Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH BAHAS INDONESIA

Tentang

SEJARAH BAHASA INDONESIA

Disusun oleh :

1. Ni Made Rosi Oktavia (150100009)

UNIVERSITAS RATU SAMBAN

BENGKULU UTARA

BENGKULU

2018
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia adalah negara yang memiliki beraneka ragam suku, budaya, dan bahasa.
Membahas tentang bahasa, Bahasa Indonesia adalah alat komunikasi umum yang paling penting
dalam mempersatukan seluruh rakyat bangsa Indonesia. Bahasa Indonesia merupakan bahasa
Melayu yang dijadikan sebagai bahasa resmi dan bahasa persatuan Republik Indonesia. Melalui
perjalanan sejarah yang panjang, bahasa Indonesia telah mencapai perkembangan yang luar
biasa, baik dari segi jumlah pemakainya, maknanya maupun dari segi kosa kata dan segi tata
bahasanya.Diera modern ini, bahasa Indonesia telah berkembang secara luas bukan hanya di
Indonesia tetapi juga di luar Indonesia, dan menjadi salah satu kebanggaan Indonesia atas
prestasi tersebut. Sehingga Bahasa Indonesia masuk dalam kelompok mata kuliah di setiap
perguruan Tinggi. Mahasiswa peserta Mata Kuliah Bahasa Indonesia perlu disadarkan akan
kenyataan keberhasilan ini dan ditimbulkan kebanggaannya terhadap bahasa Nasional kita yaitu
Bahasa Indonesia. Karena Kemahiran berbahasa Indonesia bagi para mahasiswa merupakan
cerminan dalam tata pikir, tata laku, tata ucap dan tata tulis berbahasa Indonesia dalam konteks
akademis maupun konteks ilmiah. Sehingga Mahasiswa kelak akan menjadi insan terpelajar
bangsa Indonesia yang akan terjun ke dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sebagai
pemimpin dalam daerahnya masing-masing. Sehingga mahasiswa diharapkan kelak dapat
mengajarkan warga Indonesia yang masih belum mengetahui banyak tentang bahasa Indonesia
tentang arti penting bahasa yang sebenarnya sehingga nantinya akan menjadi warga Negara yang
dapat memenuhi kewajibannya di mana pun mereka berada dan dengan siapa pun mereka
bergaul di wilayah Negara kesatuan republik Indonesia tercinta ini. Kemudian mahasiswa
hendaknya dapat menyadari akan pentingnya Sejarah, Fungsi dan kedudukan bahasa Indonesia
sebagai bahasa Negara dan bahasa nasional.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang akan kita bahas dalam makalah ini yaitu:
1. Bagaimana sejarah perkembangan bahasa Indonesia?
2. Bagaimana kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia?

C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini ialah:
1. Untuk mengetahui sejarah perkembangan Bahasa Indonesia.
2. Untuk mengetahui kedudukan dan fungsi Bahasa Indonesia.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah Bahasa Indonesia


1. Bahasa Indonesia sebelum kemerdekaan
Pada dasarnya Bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu. Pada zaman Sriwijaya,
bahasa Melayu di pakai sebagai bahasa penghubung antar suku di Nusantara dan sebagai bahasa
yang di gunakan dalam perdagangan antara pedagang dari dalam Nusantara dan dari luar
Nusantara Membahas tentang sejarah perkembangan bahasa indonesia sebelum merdeka tidak
terjadi dalam suatu waktu yang singkat, tetapi mengalami proses pertumbuhan berabad-abad
lamanya.
Alasan dipilihnya bahasa Melayu sebagai bahasa nasional adalah sebagai berikut:
a. Bahasa Melayu telah berabad-abad lamanya dipakai sebagai lingua franca (bahasa perantara atau
bahasa pergaulan di bidang perdagangan) di seluruh wilayah Nusantara.
b. Bahasa Melayu memunyai struktur sederhana sehingga mudah dipelajari, mudah dikembangkan
pemakaiannya, dan mudah menerima pengaruh luar untuk memerkaya dan menyempurnakan
fungsinya.
c. Bahasa Melayu bersifat demokratis, tidak memperlihatkan adanya perbedaan tingkatan bahasa
berdasarkan perbedaan status sosial pemakainya, sehingga tidak menimbulkan perasaan sentimen
dan perpecahan.
d. Adanya semangat kebangsaan yang besar dari pemakai bahasa daerah lain untuk menerima
bahasa Melayu sebagai bahasa persatuan.
e. Ada nya semangat rela berkorban dari masyarakat Jawa demi tujuan yang mulia.

Bahasa Melayu adalah bahasa kebangsaan Brunei, Indonesia, Malaysia, dan Singapura.
Bahasa Indonesia yang berkedudukan sebagai bahasa kebangsaan dan bahasa resmi Negara
Republik Indonesia merupakan sebuah dialek bahasa Melayu, yang pokoknya dari bahasa
Melayu Riau (bahasa Melayu dari provinsi Riau, Sumatera, Indonesia). Agaknya terlalu
sederhana untuk mengatakan bahwa Bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu Riau. Orang-
orang lupa bahwa bahasa Melayu Riau hanyalah merupakan satu dialek dari sekian banyak
dialek Melayu yang lain. Dan, di atas semua ini sudah terkenal di seluruh Nusantara suatu bahasa
perhubungan, suatulingua Franca yang di sebut dengan Melayu Pasar. Melayu Pasar inilah yang
merupakan faktor yang paling penting untuk di terimannaya Melayu Riau sebagai bahasa
pengantar di sekolah-sekolah. Seandainya orang belum mengenal Melayu Pasar, tentulah sama
sulitnya pula menerima Melayu Riau menjadi bahasa pengantar, seperti halnya dengan bahasa
Jawa.
Nama Melayu mula-mula digunakan sebagai nama kerajaan tua di daerah Jambi di tepi
sungai Batanghari, yang pada pertengahan abad ke-7 ditaklukkan oleh kerajaan Sriwijaya.
Selama empat abad, kerajaan ini berkuasa di daerah Sumatera Selatan bagian Timur dan di
bawah pemerintahan raja-raja Syailendra bukan saja menjadi pusat politik di Asia Tenggara,
melainkan juga menjadi pusat ilmu pengetahuan.
Untuk mengikuti pertumbuhan Bahasa Indonesia dari awal mula terdapatnya faktor-
faktor historis hingga sekarang, baiklah kita mengikuti beberapa perkembangan berikut.
a. Masa Prakolonial
Walaupun bukti-bukti tertulis masih kurang, dapatlah di pastikan bahasa yang di pakai
oleh kerajaan Sriwijaya pada abad VII adalah bahasa Melayu. Perkembangan dan pertumbuhan
bahasa Melayu tampak lebih jelas dari berbagai peninggalan – peninggalan bersejarah misalnya:
1. Tulisan yang terdapat pada Batu Nisan di Minye Tujoh, Aceh pada tahun 1380 M.2. Prasasti
Kedukan Bukit, di Palembang, pada tahun 683.3. Prasasti Talang Tuo, di Palembang, pada tahun
684.4. Prasasti Kota Kapur, di Bangka Barat, pada tahun 686.5. Prasasti Karang Brahi Bangko,
Merangi, Jambi, pada tahun 688.
Walaupun bukti tertulis hampir tidak ada, dengan adanya bermacam-macam dialek
Melayu yang tersebar di seluruh Nusantara seperti dialek Melayu Ambon, Larantuka, Kupang
Betawi, dan Manado, dapatlah di pastikan bahwa bahasa Melayu sudah mengalami penyebaran
seluas itu.
Dalam kesusastraan Tiongkok terdapat berita-berita tentang musafir-musafir Cina yang
bertahun-tahun tinggal di kota-kota Indonesia. Mereka mempergunakan bahasa penduduk asli
yang disebut Kwu’un Lun. I Tsing yang belajar di Sriwijaya pada akhir abad VII
mempergunakan juga bahasa itu. Mengingat adanya prasasti-prasasti seperti di

b. Masa Kolonial
Ketika orang-orang Barat sampai di indonesia pada abad ke XVI, mereka menghadapi
suatu kenyataan, yaitu bahasa Melayu merupakan suatu bahasa resmi dalam pergaulan dan
bahasa perantara dalam perdagangan (lingua franca). Hal ini dapat di buktikan dari beberapa
kenyataan berikut. Seorang Portugis bernama Pigafetta, setelah menjunjung Tidore, menyusun
semacam daftar kata pada tahun 1522; berarti sebelum itu bahasa Melayu sudah tersebar sampai
Kepulauan Maluku.
Baik bangsa Portugis maupun bangsa Belanda yang datang ke Indonesia mendirikan
sekolah-sekolah. Mereka terbentur pada soal bahasa pengantar. Usaha-usaha untuk memakai
bahasa Portugis atau bahasa Belanda sebagai bahasa pengantar selalu mengalami kegagalan.
Demikianlah pengakuan seorang Belanda yang bernama Danckaerts dalam tahun 1631. Ia
menyatakan bahwa kebanyakan sekolah di Maluku itu kebanyakan memakai bahasa Melayu
sebagai bahasa pengantar. Kegagalan di dalam memakai bahasa-bahasa Barat itu memuncak
dengan keluarnya suatu keputusan pemerintah kolonial, KB 1871 No. 104, yang menyatakan
bahwa pengajaran di sekolah-sekolah Bumi Putra, kalau tidak digunakan bahasa Melayu, di
berikan dalam bahasa daerah.
c. Masa Pergerakan Kemerdekaan
Dengan lahirnya Budi Utomo pada tahun 1908 sebagai penggerakan kemerdekaan, terasa
sangat diperlukan suatu bahasa untuk mengikat bermacam-macam suku bangsa di Indonesia.
Pergerakan yang besar dan hebat hanya dapat berhasil kalau semua rakyat diikutsertakan. Untuk
itu mereka mencari suatu bahasa yang dapat di pahami dan di pakai semua orang.

Pada mulanya memang sulit untuk menentukan bahasa mana yang akan menjadi bahasa
persatuan. Tiap perhimpunan pemuda, apakah Jong Java, Jong Sumatra. Atau Jong Ambon, lebih
suka menggunakan bahasa daerahnya sendiri. Budi Utomo, misalnya lebih menekankan
kebudayaan dan bahasa Jawa. Hal-hal semacam ini di rasakan sangat menghambat persatuan dan
kesatuan yang hendak di capai.
Mengingat kesulitan-kesulitan untuk mempersatukan berbagai suku bangsa di Indonesia,
pada tahun 1926 Jong Java merasa perlu mengakui suatu bahasa daerah sebagai media
penghubung pemuda-pemudi Indonesia. Bahasa melayu dipilih sebagai bahasa
pengantar. Pemuda-pemudi di Sumatra sudah lebih dulu menyatakan dengan tegas hasrat mereka
agar bahasa Melayu Riau, yang juga disebut Melayu Tinggi, diakui sebagai bahasa persatuan.
Walaupun dengan adanya hasrat yang tegas ini, sebagai majalah Jong Java dan Jong Sumatranen
Bond masih di tulis dalam bahasa Belanda.
Perlu pula di catat jasa beberapa Surat kabar yang turut menyebarluaskan bahasa Melayu,
seperti Bianglala, Bintang Timoer, Kaum Moeda, dan Neratja. Di samping pengaruhnya yang
sangat besar dalam perkembangan bahasa Melayu, media tersebut sekaligus menjadi
penghubung dan tempat latihan bagi putra-putri Indonesia untuk mengutarakan berbagai macam
masalah.
Dengan adanya bermacam-macam faktor seperti disebutkan diatas, akhirnya tibalah saat
diadakan Kongres Pemuda Indonesia di Jakarta, yaitu pada tanggal 28 Oktober 1928. Sebagai
hasil yang paling gemilang dari kongres itu, diadakan ikrar bersama yang terkenal dengan nama
Sumpah Pemuda, yang berbunyi:
Kami poetera dan poeteri Indonesia
mengakoe bertoempah darah satoe,
Tanah Air Indonesia.
Kami poetera dan poeteri Indonesia
mengakoe berbangsa satoe,
Bangsa Indonesia.
Kami poetera dan poeteri Indonesia
Mendjoendjoeng bahasa persatoean,
Bahasa Indonesia.

2. Bahasa Indonesia Setelah Kemerdekaan


Sehari setelah proklamasi kemerdekaan, tanggal 18 Agustus 1945, dalam
UUD 1945 ditetapkanlah bahasa Indonesia sebagai bahasa Negara pada pasal 36.
Pada tanggal 19 Maret 1947”bahasa Negara adalah bahasa Indonesia”.
Penggunaan Ejaan Republik (Ejaan Soewandi) diresmikan menggantikan Ejaan
van Ophuijsen yang berlaku sejak tahun 1901.
Ejaan Van Ophuysen ditetapkan pada tahun 1901 dan diterbitkan dalam
sebuah buku Kitab Logat Melajoe. Sejak ditetapkannya itu, Ejaan Van Ophuysen
pun dinyatakan berlaku. Sesuai dengan namanya ejaan itu disusun oleh Ch.A.Van
Ophuysen, yang dibantu oleh Engku Nawawi gelar Soetan Ma’moer dan
Moehammad Taib Soetan Ibrahim. Sebelum Ejaan Van Ophuysen disusun para
penulis pada umumnya mempunyai aturan sendiri-sendiri dalam menuliskan
konsonan, vokal, kata, kalimat, dan tanda baca. Oleh karena itu, sistem ejaan yang
digunakan pada waktu itu sangat beragam. Terbitnya Ejaan Van Ophuysen sedikit
banyak mengurangi kekacauan ejaan yang terjadi pada masa itu.
Beberapa hal yang cukup menonjol dalam Ejaan Van Ophuysen antara lain
sebagai berikut :

1. Huruf y ditulis dengan j


Misalnya:
Sayang : Sajang
Yakin : Jakin
Saya : Saja

2. Huruf u ditulis dengan oe


Misalnya :
Umum : Oemoem
Sempurna : Sempoerna
3. Huruf k pada akhir kata atau suku kata ditulis dengan tanda koma diatas
Misalnya:
Rakyat : Ra’yat
Bapak : Bapa’
Rusak : Rusa’
4. Huruf j ditulis dengan dj
Misalnya :
Jakarta : Djakarta
Raja : Radja
Jalan : Djalan

5. Huruf c ditulis dengan tj


Misalnya :
Pacar : Patjar
Cara : Tjara
Curang : Tjurang

Ejaan Republik ialah ejaan baru yang disusun oleh Mr. Soewandi.
Penyusunan ejaan baru dimaksudkan untuk menyempurnakan ejaan yang berlaku
sebelumnya yaitu Ejaan Van Ophuysen juga untuk menyederhanakan sistem ejaan
bahasa Indonesia. Pada tanggal 19 Maret 1947, setelah selesai disusun ejaan baru
itu diresmikan dan ditetapkan berdasarkan surat keputusan menteri pendidikan,
pengajaran, dan kebudayaan Republik Indonesia Nomor 264/Bhg.A, tanggal 19
Maret 1947. Ejaan baru itu diresmikan dengan Nama Ejaan Republik.
Ejaan Repubik lazim disebut Ejaan Soewandi karena Nama itu disesuaikan
dengan Nama orang yang memprakarsainya. Seperti kita ketahui, Soewandi
merupakan Nama Menteri Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan ketika ejaan
itu disusun oleh karena itu, kiranya wajar jika ejaan yang disusunnya juga dikenal
sebagai Ejaan Soewandi.
Ejaan yang terakhir yang berlaku sampai sekarang adalah Ejaan yang
disempurnakan. Ejaan ini diresmikan pada tahun 1972.
Sebelum EYD, Lembaga Bahasa dan Kesusastraan, (sekarang Pusat
Bahasa), pada tahun 1967 mengeluarkan Ejaan Baru (Ejaan LBK). Ejaan Baru
pada dasarnya merupakan lanjutan dari usaha yang telah dirintis oleh panitia
Ejaan Malindo. Para pelaksananya pun di samping terdiri dari panitia Ejaan LBK,
juga dari panitia ejaan dari Malaysia. Panitia itu berhasil merumuskan suatu
konsep ejaan yang kemudian diberi nama Ejaan Baru. Panitia itu bekerja atas
dasar surat keputusan menteri pendidikan dan kebudayaan no.062/67, tanggal 19
September 1967.
Pada 23 Mei 1972, sebuah pernyataan bersama ditandatangani oleh
Menteri Pelajaran Malaysia Tun Hussein Onn dan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Indonesia, Mashuri. Pernyataan bersama tersebut mengandung
persetujuan untuk melaksanakan asas yang telah disepakati oleh para ahli dari
kedua negara tentang Ejaan Baru dan Ejaan Yang Disempurnakan. Pada tanggal
16 Agustus 1972, berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 57 Tahun 1972,
berlakulah sistem ejaan Latin bagi bahasa Melayu ("Rumi" dalam istilah bahasa
Melayu Malaysia) dan bahasa Indonesia. Di Malaysia, ejaan baru bersama ini
dirujuk sebagai Ejaan Rumi Bersama (ERB). Pada waktu pidato kenegaraan untuk
memperingati Hari Ulang Tahun Kemerdakan Republik Indonesia yang ke
XXVII, tanggal 17 Agustus 1972 diresmikanlah pemakaikan ejaan baru untuk
bahasa Indonesia oleh Presiden Republik Indonesia. Dengan Keputusan Presiden
No. 57 tahun 1972, ejaan tersebut dikenal dengan nama Ejaan Bahasa Indonesia
Yang Disempurnakan (EYD). Ejaan tersebut merupakan hasil yang dicapai oleh
kerja panitia ejaan bahasa Indonesia yang telah dibentuk pada tahun 1966. Ejaan
Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan ini merupakan penyederhanaan serta
penyempurnaan dari pada Ejaan Suwandi atau ejaan Republik yang dipakai sejak
dipakai sejak bulan Maret 1947.
Selanjutnya pada tanggal 12 Oktober 1972, Panitia Pengembangan Bahasa
Indonesia Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menerbitkan buku "Pedoman
Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan" dengan penjelasan kaidah
penggunaan yang lebih luas. Setelah itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
dengan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tanggal 27 Agustus 1975
Nomor 0196/U/1975 memberlakukan "Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia
yang Disempurnakan" dan "Pedoman Umum Pembentukan Istilah".

Garis Waktu Peresmian Ejaan


1. Tahun 1901 ejaan yang digunakan ejaan van ophuijsen
2. Ejaan republik diresmikan 1947
3. Berdasarkan Putusan Presiden No.57, Tahun 1972, diresmikan pemakaian Ejaan
Bahasa Indonesia. Departemen pendidikan dan Kebudayaan menyebarkan buku
kecil yang berjudul Pedoman Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan.
4. Tahun 1975 dikeluarkan Pedoman Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan
(EYD) dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah oleh Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan dengan surat putusannya No. 0196/1975.
5. Lima tahun sekali, Ejaan Bahasa Indonesia senantiasa disempurnakan hingga
sekarang melalui Kongres Nasional Bahasa Indonesia dengan motor penggerak
Pusat Bahasa.
6. Pada tahun 1987 kedua pedoman tersebut direvisi. Edisi revisi dikuatkan dengan
Surat Putusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 0543a/U/1987, tanggal 9
September 1987.
7. Di era kesejagatan kini, Bahasa Indonesia dipelajari di berbagai PT nasional dan
internasional.

B. Kedudukan dan Fungsi Bahasa Indonesia


Bahasa Indonesia memiliki kedudukan yang sangat penting yang tercantum
di dalam:
1. Ikrar ketiga Sumpah Pemuda 1928 dengan bunyi, “Kami putra dan putri
Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia”.
2. Undang- Undang Dasar RI 1945 Bab XV (Bendera, Bahasa, dan lambing Negara,
serta Lagu Kebangsaan) Pasal 36 menyatakan bahwa “Bahasa Negara ialah
Bahasa Indonesia”.
Maka kedudukan Bahasa Indonesia sebagai:
1. Bahasa Nasional
Kedudukannya berada diatas bahasa- bahasa daerah. Hasil Perumusan
Seminar Politik Bahasa Nasional yang diselenggarakan di Jakarta pada tanggal
25-28 Februari 1975 menegaskan bahwa dalam kedudukannya sebagai bahasa
nasional, bahasa Indonesia berfungsi sebagai :
a. Lambang kebanggaan Nasional.
Sebagai lambang kebanggaan Nasional bahasa Indonesia memancarkan
nilai- nilai sosial budaya luhur bangsa Indonesia. Dengan keluhuran nilai yang
dicerminkan bangsa Indonesia, kita harus bangga, menjunjung dan
mempertahankannya. Sebagai realisasi kebanggaan terhadap bahasa Indonesia,
harus memakainya tanpa ada rasa rendah diri, malu, dan acuh tak acuh. Kita harus
bangga memakainya dengan memelihara dan mengembangkannya.
b. Lambang Identitas Nasional.
Sebagai lambang identitas nasional, bahasa Indonesia merupakan lambang
bangsa Indonesia. Berarti bahasa Indonesia akan dapat mengetahui identitas
seseorang, yaitu sifat, tingkah laku, dan watak sebagai bangsa Indonesia. Kita
harus menjaganya jangan sampai ciri kepribadian kita tidak tercermin di
dalamnya. Jangan sampai bahasa Indonesia tidak menunjukkan gambaran bangsa
Indonesia yang sebenarnya.
c. Alat pemersatu berbagai masyarakat yang berbeda-beda latar belakang sosial
budaya dan bahasanya.
Dengan fungsi ini memungkinkan masyarakat Indonesia yang beragam
latar belakang sosial budaya dan berbeda-beda bahasanya dapat menyatu dan
bersatu dalam kebangsaan, cita-cita, dan rasa nasib yang sama. Dengan bahasa
Indonesia, bangsa Indonesia merasa aman dan serasi hidupnya, karena mereka
tidak merasa bersaing dan tidak merasa lagi ‘dijajah’ oleh masyarakat suku lain.
Karena dengan adanya kenyataan bahwa dengan menggunakan bahasa Indonesia,
identitas suku dan nilai-nilai sosial budaya daerah masih tercermin dalam bahasa
daerah masing-masing. Kedudukan dan fungsi bahasa daerah masih tegar dan
tidak bergoyah sedikit pun. Bahkan, bahasa daerah diharapkan dapat memperkaya
khazanah bahasa Indonesia.
d. Alat penghubung antarbudaya antardaerah.
Manfaat bahasa Indonesia dapat dirasakan dalam kehidupan sehari-hari.
Dengan bahasa Indonesia seseorang dapat saling berhubungan untuk segala aspek
kehidupan. Bagi pemerintah, segala kebijakan dan strategi yang berhubungan
dengan ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan, dan kemanan
mudah diinformasikan kepada warga. Apabila arus informasi antarmanusia
meningkat berarti akan mempercepat peningkatan pengetahuan seseorang.
Apabila pengetahuan seseorang meningkat berarti tujuan pembangunan akan
cepat tercapai.
2. Bahasa Negara (Bahasa resmi Negara Kesatuan Republik Indonesia)
Dalam Hasil Perumusan Seminar Politik Bahasa Nasional yang
diselenggarakan di Jakarta pada tanggal 25 s.d. 28 Februari 1975 dikemukakan
bahwa di dalam kedudukannya sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia befungsi
sebagai :
a. Bahasa resmi kenegaraan.
Bukti bahwa bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi kenegaraan adalah
digunakannya bahasa Indonesia dalam naskah proklamasi kemerdekaan RI 1945.
Mulai saat itu bahasa Indonesia digunakan dalam segala upacara, peristiwa serta
kegiatan kenegaraan.
b. Bahasa pengantar resmi dilembaga-lembaga pendidikan.
Bahasa Indonesia dipakai sebagai bahasa pengantar di lembaga-lembaga
pendidikan mulai dari taman kanak-kanak sampai dengan perguruan tinggi. Untuk
memperlancar kegiatan belajar mengajar, materi pelajaran yang berbentuk media
cetak hendaknya juga berbahasa Indonesia. Hal ini dapat dilakukan dengan
menerjemahkan buku-buku yang berbahasa asing. Apabila hal ini dilakukan,
sangat membantu peningkatan perkembangan bahasa Indonesia sebagai bahasa
ilmu pengetahuan dan teknolologi (iptek).
c. Bahasa resmi di dalam perhubungan pada tingkat nasional untuk kepentingan
perencanaan dan pelaksanaan pembangunan serta pemerintah.
Bahasa Indonesia dipakai dalam hubungan antarbadan pemerintah dan
penyebarluasan informasi kepada masyarakat. Sehubungan dengan itu hendaknya
diadakan penyeragaman sistem administrasi dan mutu media komunikasi massa.
Tujuan penyeragaman dan peningkatan mutu tersebut agar isi atau pesan yang
disampaikan dapat dengan cepat dan tepat diterima oleh masyarakat.
d. Bahasa resmi di dalam pengembangan kebudayaan dan pemanfaatan ilmu
pengetahuan serta teknologi modern.
Kebudayaan nasional yang beragam yang berasal dari masyarakat
Indonesia yang beragam pula. Dalam penyebarluasan ilmu dan teknologi modern
agar jangkauan pemakaiannya lebih luas, penyebaran ilmu dan teknologi, baik
melalui buku-buku pelajaran, buku-buku populer, majalah-majalah ilmiah maupun
media cetak lain, hendaknya menggunakan bahasa Indonesia. Pelaksanaan ini
mempunyai hubungan timbal-balik dengan fungsinya sebagai bahasa ilmu yang
dirintis lewat lembaga-lembaga pendidikan, khususnya di perguruan tinggi.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Bahasa Indonesia adalah bahasa resmi Republik Indonesia sebagaimana
disebutkan dalam Undang-Undang Dasar RI 1945, pasal 36”bahasa Negara adalah
bahasa Indonesia”. Sejarah bahasa Indonesia telah tumbuh dan berkembang
sekitar abad ke VII dari bahasa Melayu yang sejak zaman dahulu sudah
dipergunakan sebagai bahasa perhubungan. Bukan hanya di Kepulauan Nusantara,
melainkan juga di seluruh Asia Tenggara.
Awal penciptaan Bahasa Indonesia sebagai jati diri bangsa bermula dari
Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928, diumumkanlah penggunaan
Bahasa Indonesia sebagai bahasa untuk Negara Indonesia pascakemerdekaan.
Secara yuridis, baru tanggal 18 Agustus 1945 bahasa Indonesia secara resmi
diakui keberadaannya dan ditetapkan dalam UUD 1945 pasal 36.
Ada beberapa ejaan yang pernah diguankan di Indonesia, antara lain ejaan
van ophuijsen, ejaan republik, dan ejaan yang masih digunakan sampai sekarang
yaitu ejaan yang disempurnakan atau biasa disingkat EYD.
Kedudukan sebagai Bahasa Nasional :
1. Lambang kebanggaan Nasional
2. Lambang Identitas Nasional.

3. Alat pemersatu

4. Alat penghubung antarbudaya

Kedudukan sebagai Bahasa Negara :


1. Bahasa resmi kenegaraan
2. Bahasa pengantar resmi lembaga pendidikan

3. Bahasa resmi di dalam perhubungan dan pembangunan

4. Bahasa resmi kebudayaan dan IPTEK

B. Saran
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan,
kedepannya penulis akan lebih fokus dan detail dalam menjelaskan tentang
makalah di atas dengan sumber - sumber yang lebih banyak yang tentunya dapat
di pertanggung jawabkan. Oleh karna itu, penulis menngharapkan kritik dan saran
dari pembaca.

Anda mungkin juga menyukai