Anda di halaman 1dari 18

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Kegagalan multi organ terus menjadi penyebab kematian lanjut setelah
cedera. Kegagalan multi organ juga menjadi penyebab terbanyak mortalitas
di unit terapi intensif setelah penyakit medis katastrofik mayor dan
komplikasi bedah. Patogenesis dari sindrom ini masih belum dapat
dimengerti sepenuhnya, tapi cenderung berkaitan dengan sejumlah
kombinasi dari respon inflamasi disregulasi, maldistribusi aliran darah,
cederaiskemia-reperfusi dan disregulasi fungsi imun. Awalnya sindrom
kegagalan multi organ diduga sebagai akibat dari sepsis. Ide ini berdasarkan
pengamatan bahwa onset dini dari kegagalan respiratorik setelah sejumlah
kejadian stress koinsiden dengan respon septic pada banyak pasien. Respon
ini antara lain meliputi demam, leukosistosis, peningkatan cardiac output
dan penurunan resistensivascular perifer.

Goris dan kawan-kawan mendemonstrasikan bahwa lebih dari


50% pasien mengalami kegagalan multi system organ tanpa bukti adanya
infeksi. Sebagai tambahan, Nuytinck dkk. menemukan bahwa pasien
dengan kegagalan multi organ yang meninggal memiliki bukti adanya
inflamasi akut dan kronik pada seluruh organ mereka. Penemuan ini
mengarah pada ide bahwa kegagalan multi system organ berasal
dari sindrom respon inflamasi sistemik ( systemic inflammatory response
syndrome/SIRS) dan disregulasi respon hiperinflamasi sistemik dari pada
sepsis atau infeksi. Satu kejadian tersering yang dapat menyebabkan
scenario ini adalah iskemia/cedera reperfusi.

1
1.2. Rumusan Masalah
Bagaimanakah asuhan keperawatan ketidak efektifan bersihan jalan
nafas pada pasien Multiple Organ Dysfunction Syndrome di Ruang ICU
RSUD Bangil Pasuruan?

1.3. Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Melakukan asuhan keperawatan ketidak efektifan bersihan jalan nafas
pada pasien Multiple Organ Dysfunction Syndrome di Ruang ICU RSUD
Bangil Pasuruan.

1.3.2 Tujuan Khusus


1) Melakukan pengkajian ketidak efektifan bersihan jalan nafas pada pasien
Multiple Organ Dysfunction Syndrome di Ruang ICU RSUD Bangil
Pasuruan secara benar dan sesuai teori yang didapat.
2) Merumuskan diagnosa yang mungkin timbul dan menentukan rencana
tindakan keperawatan ketidak efektifan bersihan jalan nafas pada pasien
Multiple Organ Dysfunction Syndrome di Ruang ICU RSUD Bangil
Pasuruan.
3) Membuat perencanaan tindakan keperawatan yang sesuai asuhan
keperawatan ketidak efektifan bersihan jalan nafas pada pasien Multiple
Organ Dysfunction Syndrome di Ruang ICU RSUD Bangil Pasuruan.
4) Melakukan tindakan keperawatan ketidak efektifan bersihan jalan nafas
pada pasien Multiple Organ Dysfunction Syndrome di Ruang ICU RSUD
Bangil Pasuruan.
5) Mengevaluasi tindakan keperawatan ketidak efektifan bersihan jalan nafas
pada pasien Multiple Organ Dysfunction Syndrome di Ruang ICU RSUD
Bangil Pasuruan.

1.4. Manfaat
1.4.1 Teoritis
Study kasus ini diharapkan menjadi referensi penulisan karya
ilmiah dan referensi tambahan dalam meningkatkan pengetahuan pembaca
tentang masalah Multiple Organ Dysfunction Syndrome serta mampu
melakukan perawatan yang benar bagi penderita Multiple Organ
Dysfunction Syndrome.

1.4.2 Praktis
Dengan study kasus ini diharapkan klien dan keluarga mengerti
gambaran umum tentang ketidak efektifan bersihan jalan nafas yang
dialami oleh pasien Multiple Organ Dysfunction Syndrome beserta
perawatan yang benar bagi klien agar penderita mendapat perawatan yang
tepat dalam keluarganya, sebagai bahan pertimbangan dalam menyediakan
sarana dan prasarana untuk perawatan pasien ketidak efektifan bersihan
jalan nafas pada klien Multiple Organ Dysfunction Syndrome dan sebagai
tambahan informasi untuk mengembangkan konsep asuhan keperawatan
ketidak efektifan bersihan jalan nafas pada pasien Multiple Organ
Dysfunction Syndrome di Ruang ICU RSUD Bangil Pasuruan.

.
BAB 2
TINJAUAN TEORI

2.1 DEFINISI
Sindrom disfungsi organ multiple (multiple organ dysfungtion syndrome
disingkat MODS) dapat terjadi pada penderita-penderita penyakit dengan
kondisi kritis atau pasca trauma berat. Perjalanan alamiah sindrom ini meliputi
perawatan yang lama diruang intensif sehingga menghabiskan dana dan upaya
yang besar. MODS muncul sebagai akibat langsung dari meningkatnya
kecanggihan alat-alat maupun obat-obatan untuk menunjang kehidupan sehingga
berhasil memperpanjang hidup pasien-pasien kritis yang pada masa-masa
sebelumnya tidak ada harapan lagi. Berdasarkan data dari penelitian-penelitian
retrospektif terungkap bahwa ancaman utama terhadap kelangsungan hidup
pasien-pasien kritis ini bukanlah penyakit yang mendasarinya ataupun
komplikasinya, tetapi akibat suatu proses kegagalan fisiologis yang progresif
pada beberapa system organ. Dalam dekade yang terakhir ini pendekatan ICU
baik monitoring maupun resusitasi diarahkan kepada kegagalan beberapa organ
dalan waktu yang sama. Berdasarkan kematian yang terjadi oleh karena penyakit
kardiovaskular, ARDS, trauma mayor, perdarahan yang massif, pancreatitis
nekrotik, kegagalan hati, shosk dan sepsis akan menimbulkan kegagalan
berbagai organ dan secara progresif menunjukkan perburukan keadaan. Dalam
terninologi klinis digunakan istilah multiple organ dysfungtion syndrome atau
dalam tingkat selanjutnya terjadi multiple organ system failure atau disebut juga
dengan MOSF. Walaupun terdapat berbagai ketidaksepahaman, penyakit ini
digolongkan kedalam MOSF akan tetapi terdapat hubungan antara organ yang
disfungsi dengan monitor dan pengatasan prognose pasien. MODS dapat bersifat
primer maupun sekunder.

MODS primer terjadi akibat langsung dari jejas (insult) pada organ-organ
tertentu, misalnya kontusio paru, gagal ginjal karena rabdomiolisis, atau
koagulopati karena transfuse multiple. Respon inflamasi pada MODS primer
tidak menonjol. MODS sekunder bukan akibat langsung jejas awal (initial

4
insult), tapi terjadi sebagai konsekuensi respon inflamasi yang berlebihan, dan
meluas keseluruh oragn didalam badan; fenomena inni dinamakan systemic
inflammatory response syndrome (SIRS). Bila proses ini terjadi akibat infeksi
disebut sepsis.

2.2 ETIOLOGI

Beberapa jenis jejas (insult) fisiologik maupun patologik dapat menyebabkan


MODS, antara lain (Aryanto Suwoto, 2007) :
a. Infeksi (bakteri, virus)
b. Trauma (trauma multiple, pasca operasi, heat injury, iskemia visceral)
c. Inflamasi (HIV, eklamsia, gagal hati, tranfusi masif)
d. Non infeksi (reaksi obat, reaksi tranfusi)

2.3 PATOGENESIS
Menurut Aryanto Suwoto (2007), Akibat dari jejas local atau infeksi,
mediator-mediator proinflamasi dilepaskan untuk melawan antigen-antigen
asing dan mempercepat penyembuhan luka. Kemudian akan diikuti pelepasan
mediator-mediator anti-inflamasi untuk meregulasi proses ini. Homeostasis
dicapai dan pasien sembuh. Bila jejas patologis berat, dan mekanisme
pertahanan lokasi tidak berhasil mengatasinya, maka mediator-mediator
inflamasi akan masuk ke dalam sirkulasi sistemik dan merekrut leukosit-leukosit
baru di daerah inflamasi. Terjadilah respons terhadap stress di seluruh tubuh.
Sekali lagi, mediator-mediator anti-inflamasi dilepaskan ke dalam sirkulasi
sistemik untuk memperbaiki kaskade proinflamasi sehingga tercapai kembali
homeostasis.
Bila respon proinflamasi sistemik yang terjadi sifatnya berat, atau bila
respon anti-inflamasi sebagai kompensasinya tidak adekuat sehingga gagal
meregulasi respons proinflamasi, terjadilah ketidakseimbangan dengan
predominan respons proinflamasi. Pada keadaan ini didapat tanda-tanda SIRS,
dan mulai didapat ancaman terjadinya disfungsi organ. Sebaliknya, bila terjadi
predominansi respon anti inflamasi, dengan akibat alergi dan imunosupresi,

5
keadaan ini dinamakan compensatory antiinflamatory response syndrome
disingkat CARS, kelangsungan hidup bergantung pada tercapainya homeostasis.
Bila homeostasis tidak berhasil dicapai, sampailah pada fase terakhir proses
patogenik ini, immunological dissonance. Pada fase ini keseimbangan antara
proses pro dan anti inflamasi hilang.

Multiple Organ Dysfungtion Score (MODS)


Skor 0-4 diberikan kepada seitap sistem organ sesuai fungsinya (0 mengacu
pada fungsi normal dan 4 mengacu pada disfungsi yang sangat berat) dengan
skor maksimum 24. Skor yang diambil untuk perhitungan adalah skor terburuk
untuk setiap sistem organ dalam periode 24 jam. Tingginya skor inisial
berhubungan dengan mortalitas ICU dan MODS delta (hasil dari MODS selama
perawatan di ICU dikurangi MODS saat masuk) bahkan lebih dapat

6
memprediksi keluaran. Komponen kardiovaskuler mungkin tidak dapat dinilai
pada semua pasien ICU, sehingga menjadi salah satu limitasi praktis skor ini .
Sequentiel Organ Failure Assessment (SOFA)
Skor berkisar antara 0, merujuk pada fungsi normal, sampai 4, merujuk pada
keadaan sangat abnormal, berdasarkan keadaan terburuk dalam satu hari. Skor
SOFA total yang tinggi (SOFA maksimum) dan perubahan/perbedaan SOFA
yang tinggi (SOFA maksimum total dikurangi SOFA total saat masuk)
berhubungan detal tangan keluaran yang lebih buruk. Skor total tampak terus
meningkat pada pasien yang meninggal dibandingkan pasien yang selamat .
Logistic Organ Dysfunction System (LODS)
Skor LODS dihitung bberdasarkan nilai terburuk suatu sistem organ pada hari
tertentu. Skor berkisar antara 0-5 yang melambangkan fungsi normal hingga
disfungsi berat. Karena keparahan relatif disfungsi organ berbeda antarra sistem
organ, skor ini hanya memberikan nilai 5 pada sistem saraf, ginjal, dan
kardiovaskuler. Untuk disfungsi maksimum sistem pulmonal dan koagulasi,
diberikan nilai 3, dan untuk hati, hanya diberikan nilai 1. Dengan demikian skor
maksimum total adalah 22. Skor LODS digunakan hanya untuk sesekali
pengukuran dalam 24 jam pertama perawatan di ICU, tidak untuk evaluasi
bberulang. Sistem ini rumit, sehingga jarang digunakan dalam praktek sehari-
hari.
Tabel 1. Perbandingan Parameter Antara Ketiga Sistem Skoring MODS

Parameter MODS SOFA LODS

Respirasi PaO2/FiO2 PaO2/FiO2 PaO2/FiO2 Status


Dukungan ventilasi/CPAP
ventilasi

Koagulasi Hitung trombosit Hitung trombosit Hitung leukosit


HItung trombosit

Hati Konsentrasi Konsentrasi Konsentrasi


bilirubin bilirubin bilirubin
Waktu protombin

Kardiovaskuler Frekuensi jantung Tekanan darah Frekuensi jantung


Dukungan Tekanan darah
X (CVP/MAP)

7
adrenergik sistolik

SSP GCS GCS GCS

Ginjal Konsentrasi Konsentrasi Konsentrasi ureum


kreatinin kreatinin atau dan keratinin
volume urin volume urin.

CPAP Continuous Positive Airway Pressure; CVP Central Venous Pressure;


MAP Mean Arterial Pressure; GCS Glasglow Coma Scale.

Skor yang diperuntukkan terhadap perkembangan disfungsi organ yang dapat


digunakan untuk evaluasi berulang memberikan informasi lebih banyak terhadap
perkembangan penyakit dan respons pasien terhadap terapi . Evaluasi berulang
ini membantu memantau progresi pernyakit di ICU, sangat berkorelasi dengan
keluaran/kesintasan pasien, serta dapat membantu mengidentifikasi pasien yang
tetap tidak responsive meskipun telah diberikan terapi yang tepat selama
beberapa hari

2.4 MANIFESTASI KLINIS (Aryanto Suwoto, 2007)


a. Disfungsi kardiovaskular; edema dan restribusi cairan
b. Disfungsi respirasi; takipnea, hipoksemia, hiperkarbia
c. Disfungsi ginjal; gagal ginjal akut
d. Disfungsi gastrointestinal; perdarahan stress ulcer, pancreatitis, hiperglikemia
e. Disfungsi neurologis; ensefalopati

2.5 PENATALAKSANAAN (Tabrani Rab, 2007)


Pada prinsipnya dibagi atas 2 yakni prevensi dan pengobatan dengan hal ingin
dicapai terdapatnya adekuat oksigenasi jaringan, mengobati infeksi, adekuat
nutrisional support dan bila mungkin melakukan tindakan seperti hemodialisis.
Adapun tindakan yang perlu dilaksanakan :

 Pencegahan; teknik pembedahan yang baik sangat penting, karena penelitian


didapat 40% kasus MODS disebabkan karena kesalahan pembedahan. Infeksi

8
nosokomial menaikkan mortalitas menjadi 2 kali lipat. Cuci tangan, ruangan
isolasi serta pelapisan kateter IV dengan silikon/ zat antibakteri dapat
mengurangi insiden MODS

 Resusitasi untuk mengatasi shock dan monitor kulit, tekanan darah,


temperature, aliran urin, O2 saturasi dan asam laktat dan pH

 Debridement dari jaringan yang telah membusuk

 Mengatasi infeksi yang terjadi baik infeksi intraabdominal, sepsis, infeksi


oleh karena pemasangan kateter, infeksi yang berasal dari usus dan infeksi
daari daerah lainnya.

 Memberikan nutrisi yang cukup baik dengan enteral, parenteral, bila perlu
memberikan kalori yang berlebih. Pada MOSF non kalori intake 23-35
kalori/kg/hari (3-5 gr/kg/hari glukosa ditambah dengan 0,5-1 gm/kg/hari
protein), untuk memberikan kalori digunakan keseimbangan harris benedict.

 Terapi yang diberikan kortikosteroid dan prostaglandin-1 inhibitor. Kemudian


diberikan pula imunoterapi, fibronisentin yang merupakan suatu glikoprotein
kompleks yang merangsang fagositosis, dan dapat pula diberikan ibuprofen.

 Control kausa; hal terpenting dalam penatalaksanaan MODS adalah


menghilangkan factor presipitasi dan penyebab atau sumber infeksi.

2.6 KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

Identitas pasien : nama, umur, tanggal lahir, jenis kelamin, alamat, tanggal
masuk, tanggal pengkajian, diagnosa medik, rencana terapi

B. Keluhan utama/alasan masuk RS: adanya Sepsis

9
C. Riwayat Kesehatan

Riwayat kesehatan sekarang

Riwayat kesehatan keluarga

D. Pola Fungsi Kesehatan

 Aktivitas & Istirahat

Subyektif : Menurunnya tenaga/kelelahan Insomnia

 Sirkulasi

Subyektif : Riwayat pembedahan jantung/bypass cardiopulmonary,


fenomena embolik (darah, udara, lemak)

Obyektif : Tekanan darah bisa normal atau meningkat (terjadinya


hipoksemia), hipotensi terjadi pada stadium lanjut (shock).

 Heart rate : takikardi biasa terjadi

Bunyi jantung : normal pada fase awal, S2 (komponen pulmonic)


dapat terjadi

Disritmia dapat terjadi, tetapi ECG sering menunjukkan normal

Kulit dan membran mukosa : mungkin pucat, dingin. Cyanosis biasa


terjadi (stadium lanjut)

 Integritas Ego

Subyektif : Keprihatinan/ketakutan, perasaan dekat dengan kematian

Obyektif : Restlessness, agitasi, gemetar, iritabel, perubahan mental.

 Makanan/Cairan

10
Subyektif : Kehilangan selera makan, nausea

Obyektif : Formasi edema/perubahan berat badan


Hilang/melemahnya bowel sounds

 Neurosensori

Suby./Oby. : Gejala truma kepala Kelambanan mental, disfungsi


motorik

 Respirasi

Subyektif : Riwayat aspirasi, merokok/inhalasi gas, infeksi pulmolal


diffuse

Kesulitan bernafas akut atau khronis, “air hunger”

 Obyektif : Respirasi : rapid, swallow, grunting Peningkatan kerja


nafas ; penggunaan otot bantu pernafasan seperti retraksi intercostal
atau substernal, nasal flaring, meskipun kadar oksigen tinggi

Suara nafas : biasanya normal, mungkin pula terjadi crakles, ronchi,


dan suara nafas bronchial

Perkusi dada : Dull diatas area konsolidasi Penurunan dan tidak


seimbangnya ekpansi dada

Peningkatan fremitus (tremor vibrator pada dada yang ditemukan


dengan cara palpasi. Sputum encer, berbusa Pallor atau cyanosis
Penurunan kesadaran, confusion

 Rasa aman

Subyektif : Adanya riwayat trauma tulang/fraktur, sepsis, transfusi


darah, episode anaplastik

 Seksualitas

11
Suby./Oby. : Riwayat kehamilan dengan komplikasi eklampsia

 Kebutuhan belajar

 Subyektif : Riwayat ingesti obat/overdosis\ Discharge Plan :


Ketergantungan sebagai efek dari kerusakan pulmonal, mungkin
membutuhkan asisten saat bepergian, shopping, self-care.

 Study Diagnostic

Chest X-Ray

ABGs/Analisa gas darah

Pulmonary Function Test

Shunt Measurement (Qs/Qt)

Alveolar-Arterial Gradient (A-a gradient)

Lactic Acid Level

E. Diagnosa Keperawatan

 Tidak efektifnya jalan nafas berhubungan dengan hilangnya fungsi


jalan nafas, peningkatan sekret pulmonal, peningkatan resistensi jalan
nafas ditandai dengan : dispneu, perubahan pola nafas, penggunaan
otot pernafasan, batuk dengan atau tanpa sputum, cyanosis.

 Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan alveolar


hipoventilasi, penumpukan cairan di permukaan alveoli, hilangnya
surfaktan pada permukaan alveoli ditandai dengan : takipneu,
penggunaan otot-otot bantu pernafasan, cyanosis, perubahan ABGs,
dan A-a Gradient.

 Resiko tinggi defisit volume cairan berhubungan dengan penggunaan


deuritik, ke-luaran cairan kompartemental

12
 Resiko tinggi kelebihan volome cairan berhubungan dengan edema
pulmonal non Kardia.

 Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan aliran


balik vena dan penurunan curah jantung,edema,hipotensi

 Pola napas tidak efektif berhubungan dengan pertukaran gas tidak


adekuat,pening katan sekresi,penurunan kemampuan untuk
oksigenasi dengan adekuat atau kelelahan.

 Cemas/takut berhubungan dengan krisis situasi, pengobatan ,


perubahan status kesehatan, takut mati, faktor fisiologi (efek
hipoksemia) ditandai oleh mengekspresikan masalah yang sedang
dialami, tensi meningkat, dan merasa tidak berdaya, ketakutan,
gelisah.

 Defisit pengetahuan , mengenai kondisi , terafi yang dibutuhkan


berhubungan dengan kurang informasi, salah presepsi dari informasi
yang ditandai dengan mengajukan pertanyaan , menyatakan
masalahnya.

13
F. INTERVENSI KEPERAWATAN

NO Diagnosa keperawatan NOC NIC


1. Tidak efektifnya jalan nafas - Respiratory status  Pastikan kebutuhan oral /
tracheal suctioning.
berhubungan dengan hilangnya fungsi - Ventilation Respiratory status :
 Berikan O2 ……l/mnt,
jalan nafas, peningkatan sekret Airway patency metode………
 Anjurkan pasien untuk
pulmonal, peningkatan resistensi jalan - Aspiration Control
istirahat dan napas dalam
nafas ditandai dengan : dispneu, Setelah dilakukan tindakan keperawatan  Posisikan pasien untuk
memaksimalkan ventilasi
perubahan pola nafas, penggunaan selama …………..pasien menunjukkan
 Lakukan fisioterapi dada jika
otot pernafasan, batuk dengan atau keefektifan jalan nafas dibuktikan dengan perlu
 Keluarkan sekret dengan
tanpa sputum, cyanosis. kriteria hasil :
batuk atau suction
- Mendemonstrasikan batuk efektif dan  Auskultasi suara nafas, catat
adanya suara tambahan
suara nafas yang bersih, tidak ada
 Berikan bronkodilator :
sianosis dan dyspneu (mampu ………………………
……………………….
mengeluarkan sputum, bernafas
………………………
dengan mudah, tidak ada pursed lips)  Monitor status hemodinamik
 Berikan pelembab udara
- Menunjukkan jalan nafas yang paten
Kassa basah NaCl Lembab
(klien tidak merasa tercekik, irama  Berikan antibiotik :
………………
nafas, frekuensi pernafasan dalam
 Atur intake untuk cairan
rentang normal, tidak ada suara nafas mengoptimalkan
keseimbangan.
abnormal)
 Monitor respirasi dan status
- Mampu mengidentifikasikan dan O2
 Pertahankan hidrasi yang
mencegah faktor yang penyebab.
adekuat untuk mengencerkan
Saturasi O2 dalam batas normal Foto sekret

14
thorak dalam batas normal  Jelaskan pada pasien dan
keluarga tentang penggunaan
peralatan : O2, Suction,
Inhalasi.

2. Gangguan pertukaran gas berhubungan - Keseimbangan asam Basa,  Posisikan pasien untuk
memaksimalkan
dengan alveolar hipoventilasi, - Elektrolit Respiratory Status :
ventilasi
penumpukan cairan di permukaan alveoli, ventilation  Pasang mayo bila perlu
 Lakukan fisioterapi dada
hilangnya surfaktan pada permukaan - Vital Sign Status
jika perlu
alveoli ditandai dengan : takipneu, Setelah dilakukan tindakan keperawatan  Keluarkan sekret dengan
batuk atau suction
penggunaan otot-otot bantu pernafasan, selama …. Gangguan pertukaran pasien
 Auskultasi suara nafas,
cyanosis, perubahan ABGs, dan A-a teratasi dengan kriteria hasi: - catat adanya suara
tambahan
Gradient. - Mendemonstrasikan peningkatan
 Berikan bronkodilator ;
ventilasi dan oksigenasi yang adekuat  Barikan pelembab udara
 Atur intake untuk cairan
- Memelihara kebersihan paru paru dan
mengoptimalkan
bebas dari tanda tanda distress keseimbangan.
 Monitor respirasi dan
pernafasan
status O2
- Mendemonstrasikan batuk efektif dan  Catat pergerakan
dada,amati kesimetrisan,
suara nafas yang bersih, tidak ada
penggunaan otot
sianosis dan dyspneu (mampu tambahan, retraksi otot
supraclavicular dan
mengeluarkan sputum, mampu
intercostal
bernafas dengan mudah, tidak ada  Monitor suara nafas,
seperti dengkur
pursed lips)
 Monitor pola nafas :
- Tanda tanda vital dalam rentang bradipena, takipenia,
kussmaul, hiperventilasi,
normal AGD dalam batas normal
cheyne stokes, biot
- Status neurologis dalam batas normal  Auskultasi suara nafas,

15
catat area penurunan /
tidak adanya ventilasi
dan suara tambahan
 Monitor TTV, AGD,
elektrolit dan ststus
mental
 Observasi sianosis
khususnya membran
mukosa
 Jelaskan pada pasien dan
keluarga tentang
persiapan tindakan dan
tujuan penggunaan alat
tambahan (O2, Suction,
Inhalasi)
 Auskultasi bunyi
jantung, jumlah, irama
dan denyut jantung
3. Gangguan perfusi jaringan berhubungan - Cardiac Pump effectiveness  Evaluasi adanya nyeri
dada
dengan penurunan aliran balik vena dan - Circulation Status
 Catat adanya disritmia
penurunan curah jantung,edema,hipotensi - Vital Sign Status jantung
 Catat adanya tanda dan
- Tissue perfusion: perifer
gejala penurunan cardiac
Setelah dilakukan asuhan selama……… putput
 Monitor status
penurunan kardiak output klien teratasi dengan
pernafasan yang
kriteria hasil: menandakan gagal
jantung
- Tanda Vital dalam rentang normal
 Monitor balance cairan
(Tekanan darah, Nadi, respirasi)  Monitor respon pasien
terhadap efek
Dapat mentoleransi aktivitas, tidak
pengobatan antiaritmia
ada kelelahan Tidak ada edema paru,  Atur periode latihan dan
istirahat untuk
perifer, dan tidak ada asites Tidak ada
menghindari kelelahan

16
penurunan kesadaran  Monitor toleransi
aktivitas pasien
- AGD dalam batas normal
 Monitor adanya
- Tidak ada distensi vena leher dyspneu, fatigue,
tekipneu dan ortopneu
- Warna kulit normal
 Anjurkan untuk
menurunkan stress ▪
Monitor TD, nadi, suhu,
dan RR
 Monitor VS saat pasien
berbaring, duduk, atau
berdiri
 Auskultasi TD pada
kedua lengan dan
bandingkan
 Monitor TD, nadi, RR,
sebelum, selama, dan
setelah aktivitas
 Monitor jumlah, bunyi
dan irama jantung
 Monitor frekuensi dan
irama pernapasan
 Monitor pola pernapasan
abnormal
 Monitor suhu, warna,
dan kelembaban kulit
 Monitor sianosis perifer
 Monitor adanya cushing
triad (tekanan nadi yang
melebar, bradikardi,
peningkatan sistolik)
 Identifikasi penyebab
dari perubahan vital sign
 Jelaskan pada pasien
tujuan dari pemberian
oksigen

17
 Sediakan informasi
untuk mengurangi stress
 Kelola pemberian obat
anti aritmia, inotropik,
nitrogliserin dan
vasodilator untuk
mempertahankan
kontraktilitas jantung
 Kelola pemberian
antikoagulan untuk
mencegah trombus
perifer
 Minimalkan stress
lingkungan

18

Anda mungkin juga menyukai