Anda di halaman 1dari 34

Presentasi Kasus

PREEKLAMPSIA BERAT DAN INTRAUTERINE GROWTH


RESTRICTION PADA SEKUNDIGRAVIDA HAMIL PRETERM
BELUM DALAM PERSALINAN

Disusun oleh :
Galuh Rindra Kirana G99161044
Mila Ulfia G99162103
Tiara Diningtyas G99162082

Pembimbing :
dr. Deyna Primavita Pahlevi, Sp.OG

KEPANITERAAN KLINIK OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD DR. SOEDIRMAN
KEBUMEN
2018
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kehamilan dapat menyebabkan hipertensi pada wanita yang
sebelumnya dalam keadaan normal atau memperburuk hipertensi pada
wanita yang sebelumnya telah menderita hipertensi (superimposed
preeklampsia). Hipertensi sebagai penyulit kehamilan merupakan salah satu
dari trias penyebab utama kematian ibu selain perdarahan dan infeksi. Di
USA, kejadian preeklampsia bervariasi sekitar 5% dari seluruh kehamilan
dan 0,5-2 % berlanjut menjadi eklampsia. Sebagian besar kasus
preeklampsia terjadi pada kehamilan near aterm dengan komplikasi yang
minimal. Sebaliknya preeklampsia berat yang terjadi sebelum kehamilan 35
minggu berhubungan dengan morbiditas dan mortalitas maternal-perinatal
yang signifikan.
Keputusan antara melahirkan dan managemen ekspektatif pada
preeklampsia berat sangat tergantung usia kehamilan, keadaan janin, dan
keadaan ibu pada waktu dilakukan evaluasi. Masih terdapat kontroversi
dalam hal penatalaksanaan pasien dengan preeklampsia berat sebelum usia
kehamilan 34 minggu, beberapa institusi menganjurkan pengakhiran
kehamilan sebagai terapi defenitif pada semua kasus tanpa memandang usia
kehamilan, sedangkan sebagian lagi menganjurkan untuk memperpanjang
kehamilan sampai aterm atau tercapainya maturitas paru (34 minggu). Hal
ini berdasarkan rendahnya rata-rata mortalitas dan morbiditas neonatal dari
kehamilan preterm dengan preeklampsia berat jika dibandingkan neonatal
dengan usia kehamilan yang sama. Ini disebabkan terjadinya percepatan
pematangan paru dan neurologis janin preeklampsia berat karena suasana
stress intrauterin (mekanisme kompensasi). Sebaliknya berdasarkan
penelitian ternyata steroid juga efektif dalam menurunkan mortalitas dan
morbiditas neonatal pada usia kehamilan antara 24 dan 34 minggu.
Pada preeklampsia, janin dapat mengalami hipoksia dan kekurangan
nutrisi sehingga dapat terjadinya pertumbuhan janin terhambat. Hal ini
dapat terlihat pada buruknya sirkulasi plasenta yang disebabkan oleh invasi
tropoblast pada arteri spiralis yang tidak sempurna atau akibat terjadinya
atherosis pada pembuluh darah desidua dan plasenta. Pada dasarnya
hipertensi bukan merupakan penyakit melainkan reaksi tubuh ibu atau
kompensasi untuk mencukupi kebutuhan janin.

B. Tujuan
Mengetahui manajemen penatalaksanaan kasus preeklampsia berat dan
IUGR pada sekundigravida hamil aterm belum dalam persalinan.
BAB II
STATUS PASIEN

A. ANAMNESIS
1. Identitas Penderita
Nama : Ny. S
Umur : 32 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
BB : 64 kg
TB : 160 cm
Alamat : Jawa Tengah
Status Perkawinan : Menikah
Tanggal Masuk : 15 Januari 2018 pukul 10.00
No RM : 3692xx

2. Keluhan Utama
G2P1A0, 23 tahun, UK: 32+5 minggu, tensi tinggi
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Seorang G2P1A0, 23 tahun, UK: 32+5 minggu, datang rujukan dengan
keterangan PEB IUGR. Pasien merasa hamil 8 bulan. Gerak janin masih
dirasakan. Kenceng-kenceng teratur belum dirasakan. Air kawah belum
dirasakan keluar, lendir darah belum dirasakan keluar. pasien mengatakan
tensi tinggi sejak bbulan desember. nyeri kepala disangkal, nyeri ulu hati
disangkal pandangan mata kabur disangkal.

4. Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat keluhan serupa : (+ ) saat hamil pertama
Riwayat perdarahan saat hamil : disangkal
Riwayat hipertensi : disangkal
Riwayat diabetes mellitus : disangkal
Riwayat sakit ginjal : disangkal
Riwayat penyakit jantung : disangkal
Riwayat asma : disangkal
Riwayat alergi obat/ makanan : disangkal
Riwayat sectio caesarea (SC) : disangkal
5. Riwayat Antenatal Care (ANC)
Riwayat ANC di bidan
Riwayat ANC di klinik kandungan, tanggal 13/01/2018 didiagnosis dengan
PEB IUGR.
6. Riwayat Haid
Menarche : 13 tahun
Lama menstruasi : 5-7 hari
Siklus menstruasi : 28 hari
7. Riwayat Obstetri
Status paritas : G2P1A0
I Laki-laki, 7 tahun, 2600 gr, spontan,
dibidan
II Hamil ini
HPMT : 28 Mei 2017
HPL : 6 Maret 2018
UK : 32+5 minggu
8. Riwayat Perkawinan
Menikah 1x/17 tahun Riwayat KB
KB : suntik

B. PEMERIKSAAN FISIK
1. Status Generalis
a. Keadaan Umum : Baik, compos mentis
b. Tanda Vital
Tekanan darah : 180/100 mmHg
Nadi : 84x/menit
Respiratory Rate : 22x/menit
Suhu : 36,5 0C
c. Kepala : mesocephal
d. Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
e. THT : discharge (-/-)
f. Leher : kelenjar getah bening tidak membesar
g. Thorak :
1) Cor
Inspeksi : iktus kordis tidak tampak
Palpasi : iktus kordis tidak kuat angkat
Perkusi : batas jantung kesan tidak melebar
Auskultasi : Bunyi Jantung I-II intensitas normal, reguler,
bising (-)
2) Pulmo
Inspeksi : pengembangan dada kanan = kiri
Palpasi : fremitus raba dada kanan = kiri
Perkusi : sonor // sonor
Auskultasi : suara dasar vesikuler (+/+), suara napas tambahan
(-/-), wheezing (-)
h. Abdomen
Inspeksi : striae gravidarum (+)
Auskultasi : bising usus (+) normal
Palpasi : supel, nyeri tekan (-), teraba janin tunggal intra
uterine, memanjang, DJJ (+) 130x /menit/reguler.
His (-). TFU 19 cm ∞ TBJ 1085 gr.
Perkusi : Timpani
Genital : Vaginal Touche: Vulva dan urethra tenang, dinding
vagina dalam batas normal, portio lunak mendatar,
Pembukaan 0 cm, kulit ketuban dan penunjuk belum
dapat dinilai, AK (+), STLD (-), discharge (-).
i. Ekstremitas :
oedema akral dingin
- - - -
- - - -

C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Ultrasonografi (USG) tanggal 15 Januari 2018
Tampak janin tunggal intrauterine, DJJ (+), dengan Fetal Biometri:
 BPD : 7,53 cm setara usia kehamilan 30+1 minggu
 AC : 20,93 cm setara usia kehamilan 25+3 minggu
 HC : 25,62 cm setara usia kehamilan 27+6 minggu
 FL : 50,2 cm setara usia kehamilan 27 minggu
 EFW : 1057 gram.

Plasenta insersi di corpus. Air ketuban kesan cukup.


Cardiotocography (CTG)
 Base line 130 kali/menit
 Variabilitas >5
 Akselerasi +
 Deselerasi –
 Fetal movement +
 Kontraksi –
Pemeriksaan laboratorium (13/1/2018)
Pemeriksaan Hasil Satuan
Hematologi Rutin
Hb 15.4 g/dl

Hct 45
Leukosit 12.2 rb/ul
Trombosit 239 rb/ul
Eritrosit 5.2 juta/ul

Kimia Klinik
GDS 96 mg/dl
Potein urin +2
HbsAg Rapid Nonreactive Nonreactive

D. SIMPULAN
Seorang G2P1A0, 32 tahun, UK: 33+1 minggu. Dengan PEB IUGR.

E. DIAGNOSIS AWAL
PEB IUGR pada sekundigravida hamil preterm belum dalam persalinan

F. PROGNOSIS
Dubia ad sanam

G. TERAPI
1. Konservatif pertahankan kehamilan
2. Protap PEB
3. Injeksi Dexamethasone 5 mg/12 jam
4. Mondok bangsal
5. KIE pasien dan keluarga s.d IUFD dan risiko eklmapsia.
6. Awasi KUVS, DJJ, dan tanda-tanda impending eklampsia.
H. FOLLOW UP
1. 16 Januari 2018
Seorang G2P1A0, 32 tahun, UK: 32+3 minggu.
Keluhan :-
Keadaan Umum : Baik, compos mentis
Tanda Vital :
Tekanan darah : 140/80 mmHg RR : 20 x/menit
Nadi : 80 x/menit Suhu : 36,5 0C
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Thorak : Cor dan Pulmo dalam batas normal
Abdomen : supel, nyeri tekan (-), teraba janin tunggal intra uterine,
memanjang, DJJ (+) 130x /menit/reguler. His (-). TFU 19
cm ∞ TBJ 1085 gr.
Genital : Vaginal Touche: Vulva dan urethra tenang, dinding vagina
dalam batas normal, portio lunak mendatar, Pembukaan 0
cm, kulit ketuban dan penunjuk belum dapat dinilai, AK (+),
STLD (-), discharge (-).
Assesment
PEB, IUGR pada sekundigravida hamil preterm belum dalam persalinan
Plan
1) Konservatif pertahankan kehamilan
2) protab PEB
3) Injeksi Dexamethasone 5 mg/12 jam
4) KIE pasien dan keluarga s.d IUFD dan risiko eklampsia.
5) Awasi KUVS, DJJ, dan tanda-tanda impending eklampsia.
2. 17 Januari 2018
Seorang G2P1A0, 32 tahun, UK: 32+4 minggu.
Keluhan :-
Keadaan Umum : Baik, compos mentis
Tanda Vital :
Tekanan darah: 140/80 mmHg Nadi: 80 x/menit
RR: 20 x/menitt Suhu : 36,5 0C
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Thorak : Cor dan Pulmo dalam batas normal
Abdomen : supel, nyeri tekan (-), teraba janin tunggal intra uterine,
memanjang, DJJ (+) 130x /menit/reguler. His (-). TFU 19
cm ∞ TBJ 1085 gr.
Genital : Vaginal Touche: Vulva dan urethra tenang, dinding vagina
dalam batas normal, portio lunak mendatar, Pembukaan 0
cm, kulit ketuban dan penunjuk belum dapat dinilai, AK (+),
STLD (-), discharge (-).
Assesment
PEB, IUGR pada sekundigravida hamil preterm
Plan
1) Konservatif pertahankan kehamilan
2) protab PEB
3) Injeksi Dexamethasone 5 mg/12 jam
4) KIE pasien dan keluarga s.d IUFD dan risiko eklmapsia.
5) awasi KUVS, DJJ, dan tanda-tanda impending eklmapsia.

1) 17 Januari 2018 02.30


G2P1A0, 23 tahun, UK: 32+5 minggu.
Keluhan : kencang makin sering
Keadaan Umum : baik, compos mentis
Tanda Vital : Tekanan darah: 120/70 mmHg RR : 20 x/menit
Nadi : 86 x/menit Suhu : 36,5 0C
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Thoraks : Cor dan Pulmo dalam batas normal
Abdomen : Supel, nyeri tekan (-), teraba janin tunggal, intra uterin,
presentasi kepala, memanjang, punggung kiri, kepala
masuk panggul 3/5 bagian, DJJ (+) 140x/menit reguler, HIS
(+) 3x/10”/40” TFU 19 cm setara dengan berat janin 1085
gram.
Genital : Vaginal Touche: Vulva dan urethra tenang, dinding vagina
dalam batas normal, portio lunak mecucu, Pembukaan 0 cm
STLD (-)
Assesment
PEB, IUGR pada sekundigravida hamil preterm belum dalam persalinan
Plan
1) Konservatif pertahankan kehamilan
2) KIE pasien dan keluarga s.d IUFD dan risiko eklmapsia.
3) awasi KUVS, DJJ, dan tanda-tanda impending eklmapsia.

2) 18 Januari 2018
G2P1A0, 32 tahun, UK: 32+5 minggu.
Keluhan : kencang makin sering
Keadaan Umum : baik, compos mentis
Tanda Vital : Tekanan darah: 120/70 mmHg RR : 20 x/menit
Nadi : 86 x/menit Suhu : 36,5 0C
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Thoraks : Cor dan Pulmo dalam batas normal
Abdomen : Supel, nyeri tekan (-), teraba janin tunggal, intra uterin,
presentasi kepala, memanjang, punggung kiri, kepala
masuk panggul 3/5 bagian, DJJ (+) 140x/menit reguler, HIS
(+) 3x/10”/40” TFU 19 cm setara dengan berat janin 1085
gram.
Genital : Vaginal Touche: Vulva dan urethra tenang, dinding vagina
dalam batas normal, portio lunak mecucu, Pembukaan 0 cm
STLD (-)
Assesment
PEB, IUGR pada sekundigravida hamil preterm
Plan
1) Konservatif pertahankan kehamilan
2) KIE pasien dan keluarga s.d IUFD dan risiko eklampsia.
3) Awasi KUVS, DJJ, dan tanda-tanda impending eklampsia.
.
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

A. Preeklampsia
1. Definisi
Preeklampsia adalah penyakit hipertensi kehamilan yang dapat
disebabkan oleh kegagalan fungsi endotel vaskuler dan vasospasme
pembuluh darah dengan keterlibatan multisistem yang terjadi setelah usia
kehamilan 20 minggu. Preeklampsia dapat berlangsung hingga 4-6 minggu
post-partum.
Penyakit ini ditentukan oleh kejadian hipertensi onset baru ditambah
onset baru proteinuria dengan atau tanpa edema patologis. Tanda dan gejala
lain yang dapat ditemukan adalah gangguan penglihatan, sakit kepala, nyeri
epigastrik, dan adanya edema (American College of Obstetrics and
Gynecology, 2013; Lim et al., 2014).
Insidensi preeklampsia sekitar 5% sampai 10% dari seluruh
kehamilan, dengan insidensi yang lebih tinggi pada kehamilan pertama,
kehamilan kembar, dan wanita dengan riwayat preeklampsia sebelumnya
(Lindheimer et al., 2008; Rugolo et al., 2011).

2. Patofisiologi
Terdapat beberapa teori yang dikemukakan sebagai penyebab
hipertensi dalam kehamilan. Namun, belum ada satu teori pun yang
dianggap mutlak benar. Teori-teori tersebut diantaranya adalah:
a. Kelainan vaskularisasi plasenta
Rahim dan plasenta pada kehamilan normal mendapat aliran darah
dari cabang-cabang arteri uterina dan artei ovarika yang menembus
miometrium berupa arteri arkuata dan memberi cabang arteria radialis.
Arteria radialis menembus endometrium menjadi arteri basalis dan
arteri basalis memberi cabang arteria spiralis.
Pada kehamilan normal ada sebuah proses yang dinamakan
“remodeling arteri spiralis”. Yakni, terjadinya invasi trofoblas ke dalam
otot arteria spiralis → degenerasi lapisan otot → dilatasi arteri spiralis
→ penurunan tekanan darah, penurunan resistensi vaskular,
peningkatan aliran darah pada daerah utero plasenta → aliran darah ke
janin tercukupi, perfusi jaringan meningkat → pertumbuhan janin
terjamin dengan baik.
Pada hipertensi dalam kehamilan terjadi kegagalan “remodeling
arteri spiralis” karena tidak terjadi invasi sel-sel trofoblas pada lapisan
otot arteri spiralis dan jaringan matriks sekitarnya. Sehingga lapisan
otot arteri spiralis tidak memungkinkan terjadi vasodilatasi. Sehingga
dalam keadaan vasokonstriksi aliran darah uteroplasenta menurun,
terjadilah hipoksia dan iskemia plasenta.
b. Iskemia plasenta, radikal bebas, dan disfungsi endotel
Sebagai kelanjutan dari teori kelainan vaskularisasi plasenta yang
mengalami kegagalan “remodeling arteri spiralis” akibatnya plasenta
mengalami iskemia. Plasenta yang mengalami iskemia dan hipoksia
menghasilkan oksidan (radikal hidroksil) yang sangat toksis terhadap
membran sel endotel pembuluh darah. Membran sel akan dirusak oleh
radikal hidroksil. Membran sel yang banyak asam lemak tidak jenuh
menjadi peroksida lemak yang juga akan merusak nukleus dan protein
sel endotel.
c. Disfungsi sel endotel
Gangguan sel endotel pembuluh darah akan menimbulkan
kebocoran khususnya pada sistem mikrovaskular yang akan direspon
tubuh dengan manifestasi agregasi tombosit. Dalam keadaan normal,
sel endotel akan memproduksi prostasiklin (PGI2) dan trombosit akan
memproduksi tromboksan 2 (TXA2) (Birawa et al., 2009).
Prostasiklin (PGI2) merupakan vasodilator kuat otot polos yang
bekerja pada reseptor spesifik sel otot polos dan merangsang
pembentukan cyclic adenosinmonophosphate (cAMP) melalui siklus
adenylate serta faktor relaksasi yang kuat. Tromboxan (TXA)
merupakan vasokonstriktor kuat. Akibat rasio PGI2 : TXA meningkat
maka efek vasokonstriksi meningkat juga dan menyebabkan terjadinya
hipertensi. Disfungsi endotel akan menyebabkan keluarnya mediator
inflamasi seperti TNF-α, Interleukin-1 (IL-1), Interleukin-6 (IL-6),
Interleukin-8 (IL-8), Interleukin-10 (IL-10) dan fibronektin serta
mikropartikel endotel yang terbukti meningkat pada preeklampsia
(Birawa et al., 2009).
d. Intoleransi imunologik antara ibu dan janin
Respon inflamasi memiliki peran penting selama plasentasi,
natural cell killer mensekresi sitokin yang akan meningkatkan infiltrasi
trofoblas ke arteri spiral sehingga menyebabkan respon inflamasi
desidua. Plasentasi yang buruk dan berkurangnya suplai darah
uteroplasenta menyebabkan hipoksia plasenta yang diikuti pelepasan
beberapa mediator seperti faktor pertumbuhan dan reseptor terlarutnya,
sitokin inflamasi, debris plasenta, dan produk stres oksidatif plasenta.
Hal ini menyebabkan respon inflamasi sistemik yang berhubungan erat
dengan disfungsi sel endotel dan aktivasi leukosit (Rugolo, 2011).
Genbacev dalam Uzan et al. (2011) menyatakan preeklampsia
dapat terjadi akibat penurunan sistem kekebalan ibu yang mencegah
pengenalan unit fetoplasenta. Produksi berlebihan sel imun
menyebabkan sekresi tumor necrosis factor α (TNFα) yang akan
menginduksi apoptosis sititrofoblas ekstravili. Colbern et al. dalam
Uzan et al. (2011) juga menyatakan bahwa sistem Human Leukocyte
Antigen (HLA) juga memainkan peran dalam invasi arteri spiral, dan
wanita dengan pre-eklampsia menunjukkan penurunan kadar HLA-G
dan HLA-E.
3. Faktor resiko
a. Primigravida
b. Riwayat keluarga dengan preeklampsia
c. Riwayat preeklampsia pada kehamilan
Resiko preeklampsia meningkat tujuh kali lipat pada kehamilan dengan
riwayat preeklampsia sebelumnya.
d. Adanya hipertensi kronik atau penyakit ginjal kronik atau keduanya
e. Usia kehamilan
Preeklampsia pada kehamilan pertama dengan persalinan dengan usia
kehamilan 32 minggu sampai 36 minggu akan meningkatkan resiko
preeklampsia pada kehamilan kedua sebesar 25,3 %. O
f. Obesitas
Wanita dengan indeks massa tubuh (BMI) < 20 kg/m2 memiliki resiko
sebesar 4,3% dan mereka dengan BMI > 35 kg/m2 memiliki resiko
sebesar 13,3%
g. Infeksi saluran kemih, diabetes melitus, penyakit vaskular kolagen, mola
hidatidosa, dan penyakit periodontal
h. Usia ibu
Wanita yang hamil pada usia 35 tahun atau lebih memiliki resiko lebih
tinggi untuk mengalami preeklampsia.
i. Ras
Di Amerika Serikat, preeklampsia pada wanita berkulit putih 1.8 % dan
3 % pada wanita berkulit hitam.
j. Faktor tambahan yang mempengaruhi terjadinya preeklampsia adalah
kehamilan multipel, plasentasi yang buruk dan beberapa hal lain yang
meningkatkan massa plasenta dan perfusi plasenta yang buruk
(American College of Obstetrics and Gynecology, 2013; Lim et al.,
2014).
4. Klasifikasi dan diagnosis
a. Menurut onset
Menzies et al. dalam Hypertesive Disease in Pregnancy
menggolongkan preeklampsia menjadi dua jenis yaitu preeklampsia
onset awal dan preeklampsia onset lambat. Preeklampsia onset awal
cenderung berkembang sebelum usia kehamilan 34 minggu,
preeklampsia onset lambat muncul pada atau setelah usia kehamilan 34
minggu.
Preeklampsia onset awal biasanya dikaitkan dengan disfungsi
plasenta, penurunan volume plasenta, IUGR, abnormalitas uterus dan
evaluasi Doppler arteri umbilikus, disfungsi multiorgan, kematian
perinatal dan luaran maternal dan neonatal yang kurang baik.
Preeklampsia onset lambat diperkirakan muncul dari gangguan
konstitusional ibu, hal itu lebih terkait dengan plasenta yang normal dan
hasil evaluasi Doppler yang baik, berat lahir normal dan luaran ibu dan
janin yang baik (Arulkumaran et al., 2014).
b. Menurut derajat
American College of Gynaecology (2013) saat ini tidak lagi
mendeskripsikan preeklampsia sebagai ringan dan berat, namun hanya
dibedakan menjadi preeklampsia dan eklampsia.
i. Preeklampsia
Merupakan bentuk tekanan darah tinggi yang paling umum
(BP) yang mempersulit kehamilan, terutama ditentukan oleh
terjadinya hipertensi onset baru ditambah proteinuria onset baru.
Namun, walaupun kedua kriteria ini dianggap sebagai definisi
klasik preeklampsia, beberapa pasien yang menunjukkan tanda-
tanda hipertensi dan gangguan multisistemik biasanya
menunjukkan tingkat keparahan penyakit tanpa proteinuria.
Dengan tidak adanya proteinuria, preeklampsia didiagnosis
sebagai hipertensi, berhubungan dengan trombositopenia (jumlah
trombosit kurang dari 100.000/mikroliter), gangguan fungsi hati
(peningkatan kadar glukosa hati transaminase ke dua kali
konsentrasi normal), perkembangan baru insufisiensi ginjal
(peningkatan kreatinin serum lebih besar dari 1,1 g / dL atau dua
kali lipat kreatinin serum jika tidak ada penyakit ginjal lainnya),
edema paru, atau gangguan serebral atau visual baru.
Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 140 mm Hg
atau lebih, tekanan diastolik 90 mm Hg atau lebih, atau keduanya.
Hipertensi dianggap ringan sampai tingkat diastolik atau sistolik
mencapai atau melebihi 110 mmHg dan 160 mmHg. Dianjurkan
agar diagnosis hipertensi memerlukan setidaknya dua kali
pemeriksaan dengan jarak minimal 4 jam, walaupun kadang kala
(terutama bila dihadapkan pada hipertensi berat) diagnosis dapat
dikonfirmasi dalam interval yang lebih pendek (bahkan menit)
untuk memfasilitasi terapi antihipertensi tepat waktu.
Proteinuria didiagnosis saat pengeluaran urin 24 jam sama
dengan atau melebihi 300 mg dalam 24 jam atau rasio protein
terukur terhadap kreatinin dalam ukuran urin tunggal atau melebihi
3,0 (masing-masing diukur sebagai mg/dL), disebut rasio
protein/kreatinin. Pembacaan dipstick kualitatif 1+ menyatakan,
namun memiliki banyak kemungkinan terjadi hasil positif palsu
atau negatif palsu sehingga diagnosis hanya dapat digunakan bila
metode kuantitatif tidak tersedia atau dibutuhkan keputusan cepat.
ii. Eklampsia
Eklampsia adalah fase kejang sebagai lanjutan dari kelainan
ini dan merupakan salah satu manifestasi penyakit preeklampsia
yang paling parah. Hal ini sering didahului oleh peristiwa
pendahuluan, seperti sakit kepala berat dan hiperrefleks, namun
bisa terjadi tanpa tanda atau gejala peringatan sebelumnya.
5. Tatalaksana
a. Penanganan umum
 Jika tekanan diastolik > 110 mmHg, berikan antihipertensi sampai
tekanan diastolik antara 90-100 mmHg
 Pasang infus Ringer Laktat dengan jarum besar no.16 atau lebih
 Ukur keseimbangan cairan, jangan sampai terjadi overload
 Kateterisasi urin untuk pengukuran volume dan pemeriksaan
proteinuria
 Infus cairan dipertahankan 1,5 - 2 liter/24 jam
 Jangan tinggalkan pasien sendirian. Kejang disertai aspirasi dapat
mengakibatkan kematian ibu dan janin
 Observasi tanda vital, refleks dan denyut jantung janin setiap jam
 Auskultasi paru untuk mencari tanda edema paru. Adanya
krepitasi merupakan tanda adanya edema paru. Jika ada edema
paru, hentikan pemberian cairan dan berikan diuretik, misalnya
furosemide 40 mg IV)
 Nilai pembekuan darah dengan uji pembekuan. Jika pembekuan
tidak terjadi setelah 7 menit, kemungkinan terdapat koagulopati.
b. Anti konvulsan (MgSO4)
Magnesium Sulfat untuk mengendalikan kejang Pada kasus
preeklampsia yang lebih berat, juga kasus eklampsia, magnesium sulfat
yang diberikan secara parenteral merupakan antikonvulsan yang efektif
dan tidak menimbulkan pe-nekanan sistem saraf pusat pada ibu maupun
janin. Magnesium sulfat dapat diberikan secara intravena melalui infus
kontinu atau secara intramuskular melalui injeksi berkala (Tabel 1).
Dosis untuk preeklampsia berat adalah sama dengan dosis untuk
eklampsia. Karena persalinan dan pelahiran merupakan saat yang
paling mungkin untuk terjadinya kejang, perempuan dengan
preeklampsia-eklampsia biasanya diberikan magnesium sulfat selama
persalinan dan 24 jam pascapartum.

Tabel 1 Jadwal Pemberian Magnesium Sulfat untuk Preeklampsia


Berat dan Eklampsia

Infus intravena Kontinu


1. Berikan dosis awal magnesium sulfat sebesar 4 hingga 6 g yang
diencerkan dalam 100 mL cairan IV dan diberikan lama 15 hingga
20 menit
2. Mulai infus rumatan 2 g/jam dalam 100 mL cairan IV. Beberapa
ahli menganjurkan dosis 1 g/jam
3. Pantau toksisitas magnesium:
a. Periksa refleks tendon dalam secara berkala
b. Beberapa ahli mengukur kadar magnesium serum pada jam ke-4
hingga 6 dan menyesuaikan kecepatan infus untuk
mempertahankan kadar magnesium antara 4 dan 7 meq/L (4,8 -
8,4 mg/dL)
c.Ukur kadar magnesium serum jika kadar kreatinin serum 21,0
mg/dL
4. Pemberian magnesium sulfat dihentikan 24 jam pascapelahiran
Injeksi Intramuskular intermiten
1. Berikan 4 g magnesium sulfat (MgSO4. 7H2O USP) sebagai larutan
20% secara intravena dengan kecepatan tidak melebihi 1 g/menit
2. Lanjutkan segera dengan 10 g larutan magnesium 50%, separuhnya
disuntikkan profunda di kuadran kanan luar kedua bokong
menggunakan jarum ukuran 20 sepanjang 3 inci. (Penambahan 1,0
mL lidokain 2% meminimalkan nyeri.) Jika kejang menetap setelah
15 menit, berikan kembali magnesum sulfat dalam larutan 20%
dengan dosis hingga 2 g dan kecepatan tidak melebihi 1 g/menit.
Jika perempuan tersebut bertubuh besar, dapat diberikan dosis
hingga 4 g secara perlahan.
3. Setelah itu, tiap 4 jam, berikan 5 g larutan magnesium sulfat 50%
yang disuntikkan profunda di kuadran kanan luar bokong kanan dan
kiri secara bergantian, tetapi dilakukan setelah memastikan
a. Refleks patella positif
b. Respirasi tidak tertekan
c. Keluaran urin dalam 4 jam terakhir melebihi 100 mL
4. Magnesium sulfat dihentikan 24 jam pascapelahiran

c. Anti hipertensi
 Obat pilihan adalah Nifedipin, yang diberikan 5-10 mg oral yang
dapat diulang sampai 8 kali/24 jam.
 Jika respons tidak membaik setelah 10 menit, berikan tambahan 5
mg sublingual Nifedipin 10 mg sublingual.
6. Komplikasi
a. Solusio plasenta
Komplikasi ini biasanya terjadi pada ibu yang menderita hipertensi akut
dan lebih sering terjadi pada pre-eklampsia. Di Rumah Sakit Dr. Cipto
Mangunkusumo 15,5% solusio plasenta disertai pre-eklampsia.
b. Intra Uterine Fetal Growth Restriction
Jika terjadi gangguan invasi dan migrasi sel trofoblas sampai ke arteria
miometrium atau arteriol otot uterus maka pembuluh darah dapat
vasokonstriksi dan suplai oksigen dan nutrisi akan kurang.
c. Hipofibrinogenemia.
Pada pre-eklampsia berat Zuspan (1978) menemukan 23%
hipofibrinogenemia, maka dari itu penulis menganjurkan pemeriksaan
kadar fibrinogen secara berkala.
d. Hemolisis.
Penderita dengan pre-eklampsia berat kadang-kadang menunjukkan
gejala klinik hemolisis yang dikenal karena ikterus. Belum diketahui
dengan pasti apakah ini merupakan kerusakan sel-sel hati atau destruksi
sel darah merah. Nekrosis periportal hati yang sering ditemukan pada
autopsi penderita eklampsia dapat menerangkan ikterus tersebut.
e. Perdarahan otak.
Komplikasi ini merupakan penyebab utama kematian maternal
penderita eklampsia.
f. Kelainan mata.
Kehilangan penglihatan untuk sementara, yang berlangsung sampai
seminggu, dapat terjadi. Perdarahan kadang-kadang terjadi pada retina;
hal ini merupakan tanda gawat akan terjadinya apopleksia serebri.
g. Nekrosis hati.
Nekrosis periportal hati pada pre-eklampsia-eklampsia merupakan
akibat vasopasmus arteriol umum. Kelainan ini diduga khas untuk
eklampsia, tetapi ternyata juga ditemukan pada penyakit lain. Kerusakan
sel-sel hati dapat diketahui dengan pemeriksaan faal hati, terutama
penentuan enzim-enzimnya.
h. Sindroma HELLP. yaitu haemolysis, elevated liver enzymes, dan low
platelet.
i. Kelainan ginjal.
Kelainan ini berupa endoteliosis glomerulus yaitu pembeng-kakan
sitoplasma sel endotelial tubulus ginjal tanpa kelainan struktur lainnya.
Kelainan lain yang dapat timbul ialah anuria sampai gagal ginjal.
j. Komplikasi lain.
Lidah tergigit, trauma dan fraktura karena jatuh akibat kejang-kejang
pneumonia aspirasi, dan DIC (disseminated intravascular coagulation).
k. Prematuritas, dismaturitas dan kematian janin intra-uterin.

B. Intrauterine Growth Restriction (IUGR)


1. Definisi
IUGR (intra uterine growth restriction) atau pertumbuhan janin
terhambat merupakan suatu keadaan saat pertumbuhan janin di dalam
kandungan terhambat. Pada umumnya janin yang mengalami IUGR tidak
mendapat cukup oksigen atau nutrisi dari ibunya. Beberapa faktor dapat
menimbulkan terjadinya hal tersebut diantaranya insufisiensi plasenta,
kehamilan ganda, preeklampsia atau eklampsia.

2. Klasifikasi
Ada dua klasifikasi IUGR yaitu symmetric dan asymmetric.
Pembagian tersebut berdasarkan bentuk dari janin.
Symmetric/simetris biasanya terjadi pada janin yang berumur 0 – 20
minggu. Pada IUGR symmetric semua organ dalam pada janin menjadi
kecil. Beberapa factor dapat menyebabkan IUGR tipe symmetric
diantaranya adanya kelainan hormone, adanya infeksi, pajanan kimia,
kelainan kromosom.
Pada asymmetric/asimetris biasanya terjadi pada janin yang berumur
20 minggu – kelahiran. Pada tipe ini kepala dan otak mempunyai ukuran
yang normal sedangkan ukuran perut lebih kecil. Biasanya disebabkan
karena insufisiensi plasenta.

Simetris Asimetris

Semua bagian tubuh kecil Kepala lebih besar dari perut


Ponderal index normal Meningkat
Perbandingan kepala, perut dan Meningkat
panjang tangan normal
Etiologi: faktor genetik dan Insufisiensi plasenta kronik
infeksi
Jumlah sel-lebih kecil Normal
Ukuran sel normal Kecil
Bayi dengan komplikasi Biasanya tanpa komplikasi baik
prognosisnya buruk prognosisnya

3. Faktor resiko
IUGR merupakan hasil dari suatu kondisi ketika ada masalah atau
abnormalitas yang mencegah sel dan jaringan untuk tumbuh atau
menyebabkan ukuran sel menurun. Hal tersebut mungkin terjadi ketika
janin tidak cukup mendapat nutrisi dan oksigen yang diperlukan untuk
pertumbuhan dan perkembangan organ dan jaringan, atau karena infeksi.
Meskipun beberapa bayi kecil karena genetik (orang tuanya kecil),
kebanyakan IUGR disebabkan oleh sebab lain.
Penyebab dari IUGR dapat dibedakan menjadi tiga faktor, yaitu:
a. Maternal
 Tekanan darah tinggi
 Penyakit ginjal kronik
 Diabetes Melitus
 Penyakit jantung dan pernapasan
 Malnutrisi dan anemia
 Infeksi
 Pecandu alkohol dan obat tertentu
 Perokok
b. Uterus dan plasenta
 Penurunan aliran darah di uterus dan plasenta
 Plasenta abruption, plasenta praevia, infark plasenta (kematian sel
pada plasenta), korioangioma.
 Infeksi di jaringan ikat sekitar uterus
 Twin-to-twin transfusion syndrome
c. Janin
 Janin kembar
 Penyakit infeksi (Infeksi bakteri, virus, protozoa dapat
menyebabkan IUGR. Rubela dan cytomegalovirus (CMV) adalah
infeksi yang sering menyebabkan IUGR).
 Kelainan kongenital
 Kelainan kromosom (Kelainan kromosom seperti trisomi atau
triploidi dan kelainan jantung bawaan yang berat sering berkaitan
dengan IUGR. Trisomi 18 berkaitan dengan IUGR simetris serta
polihidramnion (cairan ketuban berlebih). Trisomi 13 dan sindroma
Turner juga berkaitan dengan IUGR).
 Pajanan teratogen (zat yang berbahaya bagi pertumbuhan janin).
Berbagai macam zat yang bersifat teratogen seperti obat anti
kejang, rokok, narkotik, dan alkohol dapat menyebabkan IUGR.

Beberapa faktor resiko pada ibu hamil yang dapat menyebabkan


IUGR diantaranya pengkonsumsi alcohol dan obat obat terlarang, perokok,
hipertensi.
Pada kasus hipertensi dalam kehamilan dan IUGR terdapat
kegagalan invasi- migrasi sel trofoblas masuk ke dalam arteria
miometrium. Sel trofoblas berfungsi untuk menggantikan sel otot
pembuluh darah untuk tetap melebarkan lumen pembuluh darah, karena sel
trofoblas tidak dapat dipengaruhi hormone yang mengendalikan
vasokonstriksi dan vasodilatasi arteriol otot uterus. Masuknya sel trofoblas
sampai ke arteriol otot uterus menyebabkan pembuluh darah melebar dan
menjamin sirkulasi ke retroplasenter tetap terpelihara. Jika terjadi
gangguan invasi dan migrasi sel trofoblas sampai ke arteria miometrium
atau arteriol otot uterus maka pembuluh darah dapat vasokonstriksi dan
suplai oksigen dan nutrisi akan kurang.

4. Diagnosis
a. Faktor ibu
Ibu hamil dengan penyakit hipertensi, penyakit ginjal,
kardiopulmonal dan pada kehamilan ganda.
b. Tinggi fundus uteri
Caranya dengan menggunakan pita pengukur yang di letakkan dari
simpisis pubis sampai bagian teratas fundus uteri. Bila pada
pengukuran di dapat panjang fundus uteri 2 (dua) atau 3 (tiga)
sentimeter di bawah ukuran normal untuk masa kehamilan itu maka kita
dapat mencurigai bahwa janin tersebut mengalami hambatan
pertumbuhan.
Cara ini tidak dapat diterapkan pada kehamilan multipel,
hidramnion, janin letak lintang.
c. USG fetomaternal
Pada USG yang diukur adalah diameter biparietal atau cephalometry
angka kebenarannya mencapai 43-100%. Bila pada USG ditemukan
cephalometry yang tidak normal maka dapat kita sebut sebagai
asimetris IUGR. Selain itu dengan lingkar perut kita dapat mendeteksi
apakah ada pembesaran organ intra abdomen atau tidak, khususnya
pembesaran hati. Tetapi yang terpenting pada USG ini adalah
perbandingan antara ukuran lingkar kepala dengan lingkar perut
(HC/AC) untuk mendeteksi adanya asimetris IUGR.
Pada USG kita juga dapat mengetahui volume cairan amnion,
oligohidramnion biasanya sangat spesifik pada asimetris IUGR dan
biasanya ini menunjukkan adanya penurunan aliran darah ke ginjal.
Setiap ibu hamil memiliki patokan kenaikan berat badan. Misalnya,
bagi ibu yang memiliki berta badan normal, kenaikannya sampai usia
kehamilan 9 bulan adalah antara 12,5 kg-18 kg, sedangkan bagi yang
tergolong kurus, kenaikan sebaiknya antara 16 kg-20 kg. Sementara,
jika Anda termasuk gemuk, maka pertambahannya antara 6 kg–11,5 kg.
Bagi ibu hamil yang tergolong obesitas, maka kenaikan bobotnya
sebaiknya kurang dari 6 kg. Untuk memantau berat badan, terdapat
parameter indeks massa tubuh (IMT).
d. Doppler velocimetry
Dengan menggunakan Doppler kita dapat mengetahui adanya bunyi
end-diastolik yang tidak normal pada arteri umbilicalis, ini
menandakan bahwa adanya IUGR.
e. Pemeriksaan laboratorium
 Pemeriksaan gula darah, bila ada indikasi diabetes mellitus
 Screening penyakit infeksi, waspada infeksi TORCH, Syphilis
 Pengukuran kadar enzim transaminase, waspada Hepatitis B dan C

5. Tatalaksana
Langkah pertama dalam menangani IUGR adalah mengenali pasien-
pasien yang mempunyai resiko tinggi untuk mengandung janin kecil.
Langkah kedua adalah membedakan janin IUGR atau malnutrisi dengan
janin yang kecil tetapi sehat. Langkah ketiga adalah menciptakan metode
adekuat untuk pengawasan janin pada pasien-pasien IUGR dan melakukan
persalinan di bawah kondisi optimal.
Untuk mengenali pasien-pasien dengan resiko tinggi untuk
mengandung janin kecil, diperlukan riwayat obstetrik yang terinci seperti
hipertensi kronik, penyakit ginjal ibu dan riwayat mengandung bayi kecil
pada kehamilan sebelumnya. Selain itu diperlukan pemeriksaan USG. Pada
USG harus dilakukan taksiran usia gestasi untuk menegakkan taksiran usia
gestasi secara klinis. Kemudian ukuran-ukuran yang didapatkan pada
pemeriksaan tersebut disesuaikan dengan usia gestasinya. Pertumbuhan
janin yang suboptimal menunjukkan bahwa pasien tersebut mengandung
janin IUGR.
Tatalaksana kehamilan dengan IUGR ditujukan karena tidak ada
terapi yang paling efektif sejauh ini, yaitu untuk melahirkan bayi yang
sudah cukup usia dalam kondisi terbaiknya dan meminimalisasi risiko pada
ibu. Tatalaksana yang harus dilakukan adalah:
a. Pada IUGR pada saat dekat waktu melahirkan, yang harus dilakukan
adalah segera dilahirkan.
b. Pada IUGR jauh sebelum waktu melahirkan, kelainan organ harus
dicari pada janin ini, dan bila kelainan kromosom dicurigai maka
amniosentesis (pemeriksaan cairan ketuban) atau pengambilan sampel
plasenta, dan pemeriksaan darah janin dianjurkan:
 Tatalaksana umum: setelah mencari adanya cacat bawaan dan
kelainan kromosom serta infeksi dalam kehamilan maka aktivitas
fisik harus dibatasi disertai dengan nutrisi yang baik. Tirah baring
dengan posisi miring ke kiri, Perbaiki nutrisi dengan menambah
300 kal perhari, Ibu dianjurkan untuk berhenti merokok dan
mengkonsumsi alkohol, Menggunakan aspirin dalam jumlah kecil
dapat membantu dalam beberapa kasus IUGR Apabila istirahat di
rumah tidak dapat dilakukan maka harus segera dirawat di rumah
sakit. Pengawasan pada janin termasuk diantaranya adalah melihat
pergerakan janin serta pertumbuhan janin menggunakan USG
setiap 3-4minggu.
 Tatalaksana khusus: pada IUGR yang terjadi jauh sebelum
waktunya dilahirkan, hanya terapi suportif yang dapat dilakukan.
Apabila penyebabnya adalah nutrisi ibu hamil tidak adekuat maka
nutrisi harus diperbaiki. Pada wanita hamil perokok berat,
penggunaan narkotik dan alkohol, maka semuanya harus
dihentikan.
 Proses melahirkan: pematangan paru harus dilakukan pada janin
prematur. Pengawasan ketat selama melahirkan harus dilakukan
untuk mencegah komplikasi setelah melahirkan. Operasi caesar
dilakukan apabila terjadi distress janin serta perawatan intensif
neonatal care segera setelah dilahirkan sebaiknya dilakukan.
Kemungkinan kejadian distress janin selama melahirkan meningkat
pada IUGR karena umumnya IUGR banyak disebabkan oleh
insufisiensi plasenta yang diperparah dengan proses melahirkan.
c. Kondisi bayi
Janin dengan IUGR memiliki risiko untuk hipoksia perinatal
(kekurangan oksigen setelah melahirkan) dan aspirasi mekonium
(terhisap cairan mekonium). IUGR yang parah dapat mengakibatkan
hipotermia (suhu tubuh turun) dan hipoglikemia (gula darah
berkurang). Pada umumnya IUGR simetris dalam jangka waktu lama
dapat mengakibatkan pertumbuhan bayi yang terlambat setelah
dilahirkan, dimana janin dengan IUGR asimetris lebih dapat catch-up
pertumbuhan setelah dilahirkan.
BAB IV

ANALISIS KASUS

Seorang G1P0A0 usia 32 tahun usia kehamilan 32+5 minggu datang sendiri
membawa surat keterangan dari dr. spesialis kandungan dengan keterangan G1P0A0
usia 32 tahun usia kehamilan 32+5 minggu dengan PEB, IUGR. Pasien merasa hamil
8 bulan, Gerak janin masih dirasakan. Kenceng-kenceng teratur belum dirasakan.
Air kawah belum dirasakan keluar, lendir darah belum dirasakan keluar. pasien
mengatakan tensi tinggi sejak bulan desember. Dari anamnesis didapatkan keluhan
utama pasien tensi tinggi sejak bulan desember (usia kehamilan 28 minggu). pasien
juga menguluhkan pertambahan berat badan hanya sedikit. nyeri kepala disangkal,
nyeri ulu hati disangkal pandangan mata kabur disangkal.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 180/100 mmHg. Tekanan
darah pasien yang tinggi masuk ke kriteria diagnosa Preeklampsia Berat (PEB)
yaitu tekanan darah ≥ 160/110 mmHg. Sebelum hamil pasien mengaku tekanan
darahnya tidak pernah tinggi. Dalam preeklampsi berat menurut onsetnya
dibedakan menjadi 2 yaitu early onset dan late onset. PEB early onset biasanya
terjadi pada usia kehamilan sebelum 34 minggu sedangkan late onset biasanya
terjadi pasa usia kehamilan setelah 34 minggu. Pada kasus ini, pasien diduga
mengalami PEB early onset karena tekanan darahnya ≥ 160/110 mmHg, baru
terjadi pada usia kehamilan pasien 32+5 minggu. Untuk memastikan diagnosis PEB
perlu dilakukan pemeriksaan uji urinalisa Ewitz. Keluhan pusing, mual muntah,
nyeri ulu hati dan pandangan kabur disangkal pasien, sehingga pasien ini tidak
mengalami impending eklampsia.
Pemeriksaan fisik dilanjutkan dengan palpasi abdomen teraba supel, nyeri
tekan (-), teraba janin tunggal, intrauterine, memanjang, his (-) DJJ (+) 130 x/menit
reguler, TFU 19 cm ∞ TBJ 1085 gr. dari pengukuran TFU dan berat badan
menandakan janin kecil yang bisa dikarenakan IUGR. Pemeriksaan vaginal toucher
didapatkan v/u tenang, dinding vagina dalam batas normal, portio lunak mecucu,
lendir darah (-). Dari hasil pemeriksaan abdomen dan genital diketahui bahwa
pasien belum dalam persalinan.
Hasil pemeriksaan laboratorium darah didapatkan Hb (15.4 g/dl),
hematokrit (45%), eritrosit (5,2 x106/uL), leukosit (12,2 ribu/uL), trombosit (239 x
103/uL), ureum (27 mg/dl) dan creatinine (0,91 mg/dl). Pemeriksaan protein urin
didapatkan hasil +3. Dari hasil pemeriksaan laboratorium darah diketahui hasil
urinalis Ewitz pada pasien ini +3. Sehingga diagnosis PEB dapat digunakan pada
pasien ini. Dari hasil pemeriksaan USG didapatkan taksiran berat janin (EFW) 1057
gram. oleh karena itu, psien didiagnosis dengan PEB dan IUGR.
Pasien ini diberikan terapi protap PEB untuk mencegah pasien jatuh ke
kondisi eklampsia atau impending eklampsia. Adapun protap PEB adalah
oksigenasi dengan nasal kanul 3 liter per menit, infus ringer laktat 20 tetes per
menit, injeksi MgSO4 20% 4 gr dalam 15 menit (initial dose) dan injeksi MgSO4
20% 1 gr/jam selama 24 jam (maintenance dose), serta pemberian nifedipin jika
tekanan darah pasien ≥ 160/110 mmHg. Syarat pemberian MgSO4 adalah refleks
patella (+), respiration rate 16-20x per menit, jumlah urin minimal 30 cc dalam 4
jam. Selama pemberian MgSO4 urine output pasien harus dikontrol dengan cara
pemasangan kateter dan dihitung balance cairannya. Hal ini dimaksudkan agar pada
pasien ini keseimbangan elektrolit tetap terjaga dan tidak terjadi hipermagnesia.
MgSO4 yang diberikan berfungsi sebagai profilaksis kejang, tokolitik,
antihipertensi dan diuretik. Apabila pasien mengalami keracunan MgSO4 maka
dapat diberikan antidotum kalsium glukonas.
Pasien diterapi konservatif kehamilan karena janin masih berumur < 34
minggu. pasien diberikan dexametasone untuk pematangan paru-paru janin. Janin
dengan IUGR memiliki risiko untuk hipoksia perinatal (kekurangan oksigen setelah
melahirkan) dan aspirasi mekonium (terhisap cairan mekonium). IUGR yang parah
dapat mengakibatkan hipotermia (suhu tubuh turun) dan hipoglikemia (gula darah
berkurang). oleh karena itu sebisa mungkin pasien untuk di konservatif kehamilan
sampai usia janin >34 minggu.
DAFTAR PUSTAKA

Artikasari K. Hubungan antara Primigravida dengan Angka Kejadian


Preeklampsia/Eklampsia di RSUD Dr. Moewardi Surakarta Periode 1
Januari–31 Desember 2008; 2009(Doctoral dissertation, Universitas
Muhammadiyah Surakarta).

Atmakusumah, T.D. Setyaningsih, I. 2009. Dasar-dasar talasemia: salah satu jenis


hemoglobinopati. Dalam: Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata,
M., Setiati, S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi V. Jakarta:
InternaPublishing.

Atmakusumah, T.D., Wahidiyat, P.A., Sofro, A.S., Wirawan, R., Tjitrasari, T.,
Setyaningsih, I., Wibawa, A. 2010. Pencegahan Thalassemia. Hasil Kajian
Konvensi HTA. Jakarta: 16 Juni.

Barut F, Barut A, Gun BD, Kandemir NO, Harma MI, Harma M, Aktun E, Ozdamar
SO. 2010. Intrauterine growth restriction and placental angiogenesis.
Diagnostic Pathology, 5 (24): 5-7.

Cousens, N.E., Gaff, C.L., Metcalfe, S.A., Delatycki, M.B. 2010. Carrier screening
for Beta-thalassaemia:a review of International practice. European Journal of
Human Genetics, 18: 1077-1083.

Cunningham FG. Chapter 34. Hypertensive Disorders In Pregnancy. In Williams


Obstetri. 22nd Ed. New York :Medical Publishing Division, pp: 762-764;
2005.

Djannah SN, Arianti IS. Gambaran Epidemiologi Kejadian


Preeklampsia/Eklampsia di RSU PKU Muhammadiyah Yogyakarta tahun
2007–2009; 2010 Diakses dari
http://ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/hsr/article/view/2782/1506
pada tanggal 3 Mei 2016.

Fatimah, Hadju et al. Pola Konsumsi dan Kadar Hemoglobin Pada Ibu Hamil di
Kabupaten

Galanello, R., Cao, A. 2011. Alpha-thalassemia. Genetics in Medicine, 13(2): 83-


88

Kilpatrick, S.J. 2014. Anemia and Pregnancy. In : Creasy, R.K., Resnik, R. Iams,
J.D., Lockwood, C.J, Moore, T.R., Greene, M.F. Creasy & Resnik’s Maternal-
Fetal Medicine Principles and Practice. 7th edition. Elsevier.
Manuaba IBG. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta : EGC, pp 401-31; 2007

Ojofeitimi EO, Ogunjuyigbe PO, Sanusi, et al. Poor Dietary Intake of Energy and
Retinol among Pregnant Women: Implications for Pregnancy Outcome in
Southwest Nigeria. Pak. J. Nutr. 2008; 7(3):480-484.

Old, J. 2013. Hemoglobinopathies and Thalassemias. In: Rimoin, D.L., Pyeritz,


R.E., Korf, I. Emery and Rimoin’s Essential Medical Genetics. Elsevier.

Pignatti, C. B., Galanello, R. 2014. Thalassemia and Related Disorders:


Quantitative Disorders of Hemoglobin Synthesis. In : Greer, J.P., Arber, D. A.,
Glader, B., List, A.F., Means, R.T., Paraskevas, F, Rodgers, G.M. Wintrobe’s
Clinical Hematology. 13th edition. Lippincott Williams& Wilkins.

POGI (2010). Penatalaksanaan Hipertensi dalam Kehamilan.


http://www.pogi.or.id/pogi/app/webroot/upload/downloadfile/a2a69f846d41c
0a7e9a1a2757d6b8ba8_hipertensidalamkehamilanhkfmpogiprotaphipertensid
alamkehamilan.docx

Purba RT. Departemen Obstetri dan Ginekologi, Fakultas Kedokteran Universitas


Indonesia/. Perbandingan Efektivitas Terapi Besi Intravena dan Oral pada
Anemia Defisiensi Besi dalam Kehamilan. Maj Kedokt Indon, Volum: 57,
Nomor: 4, April 2007. Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta

Riset Kesehatan Dasar 2007. 2008. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Ross MG, Monsano RZ, Smith CV, Talavera F, Gaupp FB. 2013. Fetal growth
restriction. http://emedicine.medscape.com/article/261226overview#showall

Ruangvutilert, P. 2007. Thalassemia is a Preventable Gen Disease. Siriraj Med J,


59: 330-333.

Rund, D., Rachmileweitz, E. 2005. β-Thalassemia. N Engl J Med, 353: 1135- 1146.

Sabang A, Berghella V. 2013. Intrauterine Growth Restriction (IUGR): Etiology


and Diagnosis. Curr Obstet Gynecol Rep, 2: 102-111

Saifuddin AB, dkk. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Jakarta : YBPSP, pp: M37-9; 2006.
Sheridan C. 2005. Intrauterine Growth Restriction- diagnosis and management.
Australian Family Physician Vol. 34, No. 9.

Storck S, Zieve D, Eltz DR, Slon S, Wang N. 2012. Intrauterine growth restriction.
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/001500. htm.

Strong, J., Rutherford, J.M. 2011. Anemia and White Blood Cell Disorders. In:
James, D. High Risk Pregnancy Management. 4th edition. Elsevier.

Welch, E., Wright, J. 2010. Inherited red cell disorders. In: Pavord, S., Hunt, B. The
Obstetric Hematology Manual. Cambridge University Press.

Wibowo B, Rachimhadi T. 2009. Preeklampsia dan Eklampsia, dalam : Ilmu


Kebidanan. Edisi III. Jakarta. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo,
pp. 281-99.

Winkjosastro Hanifa. 2002. Ilmu Kebidanan. Penerbit PT.EGC. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai