PENDAHULUAN
Efusi pleura adalah penimbunan cairan didalam rongga pleura akibat transudasi
atau eksudasi yang berlebihan dari permukaan pleura. Efusi pleura bukan merupakan
1
suatu penyakit, akan tetapi merupakan tanda suatu penyakit. Akibat adanya carian
yang cukup banyak dalam rongga pleura, maka kapasitas paru akan berkurang dan di
samping itu juga menyebabkan pendorongan organ-organ mediastinum, termasuk
jantung. Hal ini mengakibatkan insufisiensi pernafasan dan juga dapat mengakibatkan
gangguan pada jantung dan sirkulasi darah. 2
Di negara-negara barat, efusi pleura terutama disebabkan oleh gagal jantung
kongestif, sirosis hati, keganasan, dan pneumonia bakteri, sementara di negara-negara
yang sedang berkembang, seperti Indonesia, lazim diakibatkan oleh infeksi
tuberkulosis. Efusi pleura keganasan merupakan salah satu komplikasi yang biasa
ditemukan pada penderita keganasan dan terutama disebabkan oleh kanker paru dan
kanker payudara. Efusi pleura merupakan manifestasi klinik yang dapat dijumpai
pada sekitar 50-60% penderita keganasan pleura primer atau metastatik. Sementara
5% kasus mesotelioma (keganasan pleura primer) dapat disertai efusi pleura dan
sekitar 50% penderita kanker payudara akhirnya akan mengalami efusi pleura. 2
Cairan dalam rongga pleura dipertahankan oleh keseimbangan tekanan
hidrostatik, tekanan onkotik pada pembuluh darah parietal dan viseral serta
kemampuan drainase limfatik . Efusi pleura terjadi sebagai akibat gangguan
keseimbangan faktor-faktor di atas.1
Diperlukan penatalaksanaan yang baik dalam menanggulangi efusi pleura ini,
yaitu pengeluaran cairan dengan segera serta pengobatan terhadap penyebabnya
sehingga hasilnya akan memuaskan. 2
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. DEFINISI
Efusi pleura adalah penimbunan cairan pada rongga pleura atau Efusi pleura
adalah suatu keadaan dimana terdapatnya cairan pleura dalam jumlah yang berlebihan
di dalam rongga pleura yang disebabkan oleh ketidakseimbangan antara pembentukan
dan pengeluaran cairan pleura.2
Dalam konteks ini perlu di ingat bahwa pada orang normal rongga pleura ini juga
selalu ada cairannya yang berfungsi untuk mencegah melekatnya pleura viseralis
dengan pleura parietalis, sehingga dengan demikian gerakan paru(mengembang dan
mengecil) dapat berjalan dengan mulus. Dalam keadaan normal, jumlah cairan dalam
rongga pleura sekitar 10-20 ml. Cairan pleura komposisinya sama dengan cairan
plasma, kecuali pada cairan pleura mempunyai kadar protein lebih rendah yaitu < 1,5
gr/dl.1,2
Ada beberapa jenis cairan yang bisa berkumpul di dalam rongga pleura antara
lain darah, pus, cairan seperti susu dan cairan yang mengandung kolesterol tinggi. 1,2
1) Hidrotoraks
Pada keadaan hipoalbuminemia berat, bisa timbul transudat. Dalam hal ini
penyakitnya disebut hidrotorak dan biasanya ditemukan bilateral.Sebab-sebab lain
yang mungkin adalah kegagalan jantung kanan, sirosis hati dengan asites, serta
sebagai salah satu trias dari sindroma meig (fibroma ovarii, asites dan hidrotorak).
2
2) Hemotoraks
Hemotoraks adalah adanya darah di dalam rongga pleura. Biasanya terjadi karena
trauma toraks. Trauma ini bisa karna ledakan dahsyat didekat penderita, atau trauma
tajam maupun trauma tumpul. Kadar Hb pada hemothoraks selalu lebih besar 25%
kadar Hb dalam darah. Darah hemothoraks yang baru diaspirasi tidak membeku
beberapa menit. Hal ini mungkin karena faktor koagulasi sudah terpakai sedangkan
fibrinnya diambil oleh permukaan pleura. Bila darah aspirasi segera membeku,
maka biasanya darah tersebut berasal dari trauma dinding dada. Penyebablainnya
hemotoraks adalah:
Bila karena suatu infeksi primer maupun sekunder cairan pleura patologis ini
akan berubah menjadi pus, maka keadaan ini disebut piotoraks atau empiema. Pada
setiap kasus pneumonia perlu diingat kemungkinan terjadinya empiema sebagai
salah satu komplikasinya. Empiema bisa merupakan komplikasi dari:
Pneumonia
Infeksi pada cedera di dada
Pembedahan dada
3
4) Kilotoraks
Penyakit-penyakit ini memberi efek obstruksi dan juga perforasi terhadap duktus
torasikus secara kombinasi. Disamping itu terdapat juga penyakit trombosis vena
subklavia dan nodul-nodul tiroid yang menekanduktus torasikus dan menyebabkan
kilotoraks.1,2
Pleura adalah membran tipis terdiri dari 2 lapisan yaitu pleura visceralis dan
parietalis. Secara histologis kedua lapisan ini terdiri dari sel mesothelial jaringan ikat,
dan dalam keadaan normal, berisikan lapisan cairan yang sangat tipis. Membran
serosa yang membungkus parekim paru disebut pleura viseralis, sedangkan membran
serosa yang melapisi dinding thorak, diafragma, dan mediastinum disebut pleura
parietalis. Rongga pleura terletak antara paru dan dinding thoraks. Rongga pleura
dengan lapisan cairan yang tipis ini berfungsi sebagai pelumas antara kedua pleura.
Kedua lapisan pleura ini bersatu pada hillus paru. Dalam hal ini, terdapat perbedaan
antara pleura viseralis dan parietalis,diantaranya : 1,2,3
4
1) Pleura Visceralis
Permukaan luarnya terdiri dari selapis sel mesothelial yang tipis < 30mm.
Diantara celah-celah sel ini terdapat sel limfosit. Di bawah sel-selmesothelial ini
terdapat endopleura yang berisi fibrosit dan histiosit, dibawahnya terdapat lapisan
tengah berupa jaringan kolagen dan serat-serat elastic. Lapisan terbawah terdapat
jaringan interstitial subpleura yang banyak mengandung pembuluh darah kapiler dari
a. Pulmonalis dan a.Brakhialis serta pembuluh limfe Menempel kuat pada jaringan
paruFungsinya. Untuk mengabsorbsi cairan pleura
2) Pleura parietalis
Jaringan lebih tebal terdiri dari sel-sel mesothelial dan jaringan ikat (kolagen dan
elastis). Dalam jaringan ikat tersebut banyak mengandung kapiler dari a. Intercostalis
dan a. Mamaria interna, pembuluh limfe, dan banyak reseptor saraf sensoris yang
peka terhadap rasa sakit dan perbedaan temperatur. Keseluruhan berasal n. Intercostal
dinding dada dan alirannya sesuai dengan dermatom dada. Mudah menempel dan
lepas dari dinding dada di atasnya fungsinya untuk memproduksi cairan pleura.
5
FISIOLOGI
6
Jumlah total cairan dalam setiap rongga pleura sangat sedikit, hanya beberapa
mililiter yaitu 15 ml. Dalam kepustakaan lain menyebutkan bahwa jumlah cairan pleu
ra sebanyak 12-15 ml.1 Kapanpun jumlah ini menjadi lebih dari cukup untuk
memisahkan kedua pleura, maka kelebihan tersebut akan dipompa keluar oleh
pembuluh limfatik (yang membuka secara langsung) dari rongga pleura kedalam
mediastinum, permukaan superior dari diafragma, dan permukaan lateral pleural
parietalis.3 Oleh karena itu, ruang pleura (ruang antara pleura parietalis dan pleura
visceralis) disebut ruang potensial, karena ruang ini normalnya begitu sempit
sehingga bukan merupakan ruang fisik yang jelas.1,2,3
III. EPIDEMIOLOGI
Estimasi prevalensi efusi pleura adalah 320 kasus per 100.000 orang di negara-
negara industri, dengan distribusi etiologi terkait dengan prevalensi penyakit yang
mendasarinya.Secara umum, kejadian efusi pleura adalah sama antara kedua jenis
kelamin. Namun, penyebab tertentu memiliki kecenderungan seks. Sekitar
dua pertiga dari efusi pleura ganas terjadi pada wanita. Efusi pleura ganas secara
signifikan berhubungan dengan keganasan payudara dan ginekologi. Efusi pleura
yang terkait dengan lupus eritematosus sistemik juga lebih sering terjadi padawanita
dibandingkan pada pria.2
IV. ETIOLOGI
7
Pneumonia, keganasan, atau emboli paru. Mekanisme sebagai berikut memainkan
peran dalam pembentukan efusi pleura :
V. KLASIFIKASI
8
eksudat adalah hasil dari peradangan pleura atau drainase limfatik yang menurun.
Dalam beberapa kasus mungkin terjadi kombinasi antara karakteristk cairan transudat
dan eksudat.1,2,3
Dalam keadaan normal cairan pleura yang jumlahnya sedikit itu adalah transudat.
Transudat terjadi apabila terjadi ketidakseimbangan antara tekanan kapiler hidrostatik
dan koloid osmotik, sehingga terbentuknya cairan pada satu sisi pleura melebihi
reabsorbsinya oleh pleura lainnya. Biasanya hal ini terjadi pada:
9
yang paling sering adalah karena mikobakterium tuberkulosis dan dikenal
sebagai pleuritis eksudativa tuberkulosa. Protein yang terdapat dalam cairan pleura
kebanyakan berasal dari saluran getah bening. Kegagalan aliran protein getah bening
ini (misalnya pada pleuritis tuberkulosis) akan menyebabkan peningkatan konsentasi
protein cairan pleura, sehingga menimbulkan eksudat.Penyakit yang menyertai
eksudat, antara lain:
VI. PATOFISIOLOGI
Dalam keadaan normal, selalu terjadi filtrasi cairan kedalam rongga pleura
melalui kapiler pada pleura parietalis tetapi cairan ini segera direabsorbsi oleh saluran
limfe, sehingga terjadi keseimbangan antara produksi dan reabsorbsi. Kemampuan
untuk reabsorbsinya dapat meningkat sampai 20 kali. Apabila antara produk dan
reabsorbsinya tidak seimbang (produksinya meningkat\ atau reabsorbsinya menurun)
maka akan timbul efusi pleura.1,2,3,4
10
Selain itu cairan pleura dapat melalui pembuluh limfe sekitar pleura. Pergerakan
cairan dari pleura parietalis ke pleura visceralis dapat terjadi karena adanya perbedaan
tekanan hidrostatik dan tekanan koloid osmotik. Cairan kebanyakan diabsorbsi oleh
sistem limfatik dan hanya sebagian kecil yang diabsorbsi oleh sistem kapiler
pulmonal. Hal yang memudahkan penyerapan cairan pada pleura visceralis adalah
terdapatnya banyak mikrovili di sekitar sel-sel mesothelial.1,2,3,4
11
cairan yang cukup besar mungkin akan terkumpul dengan sedikit gangguan fisik yang
nyata.
Kondisi efusi pleura yang tidak ditangani, pada akhirnya akan menyebabkan
gagal nafas. Gagal nafas didefinisikan sebagai kegagalan
pernafasan bila tekanan partial oksigen (Pa O2) ≤ 60 mmHg atau tekanan partial
Karbon dioksida arteri (Pa Co2) ≥ 50 mmHg melalui pemeriksaan analisa gas darah.
12
b) Vokal fremitus menurun
c) Perkusi dull sampal flat
d) Bunyi pernafasan menrun sampai menghilang
e) Pendorongan mediastinum ke sisi yang sehat dapat dilihat atau diraba pada
treaka
Simptom yang dominan adalah sakit yang tiba-tiba seperti ditikam dan diperberat
oleh bernafas dalam atau batuk. Pleura visceralis tidak sensitif, nyeri dihasilkan dari
pleura parietalis yang inflamasi dan mendapat persarafan dari nervus intercostal.
Nyeri biasanya dirasakan pada tempat-tempat terjadinya pleuritis, tapi bisa menjalar
ke daerah lain :
1) Iritasi dari diafragma pleura posterior dan perifer yang dipersarafi oleh
G. Nervuis intercostal terbawah bisa menyebabkan nyeri pada dada dan
abdomen.2
2) Iritasi bagian central diafragma pleura yang dipersarafi nervus phrenicus
menyebabkan nyeri menjalar ke daerah leher dan bahu.
1) Rontgen dada
13
2) USG Dada
3) CT Scan Dada
4) Torakosentesis
Penyebab dan jenis dari efusi pleura biasanya dapat diketahuidengan melakukan
pemeriksaan terhadap contoh cairan yang diperoleh melalui torakosentesis.
Torakosentesis adalah pengambilan cairan melalui sebuah jarumyang dimasukkan
diantara sel iga ke dalam rongga dada dibawah pengaruh pembiusan lokal dalam dan
berguna sebagai sarana untuk diagnostik maupun terapeutik. Pelaksanaan
torakosentesis sebaiknya dilakukan pada penderitadengan posisi duduk. Aspirasi
dilakukan toraks, pada bagian bawah paru di sela iga v garis aksilaris media dengan
memakai jarumAbbocath nomor 14 atau 16. Pengeluaran cairan pleura sebaiknya
tidak melebihi 1000 – 1500 cc pada setiap kali aspirasi. Adalah lebih baik
mengerjakan aspirasi berulang-ulang daripada satu kali aspirasi sekaligus yang dapat
menimbulkan pleural shock (hipotensi) atau edema paru. Edema paru dapat terjadi
karena paru-paru mengembang terlalu cepat. Mekanisme sebenarnya belum diketahui
betul, tapi diperkirakan karena adanya tekanan intra pleura yang tinggi dapat
menyebabkan peningkatan aliran darah melalui permeabilitas kapiler yang abnormal.5
14
5) Biopsi Pleura
a) Warna Cairan
b) Biokimia
15
- Kadar LDH dalam efusi (I.U.) <200 >200
- Kadar LDH dalam efusi
Kadar LDH dalam serum <0,6 >0,6
- Berat jenis cairan efusi <1,016 >1,016
- Rivalta negatif positif
c) Sitologi
16
d) Bakteriologi
Hitung sel total Hitung diferensial, hitung sel darah merah, sel
jaringan
17
pH Efusi para pneumonik dengan pH > 7,2 dapat
diharapkan untuk sembuh tanpa drainase
kecuali bila berlokusi.
Keadaan dengan pH < 7,0menunjukkan infeksi
yang memerlukan drainase atau adanya robekan
esophagus.
8) Scanning Isotop
Scanning isotop biasanya digunakan pada kasus-kasus dengan emboli paru.
9) Torakoskopi (Fiber-optic pleuroscopy)
Torakoskopi biasnya digunakan pada kasus dengan neoplasma atau tuberculosis
pleura. Caranya yaitu dengan dilakukan insisi pada dinding dada (dengan resiko
kecil terjadinya pneumotoraks). Cairan dikeluarkandengan memakai penghisap
dan udara dimasukkan supaya bias melihat kedua pleura.Dengan memakai
bronkoskop yang lentur dilakukan beberapa biopsy.
18
IX. DIAGNOSA
1. Anamnesis dan gejala klinis
Keluhan utama penderita adalah nyeri dada sehingga penderita membatasi
pergerakan rongga dada dengan bernapas pendek atau tidur miring ke sisi yang sakit.
Selain itu sesak napas terutama bila berbaring ke sisi yang sehat disertai batuk batuk
dengan atau tanpa dahak. Berat ringannya sesak napas ini ditentukan oleh jumlah
cairan efusi. Keluhan yang lain adalah sesuai dengan penyakit yang mendasarinya
2. Pemeriksaan fisis
Pada pemeriksaan fisik toraks didapatkan dada yang terkena cembung selain
melebar dan kurang bergerak pada pernapasan. Fremitus vokal melemah, redup
sampai pekak pada perkusi, dan suara napas lemah atau menghilang. Jantung dan
mediastinum terdorong ke sisi yang sehat. Bila tidak ada pendorongan, sangat
mungkin disebabkan oleh keganasan
3. Pemeriksaan radiologik
Pemeriksaan radiologis mempunyai nilai yang tinggi dalam mendiagnosis efusi
pleura, tetapi tidak mempunyai nilai apapun dalam menentukan penyebabnya. Secara
radiologis jumlah cairan yang kurang dari 100 ml tidak akan tampak dan baru jelas
bila jumlah cairan di atras 300 ml.
Foto toraks dengan posisi Posterioe Anterior akan memperjelas kemungkinan
adanya efusi pleura masif. Pada sisi yang sakit tampak perselubungan masif dengan
pendorongan jantung dan mediastinum ke sisi yang sehat.
4. Torakosentesis
Tujuan torakosentesis (punksi pleura) di samping sebagai diagnostik juga sebagai
terapeutik.
X. PENATALAKSANAAN
19
pengobatan atau tindakan yang dapat dilakukan pada efusi pleura masif adalah
sebagai berikut : 1,2,3,4,5,6
20
2. Torakosentesis
keluarkan cairan seperlunya hingga sesak - berkurang (lega); jangan lebih 1-1,5
liter pada setiap kali aspirasi. Zangelbaum dan Pare menganjurkan jangan lebih 1.500
ml dengan waktu antara 20-30 menit. Torakosentesis ulang dapat dilakukan pada hari
berikutnya. Torakosentesis untuk tujuan diagnosis setiap waktu dapat dikerjakan,
sedangkan untuk tujuan terapeutik pada efusi pleura tuberkulosis dilakukan atas
beberapa indikasi.
a. Adanya keluhan subjektif yang berat misalnya nyeri dada, perasaan tertekan pada
dada.
b. Cairan sudah mencapai sela iga ke-2 atau lebih, sehingga akan mendorong dan
menekan jantung dan alat mediastinum lainnya, yang dapat menyebabkan
kematian secara tiba-tiba.
c. Suhu badan dan keluhan subjektif masih ada, walaupun sudah melewati masa 3
minggu. Dalam hal seperti ini biasanya cairan sudah berubah menjadi pyotoraks.
d. Penyerapan cairan yang terlambat dan waktu sudah mendekati 6 minggu, namun
cairan masih tetap banyak.
3. Chest tube
Jika efusi yang akan dikeluarkan jumlahnya banyak, lebih baik dipasang selang
dada (chest tube), sehingga cairan dapat dialirkan dengan lambat tapi sempurna.
Tidaklah bijaksana mengeluarkan lebih dari 500 ml cairan sekaligus. Selang dapat
diklem selama beberapa jam sebelum 500 ml lainnya dikeluarkan. Drainase yang
terlalu cepat akan menyebabkan distres pada pasien dan di samping itu dapat timbul
edema paru. 2
4. Pleurodesis
Pleurodesis dimaksudkan untuk menutup rongga pleura sehingga akan mencegah
penumpukan cairan pluera kembali. Hal ini dipertimbangkan untuk efusi pleura yang
rekuren seperti pada efusi karena keganasan Sebelum dilakukan pleurodeSis cairan
dikeluarkan terlebih dahulu melalui selang dada dan paru dalam keadaan
mengembang
21
Pleurodesis dilakukan dengan memakai bahan sklerosis yang dimasukkan ke
dalam rongga pleura. Efektifitas dari bahan ini tergantung pada kemampuan untuk
menimbulkan fibrosis dan obliterasi kapiler pleura. Bahan-bahan yang dapat
dipergunakan untuk keperluan pleurodesis ini yaitu : Bleomisin, Adriamisin,
Siklofosfamid, ustard, Thiotepa, 5 Fluro urasil, perak nitrat, talk, Corynebacterium
parvum dan tetrasiklin Tetrasiklin merupakan salah satu obat yang juga digunakan
pada pleurodesis, harga murah dan mudah didapat dimana-mana. Setelah tidak ada
lagi cairan yang keluar masukkanlah tetrasiklin sebanyak 500 mg yang sudah
dilarutkan dalam 20-30 ml larutan garam fisiologis ke dalam rongga pleura,
selanjutnya diikuti segera dengan 10 ml larutan garam fisiologis untuk pencucian
selang dada dan 10 ml lidokain 2% untuk mengurangi rasa sakit atau dengan
memberikan golongan narkotik 1,5-1 jam sebelum dilakukan pleurodesis. Kemudian
kateter diklem selama 6 jam, ada juga yang melakukan selama 30 menit dan selama
itu posisi penderita diubah-ubah agar tetrasiklin terdistribusi di seluruh rongga pleura.
Bila dalam 24-48 jam cairan tidak keluar lagi selang dada dicabut. 2
5. Pengobatan pembedahan mungkin diperukan untuk :
a. Hematoraks terutama setelah trauma
b. Empiema
c. Pleurektomi yaitu mengangkat pleura parietalis; tindakan ini jarang dilakukan
kecuali pada efusi pleura yang telah mengalami kegagalan setelah mendapat
tindakan WSD, pleurodesis kimiawi, radiasi dan kemoterapi sistemik, penderita
dengan prognosis yang buruk atau pada empiema atau hemotoraks yang tak
diobati
d. Ligasi duktus torasikus, atau pleuropritoneal shunting yaitu menghubungkan
rongga pleura dengan rongga peritoneum sehingga cairan pleura mengalir ke
rongga peritoneum. Hal ini dilakukan terutama bila tindakan torakosentesis
maupun pleurodesis tidak memberikan hasil yang memuaskan; misalnya tumor
atau trauma pada kelenjar getah bening. 2
22
XI. KOMPLIKASI
1. Infeksi.
Pengumpulan cairan dalam ruang pleura dapat mengakibatkan infeksi (empiema
primer),dan efusi pleura dapat menjadi terinfeksi setelah tindakan torasentesis
(empiema sekunader). Empiema primer dan sekunder harus didrainase dan diterapi
dengan antibiotika untuk mencegah reaksi fibrotik. Antibiotika awal dipilih
gambaran klinik. Pilihan antibiotika dapat diubah setelah hasil biakan diketahui. 2
2. Fibrosis
Fibrosis pada sebagian paru-paru dapat mengurangi ventilasi dengan membatasi
pengembangan paru. Pleura yang fibrotik juga dapat menjadi sumber infeksi kronis,
menyebabkan sedikit demam. Dekortikasi-reseksi pleura lewat pembedahan-mungkin
diperlukan untuk membasmi infeksi dan mengembalikan fungsi paru-paru.
Dekortikasi paling baik dilakukan dalam 6 minggu setelah diagnosis empiema
ditegakkan, karena selama jangka waktu ini lapisan pleura masih belum terorganisasi
dengan baik (fibrotik) sehingga pengangkatannya lebih mudah. 1,3,5
XII. PROGNOSIS
Prognosis pada efusi pleura bervariasi sesuai dengan etiologi yang mendasari
kondisi itu. Namun pasien yang memperoleh diagnosis dan pengobantan lebih dini
akan lebih jauh terhindar dari komplikasi daripada pasien yang tidak memedapatkan
pengobatan dini.
23
Efusi parapneumonic, ketika diakui dan diobati segera, biasanya dapat di
sembuhkan tanpa gejala sisa yang signifikan. Namun, efusi parapneumonik yang
tidak terobati atau tidak tepat dalam pengobatannya dapat menyebabkan fibrosis
konstriktif. 4,5
24
BAB III
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS
Nama : Tn. E Pekerjaan : Mahasiswa
Umur : 22 tahun Tanggal masuk : 07/01/2018
JK : Laki-laki Ruangan : Pipit
Alamat : Jl.Kamboja Rumah Sakit : Anutapura
II. ANAMNESIS
Keluhan utama:
Sesak Nafas
Anamnesis terpimpin:
Pasien datang ke RSU Anutapura dengan keluhan sesak napas yang semakin
memberat sejak 3 hari SMRS. Sesak terutama dirasakan saat beraktivitas dan sedikit
berkurang bila beristirahat, namun tidak hilang sepenuhnya. Keluhan sesak disertai
nyeri dada sebelah kiri dan nyeri ulu hati. Pasien juga mengeluh batuk berlendir yang
dialami ± 1 tahun. Pasien pernah mengalami batuk darah 3 bulan yang lalu. Sesak
napas seperti ini sudah pernah dirasakan pasien sebelumnya. Pasien juga mengeluh
sebelum masuk rumah sakit, pasien sering demam, dan menggigil. Pasien juga
mengatakan sering merasa mual namun tidak muntah.Menurut pasien, dia
mempunyai tetangga yang memiliki penyakit TBC. Pasien mengatakan tidak pernah
diberikan obat 6 bulan. Pasien merupakan perokok pasif.
25
Riwayat pengobatan :
Pasien pernah dirawat di RSU Anutapura dengan keluhan yang sama.
26
Genitalia :
Inspeksi : Tidak tampak benjolan, warna sama dengan kulit sekitar,
dan tidak terdapat tanda-tanda radang.
Palpasi : tidak teraba massa
Ekstremitas
- Superior : akral hangat (+/+), edema (-/-)
- Inferior : akral hangat (+/+), edema (-/-)
27
V. RESUME
Pasien laki-laki umur 22 tahun datang ke RSU Anutapura dengan keluhan
dispnea napas yang semakin memberat sejak 3 hari SMRS. Dispnea terutama
dirasakan saat beraktivitas dan sedikit berkurang bila beristirahat, namun tidak hilang
sepenuhnya. Keluhan dispnea disertai nyeri dada sinistra dan nyeri epigastrium.
Pasien juga mengeluh batuk berlendir yang dialami ± 1 tahun. Pasien pernah
mengalami hemoptisis 3 bulan yang lalu.Pasien sering febris dan nausea. Menurut
pasien, dia mempunyai tetangga yang memiliki penyakit TBC. Riwayat berobat 6
bulan tidak ada. Pasien merupakan perokok pasif.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan Tekanan darah 110/70 mmHg,Pernapasan 38
x/menit nadi 112 x/menit, suhu 36,80C. Pada pemeriksaan thoraks didapatkan
inspeksi simetris bilateral, palpasi vokal fremitus kanan tidak sama dengan kiri
(menurun), perkusi sonor (+) pada paru kanan dan pekak pada paru kiri, auskultasi
vesikuler (+/+), Rhonki (+/+), Wheezing (-/-). Pada pemeriksaan penunjang
laboratorium yang bermakna terjadi peningkatan leukosit sebesar 37,7 x 103/mm3 .
Sedangkan radiologi foto thoraks PA didapatkan sugestif empiema dengan disertai
bronchopneumonia.
28
VIII. HASIL PEMERIKSAAN
- Foto Thoraks PA
- Pemeriksaan Sputum
No Jenis Pemeriksaan Hasil
Mikroflora
1. -SPUTUM BTA A NEGATIF
2. -SPUTUM BTA B NEGATIF
3. -SPUTUM BTA C NEGATIF
29
X. PENATALAKSANAAN
- IVFD RL 20 tpm
- Inj. Ceftriaxone 1 gr/IV/12jam
- Metronidazole 500 mg/8 jam
- Inj. Ranitidin 1 amp/IV/12jam
- Ketorolac 30 mg/8 jam/IV
- Ambroxol 3x30 mg
- Paracetamol 500 mg 3x1
- Natrium diklofenak 25 mg 2x1
XI. FOLLOW UP
Hari/
Follow Up
Tanggal
08-01-2018 S : Sesak (+), nyeri dada (+), batuk (+), mual (-).
O : TD 130/80 mmHg S : 36,7 C
N 100x/menit P : 38x/menit
A : Empiema sinistra + Bronchopneumonia + Suspek TB
P:
- IVFD RL 20 tpm
- Inj. Ceftriaxone 1 gr/IV/12jam
- Metronidazole 500 mg/8 jam
- Inj. Ranitidin 1 amp/IV/12jam
- Inj. Ketorolac 1 amp/IV/8jam
- Ambroxol 3x30 mg
- Paracetamol 500 mg 3x1
- Natrium diklofenak 25 mg 2x1
09-01-2018 S : Sesak (+), nyeri dada (+), batuk (+), mual (-).
O : TD 120/90 mmHg S : 36,8 C
30
N 88x/menit P : 32x/menit
A : Empiema sinistra + Bronchopneumonia + Suspek TB
P:
- Rencana pemasangan WSD
- IVFD RL 20 tpm
- Inj. Ceftriaxone 1 gr/IV/12jam
- Metronidazole 500 mg/8 jam
- Inj. Ranitidin 1 amp/IV/12jam
- Inj. Ketorolac 1 amp/IV/8jam
- Ambroxol 3x30 mg
- Paracetamol 500 mg 3x1
- Natrium diklofenak 25 mg 2x1
10-01-2018 S : Sesak (+), nyeri dada (-), batuk (-), mual (-).
O : TD 110/80 mmHg S : 36,6 C
N 80x/menit P : 30x/menit
A : Empiema sinistra + Bronchopneumonia + Suspek TB
P:
- Rencana pemasangan WSD siang 11.00
- IVFD RL 20 tpm
- Inj. Ceftriaxone 1 gr/IV/12jam
- Metronidazole 500 mg/8 jam
- Inj. Ranitidin 1 amp/IV/12jam
- Inj. Ketorolac 1 amp/IV/8jam
- Ambroxol 3x30 mg
- Paracetamol 500 mg 3x1
- Natrium diklofenak 25 mg 2x1
11-01-2018 S : Sesak (+), nyeri dada (+), batuk (+), mual (-).
O : TD 110/70 mmHg S : 36,8 C
31
N 82x/menit P : 28x/menit
Drain : 350 cc
A : Post Operasi WSD Hari ke 1 + Empiema sinistra +
Bronchopneumonia
P:
- IVFD RL 20 tpm
- Inj. Ceftriaxone 1 gr/IV/12jam
- Metronidazole 500 mg/8 jam
- Inj. Ranitidin 1 amp/IV/12jam
- Inj. Ketorolac 1 amp/IV/8jam
- Ambroxol 3x30 mg
- Paracetamol 500 mg 3x1
- Natrium diklofenak 25 mg 2x1
12-01-2018 S : Sesak (+), nyeri dada (-), batuk (-), mual (-).
O : TD 120/90 mmHg S : 36,8 C
N 92x/menit P : 32x/menit
Drain : 400 cc
A : Post Operasi WSD Hari ke 2 + Empiema sinistra +
Bronchopneumonia
P:
- IVFD RL 20 tpm
- Inj. Ceftriaxone 1 gr/IV/12jam
- Metronidazole 500 mg/8 jam
- Inj. Ranitidin 1 amp/IV/12jam
- Inj. Ketorolac 1 amp/IV/8jam
- Natrium diklofenak 25 mg 2x1
13-01-2018 S : Sesak (+), nyeri dada (-), batuk (-), mual (-).
O : TD 120/80 mmHg S : 36,5 C
32
N 79x/menit P : 28x/menit
Drain : 300 cc
A : Post operasi WSD hari ke 3 + Empiema sinistra +
Bronchopneumonia + Suspek TB
P:
- IVFD RL 20 tpm
- Inj. Ceftriaxone 1 gr/IV/12jam
- Metronidazole 500 mg/8 jam
- Inj. Dexamethasone 1 ampul/8 jam
- Inj. Ranitidin 1 amp/IV/12jam
- Natrium diklofenak 25 mg 2x1
33
BAB IV
PEMBAHASAN
34
Dari hasil pemeriksaan penunjang seperti laboratorium, didapatkan leukosit 37,7
x 103/mm3, yang menandakan terjadi proses infeksi. Pada pemeriksaan foto thoraks
PA didapatkan gambaran sugestif empiema dengan disertai bronchopneumonia.
Penatalaksanaan pada kasus ini bersifat definitif. Analgetik diberikan untuk
mengurangi nyeri pada penderita, analgetik yang diberikan berupa injeksi ketorolac 1
x 30 mg, ranitidin 3 x 50 mg, Natrium diklofenak 2 x 25 mg Paracetamol 500 mg
3x1, Ambroxol 3 x 1. Penatalaksanaan definitif pada kasus pasien ini sesuai dengan
anamnesa, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang adalah dengan
pemasangan Chest Tube.
Berdasarkan teori jika efusi yang akan dikeluarkan jumlahnya banyak, lebih baik
dipasang selang dada (chest tube), sehingga cairan dapat dialirkan dengan lambat tapi
sempurna. Pada saat dilakukan pemasangan Chest Tube, tampak keluar cairan pus
berwarna hijau kental dengan bau yang busuk.
Berdasarkan teori bila karena suatu infeksi primer maupun sekunder cairan
pleura patologis ini akan berubah menjadi pus, maka keadaan ini disebut piotoraks
atau empiema. Pada setiap kasus pneumonia perlu diingat kemungkinan
terjadinya empiema sebagai salah satu komplikasinya. Sehingga pasien di diagnosis
dengan empiema sinistra.
Post operasi penderita diberikan antibiotik berupa injeksi Ceftriaxone 2 x 1 gr
dan Metronidazole 500 mg/8 jam/IV serta injeksi ketorolac 3 x 30 mg, Ranitidin 2 x
50 mg, Dexamethasone 1 ampul/8 jam/ IV dan Natrium diklofenak 2 x 25 mg.
Prognosis ad vitam pada pasien ini bonam karena pasien segera didiagnosis dan
diberikan penatalaksanaan. Berdasarkan teori pasien yang memperoleh diagnosis dan
pengobantan lebih dini akan lebih jauh terhindar dari komplikasi daripada pasien
yang tidak memedapatkan pengobatan dini.
35
BAB V
KESIMPULAN
Efusi pleura adalah penimbunan cairan didalam rongga pleura akibat transudasi
atau eksudasi yang berlebihan dari permukaan pleura. Efusi pleura bukan merupakan
suatu penyakit, akan tetapi merupakan tanda suatu penyakit. Akibat adanya carian
yang cukup banyak dalam rongga pleura, maka kapasitas paru akan berkurang dan di
samping itu juga menyebabkan pendorongan organ-organ mediastinum, termasuk
jantung. Hal ini mengakibatkan insufisiensi pernafasan dan juga dapat mengakibatkan
gangguan pada jantung dan sirkulasi darah.
Efusi pleura harus segera mendapatkan tindakan pengobatan karena cairan pleura
akan menekan organ-organ vital dalam rongga dada. Ada beberapa macam
pengobatan atau tindakan yang dapat dilakukan pada efusi pleura masif.
36
DAFTAR PUSTAKA
37