Anda di halaman 1dari 11

ENSEFALITIS

Pendahuluan

Invasi dan multipikasi mikro-organisme di dalam jaringan tubuh akan


mendapatkan perlawanan dari tubuh sebagai bentuk reaksi pertahanannya. Reaksi
tersebut akan menimbulkan gejala-gejala prodromal yang bisa saja mengakhiri
penyebaran infeksi lebih lanjut, tetapi dipihak lain perlawanan tubuh terhadap
kuman dapat dikalahkan dan infeksi bisa berlanjut secara sistematik.
Apabila sampai pada tahap ini maka penyebaran keseluruh organ tubuh dapat
terjadi sehingga timbullah peradangan setempat, salah satunya adalah otak.

Definisi

Ensefalitis atau yang lebih sering disebut sebagai viral ensealitis adalah
peradangan pada otak yang biasanya disebabkan oleh virus. Proses peradangannya
jarang terbatas pada jaringan otak saja tetapi hampir selalu mengenai selaput otak,
maka dari itu lebih tepat bila disebut meningoensefalitis. Ensefalitis mencakup
berbagai variasi dari bentuk yang paling ringan sampai dengan yang parah sekali
seperti koma dan kematian.

Epidemiologi

Menurut Centers for Disease Control sekitar 20.000 kasus dan ensefalitis viral
akut dilaporkan di Amerika. Kematian mencakup 5-20% dari penderita
keseluruhan dan gejala sisa seperti deteriorasi mental, defek amnesia, perubahan
kepribadian dan hemiparese terlihat pada sekitar 20%. Namun secara keseluruhan
hal ini tidak dapat menggambarkan angka kejadian terhadap kematian maupun
kelainan neurologis yang khusus dari masing-masing jenis virus.

Etiologi

Ensefalitis dapat disebabkan oleh bakteri, cacing, protozoa, jamur, riketsia dan
virus, tetapi yang terutama adalah virus dan bakteri.

ENCEPHALITIS VIRALIS
Banyak virus dapat menyebabkan encephalitis. Sindroma kliniknya berkisar dari
malaise, nyeri kepala, panas, kaku kuduk, dan nausea serta vomitus sampai stupor,
serangan kejang dan koma.
Infeksi penyerta pada medulla spinalis umumnya ditemukan pada infeksi
encephalitis virus, dan keluhan serta gejalanya kadangkala dominan dan menutupi
gambaran klinik otak.

Tipe encephalitis yang spesifik yang terdapat pada pasien tertentu dapat tidak
diketahui selama berminggu-minggu dan mungkin untuk selamanya. Pemeriksaan
liquor cerebrospinalis sering memperlihatkan reaksi yang sama sekali normal,
sekalipun dapat terjadi sedikit peninggian jumlah sel atau kadar protein. Isolasi
virus dari liquor cerebrospinalis atau darah harus diusahakan sedini-dininya dalam
perjalanan penyakit tersebut kalau kita menghendaki kesempatan untuk berhasil
menegakkan diagnosanya. Titer liquor spinalis dan darah seperti yang ditentukan
dengan test neutralisasi serum, dapat memberikan petunjuk adanya infeksi virus
tertentu.

Kenaikan titer sebanyak 4 kali lipat yang terjadi selama perjalanan klinik penyakit
tersebut atau setelah terjadi kesembuhannya biasanya merupakan reaksi yang
positif. Pada saat-saat epidemi, kemungkinan keliru menentukan penyebab suatu
kasus yang spesifik, cenderung lebih kecil.

Infeksi Sistematik

Encephalitis dapat terjadi sebagai komplikasi penyakit sistemik karena virus


(poliomyelitis, rabies) atau merupakan “postinfeksi” yang terjadi setelah sembuh
dari suatu peradangan virus (rubeola, rubella). Encephalitis dapat terjadi setelah
vaksinasi cacar atau immunisasi pertusis. Herpes simplex, mononucleosis
infeksiosa, typhus, scrub typhus, herpes zoster, rabies, trichinosis, malaria dan
schistosomiasis dapat disertai oleh encephalitis yang berat. Pemberian ACTH,
corticosteroid atau kedua preparat tersebut kepada penderita encephalitis seperti
rubeola tidak dapat mencegah terjadinya sequelae SSP. Sebagian kematian dapat
dihindarkan dengan therapy yang konstan dan intensif. Tindakan supportif
meliputi perbaikan dehydrasi dan gangguan keseimbangan elektrolit dengan
pemberian cairan yang tepat secara intravena. Di samping itu, intubation
tracheostomy untuk menghindarkan respiratory dustress, pengobatan komplikasi
bakteri dengan antibiotika, pemberian oksigen, anticonvulsan sebagaimana
diperlukan dan perawatan yang memadai merupakan tindakan yang dibutuhkan.

Cytomegalic Inclusion Body Disease

Kelainan ini merupakan infeksi virus, biasanya laten, pada bayi dan anak-anak.
Infeksi yang nyata secara klinik dapat terjadi pada bayi baru lahir setelah
transmisi transplacental dan manifestasinya berupa icterus, anemia,
thrombocytopenia, dan perdarahan, hepatospleonomegaly, chorioretinitis,
encephalitis dan microcephaly. Penyakit ini dapat mengenai anak-anak kecil yang
lebih besar. Sel-sel cytomegalic yang khas dapat diisolasikan dari urine atau
kelenjar atau kelenjar adenoid pada kasus-kasus klinik dan laten.
Cytomegalovirus mudah diisolasikan dari urine dan jaringan tubuh pasien-pasien
yang sakit dan dapat ditemukan berbulan-bulan setelah lahir atau setelah infeksi
akut. Badan inclusi ynag khas besar terdapat pada sel-sel epitel dalam semiden
urine. Pengobatan spesifik tidak ada yang efektif dan penyakit yang secara klinik
aktif biasanya fatal.

Infeksi cytomegalovirus dapat pula terjadi pada orang-orang yang


immunosupresif. Setelah transfusi yang massif, dapat terjadi penyakit
cytomegalovirus acquisitas yang akut, yang memberikan gambaran klinik serupa
dengan gambaran klinik mononucleosis infeksiosa tetapi biasanya tidak disertai
gangguan SSP yang nyata.

Inclusion Body Encephalitis


(Subacute Sclerosing Panencephalitis)

Encephalitis subakut pada anak-anak dan remaja ini ditandai dengan dementia
yang progresif, gangguan koordinasi, ataia, myclonia, dan gejala-gejala fokal
lainnya. Anak-anak dibawah usia 12 tahun terutama diserang penyakit ini dengan
onset perlahan-lahan tanpa panas. Kendati liquor cerebrospinalis hanya
memperlihatkan sedikit perubahan, biasanya EEG menunjukkan abnormalitas
yang luas dengan kompleks wave and spike 2 – 4 Hz. Badan inclusi intranuclear
dan intracytoplasma ditemukan di dalam neuron dan ada kalanya di dalam
oligodendroglia pada otak. Dimulai dengan kemunduran mental, penyakit ini
berkembang menjadi hallucinasi yaitu stadium gerakan involunter yang terjadi
interval5 – 10 detik, mutisme akinetik dan kematian. Biasanya encephalitis ini
berlangsung sekitar 2 tahun, sekalipun pernah dilaporkan adanya penderita yang
dapat hidup selama 8 tahun.

Kelainan ini juga disebut subacute sclerosing panencephalitis (SSPE) dan


dianggap merupakan sequelae lanjut dari penyakit rubeola. Biasanya terdapat
antibody rubeola di dalam liquor cerebrospinalis dan meningginya titer antibody
rubeola di dalam serum.

Infeksi Coxsackievirus

Keluhan dan gejala gangguan meningen dapat terjadi bersama panas yang akut
atau subaku, nyeri kepala, malaise, nausea, nyeri abdomen dan kaku kuduk.
Biasanya tidak terdapat perubahan sensorik, motorik atau perubahan refleks
infeksi coxsackievirus ini dapat terjadi bersamaan dengan infeksi virus
poliomyelitis anterior acuta. Infeksi Coxsackie virus akan sembuh sendiri (selt
limited disease) dan bersifat benigna. Herpangina dan pleurodynia epidemica
dapat pula disebabkan oleh tipe virus ini.

Diagnosanya ditegakkan dengan menemukan virus dalam faeces atau pharynx dan
dengan terlihatnya peningkatan neutralizing antibody yang spesifik di dalam
serum. Enterovirus yang menimbulkan infeksi tractus intestinal manusia kini
meliputi lebih dari 60 jenis yang secara immunology berbeda. Dua puluh sembilan
tipe coxsackievirus (23 group A dan 6 group B), 28 echovirus dan 3 tipe
poliovirus menyusun kelompok ini dan dapat menimbulkan gangguan SSP yang
secara klinik tidak dapat dibedakan dengan yang ditimbulkan oleh virus-virus
nonenteric seperti parotitis epedemica dan herpes simplex.

Meningoencephalitis Herpes Simplex

Inflamasi yang menimbulkan nekrosis asimetris yang berat dan terutama


menyerang sistem limbic, dapat menimbulkan gangguan perilaku, menghilangnya
daya ingat, disorientasi, hallucinasi olfactorius dangustatorius, serta kelainan fokal
neurologis yang meliputi hemiparesis, hemianopsia, aphasia, dan adversive serta
jacksonian epilepsy.

Biasanya penyakit tersebut berjalan dengan cepat dan segera berakhir fatal. Badan
inclusio intranuclear yang khas terdapat di dalam neuron-neuron yang terkena
pada otak. Liquor cerebropinalisnya kerapkali berdarah. Brain scanning,
electroencephalography dan CT scanning biasanya memperlihatkan focus pada
lobus temporalis medialis yang necrotic dan tampak sebagai suatu massa lesi.

Adenine arabinoside (Ara-A) merupakan drug of choice pada infeksi ini, tetapi
pengobatannya harus dimulai sedini-dininya untuk menurunkan angka morbiditas
dan moralitas.

Ensefalitis Viral

Ensefalitis mencakup berbagai variasi dari yang ringan sampai yang parah sekali
dengan koma dan kematian. Proses radangnya jarang terbatas pada jaringan otak
saja, tetapi hampir selalu mengenai selaput otak juga. Maka dari itu, adalah lebih
tepat untuk menyebutnya meningoensefalitis. Manisfestasi utama meningo-
ensefalitis virus terdiri dari konvulsi, gangguan kesadaran (“acute organic brain
syndrome”), hemiparesus, paralysis bulbaris (meningo-encephalomyelitis), gejala-
gejala serebelar dan nyeri serta kaku kuduk.
1) Ensefalitis primer yang bisa disebabkan oleh infeksi virus kelompok herps
simpleks, virus influenza, ECHO, Coxsackie dan virus arbo.
2) Ensefalitis primer yang belum diketahui penyebabnya
3) Ensefalitis para-infeksiosa, yaitu ensefalitis yang timbul sebagai
komplikasi penyakit virus yang sudah dikenal, seperti rubeola, varisela,
herpes zoster, parotitis epidemika, mononucleosis infeksiosa dan
vaksinasi.

Menurut statistik dari 214 ensefalitis 54% (115 orang) dari penderitanya ialah
anak-anak. Virus yang paling sering ditemukan ialah virus herpes simpleks 31%,
yang disusul oleh virus ECHO 17%. Statistik lain mengungkapkan bahwa
ensefalitis primer yang disebabkan oleh virus yang dikenal mencakup 19%.
Ensefalitis primer dengan penyebab yang tidak diketahui dan ensefalitis para
infeksiosa masing-masing mencakup 40% dan 41% dari semua kasus ensefalitis
yang telah diselidiki.

Ensefalitis Primer
Ensefalitis viral herpes simpleks

Virus herpes simpleks tidak berbeda secara morfologik dengan virus varisela, dan
sitomegalovirus. Secara serologic memang dapat dibedakan dengan tegas.
Neonatus masih mempunyai imunitas maternal. Tetapi setelah umur 6 bulan
imunitas itu lenyap dan bayi dapat mengidap gingivo-stimatitis virus herpes
simpleks. Infeksi dapat hilang timbul dan berlokalisasi pada perbatasan
mukokutaneus antara mulut dan hidung. Infeksi-infeksi tersebut jinak sekali.
Tetapi apabila neonatus ketularan virus herpes simpleks dari ibunya yang
mengidap herpes genitalis, maka infeksi dapat berkembang menjadi viremia.
Ensepitalitis merupakan sebagian dari manifestasi verimia yang juga
menimbulkan peradangan dan nekrosis di hepar dan glandula adrenalis.
Pada anak-anak dan orang dewasa, ensefalitis virus herpes simpleks merupakan
manifestasi re-aktivasi yang latent. Dalam hal tersebut virus herpes simpleks
berdiam di dalam jaringan otak secara endosimbiotik, mungkin di gangion Gasseri
dan hanya ensefalitis saja yang bangkit. Reaktivitas virus herpes simpleks dapat
disebabkan oleh faktor-faktor yang pernah disebut diatas, yaitu penyinaran
ultraviolet dan gangguan hormonal. Penyinaran ultraviolet dapat terjadi secara
iatrogenik atau sewaktu bepergian ke tempat-tempat yang tinggi letaknya.

Kerusakan pada jaringan otak berupa nekrosis di substansia alba dan grisea serta
infark iskemik dengan infiltrasi limpositer sekitar pembuluh darah intraserebral.
Di dalam nucleus sel saraf terdapat “inclusion body” yang khas bagi virus herpes
simpleks.

Gambaran penyakit ensefalitis virus herpes simpleks tidak banyak berbeda dengan
ensefalitis primer lainnya. Tetapi yang menjadi ciri khas bagi ensefalitis virus
herpes simpleks ialah progresivitas perjalanan penyakitnya. mulai dengan sakit
kepala, demam dan muntah-muntah. Kemudian timbul “acute organic brain
syndrome” yang cepat memburuk sampai koma. Sebelum koma dapat ditemukan
hemiparesis atau afasia. Dan kejang epileptik dapat timbul sejak permulaan
penyakit. Pada fungsi lumbal ditemukan pleiositosis limpositer dengan eritrosit.
Ensefalitis Arbo-virus

Arbo-virus atau lengkapnya “arthropod-borne virus” merupakan penyebab


penyakit demam dan adakalanya ensefalitis primer. Virus tersebut tersebar di
seluruh dunia. Kutu dan nyamuk di mana virus itu “berbiak” menjadi
penyebarnya. Tergolong pada arbo-virus adalah virus yang menyebabkan dengue,
ensefalitis St. Louis, demam kuning, demam kutu Kolorado, dan demam
hemoragik.

Yang menjadi ciri khas ensefalitis primer arbo-virus ialah perjalanan penyakit
yang bifasik. Pada gelombang pertama gambaran penyakitnya menyerupai
influenza yang dapat berlangsung 4-5 hari. Sesudahnya penderita merasa sudah
sembuh. Pada minggu ketiga demam dapat timbul kembali. Dan demam ini
merupakan gejala pendahulu bangkitnya manifestasi neurologik, seperti sakit
kepala, nistagmus, diplopia konvulsi dan “acute organic brain syndrome”.

Ensefalitis Parainfeksiosa

Ensefalitis yang timbul sebagai komplikasi penyakit virus parotitis epidemika,


mononucleosis infeksiosa, varisela dan herpes zoster dinamakan ensefalitis para
infeksiosa. Tetapi ensefalitis ini sebenarnya tidak murni. Gejala-gejala meningitis,
mielitis, neuritis kranialis, radikulitis dan neuritis perifer dapat bergandengan
dengan gambaran penyakit ensefalitis. Bahkan tidak jarang komplikasi utamanya
berupa radkulitis jenis Guillain Barre atau mielitis transversa sedangkan
manifestasi ensefalitisnya sangat ringan dan tidak berarti. Maka untuk beberapa
jenis ensefalitis pada infeksiosa, diagnosis mielo-ensefalitis lebih tepat daripada
ensefalitis. Salah satu jenis mielo-ensefalitis lebih tepat daripada ensefalitis.
Salah satu jenis mielo ensefalitis viral yang fatal perlu disinggung dibawah ini,
yaitu rabies.

Rabies

Rabies disebabkan oleh virus neutrop yang ditularkan kepada manusia melalui
gigitan anjing atau binatang apapun yang mengandung virus rabies. Setelah virus
rabies melakukan penetrasi kedalam sel tuan rumah, ia dapat menjalar melalui
serabut saraf perofer ke susunan saraf pusat. Sel-sel (neuron) sangat peka terhadap
virus tersebut. Dan sekali neuron terkena infeksi virus rabies, proses infeksi itu
tidak dapat dicegah lagi. Dan tahap viremia tidak perlu dilewati untuk
memperluas infeksi dan memperburuk keadaan. Neuron-neuron di seluruh
susunan saraf pusat dari medulla spinalis sampai korteks tidak bakal luput dari
daya destruksi virus rabies. Masa inkubasi rabies ialah beberapa minggu sampai
beberapa bulan. Jika dalam masa itu dapat diselenggarakan pencegahan supaya
virus rabies tidak tiba di neuron-neuron maka kematian dapat dihindarkan. Jika
gejala-gejala prodromal sudah bangkit , tidak ada cara pengobatan yang dapat
mengelakkan progresivitas perjalanan penyakit yang fatal dan menyedihkan ini.

Gejala-gejala prodromalnya terdiri dari lesu dan letih badan, anoreksia, demam,
cepat marah-marah dan nyeri pada tempat yang telah digigit anjing. Suara berisik
dan sinar terang sangat mengganggu penderita. Dalam 48 jam dapat bangkit
gejala-gejala hipereksitasi. Penderita menjadi gelisah, mengacau, berhalusinasi,
meronta-ronta, kejang opistotonus dan hidrofobia. Tiap kali ia melihat air, otot-
otot pernafasan dan larings berkejang, sehingga ia menjadi sianotik dan apnoe. Air
liur tertimbun didalam mulut oleh karena penderita tidak dapat menelan. Juga
angin mempunyai efek yang sama dengan air. Pada umumnya penderita
meninggal karena status epileptikus. Masa penyakit dari mula-timbulnya prodrom
sampai mati adalah 3 sampai 4 hari saja.

Ensefalitis Supuratif Akut (bacteria)

Etiologi

Bakteri penyebab ensefalitis adalah staphylococcus aureus,E. coli, M. tuberculosa


dan T. pallidum. Tiga bakteri yang pertama merupakan penyebab enfesalitis
bakterial akut yang menimbulkan pernanahan pada korteks serebri sehingga
terbentuk abses serebri. Ensefalitis bakterial akut sering disebut ensefalitis
supuratif akut.

Patogenesis
Pada enfesalitis supuratif akut, peradangan dapat berasal dari radang, abses di
dalam paru, bronkietasis, empiema, osteomielitis tengkorak, fraktur terbuka,
trauma tembus otak atau penjalaran langsung ke dalam otak dari otitis
media, mastoiditis, sinutisis.

Akibat proses ensefalitis supuratif akut ini akan terbentuk abses serebri yang
biasanya terjadi di substansia alba karena perdarahan di sini kurang intensif
dibanding dengan substansia grisea. Reaksi dini jaringan otak terhadap
kuman yang bersarang adalah edema dan kongesti yang disusul dengan
pelunakan dan pembentukan nanah, fibroblos sekitar pembuluh darah
bereaksi dengan proliferasi. Astroglia ikut juga dan membentuk kapsul. Bila
kapsul pecah, nanah masuk ke ventrikel dan menimbulkan kematian.

Manifestasi Klinis

Secara umum, gejala berupa trias ensefalitis yang terdiri dari demam, kejang dan
kesadaran timbul gejala-gejala sesuai dengan proses patologik yang ter jadi di
otak. Gejala-gejala tersebut ialah gejala-gejala infeksi umum, tanda-tanda
meningkatnya tekanan intrakranial yaitu nyeri kepala yang kronik progresif,
muntah penglihatan kabur, kejang, kesadaran menurun. Pada pemeriksaan
mungkin terdapat edeme papil. Tanda-tanda defisit neurologis tergantung pada
lokasi dan luas abses.

Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada kasus ensefalitis supuratif akut


adalah pemeriksaan yang biasa dilakukan pada kasus-kasus infeksi lainnya, di
sampiong itu dapat juga dilakukan pemeriksaan elektroensefalogram (EEG), foto
rontgen kepala, bila mungkin CT-Scan otak, atau arteografi. Pungsi lumbal tidak
dilakukan bila terdapat edema papil. Bila dilakukan pemeriksaan cairan
serebrospinal maka dapat diperoleh hasil berupa peningkatan tekanan intrakranial,
pleiositosispolinuklearis, jumlah protein yang lebih besar dari pada normal, dan
kadar klorida dan glukosa dalam batas-batas normal.

Penatalaksanaan

Pada ensefalitis supuratif akut diberikan ampisilin 4 x 3-4 dan kloram fenikol 4 x
1 g per 24 jam intravena, selama 10 hari. Steroid dapat diberikan untuk
mrngurangi edema otak. Bila abses tunggal dan dapat dicapai dengan cara operasi
sebaiknya dibuka dan dibersihkan tetapi bila multipel, yang dioperasi adalah yang
terbesar dan mudah dicaopai.

Prognosis
Prognosis ensefalitis supuratif akut buruk karena angka kematian mencapai 50%.

Ensefalitis Sifilis

Patogenesis

Pada sifilis, yang disebabkan kuman treponema pallidum, infeksi terjadi melalui
permukaan tubuh umumnya sewaktukontak seksual. Setelah penetrasi melalui
epitelium yang terluka, kuman tiba di sistemlimfatik. Melalui kelenjar limfe,
kuman diserap darh sehingga terjadi spiroketemia. Hal ini berlangsung beberapa
waktu hingga menginvasi susunan saraf pusat.
Treponema pallidum akan tersebar di seluruh korteks serebri dan bagian-bagian
lain susunan saraf pusat.

Manifestasi klinis

Gejala ensefalitis sifilis terdiri dari dua bagian yaitu gejala-gejala neurologis dan
gejala-gejala mental. Gejala-gejala neurologis itu di antaranya adalah kejang-
kejang yang datang dalam serangan-serangan, afasia, apraksia, hemianopsia,
kesadaran mungkin menurun, sering dijumpai pupil Argyl-Robertson. Nervus
optikus dapat mengalami atrofi. Pada stadium akhir timbul gangguan-gangguan
motorik yang progresif.

Gejala-gejala mental yang dijumpai ialah timbulnya demensia yang progresif.


Intelegensia mudnur pelrahan-lahan yang pada awalnya tampak pada kurang
efektifnya kerja, daya konsentrasi mundur, daya ingat berkurang, daya pengkajian
terganggu, pasien kemudian tak acuh terhadap pakaian dan penampilannya, tak
acuh terhadap uang. Pada sebagian timbul waham-waham kebesaran, sebagian
menjadi depresif, lainnya maniakal.

Pemeriksaan Penunjang

Pada kasus-kasus ensefalitis sitifilis, perlu dilakukan pemeriskaan tes serologic


darah (VDRL, TPHA) dan cairan otak. Cairan otak menunjukkan limfositosis,
kadar protein meningkat IgG, IgM meninggi, tes serologic positif. Sken otak dapat
dilakukan bila dicurigai ada komplikasi hidrosefalus.

Penatalaksanaan

Terapi dengan medikamentosa yaitu :

1. Penisilin parenteral dosis tinggi


 Penisilin G dalam air 12 – 24 juta/hari intravena dibagi 6 dosis
selama 14 hari, atau
 Penisilin prokain G : 2,4 juta unit/hari intramuskular + Probenesid
4 x 500 mg oral selama 14 hari.
 Dapat ditambahkan Benzatin G : 2,4 juta unit, intramuskular,
selama 3 minggu

2. Bila alergi penisilin :


 Tetrasiklin : 4 x 500 mg per oral selama 30 hari, atau
 Eritromisin : 4 : 500 mg per oral selama 30 hari, atau

Etiologi

Virus yang menimbulkan ensefalitis virus adalah virus RNA (virus parotitis, virus
morbili, virus rabies, virus rubella, virus ensefalitis jepang B, virus dengue, virus
polio, Cocksakie A, Cocksakie B, echovirus, dan virus koriomeningitis
limfositaria) dan virus DNA (virus Herpes zoster-varisela, Herpes simpleks,
Cytomegalovirus, variola, vaksinia dan AIDS).

Manisfestasi Klinis

Proses radang pada ensefalitis virus selain terjadi jaringan otak saja, juga sering
mengenai jaringan selaput otak. Oleh karena itu ensefalitis virus lebih tepat bila
disebut sebagai meningo-ensefilitis. Manifestasi utama meningo-ensefilitis adalah
konvulsi, gangguan kesadaran (acute organic brain syndrome), hemiparesis,
paralysis bulbaris (meningo-encephalomyelitis), gejala-gejala serebral, nyeri, dan
kaku kuduk.

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan yang dilakukan adalah pemeriksaan darah rutin titter antibody


terhadap virus, pemeriksaan cairan otak : limfosit, monosit meningkat, kadar
protein meninggi ringan kadan glukosa normal, kultur virus bila mungkin, EEG
dan CT-scan bila mungkin. Pada ensefalitis yang disebabkan oleh Herpes
simpleks tipe I, gambaran EEG khas berupa aktivitas gelombang tajam periodic di
temporal dengan latar belakang fokal/difus.

Penatalaksanaan

Pengobatan simtomatik diberikan untuk menurunkan demam dan mencegah


kejang. Kortison diberikan untuk mengurangi edema otak. Pengobatan antivirus
diberikan pada ensefalitis virus yang disebabkan herpes simpleks atau varisela
zoster yaitu dengan memberikan asiklovir 10mg/kg BB intravena, 3 kali sehari
selama 10 hari, atau 200mg tiap 4 jam per oral.
Bila kadar hemoglobin (Hb) turun hingga 9 g/dl, turunkan dosis sehingga 200mg
tiap 8 jam. Bila Hb kurang dari 7 g/dl, hentikan pengobatan dan baru diberikan
lagi setelah Hb normal kembali dengan dosis 200 mg per 8 jam.

Anda mungkin juga menyukai