SK Abies
SK Abies
PENDAHULUAN
Skabies adalah penyakit kulit menular yang disebabkan oleh Sarcoptes scabiei
varian hominis, yang penularannya terjadi secara kontak langsung.1 Penyakit skabies telah
ditemukan hampir pada semua negara di seluruh dunia dengan angka prevalensi yang
bervariasi.2 Wabah skabies di Indonesia pernah terjadi di zaman penjajahan Jepang (1942-
1945), kemudian menghilang dan timbul lagi pada tahun 1965. Hingga kini, penyakit
tersebut tidak kunjung reda dan insidennya tetap tinggi. Prevalensi penyakit Skabies di
Indonesia adalah sekitar 6-27% dari populasi umum dan cenderung lebih tinggi pada anak
dan remaja.3
Skabies dapat diderita semua orang tanpa membedakan usia dan jenis kelamin,
akan tetapi lebih sering ditemukan pada anak -anak usia sekolah dan dewasa muda/remaja.4
Berdasarkan pengumpulan data Kelompok Studi Dermatologi Anak Indonesia (KSDAI)
tahun 2001 dari 9 rumah sakit di 7 kota besar di Indonesia, diperoleh sebanyak 892
penderita skabies dengan insiden tertinggi pada kelompok usia sekolah (5 -14 tahun)
sebesar 54,6% serta penderita berjenis kelamin laki -laki lebih banyak daripada perempuan
yakni sebesar 63,4%. Hal ini sesuai dengan faktor predisposisi pada anak usia sekolah yang
memiliki kemungkinan pajanan di luar rumah lebih besar, dengan anak laki - laki memiliki
frekuensi kegiatan di luar rumah lebih banyak daripada anak perempuan.2
Pasien yang menderita skabies butuh penjelasan tahap demi tahap dalam
menggunakan terapi yang spesifik, dimana pada anggota keluarga yang tidak punya
keluhan dan tidak mengalami kontak langsung dengan penderita juga membutuhkan
pengobatan. Kemudian pasien perlu tahu bagaimana menjaga kebersihan lingkungannya
dan juga termasuk mengelola pakaian, selimut, handuk, lantai, matras, tempat pakaian, dll.5
Berikut ini dilaporkan satu kasus skabies pada seorang laki-laki berusia 14 tahun
yang datang ke poliklinik Kulit dan Kelamin RSUD Ambarawa.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Skabies
II.1.1. Definisi
Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi
terhadap tungau Sarcoptes scabiei varietas hominis. Skabies disebut juga dengan the itch,
pamaan itch, seven year itch (diistilahkan dengan penyakit yang terjadi tujuh tahunan). Di
Indonesia skabies lebih dikenal dengan nama gudik, kudis, buduk, kerak, penyakit ampere,
dan gatal agogo.6
II.1.2. Epidemiologi
Di beberapa negara berkembang prevalensinya dilaporkan berkisar antara 6 - 27%
dari populasi umum. Berdasarkan pengumpulan data KSDAI tahun 2001 dari 9 rumah sakit
di 7 kota besar di Indonesia, diperoleh sebanyak 892 penderita skabies dimana insiden
tertinggi yaitu pada kelompok usia sekolah (5-14 tahun) sebesar 54,6%.2,3
Berdasarkan data dari Pesantren Oemar Diyan tahun 2005, diperoleh sebanyak 287
(38,5%) penderita skabies dari 745 santri. Di Pesantren Al-Falah tahun 2006, diperoleh
sebanyak 108 (17,3%) penderita skabies dari 625 santri sedangkan di Pesantren Ulumul
Qu’ran, diperoleh 125 (19,2%) penderita skabies dari 650 santri.7
II.1.3. Etiologi
Sarcoptes scabiei var.hominis termasuk filum Arthropoda, kelas Arachnida, ordo
Ackarima, super family Sarcoptes. Pada manusia disebut Sarcoptes scabiei var. hominis.
Secara morfologik merupakan tungau kecil, berbentuk oval, punggungnya cembung, dan
bagian perutnya rata. Tungau ini translusen, berwarna putih kotor, dan tidak bermata.
Ukurannya, yang betina berkisar antara 330-450 mikron x 250-350 mikron, sedangkan
yang jantan lebih kecil, yakni 200-240 mikron x 150-200 mikron. Bentuk dewasa
mempunyai 4 pasang kaki, 2 pasang kaki di depan sebagai alat untuk melekat dan 2 pasang
kaki kedua pada betina berakhir dengan rambut, sedangkan pada yang jantan pasangan kaki
ketiga berakhir dengan rambut dan keempat berakhir dengan alat perekat.6
2
Siklus hidup tungau ini sebagai berikut. Setelah kopulasi (perkawinan) yang terjadi
di atas kulit, yang jantan akan mati, kadang-kadang masih dapat hidup dalam terowongan
yang digali oleh yang betina. Tungau betina yang telah dibuahi menggali terowongan
dalam stratum korneum, dengan kecepatan 2-3 milimeter sehari dan sambil meletakkan
telurnya 2 atau 4 butir sehari sampai mencapai jumlah 40 atau 50. Bentuk betina yang telah
dibuahi ini dapat hidup sebulan lamanya. Telurnya akan menetas, biasanya dalam waktu
3-5 hari, dan menjadi larva yang mempunyai 3 pasang kaki. Larva ini dapat tinggal dalam
terowongan, tetapi dapat juga keluar. Setelah 2-3 hari larva akan menjadi nimfa yang
mempunyai 2 bentuk, jantan dan betina, dengan 4 pasang kaki. Seluruh siklus hidupnya
mulai dari telur sampai bentuk dewasa memerlukan waktu antara 8–12 hari.6,8
Telur menetas menjadi larva dalam waktu 3–4 hari, kemudian larva meninggalkan
terowongan dan masuk ke dalam folikel rambut. Selanjutnya larva berubah menjadi nimfa
yang akan menjadi parasit dewasa. Tungau skabies betina membuat liang di dalam
epidermis, dan meletakkan telur-telurnya di dalam liang yang di tinggalkannya, sedangkan
tungau skabies jantan hanya mempunyai satu tugas dalam kehidupannya yaitu kawin
dengan tungau betina setelah melaksanakan tugas mereka masing-masing mereka akan
mati.9
II.1.4. Patogenesis
Kelainan kulit dapat disebabkan tidak hanya oleh tungau skabies, tetapi juga oleh
penderita sendiri akibat garukan. Penularan dapat terjadi karena bersalaman atau
3
bergandengan tangan yang lama sehingga terjadi kontak kulit yang kuat, menyebabkan
kuman skabies berpindah ke lain tangan, kuman skabies dapat menyebabkan bintil (papul,
gelembung berisi air, vesikel dan kudis) pada pergelangan tangan. Gatal yang terjadi
disebabkan oleh sensitisasi terhadap sekret dan ekskret tungau yang memerlukan waktu
kira-kira sebulan setelah infestasi. Pada saat itu kelainan kulit menyerupai dermatitis
dengan ditemukannya papul,vesikel, urtikaria dan lain-lain. Dengan garukan dapat timbul
erosi, ekskoriasi, krusta dan infeksi sekunder. Kelainan kulit dan gatal yang terjadi dapat
lebih luas dari lokasi tungau.6
Pada bayi dan anak-anak, lesi biasanya mengenai wajah, kepala, leher, kulit kepala,
dan telapak kaki. Pada bayi paling umum lesi yang nampak adalah papul-papul dan
vesikopustul. Vesikopustul sering nampak di kulit kepala dan telapak kaki.11
4
Gambar 1. Tempat predileksi
a. Pruritus nokturna, artinya gatal pada malam hari oleh karena aktivitas tungau ini lebih
tinggi pada suhu yang lebih lembab dan panas.
b. Penyakit ini menyerang manusia secara kelompok, misalnya dalam sebuah keluarga
biasanya seluruh anggota keluarga terkena infeksi. Begitu pula dalam sebuah
perkampungan yang padat penduduknya, sebagian besar tetangga yang berdekatan akan
diserang oleh tungau tersebut. Dikenal juga keadaan hiposensitisasi, yaitu seluruh anggota
keluarganya terkena, tetapi tidak memberikan gejala. Penderita ini bersifat sebagai
pembawa (carrier).
5
d. Menemukan tungau, merupakan hal yang paling diagnostik. Dapat ditemukan satu atau
lebih stadium hidup tungau ini.
II.1.7. Diagnosa
Skabies merupakan penyakit yang mudah dan tidak sulit untuk di diagnosis dalam
bidang dermatologi. Tanda kardinal skabies adalah (1) gatal terutama malam hari, (2)
ditemukan lesi kulit yang khas pada tempat predileksi, (3) adanya riwayat anggota keluarga
yang menderita kelainan yang sama, serta (4) ditemukan S. scabiei dalam berbagai stadium
atau skibala pada pemeriksaan mikroskopis.8 Diagnosis skabies ditegakkan jika dijumpai
dua dari empat tanda kardinal tersebut.6
1. Kerokan kulit.
Kerokan kulit dilakukan dengan mengangkat atap terowongan atau papula menggunakan
skalpel nomor 15. Kerokan diletakkan pada kaca objek, diberi minyak mineral atau minyak
imersi, diberi kaca penutup, dan dengan mikroskop pembesaran 20x atau 100x dapat dilihat
tungau, telur, atau fecal pellet.
Jarum dimasukkan ke dalam terowongan pada bagian yang gelap (kecuali pada orang kulit
hitam pada titik yang putih) dan digerakkan tangensial. Tungau akan memegang ujung
jarum dan dapat diangkat keluar.
Menemukan terowongan atau papul yang dicurigai antara ibu jari dan jari telunjuk, dengan
hati - hati diiris puncak lesi dengan scalpel nomor 15 yang dilakukan sejajar dengan
permukaan kulit. Biopsi dilakukan sangat superfisial sehingga tidak terjadi perdarahan atau
6
tidak perlu anestesi. Spesimen diletakkan pada gelas objek lalu ditetesi minyak mineral dan
diperiksa dengan mikroskop.
4. Kuretase terowongan.
Kuretase superfisial mengikuti sumbu panjang terowongan atau puncak papula kemudian
kerokan diperiksa dengan mikroskop, setelah diletakkan di gelas objek atau ditetesi minyak
mineral.
Papul skabies dilapisi dengan tinta pena, kemudia segera dihapus dengan alkohol, maka
jejak terowongan akan terlihat sebagai garis yang karakteristik, berkelok-kelok, karena ada
tinta yang masuk. Tes ini tidak sakit dan dapat dikerjakan pada anak dan pada penderita
yang non-koperatif.
6. Tetrasiklin topikal.
Larutan tetrasiklin dioleskan pada terowongan yang dicurigai. Setelah dikeringkan selama
5 menit, hapus larutan tersebut dengan isopropilalkohol. Tetrasiklin akan berpenetrasi ke
dalam melalui kerusakan stratum korneum dan terowongan akan tampak dengan
penyinaran lampu Wood, sebagai garis linier berwarna kuning kehijauan sehingga tungau
dapat ditemukan.
7. Apusan kulit.
Kulit dibersihkan dengan eter, kemudian diletakkan selotip pada lesi dan diangkat dengan
gerakan cepat. Selotip kemudian diletakkan di atas gelas objek (enam buah dari lesi yang
sama pada satu gelas objek) dan diperiksa dengan mikroskop.
Biopsi berguna pada lesi yang atipik, untuk melihat adanya tungau atau telur. Yang perlu
diperhatikan adalah bahwa j umlah tungau hidup pada penderita dewasa hanya sekitar 12,
sehingga biopsi berguna bila diambil dari lesi yang meradang. Secara umum digunakan
7
punch biopsy, tetapi epidermal shave biopsy adalah lebih sederhana dan biasanya
dilakukan tanpa anestetik lokal p ada penderita yang tidak kooperatif.
II.1.10. Pengobatan
Syarat obat yang ideal adalah harus efektif terhadap semua stadium tungau, harus
tidak menimbulkan iritasi dan tidak toksik, tidak berbau atau kotor serta tidak merusak atau
mewarnai pakaian, mudah diperoleh dan harganya murah.6
Beberapa macam obat yang dapat dipakai pada pengobatan skabies yaitu:
1. Permetrin.
Dalam bentuk krim 5% sebagai dosis tunggal. Penggunaannya selama 8-12 jam dan
kemudian dicuci bersih -bersih. Obat ini dilaporkan efektif untuk skabies. Pengobatan pada
skabies krustosa sama dengan skabies klasik, hanya perlu ditambahkan salep keratolitik.
Bila didapatkan infeksi sekunder perlu diberikan antibiotik sistemik.1 Tidak dianjurkan
pada bayi di bawah umur 2 bulan.6
2. Malathion.
Malathion 0,5% dengan dasar air digunakan selama 24 jam. Pemberian berikutnya
diberikan beberapa hari kemudian.1
Efektif terhadap semua stadium, diberikan setiap malam selama tiga hari. Obat ini sulit
diperoleh, sering memberi iritasi, dan kadang - kadang makin gatal setelah dipakai.6
8
4. Sulfur.
Dalam bentuk parafin lunak, sulfur 10% secara umum aman dan efektif digunakan. Dalam
konsentrasi 2,5% dapat digunakan pada bayi. Obat ini digunakan pada malam hari selama
3 malam.1 Kekurangannya yang lain ialah berbau dan mengotori pakaian dan kadang-
kadang menimbulkan iritasi.6
5. Monosulfiran.
Tersedia dalam bentuk lotion 25%, yang sebelum digunakan harus ditambah 2-3 bagian
dari air dan digunakan selama 2-3 hari. Selama pengobatan, penderita tidak boleh minum
alkohol karena dapat menyebabkan keringat yang berlebihan dan takikardi.1
Kadarnya 1% dalam krim atau losio, termasuk obat pilihan karena efektif terhadap semua
stadium, mudah digunakan, dan jarang memberi iritasi. Obat ini tidak dianjurkan pada anak
di bawah 6 tahun dan wanita hamil karena toksik terhadap susunan saraf pusat. Pemberian
cukup sekali, kecuali jika masih ada gejala diulangi seminggu kemudian.6
7. Krotamiton.
Krotamiton 10 % dalam krim atau losio juga merupakan obat pilihan, mempunyai dua efek
sebagai antiskabies dan antigatal; harus dijauhkan dari mata, mulut, dan uretra.6
II.1.11. Komplikasi
Komplikasi pada skabies yang sering dijumpai adalah infeksi sekunder, seperti lesi
impetiginosa, ektima, furunkulosis, dan selulitis. Kadang - kadang dapat timbul infeksi
sekunder sistemik, yang memberatkan perjalanan penyakit. Stafilokokus dan Streptokokus
yang berada dalam lesi skabies dapat menyebabkan pielonefritis, abses interna, pneumonia
piogenik, dan septicemia.13
II.1.12. Prognosa
Infestasi skabies dapat disembuhkan. Dengan memperhatikan pemilihan dan cara
pemakaian obat, serta syarat pengobatan dan menghilangkan faktor prediposisi (antara lain
9
higiene), maka penyakit ini dapat diberantas dan memberikan prognosis yang baik.4 Jika
tidak dirawat, kondisi ini bisa menetap untuk beberapa tahun. Oleh karena manusia
merupakan penjamu (hospes) definitif, maka apabila tidak diobati dengan sempurna,
Sarcoptes scabiei akan tetap hidup tumbuh pada manusia. Pada individu yang
immunokompeten, jumlah tungau akan berkurang seiring waktu.6
10
BAB III
LAPORAN KASUS
III.1. Identitas
Nama : An. AB
Usia : 14 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Alamat : Jambu Lor 3/1, Kelurahan Jambu, Kecamatan Jambu
Pekerjaan : Pelajar
No. RM : 072373-2015
III.2. Anamnesis
III.2.1. Keluhan Utama
Pasien merasa gatal.
III.2.2. Keluhan Tambahan
Tidak ada.
III.2.3. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang pada hari Senin tanggal 12 Januari 2015 ke poliklinik Kulit dan
Kelamin RSUD Ambarawa dengan keluhan gatal pada hampir seluruh tubuhnya.
Keluhan gatal ini dimulai sejak 2 minggu yang lalu. Awal mulanya keluhan ini timbul
bentol- bentol kecil pada daerah sela-sela jari tangan dan kaki, kemudian lama kelamaan
menjalar ke lengan, perut, punggung, lipat paha, lipat bokong, tungkai dan hampir
mengenai seluruh tubuh pasien. Gatal membaik jika pasien sehabis mandi dan
bertambah parah saat di malam hari.
III.2.4. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien menyangkal adanya keluhan seperti ini sebelumnya. Adanya riwayat alergi
baik makanan maupun obat-obatan, asma, darah tinggi serta diabetes melitus pun
disangkal pasien.
11
III.2.5. Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien mengatakan tidak ada yang mengalami hal serupa pada keluarganya.
Riwayat alergi baik makanan maupun obat-obatan, asma, darah tinggi, serta diabetes
melitus pada keluarga disangkal pasien.
III.2.6. Riwayat Pengobatan
Pasien mengaku sudah pernah mengobati keluhannya tersebut kepada dokter umum
dan diberikan obat salep dan obat minum berisi antibiotik dan chlorpheniramin maleat.
Pasien mengaku keluhan tidak kunjung sembuh dengan konsumsi obat-obatan tersebut.
III.3. Riwayat Kehidupan Sosial
Pasien mengatakan tinggal di rumah permanen bersama kedua orang tuanya,
dimana sumber air adalah sumur. Terdapat 1 buah kamar mandi dalam rumah, dan
sampah rumah tangga selalu dibuang ke tempat sampah di luar rumah yang telah
disediakaan.
Pasien merupakan seorang pelajar SMP dan jika di waktu sore hingga malam hari
ada kegiatan mengaji. Pasien mengatakan teman di pengajiannya ada yang mengalami
hal serupa. Dimana mereka sering bertukar-tukar jaket.
12
Thoraks
Jantung : Bunyi jantung normal, murmur (-), gallop (-)
Paru : Bunyi napas vesikuler pasa seluruh lapang paru, ronkhi (-)/(-),
wheezing (-)/(-)
Abdomen : Dalam batas normal
Ekstremitas : Edema (-)/(-), sianosis (-), capillary refill time <2 detik
14
Kontrol berobat setelah 7 hari kemudian.
III.9. Prognosis
15
BAB IV
PEMBAHASAN
16
(a).Tempat predileksi (b).Temuan pada pasien
17
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
Telah dilaporkan satu kasus skabies pada seorang laki-laki berusia 14 tahun.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, dan pemeriksaan klinis. Dari anamnesis
didapatkan gatal dimulai sejak 2 minggu yang lalu. Berawal bentol- bentol kecil pada
daerah sela-sela jari tangan dan kaki, kemudian lama kelamaan menjalar ke lengan, perut,
punggung, lipat paha, lipat bokong, tungkai dan hampir mengenai seluruh tubuh pasien.
Gatal bertambah parah saat di malam hari. Dimana tungau kecil ini memiliki aktivitas
berlebih pada suhu yang lebih lembab dan panas. Pasien mengatakan teman di
pengajiannya ada yang mengalami hal serupa. Ini merupakan salah satu faktor risiko
penyebab dari keluhan pasien.
Tanda kardinal skabies adalah (1) gatal terutama malam hari, (2) ditemukan lesi
kulit yang khas pada tempat predileksi, (3) adanya riwayat anggota keluarga yang
menderita kelainan yang sama, serta (4) ditemukan S. scabiei dalam berbagai stadium atau
skibala pada pemeriksaan mikroskopis. Pada pasien ini didapatkan keadaan nomor 1 dan
3.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan gambaran klinis pada sela jari tangan dan kaki,
lengan kanan dan kiri, perut, punggung, lipat paha, lipat bokong, tungkai kanan dan kiri.
Dengan gambaran lesi papul eritema multiple dengan ekskoriasi. Distribusi generalisata,
bentuk tidak khas, susunan tidak khas, batas tegas, serta ukuran miliar – lenticular.
Gambaran lesi dan predileksi ini sesuai dengan gambaran khas skabies.
18
DAFTAR PUSTAKA
2. Tabri F, Boediardja SA, Sugito TL, Kurniati DD, Elandri. Infeksi Kulit pada Bayi dan Anak.
Jakarta: FKUI; 2005. 62-78 p.
5. Wolf R, Davidovici B. Treatment of Scabies And Pediculosis: Facts And Controversies. Clin
Dermatol. 2010;28:511–8.
6. Djuanda A, Hamzah M, Aisah S. Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin. 6th ed. Jakarta: FKUI;
2010.
7. Muzakir. Faktor yang berhubungan dengan kejadian penyakit skabies pada pesantren di
Kabupaten Aceh Besar tahun 2007. [Medan]: Universitas Sumatra Utara; 2008.
8. Stone PS, Goldfarb NJ, Bacelieri ER. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. USA:
The McGraw-Hill; 2003. 2029-2032 p.
9. Graham-Brown, Burns. Lecture Note on Dermatology. 8th ed. Jakarta: Erlangga; 2005.
10. Currie BJ, McCarthy JS. Permethrin and Ivermectin for Scabies. N Engl J Med. 2010;717–
25.
12. Siregar. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. 2nd ed. Jakarta: EGC; 2006.
13. Soedarto M, Daili SJ, Makes WIB, Zubier F, Judanarso J. Infeksi Menular Seksual. 3rd ed.
Jakarta: FKUI; 2005. 179-184 p.
19