Muji Rahayu Amrullah
Muji Rahayu Amrullah
PENDAHULUAN
Anestesi berarti suatu keadaan dengan tidak ada rasa nyeri. Anestesi umum
ialah suatu keadaan yang ditandai dengan hilangnya persepsi terhadap semua sensasi
akibat induksi obat. Dalam hal ini, selain hilangnya rasa nyeri, kesadaran juga hilang.
Obat anestesi umum terdiri atas golongan senyawa kimia yang heterogen, yang
mendepresi SSP secara reversibel dengan spektrum yang hampir sama dan dapat
dikontrol. Obat anastesi umum dapat diberikan secara inhalasi dan secara intravena.2
Pemilihan jenis anastesi sangat bergantung pada kemampuan dan pengalaman,
peralatan obat-obatan yang tersedia dan keadaan klinis. Selain itu, pemilihan teknik
anastesi juga dapat ditentukan oleh kondisi klinis pasien, waktu, tindakan gawat
darurat dan keadaan lambung.3
Sumbatan jalan nafas dapat disebabkan oleh tindakan anstesi (penderita tidak
sadar, obat pelumpuh otot, muntahan) suatu penyakit (tumor, koma apapun sebabnya,
stroke, radang otak), trauma/kecelakaan (trauma maksilofasial, trauma kepala,
keracunan). Tetapi apapun penyebabnya dasar-dasar pengelolaan yang sama.4
Berdasarkan hal itu, maka pada kasus ini pasien mengalami sumbatan jalan nafas
akibat tumor faring perlu diketahui manajemen airway saat dilakukan dan jenis
anastesi yang dilakukan saat operasi.
1
BAB II
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. I
Umur : 47 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Pendidikan : Sarjana
Pekerjaan : Wiraswasta
Tanggal pemeriksaan : 20 Maret 2017
Alamat : Jl. Cuk Nyak Din
Tanggal Operasi : 21 Maret 2017
Diagnosa Pra Bedah : tumor laring post-trakeoktomi+laringoktomi
Jenis Pembedahan : Meatoplasty
Jenis Anestesi : General anesthesia
2
D. Riwayat penyakit keluarga :
Tidak ada keluarga yang mengalami keluhan yang sama.
PEMERIKSAAN FISIK
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Darah :
HB : 13 g/dl
3
WBC : 6,9 103/mm3
PLT : 325 103/mm3
RBC : 4,17 106/mm3
HCT : 39 %
MCV : 94 uL
MCH : 31,1 pg
MCHC : 33,3 g/dL
BT : 3.30 menit
CT : 7.30 menit
Kimia darah :
glukosa 80 mg/dL
EKG :
4
Hal-hal yang perlu dipersiapkan di kamar operasi antara lain adalah:
a. Meja operasi dengan asesoris yang diperlukan
b. Mesin anestesi dengan sistem aliran gasnya
c. Alat-alat resusitasi (STATICS)
d. Obat-obat anestesia yang diperlukan.
e. Obat-obat resusitasi, misalnya; adrenalin, atropine, aminofilin, natrium
bikarbonat dan lain-lainnya.
f. Tiang infus, plaster dan lain-lainnya.
g. Alat pantau tekanan darah, suhu tubuh, dan EKG dipasang.
h. Alat-alat pantau yang lain dipasang sesuai dengan indikasi, misalnya; “Pulse
Oxymeter” dan “Capnograf”.
i. Kartu catatan medic anestesia
j. Selimut penghangat khusus untuk bayi dan orang tua.
Tabel Komponen STATICS
T Tubes Pipa trakea, pilih sesuai ukuran pasien, pada kasus ini
digunakan laryngeal mask airway ukuran 2 ½
5
tidak digunakan introducel atau stilet.
2. Durante operatif
- Laporan anastesi durante operatif
- Jenis anastesi : general anastesi dengan intubasi menggunakan ETT
7,5mm.
- Lama anestesi : 12.25 WITA - 14.20 WITA
- Lama operasi : 12.35 WITA - 14. 15 WIT
- Posisi : supine
- Obat-obat yang diberikan :
Premedikasi :
1) Inj. Ondancentron 4 mg
2) Inj. Fentamyl 60 mg
Lokal anastesi :
1) Lidocain HCl 20mg
Obat induksi :
1) Propofol 100 mg
Obat maintenance anastesi :
1) Inh. O2 3 lpm
2) Sevoflurane
Managemen airway
Melakukan anastesi local pada area lubang trakeoktomi.
Selanjutnya, melakukan pelebaran lubang trakeoktomi dengan melakukan
insisi agar ETT dapat dimasukkan pada proses intubasi.
Memasukkan ETT, memompa balon dan memastikan udara masuk ke paru
secara simetris.
6
Mengecek dan mengontrol oksigenasi
Pemberian Cairan
Cairan masuk :
- Pre operatif : kristaloid RL 400 cc
- Durante operatif :
o Kristaloid RL 500 cc
- Total input cairan : 900 cc
Cairan keluar :
Durante operatif
- Urin ± 250 cc
- Perdarahan ± 200 cc
7
Grafik monitor tekanan darah dan nadi
Fentanyl 60mcg
120
Ketorolac 30mg
80
sistolik
60 nadi
diastolik
Propofol 100 mg
40
20
8
BAB III
PEMBAHASAN
Pada kasus kali ini, pasien laki-laki usia 47 tahun dengan diagnosis tumor
laring post-trakeostomi + laringoktomi dengan rencana tindakan Meatoplasty.
Berdasarkan autoanamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang untuk
menentukan status (ASA) serta ditentukan rencana jenis anastesi yang akan dilakukan
yaitu general anastesi dengan intubasi. Setelah dilakukan pemeriksaan tentang
keadaan umum pasien tergolong dalam status fisik ASA 1 dan diputuskan untuk
dilakukan anastesi umum dengan intubasi.
Gagal nafas
Menjaga jalan nafas dari aspirasi isi lambung, darah dan debris.
9
Dilatasi Trakhea (Tracheal Dilatation)
Stenosis Trakhea (Tracheal Stenosis)
Sumbatan Jalan Nafas (Airway Obstruction)
Infeksi (Infection)
10
Selanjutnya dilakukan tahap induksi dengan menggunakan propofol.
Pemberian propofol 60mcg bertujuan sebagai obat induksi anastesi. Propofol bekerja
dengan memodulator selektif dari reseptor gamma amino butiric acid (GABAA) dan
tidak terlihat memodulasi saluran ion ligand lainnya pada konsentrasi yang relevan
secara klinis. Propofol memberikan efek sedatif hipnotik melalui interaksi reseptor
GABAA. GABA adalah neurotransmiter penghambat utama dalam susunan saraf
pusat. Ketika reseptor GABAA diaktifkan, maka konduksi klorida transmembran
akan meningkat, mengakibatkan hiperpolarisasi membran sel postsinap dan hambatan
fungsional dari neuron postsinap. Interaksi propofol dengan komponen spesifik
reseptor GABAA terlihat mampu meningkatkan laju disosiasi dari penghambat
neurotransmiter, dan juga mampu meningkatkan lama waktu dari pembukaan klorida
yang diaktifkan oleh GABA dengan menghasilkan hiperpolarisasi dari membran sel.
Selanjutnya dilakukan intubasi namun pada pasien ini tidak memiliki saluran
nafas yang menyambungkan mulai dari hidung-laring sehingga pernafasan hanya
dilakukan pada lubang trakeoktomi sehingga intubasi dilakukan melalui lubang
trakeoktomi. Pertama-tama dilakukan insisi kecil pada area lubang trakeotomi karena
lubang tidak cukup besar untuk dimasukkannya EET. Setelah itu dilakukan intubasi
dengan menggunakan ETT nomor 7,5 mm. untuk memepertahankan anastesi
diberikan inh. Sevofluran, 1MAC= 3%. Obat-obatan inhalasi anastesi yang paling
sering diberikan adalah halothane dan sevoflurane. Halothane memiliki bau yang
manis sehingga mudah dihirup dan bila ditambahkan dengan N2O dapat
mempercepat induksi serta durasi obat yang lebih lama namun dapat menimbulkan
aritmia sehingga pengguannya sudah mulai ditinggalkan. Pada kasusu ini oabat
anastesi inhalasi yang digunakan adalah sevofluran. Sevofluran merupakan obat
anastesi umum yang lebih baru dan mempunyai bau yang manis, bermanfaat untuk
induksi inhalasi, terutama pada anak-anak. Sevofluran tidak bersifat iritatif dan
memiliki onset yang lebih cepat dan durasi yang lebih pendek namun dapat
menyebabkan delirium pada pasien sadar. Hal ini sesuai dengan kasus pasien.
11
Ekstubasi dapat dilakukan jika pasien dalam keadaan sadar, jika intubasi
kembali akan menimbulkan kesulitan ataupun pasca ekstubasi dari resiko aspirasi.
Ekstubasi dilakukan umumnya pada anastesi sudah ringan dengan catatan tidak akan
terjadi spasme laring. Sebelum ekstubasi dilakukan terlebih dahulu membersihkan rongga
mulut efek obat pelemas otot sudah tidak ada, dan ventilasi sudah adequate.
1. Sakit tenggorokan
2. Stenosis trachea dan trakheomolasia
3. Radang membran laring dan ulserasi
4. Paralisis dan granuloma pita suara
5. Luka pada sarap lidah.
Pada akhir proses pembedahan, sebelum pasien dipindahkan ke ruang
pemulihan dengan memberikan beberapa instruksi yaitu pemberian inj. Ketorolac
30mg dan melanjutkan oksigenasi 3 lpm dengan kanul oksigen, diawasi tanda vital
setiap 15 menit hingga stabil, memposisikan head up hingga 24 jam paska operasi,
dan penanganan hemodinamik berupa pemberian ephedrin jika tekanan sistol kurang
dari 25% tekanan darah awal dan pemberian sulfas atropin jika nadi kurang dari 60
kali per menit. Semua instruksi tersebut telah dilaksanakan dalam kasus ini.
Akses darurat guna mengendalikan jalan nafas atas dapat dicapai dengan
tindakan trakeostomi dan krikotirotomi. Pemahaman terhadap anatomi sangat penting
dalam prosedur ini sehingga dapat dilakukan dengan cepat dan aman. Trakeostomi
merupakan tindakan pembukaan dinding anterior leher guna mencapai trakea sebagai
jalan pintas untuk bernafas yang bersifat sementara. Trakeostomi dapat dilakukan
12
melalui teknik pembedahan, baik elektif maupun emergensi atau dapat melalui teknik
dilatasi perkutaneus.
Tanda dan gejala klinis yang dialami penderita tumor ganas laringdiantaranya
suara serak, disfagia, hemoptisis, adanya massa di leher, nyeri tenggorok, nyeri
telinga, gangguan saluran nafas dan aspirasi. Gejala klinis kanker laring ini
bermacam-macam sesuai dengan sruktur laring yang terkena.6
13
DAFTAR PUSTAKA
5. Maitra, A. Paru dan Saluran Napas Atas. Buku Ajar Patologi Robbins,
Volume 2 Edisi 7. Jakarta : EGC; 2007.
14