Anda di halaman 1dari 4

Tiga Butir Kakao Membawa Minah ke

Pengadilan
Jumat, 20 November 2009 19:29 WIB | 19.409 Views
Oleh Oleh Sumarwoto

Minah (55) terdakwa kasus pencurian tiga butir buah kakao milik perkebunan PT. Rumpun Sari
Antan IV tersenyum lega usai mendengar putusan yang dibacakan oleh hakim di Pengadilan
Negeri Purwokerto, Purwokerto, Banyumas, Jateng, Kamis (19/11). (ANTARA/Idhad Zakaria )
Purwokerto (ANTARA News) - Nenek bernama Minah (55) itu tampak terdiam menghadapi
meja hijau Pengadilan Negeri Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Kamis (19/11),
tanpa didampingi seorang penasihat hukum.

Hari itu merupakan sidang yang ketiga kalinya dia jalani atas dakwaan terhadap dirinya, yakni
mencuri tiga butir buah kakao seberat tiga kilogram.

Warga Desa Darmakradenan, Kecamatan Ajibarang ini berusaha tetap tegar saat menyampaikan
pembelaan atas dakwaan tersebut karena dia merasa tidak mencuri buah kakao sebanyak tiga
kilogram di kebun milik PT Rumpun Sari Antan (RSA) 4 pada pertengahan Agustus silam
seperti yang dituduhkan.

"Saya `namung` (hanya, red.) memetik tiga butir buah kakao," kata dia dalam bahasa
Banyumasan bercampur Indonesia.

Dia pun meminta Hakim PN Purwokerto Muslich Bambang Luqmono untuk tidak
menghukumnya. "Inyong (saya, red.) tidak mau dihukum, Pak Hakim," katanya.

Kendati demikian, majelis hakim tetap menjatuhkan vonis kepada Minah karena mencuri tiga
butir buah kakao.

"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa selama satu bulan 15 hari dengan ketentuan tidak usah
terdakwa jalani kecuali jika terdakwa dijatuhi pidana lain selama tiga bulan masa percobaan,"
kata Hakim PN Purwokerto Muslich Bambang Luqmono yang terlihat meneteskan air mata.

Menurut hakim, hal-hal yang meringankan terdakwa antara lain Aminah telah lanjut usia.
Selain itu, kata dia, terdakwa merupakan petani kakao yang tidak punya apa-apa.

"Tiga butir buah kakao sangat berarti bagi petani untuk dijadikan bibit dan bagi perusahaan
jumlah tersebut tak berarti," kata dia yang tampak terharu dan menahan tangis.

Dia mengaku tersentuh dengan yang dialami Minah karena teringat kehidupan orang tuanya yang
juga petani. Bahkan menurut dia, perkara nenek Minah yang dinilai kecil tersebut sudah melukai
banyak orang.

Mendengar putusan hakim ini, para pengunjung sidang yang sengaja datang untuk memberi
dukungan dan semangat kepada Minah pun menyambutnya dengan bersorak gembira.

Pengunjung pun segera mengumpulkan uang menggunakan kardus untuk diberikan kepada
Minah.

Sementara itu Jaksa Penuntut Umum (JPU) Noor Haniah hanya memandang ke arah Minah dan
mengaku pikir-pikir.

Sebuah kejadian menarik pun muncul seusai persidangan karena Muslich menyempatkan diri
bersalaman dan mencium tangan Minah.

Kakao Pembawa Petaka

Kisah sedih Minah ini berawal dari pencurian tiga butir buah kakao seberat tiga kilogram di
kebun PT RSA 4 yang dituduhkan kepadanya.

Saat itu Minah berkeinginan menambah tanaman kakao miliknya yang berjumlah 200 batang
sehingga dia memetik tiga butir kakao di kebun PT RSA dan meletakkannya di atas tanah.

Akan tetapi, apa yang dilakukan Minah diketahui mandor PT RSA 4, Tarno alias Nono. Dia pun
menegur Minah dan menanyakan perihal kakao yang dicurinya.

Minah pun mengatakan jika buah kakao yang dipetiknya akan dijadikan bibit.

Setelah mendengar penjelasan Minah, Tarno mengatakan, kakao di kebun PT RSA 4 dilarang
dipetik oleh masyarakat. Dia juga menunjukkan papan peringatan yang terpasang pada jalan
masuk perkebunan.

Dalam papan tersebut tertulis petikan Pasal 21 dan Pasal 47 Undang-Undang Nomor 18 Tahun
2004 Tentang Perkebunan, yang menyatakan bahwa setiap orang tidak boleh merusak kebun
maupun menggunakan lahan kebun hingga mengganggu produksi usaha perkebunan.

Minah yang buta huruf itupun segera meminta maaf kepada Tarno sembari menyerahkan tiga
butir buah kakao tersebut untuk dibawa mandor itu.
Kendati telah meminta maaf, dia sama sekali tidak menyangka jika perbuatannya justru berujung
ke pengadilan.

Akhir Agustus 2009, Minah dipanggil Kepolisian Sektor Ajibarang untuk menjalani pemeriksaan
terkait tiga butir buah kakao yang dipetiknya di kebun PT RSA 4.

Atas tuduhan tersebut, Minah dijerat Pasal 362 Kitab Undang-undang Hukum Pidana dengan
ancaman hukuman enam bulan penjara.

Terhitung sejak 19 Oktober 2009, kasus itu ditangani Kejaksaan Negeri Purwokerto setelah
dilimpahkan oleh kepolisian dan Minah pun ditetapkan sebagai tahanan rumah.

Sejak saat itu pula, Minah harus mondar-mandir dari rumahnya di Dusun Sidoharjo, Desa
Darmakradenan, Kecamatan Ajibarang, untuk menjalani pemeriksaan di Kejaksaan Negeri
Purwokerto.

Setiap kali menjalani pemeriksaan, Minah harus mengeluarkan ongkos hingga Rp50 ribu untuk
ojek dan angkutan umum dari rumahnya menuju Purwokerto yang berjarak sekitar 40 kilometer
tersebut.

Dia mengaku kesulitan mencari uang untuk ongkos karena kehidupannya sebagai petani sangat
pas-pasan.

"Kadang anak saya memberi ongkos ke Purwokerto. Bahkan, Bu Jaksa juga pernah `nyangoni`
(memberi uang saku, red.) saya sebesar Rp50 ribu," kata nenek tujuh anak dan belasan cucu ini.

Kendati demikian, hal itu bukan penghalang bagi Minah untuk menjalani pemeriksaan hingga
persidangan di pengadilan karena hal itu demi melepaskan diri dari jeratan hukum.

Kasus yang dihadapi Minah hanya segelintir permasalahan hukum yang dihadapi rakyat kecil.
Hanya karena tiga butir buah kakao, Minah harus menghadapi vonis pengadilan.

Vonis yang dihadapi Minah tak sebanding dengan harga kakao yang konon dicurinya.

Harga satu kilogram kakao basah saat ini sekitar Rp7.500. "Itu kalau biji kakao telah dikerok dari
buahnya," kata Amanah (70), kakak Minah.

Menurut dia, dari tiga butir buah kakao hanya menghasilka tiga ons biji kakao basah. "Jika
dijual, harganya sekitar Rp2.000," katanya.

Akan tetapi dalam dakwaan yang ditujukan kepada Minah, jumlah kerugiannya mencapai Rp30
ribu atau Rp10 ribu per butir.

Dia mengaku heran terhadap dakwaan yang ditujukan kepada adiknya karena selama ini dalam
pemberitaan di televisi, banyak pelaku tindak pidana korupsi yang menggerogoti keuangan
negara ratusan juta hingga miliaran rupiah, hanya dituntut hukuman maupun vonis yang ringan.
(*)

Editor: Ruslan Burhani

COPYRIGHT © ANTARA 2009

Anda mungkin juga menyukai