Anda di halaman 1dari 129

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kelahiran merupakan hal yang sangat membahagiakan bagi seorang ibu.

Anak yang lahir dengan kondisi sehat adalah harapan semua wanita. Tetapi tidak

semua wanita melahirkan secara normal serta mendapatkan bayi yang sehat.

Terdapat berbagai komplikasi yang terjadi pada saat persalinan. Dalam hal ini

yang paling sering ditemukan adalah kasus asfiksia neonatorum atau asfiksia pada

bayi baru lahir (Kriebs, 2012).

Data Angka Kematian Bayi (AKB) menurut World Health Organization

(WHO) ialah sebesar 35 per 1.000 kelahiran hidup untuk tahun 2012. Dari data

tersebut, Angka Kematian Bayi (AKB) dunia menduduki kriteria sedang. Kedua

data Angka Kematian Bayi (AKB) tersebut dapat kita bandingkan dengan target

Millenium Development Goals (MDGs) untuk Angka Kematian Bayi (AKB),

yakni 23 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 2015. Indonesia masih harus

bekerja keras untuk mewujudkan target Millenium Development Goals (MDGs)

tersebut dalam kurun waktu kurang lebih 2 tahun yang tersisa. Begitu juga dengan

dunia, yang dengan perbedaan yang semakin beragam terutama dalam hal

kebijakan dan pelayanan kesehatan serta kultur sosial dan ekonomi, juga harus

berjuang bersama guna mewujudkan target Millenium Development Goals


2

(MDGs) untuk menurunkan Angka Kematian Bayi (AKB) menjadi 23 per 1.000

kelahiran hidup pada tahun 2015 (Depkes RI, 2012).

Angka kematian meninggal pada masa neonatal, setiap 5 menit terdapat satu

neonatus yang meninggal. Adapun penyebab kematian bayi baru lahir salah

satunya asfiksia yaitu merupakan penyebab ke-2 kematian bayi baru lahir setelah

bayi berat lahir rendah (Salim, 2012).

Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI), tahun

2012 rata-rata Angka Kematian Ibu (AKI) tercatat mencapai 359 per 100 ribu

kelahiran hidup. Rata-rata kematian ini jauh melonjak dibanding hasil SDKI 2007

yang mencapai 228 per 100 ribu. Dalam hal ini, fakta lonjaknya kematian ini tentu

sangat memalukan pemerintahan yang sebelumnya bertekad akan menurunkan

Angka Kematian Ibu AKI hingga 108 per 100 ribu pada 2015 sesuai dengan target

Millenium development Goals (MDGs). Sedangkan Angka Kematian Bayi (AKB)

di Indonesia walaupun masih jauh dari angka target Millenium Development

Goals (MDGs) yaitu Angka Kematian Bayi (AKB) tahun 2015 sebesar 23 per

1.000 kelahiran hidup tetapi tercatat mengalami penurunan yaitu dari sebesar 35

per 1.000 kelahiran hidup dan terakhir menjadi 32 per 1.000 kelahiran hidup

Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012. Namun Angka

Kematian Bayi (AKB) di Indonesia masih tetap tergolong tinggi jika

dibandingkan dengan negara-negara ASEAN seperti Singapura (3 per 1.000 kh),

Brunei Darussalam (8 per 1.000 kh), Malaysia (10 per 1.000 kh), Vietnam (18 per
3

1.000 kh), dan Thailand (20 per 1.000 kh). Target Angka Kematian Bayi (AKB)

dalam Millenium Development Goals (MDGs) adalah 23 per 1.000 kh. Dari data

di atas jelas terlihat bahwa Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi

(AKB) di Indonesia masih sangat tinggi, terutama untuk Angka Kematian Ibu

(AKI) yang berdasarkan trend data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia

(SDKI) beberapa tahun ini mengalami fluktuasi yang angkanya semakin jauh dari

target Millinium Development Goals (MGDs). Dalam rangka menurunkan Angka

Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) memerlukan kerjasama

dengan lintas sektor dan lintas program. Alasan tersebut menjadi dasar

diselenggarakannya seminar tentang "Kontroversi Angka Kematian Ibu (AKI) dan

Angka Kematian Bayi (AKB) dan Survei Demografi Kesehatan Indonesia

(SDKI) tahun 2012 di Indonesia.

Selain yang diuraikan diatas ada beberapa penyebab kematian bayi.

Pertama, terkait kemampuan keterampilan penolong persalinan. Setiap persalinan

setidaknya harus ditolong oleh tenaga terlatih, namun faktanya di Indonesia

terutama didaerah terpencil minimnya tenaga terlatih menjadi pemicu Angka

Kematian Bayi (AKB), kendaraan transportasi, jarak dan fasilitas untuk

mengakses pelayanan berkualitas. Faktor lainnya karena kurangnya pengetahuan

dan perilaku masyarakat yang tidak mengenali bahaya dan terlambat membawa

ibu, bayi dan balita kepelayanan kesehatan. Kondisi ini sangat erat dengan

pengetahuan si ibu yang berkaitan dengan kondisi ekonomi, sosial dan budaya,
4

beberapa faktor tersebut merupakan penyebab tidak langsung sedangkan

penyebab kematian bayi langsung adalah asfiksia dan bayi berat lahir rendah

(Ringgi Suryani, 2014).

Berdasarkan jumlah keseluruhan kasus bayi baru lahir dengan asfiksia di

Dinas Kesehatan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dilihat dari 7 Kabupaten

Dinas Kesehatan pada tahun 2013 dengan total 521 kasus, tahun 2014 mengalami

peningkatan dengan total 841 kasus dan pada tahun 2015 mengalami penurunan

dengan total 702 kasus. Terjadi peningkatan pada tahun 2014 dari tahun 2013 dan

mengalami penurunan pada tahun 2015 dari tahun 2014 (Prov. Babel, 2015).

Berdasarkan jumlah kasus bayi baru lahir dengan asfiksia data yang

diperoleh dari Dinas Kesehatan Kabupaten Bangka pada tahun 2013 berjumlah 86

kasus sedangkan pada tahun 2014 mengalami peningkatan dengan jumlah asfiksia

pada bayi baru lahir mencapai 139 kasus, namun pada tahun 2015 jumlah asfiksia

pada bayi baru lahir mengalami penurunan dengan jumlah 75 kasus (Dinkes

Kabupaten Bangka, 2015).

Berdasarkan data yang di dapatkan dari data angka kematian bayi baru lahir

dengan asfiksia, pada tahun 2013 sebesar 13 kasus (69,2%) dari 1073 kelahiran

hidup, pada tahun 2014 terjadi 21 kasus (52,3%) dari 853 kelahiran hidup dan

pada tahun 2015 sebesar 22 kasus (13,6%) dari 926 kelahiran hidup. Dari data

diatas dapat dilihat bahwa terjadi penurunan jika dijadikan persen jumlah
5

kematian dibandingkan jumlah kelahiran asfiksia pada bayi baru lahir dari tahun

2013-2015 (Data Rekam Medik RSUD Sungailiat Bangka, 2015).

Pelayanan kesehatan maternal dan neonatal merupakan salah satu unsur

penentu status kesehatan. Pelayanan kesehatan neonatal dimulai sebelum bayi

dilahirkan, melalui pelayanan kesehatan yang diberikan kepada ibu hamil.

Pertumbuhan dan perkembangan bayi periode neonatal merupakan periode yang

paling kritis karena dapat menyebabkan kesakitan dan kematian bayi (Salim,

2012).

Asuhan pada bayi baru lahir normal adalah asuhan yang diberikan pada

bayi baru lahir tersebut selama satu jam pertama setelah kelahiran, sebagian besar

bayi baru lahir akan menunjukan usaha nafas spontan dengan sedikit bantuan.

Adapun permasalahan yang terjadi pada bayi baru lahir adalah asfiksia

neonatorum, ikterus, perdarahan tali pusat, kejang, Berat Bayi Lahir Rendah

(BBLR), hipotermi, dll (Muslihatun, 2010).

Setiap tahun diperkirakan sebanyak 4 juta bayi meninggal pada bulan

pertama kehidupannya dan dua pertiganya meninggal pada minggu pertama.

Penyebab utama kematian pada minggu pertama kehidupan adalah komplikasi

kehamilan dan persalinan seperti asfiksia, sepsis dan komplikasi Berat Bayi Lahir

Rendah (BBLR). Kurang lebih 98% kematian ini terjadi di negara berkembang

dan sebagian besar kematian ini dapat dicegah dengan pencegahan dini dan

pengobatan yang tepat (Maryanti, 2011)


6

Berbagai upaya yang aman dan efektif untuk mencegah dan mengatasi

berbagai penyebab utama kematian Bayi Baru Lahir (BBL) adalah pelayanan

antenatal yang berkualitas, asuhan persalinan normal/dasar dan pelayanan

kesehatan neonatal oleh tenaga professional. Untuk menurunkan angka kematian

Bayi Baru Lahir (BBL) karena asfiksia, persalinan harus dilakukan oleh tenaga

kesehatan yang memiliki kemampuan dan keterampilan manajemen asfiksia pada

Bayi Baru Lahir (BBL). Kemampuan dan keterampilan ini digunakan setiap kali

menolong persalinan (JNPK-KR, 2010).

Asfiksia adalah suatu keadaan bayi baru lahir yang mengalami gagal

bernapas secara spontan dan teratur, bayi dengan riwayat gawat janin sebelum

lahir umumnya akan mengalami asfiksia pada saat dilahirkan. Masalah ini erat

hubungannya dengan gangguan kesehatan ibu hamil, kelainan tali pusat, atau

masalah yang mempengaruhi kesejahteraan bayi selama atau sesudah persalinan (

Marmi, 2010).

Pada dasarnya penyebab asfiksia dapat disebabkan oleh hal-hal sebagai

berikut yaitu perdarahan, infeksi, kelahiran preterm/bayi berat lahir rendah,

hipotermi, perlukaan kelahiran dan lain-lain. Bahwa 50% kematian bayi terjadi

dalam periode neonatal yaitu dalam bulan pertama kehidupan, kurang baiknya

penanganan bayi baru lahir yang lahir sehat akan menyebabkan kelainan-kelainan

sehingga yang dapat mengakibatkan cacat seumur hidup bahkan kematian dan

Faktor janin meliputi bayi prematur. Faktor yang menyebabkan kejadian asfiksia
7

adalah faktor ibu yaitu usia ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun.

Kehamilan pada usia yang terlalu muda dan tua termasuk dalam kriteria

kehamilan risiko tinggi dimana keduanya berperan meningkatkan morbiditas dan

mortalitas pada ibu maupun janin (Purnamaningrum, 2010).

Dua hal yang banyak menentukan penurunan kematian perinatal ialah

tingkat kesehatan serta gizi wanita dan mutu pelayanan kebidanan yang tinggi di

seluruh negeri. Hubungan dengan asfiksia, karena hal ini menjadi dorongan kuat

untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kehidupan janin dalam

uterus, termasuk apa yang menyebabkan prematur. Perkembangan ini membuka

bidang yang sangat luas serta bagi ilmu kebidanan. Masalah-masalah mengenai

gangguan tumbuhnya alat-alat serta janin karena kelainan susunan kromosom dan

sebagainya menjadi pusat perhatian. Penurunan angka kematian perinatal

berlangsung lebih lama, karena kesehatan serta keselamatan janin dalam uterus

sangat tergantung dari keadaan dan kesempurnaan bekerjanya sistem dalam tubuh

ibu mempunyai fungsi untuk menumbuhkan hasil menjadikan janin cukup bulan,

sebab jika prematuritas memegang peranan penting dalam hal ini. Selanjutnya

tidak jarang bersama-sama dengan prematuritas terdapat faktor- faktor lain,

seperti kelainan kongenital, asfiksia dan lain-lainya (DepKes RI, 2011).

Faktor resiko terjadinya asfiksia yaitu usia kehamilan/masa gentasi sangat

berpengaruh pada bayi yang akan dilahirkan, faktor bayi prematur sebelum 37
8

minggu kehamilan dan faktor ibu yaitu kehamilan post term atau kehamilan

melebihi 42 minggu (DepKes RI, 2011).

Faktor lainnya karena kurangnya pengetahuan dan perilaku masyarakat yang

tidak mengenali tanda bahaya dan terlambat membawa ibu, bayi dan balita sakit

kefasilitas kesehatan. Beberapa kondisi tertentu pada ibu hamil yang dapat

menyebabkan gangguan sirkulasi darah uteroplasenter sehingga pasokan oksigen

ke bayi menjadi berkurang. Hipoksia bayi di dalam rahim ditunjukkan dengan

gawat janin yang dapat berlanjut menjadi asfiksia pada bayi baru lahir. Beberapa

faktor tertentu diketahui dapat menjadi penyebab terjadinya asfiksia pada bayi

baru lahir, diantaranya adalah faktor ibu, faktor tali pusat bayi dan faktor bayi.

Hipoksia janin yang dapat menyebabkan asfiksia terjadi karena gangguan

pertukaran gas serta transpor oksigen dari ibu ke janin, sehingga terdapat

gangguan dalam persediaan oksigen dalam menghilangkan karbondioksida.

Sementara itu proses kelahiran sendiri selalu menimbulkan asfiksia ringan yang

bersifat sementara pada bayi asfiksia. Proses ini dianggap sangat perlu untuk

merangsang kemoreseptor pusat pernafasan agar terjadi ‘primary gasping’ yang

kemudian akan berlanjut dengan pernafasan teratur. Dampak asfiksia yang tidak

tertangani dengan cepat dan baik dapat menyebabkan kematian bayi baru lahir

(Hasan Ed. dkk, 2010).

Upaya-upaya yang aman dan efektif untuk mencegah dan mengatasi

penyebab utama kematian Bayi Baru Lahir (BBL) adalah pelayanan antenatal
9

yang berkualitas, asuhan persalinan normal/dasar dan pelayanan kesehatan

neonatal oleh tenaga profesional. Kemampuan dan ketrampilan ini digunakan

setiap kali menolong persalinan, sehingga dapat meningkatkan kesehatan dan taraf

hidup ibu dan bayi yang pada akhirnya dapat menurunkan AKI dan AKB. Oleh

karena itu dalam proposal ini akan kami bahas mengenai asfiksia neonatorum

serta penatalaksanaan pada kasus asfiksia neonatorum. Penolong persalinan harus

mengetahui faktor-faktor resiko yang berpotensi untuk menimbulkan asfiksia.

Apabila ditemukan adanya faktor risiko tersebut maka hal itu harus dibicarakan

dengan ibu dan keluarganya tentang kemungkinan perlunya tindakan resusitasi

(JNPK, 2011).

Dalam mengantisipasi tingkat kebutuhan masyarakat yang semakin bermutu

terhadap pelayanan kebidanan dan meningkatkan perubahan-perubahan yang

cepat dalam pemerintahan maupun dalam masyarakat dan perkembangan IPTEK

serta persaingan yang ketat di era global ini diperlukan tenaga kesehatan

khususnya tenaga bidan yang berkualitas baik tingkat pengetahuan, keterampilan

dan sikap profesionalisme (IBI, 2010).

Maka diperlukan adanya peraturan ataupun Undang-Undang kesehatan yang

memuat registrasi dan praktik bidan termasuk didalamnya mengenai izin dan

penyelenggaraan praktik bidan seperti yang diatur dalam PERMENKES RI NO

1464/MENKES/PER/X/2010. Tiap tenaga profesi pelayanan kesehatan mampu

dalam menjalankan tugasnya mempunyai batas jelas wewenangnya yang telah


10

disetujui oleh antar profesi dan merupakan daftar wewenang yang sudah tertulis.

Dengan pesatnya globalisasi yang semakin mempengaruhi berbagai macam

kehidupan sosial masyarakat dunia ini juga mempengaruhi berbagai masalah etik

yang akan mempengaruhi pelayanan kebidanan, misalnya dalam praktek mandiri,

bidan yang bekerja di RS, RB atau Institusi Kesehatan lainnya. Mutu pelayanan

kebidanan berorientasi pada penerapan kode etik dan standar pelayanan

kebidanan, serta kepuasan yang mengacu pada penerapan semua persyaratan

pelayanan kebidanan. Dari dua dimensi mutu pelayanan kebidanan tersebut,

tujuan akhirnya adalah kepuasaan pasien yang dilayani oleh bidan. Bidan sebagai

salah satu tenaga kesehatan pemberi pelayanan kepada masyarakat harus

memberikan pelayanan yang terbaik demi mendukung program pemerintah untuk

pembangunan dalam negara, salah satunya dalam aspek kesehatan (Puji

Wahyuningsih, 2010).

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas, masih tinggi atau adanya kasus kematian

Asfiksia pada Bayi Baru Lahir sehingga diperlukan pengkajian dan asuhan

kebidanan.
11

C. Tujuan Pengkajian

1. Tujuan Umum

Dapat melalui asuhan kebidanan secara komprehensif dan mampu

menggunakan pendekatan manajemen SOAP kedalam kasus Asuhan

Kebidanan pada Bayi Baru Lahir dengan Asfiksia di RSUD Sungailiat Bangka.

2. Tujuan Khusus

a. Mampu melakukan pengkajian data subjektif pada Bayi Baru Lahir dengan

Asfiksia di RSUD Sungailiat Bangka.

b. Mampu melakukan pengkajian data objektif pada Bayi Baru Lahir dengan

Asfiksia di RSUD Sungailiat Bangka.

c. Mampu menganalisa dari hasil kesimpulan data subjektif dan data objektif

yang terjadi pada Bayi Baru Lahir dengan Asfiksia di RSUD Sungailiat

Bangka.

d. Mampu melakukan pelaksanakan Asuhan Kebidanan pada Bayi Baru Lahir

dengan Asfiksia di RSUD Sungailiat Bangka.

D. Ruang Lingkup

Studi kasus dila kukan untuk mengetahui kejadian Asfiksia pada Bayi Baru

Lahir di RSUD Sungailiat Bangka, dengan ruang lingkup sebagai berikut :

1. Waktu

Pengkajian studi kasus ini dilaksanakan dari tanggal 24 Mei sampai 2 juni 2016
12

2. Tempat

Studi kasus ini dilaksanakan di ruang neonatus RSUD Sungailiat Bangka.

3. Sasaran

Sasaran studi kasus adalah Bayi Baru Lahir dengan Asfiksia di RSUD

Sungaliat Bangka. Khususnya di ruangan neonatus.

E. Manfaat Pengkajian

1. Bagi institusi pendidikan

Diharapkan hasil studi kasus ini, dapat di gunakan sebagai bahan/materi

proses belajar yang dapat ditingkatkan. Bacaan yang dapat memberi informasi

terbaru serta menjadi sumber refrensi. Untuk pengkajian selanjutnya.

2. Bagi Pengkaji

Dapat digunakan untuk menambah berbagai wawasan dan pengetahuan

tentang penatalaksanaan Asfiksia pada Bayi Baru Lahir serta menerapkan teori

yang di dapat selama perkulihan di Akademi Kebidanan Sungaliat Bangka dan

dilahan praktek.

3. Bagi Pasien

Diharapkan dari hasil studi kasus ini pasien untuk melakukan kontrol

ulang ke RSUD Sungailiat dapat bernapas dengan sepontan dan baik serta

pasien dapat tumbuh dengan sehat dan tidak dijumpai adanya komplikasi

lainnya.
13

4. Bagi Lahan Praktik

Sebagai bahan masukan bagi tenaga kesehatan agar lebih meningkatkan

mutu pelayanan dalam memberikan asuhan kebidanan, khususnya pada kasus

Asfiksia di RSUD Sungailiat Bangka secara komprehensif, sehingga Angka

Kematian Bayi (AKB) dapat diturunkan.

F. Metode Pengolahan Data

1. Metode Pengkajian

a. Studi Kepustakaan

Yaitu pengkaji mempelajari literatur-literatur yang relevan dengan

masalah yang dibahas sebagai dasar teoritis yang digunakan dalam

pembahasan studi kasus ini.

b. Studi Kasus

Pengkaji melaksanakan studi kasus pada bayi baru lahir dengan

asfiksia. Dengan menggunakan pendekatan asuhan kebidanan yang meliputi

: pengkajian dan analisa data, merumuskan diagnosa/masalah aktual dan

potensial, melaksanakan tindakan dan mengevaluasi asuhan kebidanan serta

mendokumentasikan hasi asuhan kebidanan pada bayi baru lahir dengan

asfiksia.
14

c. Studi Dokumentar

Studi dokumenter merupakan suatu teknik pengumpulan data dengan

menghimpun dan menganalisis dokumen-dokumen, baik dokumen tertulis,

gambar maupun elektronik. Dokumen yang telah diperoleh kemudian

dianalisis (diurai), dibandingkan dan dipadukan membentuk satu hasil

kajian yang sistematis, padu dan utuh. Jadi studi dokumenter tidak sekedar

mengumpulkan dan menuliskan atau melaporkan dalam bentuk kutipan-

kutipan tentang sejumlah dokumuen yang dilaporkan.

2. Metode Pengumpulan Data

a. Pengamatan

Yaitu dengan melakukan pengamatan perlilaku dan keadaan pasien

untuk memperoleh data tentang masalah kesehatan dan tingkat kesehatan

pasien. Melihat perkembangan kondisi pasien apakah sudah dalam keadaan

baik atau belum.

b. Anamnesa

Yaitu digunakan untuk mengumpulkan data, dimana penulis

mendapatkan keterangan atau informasi secara lisan dari seseorang sasaran

penulis bercakap-cakap langsung dengan orang tersebut. Dengan dilakukan

secara langsung kepada klien mengenai penyakitnya, dan dilakukan dengan

cara kepada keluarga atau orang lain.


15

c. Pengkajian Psikososial

Psikososial adalah setiap perubahan dalam kehidupan individu, baik

yang bersifat psikologik maupun sosial yang mempunyai pengaruh timbal

balik. masalah kejiwaan dan kemasyarakatan yang mempunyai pengaruh

timbal balik, sebagai akibat terjadinya perubahan sosial dan gejolak sosial

dalam masyarakat yang dapat menimbulkan gangguan jiwa. Meliputi status

emosional, respon terhadap kondisi yang dialami, pola intraksi klien

terhadap keluargga, petugas kesehatan dan lingkungannya. Apakah keadaan

emosionalnya dapat terkendali atau tidak pada saat melakukan pemeriksaan

tersebut.

d. Pengkajian Fisik

Pengkajian yang dapat dipandang sebagai bagian tahap pengkajian

pada proses keperawatan atau tahap pengkajian dan pemeriksaan klinis dari

sistem pelayanan terintegrasi, yang prinsipnya menggunakan cara-cara yang

sama dengan pengkajian fisik yaitu inspeksi, palpasi, auskultasi dan perkusi

dengan menggunakan format pengkajian.

G. Sistematika penulisan

Sistematika penulisan untuk studi kasus ini adalah sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Berisi tentang yang latar belakang rumusan masalahnya tujuan

pengkaji, ruang lingkup, manfaat pengkaji.


16

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Berisi tentang konsep dasar medis yang meliputi, Asfiksia pada Bayi

Baru Lahir. Konsep dasar manajemen kebidanan yang meliputi

definisi manajemen kebidanan, langkah-langkah yang manajemen,

penerapan asuhan kebidanan dan hukum yang mendasari praktik

kebidanan.

BAB III TINJAUN KASUS

Berisi tentang asuhan kebidanan dari mulai interprestasi data yang

diagnosa potensialnya yang antisipasi penanganan segera intervens

implementasi evaluasi.

BAB IV PEMBAHASAN

Berisi tentang kesenjangan antara teori dan kenyataan di lapangan

yang terjadi pada penanganan kasus Asfiksi Bayi Baru Lahir yang

dilaksanakan di RSUD Sungailiat Bangka dengan konsep teori yang

dibahas dalam BAB II.

BAB V PENUTUP

Berisi tentang mengenai kesimpulan masalah dan mengenai saran

uraian berkaitan dengan kasus Asfiksia pada Bayi Baru Lahir.

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN – LAMIRAN.
17

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Bayi Baru Lahir

1. Definisi Bayi Baru Lahir

Bayi baru lahir adalah bayi yang lahir dalam presentasi belakang kepala

melalui vagina tanpa memakai alat, pada usia kehamilan genap 37 minggu

sampai dengan 42 minggu dengan berat badan antara 2500 gram sampai 4000

gram (Dewi, 2010).

2. Asuhan Segera Bayi Baru Lahir

Asuhan segera bayi baru lahir adalah asuhan yang diberikan pada bayi

baru lahir selama satu jam pertama setelah kelahiran. Sebagian besar Bayi Baru

Lahir (BBL) akan menunjukkan usaha pernafasan spontan dengan sedikit

bantuan/gangguan. Asuhan segera Bayi Baru Lahir (BBL). (Dwi Maryanti Ed.

dkk, 2011).

a. Membersihkan jalan nafas

1) Sambil menilai pernafasan secara cepat, letakkan bayi dengan handuk

diatas perut ibu.

2) Bersihkan darah/lendir dari wajah bayi dengan kain bersih dan kering.

3) Periksa ulang pernafasan.

4) Bayi akan segera menangis dalam waktu 30 detik pertama setelah lahir

(Dwi Maryanti Ed. dkk, 2011).


18

b. Perawatan tali pusat

Setelah plasenta lahir dan kondisi ibu stabil, ikat jepit tali pusat caranya :

1) Celupkan tangan yang masih menggunakan sarung tangan kedalam

klorin 0,5% untuk membersihkan darah dan sekresi tubuh lainnya.

2) Bilas tangan dengan air matang/ Desinfeksi Tingkat Tinggi (DTT).

3) Keringkan tangan (bersarung tangan).

4) Letakkan bayi yang terbungkus diatas permukaan yang bersih dan

hangat.

5) Ikat ujung tali pusat sekitar 1cm dari pusat dengan menggunakan benang

DTT (Dwi Maryanti Ed. dkk, 2011).

c. Lakukan simpul kunci/jepitkan

Jika menggunakan benang tali pusat, lingkarkan benang sekeliling ujung

pusat:

1) Tali pusat dan lakukan pengikatan kedua dengan simpul kunci pada sisi

yang berlawanan.

2) Lepaskan klem pejepit dan letakkan didalam larutan klorin 0,5%.

3) Selimuti bayi dengan kain bersih dan kering (Dwi Maryanti Ed. dkk,

2011).

d. Mempertahankan suhu tubuh

1) Keringkan bayi secara seksama.

2) Selimuti bayi dengan selimut /kain bersih,kering dan hangat.


19

3) Tutup bagian kepala bayi.

4) Anjurkan ibu untuk memeluk dan menyusui bayinya.

5) Lakukan penimbangan setelah bayi menggunakan pakaian.

6) Tempatkan bayi dilingkungan yang hangat.

7) Pencegahan infeksi.

8) Memberikan obat tetes mata/salep.

9) Cuci tangan sebelum dan setelah kontak dengan bayi.

10) Pastikan semua peralatan dalam keadaan bersih (Dwi Maryanti Ed. dkk,

2011).

3. Ciri – Ciri Bayi Baru Lahir Normal

a. Lahir aterm antara 37-42 minggu.

b. Berat badan 2500-4000 gram.

c. Panjang badan 48-52 cm.

d. Lingkar dada 30- 38 cm.

e. Lingkar kepala 33-35 cm.

f. Lingkar lengan 11-12 cm.

g. Frekuensi denyut jantung 120-160 x/menit.

h. Pernafasan 40-60 x /menit.

i. Kulit kemerah merahan dan licin karena jaringan subkutan yang cukup.

j. Rambut lanugo tidak terlihat dan rambut kepala biasanya telah sempurna.

k. Kuku agak panjang dan lemas.


20

l. Nilai APGAR>7 yaitu :

1) Asfiksia ringan (nilai APGAR 7-9).

2) Asfiksia sedang (nilai APGAR 4-6).

3) Asfiksia berat (nilai APGAR 0-3).

m. Gerak aktif.

n. Bayi lahir langsung menangis kuat.

o. Reflek rooting (mencari putting susu dengan rangsangan taktil pada pipi dan

daerah mulut) sudah terbentuk dengan baik.

p. Reflek sucking(isap dan menelan ) sudah terbentuk dengan baik.

x. Reflek moro ( gerakan memeluk bila dikagetkan) sudah terbentuk.

r. Reflek grasping ( menggenggam) sudah baik.

s. Genitalia terbagi :

1) Pada laki- laki kematangan ditandai dengan testis yang berada pada

sokrotum dan penis yang berlubang.

2) Pada perempuan kematangan ditandai dengan vagina dan uretra yang

berlubang, serta adanya labia minora dan mayora (Dewi, 2010).

4. Tahapan Bayi Baru Lahir

a. Tahap I :

Terjadi segera setelah lahir, selama menit-menit pertama kelahiran. Pada

tahap ini digunakan sistem skor apgar untuk fisik dan untuk interaksi bayi

dan ibu.
21

b. Tahap II :

Disebut tahap transisional reaktivitas. Pada tahap II dilakukan pengkajian

selama 24 jam pertama terhadap adanya perubahan perilaku.

c. Tahap III :

Disebut tahap periodik, pengkajian di lakukan 24 jam pertama yang meliputi

pemeriksaan seluruh tubuh (Dewi, 2010).

5. Penanganan Bayi Baru Lahir Normal

a. Menilai bayi dengan cepat (dalam 30 detik), kemudian meletakkan bayi

diatas perut ibu dengan posisi kepala bayi sedikit lebih rendah dari tubuhnya

(tali pusat terlalu pendek, meletakkan bayi ditempat yang memungkinkan).

b. Segera membungkus kepala dan badan bayi dengan handuk dan biarkan

kotak kulit ibu dan bayi lakukan penyuntikan oksitosin im.

c. Menjepit tali pusat menggunakan klem kira- kira 3 cm dari pusat bayi,

melakukan urutan pada tali pusat mulai dari klem kearah ibu dan memasang

klem 2 cm dari klem pertama (kearah ibu).

d. Memegang tali pusat dengan satu tangan, melindungi bayi dari gunting dan

memotong tali pusat diantara dua klem tersebut.

e. Mengeringkan bayi, mengganti handuk yang basah dan menyelimuti bayi

dengan kain atau selimut yang bersih dan kering, menutupi bagian kepala

membiarkan tali pusat terbuka.


22

f. Memberikan bayi kepada ibunya dan mengajurkan ibu untuk memeluk

bayinya dan memulai pemberian ASI jika ibu menghendakinya (sarwono,

2010).

B. Konsep Dasar Asfiksia pada Bayi Baru Lahir

1. Defenisi Asfiksia

Asfiksia adalah suatu keadaan pada bayi baru lahir yang mengalami

gagal bernafas secara spontan dan teratur, bayi dengan gawat janin sebelum

lahir, umumnya akan mengalami asfiksia pada saat dilahirkan (Marmi, 2012).

Asfiksia adalah keadaan bayi yang tidak dapat bernafas spontan dan

teratur, sehingga dapat menurunkan O2 dan makin meningkatkan CO2 yang

menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan lebih lanjut (Manuaba, 2010).

2. Penyebab Terjadinya Asfiksia

Beberapa kondisi tertentu pada ibu hamil dapat menyebabkan gangguan

sirkulasi darah uteroplasenter sehingga pasokan oksigen ke bayi menjadi

berkurang. Hipoksia bayi di dalam rahim ditunjukkan dengan gawat janin yang

dapat berlanjut menjadi asfiksia bayi baru lahir. Beberapa faktor tertentu

diketahui dapat menjadi penyebab terjadinya asfiksia pada bayi baru lahir

(Marmi, 2012).

a. Faktor ibu

1) Preeklampsia dan eklampsia


23

2) Pendarahan abnormal (plasenta previa atau solusio plasenta)

3) Partus lama atau partus macet

4) Demam selama persalinan infeksi berat (malaria, sifilis, TBC, HIV)

5) Kehamilan lewat waktu (sesudah 42 minggu kehamilan)

b. Faktor Tali Pusat

1) Lilitan tali pusat

2) Tali pusat pendek

3) Simpul tali pusat

4) Prolapsus tali pusat

c. Faktor Bayi

1) Bayi prematur (sebelum 37 minggu kehamilan)

2) Persalinan dengan tindakan (sungsang, bayi kembar, distosia bahu janin

ekstraksi vakum, ekstraksi forsep)

3) Kelainan bawaan (kongenital)

4) Air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan)

3. Dampak Asfiksia
24

Asfiksia atau gagal nafas dapat menyebabkan suplai oksigen ke tubuh

menjadi terhambat, jika terlalu lama membuat bayi menjadi koma, walaupun

sadar dari koma bayi akan mengalami cacat otak. Kejadian asfiksia jika

berlangsung terlalu lama dapat menimbulkan perdarahan otak, kerusakan otak

dan kemudian keterlambatan tumbuh kembang. Asfiksia juga dapat

menimbulkan cacat seumur hidup seperti buta, tuli, cacat otak dan kematian

(safrina, 2011).

Faktor risiko tersebut maka hal itu harus dibicarakan dengan ibu dan

keluarganya tentang kemungkinan perlunya tindakan resusitasi. Akan tetapi,

ada kalanya faktor risiko menjadi sulit dikenali atau sepengetahuan penolong

tidak dijumpai tetapi asfiksia tetap terjadi. Oleh karena itu, penolong harus

selalu siap melakukan resusitasi bayi pada setiap pertolongan persalinan.

4. Tanda dan Gejala Asfiksia

Pada kasus asfiksia berat, bayi akan mengalami asidosis, sehingga

memerlukan perbaikan dan resusitasi aktif dengan segera. Tanda dan gejala

yang muncul pada asfiksia berat adalah sebagai berikut :

a. Asfiksia berat (nilai APGAR 0-3)

Pada kasus asfiksia berat, bayi tersebut akan mengalami asidosis, sehingga

memerlukan perbaikan dan resusitasi aktif dengan segera. Tanda dan gejala

yang yang muncul pada asfiksia berat adalah sebagai berikut :

1) Frekuensi jantung kecil, yaitu <40 x per menit.


25

2) Tidak ada usaha napas.

3) Tonus otot lemah bahkan hampir tidak ada.

4) Bayi tampak pucat bahkan sampai berwarna kelabu (Dewi, 2010).

b. Asfiksia sedang (nilai APGAR 4-6)

Pada asfiksia sedang, tanda gejala yang muncul adalah sebagai berikut :

1) Frekuensi jantung menurun menjadi 60-80 kali permenit.

2) Usaha nafas lambat.

3) Tonus otot biasanya dalam keadaan baik.

4) Bayi masih bereaksi terhadap rangsangan yang diberikan.

5) Bayi tampak sianosis (Dewi, 2010).

c. Asfiksia ringan (nilai APGAR 7-9)

Pada asfiksia ringan, tanda dan gejala yang sering muncul sebagai berikut :

1) Bayi tampak sianosis.

2) Adanya retraksi sela iga.

3) Bayi merintih.

4) Adanya pernafasan cuping hidung.

5) Bayi kurang aktifitas (Dewi, 2010).

5. Jenis Asfiksia

a. Asfiksia Livida, ciri-cirinya : warna kulit kebiru-biruan, tonus otot masih

baik, reaksi rangsangan positif, bunyi jantung reguler, prognosi lebih baik.
26

b. Asfiksia Palida, ciri-cirinya : warna kulit pucat, tonus otot sudah kurang,

tidak ada reaksi terhadap rangsangan, bunyi jantung irreguler, prognosis

jelek (Sholihah, 2010).

6. Diagnosis Asfiksia

Asfiksia yang terjadi pada bayi biasanya merupakan kelanjutan dari

hipoksia janin. Diagnosis hipoksia janin dapat dibuat dalam persalinan dengan

ditemukannya tanda-tanda gawat janin. Hal yang perlu mendapat perhatian

(Manuaba, 2010).

a. Denyut jantung janin

Peningkatan kecepatan denyut jantung umumnya tidak banyak

artinya, akan tetapi apabila frekuensi turun sampai ke bawah 100 kali per

menit di luar his, dan lebih-lebih jika tidak teratur, hal itu merupakan tanda

bahaya yaitu :

1) DJJ meningkat 160 kali permenit tingkat permulaan.

2) Mungkin jumlah sama dengan 11 normal, tetapi tidak teratur.

3) Frekuensi denyut menurun <100 kali permenit, apalagi disertai irama

yang tidak teratur (Manuaba, 2010).

b. Mekonium dalam air ketuban

Pengeluaran mekonium pada letak kepala menunjukkan gawat janin,

karena terjadi rangsangan nervus x, sehingga peristaltik usus meningkat dan

sfinger ani terbuka (Manuaba, 2010).


27

c. Pernapasan

Awalnya hanya sedikit nafas. Sedikit napas ini dapat dimaksudkan

mengembangkan paru, tetapi bila paru mengembang saat kepala masih

dijalan lahir, atau bila paru tidak mengembang karena suatu hal, aktivitas

singkat ini akan diikuti oleh henti napas komplet. Kejadian ini disebut apnue

primer (Drew, 2009).

C. Sistematika Penatalaksanan Asfiksia

1. Prinsip Penatalaksanaan Asfiksia pada Bayi Baru Lahir

a. Persiapan Resusitasi BBL

1) Gunakan ruang yang hangat dan terang.

2) Tempat resusitasi hendaknya datar, rata, keras, bersih, kering dan hangat

misalnya meja/diatas lantai beralas tikar sebaiknya dekat pemancar panas

dan tidak berani (jendela/pintu terbuka).

Gambar : meja datar, keras, beralas, lampu pemancaran panas dan tidak

dekat jendela/ pintu. 2.1

b. Persiapan alat resusitasi


28

Sebelum menolong persalinan, selain menyiapkan alat-alat persalinan juga

disiapkan alat-alat resusitasi dalam keadaan siap pakai yaitu :

1) Kain ke-1 untuk mengeringkan bayi.

2) Kain ke-2 untuk menyelimuti bayi.

3) Kain ke-3 untuk ganjal bahu bayi.

4) Alat penghisap lender De Lee atau bola karet.

5) Tabung dan sungkup atau balon dan sungkup.

6) Kotak alat resusitasi.

7) Sarung tangan.

8) Jam atau pencatat waktu.

Gambar : dee lee. 2.2 Gambar : kain, sungkup, sarung tangan,

jam, balon dan dee lee. 2.3


29

Gambar : sungkup dan kotak. 2.4

c. Cara menyiapkan :

1) Kain ke-1 :

Fungsi kain pertama adalah untuk mengeringkan Bayi baru lahir

yang basah oleh air ketuban segera setelah lahir. Bagi bidan yang sudah

biasa dan terlatih meletakkan bayi baru lahir diatas perut ibu, sebelum

persalinan akan menyediakan sehelai kain diatas perut ibu untuk

mengeringkan bayi. Hal ini dapat juga digunakan pada bayi asfiksia.

Bila tali pusat sangat pendek, bayi dapat diletakkan didekat perineum

ibu sampai tali pusat telah diklem dan dipotong, kemudian jika perlu

lakukan tindakan resusitasi.

2) Kain ke-2 :

Fungsi kain ke-2 adalah untuk menyelimuti BBL agar tetap kering

dan hangat. Lalu Singkirkan kain ke-1 yang basah sesudah dipakai

mengeringkan bayi. Kain ke-2 ini diletakkan diatas tempat resusitasi,

digelar menutupi tempat yang rata.


30

3) Kain ke-3 :

Fungsi kain ke-3 adalah untuk ganjal bahu bayi agar memudahkan

dalam pengaturan posisi kepala bayi. Kain digulung setebal kira-kira 3

cm diletakkan di bawah kain ke-2 yang menutupi tempat resusitasi

untuk mengganjal bahu.

d. Persiapan Diri

Lindungi dari kemungkinan infeksi dengan cara :

1) Memakai alat pelindung diri pada persalinan (celemek masker penutup

kepala, kaca mata dan sepatu tertutup).

2) Lepaskan perhiasan, cincin dan jam tangan sebelum mencuci tangan.

3) Cuci tangan dengan air mengalir dan sabun atau dengan campuran

alkohol dan gliseril.

4) Keringkan dengan kain atau tisu bersih (Marmi, 2012).

e. beberapa tahapan langkah-langkah resusitasi

1) Tahap I : Langkah Awal (Marmi, 2012).

Tahap awal diselesaikan dalam waktu 30 detik. Langkah awal tersebut

meliputi :

a) Jaga bayi tetap hangat

(1) Letakkan bayi diatas kain yang ada diatas perut ibu.

(2) Selimuti bayi dengan kain tersebut, dada dan perut tetap terbuka,

potong tali pusat.


31

(3) Pindahkan bayi keatas kain di tempat resusitasi yang datar, rata,

keras, bersih kering dan hangat.

(4) Jaga bayi tetap diselimuti dan dibawah pemancar panas.

b) Atur posisi bayi

(1) Baringkan bayi terlentang dengan kepala didekat penolong.

(2) Posisikan kepala bayi pada posisi menghirup dengan

pengganjal bahu, sehingga kepala sedikit ekstensi.

Gambar : Posisi bayi. 2.5

c) Isap lendir

Gunakan alat pengisap DeLee dengan cara sebagai berikut :

(1) Isap lendir mulai dari mulut dulu, kemudian hidung.


32

(2) Lakukan pengisapan saat alat pengisap ditarik keluar, tidak

pada waktu memasukan.

(3) Jangan lakukan pengisapan terlalu dalam (jangan lebih dari 5

cm kedalam mulut atau lebih dari 3 cm dalam hidung), hal

tersebut dapat menyebabkan denyut jantung bayi menjadi

lambat atau tiba-tiba berhenti bernafas.

Gambar : Mengisap lendir. 2.6

d) Keringkan dan rangsang bayi

(1) Keringkan bayi mulai dari muka, kepala dan bagian tubuh

lainnya dengan sediki tekanan dan lakukan rangsangan taktil

dengan menepuk atau menyentil dengan telapak kaki bayi atau

dengan menggosok punggung, dada, perut dan tungkai bayi

dengan telapak tangan.

e) Atur kembali posisi bayi

(1) Ganti kain yang telah basah dengan kain kering dibawahnya.
33

(2) Selimuti bayi dengan kain kering tersebut, jangan menutupi

muka dan dada, agar bisa memantau pernafasan bayi.

(3) Atur kembali posisi bayi sehingga kepala sedikit ekstensi.

f) Lakukan penilaian bayi

(1) Lakukan penilaian apakah bayi bernafas normal, tidak bernafas

atau megap-megap. Bila bayi tersebut bernafas normal, lakukan

asuhan pasca resusitasi. Tapi bila bayi tidak bernafas normal

atau megap-megap, mulai lakukan ventilasi bayi.

2) Tahap II: Ventilasi (Marmi, 2012).

Ventilasi adalah tahapan tindakan resusitasi untuk memasukkan

sejumlah isi volume udara ke dalam paru-paru dengan tekanan positif

untuk membuka alveoli paru bayi agar bisa bernafas spontan dan

teratur.

a) Pasang sungkup

Pasang sungkup dengan menutupi dagu, mulut dan hidung.


34

Gambar : Pasang sungkup. 2.7

b) Ventilasi 2 kali

(1) Lakukan peniupan dengan tekanan 30 cm air. Tiupan awal

tabung-sungkup awal balon-sungkup yang sangat penting

untuk membuka alveoli paru agar bayi bisa mulai bernafas dan

menguji apakah jalan nafas bayi terbuka.

(2) Lihat apakah dada bayi mengembang.

Saat melakukan tiupan atau pompaan perhatikan apakah dada

bayi mengembang.

(3) Periksa posisi sungkup dan pastikan tidak ada udara yang

bocor.

(4) Periksa posisi kepala, pastikan posisi sudah menghidu.

(5) Periksa cairan atau lendir dimulut. Bila ada lendir atau

cairan lakukan penghisapan.

(6) Lakukan tiupan 2 kali dengan tekanan 30 cm air (ulangan),

bila dada mengembang.

3) Tahap III: Asuhan Pasca Resusitasi (Marmi, 2012).

Setelah tindakan resusitasi, diperlukan asuhan pasca resusitasi

yang merupakan perawatan instensif selama 2 jam pertam. Penting

sekali pada tahap ini dilakukan BBL dan pemantauan sera intensif

serta pencatatan.
35

a) Pemantauan tanda-tanda bahaya pada bayi :

(1) Tidak dapat menyusui

(2) Kejang

(3) Mengantuk atau tidak sadar

(4) Nafas cepat (>60 kali permenit)

(5) Merintih

(6) Retraksi dinding dada bawah

(7) Sianosis sentral

b) Pemantauan dan perawatan tali pusat yaitu :

(1) Memantau perdarahan tali pusat

(2) Menjelaskan perawatan tali pusat

c) Bila nafas bayi dan warna kulit normal, berikan bayi kepada

ibunya yaitu :

(1) Meletakkan bayi di dada ibu dan menyelimuti.

(2) Membantu ibu untuk menyusui bayi dalam 1 jam pertama.

(3) Menganjurkan ibu untuk mengusap bayinya dengan kasih

sayang.

d) Pencegahan hipotermi

(1) Membaringkan bayi segera dalam ruangan >250 C bersamata

ibunya.
36

(2) Mendekap bayi dengan lekatan kulit ke kulit sehingga

mampu sesering mungkin.

(3) Menunda memandikan bayi sampai dengan 6-24 jam.

(4) Menimbang berat badan terselimuti, kurangi berat selimut.

(5) Menjaga bayi tetap hangat selama pemeriksaan, buka

selimut bayi sebagian-sebagian.

e) Asuhan pasca lahir (usia 2-24 jam setelah lahir)

Sesudah pemantauan 2 jam pasca resusitasi, bayi masih

perlu asuhan pasca lahir lebih lanjut. Asuhan pasca lahir dapat

dilakukan dengan berbagai cara dengan melakukan kunjungan

rumah kunjungan Bayi baru lahir. Tujuan dari asuhan pasca

lahir adalah untuk mengetahui kondisi lebih lanjut dalam 24 jam

pertama kesehatan bayi setelah mengalami tindakan resusitasi.

f) Pemeriksaan fisik

(1) Mengukur panjang badan dan lingkar kepala bayi.

(2) Melihat dan meraba kepala bayi.

(3) Melihat mata bayi.

(4) Melihat mulut dan bibir bayi.

(5) Melihat dan meraba lengan dan tungkai.

(6) Melihat alat kelamin dan menentukan jenis kelamin.

(7) Memastikan adakah lubang anus dan uretra, adakah


37

Kelainan.

(8) Memastikan adakah buang air besar dan buang air kecil.

(9) Melihat dan meraba tulang punggung bayi

(10) Melihat keadaan perut bayi

(11) Melihat pendarahan tali pusat

(12) Melihat keadaan umum

(13) Melihat / pemantauan pola eliminasi

g) Macam- macam tingkat keasadaran

(1) Komosmentis adalah keadaan pasien sadar penuh, baik

terhadap lingkungan maupun teradap dirinya sendiri

(2) Apatis adalah keadaan pasien dimana acuh tak acuh dan

segan terhadap lingkungannya.

(3) Delirium adalah keadaan pasien mengalami penurunan

kesadaran disertai kekacauan motrik serta sirklus tidur

yang terbangun.

(4) Somnolen adalah keadaan pasien mengantuk yang dapat

pulih jika dirangsang, tapi jika dirangsang itu berhenti

pasien akan tidur kembali.

(5) Sopor adalah keadaan pasien mengantuk yang dalam

(6) Semi koma adalah keadaan pasien mengalami penurunan

kesadaran yang tidak memberikan rangsangan terhadap


38

rangsangan verbal, tapi respon terhadap nyeri tidak

adekuat serta reflek masih baik

(7) Koma adalah keadaan pasien menurun kesadaran yang

sangat dalam, tidak dapat respons pada rangsangan nyeri

serta tidak ada gerakkan spontan (BAIPD, 2008).

h) Pemeriksaan Antrometri

Antropometri adalah berhubungan dengan berbagai macam

pengukuran tubuh.

(1) Berat Badan

Cara menimbang :

(a) Pemeriksaan alat timbangan

(b) Anak balita yang ditimbang

(c) Keamanan

(d) Pengetahuan dasar petugas.

(2) Tinggi Badan

Cara mengukur :

(a) Tempelkan dengan paku tersebut pada dinding yang

lurus datar sehingga tepat 2 meter.

(b) Lepaskan sepatu atau sandal.

(c) Anak harus berdiri tegak seperti sikap siap sempurna


39

(d) Turunkan sampai rapat pada kepala bagian atas, siku-siku

harus lurus menempel pada dinding.

(e) Baca angka pada skala yang nampak pada lubang dalam

gulungan.

(3) Pengukuran LILA

Cara mengukur :

(a) Pengukur adalah pertengahan lengan atas sebelah kiri

lengan dalam keadaan bergantung bebas, tidak tertutup

kain atau pakaian. Pita dilingkarkan pada pertengahan

lengan tersebut sampai cukup terukur keliling lingkaran

lengan.

(4) Lingkar Kepala

(a) Lingkar kepala adalah standar prosedur dalam ilmu

kedokteran anak praktis, yang biasanya untuk

memeriksa keadaan patologi dari besarnya kepala atau

peningkatan ukuran kepala.

Alat dan tehnik pengukuran :

Alat yang sering digunakan dibuat dari serat kaca

dengan lebar kurang dari 1 cm, fleksibel, tidak mudah

patah, pengukuran sebaiknya dibuat mendekati 1


40

desimal, caranya dengan melingkarkan pita pada

kepala.

(5) Lingkar Dada

(a) Cara pengukuran :

Alat yang digunakan adalah pita kecil, tidak mudah

patah, biasanya terbuat dari serat kaca. Pengukuran

dilakukan pada garis puting susu. Masalah yang sering

dijumpai adalah mengenai akurasi pengukuran

(pembaca), karena pernapasan anak yang tidak teratur (

Soetjiningsih, 2012).

i) Rencana asuhan 24 jam

(1) Pemberian ASI.

(2) Menilai BAB bayi.

(3) Menilai BAK.

(4) Kebutuhan istirahat/tidur.

(5) Menjaga kebersihan kulit bayi.

(6) Mendeteksi tanda-tanda bahaya pada bayi.

j) Pencatatan dan pelaporan.

k) Asuhan pasca lahir (Marmi, 2012).

2. Prinsip Resusitasi dengan Asfikaia pada Bayi Baru Lahir


41

Penilaian awal dilakukan pada setiap bayi baru lahir untuk menentuk

apakah tindakan resusitasi harus segera dimulai. Segera setelah lahir, dilakukan

penilaian pada semua bayi dengan cara petugas bertanya pada dirinya sendiri

dan harus menjawab segera dalam waktu singkat (Wiknjosastro, 2011).

Aspek yang sangat penting dari resusitasi bayi baru lahir adalah menilai

bayi, menentukan tindakan yang akan dilakukan dan akhirnya melaksanakan

tindakan resusitasi. Upaya resusitasi yang efesien clan efektif berlangsung

melalui rangkaian penilaian untuk melakukan resusitasi semata-mata

ditentukan oleh 3 tanda penting, yaitu : warna kulit, denyut jantung dan

pernafasan. Aspek yang sangat penting dari resusitasi BBL adalah menilai

bayi, menentukan tindakan yang akan dilakukan dan ahirnya melaksanakan

tindakan tersebut. Penilaian selanjutnya adalah dasar untuk menentukan

kesimpulan dan tindakan berikutnya. Upaya resusitasi yang efektif dan efisien

berlangsung melalui rangkaian tindakan, yaitu penilaian, pengambilan

keputusan dan selanjutnya tindakan lanjut. Rangkaian tindakan ini merupakan

suatu siklus. Misalnya pada saat-saat anda melakukan rangsangan taktil anda

sekaligus menilai pernafasan bayi. Atas dasar penilaian ini anda akan

melakukan langkah berikutnya.

Apabila penilaian pernafasan menunjukkan bahwa bayi tidak bernafas

atau bahwa pernafasan tidak adekuat, anda sudah menentukan dasar


42

pengambilan kesimpulan untuk tindakan berikutnya, yaitu memberikan

ventilasi dengan tekanan positif (VTP). Sebaliknya apabila pernafasannya

normal, maka tindakan selanjutnya adalah menilai denyut jantung bayi. Segera

setelah memulai suatu tindakan anda harus menilai dampaknya pada bayi dan

membuat kesimpulan untuk tahap berikut. Nilai APGAR pada umumnya

dilaksanakan pada 1 menit dan 5 menit setelah bayi lahir, akan tetapi penilaian

bayi harus dimulai segera setelah bayi lahir. Apabila bayi memerlukan

intervensi berdasarkan pernafasan, denyut jantung, atau warna bayi, maka

penilaian ini harus dilakukan segera. Intervensi yang harus dilakukan jangan

sampai terlambat karena menunggu penilaian APGAR 1 menit. Keterlambatan

tindakan sangat membahayakan, terutama pada bayi yang mengalami depresi

berat. Walaupun nilai APGAR tidak penting dalam pengambilan keputusan

pada awal resusitasi, tetapi dapat menolong dalam upaya penilaian keadaan

bayi dan penilaian efektivitas upaya resusitasi.

Jadi nilai APGAR perlu dinilai dalam 1 menit dan 5 menit. Apabila nilai

apgar <7 penilaian tambahan masih diperlukan, yaitu tiap 5 menit sampai 20

menit atau sampai 2 kali penilaian menunjukkan nilai 8 atau lebih. Penilaian

pada bayi yang terkait dengan penatalaksanaan resusitasi, dibuat berdasarkan

keadaan klinis.

Penilaian awal harus dilakukan pada semua BBL. Penatalaksanaan

selanjutnya dilakukan menurut hasil penilaian tersebut. Penilaian berkala


43

dilakukan setelah setiap langkah resusitasi harus dilakukan setiap 30 detik.

Penatalaksanaan dilakukan terus menerus berkesinambungan menurut siklus

menilai, menentukan tindakan, melakukan tindakan, kemudian menilai kembali

(Marmi, 2012).

a. Apakah bayi lahir cukup bulan?

b. Apakah air ketuban jernih dan tidak bercampur

mekonium?

c. Apakah bayi bernafas adekuat atau menangis?

d. Apakah tonus otot baik?

e. Bila semua jawaban ya, berarti bayi baik dan tidak memerlukan tindakan

resusitasi dan segera dilakukan dengan asuhan bayi normal. Bila salah satu

atau lebih jawaban tidak, maka bayi memerlukan tindakan Prinsip

penatalaksaan resusitasi dengan asfiksia pada bayi baru lahir tersebut.

Merupakan tindakan dengan mempertahankan jalan napas agar tetap baik,

sehingga proses oksigen cukup agar sirkulasi darah tetap baik. Cara

mengatasi asfiksia adalah sebagai berikut.

1) Asfiksia ringan APGAR skor (7 – 9)

Cara mengatasinya :

a) Bayi dibungkus dengan kain hangat

b) Bersihkan jalan napas menggunakan penghisap lendir pada hidung

kemudian mulut.
44

c) Bersihkan badan dan tali pusat

d) Lakukan observasi tanda vital, pantau APGAR skor, dan masukan

kedalam inkubator.

2) Asfiksia sedang APGAR skor (4 – 6)

Cara mengatasinya :

a) Bersikan jalan napas

b) Berikan oksigen 2 liter per menit

c) Rangsang pernapasan dengan menepuk telapak kaki. Apabila belum

ada reaksi, bantu pernapasan dengan masker (ambubag)

d) Bila bayi sudah mulai bernapas tetapi masih sianosis, berikan natrium

bikarbonat 7,5% sebanyak 6 cc. Dektrosa 40% sebanyak 4 cc

disuntikan melalui vena umbilikus secara berlahan-lahan untuk

mencegah tekanan intrakranial meningkat.

3) Asfiksia berat APGAR skor (0 – 3)

Cara mengatasinya :

a) Bersikan jalan napas sambil pompa melalui ambu bag

b) Berikan oksigen 4-5 liter per menit

c) Bila tidak berhasil, lakukan pemasangan ETT endotracheal tube

d) Bersikan jalan napas dengan ETT


45

Apabila bayi sudah mulai bernapas tetapi masih sianosis berikan

natrium bikarbonat 7,5% sebanyak 6 cc. Selanjutnya berikan

dekstrosa 40% sebanyak 4 cc.

Gambar : ETT. 2.8 Gambar : Ambu bag. 2.9

f. Penilaian menggunakan SIGTUNA

Pertemuan Sarec di Swedia tahun 1985 menganjurkan penggunaan

dengan menggunakan SIGTUNA yaitu penggunaan parameter penilaian

bayi baru lahir adalah dengan cara sederhana. Sesuai dengan nama

terjadinya konsensus. Penilaian cara ini digunakan terutama untuk tingkat

pelayanan kesehatan dasar karena hanya menilai dua parameter yang

penting, namun cukup mewakili indikator kesejahteraan bayi baru lahir.

Sesaat setelah bayi lahir bidan memantau 2 tanda vital bayi sesuai dengan

SIGTUNA Skore, yaitu upaya bayi untuk bernafas dan frekuensi jantung.

Cara menentukan SIGTUNA Skor :

1) Nilai bayi sesaat setelah lahir (menit pertama) dengan kriteria

Penilaian seperti pada tabel


46

2) Jumlahkan skor yang didapat

3) Kesimpulan dari total SIGTUNA yaitu :

2 : Asfiksia sedang.

1 : Asfiksia berat.

0 : Bayi lahir mati/fresh stillbirth.

g. Penilaian APGAR skor

Skala dengan pengamatan APGAR skor untuk menentukan tingkatan

asfiksia, apakah bayi mengalami asfiksia berat, sedang atau ringan dapat

dipakai penelitian apgar skor (Dwi Maryanti Ed. dkk, 2011).

h. Penjelasan kepanjangan APGAR Skor

A : Apprearance : Rupa (warna kulit)

P : Pulse : Nadi

G : Grimace : Menyeringai (akibat replek kateter dalam hidung)

A : Activity : Keaktifan

R : Respiration : Pernafasan

Dibawah ini tabel untuk menentukan tingkat/derajat asfiksia yang dialami

bayi pada saat dia dilahirkan penilaian dilakukan pada menit pertama dan

menit kelima pada saat bayi lahir.


47

Tabel. 2.1
APGAR Skor (Dewi, 2010)
Skor 0 1 2
Badan Seluruh
Appearence merah, tubuh
Pucat
(warna kulit) ekstremitas kemerah-
biru merahan
Pulse
(frekuensi Tidak ada <100x/menit >100x/menit
jantung)
Grimace
Sedikit
(reaksi Menangis,
Tidak ada gerakan
terhadap batuk/bersin
mimik
rangsangan)
Ekstremitas
Activity Gerakan
Lumpuh dalam fleksi
(tonus oto) aktif
sedikit
Respiration
Lemah, Menangis
(usaha Tidak ada
tidak teratur kuat
nafas)
Keterangan nilai APGAR:

a) 7 – 9 : Bayi mengalami asfiksia ringan.

b) 4 – 6 : Bayi mengalami asfiksia sedang.

c) 0 – 3 : Bayi mengalami asfiksia berat.

3. Pencegahan Asfiksia

Pencegahan yang sifatnya berawal komprehensif dimulai dari masa

kehamilan, persalinan dan beberapa saat setelah persalinan. Pencegahan

dilakukan sebagai berikut :

a. Melakukan pemeriksaan antenatal rutin minimal 4 kali kunjungan.


48

b. Melakukan rujukan ke fasilitas pelayanan kesehatan yang lebih lengkap

pada kehamilan yang diduga berisiko bayinya lahir dengan asfiksia

neonatorum.

c. Memberikan terapi kortikosteroid antenatal untuk persalinan pada usia

kehamilan kurang dari 37 minggu.

d. Melakukan pemantauan yang baik terhadap kesejahteraan janin dan deteksi

dini terhadap tanda-tanda asfiksia dan melakukan berbagai proses selama

persalinan.

e. Meningkatkan ketrampilan tenaga obstetri dalam penanganan asfiksia

neonatorum di masing-masing tingkat pelayanan kesehatan.

4. Faktor-faktor yang berhubungan dengan Asfiksia pada Bayi Baru Lahir

a. Usia Ibu

Umur ibu pada waktu hamil sangat berpengaruh pada kesiapan ibu

sehingga kualitas sumber daya manusia makin meningkat dan kesiapan

untuk menyehatkan generasi penerus dapat terjamin. Kehamilan di usia

muda/remaja (dibawah usia 20 tahun) akan mengakibatkan rasa takut

terhadap kehamilan dan persalinan, hal ini dikarenakan pada usia tersebut

ibu mungkin belum siap untuk mempunyai anak dan alat-alat reproduksi ibu

belum siap untuk hamil. Begitu juga kehamilan di usia tua (diatas 35 tahun)

akan menimbulkan kecemasan terhadap kehamilan dan persalinannya serta

alat-alat reproduksi ibu terlalu tua untuk hamil. Umur muda (< 20 tahun)
49

beresiko karena ibu belum siap secara medis organ reproduksi yang maupun

secara mental.

Hasil penelitian menunjukan bahwa primiparity merupakan faktor

resiko yang mampu mempunyai hubungan yang sangat erat dan kuat

terhadap mortalitas sedangkan umur tua (> 35 tahun), secara fisik ibu

mengalami kemunduran untuk menjalani kehamilan. Keadaan tersebut

memberikan predisposisi untuk terjadi perdarahan, plasenta previa, rupture

uteri dan solutio plasenta yang dapat terjadi asfiksia pada bayi baru lahir

(Purnamaningrum, 2010).

b. Umur Kehamilan

Umur kehamilan atau usia gestasi /gestational age adalah ukuran lama

waktu seorang janin berada dalam rahim. Usia janin dihitung dalam minggu

dari Hari Pertam Haid Terakhir (HPHT) ibu sampai hari kelahiran (Kamus

Kesehatan, 2011).

Menentukan usia kehamilan sangat penting untuk memperkirakan

persalinan. Rumus Naegle menggunakan usia kehamilan yang berlangsung

selama 288 hari. Perkiraan kelahiran dihitung dengan menentukan hari

pertama haid terakhir yang kemudian ditambah 288 hari (Manuaba, 2010).

c. Paritas

Paritas adalah jumlah persalinan yang telah dilakukan ibu. Paritas 2-3

merupakan paritas paling aman di tinjau dari sudut kematian maternal.


50

Paritas 1 dan paritas lebih dari 4 mempunyai angka kematian maternal yang

disebabkan perdarahan pasca persalinan lebih tinggi. Paritas yang rendah

(paritas satu), ketidak siapan ibu dalam menghadapi persalinan yang

pertama merupakan faktor penyebab ketidak mampuan ibu hamil dalam

menangani komplikasi yang terjadi dalam kehamilan, persalinan dan nifas

(Winkjosastro, 2007).

Hasil penelitian menunjukan bahwa primiparity merupakan faktor

resiko yang mempunyai hubungan yang kuat terhadap mortalitas asfiksia,

sedangkan paritas di atas 4, secara fisik ibu mengalami kemunduran untuk

melakukan/menjalani kehamilan. Keadaan tersebut memberikan predisposisi

untuk terjadi perdarahan, plasenta previa, rupture uteri, solutio plasenta yang

dapat berakhir dengan terjadinya asfiksia bayi baru lahir (Purnamaningrum,

2010).

d. Lama persalinan

Menurut tinjauan teori beberapa keadaan pada ibu dapat menyebabkan

aliran darah ibu melalui plasenta berkurang, sehingga aliran oksigen kejanin

berkurang yang dapat menyebabkan terjadi asfiksia pada bayi baru lahir

yaitu partus lama atau partus macet dan persalinan sulit, seperti letak

sungsang, bayi kembar, distosia bahu, ekstraksi vakum, sungsang dan

vorcep (Purnamaningrum, 2010).


51

Pada multigravida tahapannya sama namun waktunya lebih cepat

untuk setiap fasenya. Kala 1 selesai apabila pembukaan servik telah

lengkap, pada primigravida berlangsung dalam kira-kira 13 jam, sedangkan

pada multigravida kira-kira 7 jam. (sulistyawati, 2010).

e. Standar Antenatal Care (ANC)

Menurut (Peranginangin, 2006) Riwayat ANC standar normal 4 kali adalah

cakupan (K4) adalah cakupan kunjungan ibu hamil keempat pada kurun

waktu tertentu yaitu : trisemester I : 1 kali, trisemester II : 2 kali

trisemester III : 1 kali,

D. Tinjauan Teori Asuhan Kebidanan

1. Pengertian Manajemen Asuhan Kebidanan

Manajemen asuhan kebidanan merupakan suatu metode berfikir dan

bertindak secara sistematis dan logis dalam memberi as uhan kebidanan, agar

menguntungkan kedua belah pihak baik klien maupun pemberi asuhan.

Asuhan kebidanan adalah penerapan fungsi dan kegiatan yang menjadi

tanggung jawab bidan dalam memberikan pelayanan kepada klien yang

mempunyai masalah bidang kesehatan ibu, ante-intra post partum, asuhan

kebidanan bayi baru lahir, ibu dan keluarga berencana (Sujiyatini, 2011
52

2. Proses Manajemen Kebidanan dengan Metode SOAP

a. Data Subjektif : (S) Pengumpulan Data Subjektif.

Data subjektif ini berhubungan dengan masalah dari sudut pandang

pasien, ekspresi pasien mengenai kekhawatiran dan keluhannya yang dicatat

sebagai kutipan langsung atau ringkasan yang akan berhubungan langsung

dengan diagnosis. Data subjektif ini nantinya akan menguatkan diagnosis

yang akan disusun (Sujiyatini, 2011).

b. Data Objektif : (O) Pengumpulan Data Objektif.

Data objektif merupakan pendokumentasian manajemen kebidanan

menurut pertama adalah pengkajian data, terutama data yang diperoleh

melalui hasil observasi yang jujur dari pemeriksaan fisik pasien,

pemeriksaan laboratorium atau pemeriksaan diagnostik lain. Catatan medik

dan informasi dari keluarga atau orang lain dapat dimasukkan dalam data

objektif ini. Data ini akan memberikan bukti gejala klinis pasien dan fakta

yang berhubungan dengan diagnosis (Sujiyatini, 2011).

c. Asesment : (A) Pengumpulan Data Asesment.

Asesment merupakan pendokumentasian hasil analisis dan interpetasi

(kesimpulan) dari data subjektif dan objektif dalam pendokumentasian

manajemen kebidanan. Analisis yang tepat dan akurat akan menjamin cepat
53

diketahuinya perubahan pada pasien, sehingga dapat diambil keputusan atau

tindakan yang tepat (Sujiyatini, 2011).

d. Planing : (P) Pengumpulan Data Planing.

Planning atau perencanaan adalah membuat rencana asuhan saat ini

dan yang akan datang. Rencana asuhan disusun berdasarkan hasil analisis

dan interpretasi data. Rencana asuhan ini bertujuan untuk mengusahakan

tercapainya kondisi pasien seoptimal mungkin dan mempertahankan

kesejahteraannya. Rencana asuhan ini harus bisa mencapai kriteria tujuan

yang ingin dicapai dalam batas waktu tertentu. Tindakan yang akan

dilaksanakan harus mampu membantu pasien mencapai kemajuan dan harus

sesuai dengan hasil kolaborasi tenaga kesehatan lain, antara lain dokter.

Dalam planning ini juga harus mencantumkan evaluasi, yaitu tafsiran dari

efek tindakan yang telah diambil untuk menilai efektifitas asuhan atau hasil

pelaksanaan tindakan. Evaluasi berisi analisis hasil yang telah dicapai dan

merupakan fokus ketepatan nilai tindakan atau asuhan (Sujiyatini, 2011).

E. Landasan Hukum yang Mendasari Praktek Kebidanan

1. Kompetensi

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

369/Menkes/VII/2007 tentang standar profesi bidan dan tentang izin bidan

dalam penyelenggaraan praktek bidan. BAB yang membahas praktek bidan


54

terdapat di BAB 111. Sedangkan pasal yang membahas tentang praktek bidan

adalah sebagai berikut :

Kompetensi ke- 4 : Bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi,

tanggap terhadap kebudayaan setempat selama persalinan, memimpin selama

persalinan yang bersih dan aman, menangani situasi kegawatdaruratan tertentu

untuk mengoptimalkan kesehatan wanita dan bayinya yang baru lahir.

Kompetensi ke- 6 : Bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi,

komperensif pada bayi dan balita sehat sampai 1 bulan (Menkes RI, 2010).

a. Pelayanan kebidanan adalah bagian integral dari sistem pelayanan kesehatan

yang diberikan oleh bidan yang terdaftar (teregister) yang dapat dilakukan

secara mandiri, kolaborasi atau rujukan.

b. Pengetahuan Dasar :

1) Adaptasi bayi baru lahir terhadap kehidupan di luar uterus.

2) Kebutuhan dasar bayi baru lahir : kebersihan jalan nafas, perawatan tali

3) pusat, kehangatan dan nutrisi.

4) Indikator pengkajian bayi baru lahir misalnya dari appgar.

5) Penampilan dan perilaku bayi baru lahir.

6) Tumbuh kembang yang normal pada bayi baru lahir.

7) Memberi imunisasi pada bayi baru lahir.


55

8) Masalah yang lazim terjadi pada bayi baru lahir : seperti caput, molding,

hemagioma dan cepalhematoma.

9) Komplikasi yang lazim terjadi pada bayi baru lahir yang normal yaitu :

dehidrasi, ikterik, diare, hipotermi, hipogelekimia dan infeksi.

10) Promosi pencegahan kesehatan dan penyakit pada bayi sampai 1 bulan

11) Keuntungan dan resiko imunisasi pada bayi.

12) Pertumbuhan dan perkembangan pada prematur.

13) Komplikasi tertentu pada bayi baru lahir seperti : trauma intra kranial,

fraktur krafikula, kematian mendadak dan hematoma.

c. Keterampilan Dasar :

1) Membersihkan jalan nafas dan memelihara kelancaran.

2) pernafasan, dan merawat tali pusat.

3) Menjaga kehangatan dan menghindari panas yang berlebihan.

4) Menilai segera bayi baru lahir seperti nilai APGAR.

5) Membersihkan badan bayi dan memberikan identitas.

6) Melakukan pemeriksaan fisik yang terfokus pada bayi baru lahir.

7) dan screening untuk menemukan adanya tanda kelainan-kelainan pada

bayi baru lahir yang tidak memungkinkan untuk hidup.

8) Mengatur posisi bayi pada waktu menyusui.

9) Memberikan imunisasi pada bayi.


56

10) Mengajarkan pada orang tua tentang tanda-tanda bahaya dan kapan

harus membawa bayi untuk minta pertolongan medik.

11) Melakukan tindakan pertolongan kegawatdaruratan pada bayi baru

lahir, seperti: kesulitan bernafas atau asfiksia, hipotermi, hipogelkemi.

12) Mendokumentasikan temuan-temuan dan intervensi yang terjadi.

d. Keterampilan tambahan :

1) Melakukan penilaian masa gestasi.

2) Mengajarkan pada orang tua tentang pertumbuhan.

3) Membantu orang tua untuk memperoleh sumber informasi.

e. BAB III penyelanggaraan praktek Pasal 9 :

1) Bidan dalam menjalankan praktiknya tersebut yang berwenang untuk

memberikan pelayanan yang meliputi :

a) Pelayanan kesehatan ibu.

b) Pelayanan kesehatan anak.

c) Pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana.

2) Pelayanan kebidanan kepada ibu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9

ayat (2) meliputi :

a) Penyuluhan dan konseling.

b) Pemeriksaan fisik.
57

c) Pelayanan antenatal pada kehamilan normal.

d) Pertolongan persalinan normal.

e) Pelayanan ibu nifas normal.

3) Pelayanan kebidanann kepada bayi sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 9 ayat (3) meliputi:

a) Pemeriksaan bayi baru lahir.

b) Perawatan tali pusat.

c) Perawatan bayi.

d) Resusitasi pada bayi baru lahir.

e) Pemberian imunisasi bayi dalam rangka menjalankan tugas pemerintah

pemberian penyuluhan.

f. Pasal 11

1) Pelayanan kesehatan anak sebagaimana dimaksud dalam pasal 9, tentang

bayi baru lahir, bayi, balita, anak pra sekolah.

2) Bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan pada bayi, balita anak

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yaitu :

a) Melakukan asuhan bayi baru lahir normal termasuk resusitasi,

pencegahan hipotermi, inisiasi menyusui dini, pemberian vitamin K1,

perawatan bayi baru lahir (0-28 hari) dan perawatan tali pusat.
58

b) Penanganan hipotermi pada bayi baru lahir dengan melakukan

rujukkan.

c) Penanganan dengan melakukan tindakkan melalui kegawatdaruratan,


dilanjutkan dengan perujukan.

d) Imunisasi rutin sesuai program pemerintah.

e) Pemberian konseling dan penyuluhan

g. Pasal 13

1) Asuhan pada bayi baru lahir yaitu :

a)Asuhan persalinan dan kelahiran

b)Asuhan pada bayi baru lahir

c)Memberikan asuhan yang bermutu tinggi pada bayi dan balita.

2) Kompetensi

Bidan tersebut yang mempunyai keterampilan dan mendapat izin


penyelenggaraan praktek.

b) Layanan mandiri

Adalah layanan bidan yang sepenuhnya menjadi tanggung jawab

bidan.

c) Layanan kolobrasi
59

Adalah layanan yang dilakukan oleh bidan sebagai anggota tim

yang kegiatannya dilakukan secara bersama atau sebagai salah satu

dari proses kegiatan pelayanan kebidanan.

d) Layanan rujukan

Adalah layanan yang dilakukan oleh bidan dalam rangka rujukan

ke layanan yang lebih tinggi atau sebaliknya yaitu pelayanan yang

dilakukan oleh bidan dalam menerima rujukan dari dukun yang

menolong persalinan, juga layanan yang dilakukan oleh bidan ke

tempat atau fasilitas pelayanan kesehatan lain secara horisontal

maupun vertikal atau meningkatkan keamanan dan kesejahteraan ibu

serta bayinya.

2. Keputusan Menteri Kesehatan RI, Registrasi dan Izin Praktek Bidan

Permenkes RI No 1464/Menkes/Per/X/2010 Tentang Izin dan Penyelenggaraan


Praktek Bidan, menentukan sebagai berikut :

BAB 1
Ketentuan Umum
Pasal 1

Dalam peraturan ini yang dimaksud dengan :

a. Bidan adalah seorang perempuan yang lulus dari pendidkan bidan yang

telah teregistrasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.


60

b. Fasilitas dalam pelayanan kesehatan adalah tempat yang digunakan untuk

menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan baik promotif, preventif,

kuratif, maupun rehabilitatif, yang dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah

daerah, dan masyarakat.

c. Surat Tanda Registrasi, selanjutnya disingkat STR adalah bukti tertulis yang

diberikan oleh pemerintah kepada tenaga kesehatan yang diregistrasi setelah

memiliki sertifikat kompetensi

d. Surat Izin Kerja Bidan, selanjutnya disingkat SIKB adalah bukti tertulis

yang diberikan kepada Bidan yang sudah memenuhi persyaratan untuk

bekerja di fasilitas pelayanan kesehatan.

e. Surat Izin Praktik Bidan, selanjutnya disingkat SIPB adalah bukti tertulis

yang diberikan kepada Bidan yang sudah memenuhi persyaratan untuk

mejalankan praktik bidan mandiri

f. Standar adalah pedoman yang harus dipergunakan sebagai petunjuk dalam

menjalankan profesi yang meliputi standar pelayanan, standar profesi, dan

standar operasional prosedur.

g. Praktik mandiri adalah praktik bidan swasta perorangan.

h. Organisasi profesi adalah Ikatan Bidan Indonesia (IBI).

BAB 2
Perizinan
Pasal 2
61

a. Bidan dapat menjalankan praktik mandiri atau bekerja di fasilitas pelayanan

kesehatan.

b. Bidan yang menjalankan praktik mandiri harus berpendidikan minimal

Diploma III (D III) Kebidanan.

Pasal 3

a. Setiap bidan yang bekerja di fasilitas pelayanan kesehatan wajib memiliki

SIKB.

b. Setiap bidan yg menjalankan praktik mandiri wajib memiliki SIPB.

c. SIKB atau SIPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) berlaku

untuk 1 (satu) tempat.

Pasal 4

a. Untuk memperoleh SIKB dan SIPB sebagaimana dimaksud pada pasal 3,

Bidan yang harus mengajukan permohonan kepada pemerintah daerah

kabupaten/kota dengan melampirkan :

1) Fotokopi STR yang masih berlaku dan dilegalisir.

2) Surat keterangan sehat fisik dari dokter yang memiliki SIP.

3) Surat pernyataan memiliki tempat kerja di fasilitas pelayanan

Kesehatan atau tempat praktik.

4) Pasfoto berwarna ukuran 4x6 cm sebanyak 3 (tiga) lembar.


62

5) Rekomendasi dari kepala dinas kesehatan kabupaten/kota atau pejabat

yang ditunjuk.

6) Rekomendasi dari organisasi profesi.

b. Kewajiban memiliki STR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a,

dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undang.

c. Apabila belum terbentuk Majelis Tenaga Kesehatan Indonesia (MTKI),

Majelis Tenaga Kesehatan Provinsi (MTKP) dan/atau proses STR belum

dapat dilaksanakan, Surat Izin Bidan ditetapkan berlaku sebagai STR.

d. Contoh surat permohonan memperoleh SIKB/SIPB sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) tercantum dalam Formulir I terlampir.

e. Contoh SIKB sebagaimana tercantum dalam Formulir II terlampir.

f. Contoh SIPB sebagaimana tercantum dalam Formulir III terlampir.

Pasal 5

a. SIKB / SIPB dikeluarkan oleh pemerintah daerah kabupaten / kota.

b. Dalam hal SIKB/SIPB dikeluarkan oleh dinas kesehatan kabupaten/kota

maka persyaratan sebagaimana dimaksud pada pasal 4 ayat (1) huruf e tidak

diperlukan.

c. Permohonan SIB/SIPB yang disetujui atau ditolak harus disampaikan oleh

pemerintah daerah kabupaten /kota atau dinas kesehatan kabupaten/kota

kepada pemohon dalam waktu selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sejak

tanggal permohonan diterima.


63

Pasal 6

a. Bidan hanya dapat menjalankan praktik dan/atau kerja paling banyak di 1

(satu) tempat kerja dan 1 (satu) tempat praktik.

Pasal 7

a. SIKB/SIPB berlaku selama STR masih berlaku dan dapat diperbaharui

kembali jika habis masa berlakunya.

b. Pembaharuan SIKB/SIPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan

kepada pemerintah daerah kabupaten/kota setempat dengan melampirkan :

1) fotokopi SIKB/SIB yg lama

2) fotokopi STR

3) surat keterangan sehat fisik dari dokter yang memiliki SI

4) pasfoto berwarna terbaru ukuran 4x6 sebanyak 3 (tiga) lembar.

5) rekomendasi dari kepala dinas kesehatan kabupaten/kota atau pejabat

yang ditunjuk sesuai ketentuan Pasal 4 ayat (1) huruf e

6) rekomendasi dari oranisasi profesi

Pasal 8

SIKB/SIPB dinyatakan tidak berlaku bila :

a. Tempat kerja/praktik tidak sesuai lagi dengan SIKB/SIPB

b. Masa berlakunya habis dan tidak diperpanjang


64

c. Dicaabut oleh pejabat yang berwenang memberikan izin.

BAB III
Penyelenggaraan Praktek
Pasal 9

Bidan dalam mejalankan praktik berwenang untuk memberikan pelayanan

yang meliputi :

a. Pelayanan kesehatan ibu

b. Pelayanan kesehatan anak

c. Pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana.

Pasal 10

a. Pelayanan kesehatan ibu sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 huruf a

diberikan pada masa pra hamil, kehamilan, masa persalinan, masa nifas,

masa menyusui dan masa antara dua kehamilan.

b. Pelayanan kesehatan ibu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :

1) Pelayanan konseling pada masa pra hamil.

2) Pelayanan antenatal pada kehamilan normal.

3) Pelayanan persalinan normal.

4) Pelayanan ibu nifas normal.

5) Pelayanan ibu menyusui.

6) Pelayanan konseling pada masa antara dua kehamilan.

c. Bidan dalam memberikan pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat 2

berwenang untuk :
65

1) Episiotomi.

2) Penjahitan luka jalan lahir tingkat I dan II.

3) Penanganan kegawat-daruratan, dlanjutkan dengan perujukan.

4) Pemberian tablet Fe pada ibu hamil.

5) Pemberian Vit A dosis tinggi pada ibu nifas.

6) Bimbingan inisiasi menyusui dini dan promosi ASI ekslusif.

7) Pemberian uterotonika pada manajemen aktif kala tiga dan

Postpartum.

8) Penyuluhan dan konseling.

9) Bimbingan pada kelompok ibu hamil.

10) Pemberian surat keterangan kematian.

11) Pemberian surat keterangan cuti bersalin.

Pasal 11

a. Pelayanan kesehatan anak sebagaimana dimaksd dalam pasal 9 huruf b

diberikan pada bayi baru lahir, bayi, anak balita, dan anak pra sekolah.

b. Bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan anak sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) berwenang untuk :

1) Melakukan asuhan bayi baru lahir normal termasuk resusitasi,

melakukan pencegahan hipotermi, melakukan inisiasi menyusui dini,

injeksi vitamin k1, perawatan bayi baru lahir pada masa neonatal

(0-28 hr) perawatan tali pusat.


66

2) Penanganan hipotermi pada bayi baru lahir dan segera merujuk.

3) Penanganan kegawat-daruratan, dilanjutkan dengan rujukan.

4) Pemberian imunisasi rutin sesuai program pemerintah.

5) Pemantauan tubuh kembang bayi, anak balita dan anak prasekolah.

6) Pemberian konseling dan penyuluhan.

7) Pemberian surat keterangan kelahiran.

8) Pemberian surat keterangan kematian.

Pasal 12

Bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan

keluarga berencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf c berwenang

untuk :

a. Memberikan penyuluhan dan konseling; kesehatan reproduksi perempuan

dan keluarga berencana.

b. Memberikan alat kontrasepsi oral dan kondom.

Pasal 13

a. Selain kewenangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 10, 11, dan 12,

bidan yang menjalankan program pemerintah berwenang melakukan

pelayanan kesehatan meliputi :

1) Pemberian alat kontrasepsi suntikan, alat kotrasepsi dalam rahim, dan

alat kontrasepsi bawah kulit.


67

2) Asuhan antenatal terintegrasi dengan intervensi khusus penyakit

kronis tertentu dilakukan dibawah supervisi dokter.

3) Penanganan bayi dan anak balita sakit sesuai pedoman yang ditetapkan.

4) Melakukan pembinaan dalam menjalankan peran serta masyarakat di

bidang kesehatan ibu, anak, serta anak usia pra sekolah remaja, dan

kesehatan lingkungan.

5) Pemantauan tumbuh kembang bayi, anak balita, anak pra sekolah, dan

anak sekolah.

6) Melaksanakan pelayanan kebidanan komunitas

7) Melaksanakan deteksi dini, dalam melakukan rujuk dan memberikan

penyuluhan dilakukan terhadap Infeksi Menular Seksual (IMS.)

8) termasuk pemberian kondom, dan penyakit lainnya

9) Pencegahan penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif

lainnya (NAPZA) melalui informasi dan edukasi

10) Pelayanan kesehatan lain yang merupakan program Pemerintah

c. Pelayanan alat kontasepsi bawah kulit, asuhan antenatal terintegrasi,

penanganan bayi dan anak balita sakit, dan pelaksanaan deteksi dini, merujuk

dan memberikan peyuluhan terhadap Infeksi Menular Seksual (IMS) dan

penyakit lainnya, serta pencegahan penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika

dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA) hanya dapat dilakukan oleh bidan yang

telah dilatih.
68

Pasal 14

a. Bagi bidan yang menjalankan praktik di daerah yang tidak memiliki dokter,

dapat melakukan pelayanan kesehatan di luar kewenangan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 9.

b. Daerah yang tidak memiliki dokter sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

adalah kecamatan atau kelurahan/desa yang ditetapkan oleh kepala dinas

kesehatan kabupaten/kota.

c. Dalam hal daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) telah terdapat

dokter, kewenangan bidan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak

berlaku.

Pasal 15

Pemerintah daerah provinsi/kabupaten/kota menugaskan bidan praktek mandiri

tertentu untuk melaksanakan program pemerintah

a. Bidan melakukan praktek mandiri yang ditugaskan sebagai pelaksana

program pemerintah berhak atas pelatihan dan pembinaan dari pemeritah

daerah provinsi/kabupaten/kota.

Pasal 16

a. Pada daerah yang belum memiliki dokter, pemerintah dan pemerintah

daerah harus menempatkan bidan dengan pendidikan minimal Diploma III

Kebidanan.
69

b. Apabila tidak terdapat tenaga bidan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),

pemerintah dan pemerintah daerah dapat menempatkan bidan yang telah

mengikuti pelatihan.

c. Pemerintah setempat daerah propinsi/kabupaten/kota bertanggung jawab

menyelenggarakan pelatihan bagi bidan yang memberikan pelayanan di

daerah yang tidak memilki dokter.

Pasal 17

a. Bidan dalam menjalankan praktik mandiri harus memenuhi persyaratan

meliputi :

1) Memiliki tempat praktek, ruangan praktik dan peralatan untuk tindakan

asuhan kebidanan, serta peralatan untuk menunjang pelayanan kesehatan

bayi, anak balita dan pra sekolah yang memenuhi persyaratan lingkungan

sehat.

2) menyediakan maksimal 2 ( dua ) tempat tidur untuk persalinan

3) memiliki sarana, peralatan dan obat sesuai dengan ketentuan

yang berlaku.

b. Ketentuan persyaratan tempat praktik dan peralatan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) satu tercantum dalam lampiran peraturan ini.

Pasal 18

a. Dalam melaksanakan praktek/kerja, bidan berkewajiban untuk :

1) Menghormati hak pasien.


70

2) Memberikan pelayanan informasi tentang masalah kesehatan pasien

dan pelayanan yang dibutuhkan.

3) Merujuk kasus yang bukan merupakan kewenangannya atau tidak dapat

ditangani dengan tepat waktu

4) Meminta persetujuan tindakan yang akan dilakukan.

5) Menyimpan semua rahasia pasien sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan.

6) Melakukan pencatatan asuhan kebidanan dan pelyanan lainnya secara

sistematis.

7) Mematuhi standar.

8) Melakukan beberapa pencatatan dan pelaporan penyelenggaraan dalam

praktik kebidanan termasuk pelaporan kelahiran dan kematian

b. Bidan dalam menjalankan praktik/kerja senantiasa meningkatkan mutu

pelayanan profesinya, dengan mengikuti perkembangan iptek melalui

pendidikan dan pelatihan sesuai dengan bidang tugasnya.

c. Bidan dalam menjalankan praktik kebidanan harus membantu program

pemerintah dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.

Pasal 19

Dalam melaksanakan praktek bidan mempunyai hak :

a. Memperoleh perlindungan hukum dalam melakukan berbagai pelaksanaan

praktik/kerja sepanjang sesuai dengan standar


71

b. Memperoleh informasi yang lengkap dan benar dari pasien atau keluarganya

c. Melaksanakan tugas sesuai dengan kewenangan dan standar

d. Menerima imbalan jasa profesi.

BAB IV
Pencatatan dan Pelaporan
Pasal 20

a. Dalam melakukan tugasnya tersebut bidan wajib melakukan pencatatan dan

pelaporan sesuai dengan pelayanan yang diberikan.

b. Pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan ke Puskesmas

wilayah tempat praktik.

c. Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) untuk

bidan yang bekerja di fasilitas pelayan kesehatan.

BAB V
Pembinaan dan Pengawasan
Pasal 21

a. Menteri, Pemerintah daerah Provinsi, Pemda kabupaten/kota melakukan

pembinaan dan pengawasan dengan mengikut sertakan Majelis Tenaga

Kesehatan Indonesia, Majelis Tenaga Kesehatan Provinsi, organisasi profesi

dan asosiasi institusi pendidikan yang bersangkutan.

b. Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diarahkan

untuk meningkatkan mutu pelayanan, keselamatan pasien dan melindungi


72

masyarakat terhadap segala kemungkinan yang dapat menimbulkan bahaya

bagi kesehatan.

c. Kepala Dinas Kesehatan Kab/kota harus melaksanakan pembinaan dan

pengawasan penyelenggaraan praktik bidan.

d. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Kepala

Dinas Kab/Kota harus membuat pemetaan tenaga bidan praktik mandiri dan

bidan bekerja di desa serta menetapkan dokter Puskesmas terdekat untuk

pelaksanaan tugas supervisi terhadap bidan di wilayah tersebut.

Pasal 22

Pimpinan fasilitas kesehatan wajib melaporkan bidan yang bekerja dan yang

berhenti bekerja di fasilitas pelayanan kesehatannya pada tiap triwulan kepada

Kepala Dinas Kesehatan Kab/Kota dengan tembusan kepada organisasi profesi.

Pasal 23

a. Dalam rangka pelaksanaan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam pasal

21, Menteri, pemerintah daerah provinsi, pemerintah daerah kab/kota dapat

memberikan berbagai tindakan administratif kepada bidan yang melakukan

pelanggaran terhadap ketentuan penyelenggaraan praktik dalam Peraturan

ini.

b. Tindakan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan

melalui :

1) Teguran lisan
73

2) Teguran tertulis

3) Pencabutan SKIB/SIPB untuk sementara paling lama 1 tahun.

BAB VI
Ketentuan Peralihan
Pasal 25

a. Bidan yang telah mempunyai SIPB tersebut berdasarkan Kepmenkes nomor

900/Menkes/SK/VI/2002 tentang Registrasi dan Praktik Bidan dan

b. Permenkes berdasarkan No HK.02.02/Menkes/149/2010 tentang Izin dan

Penyelenggaraan Praktik Bidan dapat dinyatakan telah memiliki SIPB

berdasarkan peraturan ini sampai dengan masa berlakunya berakhir.

c. Bidan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memperbaharui SIPB

apabila Surat Izin Bidan yang bersangkutan telah habis jangka waktunya

berdasarkan peraturan ini.

Pasal 26

Apabila Majelis Tenaga Kesehatan Indonesia (MTKI) dan Majelis Kesehatan

Provinsi (MTKP) belum dibentuk atau belum dapat melaksanakan tugasnya

maka registrasi bidan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Kepmenkes No

900/Menkes/SK/VII/2002 tentang Registrasi dan Praktik Bidan.

Pasal 27

Bidan yang telah melaksanakan kerja di fasilitas pelayanan kesehatan sebelum

ditetapkan Peraturan ini harus memiliki SIKB berdasarkan Peraturan ini paling

selambat-lambatnya 1 (satu) tahun sejak peraturan ini ditetapkan.


74

Pasal 28

Bidan yang berpendidikan di bawah Diploma III (D III) Kebidanan yang

menjalankan praktik mandiri hrs menyesuaikan dengan ketentuan Peraturan ini

selambat-lambatnya 5 (lima) tahun sejak peraturan ini ditetapkan.

BAB VII
Ketentuan Penutup
Pasal 29

Pada saat peraturan ini mulai berlaku :

a. Kepmenkes dengan Nomor 900/Menkes/SK/VII/2002 tentang Registrasi

dan Praktik Bidan sepanjang yang berkaitan dengan perizinan dan praktik

bidan.

b. Permenkes dengan Nomor HK.02.02/Menkes/149/I/2010 tentang Izin dan

penyelenggaraan Praktik Bidan : dicabut dan dinyatakan tidak berlaku(

Permenkes, 2010).
75

BAB III
TINJAUAN KASUS

Manajemen Asuhan Kebidanan Pada Bayi Ny “F” Dengan


Asfiksia Sedang Di RSUD Sungailiat Bangka
Tahun 2016

A. Pengkajian

Tanggal : 24 Mei 2016

Pukul : 17.30 wib

Tempat : Di Ruangan Neonatus, di RSUD Sungailiat Bangka.

Nama : Helda Randini

Nim : 06.13.007

B. Data Subjektif

1. Biodata Bayi

Nama : Bayi Ny “F”

Jenis kelamin : Perempuan

Tanggal lahir/pukul : 24 Mei 2016/ 17.10 wib

Umur Bayi : 1 Hari

Berat badan : 2.750 Gram

Panjang badan : 48 Cm

2. Biodata orang tua

a. Biodata Ibu

Nama : Ny “F”
76

Umur : 27 Tahun

Agama : Khatolik

Suku : Melayu

Pendidikan : SD

Pekerjaan : IRT

Alamat : Dusun Bedukang Rt 04/-Desa Deniang. Kec Riau

Silip. KAB. Bangka. Provinsi BABEL

b. Biodata Ayah

Nama : Tn “A”

Umur : 29 Tahun

Agama : Khatolik

Suku : Melayu

Pendidikan : SMP

Pekerjaan : Supir

Alamat : Dusun Bedukang Rt 04/-Desa Deniang. Kec Riau

Silip. KAB. Bangka. Provinsi BABEL

C. Riwayat Kehamilan dan Persalinan

1. Riwayat Kehamilan

a. G3, P2, A1 umur kehamilan 38 minggu 0 hari, HPHT : 03-08-2015 dan

HPL : 10-05-2016

1) Riwayat ANC : 11 Kali


77

a) Trisemester I : 4 Kali

b) Trisemester II : 3 Kali

c) Trisemester III : 4 Kali

2) Keluhan saat hamil : Mual, muntah, pusing, nyeri simpisis, sesak

nafas.

3) Riwayat penyakit : tidak ada

4) Konsumsi tablet Fe : 90 tablet selama kehamilan ini

a) Trisemester I : 30 tablet

b) Trisemester II : 30 tablet

c) Trisemester III : 30 tablet

5) Jarak kehamilan : 2 tahun dari kehamilan ke kedua dan 5 tahun

dari kehamilan pertama

2. Riwayat Persalinan

a. Ibu melahirkan pada Tgl/ pukul : 24 Mei 2016/ 17.10 Wib

b. Jenis persalinan : Normal/ Spontan

c. Ditolong oleh : Bidan

d. Usia kehamilan : 38 Minggu 0 Hari

e. Komplikasi : Persalinan lama/partus macet dan air

ketuban bercampur mekonium

f. Lama persalinan : 18 jam 10 menit dari jam 23.00

wib/17.10 wib
78

D. Data Objektif

1. Pemeriksaan fisik

a. Kesadaran : Composmentis

b. Keadaan Umum : Lemah

c. pernapasan : Sesak (+)/ 66 x/i

d. Nadi : 130 x/i

e. Suhu : 35,9 0 C

2. Pemeriksaan obstetrik

a. Kepala : Normal, tidak ada caput seccudanum dan cepal

b. Perut : Normal, tidak ada benjolan

c. Tali pusat : Tidak ada pendarahan

d. Anus : Berlubang (+)

3. Pemeriksaan khusus (APGAR skore) pada saat 1 menit pertama setelah

melahirkan dan dilanjutkan pada 5 menit kedua setelah melahirkan , dilakukan

pada tanggal 24 mei 2016.


79

Tabel. 3.1
APGAR Skore (Sudarti, 2011).
NO Tanda 0 1 2
.
Jumlah

I Pemeriksaan

1 menit

pertama

Frekuensi ( ) Tidak ada ( ) < 100 (Ya ) > 100 2

Jantung

Usaha nafas ( ) Tidak ada (Ya) Lambat tidak teratur ( ) Menangis kuat 1

Tonus Otot ( ) Lumpuh (Ya) Eksfleksi sedikit ( ) Gerak aktif 1

Reflek ( ) Tidak (Ya) Gerakan sedikit ( ) Menangis 1

Warna bereaksi

( ) Biru/ pucat (Ya) Tubuh kemerahan ( ) Kemerahan 1

kemerahan dan kaki

biru

Total : 6
80

II Pemeriksaan

5 menit

kedua

Frekuensi ( ) Tidak ada ( ) < 100 (Ya ) > 100 2

Jantung

Usaha nafas ( ) Tidak ada (Ya) Lambat tidak teratur ( ) Menangis kuat 1

Tonu s Otot ( ) Lumpuh (Ya) Eksfleksi sedikit ( ) Gerak aktif 1

Reflek ( ) Tidak (Ya) Gerakan sedikit ( ) Menangis 1

Warna bereaksi

( ) Biru/ pucat t (Ya) Tubuh kemerahan ( ) Kemerahan 1

kemerahan dan kaki

biru

Total : 6
81

4. Pemeriksaan Reflek

a. Reflek rooting : Mencari putting susu dengan rangsangan takil belum

dilakukan karena bayi dalam kegawatdaluratan

b. Reflek sucking : Reflek bayi menghisap lemah

c. Reflek grasping : Reflek menggegam belum kuat

d. Reflek morrow : Reflek bayi saat dikejutkan (-)

5. Antrometri

a. BB : 2750 gram

b. PB : 48 cm

c. LK : 34 cm

d. LD : 35 cm

e. LILA : 11 cm

6. Eliminasi

a. BAK : (+)

b. BAB : (+) mekonium

E. Analisa Data

1. Diagnosa : By. Ny ” F’’ dengan asfiksia sedang

2. Masalah : Tidak bernapas normal (A/S : 4/6 ), resiko dan

hipotermi

3. Kebutuhan : Pemberian O2 dan tetap menjaga kehangatan bayi


82

F. Penatalaksanaan
Tabel. 3.2
Penatalaksanaan (Sudarti, 2011).
Nama : By Ny “F” NO. RM : Dusun Bedukang, Rt 04, Desa Kelas :

Deniang

Umur : 1 Hari Tanggal : 24 Mei 2016 Nama dan paraf

Tanggal/Jam Catatan perkembangan (SOAP)

24/05/2016 DS : Bayi NY “F” rujukan dari ruang RB

umur 1 hari dengan Asfiksia Sedang,

pada hari ke 1

DO : Keadaan umum : Lemah, sesak (+),

Kesadaraan : Composmentis, RR : 66

x/i,Suhu : 35,9 0C, Aktivitas kurang/

sedikit bergerak, Menangis sedikit

/sedikit merintih ,BAK (+) 3-4 kali,

BAB (+) 1 kali, nadi : 130 x/i,

mengalami cyanosis/ kebiruan, A/S :

4/6
83

A : Bayi Ny “F” Lahir spontan dengan

asfiksia sedang

P : 1. Melakukan observasi tanda vital dan

Asfiksia sedang

E : Hasil pemeriksaan : Keadaan umum

: lemah, Kesadaran : composmentis,

RR : 66 x/i, Suhu : 35,9 0C, dan nadi

: 130 x/i dan bayi sesak (+), dengan

A/S : 4/6

2. Berkolaborasi dengan dokter spesialis,

untuk pemberian oksigen (O2) dan

pemberian therapy obat

E : Pemberian oksigen (O2) telah

dilakukan dengan kebutuhan oksigen

2 ml/menit dan therapy obat dengan

dosis : Ampicilin 2 x 137,5 mg, Neo K

: 1 x1 mg, genta 2 x 13,75 mg, amino

1 x 16,5 mg

3. Melakukan penimbangan bayi dengan

melepaskan pakaian dan meletakan


84

bayi diatas timbangan kemudian

penimbangan dilakukan pada

posisi jarum menunjukan angka 0

E : Penimbangan telah dilakukan dengan

berat bayi : 2.750 gram

4. Melakukan pemasangan infus,

penyuntikkan dan observasi APGAR

skore pada Bayi Ny “F”

E : Pemasangan infus telah dilakukan

RL + dekstrose (D) 40% dengan dosis

sebanyak 4 cc dan natrium bikarbonat

7,5% sebanyak 6 cc, disuntikkan IM

dan dilanjutkan melakukan

penilaian APGAR skore dengan

melakukan pemeriksaan : RR, nadi,

warna kulit, reflek dan tonus otot.

Hasil pemeriksaan nadi : 120x/i (2),

RR : 66 x/i (1), tonus otot : eksfleksi

Sedikit (1), reflek : gerakan sedikit

(1), warna: tubuh kemerahan dan kaki

biru (1)
85

5. Melakukan Observasi menggunakan

Memonitor saturasi

E : Monitor saturasi telah dilakukan

Saturasi Oksigen (SpO2), dengan

hasil nilai : 99%, dan batas dalam

keadaan normal (97-99%)

6. Observasi kehangatan bayi

E : Kehangatan bayi tetap terjaga berada

di dalam inkobator dengan suhu :

bayi : 35,9 0C

7. Observasi kebutuhan nutrisi :

E : pemberian asi 5 cc/ 2 jam, jadi 60 cc

selama 24 jam

8. Observasi eliminasi :

E : BAK (+) 3-4 kali dan BAB (+) 1 kali

bayi BAB

9. Observasi pempes bayi

E : Pempes bayi diganti jika basah/

bayi BAB agar bayi dalam keadaan

kering dan tetap terjaga


86

kenyamanan

Nama : By Ny”F” NO.RM : Dusun Bedukang, Rt 04, Desa Kelas :

Deniang

Umur : 2 Hari Tanggal : 25 Mei 2016 Nama dan paraf

Tanggal/Jam Catatan perkembangan (SOAP)

25/05/2016 DS : Bayi Ny “F” dengan asfiksia sedang

Pada hari ke 2

DO : Keadaan umum : lemah, sesak : (+),

kesadaraan : composmentis, RR : 63

x/i, Suhu : 36,6 0C, Aktivitas kurang/

sedikit bergerak, menangis sedikit/sedikit

merintih, BAB (-)/ belum BAB, BAK (+)

4-5 kali, nadi : 120 x/i, muntah (+)/ 1 kali,

mengalami cyanosis/ kebiruan (+) dan nilai


87

A/S : 6/7

A : Bayi Ny “F” Lahir spontan dengan

asfiksia sedang

P : 1. Melakukan observasi tanda vital dan

Asfiksia sedang

E : Hasil pemeriksaan : Keadaan umum

: lemah, Kesadaran : composmentis,

RR : 63 x/i, Suhu : 36,6 0C, dan nadi

: 120 x/i dan bayi sesak (+), dan nilai

A/S : 6/7

2. Melakukan pemberian therapy lanjutan

hari ke 2, untuk pemberian oksigen

( O2) dan pemberian therapy obat

E : Pemberian oksigen (O2) telah

dilakukan dengan kebutuhan oksigen

2 ml/menit dan therapy obat dengan

dosis : Ampicilin 2 x 137,5 mg, Neo K

: 1 x1 mg, genta 2 x 13,75 mg, amino

1 x 16,5 mg
88

3. Observasi cairan infus penyuntikan, dan

observasi APGAR skore pada

Bayi Ny “F”

E : Lanjutan pemberian cairan infus RL

+ dekstrose (D) 40% dengan dosis

sebanyak 4 cc dan natrium bikarbonat

7,5% sebanyak 6 cc, disuntikkan

IM dan dilanjutkan melakukan

penilaian APGAR skore dengan

melakukan pemeriksaan : RR, nadi,

warna kulit, reflek dan tonus otot.

Hasil pemeriksaan nadi : 120x/i (2),

RR : 63 x/i (1), tonus otot : eksfleksi

Sedikit (1), reflek : gerak aktif (2),

warna: tubuh kemerahan dan kaki biru

(1)

4. Melakukan Observasi menggunakan

Memonitor saturasi

E : Monitor saturasi telah dilakukan

penurunan O2 darah (SpO2), dengan


89

hasil nilai : 99%, dan batas dalam

Keadaan normal (97-99%)

5. Observasi kehangatan bayi

E : Kehangatan bayi tetap terjaga berada

di dalam inkobator dengan suhu

bayi : 36,6 0C, meski pun bayi hanya

menggunakan pempes, karena berada

didalam inkobator telah diatur suhu

inkobator 30 0C sampai 36 0C

6. Observasi kebutuhan nutrisi :

E : pemberian asi 5 cc/ 2 jam, jadi 60 cc

selama 24 jam

7. Observasi eliminasi :

E : BAK (+) 4-5 kali dan BAB (-) bayi

belum BAB

8. Observasi pempes bayi

E : Pempes bayi diganti jika basah/

bayi BAB agar bayi dalam keadaan

kering dan tetap terjaga

kenyamanan bayi
90

Nama : By. NY “F” NO.RM : Dusun Bedukang, Rt 04, Desa Kelas :

Deniang

Umur : 3 Hari Tanggal : 26 Mei 2016 Nama dan paraf

Tanggal/Jam Catatan perkembangan (SOAP)

26/05/2016

DS : Bayi Ny “F” dengan asfiksia sedang

pada hari ke 3

DO : Keadaan umum : lemah, sesak : (-),

Kesadaraan : Composmentis, RR : 61

x/i, Suhu : 36,7 0 C, Aktivitas kurang/(-)

sedikit menangis/ sedikit merintih,

BAB (+) /1 kali, BAK (+) 4-5 kali, nadi

: 120 x/i, muntah (+)/ 1 kali mengalami

cyanosis (+) dan A/S : 6/7


91

A : Bayi Ny “F” Lahir spontan dengan

Asfiksia sedang

P : 1. Melakukan observasi tanda vital dan

Asfiksia sedang

E : Hasil pemeriksaan : Keadaan umum

: lemah, Kesadaran : composmentis,

RR : 61 x/i, Suhu : 36,7 0C, dan nadi

: 120 x/i dan bayi sesak (+), dan nilai

A/S : 6/7

2. Melakukan pemberian therapy lanjutan

hari ke 3, untuk pemberian oksigen

(O2) dan pemberian therapy obat

E : Pemberian oksigen (O2) telah

dilakukan dengan kebutuhan oksigen

2 ml/menit dan therapy obat dengan

dosis : Ampicilin 2 x 137,5 mg, Neo K

: 1 x1 mg, genta 2 x 13,75 mg, amino

1 x 16,5 mg

3. Observasi cairan infus, penyuntikkan


92

dan observasi APGAR skore pada

Bayi Ny “F”

E : Lanjutan pemberian cairan infus RL

+ dekstrose (D) 40% dengan dosis

sebanyak 4 cc dan natrium bikarbonat

7,5% sebanyak 6 cc, disuntikkan

IM dan dilanjutkan melakukan

penilaian APGAR skore dengan

melakukan pemeriksaan : RR, nadi,

warna kulit, reflek dan tonus otot.

Hasil pemeriksaan nadi : 120x/i (2),

RR : 61 x/i (1), tonus otot : eksfleksi

Sedikit (1), reflek: gerak aktif (2),

warna: tubuh kemerahan dan kaki biru

(1)

4. Observasi kehangatan bayi

E : Kehangatan bayi tetap terjaga berada

di dalam inkobator dengan suhu


0
bayi : 36,7 meski pun bayi hanya

menggunakan pempes, karena berada

didalam inkobator telah diatur suhu


93

inkobator 30 0C sampai 36 0C

5. Observasi kebutuhan nutrisi :

E : pemberian asi 10 cc/ 2 jam, jadi 120

cc selama 24 jam

6. Observasi eliminasi :

E : BAK (+) 4-5 kali dan BAB (+) 1 kali

7. Observasi pempes bayi

E : Pempes bayi diganti jika basah/

bayi BAB agar bayi dalam keadaan

kering dan tetap terjaga

kenyamanan bayi
94

Nama : By. Ny “ F” NO.RM : Dusun Bedukang, Rt 04, Desa Kelas :

Deniang

Umur : 4 Hari Tanggal : 27 Mei 2016 Nama dan paraf

Tanggal/Jam Catatan perkembangan (SOAP)

27/05/2016

DS : Bayi Ny “F” dengan asfiksia sedang

pada hari ke 4

DO : Keadaan umum : lemah, Kesadaraan :

composmentis, RR : 58 x/i, Suhu : 36,4


0
C, Aktivitas (+)/ mulai sedikit aktif,

Menangis sedikit/merintih, BAB (+) /1

kali, BAK (+) / 4-5 kali, nadi : 120x/i,

mengalami cyanosis/kebiruan, A/S : 7/8


95

A : Bayi Ny “F” Lahir spontan dengan

Asfiksia ringan

P : 1. Melakukan observasi tanda vital dan

Asfiksia sedang

E : Hasil pemeriksaan : Keadaan umum

: lemah, Kesadaran : composmentis,

RR : 58 x/i, Suhu : 36,4 0C, dan nadi

: 120 x/i dan nilai A/S : 7/8

2. Melakukan pemberian therapy lanjutan

hari ke 4, untuk pemberian oksigen

(O2) dan pemberian therapy obat

E : Pemberian oksigen (O2) telah

dilakukan dengan kebutuhan oksigen

2 ml/menit dan therapy obat dosisnya

Ampicilin 2 x 68,75 mg, Neo K : 1 x

1 mg, genta 2 x 6,9 mg, amino 1 x

10 mg

3. Observasi cairan infus, penyuntikkan

dan observasi APGAR skore pada


96

Bayi Ny “F”

E : Lanjutan pemberian cairan infus RL

+ dekstrose (D) 40% dengan dosis

sebanyak 4 cc dan natrium bikarbonat

7,5% sebanyak 6 cc, disuntikkan

IM dan dilanjutkan melakukan

penilaian APGAR skore dengan

melakukan pemeriksaan : RR, nadi,

warna kulit, reflek dan tonus otot.

Hasil pemeriksaan nadi : 120x/i (2),

RR : 58 x/i (1), tonus otot : menangis

kuat (2), reflek: gerak aktif (2),

warna: tubuh kemerahan dan kaki biru

(1)

4. Observasi kehangatan bayi

E : Kehangatan bayi tetap terjaga berada

di dalam inkobator dengan suhu

bayi : 36,4 0C, meski pun bayi hanya

menggunakan pempes, karena berada

didalam inkobator telah diatur suhu

inkobator 30 0C sampai 36 0C
97

5. Observasi kebutuhan nutrisi :

E : pemberian asi 10 cc/ 2 jam, jadi 120

cc selama 24 jam

6. Observasi eliminasi :

E : BAK (+) 4-5 kali dan BAB (+) 1 kali

7. Observasi pempes bayi

E : Pempes bayi diganti jika basah/

bayi BAB agar bayi dalam keadaan

kering dan tetap terjaga

kenyamanan bayi
98

Nama : By. Ny “F” NO.RM : Dusun Bedukang, Rt 04, Desa Kelas :

Deniang

Umur : 5 Hari Tanggal : 28 Mei 2016 Nama dan paraf

Tanggal/Jam Catatan perkembangan (SOAP)

28/05/2016

DS : Bayi Ny “F” dengan asfiksia sedang

pada hari ke 5

DO : Keadaan umum : lemah, Kesadaraan :

composmentis, RR : 46 x/i, Suhu : 36,6


0
C, Aktivitas (+) sedikit aktif, sedikit

menangis/ merintih, BAB (+) / 1 kali,

BAK (+) / 4-5 kali, nadi : 120x/i,


99

mengalami cyanosis/ kebiruan, A/S : 8/9

A : Bayi Ny “F” Lahir spontan dengan

Asfiksia ringan

P : 1 . Melakukan observasi tanda vital dan

Asfiksia ringan

E : Hasil pemeriksaan : Keadaan umum

: lemah, Kesadaran : composmentis,

RR : 46 x/i, Suhu : 36,6 0C, dan nadi

: 120 x/i dan nilai A/S : 8/9

2. Melakukan pemberian therapy lanjutan

hari ke 5, untuk pemberian oksigen

(O2) dan pemberian therapy obat

E : Pemberian oksigen (O2) telah

dilakukan dengan kebutuhan oksigen

1 ml/ menit dan therapy obat dosisnya

: Ampicilin 2 x 68,75 mg, Neo K : 1 x

1 mg, genta 2 x 6,9 mg, amino 1 x

10 mg

3. Observasi cairan infus, penyuntikkan


100

dan observasi APGAR skore pada

Bayi Ny “F”

E : Lanjutan pemberian cairan infus RL

+ dekstrose (D) 40% dengan dosis

sebanyak 4 cc dan natrium bikarbonat

7,5% sebanyak 6 cc, disuntikkan

IM dan dilanjutkan melakukan

penilaian APGAR skore dengan

melakukan pemeriksaan : RR, nadi,

warna kulit, reflek dan tonus otot.

Hasil pemeriksaan nadi : 120x/i (2),

RR : 46 x/i (2), tonus otot : menangis

kuat (2), reflek : gerak aktif (2),

warna: tubuh kemerahan dan kaki biru

(1)

4. Observasi kehangatan bayi di bok

E : Kehangatan bayi tetap terjaga berada

di bok dengan menyelimuti bayi dan

memakaikan topi dengan suhu : 36,6 0C

5. Observasi kebutuhan nutrisi :

E : pemberian asi 20 cc/ 2 jam, jadi 240


101

cc selama 24 jam

6. Observasi eliminasi :

E : BAK (+) 4-5 kali dan BAB (+) 1 kali

7. Observasi pempes bayi

E : Pempes bayi diganti jika basah/

bayi BAB agar bayi dalam keadaan

kering dan tetap terjaga

kenyamanan bayi
102

Nama : By. NY “F” NO.RM : Dusun Bedukang, Rt 04, Desa Kelas :

Deniang

Umur : 6 Hari Tanggal : 29 Mei 2016 Nama dan paraf

Tanggal/Jam Catatan perkembangan (SOAP)

29/05/2016

DS : Bayi Ny “F” dengan asfiksia sedang

pada hari ke 6

DO : Keadaan umum : baik, Kesadaraan :

composmentis, RR : 44 x/i, Suhu : 36,5


0
C, Aktivitas aktif/(+), Menangis kuat/

(+), BAB (+)/ 3 kali, BAK (+) / 4-5 kali,

nadi : 120x/i, mengalami cyanosis/

kebiruan, A/S : 8/9


103

A : Bayi Ny “F” Lahir spontan dengan

Asfiksia ringan

P : 1 . Melakukan observasi tanda vital dan

Asfiksia ringan

E : Hasil pemeriksaan : Keadaan umum

: baik, Kesadaran : composmentis,

RR : 44 x/i, Suhu : 36,5 0C, dan nadi

: 120 x/i dan nilai A/S : 8/9

2. Melakukan pemberian therapy lanjutan

hari ke 6, untuk pemberian oksigen

(O2) dan pemberian therapy obat

E : Pemberian oksigen (O2) telah

dilakukan dengan kebutuhan oksigen

1 ml/ menit dan therapy obat dosisnya

: Ampicilin 2 x 68,75 mg, Neo K : 1 x

1 mg, genta 2 x 6,9 mg, amino 1 x

10 mg

3. Observasi cairan infus, penyuntikkan

dan observasi APGAR skore pada

Bayi Ny “F”
104

E : Lanjutan pemberian cairan infus RL

+ dekstrose (D) 40% dengan dosis

sebanyak 4 cc dan natrium bikarbonat

7,5% sebanyak 6 cc, disuntikkan

IM dan dilanjutkan melakukan

penilaian APGAR skore dengan

melakukan pemeriksaan : RR, nadi,

warna kulit, reflek dan tonus otot.

Hasil pemeriksaan nadi : 120x/i (2),

RR : 44 x/i (2), tonus otot : menangis

kuat (2), reflek: gerak aktif (2),

warna: tubuh kemerahan dan kaki biru

(1)

4. Observasi kehangatan bayi di bok

E : Kehangatan bayi tetap terjaga berada

di bok dengan menyelimuti bayi dan

memakaikan topi dengan suhu : 36,50C

5. Observasi kebutuhan nutrisi :

E : pemberian asi 24 cc/ 2 jam, jadi 288

cc selama 24 jam

6. Observasi eliminasi :
105

E : BAK (+) 4-5 kali dan BAB (+) 3 kali

7. Observasi pempes bayi

E : Pempes bayi diganti jika basah/

bayi BAB agar bayi dalam keadaan

kering dan tetap terjaga

kenyamanan bayi
106

Nama : By. Ny”F” NO.RM : Dusun Bedukang, Rt 04, Desa Kelas :

Deniang

Umur : 7 Hari Tanggal : 31 Mei 2016 Nama dan paraf

Tanggal/Jam Catatan perkembangan (SOAP)

31/05/2016

DS : Bayi Ny “F” dengan asfiksia sedang

pada hari ke 7

DO : Keadaan umum : baik, Kesadaraan :

composmentis, RR : 42 x/i, Suhu : 36,7


0
C, Aktivitas (+)/ aktif, Menangis kuat

/(+), BAB (+) / 3 kali, BAK (+) / 4-5

kali, nadi : 120x/i, tidak mengalami

cyanosis/kebiruan, A/S : 9/10


107

A : Bayi Ny “F” Lahir spontan dengan

Normal

P : 1 . Melakukan observasi tanda vital

E : Hasil pemeriksaan : Keadaan umum

: baik, Kesadaran : composmentis,

RR : 42 x/i, Suhu : 36,7 0C, dan nadi

: 120 x/i dan nilai A/S : 9/10

2. Melakukan pemberian therapy lanjutan

hari ke 7

E : Pemberian oksigen stop, therapy obat

dengan dosis : Neo K : 1 x1 mg, genta

2 x 6,9 mg, amino 1 x 10 mg

3. Observasi cairan infus dan

observasi APGAR skore pada

Bayi Ny “F”

E : Lanjutan pemberian cairan infus RL+

penilaian APGAR skore dengan

melakukan pemeriksaan : RR, nadi,


108

warna kulit, reflek dan tonus otot.

Hasil pemeriksaan nadi : 120x/i (2),

RR : 42 x/i (2), tonus otot : menangis

kuat (2), reflek: gerak aktif (2),

warna: tubuh tampak

kemerahan-merahan (2)

4. Observasi kehangatan bayi di bok

E : Kehangatan bayi tetap terjaga berada

di bok dengan menyelimuti bayi dan

memakaikan topi dengan suhu : 36,70C

5. Observasi kebutuhan nutrisi :

E : pemberian asi 30 cc/ 2 jam, jadi 360

cc selama 24 jam

6. Observasi eliminasi :

E : BAK (+) 4-5 kali dan BAB (+) 3 kali

7. Observasi pempes bayi

E : Pempes bayi diganti jika basah/

bayi BAB agar bayi dalam keadaan

kering dan tetap terjaga

kenyamana
109

BAB IV
PEMBAHASAN

A. Pembahasan

Pada Sub pokok pembahasan ini, pengkaji membahas mengenai

penatalaksanaan studi kasus dalam penerapan Manajemen Asuhan Kebidanan

pada By. NY “ F” dengan Asfiksia Sedang di RSUD Sungailiat, yang dilakukan

dengan membandingkan Asuhan Kebidanan yang diberikan dengan konsep teori.

Studi kasus dilakukan pada tanggal 24 mei-2 juni 2016.

Pembahasan ini disusun berdasarkan teori dan asuhan yang sama dengan

Manajemen Asuhan Kebidanan yang terdiri dari 4 langkah SOAP sebagai berikut

1. Subjektif

Pengkajian dengan pengumpulan data dasar yang merupakan data awal

dari manajemen kebidanan dengan metode SOAP, dilaksanakan dengan

wawancara secara langsung kepada ibu dan ayah bayi tersebut.

Pada tahap identifikasi data dasar pengkaji tidak menemukan hambatan

yang berarti karena pada saat pengumpulan data baik klien maupun

keluarganya serta perawat yang ada diruangan dapat memberikan informasi

secara terbuka sehingga memudahkan untuk memperoleh data-data yang


110

diinginkan sesuai dengan permasalahan yang diangkat, data yang diambil

dilakukan secara terfokus.

Data-data subjektif yang diperoleh pada pengkajian, Bayi Ny “F”, umur

Bayi : 1 hari, jenis kelamin : perempuan, berat badan : 2.750 gram, panjang

badan : 48 cm, riwayat kehamilan G3, P2, A1 umur kehamilan 38 minggu 0

hari, HPHT : 03-08-2015 dan HPL : 10-05-2016. Keluhan saat hamil yaitu :

Mual, muntah, pusing, nyeri simpisis dan sesak napas. Konsumsi tablet Fe 90

tablet yaitu : trisemester I : 30 tablet, trisemester II : 30 tablet, trisemester III :

30 tablet. Dengan interval/ jarak kelahiran 2 tahun dari kehamilan ke kedua

dan 5 tahun dari kehamilan pertama. Riwayat ANC : 11 kali yaitu : trisemester

I : 4 kali, trisemester II : 3 kali trisemester III : 4 kali, riwayat penyakit ibu :

tidak ada.

a. Umur kehamilan atau usia gestasi /gestational age adalah ukuran lama waktu

seorang janin berada dalam rahim. Usia janin dihitung dalam minggu dari

Hari Pertama Haid Terakhir (HPHT) ibu sampai hari kelahiran (Kamus

Kesehatan, 2011).

Berdasarkan umur kehamilan dengan HPHT Ny “ F” ada kesesuaian

antara teori dengan praktek mengenai Hari Pertama Haid Terakhir (HPHT)

sampai dengan Hari Perkiraan Lahir (HPL) dalam keadaan normal/ aterem.

b. Menurut (Peranginangin, 2006) riwayat ANC standar normal minimal 4 kali

adalah cakupan (K4) adalah cakupan kunjungan ibu hamil keempat pada
111

kurun waktu tertentu yaitu : trisemester I : 1 kali, trisemester II : 2 kali

trisemester III : 1 kali, jadi Ny “ F” telah memenuhi standar kunjungan

normal ANC, dengan melakukan kunjungan ANC 11 kali yaitu : trisemester I

: 4 kali, trisemester II : 3 kali trisemester III : 4 kali.

Berdasarkan uraian diatas ada kesesuaian antara teori dengan praktek, dengan

melakukan kunjungan sesuai dengan Standar ANC.

c. Keluhan saat hamil yaitu : Mual, muntah, pusing, nyeri simpisis dan sesak

napas. Keluhan yang dialami Ny” F’ saat hamil adalah keluhan yang biasa/

normal dialami oleh ibu saat hamil.

d. Konsumsi tablet Fe 90 tablet yaitu : trisemester I : 30 tablet, trisemester II :

30 tablet, trisemester III : 30 tablet. Jadi dilihat dari Ny “F” mengkonsumsi

tablet Fe. Sesuai dengan dengan anjuran konsumsi tablet Fe selama

kehamilan yang normal sudah terpenuhi.

e. Interval/jarak kelahiran 2 tahun dari kehamilan ke kedua dan 5 tahun dari

kehamilan pertama, dilihat dari interval kelahiran tersebut dalam keadaan

normal.

f. Riwayat penyakit tidak ada, jadi dilihat dari pengkajian Ny” F’ tidak ada

masalah dengan kesehatan Ny”F”.

g. Riwayat persalinan : ibu melahirkan pada tgl/ pukul : 24 Mei 2016/ 17.10 Wib,

jenis persalinan : normal/ spontan, ditolong oleh : Bidan, usia kehamilan : 38

minggu 0 hari, komplikasi : persalinan lama/ partus macet dan ketuban


112

bercampur mekonium, lama persalinan : 18 jam 10 menit dari jam 23.00

wib/17.10 wib.

Menurut Marmi (2012), ada beberapa faktor-faktor penyebab terjadinya

asfiksia antara lain : Faktor ibu disebabkan oleh preeklampsia dan eklampsia,

pendarahan abnormal (plasenta previa atau solusio plasenta), partus lama atau

partus macet, demam selama persalinan infeksi berat (malaria, sifilis, TBC,

HIV), kehamilan lewat waktu (sesudah 42 minggu kehamilan). Faktor tali

Pusat terdiri dari lilitan tali pusat, tali pusat pendek, simpul tali pusat, prolapsus

tali pusat. Kemudian dari faktor bayi diantaranya bayi prematur (sebelum 37

minggu kehamilan), persalinan dengan tindakan (sungsang, bayi kembar,

distosia bahu, ekstraksi vakum, ekstraksi forsep), kelainan bawaan

(kongenital), dan air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan).

Berdasarkan pengkajian dalam kasus asfiksia sedang pada By.Ny”F”

ditemukan faktor penyebab asfiksia yaitu air ketuban yang bercampur dengan

mekonium dan partus lama atau macet. Dalam asuhan kebidanan pada By.Ny

“F” berdasarkan identifikasi yang dilakukan ada kesesuaian antara teori faktor

penyebab terjadinya asfiksia dengan penyebab asfiksia sedang pada kasus By.

Ny “F”.

2. Objektif
113

Data-data objektif yang diperoleh dari hasil melakukan pengkajian, Bayi

Ny “F”, Pemeriksaan fisik, kesadaran : composmentis, K/U : lemah,

pernapasan sesak (+)/ 66 x/i, nadi : 130 x/i, Suhu : 35,9 0 C.

a. Kesadaran : composmentis dalam keadaan baik, dari hari pertama sampai

hari ke 8

b. K/U : Pada hari pertama sampai hari ke 5 keadaan bayi Ny “F” dalam

keadaan lemah dan pada hari ke 6 sampai ke 8 keadaan bayi Ny” F”

mengalami kondisi mulai membaik

c. Pernapasan hari pertama : 66 kali/menit, pada hari ke 2 : 63 x/i, pada hari 3

: 61 x/i, dan pada hari ke 4 mengalami penurunan dalam keadaan normal

dengan pernapasan 58 x/i dan seterusnya sampai hari ke 8 dalam keadaan

normal. Dengan suhu tertinggi pada hari pertama : 66 x/i dan suhu terendah

pada hari ke 7 dan ke 8 : 42 x/i. ( Normal pernapasan : 40-60 x/i).

d. Nadi pada hari pertama : 130 x/i dan pada hari ke 2 dan seterusnya 120 x/i,

jadi dari hari pertama sampai hari ke 8 dalam keadaan normal. (Normal :

nadi 120-160 x/i).

e. Suhu pada hari pertama 35,9 0 C, dan suhu tertinggi pada hari ke 3 dan ke 7

: 36,7 0 C sedangkan suhu terendah pada hari pertama 35,9 0 C, jadi suhu

dari hari pertama sampai ke 8 dalam keadaan normal. (Normal suhu : 36,5 0

C-37,5 0 ).
114

f. Pemeriksaan khusus (APGAR skore) 1 menit pertama setelah bayi lahir

yaitu : Apereance kulit merah, ekstremitas biru (1), Pols : 130 x/i (2),

Grimace : menangis sedikit atau merintih (1), Activity : aktivitas

sedikit (1), Respiration : tidak teratur atau 66x/i (1) dan pemeriksaan

khusus (APGAR skore) dan dilanjutkan 5 menit kedua setelah bayi lahir

yaitu : Apereance kulit merah, ekstremitas biru (1), Pols : 130 x/i (2)

Grimace : menangis merintih (1), Activity : aktivitas sedikit (1), Respiration

: tidak teratur atau 66x/i (1).

Menurut (Dewi, 2010), ada beberapa tanda bayi dengan asfiksia sedang

antara lain : frekuensi jantung menurun menjadi 60-80 x/i, Usaha nafas

lambat, tonus otot biasanya dalam keadaan baik, bayi masih bereaksi

terhadap rangsangan yang diberikan dan bayi tampak sianosis.

Berdasarkan pengkajian pada kasus asfiksia sedang pada By.Ny”F”

ditemukan apgar score yaitu 4/6 dengan tanda dan gejala asfiksia sedang

yaitu bayi menangis merintih (1), pernapasan 66 x/i (1), nadi 130 x/i (2),

sedikit bergerak (1) dan tubuh bayi berwarna kemerahan tetapi bagian

ekstremitas berwarna kebiruan (1). Dalam asuhan kebidanan pada

By.Ny“F” berdasarkan observasi yang dilakukan ada kesesuaian antara

teori tanda dan gejala asfiksia sedang dengan tanda dan gejala asfiksia

sedang yang ditemukan pada kasus By. Ny “F”.


115

g. Pemeriksaan reflek yaitu : reflek rooting/reflek mencari putting susu dengan

rangsangan takil belum dilakukan, reflek suckin reflek bayi menghisap

lemah, reflek grasping/reflek menggegam belum kuat, reflek morrow/reflek

bayi saat dikejutkan (-).

Menurut (Dewi, 2010) Reflek rooting (mencari putting susu dengan

rangsangan taktil pada pipi dan daerah mulut) sudah terbentuk dengan

baik.Reflek sucking (isap dan menelan) sudah terbentuk dengan baik.

Reflek moro (gerakan memeluk bila dikagetkan) sudah terbentuk. Reflek

grasping (menggenggam) sudah baik. Berdasarkan uraian diatas ade

kesesuaian antara teori dan praktek.

Berdasarkan pengkajian pada kasus bayi Ny. “F”dengan asfiksia

sedang terdapat pemeriksaan obstetrik : Kepala : normal, tidak ada caput

seccudanum dan cepal, perut : normal, tidak ada benjolan, tali pusat : Tidak

ada pendarahan, anus : Berlubang (+),

Menurut (Marmi, 2012) pada teori pemeriksaan fisik tinjauan BAB 11

terdapat pemeriksaan kepala, perut, tali pusat, anus dan pola eliminasi. pada

kasus bayi Ny”F” ditemukan ada kesesuaian antara teori dengan praktek.

Berdasarkan pengkajian pada kasus bayi Ny. “F”dengan asfiksia

sedang terdapat pemeriksaan antrometri dan ciri normal pada bayi baru lahir

yaitu: pengkukuran panjang badan, normal : 48 cm, berat badan : 27.50


116

gram, lingkaran kepala : 34 cm, lingkar dada : 35 cm dan lingkar lengan : 11

cm. Dalam asuhan kebidanan pada By. Ny“F”.

Menurut (Soetjiningsih, 2012) dan Menurut (Dewi, 2010), terdapat

pemeriksaan antrometri dan ciri normal pada bayi baru lahir yaitu:

pengkukuran panjang badan, normal : 48 cm-52 cm, berat badan : 25.00

gram sampai 4.000 gram, lingkaran kepala : 33 cm- 35 cm, lingkar dada : 30

cm- 38 cm dan lingkar lengan : 11 cm-12 cm. berdasarkan observasi yang

dilakukan ada kesesuaian antara teori pemeriksaan antrometri dan ciri

normal pada bayi baru lahir dengan pemeriksaan antrometri yang ditemukan

pada kasus By. Ny “F”.

3. Analisa/Asesment

Langkah ini merupakan kesimpulan dari data subjektif dan data objektif,

rumusan dari hasil pengkajian yang mengenai kondisi klien atau masalah

yang dialami By. Ny ” F’’ dengan asfiksia sedang : Tidak bernapas normal (-),

menangis merintih (-), dan resiko hipotermi.

Pada kasus ini, pengkaji mendapatkan diagnosa kebidanan bayi Ny ”F”

dengan asfiksia sedang. Tanda dan gejala yang ditemukan yaitu bayi menangis

merintih, pernapasan 66 x/i, nadi 130 x/i, sedikit bergerak dan tubuh bayi

berwarna kemerahan tetapi bagian ekstremitas berwarna kebiruan (pucat) A/S :

4/6. Berdasarkan analisa dari data subjektif dan data objektif adanya

kesesuaian antara teori dan praktek.


117

4. Penatalaksaan/Planing

Pengkajian ini dilakukan selama 7 hari di ruangan neonatus, di RSUD

Sungailiat dan dilanjutkan dengan 1 hari kunjungan rumah setelah bayi pulang

kerumah, tujuannya untuk melihat perkembangan kondisi bayi Ny.“F”.

Penatalaksaan ini dilaksanakan berdasarkan perencanaan yang telah disusun

sesuai berdasarkan analisa/assesment oleh pengkaji.

1. Pemantauan tanda vital sangat penting untuk mengetahui perkembangan

kondisi bayi NY “F”, dilakukan secara berulang/setiap harinya sesuai

vizited dokter.

a. Pemantauan tanda vital pada hari pertama, keadaan umum lemah,


0
kesadaran : composmentis, sesak /RR : 66x/i, suhu : 35,9 C, nadi :

130x/i.

b. Pemantauan tanda vital pada hari kedua, keadaan umum lemah,


0
kesadaran : composmentis, sesak /RR : 63x/i, suhu : 36,6 C, nadi :

120x/i.

c. Pemantauan tanda vital pada hari ketiga, keadaan umum lemah,


0
kesadaran : composmentis, sesak /RR : 62x/i, suhu : 36,7 C, nadi :

120x/i`

d. Pemantauan tanda vital pada hari keempat, keadaan umum lemah,

kesadaran : composmentis, RR : 58x/i, suhu : 36,4 0 C, nadi : 120x/i.


118

e. Pemantauan tanda vital pada hari kelima, keadaan umum lemah,

kesadaran : composmentis, RR : 46x/i, suhu : 36,6 0 C, nadi : 120x/i.

f. Pemantauan tanda vital pada hari keenam, keadaan umum baik,

kesadaran : composmentis, RR : 44x/i, suhu : 36,5 0 C, nadi : 120x/i.

g. Pemantauan tanda vital pada hari ketujuh, keadaan umum baik,

kesadaran : composmentis, RR : 42x/i, suhu : 36,7 0 C, nadi : 120x/i.

h. Pemantauan tanda vital pada hari kedelapan, keadaan umum lemah,


0
kesadaran : composmentis, sesak /RR : 42x/i, suhu : 36,5 C, nadi :

120x/i.

Jadi hasil pemantauan kondisi tanda vital bayi selama 8 hari mengalami

perubahan menjadi kondisi yang normal dari kondisi pertama

melakukan tanda vital RR: 66x/i menjadi 42x/i.

2. Melakukan kolobrasi dengan dokter spesialis pada hari pertama dalam

pemberian theraphy obat dan pemberian oksigen dan dilanjutkan.

a. Pada hari pertama melakukan pemberian obat dengan dosis : ampi 2x

137,5 mg, neo k : 1x1 mg, genta : 2x 13,75 mg, amino : 1x16,5 mg dan

pemberian oksigen 2 ml/menit.

b. Pada hari kedua melakukan pemberian obat dengan dosis : ampi 2x

137,5 mg, neo k : 1x1 mg, genta : 2x 13,75 mg, amino : 1x16,5 mg dan

pemberian oksigen 2 ml/menit.


119

c. Pada hari ketiga melakukan pemberian obat dengan dosis : ampi

2x137,5 mg, neo k : 1x1 mg, genta : 2x 13,75 mg, amino : 1x16,5 mg

dan pemberian oksigen 2 ml/menit.

d. Pada hari keempat melakukan pemberian obat dengan dosis : ampi 2x

68,75 mg, neo k : 1x1 mg, genta : 2x 6,9mg, amino : 1x10 mg dan

pemberian oksigen 2 ml/menit.

e. Pada hari kelima melakukan pemberian obat dengan dosis : ampi 2x

68,75 mg, neo k : 1x1 mg, genta : 2x 6,9mg, amino : 1x10 mg dan

pemberian oksigen 1 ml/menit.

f. Pada hari keenam melakukan pemberian obat dengan dosis : ampi 2x

68,75 mg, neo k : 1x1 mg, genta : 2x 6,9mg, amino : 1x10 mg dan

pemberian oksigen 1 ml/menit.

g. Pada hari ketujuh melakukan pemberian obat dengan dosis : ampi 2x

68,75 mg, neo k : 1x1 mg, genta : 2x 6,9mg, amino : 1x10 mg dan

pemberian oksigen stop.

h. Pada hari kedelapan tidak dilakukan pemberian therapy obat dan

oksigen lagi, karena sudah berada dirumah .

Jadi pemantauan hari pertama dilakukan dengan koloborasi dokter dan

dilanjutkan dengan theraphy lanjut dengan dosis yang telah ditentukan

dari hari ke 1 sampai hari ke 8, sehingga kondisi bayi menjadi normal.

3. Melakukan pemantauan APGAR skore


120

a. penilaian APGAR skore hari pertama dengan melakukan pemeriksaan :

RR, nadi, warna kulit, reflek dan tonus otot.Hasil pemeriksaan nadi :

120x/i (2), RR : 66 x/i (1), tonus otot : eksfleksi Sedikit (1), reflek :

gerakan sedikit (1), warna: tubuh kemerahan dan kaki biru (1)

b. penilaian APGAR skore hari kedua dengan melakukan pemeriksaan :

RR, nadi, warna kulit, reflek dan tonus otot. Hasil pemeriksaan nadi :

120x/i (2), RR : 63 x/i (1), tonus otot : eksfleksiSedikit (1), reflek:

gerak aktif (2), warna: tubuh kemerahan dan kaki biru

c. penilaian APGAR skore hari ketiga dengan melakukan pemeriksaan :

RR, nadi, warna kulit, reflek dan tonus otot. Hasil pemeriksaan nadi :

120x/i (2), RR : 61 x/i (1), tonus otot : eksfleks Sedikit (1), reflek:

gerak aktif (2), warna: tubuh kemerahan dan kaki biru

d. penilaian APGAR skore hari keempat dengan melakukan pemeriksaan :

RR, nadi, warna kulit, reflek dan tonus otot. Hasil pemeriksaan nadi :

120x/i (2), RR : 58 x/i (1), tonus otot : menangis kuat (2), reflek: gerak

aktif (2), warna: tubuh kemerahan dan kaki biru (1)

e. penilaian APGAR skore hari kelima dengan melakukan pemeriksaan :

RR, nadi, warna kulit, reflek dan tonus otot. Hasil pemeriksaan nadi :

120x/i (2), RR : 46 x/i (2), tonus otot : menangis kuat (2), reflek: gerak

aktif (2), warna: tubuh kemerahan dan kaki biru (1)


121

f. penilaian APGAR skore hari keenam dengan melakukan pemeriksaan :

RR, nadi, warna kulit, reflek dan tonus otot. Hasil pemeriksaan nadi :

120x/i (2),RR : 44 x/i (2), tonus otot : menangis kuat (2), reflek: gerak

aktif (2), warna: tubuh kemerahan dan kaki biru (1)

g. penilaian APGAR skore hari ketujuh dengan melakukan pemeriksaan :

RR, nadi, warna kulit, reflek dan tonus otot. Hasil pemeriksaan nadi :

120x/i (2), RR : 42 x/i (2), tonus otot : menangis kuat (2), reflek: gerak

aktif (2), warna: tubuh tampak kemerahan-merahan (2)

h. Penilaian APGAR skore hari kedelapan/saat kunjungan rumah dalam

keadaan normal penilaian APGAR skore dengan melakukan

pemeriksaan : RR, nadi, warna kulit, reflek dan tonus otot. Hasil

pemeriksaan nadi : 120x/i (2), RR : 42 x/i (2), tonus otot : menangis

kuat (2), reflek: gerak aktif (2), warna : tubuh tampak kemerahan-

merahan (2).

Penilaian APGAR skore dari hari pertama didapatkan pada

pemeriksaan : A/S : 4/6 dan mengalami perbaikkan terus setiap harinya,

pada hari ke 7 kondisi APGAR skore sudah dalam keadaan normal A/S

: 9/10 dan pada saat kunjungan rumah juga dalam keadaan normal.

4. Memantauan kehangatan bayi

a. Hari pertama kehangatan bayi tetap terjaga berada di dalam inkobator

dengan suhu : bayi : 35,9 0C


122

b. Hari kedua kehangatan bayi tetap terjaga berada di dalam inkobator

dengan suhu : bayi : 36,6 0C

c. Hari ketiga kehangatan bayi tetap terjaga berada di dalam inkobator

dengan suhu : bayi : 36,7 0C

d. Hari keempat kehangatan bayi tetap terjaga berada di dalam inkobator

dengan suhu : bayi : 36,4 0C

e. Hari kelima kehangatan bayi tetap terjaga berada di bok dengan

menyelimuti dan memakaikan topi dengan suhu : bayi : 36,6 0C

f. Hari keenam kehangatan bayi tetap terjaga berada di bok dengan

menyelimuti dan memakaikan topi dengan suhu : bayi : 36,5 0C

g. Hari ketujuh kehangatan bayi tetap terjaga berada di bok dengan

menyelimuti dan memakaikan topi dengan suhu : bayi : 36,7 0C

h. Hari kedelapan melakukankunjungan rumah kehangatan bayi tetap

terjaga berada dirumah dengan menyelimuti dan memakaikan topi

dengan suhu : bayi : 36,5 0C

Jadi pemantauan kehangatan bayi tetap terjaga dan dalam keadaan

normal.

5. Observasi kebutuhan nutrisi

a. Pemberian asi pada hari pertama 5 cc/ 2 jam, jadi 60 cc selama 24 jam

b. Pemberian asi pada hari kedua 5 cc/ 2 jam, jadi 60 cc selama 24 jam

c. Pemberian asi pada hari ketiga 10 cc/ 2 jam, jadi 120 cc selama 24 jam
123

d. Pemberian asi pada hari keempat 10 cc/ 2 jam, jadi 120 cc selama 24

jam

e. Pemberian asi pada hari kelima 20 cc/ 2 jam, jadi 240 cc selama 24 jam

f. Pemberian asi pada hari keenam 24 cc/ 2 jam, jadi 288 cc selama 24

jam

g. Pemberian asi pada hari ketujuh 30 cc/ 2 jam, jadi 360 cc selama 24

jam

h. Pemberian asi pada hari kedelapan/pada saat kunjungan rumah dengan

cara menetek bayi secara langsung dilakukan Ny”F” pada bayinya.

Jadi pemantauan kebutuhan nutrisi dari hari pertama sampai ke 8

terpenuhi, dari mulai 5 cc, menjadi 30 cc dan dilanjutkan dengan

pemberian asi secara langsung dengan menetek bayinya

6. Observasi eliminasi,

Pemantauan eliminasi BAB dan BAK dalam keadaan normal dari hari

pertama sampai hari ke delapan

7. Observasi pengantian pempes dilakukan dari hari pertama sampai ke 8

tetap diganti dan tetap dalam keadaan bersih dan kering

Dalam teori Marmi (2012), penatalaksanaan yang dilakukan yaitu:

Pertama, memastikan saluran terbuka dengan cara meletakkan bayi dalam

posisi kepala defleksi bahu diganjal 2-3 cm, menghisap mulut, hidung dan

kadang trachea, bila perlu masukkan pipa endo trachel (pipa ET) untuk
124

memastikan saluran pernafasan terbuka. Kedua, memulai pernafasan dengan

cara memakai rangsangan taktil untuk memulai pernafasan, memakai VTP bila

perlu seperti : sungkup, balon pipa ET dan hindari paparan infeksi. Ketiga

adalah mempertahankan sirkulasi dengan cara rangsangan dan pertahankan

sirkulasi darah dengan cara : kompresi dada dan pengobatan.

Pada kasus ini asuhan yang diberikan pada bayi “F” dengan asfiksia

sedang yaitu: pertama, bersikan jalan napas, berikan oksigen 2 liter per menit,

rangsang pernapasan dengan menepuk telapak kaki. Apabila belum ada reaksi,

bantu pernapasan dengan masker (ambubag). Dan bila bayi sudah mulai

bernapas tetapi masih sianosis, berikan natrium bikarbonat 7,5% sebanyak 6

cc. Dektrosa 40% sebanyak 4 cc disuntikan melalui vena umbilikus secara

berlahan-lahan untuk mencegah tekanan intrakranial meningkat.

Dalam langkah ini pengkaji menemukan adanya perbedaan antara teori

dan praktek yaitu pada langkah pertama membersihkan jalan napas.

Kemunkinan karena sudah dilakukan di ruang bidan/RB. Dalam kasus bayi “F”

pengkaji tidak menemukan adanya langkah ketiga rangsangan taktil yang

diberikan sesuai teori yaitu menggunakan sungkup, balon pipa ET, dan

rangsangan pernapasan dengan menepuk telapak kaki sedangkan pada kasus

bayi “F” rangsangan taktil yang diberikan menggunakan alat Saturasi Oksigen

(SpO2). Dalam langkah ini pengkaji menemukan perbedaan antara


125

BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan

Asuhan kebidanan pada bayi Ny “F” dengan Asfiksia Sedang dapat

diterapkan melalui pendekatan manajemen kebidanan dengan metode SOAP

diantaranya sebagai berikut :

1. Dalam melakukan pengkajian data subjektif terhadap By. Ny“F” terdapat

masalah yang menunjang dengan Asfiksia Sedang/A/S : 4/6, faktor penyebab

persalinan lama/macet dan air ketuban bercampur mekonium.

2. Dalam melakukan pengkajian data objektif ada kesesuaian dengan teori

menurut (Dewi, 2010) bahwa bayi dengan Asfiksia Sedang, cenderung

dengan nilai APGAR skore (A/S : 4/6). Pada saat melakukan pemeriksaan 1

menit pertama setelah lahir dan masih sama A/S : 4/6 pada 5 menit kedua

setelah lahir, terutama pada pemeriksaan APGAR score dan pemeriksaan

reflek lebih lanjut pada bayi Ny “F”. Ada kesesuaian antara teori dengan

praktek pengkaji dilapangan, sehingga menimbulkan dampak kasus Asfiksia

Sedang pada bayi Ny “ F”. Ternyata terdapat faktor dari ibu yaitu : persalian

lama/macet dan faktor bayi : air ketuban bercampur mekonium.

3. Setelah melakukan Analisa data yang didapatkan dari hasil data subjektif dan

data objektif, sehingga didapatkan diagnosa kebidanan By.Ny ”F” dengan


126

Asfiksia Sedang. Dengan analisa masalah bahwa bayi tidak bernapas dengan

normal (A/S : 4/6), dan resiko hipotermi.

4. Penatalaksaan asuhan kebidanan yang diberikan pada bayi Ny “F” dengan

Asfiksia Sedang. Pengkaji melakukan pengkajian selama 7 hari di ruangan

neonatus RSUD Sungailiat dan setelah bayi Ny “F” pulang, pengkaji

melanjutkan 1 hari kunjungan rumah, untuk mengetahui kondisi bayi lebih

lanjut setelah pulang kerumah sesuai dengan rencana yang telah dibuat

antara lain : Pemantauan tanda vital pada bayi Ny “F” sangat penting untuk

melihat perkembangan kondisi bayi Ny “F”, sehingga kita bisa mengetahui

kondisi bayi NY “F” selama 8 hari mengalami perubahan menjadi kondisi

yang normal, Melakukan kolobrasi dengan dokter pada hari pertama dalam

pemberian theraphy obat dan pemberian oksigen selanjutnya dilakukan

theraphy lanjut telah dilakukan, pemantauan APGAR skore dari hari pertama

sampai ke 8 mengalami perbaikkan/ normal, pemantauan kebutuhan nutrisi

dari hari pertama sampai ke 8 terpenuhi, Memantau keadaan bayi agar tetap

terjaga kehangatannya dari hari pertama sampai ke 8. Jadi dari hasil

kesimpulan pengkajian terhadap bayi Ny “F” dapat dipantau

perkembangannya dari hari pertama sampai ke delapan, mengalami

perkembangan kondisi yang normal dan baik.


127

B. Saran

Dari adanya kesimpulan diatas maka pengkaji dapat memberikan saran

sebagai berikut :

1. Bagi pegkaji

Dalam penatalaksanaan Asuhan Kebidanan pada bayi Ny”F” dengan

Asfiksia Sedang, dapat menambah berbagai wawasan dan pengetahuan tentang

penatalaksanaan Asfiksia pada Bayi Baru Lahir serta menerapkan teori yang

didapat selama perkuliahan di Akademi Kebidanan Sungailiat Bangka dan

dilahan praktek. Dalam memberikan Asuhan Kebidanan selanjutnya untuk

lebih meningkatkan Standar Pelayanan Kebidanan yaitu Standar Pelayanan 3T

: Terlambat dalam mencapai fasilitas (Transportasi kerumah sakit/puskesmas,

karena jauh), terlambat dalam mendapatkan pertolongan yang cepat dan tepat

di fasilitas pelayanan ( kurang lengkap atau tenaga medis kurang), terlambat

dalam mengenali tanda bahaya kehamilan dan persalinan.

2. Bagi Institusi

a. Lahan Praktek

Diharapkan pelayanan di RSUD Sungailiat Bangka, sebagai bahan

masukkan bagi tenaga kesehatan agar lebih meningatkan mutu pelayanan

dalam memberikan asuhan kebidanan sesuai standar kode etik bidan.

Khususnya pada kasus Asfiksia secara komprehensif, sehingga Angka

Kematian Bayi (AKB) dapat diturunkan.


128

b. Akademik

Diharapkan hasil studi kasus ini mahasiswa dapat mengikuti perkembangan

yang terjadi berkaitan dengan Asuhan Kebidanan pada bayi Ny “F” dan

dapat digunakan sebagai bahan atau materi proses belajar dan bacaan yang

dapat memberikan informasi serta menjadi sumber refrensi untuk

pengkajian selanjutnya.

3. Bagi pasien

Diharapkan Ny “F” untuk melakukan kontrol ulang bayinya di RSUD

Sungailiat dan tetap memantau keadaan bayinya.

4. Bagi pengkaji lain

Di harapkan bagi pengkaji lain yang berminat mengembangankan kasus ini,

untuk lebih mengembangakan literatur lebih umum.


129

Anda mungkin juga menyukai