, selain itu juga ada dua hal yang tidak
terlepas dari kemajuan ilmu pengetahuan yaitu :
1. Terjadinya asimilasi antara bahasa Arab dengan bahasa bangsa lain yang telah
lebih dulu mengalami kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan. Pada masa
Bani Abbas, bangsa-bangsa non-Arab banyak yang masuk Islam. Asimilasi
berlangsung secara efektif dan bernilai guna. Bangsa-bagssa itu memberi
saham tertentu bagi perkembangan ilmu pengetahuan dalam Islam. Pengaruh
Persia sangat kuat dalam bidang ilmu pengetahuan. Disamping itu, bangsa
Persia banyak berjasa dalam perkembangan ilmu, filsafat, dan sastra.

7
Pengaruh India terlihat dari bidang kedokteran, ilmu matematika, dan
astronomi. Sedangkan pengaruh Yunani terlihat dari terjemahan-terjemahan
di berbagai bidang ilmu, terutama Filsafat.
2. Gerakan penerjemahan berlangsung selama tiga fase. Fase pertama, pada masa
khalifah Al-Mansyur hingga Hasrun Al-Rasyid. Pada fase ini yang banyak
diterjemah adalah buku-buku dibidang ilmu Astronomi dan Mantiq. Fase
kedua terjadi pada masa khalifah Al-Makmun hingga tahun 300 H. Buku-
buku yang banyak diterjemah adalah bidang filsafat, dan kedokteran. Dan
pada fase ketiga berlangsung setelah tahun 300 H, terutama setelah adanya
pembuatan kertas. Selanjutnya bidang-biadang ilmu yang diterjemahkan
semakinmeluas.[3]

B. Kemajuan Pendidikan Islam pada Masa Dinasti Abbassiyyah


Peradaban dan kebudayaan islam tumbuh dan berkembang bahkan mencapai
kejayaan pada masa Abbassiyyah. Hal tersebut dikarenakan Dinasti Abbassiyyah
pada periode ini lebih menekankan pembinaan peradaban dan kebudayaan islam
dari pada perluasan wilayah. Puncak kejayaan dinasti Abbassiyyah terjadi pada
masa khalifah Harun Ar-Rasyid (786-809M) dan anaknya Al Ma’mun (813-
833M). Ketika Ar Rasyid memerintah, negara dalam keadaan makmur, kekayaan
melimpah, keamanan terjamin walaupun ada juga pemberontakan dan luas
wilayahnya mulai dari Afrika Utara hingga ke India. Pada masanya, hidup pula
para Filsuf, pujangga, ahli baca Al qur’an, dan para Ulama di bidang Agama
didirikan perpustakaan yang di beri nama Baitul Hikmah, di dalamnya orang dapat
membaca, menulis dan berdiskusi.
Bagdad sebagai pusat peradaban islam
Kota Bagdad sebagai pusat intelektual terdapat beberapa pusat aktifitas
pengembangan ilmu antara lain Baitul Hikmah. Sebagai ibu kota Bagdad
mencapai puncaknya pada masa Harun Ar-Rasyid walaupun kota tersebut belum
50 tahun di bangun. Kemegahan dan kemakmurn tercermin dalam istana khalifah
yang luasnya sepertiga dari kota Bagdad yang berbentuk bundar dengan di
lengkapi beberapa banguna sayap dan ruang audiensi yang di penuhi berbagai

8
perlengkapan yang terindah, dengan demikian, dinasti Abbassiyyah dengan
pusatnya di Bagdad sangat maju sebagai pusat kota peradaban dan pusat ilmu
pengetahuan. Beberapa kemajuan dalam berbagai bidang kehidupan dapat di
sebutka beberapa berikut:
1. Bidang agama
Kemajuan di bidang agama antara lain dalambeberapa bidang ilmu yaitu
ulumul qur’an, ilmu tafsir, hadis, ilmu kalam, bahasa dan fiqih.
a. Fiqh
Pada dinasti Abbasiyah lahir para tokoh bidang fiqh dan pendiri mazhab antara
lain sebagai berikut:
1) Imam Abu Hanifah (700-767 M)
2) Imam Malik (713-795 M).
3) Imam Syafi’i (767-820 M).
4) Imam Ahmad bin Hambal (780-855 M).
b. Ilmu Tafsir
Perkembangan ilmu tafsir pada masa pemerintahan Abbasiyah mengalami
kemajuan pesat. Di antara para ahli tafsir pada masa Dinasti Abbasiyah adalah:
1) Ibnu Jarir Ath-Thabari.
2) Ibnu Athiyah Al- Andalusi.
3) Abu Muslim Muhammad bin Bahar Isfahani.
c. Ilmu Hadis
Diantara para ahli hadis pada masa Dinasti Abbasiyah adalah:
1) Imam Bukhori (194-256 H), karyanya Shahih Al-Bukhori.
2) Imam Muslim (w. 261 H), karyanya Sahih Muslim.
3) Ibnu Majah, karyanya Sunan Ibnu Majah.
4) Abu Dawud, karyanya Sunan Abu Dawud.
5) Imam An-Nasai, karyanya Sunan An-Nasai.
6) Imam Baihaqi.

9
d Ilmu Kalam
Kajian para ahli ilmu kalam (teologi) adalah mengenai dosa, pahala, surga neraka,
serta perdebatan mengenai ketuhanan atau tauhid, yang menghasilkan suatu kajian
ilmu yaitu ilmu kalam atau teologi. Diantara tokoh ilmu kalam adalah:
1) Imam Abu Hasan Al- Asy’ari dan Imam Abu Mansur Al Maturidi, tokoh
Asy’ariyah.
2) Washil bin Atha, Abu Huzail Al-Allaf (w. 849 M), tokoh Mu’tazilah.
3) Al-Jubai.
e. Ilmu Bahasa
Diantara ilmu bahasa yang berkembang pada masa Dinasti Abbasiyah
adalah ilmu nahwu, ilmu sharaf, ilmu bayan, ilmu badi’ dan arudh. Bahasa arab di
jadikan sebagai ilmu pengetahuan disamping menjadi alat komunikasi antar
bangsa. Di antara para ahli ilmu bahasa adalah:
1) Imam Sibawaih (w. 183), karyanya terdiri dari 2 jilid setebal 1000
halaman.
2) Al-Kiasi.
3) Abu Zakaria Al-Farra (w.208), kitab Nahwunya terdiri dari 6000
halaman lebih.
2. Bidang Umum
Dalam bidang umum antara lain berkembang dalam bidang filsafat, logika,
metafisika, matematika, ilmu alam, geometri, aljabar, aritmatika, astronomi,
musik, kedokteran, kimia, sejarah dan sastra.[4]
1. Filsafat
Filsafat muncul sebagai hasil integrasi antara islam dengan kebudayaan
klasik Yunani yang terdapat di Mesir, Suria dan Persia, dan mulai berkembang
pada masa Khalifah Harun Al Rasyid dan Al Ma’mun. Tokoh filosof muslim yang
tekenal adalah Ya’kub bin Ishaq al Kindi.
2. Kedokteran
Pada masa ini ilmu kedokteran telah mencapai puncak tertinggi yang
melhirkan dokter yang terkenal, yaitu Yuhannah bin Musawaih (w. 242 H). Pada

10
masa ini telah banyak buku-buku kedokteran, karangan dalam bentuk ensiklopedi
yang diterjemahkan dalam bahasa latin, dan sebagainya.
3. Astronomi
Astronomi islam yang terkenal pada masa ini adalah al Fazzari yang pertama
kali menyusun atrolaber (Alat yang dahulu dipakai sebagai pengukur tinggi
bintang), Al Fargani yang telah mengarang ringkasan ilmu astronomi yang
kemudian diterjemahkan kedalam bahasa latin.[5]
4. Ilmu Matematika
Terjemahan dari bahasa asing ke bahasa Arab menghasilkan karya dibidang
matematika. Diantara ahli matematika islam yang terkenal adalah Al-Khawarizmi,
adalah seorang pengarang kitab Al-Jabar wal Muqabalah (ilmu hitung) dan
penemu angka Nol. Tokoh lainnyaadalah Abu Al-Wafa Muhammad Bin
Muhammad Bin Ismail Bin Al-Abbas terkenal sebagi ahli ilmu matematika.[6]
5. Geografi
Pada masa Abbasiyah Perlawatan Kaum muslimin telah sampai ke India,
Srilangka, Malaysia, Indonesia, Cina, dan lain lain. Dari perjalanan tersebut kaum
muslimin berusaha melukiskan selengkapnya ihwal negeri-negeri yang dilihatnya
sehingga melahirkan geografi islam ternama. Mereka adalah Ibn Khardazabah
dengan karyanya al Masalik wa al Mamalik, ibn Al Haik dengan karyanya al Ikli,
dan sebagainya.

3. Kemajuan di bidang Teknologi


Pada tahun 765, fakultas kedokteran pertama didirikan oleh Jurjis Ibnu
Naubakht. Sekitar tahun 990 M, Ibnu Firnas seorang ilmuwan dari Andalusia
(Spanyol) memimpikan bagaimana agar suatu saat manusia bisa terbang bebas di
angkasa laksana burung, dia terinspirasi kejadian Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad
Saw, tetapi dia berpikir bahwa manusia biasa tak mungkin bisa naik Bouraq
kendaraan Nabi Saw untuk Isra’ Mi’ raj, karena dia hanya manusia biasa, bukan
seorang Nabi.
Ibnu Firnas ( Armen Firman ), mulai meneliti gerak aerodinamika, fisika
udara, dan anatomi burung dan kelelawar. Sampai pada suatu saat dia

11
menciptakan sebuah alat terbang seperti sayap kelelawar, lalu dia menaiki menara
Masjid Cordoba, disaksikan oleh ribuan orang di bawahnya, lalu dia melompat
dan melayang terbang sejauh kira-kira 3 km dan mendarat dengan selamat.
Ribuan orang bertepuk tangan atas ciptaannya. Sebaliknya masyarakat Eropa yang
saat itu sedang di era kegelapan, heboh sendiri karena menganggap Ibnu Firnas
melakukan sihir yang mereka saja belum pernah melihatnya. Alat terbang Ibnu
Firnas inilah yang menginspirasi Wright Bersaudara menciptakan pesawat terbang
pada awal abad 19.[7]

C. Tujuan Pendidikan Islam pada Masa Dinasti Abbasiyah


Pada masa Nabi masa khoilfah rasyidin dan umayah, tujuan pendidikan satu
saja, yaitu keagamaan semata. Mengajar dan belajar karena Allah dan mengharap
keridhoan-Nya. Namun pada masa abbasiyah tujuan pendidikan itu telah
bermacam-macam karena pengaruh masyarakat pada masa itu. Tujuan itu dapat
disimpulkan sebagai berikut:
1. Tujuan keagamaan dan akhlak
Sebagaiman pada masa sebelumnya, anak-anak dididik dan diajar
membaca atau menghafal Al-Qur’an, ini merupakan suatu kewajiban dalam
agama, supaya mereka mengikut ajaran agama dan berakhlak menurut agama.
2. Tujuan kemasyarakatan
Para pemuda pada masa itu belajar dan menuntut ilmu supaya mereka
dapat mengubah dan memperbaiki masyarakat, dari masyarakat yang penuh
dengan kejahilan menjadi masyarakat yang bersinar ilmu pengetahuan, dari
masyarakat yang mundur menuju masyarakat yang maju dan makmur. Untuk
mencapai tujuan tersebut maka ilmu-ilmu yang diajarkan di Madrasah bukan saja
ilmu agama dan Bahasa Arab, bahkan juga diajarkan ilmu duniawi yang berfaedah
untuk kemajuan masyarakat.
3. Cinta akan ilmu pengetahuan
Masyarakat pada saat itu belajar tidak mengaharapkan apa-apa selain dari
pada memperdalam ilmu pengetahuan. Mereka merantau ke seluruh negeri islam
untuk menuntut ilmu tanpa memperdulikan susah payah dalam perjalanan yang

12
umumnya dilakukan dengan berjalan kaki atau mengendarai keledai. Tujuan
mereka tidak lain untuk memuaskan jiwanya untuk menuntut ilmu.
4. Tujuan kebendaan
Pada masa itu mereka menuntut ilmu supaya mendapatkan penghidupan yang
layak dan pangkat yang tinggi, bahkan kalau memungkinkan mendapat
kemegahan dan kekuasaan di dunia ini, sebagaimana tujuan sebagian orang pada
masa sekarang ini.

D. Tingkat Pengajaran Pendidikan Islam pada Masa Dinasti Abbasiyah


Pada masa Abbasiyah sekolah-sekolah terdiri dari beberapa tingkat, yaitu:
1. Tingkat sekolah rendah,
namanya Kuttab sebagai tempat belajar bagi anak-anak. Disamping Kuttab
ada pula anak-anak belajar di rumah, di istana, di took-toko dan di pinggir-pinggir
pasar. Adapun pelajaran yang diajarkan meliputi: membaca Al-Qur’an dan
menghafalnya, pokok-pokok ajaran islam, menulis, kisah orang-orang besar islam,
membaca dan menghafal syair-syair atau prosa, berhitung, dam juga pokok-pokok
nahwu shorof ala kadarnya.
2. Tingkat sekolah menengah,
yaitu di masjid dan majelis sastra dan ilmu pengetahuan sebagai
sambungan pelajaran di kuttab. Adapun pelajaran yang diajarkan melipuri: Al-
Qur’an, bahasa Arab, Fiqih, Tafsir, Hadits, Nahwu, Shorof, Balaghoh, ilmu pasti,
Mantiq, Falak, Sejarah, ilmu alam, kedokteran, dan juga music.
3. Tingkat perguruan tinggi,
seperti Baitul Hikmah di Bagdad dan Darul Ilmu di Mesir (Kairo), di masjid
dan lain-lain. Pada tingkatan ini umumnya perguruan tinggi terdiri dari dua
jurusan:
a. Jurusan ilmu-ilmu agama dan Bahasa Arab serta kesastraannya. Ibnu
Khaldun menamainya ilmu itu dengan Ilmu Naqliyah. Ilmu yang diajarkan
pada jurusan ini meliputi: Tafsir Al-Qur’an, Hadits, Fiqih, Nahwu, Sharaf,
Balaghoh, dan juga Bahasa Arab.

13
b. Jurusan ilmu-ilmu hikmah (filsafat), Ibnu Khaldun menamainya dengan
Ilmu Aqliyah. Ilmu yang diajarkan pada jurusan ini meliputi Mantiq, ilmu
alam dan kimia, Musik, ilmu-ilmu pasti, ilmu ukur, Falak, Ilahiyah
(ketuhanan), ilmu hewan, dan juga kedokteran.[8]

E. Lembaga-Lembaga Pendidikan Islam pada Masa Dinasti Abbasiyah


Sebelum munculnya sekolah dan universitas yang kemudian dikenal sebagai
lembaga pendidikan formal, dalam dunia Islam sebenarnya telah berkembang
lembaga-lembaga pendidikan Islam yang bersifat non fomal. Lembaga-lembaga
ini berkembang terus dan bahkan bersamaan dengannya tumbuh dan berkembang
bentuk-bentuk lembaga pendidikan non formal yang semakin luas. Diantara
lembaga-lembaga pendidikan Islam yang becorak non formal tersebut adalah:
1. Kuttab Sebagai Lembaga Pendidikan Dasar
Kuttab atau maktab berasal dari kata dasar kataba yang berarti menulis
atau tempat menulis. Dalam Ensiklopedi Islam dijelaskan bahwa Kuttab adalah
sejenis tempat belajar yang mula-mula lahir di dunia Islam. Pada awalnya Kuttab
berfungsi sebagai tempat memberikan pelajaran menulis dan membaca bagi anak-
anak. Kemudian pada akhir abad pertama hijriyah munculah jenis Kuttab yang
disamping memberikan pelajaran membaca dan menulis, juga mengajarkan
membaca Al-Qur’an dan pokok-pokok ajaran agama, serta pengetahuan dasar
lainnya.
2. Pendidikan Rendah di Istana
Corak pendidikan anak-anak di istana berbeda dengan pendidikan anak-
anak di kuttab-kuttab, pada umumnya di istana para orang tua siswa (para
pembesar istana) yang membuat rencana pembelajaran selaras dengan anaknya
dan tujuan yang ingin dicapai orang tuanya. Rencana pelajaran untuk pendidikan
di istana pada garis besarnya sama dengan pelajaran pada kuttab-kuttab hanya
sedikit ditambah dan dikurangi sesuai dengan kehendak orang tua mereka. Guru
yang mengajar di Istana disebut Muaddib.Kata muaddib berasal dari kata adab
yang berarti budi pekerti atau meriwayatkan. Guru pendidikan di
istana disebut muaddib karena berfungsi mendidik budi pekerti dan mewariskan

14
kecerdasan dan pengetahuan-pengetahuan orang-orang terdahulu kepada anak-
anak pejabat.
3. Toko-toko Buku
Pada masa ini, toko buku berkembang dengan pesat seiring dengan
pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan. Uniknya toko buku ini tidak hanya
menjadi pusat pengumpulan dan penyebaran (penjualan) buku-buku, tetapi juga
menjadi pusat studi berkembang di dalamnya. Pemilik toko buku dapat berperan
sebagai tuan rumah dan juga sebagai pemimpin lingkar studi tersebut.
4. Rumah Sakit
Pada masa Abbasiyah, rumah sakit bukan hanya berfungsi sebagai tempat
merawat dan mengobati orang-orang sakit, tetapi juga mendidik tenaga-tenaga
yang berhubungan dengan perawatan dan pengobatan melalui praktikum yang
diadakan oleh sekolah kedikteran di luar rumah sakit.
5. Perpustakaan
Para ulama dan sarjana dari berbagai macam keahlian, pada umumnya
menulis buku dalam bidangnya masing-masing dan selanjutnya, karya-karya para
ilmuan muslim tersebut dihimpun dalam perpustakaan yang tersebar di berbagai
kota. Menurut catatan Mehdi Nakosteen ada 36 perpustakaan di Baghdad sebelum
akhirnya diluluhlantahkan oleh tentara Hulagu Khan dari Mongol. Baitul
Hikmah di Baghdad yang didirikan khalifah Al-Rasyid adalah merupakan salah
satu contoh dari perpustakaan Islam yang lengkap, yang berisi ilmu-ilmu agama
Islam dan bahasa arab, bermacam-macam ilmu pengetahuan yang telah
berkembang pada masa itu. Perpustakaan pada masa itu lebih merupakan sebuah
universitas karena disamping terdapat kitab-kitab, di sana orang juga dapat
membaca, menulis dan berdiskusi.
6. Masjid
Semenjak berdirinya dizaman nabi Muhammad SAW, Masjid telah
menjadi pusat kegiatan dan informasi berbagai masalah kehidupan kaum
muslimin. Ia menjadi tempat bermusyawarah, tempat mengadili perkara, tempat
menyampaikan penerangan agama dan informasi lainnya dan tempat
menyelenggarakan pendidikan. Pada masa Bani Abbasiyah dan masa

15
perkembangan kebudayaan Islam, masjid-masjid yang didirikan oleh para
pengusaha pada umumnya di lengkapi dengan berbagai macam sarana dan
fasilitas untuk pendidikan. Masjid dapat dikatakan sebagai lembaga pendidikan
yang khas. Dan pada masa pemerintahan Dinasti Abbasiyah, penyelenggaraan
pendidikan di masjid sangat didukung oleh pemerintah.
7. Rumah-Rumah Para Ulama’ (Ahli Ilmu Pengetahuan)
Walaupun sebenarnya, rumah bukanlah merupakan tempat yang baik
untuk tempat memberikan pelajaran namun pada zaman kejayaan perkembangan
ilmu pengetahuan dan kebudayaan Islam, banyak juga rumah-rumah para ulama’
dan ahli ilmu pengetahuan menjadi tempat belajar dan pengembangan ilmu
pengetahuan. Hal ini disebabkan karena ulama’ dan ahli yang bersangkutan yang
tidak mungkin memberikan pelajaran di masjid, sedangkan pelajar banyak yang
berminat untuk mempelajari ilmu pengetahuan daripadanya. Diantara rumah para
ulama yang dijadikan tempat belajar adalah rumah Abu Muhammad ibnu Hatim
al-Razy al-Hafish seorang muhaddis yang terkenal ketsiqahannya, Ibnu Sina, Al-
Gazali, dan Ali ibnu Muhammad Al-Fasihi.
8. Madrasah
Madrasah sangat diperlukan keberadaannya sebagai tempat untuk
menerima ilmu pengetahuan agama secara teratur dan sistematis. Madrasah yang
pertama didirikan adalah madrasah al-Baehaqiyah di kota Naisabur. Pendirian
madrasah ini dilatar belakangi karena masjid-msjid telah dipenuhi oleh pengajian-
pengajian dari para guru yang semakin banyak, sehingga mengganggu orang yang
sedang shalat. Yang menjadikan madrasah ini paling penting fungsinya adalah
kelengkapan ruangan untuk belajar yang dikenal dengan
ruangan muhadharah serta bangunan-bangunan yang berkaitan dengannya,
pengamanan murid dan guru-gurunya.[9]

F. Kurikulum Pendidikan Islam pada Masa Dinasti Abbasiyah


Kurikulum yang dikembangkan dalam pendidikan Islam saat itu, yaitu :
pertama, kurikulum pendidikan tingkat dasar yang terdiri dari pelajaran membaca,
menulis, tata bahasa, hadist, prinsip-prinsip dasar Matematika dan pelajaran syair.

16
Ada juga yang menambahnya dengan mata pelajaran nahwu dan cerita-cerita. Ada
juga kurikulum yang dikembangkan sebatas menghapal Al-Quran dan mengkaji
dasar-dasar pokok agama.
Berikut sebuah riwayat yang bisa memberikan gambaran tentang kurikulum
pendidikan pada tingkat dasar pada saat itu. Al Mufadhal bin Yazid menceritakan
bahwa pada suatu hari ia berjumpa seorang anak-anak laki dari seorang baduwi.
Karena merasa tertarik dengan anak itu, kemudian ia bertanya pada ibunya.
Ibunya berkata kepada Yazid: “…apabila ia sudah berusia lima tahun saya akan
menyerahkannya kepada seorang muaddib (guru), yang akan mengajarkannya
menghapal dan membaca Al-Quran lalu dia akan mengajarkannya syair. Dan
apabila dia sudah dewasa, saya akan menyuruh orang mengajarinya naik kuda dan
memanggul senjata kemudian dia akan mondar-mandir di lorong-lorong
kampungnya untuk mendengarkan suara orang-orang yang minta pertolongan…”.
Kedua, kurikulum pendidikan tinggi. Pada pendidikan tinggi, kurikulum
sejalan dengan fase dimana dunia Islam mempersiapkan diri untuk memperdalam
masalah agama, menyiarkan dan mempertahankannya. Akan tetapi bukan berarti
pada saat itu, yang diajarkan melulu agama, karena ilmu yang erat kaitannya
dengan agama seperti bahasa, sejarah, tafsir dan hadis juga diajarkan.[10]

G. Metode Pendidikan Islam pada Masa Dinasti Abbasiyah


Dalam proses belajar mengajar, metode pendidikan/pengajaran merupakan
salah satu aspek pendidikan/pengajaran yang sangat penting guna mentransfer
pengetahuan atau kebudayaan dari seorang guru kepada para muridnya. Melalui
metode pengajaran terjadi proses internalisasi dan pemilikan pengetahuan oleh mu
rid hingga murid dapat menyerap dan memahami dengan baik apa yang telah
disampaikan gurunya.
Pada masa Dinasti abbasiyah metode pendidikan/pengajaran yang digunakan
dapat dikelompokkan menjadi tiga macam: lisan, hafalan, dan tulisan.
1. Metode Lisan
Metode lisan berupa dikte, ceramah, qira’ah dan diskusi. Metode
dikte(imla’) adalah metode penyampaian pengetahuan yang dianggap baik dan

17
aman karena dengan imla’ ini murid mempunyai catatan yang akan dapat
membantunya ketika ia lupa. Metode ini dianggap penting, karena pada masa
klasik buku-buku cetak seperti masa sekarang sulit dimiliki. Sedangkan
metode Metode ceramah disebut juga metode as-sama’, sebab dalam metode
ceramah, guru menjelaskan isi buku dengan hafalan, sedangkan murid
mendengarkannya. Metode qiro’ah biasanya digunakan untuk belajar membaca
sedangkan diskusi merupakan metode yang khas pada masa ini.
2. Metode Menghafal
Metode menghafal Merupakan ciri umum pendidikan pada masa
ini.Murid-murid harus membaca secara berulang-ulang pelajarannya sehingga
pelajaran tersebut melekat pada benak mereka, sebagaimana yang dijelaskan oleh
Imam Hanafi, seorang murid harus membaca suatu pelajaran berulang kali sampai
dia menghafalnya. Sehingga dalam proses selanjutnya murid akan mengeluarkan
kembali dan mengkonstektualisasikan pelajaran yang dihafalnya sehingga dalam
diskusi dan perdebatan murid dapat merespons, mematahkan lawan, atau
memunculkan sesuatu yang baru.
3. Metode Tulisan
Metode tulisan dianggap metode yang paling penting pada masa
ini.Metode tulisan adalah pengkopian karya-karya ulama. Dalam pengkajian
buku-buku terjadi proses intelektualisasi hingga tingkat penguasaan ilmu murid
semakin meningkat. Metode ini disamping berguna bagi proses penguasaan ilmu
pengetahuan juga sangat penting artinya bagi penggandaan jumlah buku teks,
karena pada masa ini belum ada mesin cetak, dengan pengkopian buku-buku
kebutuhan terhadap teks buku sedikit teratasi.[11]

H. Tokoh tokoh Pendidikan Masas Bani Abbasiyah


1. Ibnu Sina (370 H – 428 H / 980 M – 1037 M)
Abu Ali Al-Husaini bin Abdullah bin Sina (Ibnu Sina) adalah seorang ahli
kedokteran Muslim. Ia dilahirkan di Bukhara 370 H/980 M. Beliaau dibesarkan di
lembah Sungah Daljah dan Furat, tepi selatan Laut Kaspia, kawasan Bukhara. Di

18
sana ia banyak belajar ilmu pengetahuan dan ilmu agama. Ia mendalami filsafat,
biologi dan kedokteran.
Pada usia 17 tahun, ia telah emmahami seluruh teori kedokteran melebihi sipa
pun. Ibnu sina diangkat menjadi penasihat para dokter yang praktik pada masa itu.
Ia dikenal sebagai Bapak Kedokteran Dunia. Bukunya yang terkenal
adalah Qanun fi Al-Thibb (Dasar-Dasar Ilmu Kedokteran). Ia juga menulis buku
berjudul Asy-Syifa' dan An-Najat.

2. Al-Farabi (870 M – 950 M)


Abu Nasr Muhammad bin Muhammad bin Tarkhan bin Uzlagh al-Farabi
dilahirkan di Farab dan meninggal di Aleppo. Pada masa kecil, ia dikenal sebagai
anak yang cerdas. Ia banyak belajar ilmu agama, bahasa Arab, Turki dan Persia. Ia
berpindah di Bagdad selama 20 tahun. Berikutnya pindah ke Haran untuk belajar
filsafat Yunani kepada beberapa orang ahli seperti Yuhana bin Hailan.
Ia menguasai 70 bahasa, sehingga ia menguasai banyak ilmu pengetahuan, yang
paling menonjol adalah ilmu mantik. Kemahirannya dalam ilmu mantik melebihi
Aristoteles. Ia kemudian dikenal sebagai guru kedua dalam ilmu filsafat. Al-
Farabi memasukkan ilmu logika dalam kebudayaan Arab.
Dalam bidang filsafat, AlFarabi lebih menitikberatkan pada persoalan
kemanusiaan, seperti akhlak, kehidupan intelektual, politik dan seni. Ia termasuk
ke dalam filsuf kemanusiaan dan berpendapat bahwa antara filsafat dan agama
tidak bertentangan.

3. Ibnu Rusyd
Abdul Walid Muhammad bin Ahmad bin Rusyd (w. 595 H / 1198 M) lahir
di Kordoba, Spanyol. Ia dibesarkan dalam keluarga yang tegun menegakkan
agama dan berpengetahuan luas. Neneknya seorang ahli fikih dan tokoh politik
yang berpengaruh serta hakim agung di Andalusia.
Ibnu Rusyd belajar matematika, astronomi, filsafat, dan kedokteran kepada Ibnu
Basykawal, Ibnu masarroh dan Abu Ja'far Harun. Beliau dikenal orang barat
dengan nama Averroes, lewat karyanya yaitu Al-Kulliyat yang telah

19
diterjemahkan dalam berbagai bahasa. Pemikiran-pemikiran Ibnu Rusyd sangat
berpengaruh di negara-negara Eropa, dan banyak dikaji di tingkat universitas. Ia
adalah seorang tokoh muslim yang ahli dalam bidang filsafat dan kedokteran.

4. Al-Khawarizmi ( 780 M – 850 M)


Nama lengkapnya adalah Abu Ja'far Muhammad bin Musa Al-
Khawarizmi. Ia termasuk tokoh dalam bidang matematika. Dia dikenal sebagai
bapak Aljabar. Di barat, dikenal dengan sebutan Algoarismi / Algorism, yaitu
aritmatika atau ilmu hitung desimal dengan menggunakan angka arab. Istilah
algoritma disandarkan pada namanya tersebut. Ia juga ahli dalam bidang
astronomi dan geografi.
Pemikiran Al-Kawarizmi dalam bidang matematika diakui oleh dunia, bahkan
masih berpengaruh dan dimanfaatkan hingga sekarang. Hasil karyanya adalah
penemuan angka nol, dan tabel-tabel trigonometri.
Aljabar dalam matematika merujuk pada karyanya, yaitu Hisab al-Jabr wal
Muqabalah (kalkulasi integral dan persamaan). Ia memiliki karya tentang teori
segitiga sama kaki, yang dijelaskan cara menghitung luas segitiga, jajar genjang,
lingkaran, dan cara menghitung tinggi sebuah segitiga sampai pada harga phi (π),
perbandingan keliling sebuah lingkaran terhadap garis tengah.
Karyanya dalam bidang astronomi adalah Zij As-Sindhind, yang menjelaskan
tetnang penanggalan, perhitungan letak matahari, bulan dan planet-planet secara
benar. Buku ini juga menjelaskan tetnang peredaran benda-benda angkasa,
astrologi, perhitungan gerhana dan penampakan bulan.
Dalam bidang geografi, Al-Khawarizmi menuulis buku Surah Al-Ardh (bentuk
bumi), yang membahas tentang garis lintang, garis bujur kota-kota, gunung-
gunung, laut, pulau dan sungai-sungai pada peta bumi. Dialah yang pertama kali
menciptakan geografi bumi dan menggambarkan peta Benua Afrika.
Para tokoh ilmuwan Muslim setelah Al-Khawarizmi adalah Al-Khazim,
Giyatuddin Jamsid al-Kasyi, Abu Wafa Al-Bayazani dan Umar Khayam
Al-Khazim adalah ilmuwan muslim dalam bidang matematika yang mampu
memecahkan soal-soal archimides. Ia berasal dari Khurasan. Karya-karyanya

20
dalam bidang matematika antara lain Al-Masail Al-Adadiyah, Mathalib Juz'iyyah
fil Qura Al-Mustaqimah dan Syakl Al-Katta.
Ghiyatuddin Jamsid al-Kasyi, adalah seorang tokoh dalam bindang ilmu falak.
Teori bilangannya dan teknik komputasinya tidak ada yang menandingi saat itu. Ia
berhasil memecahkan dalil binamial, menghitung nilai dan menciptakan mesin
hitung. Hasil karyanya yang terkenal adalah Ar Risalah al-Muhtiyyah.
Abu Wafa Al-bayazani ahli dalam bidang astronomi dan matematika. Ia
mengembangkan trigonometri. Karyanya antara lain Fi Ma Yahtaju Ilaihil Kitab
wal Ummal min Ilmil Hisab. Yang mebahas tentang aritmetika. Alkamil yang
diterjemahkan dalam berbagai bahasa. Al Handasah yang ditulis dalam bahasa
Rab dan persia.
5. Al-Ghazali
Al-Ghazali adalah seorang tokoh ahli tasawuf. Dia termasuk tokoh alrian
tasawuf sunni, bersama Abu Qasim Al-Qusairi. Perkembangan ilmu tasawuf
ditandai degnan peralihan dari tasawuf ke zuhud. Perkembangan selanjutnya
adalah tasawuf akhlaki dan falsafi. Tasawuf falsafi berdasarkan pada AL_Qur'an
dan Hadis. Tasawuf ini dinamakan tasawuf sunni.
Tasawuf falsafi bercampur dengan metafisika. Tasawuf ini disebtu tasawuf flsafat.
Tokohnya adalah Zunnun Al-Misri dan Abu Yazid al Bustami. Al-Ghazali
sebagai tokoh tasawuf, banyak mengkritik ahli filsafat, seperti yang tertuang
dalam karyanya Tahafutul Falasifah maupun Tahafut al-Tahafut. Di antara
karyanya yang terkenal adalah Ihya' Ulumuddin (Menghidupkan kembali ilmu-
Ilmu agama), maupun 'Ajaibul Qalbi (keajaiban-keajaiban hati)
6. Ibnu Khaldun
Ibunu Khaldun disebtu sebagai bapak sosiologi islam. Lahir di Tunisia
pada 732 H/1332 M dan meninggal pada 808 H/1406 M. Nama lengkapnya
adalah Waliuddin Abddurrahman bin Muhammad bin Muhammad bin Abi Bakar
Muhammad bin Al Hasan. Karyanya yang terkenal adalah Muqaddimah. Kitab ini
berisi pembahasan tentang masalah sosial manusia. Kitab ini membuka jalan
menuju pembahasan ilmu-ilmu sosial. Dia dipandang sebagai peletak dasar ilmu
sosial dan politik Islam.

21
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Khalifah Bani Abbasiyah merupakan pengganti khalifah Bani Umayyah.
Abdullah al-Saffah ibn Muhammad ibn Ali ibn Abdullah ibn al-Abbass. Khalifah
Bani Abbas merupakan pendiri khalifah Bani Abbasiyah. Khalifah Bani
Abbasiyah mencapai puncak kejayaan pada masa pemerintahan Harun Al Rasyid
dan putranya yang bernama Al-ma’mun.
Masa Bani Abbasiyah merupakan puncak perkembangan ilmu pengetahuan
dan ajaran Islam. Hal ini disebabkan Harun Al Rasyid memanfaatkan
kekayaannya untuk membangun rumah sakit, untuk keperluan sosial, untuk
mendirikan lembaga pendidikan kedokteran, farmasi, ilmu astronomi,
matematika, kritik sastra. Ilmu pengetahuan tidak hanya berkembang di Baghdad
tetapi juga di Basrah, Jundabir, Kufah dan Harran.
Pada masa kekuasaan al-Ma’mun banyak di datangkan penterjemah dari
berbagai negara untuk menterjemahkan buku-buku yang menggunakan bahasa
Yunani. Al-mu’min juga membangun beberapa sekolah. Karya besar Al-ma’mun
adalah membangun Bait al-Hikmah yang digunakan sebagai perpustakaan besar
dan perpustakaan umum yang disebut darul ilmi. Bait al-Hikmah juga sebagai
pusat penterjemahan buku buku. Bait Al Hikmah juga berfungsi sebagai
perguruan tinggi yang memilki banyak buku yang tidak dapat ditemukan ditempat
lain. Sehingga banyak orang yang datang ke Baghdad untuk menimba ilmu.
Pada masa Bani Abbasiyah banyak didirikan institusi pendidikan. Harun Al
Rasyid mendirikan Baitul Hikmah sebagai pusat penterjemahan buku-buku asing
dan pusat pengajian. Al-Mak’mun berhasil mejadikan Baghdad sebagai kota pusat
pengetahuan yang ramai dikunjungi orang dari berbagai kota di dunia. Bani Saljuk
dan perdana mentri Nizam Al-muluk berhasil mendirikan madrasah Nizamiyyah
sebagai institusi pendidikan tinggi di kota Naisabur. Pada masa ini juga banyak
ditemui khuttab dan tempat pengajian umum, perpustakaan, maupun kedai-kedai
buku di sekitar Baghdad.

22
Pendidikan pada masa Bani Abbasiyah berbeda dengan pendidikan pada masa
Bani Umayyah. Pada masa ini guru mendapat gaji yang sangat tinggi. Banyak
guru yang belajar ke luar kota untuk menambah pengetahuan meraka. Sebagian
besar guru guru pada masa khalifah Bani Abbasiyah mencintai kesastraan dan
ilmu ilmu pengetahuan. Pada masa ini Bahasa Arab digunakan sebagai bahasa
ilmu pengetahuan dan bahasa administrasi sehingga bayak orang non muslim
yang sedang belajar di Baghdad menjadi muallaf.
Pendidikan pada masa Bani Abbasiyah berlangsung di khuttab sebagai tempat
belajar membaca, menulis, mengaji, membaca iqra dan membaca Alquran. Bagi
mereka yang sudah pandai membaca akan diajrkan ilmu pengetahuan lain, seperti
kimia, matematika, astronomi, sastra dan ilmu falsafah.
Pendidikan pada masa Bani Abbasiyah banyak melahirkan ilmuwan dan
temuan baru. Al-Fazari berhasil mengembangkan ilmu asrologi dan sebagai
astronom Islam pertama yang berhasil menyusun astrolobe. Dalam bidang
Kedokteran Ibnu Sina berhasil menulis buku al-Qanun fi al-Tiib yang menjadi
buku fenomenal. Ibnu sina juga menemukan sistem peredaran darah pada
manusia. Dalam bidang Kimia Jabir ibn Hayyan,mengemukakan pendapatnya
bahwa logam seperti besi, tembaga dan timah dan tembaga dapat diubah menjadi
perak atau emas.[12]

B.Saran
Dari penjelasan diatas, diharapkan mahasiswa dapat mengambil pelajaran
yang dapat digunakan sebagai teladan yang baik, seperti menuntut ilmu dengan
sungguh-sungguh, memikirkan ciptaan Allah SWT seperti halnya mempelajari
pelajaran fisika, kimia dll, serta selalu berusaha dan berdoa kepada Allah SWT

23
[1] http://riffai47.blogspot.co.id/2013/10/makalah-sejarah-pendidikan-islam-
masa.html/ (diakses tanggal 8 November 2015)
[2] Samsul munir Amin, Sejarah Peradaban
Islam, Jakarta: Amzah, 1992, hlm.138-141.
[3] Ibid, hlm. 145-146.
[4] Ibid, hlm. 148.
[5] http://riffai47.blogspot.co.id/2013/10/makalah-sejarah-pendidikan-islam-
masa.html/ (diakses tanggal 8 November 2015)
[6] Samsul munir Amin, Sejarah Peradaban
Islam, Jakarta: Amzah, 1992, hlm.150-151
[7] http://riffai47.blogspot.co.id/2013/10/makalah-sejarah-pendidikan-islam-
masa.html/ (diakses tanggal 8 November 2015)
[8] https://elmisbah.wordpress.com/sejarah-pendidikan-agama-islam-masa-
abbasiyah/ (diakses tanggal 8 November 2015)
[9] http://riffai47.blogspot.co.id/2013/10/makalah-sejarah-pendidikan-islam-
masa.html/ (diakses tanggal 8 November 2015)
[10] https://elmisbah.wordpress.com/sejarah-pendidikan-agama-islam-masa-
abbasiyah/ (diakses tanggal 8 November 2015)
[11] http://riffai47.blogspot.co.id/2013/10/makalah-sejarah-pendidikan-islam-
masa.html/ (diakses tanggal 8 November 2015)
[12] http://www.informasi-pendidikan.com/2015/02/sejarah-pendidikan-
islam-pada-masa-bani.html(diakses tanggal 8 November 2015)

24

Anda mungkin juga menyukai