1
ekonomis, dan mudah diberikan kepada kucing. Jenis dry cat food tertentu juga
merupakan faktor resiko terjadi Urolithiasis. Komposisi pakan yang tidak sehat
dapat mengakibatkan ketidakseimbangan nutrisi, sehingga menganggu
keseimbangan pH urin, volume urin, dan konsentrasi zat terlarut yang berada
didalam urin. Hal tersebut dapat menyebabkan presipitasi mineral, yaitu
pengendapan mineral dan memudahkan pembentukkan urolith maupun urethral
plugs dalam urin (Buffington et. al., 2006).
Buffington et. al., (2002), teknik diagnosa dan penangan yang tepat untuk
kasus Urolithiasis bergantung pada penyebab fisik dari pasien tersebut.
Penanganan khusus perlu dilakukan untuk menurunkan resiko Urolithiasis yang
berakibat buruk pada kucing, yaitu jika pasien dalam kondisi dehidrasi, maka
diberikan terapi cairan. Ketika pasien terjadi infeksi sekunder oleh bakteri maka
diberikan antibiotik. Pemberian multivitamin sebagai penunjang untuk
mempercepat proses penyembuhan pasien. Kateterisasi dilakukan untuk
menghilangkan sumbatan pada urethra dan medikasi tambahan diberikan ketika
pasien memerlukan terapi tambahan (analgesik, anti-inflamasi, dan tranquilizers).
2
2. Bagaimana prosedur penanganan yang diterapkan kasus Urolithiasis
pada kucing yang diterapkan Klinik Hewan ASA Kota Kediri?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui teknik diagnosa yang diterapkan kasus Urolithiasis pada
kucing di Klinik Hewan ASA Kota Kediri
2. Mengetahui prosedur penanganan yang diterapkan kasus Urolithiasis
pada kucing yang diterapkan di Klinik Hewan ASA Kota Kediri.
1.4 Manfaat
Manfaat dari kegiatan PKL ini, yaitu:
a. Khusus
1. Mendapat pengetahuan dan wawasan tentang kasus
Urolithiasis pada kucing di Klinik Hewan ASA Kota Kediri.
2. Mendapat pengalaman kerja di lapangan tentang kasus
Urolithiasis pada kucing di Klinik Hewan ASA Kota Kediri.
3. Dapat memenuhi salah satu syarat dalam penilaian PKL untuk
menyelesaikan program Sarjana Kedokteran Hewan.
b. Umum
1. Sebagai informasi kepada khalayak umum tentang kasus
Urolithiasis pada kucing di Klinik Hewan ASA Kota Kediri.
2. Sebagai bahan berbagi ilmu pengetahuan tentang teknik
diagnosa dan penanganan kasus Urolithiasis pada kucing.
3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kucing
2.1.1 Taksonomi Kucing
Menurut Suwed dan Budiana (2006), Kucing termasuk famili Felidae,
tergolong spesies kucing besar, seperti Singa, Harimau, dan Macan. Kucing
tersebar luas di seluruh Eropa, Asia Selatan dan Asia Tengah, dan Afrika. Saat ini,
kucing merupakan salah satu hewan peliharaan terpopuler di dunia. Klasifikasi
biologi kucing kampung (Felis domestica) adalah sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Sub-filum : Vertebrata
Kelas : Mamalia
Ordo : Carnivora
Sub-ordo : Conoidea
Famili : Felidae
Sub-famili : Felinae
Genus : Felis
Spesies : Felis domestica
4
2.1.2 Karakteristik Kucing
Menurut Suwed dan Budiana (2006), secara umum, kucing memiliki
struktur tubuh yang kecil dan ramping dan disusun oleh struktur tulang yang kuat.
Struktur gigi taring yang terlihat jelas dan tajam, karena kucing tergolong hewan
karnivora. Gigi taring tersebut difungsikan untuk merobek daging mangsa.
Perkembangan evolusi famili Felidae terbagi menjadi 3, yaitu: Panthera,
Acinonyx, dan Felis (Suwed dan Budiana, 2006). Untuk ras kucing dibedakan
berdasarkan jenis rambut yang dimiliki terbagi menjadi 4, yaitu kucing short hair,
semi-longhair, long hair, dan kucing yang tidak memiliki rambut (Susanty, 2005).
5
penyangga selain bikarbonat dan akan menghasilkan pembentukan ion bikarbonat
baru yang dapat masuk ke dalam darah. Dengan demikian, membantu mengganti
ion bikarbonat yang hilang dari cairan ekstraseluler pada keadaan asidosis,
penyangga paling penting untuk mekanisme ini adalah penyangga fosfat dan
amonia (Arthur, 1997).
Produksi metabolik dari suatu zat kedalam tubuh akan diikuti oleh sekresi
urin oleh zat tersebut atau hasil dari metabolit, supaya tetap menjaga keseimbangan
komposisi darah yang relatif akan konstan. Peningkatan konsentrasi suatu zat dalam
darah akan meningkatkan suatu ekskresi dari zat tersebut, hasil metabolik melalui
urin pada kondisi hewan normal. Sistem urinasi akan mempengaruhi pH urin
mencakup proses ekskresi dan reabsorbsi oleh sistem tersebut. Pada keadaan hewan
normal, pH urin sangat bervariasi, hal tersebut dipengaruhi oleh pakan. Jika pakan
memiliki asupan protein yang tinggi, maka urin akan mengandung serat yang tinggi,
sehingga urin bersifat alkalis atau netral (Mayer and Harvey, 2003).
2.2.1 Ginjal
2.2.2 Ureter
Ginjal memiliki saluran yang sering disebut ureter, saluran tersebut terdapat
hilus, yang merupakan saluran berotot, berfungsi mengangkut urin dari ginjal
menuju ke vesica urinaria. Ureter memiliki tiga lapisan yang pembentuk, yaitu
lapisan luar fibrosa, lapisan tengah otot halus, dan lapisan dalam epitel transisional.
Saluran ini merupakan saluran lanjutan dari pelvis renalis. Lapisan otot halus pada
6
saluran ini merupakan lapisan yang fungsional, karena menggunakan gerak
peristaltik untuk proses pemindahan urin, sama pada proses kontraksi usus. Gerak
peristaltik merupakan suatu proses kontraksi gelombang otot untuk menggerakkan
isi saluran dengan menggunakan satu arah untuk memindahkan. Epitel transisional
pada lapisan dalam mengakibatkan ureter meregang ketika hendak dilewati urin,
hingga vesica urinaria (Colville, 2002).
Pada leher vesica urinaria terdapat otot halus yang bercampur dengan
banyak jaringan elastik yang memiliki fungsi sebagai otot sphincter internal (Reece,
2006). Kontraksi dan relaksasi otot sphincter internal dibawah kontrol kesadaran,
dapat membuka dan menutup seperti jalan urin menuju vesica urinaria dan pada
saat memasuki urethra (Ganong, 2001).
2.2.4 Urethra
7
menghubungkan vesica urinaria menuju ke sphincter eksternal. Pada jantan
urethra lebih panjang, saluran tersebut berjalan melalui kelenjar prostat dan dapat
berjalan sepanjang penis sebelum mencapai sphincter eksternal. Sphincter eksternal
terletak diluar vesica urinaria, yang tersusun dari otot rangka yang melingkari.
Gambar 2.2 Letak Ginjal Secara Anatomi Pada Kucing Jantan dan Betina (Ahmadnudin,
2010)
8
Fungsi ginjal secara fisiologi, meliputi filtrasi, reabsorbsi, sekresi, dan
ekskresi. Filtrasi atau penyaringan adalah proses menyaring dan membuang zat
toksik yang tidak dibutuhkan lagi oleh tubuh. Pada proses ini perbedaan tekanan
darah memaksa air dan zat yang terlarut dalam darah masuk melalui dinding kapiler
glomerular kedalam ruang kapiler. Molekul yang berukuran kecil sangat mudah
melewati membran filtrasi dan menyebabkan terjadi filtrasi, akibat ada perbedaan
tekanan hidrostatik dengan tekanan osmotik dari glomerulus ginjal (Blood and
Studdert, 2011).
Fungsi ginjal sebagai alat penyerapan atau reabsorbsi, proses perpindahan
cairan dan zat terlarut dari filtrat menyebrangi epitel tubular ke cairan peritubular,
kemudian masuk ke pembuluh darah. Beberapa zat yang diserap kembali
merupakan nutrisi yang dibutuhkan kembali oleh tubuh. Proses ini terjadi secara
difusi yang melibatkan protein sebagai pembawa atau carrier (Blood and Studdert,
2011).
Menurut Annete et. al., (2010) menyatakan, fungsi ginjal sebagai alat
membuang urine atau eksresi melalui saluran khusus yang dimulai dari nephron
hingga urethra. Selain pembuangan urine melalui saluran khusus, ginjal juga dapat
mengekresikan zat yang langsung masuk kedalam darah, namun tidak melalui
saluran khusus, zat tersebut adalah hormon. Ginjal mengsekresikan dua hormon,
yaitu Renal Eritropoietin Factor (REF) atau hormon eritrogenin yang memiliki
peran dalam proses suatu pembentukan eritrosit (eritopoesis) dan hormon renin
yang sangat penting dalam sistem kardiovaskular yang berhubungan erat dengan
tekanan darah.
2.4 Urolithiasis
2.4.1 Definisi Urolithiasis
Urolithiasis merupakan penyakit yang disebabkan urolith, kalkuli, kristal,
ataupun sedimen yang berlebihan dalam saluran urinaria. Saat urin mengalami
tingkat kejenuhan yang tinggi dan disertai dengan kelarutan garam, maka garam
tersebut mengalami presipitasi dan membentuk kristal (crystalluria). Kristal yang
tidak segera dikeluarkan, maka akan terbentuk agregat yang disebut dengan
9
kalkuli (Fossum, 2002). Urolith terbentuk karena krital-kristal dengan jumlah
yang banyak dan saling bergabung menjadi satu. Urolith terbentuk di dalam vesica
urinaria dalam berbagai bentuk karena pengaruh pakan (diet) dan genetik
(Suryandari dkk., 2012).
Menurut Osborne et. al., (2009), pada kucing ras, kristal yang sering ditemui
disusun oleh kalsium oksalat (CaOx) (monohidrat atau dihidrat) dan struvite
(magnesium ammonium fosfat hexahidrat). Sebagian kecil urolith yang
ditemukan tersusun dari purin (potassium amonium urat, asam uric dihidrat, dan
xanthine), kalsium fosfat, matriks, cystine, dan urolith silika.
10
aktifitas, penyakit ini sering ditemukan pada hewan yang kurang bergerak atau
kurang aktifitas fisik (sedentary life).
2.4.4 Patogenesa
Faktor utama yang mengatur kristalisasi mineral dan pembentukkan urolith
adalah derajat saturasi urin dengan mineral-mineral. Saturasi memberikan energi
bebas pembentukan kristalisasi. Semakin tinggi derajat saturasi, maka besar pula
kemungkinan kristalisasi dan perkembangan kristal. Keadaan oversaturasi
disebabkan oleh peningkatan ekskresi kristal oleh ginjal, reabsorpsi air oleh tubulus
renalis yang mengakibatkan perubahan konsentrasi, dan pH urin yang
mempengaruhui kristalisasi (Susilawati dkk., 2003).
Saturasi sangat ditentukan oleh produk dari konsentrasi aktif yang terlarut
dalam urin, misal kalsium dan oksalat, yang ditentukan dari konsentrasi absolut,
interaksi dengan subtansi lain didalam urin, dan efek dari pH urin, serta keseluruhan
afinitas ion dari larutan. Solute activity atau dikenal sebagai jumlah yang bebas
11
untuk bereaksi, tidak sama dengan konsentrasi dari larutan, karena ion-ion yang ada
pada masing-masing individu dapat membentuk kompleks dengan subtansi lain
yang ada di larutan. Misal, kalsium atau magnesium dapat membentuk kompleks
dengan amonium urate, sitrat, atau sulfat dan menyebabkan terbentuk kalsium
oksalat atau urolith strutive. Perkembangan pembentukan kompleks ini dapat
diprediksi berdasarkan konstanta disosiasi (know dissociation constants), sehingga
konsentrasi subtansi kompleks ditentukan, misal urolith kalsium oksalat (Galut,
2013).
Menurut Elliot (2003), derajat saturasi meningkat akan mengakibatkan
presipitasi, proses tersebut mineral dalam traktus urinari dapat dijelaskan dengan
dasar fisika-kimia dan meliputi sejumlah faktor termodinamika dan kinetik. Salah
satu pendekatan yang digunakan untuk mempertimbangkan pembentukkan urolith
meliputi dua tahap, yaitu proses pembentukan kristal dan proses agregasi.
Perkembangan kristal dipengaruhi oleh kemampuan nidus untuk tetap berada
didalam traktus urinari dan struktur fisik dari kristal. Kecepatan aktual dari
pertumbuhan urolith tergantung pada komposisi mineral dan infeksi.
Menurut Suddarth (2002), faktor tambahan yang menyulitkan adalah
pergerakan bebas dari ion-ion yang ada pada larutan. Ionic strenght ditentukan oleh
konsentrasi dan valensi ion dalam sampel urin. Kekuatan afinitas ion yang tinggi
menurunkan aktivitas individual ion. Produk aktivitas individual ion dapat
dihubungkan dengan dua nilai tipe kristal, yaitu solubility product dan formation
product, yang memprediksi proses kristalisasi apa yang cenderung terbentuk dalam
larutan. Solubility product merupakan konstanta termodinamika dan menentukan
titik dimana larutan menjadi tersaturasi dengan mineral tertentu. Formation product
sering ditentukan secara empiris dan bukanlah suatu konstanta. Larutan dengan
derajat saturasi yang lebih tinggi dari formation product akan berada dalam keadaan
tidak stabil, supersaturasi yang labil, dan menyebabkan kecendurungan kristalisasi
spontan yang homogen dengan pembentukkan kristal murni dari satu jenis mineral.
12
2.4.5 Gejala Klinis
Gejala klinis yang tampak pada pasien penderita Urolithiasis sangat
bervariasi, tergantung letak dalam struktur anatomi pada sistem urinari dan jenis
kelamin. Urolith pada saluran urinaria dapat menyebabkan rasa sakit pada ginjal
dan dapat diekspresikan sebagai rasa sakit pada bagian abdomen. Terdapat urolith
pada saluran urinaria sering mengakibatkan peradangan pada saluran urinaria,
stranguria (pengeluaran urin dengan frekuensi lambat), dysuria (kesakitan serta
kesukaran pada saat urinasi), dan anuria (tidak dapat mengeluarkan urin)
(Breitschwerdt, 1986).
Menurut Hostuler (2005), urolith yang berada dalam ureter dapat
menyebabkan kolik. Kolik ini menyerang pasien secara tiba-tiba tanpa didahului
gejala awal. Pasien akan bergerak-gerak dan memutar badan sedemikian rupa untuk
mendapatkan posisi yang senyaman mungkin untuk mengurangi rasa nyeri. Saat
penyumbatan berlangsung lama, akan terlihat tanda-tanda despresi, anoreksia, dan
diikuti tanda-tanda uremia, seperti muntah-muntah. Pada area postrema sangat
sensitif dengan zat kimia di dalam darah (dalam hal ini adalah urea), sehingga dapat
langsung merangsang Chemoreceptor Tiger Zone (CTZ) di dalam sistem syaraf
pusat untuk mengirim stimulasi ke pusat muntah.
13
Rizzy (2014) menyatakan, tes laboratorium sangat berguna dalam membuat
diagnosa klinis pada Urolithiasis, seperti pemeriksaan urin dan darah. Urinalisis
lengkap terdiri dari pemeriksaan fisik dan evaluasi kimia urin setra pemeriksaan
sedimen. Evaluasi sedimen urin adalah bagian terpenting dari urinalisis lengkap.
Pemeriksaan sedimen urin dengan mikroskop kualitas yang baik adalah suatu
keharusan. Mikroskop harus memiliki kualitas yang baik dengan pembesaran (10x
dan 40x) bertujuan untuk memeriksa sedimen urin.
Pada pemeriksaan urin, sering ditemukan kandungan asam urin dan protein
yang berlebihan dan kenaikkan pH urin akibat perombakan urea menjadi ammonia.
Range normal pH urin kucing maupun anjing yaitu, 6-7,5 (Widmer et. al., 2004).
Menurut Rizzy (2014), pada pasien yang menderita penyakit, maka pH urin menjadi
asam, saat pH urin berubah menjadi asam merupakan tanda terdapat abnormalitas
yang terjadi karena ginjal mengimbangi efek perubahan pH di dalam tubuh.
Peningkatan pH pada urin (urin basa) dapat menyebabkan infeksi saluran urinaria
dengan bakteri memproduksi enzim urease (dapat mengubah urea menjadi
amoniak). Positif palsu pada pemeriksaan pH urin terjadi ketika sampel tidak
diperiksa dengan segera, contoh carbon dioxide, normal terdapat pada urin.
Pada pemeriksaan darah ditemukan urea dan keratinin dalam jumlah yang
banyak. Pemeriksaan bakteri juga termasuk dalam tes laboratorium, karena infeksi
bakteri dapat menginduksi urolith yang terdapat pada vesica urinaria (Annete et.
al., 2010).
14
2.4.6.1.1 Kalsium Oksalat
Kalsium oksalat merupakan jenis urolith yang paling umum ditemukan pada
kucing berdasarkan perhitungan analisa kuantitatif laboratorium (Osborne et. al.,
2009). Kalsium oksalat terbentuk dalam keadaan suasana urin yang asam sampai
dengan netral. Kalsium oksalat sering terbentuk pada kondisi hewan hiperkalsemia
(Dyce et. al., 2002).
Diet disolusi untuk struvite membuat kondisi urin menjadi asam yang
digunakan untuk meningkatan kelarutan kristal struvite didalam urin. Asiduria ini
menaikkan mobilisasi karbonat dan fosfat dari tulang untuk menyeimbangkan ion
hidrogen (H+). Mobilisasi kalsium dari tulang secara bersamaan akan
mengakibatkan hiperkalsiuria dan memicu kalsium oksalat terbentuk (Elliot, 2003).
Kejadian kalsium oksalat pada kucing ras diketahui mencapai 50-70% dari angka
kejadian Urolithiasis (Osborne et. al., 2009).
2.4.6.1.2 Struvite
Struvite atau sering disebut magnesium ammonium fosfat heksahidrat
dengan komposisi kimia MgNH4PO6H2O. Kristal struvite terbentuk dari
magnesium, ammonium, dan fosfat. Beberapa faktor yang mempengaruhi kristal
struvite adalah pH urin dan konsumsi air yang rendah (Hostuler et. al., 2005).
Infeksi bakteri pada saluran urinasi diketahui juga dapat meningkatakan
pembentukan kristal struvite. Bakteri yang menyebabkan infeksi ini adalah
golongan pemecah urea (urea splitter), antara lain Proteus spp., Klebsiella sp.,
Serratia sp., Enterobacter sp., Pseudomonas sp., dan Staphylococcus sp.. Bakteri
tersebut yang dapat menghasilkan enzim urase dan mengubah urine menjadi basa
melalui hidrolisis urea menjadi amoniak. Pada suasana basa, memudahkan garam-
garam magnesium, amonium, fosfat, dan kabonat membentuk urolith Magnesium
Amonium Phosphat (MAP) dan karbonat apatit (Rizzy, 2014).
Amonium urat adalah senyawa organik yang terdiri dari karbon, nitrogen,
oksigen, dan hidrogen dengan rumus C5H4N4O3. Amonium urat merupakan akhir
dari katabolisme urin. Amonium urat meliputi 5-10% dari seluruh urolith saluran
15
kemih, banyak dialami oleh penderita gout, penyakit mieloproliferatif, pasien
dengan obat sitostatika, dan urikosurik (sulfinpirazone, thiazide, salisilat).
Obesitas, alkoholik, dan diet tinggi protein memiliki peluang besar untuk
mengalami penyakit ini. Faktor yang memperngaruhi amonium urat terbentuk,
antara lain pH urin terlalu asam (pH kurang dari 6, volume urine kurang dari 2
liter/hari atau dehidrasi) dan hiperurikosuria (Rizzy, 2014).
2.4.6.1.4 Cystine
Menurut Rizzy (2014), cystine merupakan salah satu asam amino yang tidak
terlarut dalam air dan memiliki rumus kimia (SCH2CNNH2COOH)2. Cystine
terbentuk dalam urin dengan pH asam sampai dengan pH netral. Cystine terbentuk
karena ada peningkatan ekskresi cystine dalam urin. Pembentukan cystine terkait
dengan cystinuria dari efek kongenital turunan pada tubulus proksimal ginjal yang
tidak mampu mereabsorbsi asam amino tertentu, seperti cystine dan asam amino
lain, antara lain omitin, lisin, dan arginin. Tidak ada predisposisi cystine pada ras
kucing tertentu maupun jenis kelamin.
16
Gambar 2.5 Krital dan Urolith Kalsium Oksalat (Little, 2008).
17
mengalami urolith kalsium oksalat, dapat diberikan diet yang mengandung
pottasium sitrat. Hal tersebut dapat membantu meningkatan kondisi saluran urinaria
dan mengurangi kekambuhan Urolithiasis.
c. Pemberian obat, yaitu 1). antibiotik amoxcylin mengindikasi untuk
mengobati infeksi bakteri saluran urinaria, memiliki daya absorbsi cepat dan efektif
terhadap organisme gram postif maupun gram negatif. Pemberian selama 5-7 hari,
aktivitas bakterisidal terjadi dalam 45-90 menit setelah pemberian; 2). antibiotik
enfrofloksasin digunakan untuk hewan dengan indikasi mengobati infeksi bakteri
pada saluran pernafasan, pencernaan, saluaran urinaria, septicaemia, arthritis, foot
root, dan infeksi sekunder viral. Enfrofloksasin digunakan sebagai antibiotik
berspektrum luas yang dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme yang
dapat memperparah kondisi kesehatan pasien Urolithiasis. Penggunaan
enfrofloksasin dilakukan ketika pasien sudah mengalami resistensi antibiotik lain.
Dosis yang diberikan untuk kucing adalah 10 mg/kgBB dengan waktu paruh 24
jam; 3). suplemen penambah darah, suplemen ini mengandung zat besi yang
diperlukan dalam sintesis hemoglobin yang merupakan penyusun dari eritrosit,
sehingga pemberian suplemen penambah darah akan membantu mempercepat
proses eritropoesis. Suplemen penambah darah yang digunakan mengandung
natrium kakodilat, besi (III) amonium sitrat, metionin, histidin, tritopan, dan
vitamin B12; 4). diphenhydramine, merupakan antihistamin H1-antagonis reseptor
yang sering digunakan untuk obat anti alergi, anti inflamasi, antiemetik, sedatif,
anastesi lokal, dan efek hipnotik. Pasien dengan kasus Urolithiasis memiliki gejala
peningkatan tubuh karena proses inflamasi dalam saluran urinaria. Dosis yang
diberikan pada kucing adalah 20 mg/kgBB; 5). prednison diberikan sebanyak 2,5
mg/ekor dua kali sehari khusus pada pasien dengan keluhan hematuria. Tujuan
pemberian prednison adalah meningkatkan eritropoiesis serta anti-inflamasi.
d. Kateterisasi, dimasukkan kateter melalui urethra ke dalam vesica urinaria
untuk dapat mengeluarkan urin, hal tersebut bertujuan untuk mengatasi distensi
vesica urinaria dan mengosongkan vesica urinaria. Berikut merupakan langkah-
langkah katerisasi (Widodo et al., 2012), 1). sebelum dipasang kateter, kucing
dianastesi terlebih dahulu; 2). menunggu efek dari sedasi dilakukan pencukuran
18
rambut pada bagian testis dan penis agar rambut tidak menganggu proses
kateterisasi; 3). ukuran kateter yang dapat digunakan pada kucing jantan 3 ½ Fr.
Terdapat 3 macam kateter urin, yaitu flexibel rubber feeding tube, kateter open-
ended polypropylene, dan closed-ended polypropylene; 4). setelah mulai
mengalami efek sedasi, kateter diberi pelumas untuk memudahkan kateter masuk
dan meminimalkan iritasi; 5). mulai dilakukan pemasangan kateter pada penis
kucing dengan cara menguakkan ujung penis agar terlihat penis dan memudahkan
kateter masuk kedalam vesica urinaria; 6). dilakukan fikssi pada penis tegak lurus
dan setelah terasa sudah tidak dapat masuk, tarik penis dan sejajarkan dengan posisi
tubuh agar kateter masuk penuh kedalam vesica urinaria.
e. Tindakan Operatif
1. Urethrotomy
Urethrotomy dilakukan jika urolith maupun kristal gagal dikeluarkan dari
vesica urinaria dengan menggunakan kateter. Operasi ini dilakukan pada hewan
kucing jantan dengan cara menguakkan preputium ke arah caudal terlebih dahulu
sebelum dilakukan sayatan pada penis bagian ventral. Jika letak urolith atau kristal
telah diketahui, kemudian dilakukan sayatan pada urethra dan urolith atau kristal
tersebut dikeluarkan. Kateter dimasukkan sampai ke dalam vesica urinaria dan
sayatan dijahit.
2. Cystotomy
Operasi ini dilakukan dengan cara membuka abdomen pada bagian ventral
kemudian membuka vesica urinaria. Urolith maupun kristal diambil dari dalam
vesica urinaria tersebut, setelah diambil dijahit kembali. Setelah dilakukan operasi,
kateter masih perlu dipasang selama 4-5 hari, yang berfungsi untuk mencegah
kemungkinan penyumbatan oleh bekuan darah. Untuk pemberian obat antibiotik
parental atau per-oral perlu diberikan selama kurang lebih 6 hari. Pemasangan
Elizabeth collar sangat membantu untuk mencegah supaya tidak dapat dicabut atau
dijangkau oleh kucing
Tindakan penanganan ini memiliki tingkat keberhasilan yang tinggi, kurang
lebih 90%, jika fungsi kedua ginjal masih dalam keadaan yang baik. Jika terpaksa
harus melakukan cystotomy dan urethrotomy, maka yang didahulukan urethrotomy.
19
Setelah kateter masuk kedalam vesica urinaria, maka baru dapat dilakukan
cystotomy.
20
BAB 3 METODE KEGIATAN
21
Tabel 3.1 Jadwal Kegiatan Praktek Kerja Lapang
22
BAB 4 PELAKSANAAN KEGIATAN
23
a. Enukleasi bola mata
anjing
b. Sterilisasi
c. Iintoksikasi.
6 Sabtu 15 Juli 1. Membantu grooming. drh. Pujiono,
2017 2. Membantu pemeriksaan: drh. Silvi, dan
a. Scabies paramedis
b. Intoksikasi
c. Vaksin
7. Minggu 16 Juli 1. Membantu grooming. drh. Pujiono,
2017 2. Membantu pemeriksaan. drh. Silvi, dan
paramedis
8. Senin 17 Juli 1. Membantu grooming. drh. Pujiono,
2017 2. Membantu pemeriksaan. drh. Silvi, dan
paramedis
9. Selasa 18 Juli 1. Membantu grooming. drh. Pujiono,
2017 2. Membantu pemeriksaan: drh. Silvi, dan
a. Kucing tersedak tulang paramedis
b. Luka punggung
c. Pincang kaki depan
3. Membantu opname.
10 Rabu 19 Juli 1. Membantu grooming. drh. Pujiono,
2017 2. Membantu pemeriksaan. drh. Silvi, dan
3. Membantu operasi: paramedis
a. Othemathoma
11. Kamis 20 Juli 1. Membantu grooming. drh. Pujiono,
2017 2. Membantu pemeriksaan. drh. Silvi, dan
paramedis
12. Jum’at 21 Juli 1. Membantu grooming. drh. Pujiono,
2017 2. Membantu pemeriksaan: drh. Silvi, dan
a. Scabies paramedis
b. Tidak bisa urinasi
c. Stomatitis
d. Vaksin
13 Sabtu 22 Juli 1. Membantu grooming. drh. Pujiono,
2017 2. Membantu pemeriksaan. drh. Silvi, dan
3. Membantu operasi: paramedis
a. Kastrasi kucing
14. Minggu 23 Juli 1. Membantu grooming. drh. Pujiono,
2017 2. Membantu pemeriksaan. drh. Silvi, dan
paramedis
15. Senin 24 Juli 1. Membantu grooming. drh. Pujiono,
2017 2. Membantu pemeriksaan: drh. Silvi, dan
a. Mastitis pada kucing paramedis
b. Vaginitis
24
16. Selasa 25 Juli 1. Membantu grooming. drh. Pujiono,
2017 2. Membantu pemeriksaan: drh. Silvi, dan
a. Kucing partus paramedis
b. Mata ada benjolan
17 Rabu 26 Juli 1. Membantu grooming. drh. Pujiono,
2017 2. Membantu pemeriksaan: drh. Silvi, dan
a. Intoksikasi paramedis
b. Kucing leher terjepit
c. Pemacakan
3. Membantu operasi:
a. Enukleasi bulbi ayam
4. Membantu opname.
18. Kamis 27 Juli 1. Membantu grooming. drh. Pujiono,
2017 2. Membantu pemeriksaan. drh. Silvi, dan
3. Membantu opname. paramedis
19. Jum’at 28 Juli 1. Membantu grooming. drh. Pujiono,
2017 2. Membantu pemeriksaan. drh. Silvi, dan
3. Membantu opname. paramedis
20. Sabtu 29 Juli 1. Membantu grooming. drh. Pujiono,
2017 2. Membantu pemeriksaan. drh. Silvi, dan
3. Membantu opname. paramedis
21. Minggu 30 Juli 1. Membantu grooming. drh. Pujiono,
2017 2. Membantu pemeriksaan. drh. Silvi, dan
3. Membantu opname. paramedis
22. Senin 31 Juli 1. Membantu grooming. drh. Pujiono,
2017 2. Membantu pemeriksaan: drh. Silvi, dan
a. Kucing leher bengkak paramedis
b. Sterilisasi
c. Anuria
3. Membantu opname.
23. Selasa 01 1. Membantu grooming. drh. Pujiono,
Agustus 2. Membantu pemeriksaan. drh. Silvi, dan
2017 3. Membantu opname. paramedis
24. Rabu 02 1. Membantu grooming. drh. Pujiono,
Agustus 2. Membantu pemeriksaan. drh. Silvi, dan
2017 3. Membantu opname. paramedis
25. Kamis 03 1. Membantu grooming. drh. Pujiono,
Agustus 2. Membantu pemeriksaan: drh. Silvi, dan
2017 a. Kucing kaki bernanah paramedis
b. Kucing Vaginitis
c. Vaksin.
3. Membantu opname.
26. Jum’at 04 1. Membantu grooming. drh. Pujiono,
Agustus 2. Membantu pemeriksaan. drh. Silvi, dan
2017 3. Membantu opname. paramedis
25
27. Sabtu 05 1. Membantu grooming. drh. Pujiono,
Agustus 2. Membantu pemeriksaan. drh. Silvi, dan
2017 3. Membantu opname. paramedis
28. Minggu 06 1. Membantu grooming. drh. Pujiono,
Agustus 2. Membantu pemeriksaan: drh. Silvi, dan
2017 a. Glogok pada ayam paramedis
b. Anuria
3. Membantu opname.
29. Senin 07 1. Membantu grooming. drh. Pujiono,
Agustus 2. Membantu pemeriksaan. drh. Silvi, dan
2017 3. Membantu opname. paramedis
30. Selasa 08 1. Membantu grooming. drh. Pujiono,
Agustus 2. Membantu pemeriksaan. drh. Silvi, dan
2017 3. Membantu opname. paramedis
31. Rabu 09 1. Membantu grooming. drh. Pujiono,
Agustus 2. Membantu pemeriksaan. drh. Silvi, dan
2017 a. IB kambing. paramedis
b. Memeriksa sapi
3. Membantu opname.
32. Kamis 10 1. Pelepasan mahasiswa drh. Pujiono,
Agustus PKL. drh. Silvi, dan
2017 paramedis
26
BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN
Klinik Hewan ASA Kota Kediri merupakan salah satu klinik hewan terbaik
di daerah Kediri. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan banyak pemilik yang
mempercayai Klinik Hewan ASA sebagai tempat berobat bagi hewan mereka.
Hingga sampai saat ini, data yang diperoleh tidak kurang dari 2000, bahkan 4000
lebih pasien datang ke Klinik Hewan ASA untuk berbagai jenis keperluan baik
berobat, operasi, maupun tindakan lain. Pada klinik ini, menerapkan Standart
Operational Procedure (SOP) dalam setiap menangani pasien dari datang hingga
meninggalkan klinik yang bertujuan untuk menjaga kualitas, pelayanan, dan
eksistensi. Pemilik yang masuk akan mengisi formulir terlebih dahulu yang
berisikan nama hewan, jenis kelamin, ras, nama pemilik, nomor telepon, dan alamat
pemilik. Data tersebut dipergunakan sebagai identitas dari pasien dan sebagai
rekam medik klinik, sehingga pasien yang masuk dengan keluhan penyakit dapat
tercatat dengan baik dan sebagai arsip klinik, serta sebagai informasi kepada rekan
sejawat dokter hewan. Klinik Hewan ASA menerima pasien dengan berbagai
keluhan, baik pasien dengan penderita penyakit infeksius maupun non-infeksius
27
dengan ruangan yang disendirikan jika pasien harus dirawat inap. Di klinik ini, juga
menerima pasien yang berkaitan dengan berbagai tindakan operasi, yaitu kastrasi,
ovariohysterectomi, prolaps ani, clamdia, enukleasi bulbi, enukleasi bola mata
othemathoma, dan lain-lain. Berikut beberapa fasilitas yang dimiliki Klinik Hewan
ASA:
28
g. Mini Petshop
Tempat ini menjual berbagai macam kebutuhan, yaitu berbagai pakan untuk
kucing, aksesoris, shampoo hewan, gunting kuku, dan berbagai macam
obat-obatan untuk kesehatan hewan dijual di sini, seperti B-SANPLEX,
VERM-O, dan lain-lain. Adapun denah Klinik Hewan ASA seperti yang
ada dibawah ini:
Gambar 5.1 Denah Klinik Hewan ASA (Dokumentasi Klinik Hewan ASA)
Keterangan
29
5.2 Kasus Urolithitasis pada Kucing yang Ditemukan di Klinik Hewan ASA
A. Kucing Bobi, jenis kelamin jantan, umur 2 tahun, berat badan 4,3 kg, dengan
keluhan anuria. Pada pemeriksaan suhu didapatkan suhu tubuh 38,90C.
Diberikan tindakan kateterisasi dan flushing karena terdapat distensi vesica
urinaria. Diberikan antibiotik oxytetracyclene dengan dosis 5-10 mg/kg/bb
yang diberikan sampai 0,4 ml intramuscular. Saran yang dapat diberikan
kepada pemilik, kucing Bobi diberikan pakan urinari.
B. Kucing Dino, jenis kelamin jantan, berat badan 4 kg, suhu tubuh 36,70C.
Keluhan pasien kucing Dino, yaitu anuria dan muntah. Pasien Dino,
dianjurkan dokter untuk rawat inap, guna memastikan pasien dalam keadaan
yang baik karena suhu tubuh yang rendah. Rawat inap berlangsung selama 8
hari. Tindakan yang diberikan, antara lain terapi cairan, kateterisasi, dan
flushing. Tindakan kateterisasi dilakukan jika pasien tidak dapat urinasi dan
distensi vesica urinaria. Jika vesica urinaria dipencet sudah dapat
mengeluarkan urin dari penis, maka tidak diperlukan tindakan kateterisasi.
Terapi yang diberikan, yaitu pemberian antibiotik oxytetracyclene dengan
dosis 5-10 mg/kg/bb yang diberikan sampai 0,4 ml secara intramuscular
diberikan sehari 2 kali, vitamin B-Kompleks, transfer factor (TF) dengan
komposisi protein susu dan kuning telur, Ringer Laktat, pakan urinari.
C. Kucing Elo, jenis kelamin jantan, berat badan 3,7 kg, temperatur tubuh
39,70C, dengan keluhan anuria. Diberikan tindakan pemencetan vesica
urinaria dan kateterisasi karena terdapat distensi vesica urinaria. Terapi obat
yang diberikan, yaitu antibiotik oxytetracyclene dengan dosis 5-10 mg/kg/bb
30
yang diberikan sampai 0,3 ml, serta diberikan obat dengan satu sediaan yang
mengandung metampiron, pirampidon, dan lidocain dengan dosis 1-2ml/ekor
secara intramuscular. Metampiron dan paramidon merupakan golongan
pirazolon yang memiliki efek yang kuat sebagai antipiretik, analgesik, dan
antiinflamasi. Diberikan saran untuk kucing Elo agar diberikan pakan basah
(wet food) dan pakan urinari.
D. Kucing Velo, jenis kelamin jantan, berat badan 3 kg. Keluhan pasien kucing
Velo, antara lain lemas, tidak nafsu makan, dan anuria. Diberikan tindakan
kateterisasi karena terdapat distensi vesica urinaria. Diberikan antibiotik
oxytetracyclene dengan dosis 5-10 mg/kg/bb yang diberikan sampai 0,3 ml
dan vitamin B-Kompleks intramuscular.
E. Kucing Sarah, jenis kelamin jantan, berat badan 3 kg, umur 2 tahun 3 bulan,
temperatur tubuh 38,50C. Keluhan pasien kucing Sarah, antara lain lemas,
tidak nafsu makan, hematuria, dan anuria. Diberikan tindakan kateterisasi dan
flushing karena terdapat distensi vesica urinaria. . Diberikan antibiotik
oxytetracyclene dengan dosis 5-10 mg/kg/bb yang diberikan sampai 0,3 ml
dan vitamin B-Kompleks dengan dosis 0,25-0,5 kg/ekor secara
intramuscular.
Data yang diambil untuk hasil laporan PKL yaitu kucing Sarah karena
memiliki data yang lengkap. Menurut anamnesa dari pemilik, pasien mengalami
lemas, tidak nafsu makan, dan suhu tubuh meningkat, anuria, hematuria. Gejala
yang ditampakkan berlangsung selama empat hari. Menurut anamnesa dari
beberapa pemilik, kebanyakan pasien Urolithiasis disebabkan oleh pakan cat dry
food.
31
memudahkan terbentuk batu atau kristal dalam urin, sehingga menyebabkan
Urolithiasis. Urolithiasis rentan menyerang kucing pada umur 1 – 7 tahun, dengan
penyebab lain kasus Urolithiasis, yaitu asupan air yang rendah, umur, jenis
kelamin, kastrasi yang dilakukan pada masa sebelum pubertas, kelainan herediter
yang resesif, dan kelainan genetik.
Pasien Urolithiasis yang datang ke Klinik Hewan ASA Kota Kediri, dengan
gejala hematuria, kondisi tubuh lemas, dehidrasi, ketika palpasi pada daerah vesica
urinaria akan terasa membesar dan mengeras atau terasa penuh, serta hewan akan
merasa kesakitan jika dipalpasi daerah tersebut, penurunan berat badan, tempramen
terlihat pendiam, urin keluar secara menetes, kucing menjilat area genetalia, pada
saat urinasi akan merejan, gelisah, depresi, dan anemia. Gejala klinis yang
ditampakkan pada pasien Urolithiasis bervariasi dan tergantung pada tempat letak
dalam struktur anatomi, sistim urinaria, dan jenis kelamin (Colville, 2012).
Menurut Purnomo (2011), batu yang terdapat pada saluran urinaria dapat
menyebabkan hematuria, stranguria, pollakiuria, dysuria, dan anuria. Stranguria
merupakan keadaan susah urinasi dan disertai kejang otot pinggang. Disuria
merupakan keadaan nyeri atau sakit pada saat urinasi. Pollakisuria, keadaan pada
saat urinasi mengeluarkan urin sedikit-sedikit dan sering. Hematuria merupakan
keadaan urin bercampur darah. Anuria adalah ketidakmampuan untuk melakukan
urinasi karena tidak dapat menghasilkan urin atau terdapat obstruksi pada urethra.
Batu yang terdapat pada ureter dapat menyebabkan kolik yang disertai dengan
penurunan tekanan darah. Ketika obstruksi telah berlangsung dalam kurun waktu
yang lama, akan terlihat tanda-tanda depresi, lesu, anoreksia, dan diikuti oleh tanda-
tanda uremia, yaitu muntah. Uremia merupakan keadaan toksik yang disebabkan
32
dari gagal ginjal. Sindrom uremia adalah suatu kumpulan gejala yang muncul akibat
penurunan filtrasi glomerulus, reabsorpsi tubuler, dan ekskresi.
Setelah dilakukan anamesa dan pemeriksaan fisik dari pasien, dari hasil
tersebut menunjukkan pasien mengarah ke penyakit Urolithiasis, kemudian
dilakukan pemeriksaan penunjang lain yang bertujuan untuk menegakkan diagnosa
lebih lanjut. Pemeriksaan lanjutan dilakukan dengan pemeriksaan urin pasien
secara makroskopis. Sampel urin diamati secara makroskopis, meliputi bau, warna,
kekeruhan urin, dan jika saluran urinaria mengeluarkan sesuatu, dapat dirasakan
dengan tangan, yaitu eksudat, pasir, dan lain-lain. Sampel urin diamati secara
langsung dengan melihat warna yang terlihat kuning kemerahan, bau yang khas,
urin terlihat sangat keruh dengan ditandai hematuria, terdapat gumpalan pasir yang
keluar dari urethra, dan ketika proses pengeluaran urin yang terasa seperti pasir
ketika diraba menggunakan jari tangan. Diketahui pemeriksaan fisik urin,
didapatkan bau yang khas atau amoniak, hal ini disebabkan jarena pemecahan
ureum dan kadar eritrosit yang terdapat pada urin (Little, 2008). Untuk urin yang
keruh, hal ini kemungkinan disebabkan oleh fosfat amorf dan karbonat dalam
jumlah yang besar, juga dapat disebabkan oleh leukosit, eritrosit, sel-sel, benda-
benda koloid, dan lemak (Palmer dam Kennedy, 2007).
33
dilakukan dengan cara menyedot langsung urin melalui kateter dengan
menggunakan disposible syringe sebanyak 10 ml.
(A) (B)
Gambar 5.2 (A) Hasil Pemeriksaan Mikroskopis Sampel Urin Pasien Urolithiasis Kucing
Sarah dengan mikroskop cahaya pembesaran 100x (Tanda panah
menunjukkan terdapat eritrosit pada pemeriksaan sedimentasi urin)
(B) Sampel Urin (Hematuria, urin berwarna merah)
(Dokumentasi pribadi, 2017)
34
tersebut, sehingga sampel dikirim ke laboratorium di Sidoarjo. Pengambilan darah
pasien melalui vena femoralis, yang diletakkan pada 2 tabung, yaitu tabung
vacutainer EDTA dan tabung vacutainer non zat addiktif, masing-masing 3 ml.
Pada tabung vacutainer EDTA, digunakan untuk pemeriksaan darah lengkap.
Penggunaan tabung vacutainer EDTA dimaksudkan supaya tidak terjadi
pengumpalan sampel darah pasien. Penggunaan tabung vacutainer non zat additive
digunakan untuk pemeriksaan kimia darah. Sampel darah yang telah diambil
dimasukkan kedalam tabung vacutainer dan dikocok perlahan membentuk angka
delapan. Setelah dilakukan koleksi darah, darah kemudian dimasukkan kedalam ice
box guna untuk menjaga kestabilan pada suhu range 2-80C supaya serum tidak
terjadi kerusakan, karena sampel dikirim di laboratorium Sidoarjo yang
membutuhkan waktu tempuh minimal 3 jam perjalanan, sehingga sampel tetap
diakui. Pemeriksaan kimia darah, meliputi penghitungan Blood Urea Nitrogen
(BUN) dan keratinin. Pemeriksaan darah lengkap, meliputi hemoglobin,
hematokrit, eritrosit, trombosit, Mean Corpuscular Hemoglobin (MCH), Mean
Corpuscular Volume (MCV), Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration
(MCHC), eosinofil, basofil, neutrofil, limfosit, dan monosit.
Tabel 5.3. Hasil Pemeriksaan Darah Lengkap dan Kimia Darah Kucing Sarah
Nilai
Nama Pemeriksaan Hasil Satuan Ket
Rujukan
Darah Lengkap
WBC 7,27 4.9–16.9 103/Μl
LYM# 6,68 0.8-7 103/Μl
MID# 0,55 0-1.9 103/Μl
GRA# 0,04 2.1-15 103/Μl Low
LYM% 91,42 12-45 % High
MID% 7,59 2-9 %
GRA% 0,99 35-85 % Low
RBC 4,46 5.8–8.5 106/Μl Low
HGB 7,6 14.0–19.1 g/Dl Low
MCHC 30,47 33.0–36.0 g/Dl Low
MCH 17,04 19.1–26.2 Pg Low
MCV 55,93 60.0–75.0 Fl Low
HCT 24,94 40.0–56.0 % Low
PLT 258 181–525 103/Μl
LEUKOSIT +
35
NITRIT -
UROBILINOGEN 0,2
PROTEIN -
Ph 6,5
BLOOD +++
SPECIFIC GRAVITY 1.015
KETON -
BILIRUBIN -
GLUCOSE -
Kimia Darah
Urea N (BUN) 118 8–30 mg/Dl High
Kreatinin 4,48 0.6–2.0 mg/Dl High
36
dengan ukuran eritrosit yang lebih kecil dari normal dan mengandung konsentrasi
hemoglobin yang kurang dari normal (Koss, 1998).
37
urinaria dengan cara menyedot keluar urin dengan menggunakan disposible
syringe steril dan bersih. Urin yang didapat dari penyedotan dapat digunakan
sebagai sampel guna pemeriksaan lanjutan. Setelah itu, pembilasan dan
pembersihan vesica urinaria dengan cara flushing, menggunakan NaCl Fisiologis
dilakukan beberapa kali sampai NaCl Fisiologis yang disedot dari vesica urinaria
menjadi jernih. Tindakan flushing merupakan suatu teknik guna untuk
menyuntikkan dan mengeluarkan darah beserta batu kristal dari vesica urinaria.
Klinik Hewan ASA menggunakan kateter re-use open-ended polypropylene,
sehingga tidak memerlukan penjahitan, kateter dilepas setelah tidak ada distensi
vesica urinaria. Pasien kucing Sarah yang menderita Urolithiasis disertai sindrom
uremia, meliputi depresi, tidak nafsu makan dan dehidrasi, oleh sebab itu
pemasangan infus secara intravena diperlukan dengan tujuan untuk menggantikan
cairan tubuh dan menstabilkan pH cairan tubuh (Purnomo, 2011).
Saran yang diberikan kepada pemilik, sebaiknya pakan diganti dengan pakan
basah, namun lebih baik lagi diberikan diet pakan urinari. Selain itu, perlu
pemberian minum yang lebih dari normal, dimana kebutuhan normal minum untuk
kucing perhari 5-10 ons dengan rata-rata 60 ml/Kg/hari, diberikan minum lebih dari
normal bertujuan agar urolith yang berusaha diluruhkan atau dihancurkan oleh
reaksi obat dapat luruh keluar bersama urin. Jika hewan susah untuk minum, dapat
diberikan dengan menggunakan disposible syringe berisi air yang dituang kedalam
mulut kucing (Baldwin, 2006). Secara umum, tindakan yang dilakukan, yaitu
menghindari dehidrasi dengan asupan minum yang cukup, diet pakan urinari untuk
mengurangi kadar zat komponen pembentuk kristal, dan aktivitas harian seperti
excercise (Lulich et al., 2007).
Pemberian pakan pada (Tabel 5.4) sesuai dengan kandungan atau komposisi
dan pemberian sesuai berat badan kucing yang diberikan dalam waktu 2-3 minggu
yang disesuaikan dengan keadaan pH urin. Hal tersebut bertujuan untuk membantu
dan mendukung kesehatan saluran urinaria kucing, meningkatkan kondisi saluran
38
urinaria tanpa mengambil tindakan operasi, dan mengurangi kekambuhan
Urolithiasis.
39
Pemberian jumlah pakan di Klinik Hewan ASA selama 2-3 minggu ini sangat
diperlukan, hal ini digunakan untuk menjaga kesehatan pada kucing yang
mengalami Urolithiasis serta menjaga berat badan agar tidak obesitas atau muncul
penyakit lain (Lulich et al., 2007).
5.5.1 Oxytetracyclene
40
hydroclorida), vitamin B2 (riboflavin natrium phosphate), vitamin B6 (piridoksin
hydroclorida), vitamin B12 (sianokobalamin), D-pantenol, nikotiamid, kolin
clorida, dan biotin. Indikasi vitamin B-komplek adalah untuk mencegah dan
mengobati defisiensi vitamin B, mencegah stres, dan penambah nafsu makan.
Vitamin B-Komplek diberikan subcutan atau intramuscular.
41
BAB 6 PENUTUP
6.1 KESIMPULAN
1. Teknik diagnosa dan penanganan Urolithiasis pada pasien di Klinik Hewan ASA
didasarkan pada hasil anamesa dan gejala yang tampak pada pasien. Untuk
penegakan dianosa, maka dilakukan pemeriksaan lain, meliputi pemeriksaan
makroskopik dan mikroskopik sampel urin, pemeriksaan darah lengkap, dan
pemeriksaan kimia darah. Penanganan Urolithiasis pada kucing secara umum
terdiri dari beberapa tindakan, yaitu kateterisasi, flushing, pemberian infus, dan
diet pakan urinari.
2. Berdasarkan anamnesa pemilik, kucing Sarah diberikan pakan dry cat food,
dipelihara secara dikandangkan, dan terkadang dilepas disekitar rumah.
Dilakukan tindakan kateter dan flushing karena terdapat distensi vesica urinaria
guna membantu urinasi pasien. Kemudian diberikan pengobatan dan diet pakan
urinari.
6.2 SARAN
3. Mengingat pasien yang berdatangan sangat banyak supaya efektif dan efesien
waktu dalam menjaga kesehatan hewan, makan diperlukan penambahan dokter
hewan dan sumber daya manusia atau paramedis.
42
DAFTAR PUSTAKA
Aiello, E.T. 2000. The Merck Veterinary Manual Eight Edition. USA: Merck &
CO, Inc. White House Station.
Annete, L. R., Gerald V. L., P,S Schiffman and D. L. Johnson, 2010. Utrastructure
of Selected Strutive-Containing Urinary Calculi from Dog. American
Journal of Veterinary Research. 57 p : 1274 – 1287.
Arthur, C. G., J. E., Hall, M.D. 1997. Fisiologi Kedokteran. EGC. Edisi 9. 481-483,
490-499.
Baldwin, K. 2006. Fluid Theraphy for the companion animal. Atlantic Coast
Veteriner Conference (ACVC). <http://www.vin.com>. Tanggal akses
[30 Agustus 2017].
Buffington, C. A., J. L., Westropp, D. J., Chew, and R. R. Bolus. 2006. Risk Factors
Associated With Clinical Signs of Lower Urinary Tract Disease in Indoor-
House Cats. J AM Vet Assoc 228;722-725.
43
Bushinsky, D. A., W,R Parker, and J. R. Asplin. 2000. Calcium Phosphate
Supersaturation Regulate Stone Formation In Genetic Hypercalciuric
Stone-Forming Rats. Kidney Int 59: 551-562.
Colville, J. 2012. The Urinary System. Di dalam: Colville T dan Bassert JM, Editor.
Clinical Anatomy and Physiology for Veterinary Technicians. USA:
MOSBY. Hlm. 3014-317.
Dyce, K. M., W,O Sack, and C.J.G. Wensing. 2002. Textbook of Veterinary
Anatomy. Edisi k-3. USA: Saunders Company. Hlm. 175-433.
Forrester, S.D., J.M. Krunger and T.A. Allen. 2010. Feline Lower Urinary Tract
Disease. Small Animal Clinical Nutrition (5);925-976.
Fossum, T. W. 2002. Small Animal Surgery. 2nd ed. Mosby ST, London.
Hostuler, R. A., D. J. Chew and S. P. Bartola. 2005. Recent concepts in the feline
lower urinary tract disease. Veterinary Clinics of North America: Small
Animal Practice, 35, 147-170.
44
Leib, M.E. and W.E. Monroe. 1997. Textbook of Practical Small Animal Internal
Medicine, WB Saunders. Philadelphia.
Little, S. 2008. Blood and Urine Test for CATS. The Winn Feline Foundation.
Merck, 2005. The Merck Veterinary Manual, Ninth Edition, National Publishing.
Inc. Philadelphia.
Mayer, D.J. and J. Harvey. 2013. Interpretation And Diagnosis. 2nd Ed. WB.
Saunders. Philadelphia. USA.
Osborne, C.A., J.P. Lulich, and J.M. Krunger. 2009. Analysis of 451891 Canine
Urolith, Feline Urolith, and Feline Urethral Plugs From 1981 to 2007:
Prespective From The Minnesota Urolith Center. Vet Clin North Am
Small Anim Pract (39): 183-197.
Palmer, N. and P. C.. Kennedy .2007. Pathology of Domestic Animals. Edisi ke-
3. Australia: Blackwell Publishing Asia. HLM/ 269-302.
45
Strugress, C.P., A. Hesford, and H. Owen. 2001. An Investigation into The Effects
of Storage on the Diagnosis of Crystalluria in Cats. J Feline Med Surg
(3):81-85.
Suddarth and Brunner. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8
volume 2. Jakarta : EGC.
Suryandari, P., P. Santi., dan P. Fajar. 2012. Kasus Urolithiasis pada Kucing.
Universitas Brawijaya. Malang.
Susilawati, H. L., L. Shanty, dan Sutarno. 2013. Analisi Kimia-Fisik Urin Tikus
Putih (Rattus norvegicus) setelah Pemberian Ekstrak Daun Seledri
(Apium graveolens Linn.). Jurnal Biosmart 5 : 43-46.
Susanty, Y. 2005. Memilih dan Merawat Kucing Kesayangan. Agro Media Pustaka.
Jakarta.
Suwed dan Budiana. 2006. Membiakan Kucing Ras. Bogor: Penebar Swadaya.
Westropp, J.L., C.A.T Buffington, and D. Chew. 2005. Feline Lower Urinary Tract
Disease. Elsevier Saunders. St. Louis.
46
Lampiran 1. Daftar Pertanyaan Wawancara
4. Bagaimana prosedur terapi yang tepat pada kasus Urolithiasis pada kucing
di Klinik Hewan ASA Kota Kediri?
47
Jawab: Untuk kasus Urolithiasis yang ditemukan di Klinik Hewan ASA,
pasien mengalami kekambuhan kembali, kebanyakan hal ini disebabkan
karena pemilik tidak tertatur dalam menyeimbangkan jenis pakan.
7. Apa saja yang perlu disampaikan dalam edukasi pemilik pada kasus
Urolithiasis pada kucing di Klinik Hewan ASA Kota Kediri?
8. Apa saja tindakan pencegahan yang bisa dilakukan oleh pemilik hewan?
48
Lampiran 2. Hasil Pemeriksaan Darah Lengkap dan Kimia Klinik
49
Lampiran 3. Dokumentasi Aktivitas Praktek Kerja Lapang (PKL)
(A) Pemasangan Kateter ; (B) Pengeluaran Urin dengan Kateter dan Disposible Syringe
(C) Flushing Urin dengan NaCl Fisiologis
Sampel Urin Kucing Sarah dan Eksudat yang Dikeluarkan dari Penis
50
Lampiran 4. Dokumentasi Obat
51