Referat Sinusitis Plus Gambar
Referat Sinusitis Plus Gambar
PENDAHULUAN
dunia1 Data dari DEPKES RI tahun 2003 menyebutkan bahwa penyakit hidung dan
sinus berada pada urutan ke-25 dari 50 pola penyakit peringkat utama atau sekitar
102.817 penderita rawat jalan di rumah sakit. Survei Kesehatan Indera Penglihatan
dan Pendengaran 1996 yang diadakan oleh Binkesmas bekerja sama dengan
PERHATI dan Bagian THT RSCM mendapatkan data penyakit hidung dari 7
propinsi2 .Data dari Divisi Rinologi Departemen THT RSCM Januari-Agustus 2005
menyebutkan jumlah pasien rhinologi pada kurun waktu tersebut adalah 435 pasien,
inflamasi yang sering ditemukan dan mungkin akan terus meningkat prevalensinya.
penting bagi dokter umum atau dokter spesialis lain untuk memiliki pengetahuan
yang baik mengenai definisi, gejala dan metode diagnosis dari penyakit rhinosinusitis
ini. Penyebab utama sinusitis adalah infeksi virus, diikuti oleh infeksi bakteri. Secara
epidemiologi yang paling sering terkena adalah sinus ethmoid dan maksilaris. Bahaya
dari sinusitis adalah komplikasinya ke orbita dan intracranial, komplikasi ini terjadi
akibat tatalaksana yang inadekuat atau faktor predisposisi yang tidak dapat dihindari.
Tatalaksana dan pengenalan dini terhadap sinusitis ini menjadi penting karena hal
1
2
diatas. Terapi antibiotic diberikan pada awalnya dan jika telah terjadi hipertrofi,
mukosa polipoid dan atau terbentuknya polip atau kista maka dibutuhkan tindakan
Tujuan dari penulisan referat ini adalah untuk mengetahui definisi, etiologi,
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
3
2.1. Definisi
Sinusitis berasal dari akar bahasa Latinnya sinus, akhiran umum dalam
kedokteran -itis berarti peradangan karena itu sinusitis adalah suatu peradangan sinus
paranasal. Sinusitis adalah suatu peradangan pada sinus yang terjadi karena alergi
Terdapat empat sinus disekitar hidung yaitu sinus maksilaris (terletak di pipi),
sinus ethmoidalis (di antara kedua mata), sinus frontalis (terletak di dahi) dan sinus
paranasal yang dapat berupa sinusitis maksilaris, sinusitis etmoid, sinusitis frontal,
dan sinusitis sphenoid. Bila yang terkena lebih dari satu sinus disebut multisinusitis,
2.2. Anatomi
sinus paranasal sangat bervariasi pada tiap individu dan semua sinus memiliki muara
(ostium) ke dalam rongga hidung. Ada delapan sinus paranasal, empat buah pada
frontal kanan dan kiri, sinus ethmoid kanan dan kiri (anterior dan posterior), sinus
maksila kanan dan kiri (antrium highmore) dan sinus sphenoid kanan dan kiri. Semua
sinus ini dilapisi oleh mukosa yang merupakan lanjutan mukosa hidung, berisi udara
(Pletcher&Golderg, 2003).
4
hidung dan perkembangannya pada fetus saat usia 3-4 bulan, kecuali sinus frontalis
dan sphenoidalis. Sinus maksilaris dan ethmoid sudah ada saat anak lahir sedangkan
sinus frontalis mulai berkembang pada anak lebih kurang berumur 8 tahun sebagai
mulai pada usia 8-10 tahun dan berasal dari postero-superior rongga hidung. Sinus-
sinus ini umumnya mencapai besar maksimum pada usia 15-18 tahun. Sinus frontalis
kanan dan kiri biasanya tidak simetris dan dipisahkan oleh sekat di garis tengah
(Damayanti&Endang, 2002).
Sinus paranasal divaskularisasi oleh arteri carotis interna dan eksterna serta
sfenopalatina. Pada meatus superior yang merupakan ruang diantara konka superior
dan konka media terdapat muara sinus ethmoid posterior dan sinus sphenoid. Fungsi
sehingga bisa untuk perluasan. Jika tidak terdapat sinus maka pertumbuhan tulang
akan terdesak.
b. Sebagai pengatur udara (air conditioning).
c. Peringan cranium.
d. Resonansi suara.
e. Membantu produksi mukus.
5
(medical-dictionary.thefreedictionary.com)
Gambar 2.1
Sinus paranasalis tampak depan dan samping
Berdasarkan ukuran sinus paranasal dari yang terbesar yaitu sinus maksilaris,
a. Grup Anterior :
b. Grup Posterior :
a. Terbentuk pada usia fetus bulan IV yang terbentuk dari prosesus maksilaris
arcus I.
b. Bentuknya piramid, dasar piramid pada dinding lateral hidung, sedang
dewasa.
d. Berhubungan dengan (Pletcher&Golderg, 2003):
e. Suplai darah terbanyak melalui cabang dari arteri maksilaris. Inervasi mukosa
a. Sinus frontalis mulai terbentuk sejak bulan keempat fetus, berasal dari sel-sel
resessus frontal atau dari sel-sel infundibulum ethmoid. Sinus ini dapat
f. Suplai darah diperoleh dari arteri supraorbital dan arteri supratrochlear yang
berasal dari arteri oftalmika yang merupakan salah satu cabang dari arteri
trigeminus
dan mata
d. Berhubungan dengan (Pletcher&Golderg, 2003):
1) Fossa cranii anterior yang dibatasi oleh dinding tipis yaitu lamina cribrosa.
Jika terjadi infeksi pada daerah sinus mudah menjalar ke daerah cranial
operasi pada sinus ini kemudian dindingnya pecah maka darah masuk ke
3) Nervus Optikus.
e. Suplai darah berasal dari cabang nasal dari a. sphenopalatina. Inervasi mukosa
3) Tranctus olfactorius.
e. Suplai darah berasal dari arteri carotis internal dan eksternal. Inervasi mukosa
Pada meatus medius yang merupakan ruang diantara konka superior dan
konka inferior rongga hidung terdapat suatu celah sempit yaitu hiatus semilunaris
yakni muara dari sinus maksila, sinus frontalis dan ethmoid anterior.
2.3. Etiologi
maupun kronis (berlangsung selama 3-8 minggu tetapi dapat berlanjut sampai
a. Virus
Sinusitis akut bisa terjadi setelah suatu infeksi virus pada saluran pernafasan
b. Bakteri
Di dalam tubuh manusia terdapat beberapa jenis bakteri yang dalam keadaan
dari sinus tersumbat akibat pilek atau infeksi virus lainnya, maka bakteri yang
c. Jamur
Pada penderita rinitis alergika bisa terjadi sinusitis akut. Demikian pula halnya
e. Penyakit tertentu.
Sinusitis akut lebih sering terjadi pada penderita gangguan sistem kekebalan
a. Asma
OA,1992) :
b. Gangguan faal hidung oleh karena rusaknya aktivitas silia oleh asap rokok,
b) Deviasi septum
d) Polip yang dapat terjadi pada 30% anak yang menderita fibrosis kistik
f) Hipertroti adenoid
h) Benda asing
2.4. Klasifikasi
a. Sinusitis akut
b. Sinusitis subakut
c. Sinusitis Kronis
(Wikipedia,2011):
menyebabkan sinusitis infeksi pada gigi geraham atas (pre molar dan molar)
11
2.5. Patofisiologi
klirens dari mukosiliar didalam komplek osteo meatal (KOM). Disamping itu mukus
(Mangunkusumo&Soetjipto, 2007).
mukosa yang berhadapan akan saling bertemu. Hal ini menyebabkan silia tidak dapat
bergerak dan juga menyebabkan tersumbatnya ostium. Hal ini menimbulkan tekanan
penghambatan drainase sinus. Efek awal yang ditimbulkan adalah keluarnya cairan
serous yang dianggap sebagai sinusitis non bakterial yang dapat sembuh tanpa
pengobatan. Bila tidak sembuh maka sekret yang tertumpuk dalam sinus ini akan
menjadi media yang poten untuk tumbuh dan multiplikasi bakteri, dan sekret akan
berubah menjadi purulen yang disebut sinusitis akut bakterialis yang membutuhkan
terapi antibiotik. Jika terapi inadekuat maka keadaan ini bisa berlanjut, akan terjadi
hipoksia dan bakteri anaerob akan semakin berkembang. Keadaan ini menyebabkan
perubahan kronik dari mukosa yaitu hipertrofi, polipoid atau pembentukan polip dan
(http://doctorcayoo.blogspot.com/2009/07/sinusitis-5.html)
Gambar 2.2
Patofisiologi Sinusitis
2.6.Diagnosis
Kemungkinan terjadinya sinusitis jika terdapat gejala dan tanda 2 mayor, 1 minor dan
≥ 2 kriteria minor.
Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium
sinusitis akut
2. Kultur merupakan pemeriksaan yang tidak rutin pada sinusitis akut, tapi harus
pada anak-anak yang tidak respon dengan pengobatan yang tidak adekuat, dan
2003).
b. Imaging
a) Posisi Caldwell
Posisi ini didapat dengan meletakkan hidung dan dahi diatas meja
lateralis mata dengan batas superior kanalis auditorius eksterna) tegak lurus
terhadap film. Sudut sinar rontgen adalah 15° kraniokaudal dengan titik
keluarnya nasion.
14
(Alford,2008)
Gambar 2.3
Posisi Caldwell
b) Posisi Waters
Posisi ini yang paling sering digunakan. Maksud dari posisi ini adalah
rupa sehingga dagu menyentuh permukaan meja. Bidang yang melalui kantus
medial mata dan tragus membentuk sudut lebih kurang 37° dengan film
(Putz&Pabst, 2000)
Gambar 2.4.
(Alford, 2008)
Gambar 2.5
Posisi Waters
c) Posisi lateral
Kaset dan film diletakkan paralel terhadap bidang sagital utama tengkorak.
16
(Alford, 2008)
Gambar 2.6
Posisi lateral
menunjukan suatu air-fluid level pada 87% pasien yang mengalami infeksi
pernafasan atas dan 40% pada pasien yang asimtomatik. Pemeriksaan ini
a. Sinusitis Akut
1. Gejala Subyektif
(terutama pada anak kecil), berupa pilek dan batuk yang lama, lebih dari 7 hari.
Gejala subyektif terbagi atas gejala sistemik yaitu demam dan rasa lesu, serta
gejala lokal yaitu hidung tersumbat, ingus kental yang kadang berbau dan mengalir
ke nasofaring (post nasal drip), halitosis, sakit kepala yang lebih berat pada pagi
hari, nyeri di daerah sinus yang terkena, serta kadang nyeri alih ke tempat lain.
a) Sinusitis Maksilaris
17
sering terinfeksi oleh karena (1) merupakan sinus paranasal yang terbesar, (2) letak
ostiumnya lebih tinggi dari dasar, sehingga aliran sekret (drenase) dari sinus
maksila hanya tergantung dari gerakan silia, (3) dasar sinus maksila adalah dasar
akar gigi (prosesus alveolaris), sehingga infeksi gigi dapat menyebabkan sinusitis
maksila, (4) ostium sinus maksila terletak di meatus medius di sekitar hiatus
2002).
Pada peradangan aktif sinus maksila atau frontal, nyeri biasanya sesuai
dengan daerah yang terkena. Pada sinusitis maksila nyeri terasa di bawah kelopak
mata dan kadang menyebar ke alveolus hingga terasa di gigi. Nyeri alih dirasakan di
Wajah terasa bengkak, penuh dan gigi nyeri pada gerakan kepala
mendadak, misalnya sewaktu naik atau turun tangga. Seringkali terdapat nyeri pipi
khas yang tumpul dan menusuk. Sekret mukopurulen dapat keluar dari hidung dan
(Mangunkusumo&Soetjipto,2002).
b) Sinusitis Ethmoidalis
(lamina papirasea) seringkali merekah dan karena itu cenderung lebih sering
Gejala berupa nyeri yang dirasakan di pangkal hidung dan kantus medius,
kadang-kadang nyeri dibola mata atau belakangnya, terutama bila mata digerakkan.
Nyeri alih di pelipis ,post nasal drip dan sumbatan hidung (Arif et all, 2001).
c) Sinusitis Frontalis
etmoidalis anterior.
Gejala subyektif terdapat nyeri kepala yang khas, nyeri berlokasi di atas alis
mata, biasanya pada pagi hari dan memburuk menjelang tengah hari, kemudian
Pasien biasanya menyatakan bahwa dahi terasa nyeri bila disentuh dan
d) Sinusitis Sphenoidalis
belakang bola mata dan di daerah mastoid. Namun penyakit ini lebih lazim menjadi
bagian dari pansinusitis, sehingga gejalanya sering menjadi satu dengan gejala infeksi
2. Gejala Obyektif
Jika sinus yang berbatasan dengan kulit (frontal, maksila dan ethmoid
anterior) terkena secara akut dapat terjadi pembengkakan dan edema kulit yang
ringan akibat periostitis. Palpasi dengan jari mendapati sensasi seperti ada penebalan
Pembengkakan pada sinus maksila terlihat di pipi dan kelopak mata bawah,
pada sinusitis frontal terlihat di dahi dan kelopak mata atas, pada sinusitis ethmoid
(Mangunkusumo&Nusjirwan, 2002).
Pada rinoskopi anterior tampak mukosa konka hiperemis dan edema. Pada
sinusitis maksila, sinusitis frontal dan sinusitis ethmoid anterior tampak mukopus
atau nanah di meatus medius, sedangkan pada sinusitis ethmoid posterior dan
sinusitis sphenoid nanah tampak keluar dari meatus superior. Pada sinusitis akut tidak
Pada posisional test yakni pasien mengambil posisi sujud selama kurang lebih
5 menit dan provokasi test yakni suction dimasukkan pada hidung, pemeriksa
memencet hidung pasien kemudian pasien disuruh menelan ludah dan menutup mulut
dengan rapat, jika positif sinusitis maksilaris maka akan keluar pus dari hidung
Pada pemeriksaan transiluminasi, sinus yang sakit akan menjadi suram atau
gelap. Pemeriksaan transiluminasi bermakna bila salah satu sisi sinus yang sakit,
sehingga tampak lebih suram dibanding sisi yang normal (Mangunkusumo &
Nusjirwan, 2002).
Pemeriksaan radiologik yang dibuat ialah posisi waters, PA dan lateral. Akan
tampak perselubungan atau penebalan mukosa atau batas cairan udara (air fluid level)
staphylococcus dan haemophylus influensa. Selain itu mungkin juga ditemukan virus
b. Sinusitis Subakut
Gejala klinisnya sama dengan sinusitis akut hanya tanda-tanda radang akutnya
(demam, sakit kepala hebat, nyeri tekan) sudah reda (Endang Mangunkusumo,2002).
Pada rinoskopi anterior tampak sekret di meatus medius atau superior. Pada
transiluminasi tampak sinus yang sakit, suram atau gelap (Mangunkusumo &
Nusjirwan, 2002).
c. Sinusitis Kronis
mukosa hidung. Perubahan tersebut juga dapat disebabkan oleh alergi dan defisiensi
1. Gejala Subjektif
a) Gejala hidung dan nasofaring, berupa sekret pada hidung dan sekret pasca
nasal (post nasal drip) yang seringkali mukopurulen dan hidung biasanya
sedikit tersumbat.
b) Gejala laring dan faring yaitu rasa tidak nyaman dan gatal di tenggorokan.
c) Gejala telinga berupa pendengaran terganggu oleh karena terjadi sumbatan
tuba eustachius.
d) Ada nyeri atau sakit kepala.
e) Gejala mata, karena penjalaran infeksi melalui duktus nasolakrimalis.
f) Gejala saluran nafas berupa batuk dan komplikasi di paru berupa bronkhitis
2. Gejala Objektif
Temuan pemeriksaan klinis tidak seberat sinusitis akut dan tidak terdapat
pembengkakan pada wajah. Pada rinoskopi anterior dapat ditemukan sekret kental,
purulen dari meatus medius atau meatus superior, dapat juga ditemukan polip, tumor
etmoiditis kronis yang hampir selalu menyertai sinusitis frontalis atau maksilaris.
3. Pemeriksaan Mikrobiologi
dagu menyentuh permukaan meja. Posisi ini terutama untuk melihat adanya
menilai sinus frontal dan posisi lateral untuk menilai sinus frontal, sphenoid
dan ethmoid.
Sinusitis akan menunjukkan gambaran berupa:
1) Penebalan mukosa,
3) Gambaran air fluid level yang khas akibat akumulasi pus yang dapat
sinus, apakah ada sekret, polip, jaringan granulasi, massa tumor atau kista dan
sinoskopi.
h) Pemeriksaan meatus medius dan meatus superior dengan menggunakan naso-
endoskopi.
i) Pemeriksaan CT –Scan, merupakan cara terbaik untuk memperlihatkan sifat
dan sumber masalah pada sinusitis dengan komplikasi. CT-Scan pada sinusitis
akan tampak : penebalan mukosa, air fluid level, perselubungan homogen atau
tidak homogen pada satu atau lebih sinus paranasal, penebalan dinding sinus
a) Kista retensi yang luas, bentuknya konveks (bundar), licin, homogen, pada
dengan polip yang terinfeksi, bila kista ini makin lama makin besar dapat
massa jaringan lunak mukokel yang membesar dan gambaran pada CT Scan
perifer.
f) Tumor
2.7.Penatalaksanaan
berupa antibiotik empirik (2x24 jam). Antibiotik yang diberikan lini I yakni
antibiotik diteruskan sampai mencukupi 10-14 hari. Jika tidak ada perbaikan
hari.
b. Jika tidak ada perbaikan maka dilakukan rontgen-polos atau CT Scan dan atau
dilakukan terapi sinusitis kronik. Tidak ada kelainan maka dilakukan evaluasi
diagnosis yakni evaluasi komprehensif alergi dan kultur dari fungsi sinus.
c. Terapi pembedahan pada sinusitis akut jarang diperlukan, kecuali bila telah
terjadi komplikasi ke orbita atau intrakranial, atau bila ada nyeri yang hebat
pencucian sinus.
d. Pada sinusitis maksilaris dapat dilakukan pungsi irigasi. Pada sinusitis
ethmoid, frontal atau sphenoid yang letak muaranya dibawah, dapat dilakukan
sesuai dan diberi terapi tambahan. Jika ada perbaikan maka pemberian
diberikan antibiotik alternative 7 hari atau buat kultur. Jika ada perbaikan
teruskan antibiotik mencukupi 10-14 hari, jika tidak ada perbaikan evaluasi
bedah yaitu BSEF atau bedah konvensional. Jika tidak ada obstruksi maka
evaluasi diagnosis.
c. Diatermi gelombang pendek di daerah sinus yang sakit.
d. Pada sinusitis maksila dilakukan pungsi dan irigasi sinus, sedang sinusitis
Radikal
26
Non Radikal
2.8 Komplikasi
derajat infeksi di luar sinus, pada orbita, jaringan lunak dan kranium. Pemeriksaan ini
a. Komplikasi orbita
namun sinus frontalis dan sinus maksilaris juga terletak di dekat orbita dan dapat
1. Peradangan atau reaksi edema yang ringan. Terjadi pada isi orbita akibat
anak, karena lamina papirasea yang memisahkan orbita dan sinus ethmoidalis
4. Abses orbita, pus telah menembus periosteum dan bercampur dengan isi
orbita. Tahap ini disertai dengan gejala sisa neuritis optik dan kebutaan
unilateral yang lebih serius. Keterbatasan gerak otot ekstraokular mata yang
tersering dan kemosis konjungtiva merupakan tanda khas abses orbita, juga
tromboflebitis septik.
a) Oftalmoplegia.
b) Kemosis konjungtiva.
d) Kelemahan pasien.
dengan saraf kranial II, III, IV dan VI, serta berdekatan juga dengan otak.
b. Mukokel
Mukokel adalah suatu kista yang mengandung mukus yang timbul dalam
sinus, kista ini paling sering ditemukan pada sinus maksilaris, sering disebut sebagai
Dalam sinus frontalis, ethmoidalis dan sphenoidalis, kista ini dapat membesar
dan melalui atrofi tekanan mengikis struktur sekitarnya. Kista ini dapat
bermanifestasi sebagai pembengkakan pada dahi atau fenestra nasalis dan dapat
28
Piokel adalah mukokel terinfeksi, gejala piokel hampir sama dengan mukokel
Prinsip terapi adalah eksplorasi sinus secara bedah untuk mengangkat semua
mukosa yang terinfeksi dan memastikan drainase yang baik atau obliterasi sinus.
1) Meningitis akut, salah satu komplikasi sinusitis yang terberat adalah meningitis
akut, infeksi dari sinus paranasalis dapat menyebar sepanjang saluran vena atau
langsung dari sinus yang berdekatan, seperti lewat dinding posterior sinus
frontalis atau melalui lamina kribriformis di dekat sistem sel udara ethmoidalis.
2) Abses dura, adalah kumpulan pus diantara dura dan tabula interna kranium, sering
kali mengikuti sinusitis frontalis. Proses ini timbul lambat, sehingga pasien hanya
mengeluh nyeri kepala dan sebelum pus yang terkumpul mampu menimbulkan
komplikasi intra kranial ini adalah antibiotik yang intensif, drainase secara bedah
adalah infeksi sinus frontalis. Nyeri tekan dahi setempat sangat berat. Gejala sistemik
DAFTAR PUSTAKA
Telinga Hidung Tenggorok Kepala Dan Leher. FKUI. Jakarta 2007. Hal 150-3
2. PERHATI. Fungsional endoscopic sinus surgery. HTA Indonesia. 2006. Hal 1-6
4. Damayanti dan Endang. Sinus Paranasal. Dalam : Efiaty, Nurbaiti, editor. Buku
Ajar Ilmu Kedokteran THT Kepala dan Leher, ed. 5, Balai Penerbit FK UI, Jakarta
6. Pletcher SD, Golderg AN. 2003. The Diagnosis and Treatment of Sinusitis. In
7. Anonim, Sinusitis, dalam ; Arif et all, editor. Kapita Selekta Kedokteran, Ed. 3,
editor, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher, Balai
1. Shyamal, Kumar DE. Fundamental of Ear, Nose and Throat & Head-Neck
3. Tadjudin OA. Batuk Kronik Pada Anak Ditinjau Dari Bidang THT. 1992.
31
Hidung, Tenggorok, Kepal & Leher Jilid 2. Edisi 13. Jakarta: Binarupa
Ekstremitas Atas Jilid 1. Edisi 21. Editor: Suyono YJ. Jakarta: EGC; 2000. 94
8. (medical-dictionary.thefreedictionary.com)
9.
10. (http://the-best-1.com/wp-content/uploads/2010/12/sinus-graphic.gif)
11. Gambar 2: sinus maksilaris
32
12.
13. (edoctoronline.com)
(http://doctorcayoo.blogspot.com/2009/07/sinusitis-5.html)