PENDAHULUAN
1
1.2. Rumusan Masalah
Bagaimanakah asuhan keperawatan ketidak efektifan bersihan jalan
nafas pada pasien Multiple Organ Dysfunction Syndrome di Ruang ICU
RSUD Bangil Pasuruan?
1.3. Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Melakukan asuhan keperawatan ketidak efektifan bersihan jalan nafas
pada pasien Multiple Organ Dysfunction Syndrome di Ruang ICU RSUD
Bangil Pasuruan.
1.4. Manfaat
1.4.1 Teoritis
Study kasus ini diharapkan menjadi referensi penulisan karya
ilmiah dan referensi tambahan dalam meningkatkan pengetahuan pembaca
tentang masalah Multiple Organ Dysfunction Syndrome serta mampu
melakukan perawatan yang benar bagi penderita Multiple Organ
Dysfunction Syndrome.
1.4.2 Praktis
Dengan study kasus ini diharapkan klien dan keluarga mengerti
gambaran umum tentang ketidak efektifan bersihan jalan nafas yang
dialami oleh pasien Multiple Organ Dysfunction Syndrome beserta
perawatan yang benar bagi klien agar penderita mendapat perawatan yang
tepat dalam keluarganya, sebagai bahan pertimbangan dalam menyediakan
sarana dan prasarana untuk perawatan pasien ketidak efektifan bersihan
jalan nafas pada klien Multiple Organ Dysfunction Syndrome dan sebagai
tambahan informasi untuk mengembangkan konsep asuhan keperawatan
ketidak efektifan bersihan jalan nafas pada pasien Multiple Organ
Dysfunction Syndrome di Ruang ICU RSUD Bangil Pasuruan.
.
BAB 2
TINJAUAN TEORI
2.1 DEFINISI
Sindrom disfungsi organ multiple (multiple organ dysfungtion syndrome
disingkat MODS) dapat terjadi pada penderita-penderita penyakit dengan
kondisi kritis atau pasca trauma berat. Perjalanan alamiah sindrom ini meliputi
perawatan yang lama diruang intensif sehingga menghabiskan dana dan upaya
yang besar. MODS muncul sebagai akibat langsung dari meningkatnya
kecanggihan alat-alat maupun obat-obatan untuk menunjang kehidupan sehingga
berhasil memperpanjang hidup pasien-pasien kritis yang pada masa-masa
sebelumnya tidak ada harapan lagi. Berdasarkan data dari penelitian-penelitian
retrospektif terungkap bahwa ancaman utama terhadap kelangsungan hidup
pasien-pasien kritis ini bukanlah penyakit yang mendasarinya ataupun
komplikasinya, tetapi akibat suatu proses kegagalan fisiologis yang progresif
pada beberapa system organ. Dalam dekade yang terakhir ini pendekatan ICU
baik monitoring maupun resusitasi diarahkan kepada kegagalan beberapa organ
dalan waktu yang sama. Berdasarkan kematian yang terjadi oleh karena penyakit
kardiovaskular, ARDS, trauma mayor, perdarahan yang massif, pancreatitis
nekrotik, kegagalan hati, shosk dan sepsis akan menimbulkan kegagalan
berbagai organ dan secara progresif menunjukkan perburukan keadaan. Dalam
terninologi klinis digunakan istilah multiple organ dysfungtion syndrome atau
dalam tingkat selanjutnya terjadi multiple organ system failure atau disebut juga
dengan MOSF. Walaupun terdapat berbagai ketidaksepahaman, penyakit ini
digolongkan kedalam MOSF akan tetapi terdapat hubungan antara organ yang
disfungsi dengan monitor dan pengatasan prognose pasien. MODS dapat bersifat
primer maupun sekunder.
MODS primer terjadi akibat langsung dari jejas (insult) pada organ-organ
tertentu, misalnya kontusio paru, gagal ginjal karena rabdomiolisis, atau
koagulopati karena transfuse multiple. Respon inflamasi pada MODS primer
tidak menonjol. MODS sekunder bukan akibat langsung jejas awal (initial
4
insult), tapi terjadi sebagai konsekuensi respon inflamasi yang berlebihan, dan
meluas keseluruh oragn didalam badan; fenomena inni dinamakan systemic
inflammatory response syndrome (SIRS). Bila proses ini terjadi akibat infeksi
disebut sepsis.
2.2 ETIOLOGI
2.3 PATOGENESIS
Menurut Aryanto Suwoto (2007), Akibat dari jejas local atau infeksi,
mediator-mediator proinflamasi dilepaskan untuk melawan antigen-antigen
asing dan mempercepat penyembuhan luka. Kemudian akan diikuti pelepasan
mediator-mediator anti-inflamasi untuk meregulasi proses ini. Homeostasis
dicapai dan pasien sembuh. Bila jejas patologis berat, dan mekanisme
pertahanan lokasi tidak berhasil mengatasinya, maka mediator-mediator
inflamasi akan masuk ke dalam sirkulasi sistemik dan merekrut leukosit-leukosit
baru di daerah inflamasi. Terjadilah respons terhadap stress di seluruh tubuh.
Sekali lagi, mediator-mediator anti-inflamasi dilepaskan ke dalam sirkulasi
sistemik untuk memperbaiki kaskade proinflamasi sehingga tercapai kembali
homeostasis.
Bila respon proinflamasi sistemik yang terjadi sifatnya berat, atau bila
respon anti-inflamasi sebagai kompensasinya tidak adekuat sehingga gagal
meregulasi respons proinflamasi, terjadilah ketidakseimbangan dengan
predominan respons proinflamasi. Pada keadaan ini didapat tanda-tanda SIRS,
dan mulai didapat ancaman terjadinya disfungsi organ. Sebaliknya, bila terjadi
predominansi respon anti inflamasi, dengan akibat alergi dan imunosupresi,
5
keadaan ini dinamakan compensatory antiinflamatory response syndrome
disingkat CARS, kelangsungan hidup bergantung pada tercapainya homeostasis.
Bila homeostasis tidak berhasil dicapai, sampailah pada fase terakhir proses
patogenik ini, immunological dissonance. Pada fase ini keseimbangan antara
proses pro dan anti inflamasi hilang.
6
memprediksi keluaran. Komponen kardiovaskuler mungkin tidak dapat dinilai
pada semua pasien ICU, sehingga menjadi salah satu limitasi praktis skor ini .
Sequentiel Organ Failure Assessment (SOFA)
Skor berkisar antara 0, merujuk pada fungsi normal, sampai 4, merujuk pada
keadaan sangat abnormal, berdasarkan keadaan terburuk dalam satu hari. Skor
SOFA total yang tinggi (SOFA maksimum) dan perubahan/perbedaan SOFA
yang tinggi (SOFA maksimum total dikurangi SOFA total saat masuk)
berhubungan detal tangan keluaran yang lebih buruk. Skor total tampak terus
meningkat pada pasien yang meninggal dibandingkan pasien yang selamat .
Logistic Organ Dysfunction System (LODS)
Skor LODS dihitung bberdasarkan nilai terburuk suatu sistem organ pada hari
tertentu. Skor berkisar antara 0-5 yang melambangkan fungsi normal hingga
disfungsi berat. Karena keparahan relatif disfungsi organ berbeda antarra sistem
organ, skor ini hanya memberikan nilai 5 pada sistem saraf, ginjal, dan
kardiovaskuler. Untuk disfungsi maksimum sistem pulmonal dan koagulasi,
diberikan nilai 3, dan untuk hati, hanya diberikan nilai 1. Dengan demikian skor
maksimum total adalah 22. Skor LODS digunakan hanya untuk sesekali
pengukuran dalam 24 jam pertama perawatan di ICU, tidak untuk evaluasi
bberulang. Sistem ini rumit, sehingga jarang digunakan dalam praktek sehari-
hari.
Tabel 1. Perbandingan Parameter Antara Ketiga Sistem Skoring MODS
7
adrenergik sistolik
8
nosokomial menaikkan mortalitas menjadi 2 kali lipat. Cuci tangan, ruangan
isolasi serta pelapisan kateter IV dengan silikon/ zat antibakteri dapat
mengurangi insiden MODS
Memberikan nutrisi yang cukup baik dengan enteral, parenteral, bila perlu
memberikan kalori yang berlebih. Pada MOSF non kalori intake 23-35
kalori/kg/hari (3-5 gr/kg/hari glukosa ditambah dengan 0,5-1 gm/kg/hari
protein), untuk memberikan kalori digunakan keseimbangan harris benedict.
A. Pengkajian
Identitas pasien : nama, umur, tanggal lahir, jenis kelamin, alamat, tanggal
masuk, tanggal pengkajian, diagnosa medik, rencana terapi
9
C. Riwayat Kesehatan
Sirkulasi
Integritas Ego
Makanan/Cairan
10
Subyektif : Kehilangan selera makan, nausea
Neurosensori
Respirasi
Rasa aman
Seksualitas
11
Suby./Oby. : Riwayat kehamilan dengan komplikasi eklampsia
Kebutuhan belajar
Study Diagnostic
Chest X-Ray
E. Diagnosa Keperawatan
12
Resiko tinggi kelebihan volome cairan berhubungan dengan edema
pulmonal non Kardia.
13
F. INTERVENSI KEPERAWATAN
14
thorak dalam batas normal Jelaskan pada pasien dan
keluarga tentang penggunaan
peralatan : O2, Suction,
Inhalasi.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan - Keseimbangan asam Basa, Posisikan pasien untuk
memaksimalkan
dengan alveolar hipoventilasi, - Elektrolit Respiratory Status :
ventilasi
penumpukan cairan di permukaan alveoli, ventilation Pasang mayo bila perlu
Lakukan fisioterapi dada
hilangnya surfaktan pada permukaan - Vital Sign Status
jika perlu
alveoli ditandai dengan : takipneu, Setelah dilakukan tindakan keperawatan Keluarkan sekret dengan
batuk atau suction
penggunaan otot-otot bantu pernafasan, selama …. Gangguan pertukaran pasien
Auskultasi suara nafas,
cyanosis, perubahan ABGs, dan A-a teratasi dengan kriteria hasi: - catat adanya suara
tambahan
Gradient. - Mendemonstrasikan peningkatan
Berikan bronkodilator ;
ventilasi dan oksigenasi yang adekuat Barikan pelembab udara
Atur intake untuk cairan
- Memelihara kebersihan paru paru dan
mengoptimalkan
bebas dari tanda tanda distress keseimbangan.
Monitor respirasi dan
pernafasan
status O2
- Mendemonstrasikan batuk efektif dan Catat pergerakan
dada,amati kesimetrisan,
suara nafas yang bersih, tidak ada
penggunaan otot
sianosis dan dyspneu (mampu tambahan, retraksi otot
supraclavicular dan
mengeluarkan sputum, mampu
intercostal
bernafas dengan mudah, tidak ada Monitor suara nafas,
seperti dengkur
pursed lips)
Monitor pola nafas :
- Tanda tanda vital dalam rentang bradipena, takipenia,
kussmaul, hiperventilasi,
normal AGD dalam batas normal
cheyne stokes, biot
- Status neurologis dalam batas normal Auskultasi suara nafas,
15
catat area penurunan /
tidak adanya ventilasi
dan suara tambahan
Monitor TTV, AGD,
elektrolit dan ststus
mental
Observasi sianosis
khususnya membran
mukosa
Jelaskan pada pasien dan
keluarga tentang
persiapan tindakan dan
tujuan penggunaan alat
tambahan (O2, Suction,
Inhalasi)
Auskultasi bunyi
jantung, jumlah, irama
dan denyut jantung
3. Gangguan perfusi jaringan berhubungan - Cardiac Pump effectiveness Evaluasi adanya nyeri
dada
dengan penurunan aliran balik vena dan - Circulation Status
Catat adanya disritmia
penurunan curah jantung,edema,hipotensi - Vital Sign Status jantung
Catat adanya tanda dan
- Tissue perfusion: perifer
gejala penurunan cardiac
Setelah dilakukan asuhan selama……… putput
Monitor status
penurunan kardiak output klien teratasi dengan
pernafasan yang
kriteria hasil: menandakan gagal
jantung
- Tanda Vital dalam rentang normal
Monitor balance cairan
(Tekanan darah, Nadi, respirasi) Monitor respon pasien
terhadap efek
Dapat mentoleransi aktivitas, tidak
pengobatan antiaritmia
ada kelelahan Tidak ada edema paru, Atur periode latihan dan
istirahat untuk
perifer, dan tidak ada asites Tidak ada
menghindari kelelahan
16
penurunan kesadaran Monitor toleransi
aktivitas pasien
- AGD dalam batas normal
Monitor adanya
- Tidak ada distensi vena leher dyspneu, fatigue,
tekipneu dan ortopneu
- Warna kulit normal
Anjurkan untuk
menurunkan stress ▪
Monitor TD, nadi, suhu,
dan RR
Monitor VS saat pasien
berbaring, duduk, atau
berdiri
Auskultasi TD pada
kedua lengan dan
bandingkan
Monitor TD, nadi, RR,
sebelum, selama, dan
setelah aktivitas
Monitor jumlah, bunyi
dan irama jantung
Monitor frekuensi dan
irama pernapasan
Monitor pola pernapasan
abnormal
Monitor suhu, warna,
dan kelembaban kulit
Monitor sianosis perifer
Monitor adanya cushing
triad (tekanan nadi yang
melebar, bradikardi,
peningkatan sistolik)
Identifikasi penyebab
dari perubahan vital sign
Jelaskan pada pasien
tujuan dari pemberian
oksigen
17
Sediakan informasi
untuk mengurangi stress
Kelola pemberian obat
anti aritmia, inotropik,
nitrogliserin dan
vasodilator untuk
mempertahankan
kontraktilitas jantung
Kelola pemberian
antikoagulan untuk
mencegah trombus
perifer
Minimalkan stress
lingkungan
18