Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

Anastesi berasal dari 2 bahasa Yunani yang secara bersama-sama berarti


“hilangnya rasa atau sensasi”. Anastesi umum menunjukkan bahwa penderita dibuat
tidak sadar dengan obat-obatan namun dapat disadarkan kembali, pada
pelaksanaannya tindakan pembedahan yang menyakitkan. Anastesi local
menunjukkan bahwa anastesi pada sebagian tubuh saja dan dalam keadaan sadar. 1

Anestesi berarti suatu keadaan dengan tidak ada rasa nyeri. Anestesi umum
ialah suatu keadaan yang ditandai dengan hilangnya persepsi terhadap semua sensasi
akibat induksi obat. Dalam hal ini, selain hilangnya rasa nyeri, kesadaran juga hilang.
Obat anestesi umum terdiri atas golongan senyawa kimia yang heterogen, yang
mendepresi SSP secara reversibel dengan spektrum yang hampir sama dan dapat
dikontrol. Obat anastesi umum dapat diberikan secara inhalasi dan secara intravena.2
Pemilihan jenis anastesi sangat bergantung pada kemampuan dan pengalaman,
peralatan obat-obatan yang tersedia dan keadaan klinis. Selain itu, pemilihan teknik
anastesi juga dapat ditentukan oleh kondisi klinis pasien, waktu, tindakan gawat
darurat dan keadaan lambung.3
Sumbatan jalan nafas dapat disebabkan oleh tindakan anstesi (penderita tidak
sadar, obat pelumpuh otot, muntahan) suatu penyakit (tumor, koma apapun sebabnya,
stroke, radang otak), trauma/kecelakaan (trauma maksilofasial, trauma kepala,
keracunan). Tetapi apapun penyebabnya dasar-dasar pengelolaan yang sama.4
Berdasarkan hal itu, maka pada kasus ini pasien mengalami sumbatan jalan nafas
akibat tumor faring perlu diketahui manajemen airway saat dilakukan dan jenis
anastesi yang dilakukan saat operasi.

1
BAB II

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. I
Umur : 47 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Pendidikan : Sarjana
Pekerjaan : Wiraswasta
Tanggal pemeriksaan : 20 Maret 2017
Alamat : Jl. Cuk Nyak Din
Tanggal Operasi : 21 Maret 2017
Diagnosa Pra Bedah : tumor laring post-trakeoktomi+laringoktomi
Jenis Pembedahan : Meatoplasty
Jenis Anestesi : General anesthesia

II. PERSIAPAN PRE OPERASI


ANAMNESIS
A. Keluhan Utama:
Susah saat bernafas

B. Riwayat penyakit sekarang :


Pasien laki-laki masuk ke rumah sakit dengan keluhan sulit bernafas yang
dirasakan sekitar 2 minggu sebelum masuk rumah sakit.

C. Riwayat penyakit terdahulu :


Pasien pernah menderita tumor laring dan telah dilakukan laringektomi
dan trakheostomi.

2
D. Riwayat penyakit keluarga :
Tidak ada keluarga yang mengalami keluhan yang sama.

E. Anamnesis yang berkaitan dengan anastesi :


- Riwayat alergi obat dan makanan disangkal.
- Riwayat DM disangkal
- Riwayat hipertensi disangkal.
- Riwayat penyakit jantung disangkal.
- Riwayat penyakit ginjal disangkal.
- Pasien tidak memiliki gigi palsu, tidak ada gigi yang goyang.
- Pasien menderita batuk.

PEMERIKSAAN FISIK

- B1 (Breath): Airway : clear, gurgling/snoring/crowing:-/-/-, RR: 18 x/mnt,


SP: Vesikuler, ST(-), Mallampati : 1, JMH: >6 cm, GL : bebas, alergi (-),
batuk (-), sesak (-)
- B2 (Blood): Akral : H/M/K, TD : 110/70 mmHg, HR : 60 x/mnt, reguler,
T/V kuat/cukup.
- B3 (Brain):Sens : CM, Pupil: isokor Ø 3 mm / 3mm, RC +/+
- B4 (Bladder): BAK (+) spontan, warna : kuning jernih
- B5 (bowel) Abdomen: pembesaran (-), peristaltik (+), Mual (-), muntah (-)
massa (-).
- B6 Back & Bone : Oedem pretibial (-)
BB : 51 kg

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Darah :
 HB : 13 g/dl

3
 WBC : 6,9 103/mm3
 PLT : 325 103/mm3
 RBC : 4,17 106/mm3
 HCT : 39 %
 MCV : 94 uL
 MCH : 31,1 pg
 MCHC : 33,3 g/dL
 BT : 3.30 menit
 CT : 7.30 menit

Kimia darah :

 glukosa 80 mg/dL

EKG :

 sinus rhtym : regular


 heart rate : 60 BPM
 Gelombang p : normal
 PR interval : normal
 QRS kompleks : normal

III. PERSIAPAN PRE OPERATIF


1. Persiapan pre-operatif
- Di ruangan :
o Surat persetujuan operasi (+), surat persetujuan tindakan anastesi
(+)
o Puasa : 8 jam (+)
o IVFD Rl 20 tpm (D)
- Di kamar operasi

4
Hal-hal yang perlu dipersiapkan di kamar operasi antara lain adalah:
a. Meja operasi dengan asesoris yang diperlukan
b. Mesin anestesi dengan sistem aliran gasnya
c. Alat-alat resusitasi (STATICS)
d. Obat-obat anestesia yang diperlukan.
e. Obat-obat resusitasi, misalnya; adrenalin, atropine, aminofilin, natrium
bikarbonat dan lain-lainnya.
f. Tiang infus, plaster dan lain-lainnya.
g. Alat pantau tekanan darah, suhu tubuh, dan EKG dipasang.
h. Alat-alat pantau yang lain dipasang sesuai dengan indikasi, misalnya; “Pulse
Oxymeter” dan “Capnograf”.
i. Kartu catatan medic anestesia
j. Selimut penghangat khusus untuk bayi dan orang tua.
Tabel Komponen STATICS

S Scope Stetoscope untuk mendengarkan suara paru dan


jantung.

Laringo-Scope: pilih bilah atau daun (blade) yang


sesuai dengan usia pasien. Lampu harus cukup terang.

T Tubes Pipa trakea, pilih sesuai ukuran pasien, pada kasus ini
digunakan laryngeal mask airway ukuran 2 ½

A Airways Pipa mulut-faring (Guedel, orotracheal airway) atau


pipa hidung-faring (nasi-tracheal airway). Pipa ini
menahan lidah saat pasien tidak sadar untuk
mengelakkan sumbatan jalan napas.

T Tapes Plaster untuk fiksasi pipa supaya tidak terdorong atau


tercabut.

I Introducer Mandarin atau stilet dari kawat dibungkus plastic


(kabel) yang mudah dibengkokkan untuk pemandu
supaya pipa trakea mudah dimasukkan. Pada pasien ini

5
tidak digunakan introducel atau stilet.

C Connector Penyambung antara pipa dan peralatan anastesia.

S Suction Penyedot lendir, ludah dan lain-lainnya.

2. Durante operatif
- Laporan anastesi durante operatif
- Jenis anastesi : general anastesi dengan intubasi menggunakan ETT
7,5mm.
- Lama anestesi : 12.25 WITA - 14.20 WITA
- Lama operasi : 12.35 WITA - 14. 15 WIT
- Posisi : supine
- Obat-obat yang diberikan :
 Premedikasi :
1) Inj. Ondancentron 4 mg
2) Inj. Fentamyl 60 mg
 Lokal anastesi :
1) Lidocain HCl 20mg
 Obat induksi :
1) Propofol 100 mg
 Obat maintenance anastesi :
1) Inh. O2 3 lpm
2) Sevoflurane

Managemen airway
 Melakukan anastesi local pada area lubang trakeoktomi.
 Selanjutnya, melakukan pelebaran lubang trakeoktomi dengan melakukan
insisi agar ETT dapat dimasukkan pada proses intubasi.
 Memasukkan ETT, memompa balon dan memastikan udara masuk ke paru
secara simetris.

6
 Mengecek dan mengontrol oksigenasi
Pemberian Cairan
 Cairan masuk :
- Pre operatif : kristaloid RL 400 cc
- Durante operatif :
o Kristaloid RL 500 cc
- Total input cairan : 900 cc
 Cairan keluar :
Durante operatif
- Urin ± 250 cc
- Perdarahan ± 200 cc

IV. POST OPERASI


- Tekanan darah : 100/70 mmHg
- Nadi : 76 x/menit
- RR : 20 x/menit
- Skor pemulihan pasca anestesi
- Aktivitas = mampu menggerakkan 4 ekstremitas (2)
- Respirasi = Mampu bernapas dalam dan batuk (2)
- Sirkulasi = TD ± 20% dari nilai pre anestesi (2)
- Kesadaran = sadar, siaga, orientasi (2)
- Warna kulit = pucat kuning (1)
Skor Aldrette (9)

7
Grafik monitor tekanan darah dan nadi
Fentanyl 60mcg
120
Ketorolac 30mg

100 Ondancentron 4mg

80
sistolik
60 nadi
diastolik
Propofol 100 mg
40

20

8
BAB III

PEMBAHASAN

Pada kasus kali ini, pasien laki-laki usia 47 tahun dengan diagnosis tumor
laring post-trakeostomi + laringoktomi dengan rencana tindakan Meatoplasty.
Berdasarkan autoanamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang untuk
menentukan status (ASA) serta ditentukan rencana jenis anastesi yang akan dilakukan
yaitu general anastesi dengan intubasi. Setelah dilakukan pemeriksaan tentang
keadaan umum pasien tergolong dalam status fisik ASA 1 dan diputuskan untuk
dilakukan anastesi umum dengan intubasi.

Pada pasien ini, dilakukan managemen airway dengan menggunakan EET


ukuran7,5mm. Namun pada pasien ini mengalami obstruksi jalan nafas secara total
akibat tumor pada laring sehingga menyebabkan tidak memiliki sambungan mulai
dari faring-laring dan pernafasan hanya dilakukan pada lubang trakeoktomi sehingga
intubasi dilakukan melalui lubang tersebut. Dilakukan anastesi lokal pada area lubang
trakeoktomi dengan lidocain HCl, lalu dilakukan insisi pada area lubang trakeoktomi
untuk intubasi karena diameter ETT lebih besar. Setelah itu dilakukan intubasi.

Indikasi dilakukannya intubasi :

 Mengatasi obstruksi jalan nafas

 Gagal nafas

 Menjaga jalan nafas dari aspirasi isi lambung, darah dan debris.

 Untuk kepentingan ventilasi dan oksigenasi.

Komplikasi Pemakaian Pipa Trakheostomi pada proses intubasi :

 Nekrosis Dinding Trakhea (Tracheal Wall Necrosis)

9
 Dilatasi Trakhea (Tracheal Dilatation)
 Stenosis Trakhea (Tracheal Stenosis)
 Sumbatan Jalan Nafas (Airway Obstruction)
 Infeksi (Infection)

Trakheostomi meningkatkan resiko terjadinya infeksi. Hal ini karena :

a. Pemintasan system pertahanan jalan nafas bagian atas (seperti


penyaringan, penghangatan dan pelembaban udara)
b. Penurunan mucociliary transport dan batuk termasuk peningkatan
tumpukan secret.
Organisme yang sering menimbulkan infeksi adalah Pseudomonas
aeruginosa dan bakteri gram negatif lainnya.
 Emfisema Subkutan (Subcutaneous Emphysema)

Setelah itu dilakukan premedikasi dengan pemberian inj ondacentron 4 mg


dan fentanyl 60 mcg. Tujuan dilakukannya premedikasi yaitu untuk mengurangi
kecemasan, mendapatkan analgetik dan amnesti. Ondansentron 4 mg merupakan
obat golongan 5HT-3 receptor antagonist dimana ondancentron sering digunakan
dalam mencegah mual dan muntah akibat kemoterapi, radioterapi dan psca operasi.
Obat ini bekerja dengan memblokade hormone serotonin yang menyebabkan muntah.
Pemberian obat ini sesuai dengan teori yang ada.

Selanjutnya pasien diberikan fentanyl, dimana fentanyl merupakan sintesis


agonis opioid yang berasal dari phenylpiperidin yang secara struktural berhubungan
dengan meperidin. Sebagai analgetik, fentanyl 75-125 kali lebih potensial
dibandingkan morfin. Fenyanyl bekerja sebagai agonis dari reseptor µ1 dan µ2
diseluruh system saraf pusat dan jaringan lainnya. Konsentrasi analgetik fentalyn
dapat menurunkan dosis propofol preinduksi dengan fentanyl juga dapat menekan
reflex batuk.

10
Selanjutnya dilakukan tahap induksi dengan menggunakan propofol.
Pemberian propofol 60mcg bertujuan sebagai obat induksi anastesi. Propofol bekerja
dengan memodulator selektif dari reseptor gamma amino butiric acid (GABAA) dan
tidak terlihat memodulasi saluran ion ligand lainnya pada konsentrasi yang relevan
secara klinis. Propofol memberikan efek sedatif hipnotik melalui interaksi reseptor
GABAA. GABA adalah neurotransmiter penghambat utama dalam susunan saraf
pusat. Ketika reseptor GABAA diaktifkan, maka konduksi klorida transmembran
akan meningkat, mengakibatkan hiperpolarisasi membran sel postsinap dan hambatan
fungsional dari neuron postsinap. Interaksi propofol dengan komponen spesifik
reseptor GABAA terlihat mampu meningkatkan laju disosiasi dari penghambat
neurotransmiter, dan juga mampu meningkatkan lama waktu dari pembukaan klorida
yang diaktifkan oleh GABA dengan menghasilkan hiperpolarisasi dari membran sel.

Selanjutnya dilakukan intubasi namun pada pasien ini tidak memiliki saluran
nafas yang menyambungkan mulai dari hidung-laring sehingga pernafasan hanya
dilakukan pada lubang trakeoktomi sehingga intubasi dilakukan melalui lubang
trakeoktomi. Pertama-tama dilakukan insisi kecil pada area lubang trakeotomi karena
lubang tidak cukup besar untuk dimasukkannya EET. Setelah itu dilakukan intubasi
dengan menggunakan ETT nomor 7,5 mm. untuk memepertahankan anastesi
diberikan inh. Sevofluran, 1MAC= 3%. Obat-obatan inhalasi anastesi yang paling
sering diberikan adalah halothane dan sevoflurane. Halothane memiliki bau yang
manis sehingga mudah dihirup dan bila ditambahkan dengan N2O dapat
mempercepat induksi serta durasi obat yang lebih lama namun dapat menimbulkan
aritmia sehingga pengguannya sudah mulai ditinggalkan. Pada kasusu ini oabat
anastesi inhalasi yang digunakan adalah sevofluran. Sevofluran merupakan obat
anastesi umum yang lebih baru dan mempunyai bau yang manis, bermanfaat untuk
induksi inhalasi, terutama pada anak-anak. Sevofluran tidak bersifat iritatif dan
memiliki onset yang lebih cepat dan durasi yang lebih pendek namun dapat
menyebabkan delirium pada pasien sadar. Hal ini sesuai dengan kasus pasien.

11
Ekstubasi dapat dilakukan jika pasien dalam keadaan sadar, jika intubasi
kembali akan menimbulkan kesulitan ataupun pasca ekstubasi dari resiko aspirasi.
Ekstubasi dilakukan umumnya pada anastesi sudah ringan dengan catatan tidak akan
terjadi spasme laring. Sebelum ekstubasi dilakukan terlebih dahulu membersihkan rongga
mulut efek obat pelemas otot sudah tidak ada, dan ventilasi sudah adequate.

Hal-hal yang dapat terjadi setelah sektubasi :


1. Spasme laring
2. Aspirasi
3. Edema laring akut karena trauma selam ekstubasi
Penyulit lanut setelah dilakukan ekstubasi :

1. Sakit tenggorokan
2. Stenosis trachea dan trakheomolasia
3. Radang membran laring dan ulserasi
4. Paralisis dan granuloma pita suara
5. Luka pada sarap lidah.
Pada akhir proses pembedahan, sebelum pasien dipindahkan ke ruang
pemulihan dengan memberikan beberapa instruksi yaitu pemberian inj. Ketorolac
30mg dan melanjutkan oksigenasi 3 lpm dengan kanul oksigen, diawasi tanda vital
setiap 15 menit hingga stabil, memposisikan head up hingga 24 jam paska operasi,
dan penanganan hemodinamik berupa pemberian ephedrin jika tekanan sistol kurang
dari 25% tekanan darah awal dan pemberian sulfas atropin jika nadi kurang dari 60
kali per menit. Semua instruksi tersebut telah dilaksanakan dalam kasus ini.

Akses darurat guna mengendalikan jalan nafas atas dapat dicapai dengan
tindakan trakeostomi dan krikotirotomi. Pemahaman terhadap anatomi sangat penting
dalam prosedur ini sehingga dapat dilakukan dengan cepat dan aman. Trakeostomi
merupakan tindakan pembukaan dinding anterior leher guna mencapai trakea sebagai
jalan pintas untuk bernafas yang bersifat sementara. Trakeostomi dapat dilakukan

12
melalui teknik pembedahan, baik elektif maupun emergensi atau dapat melalui teknik
dilatasi perkutaneus.

Tumor ganas (kanker) laring merupakan suatu neoplasma yang ditandai


dengan sebuah tumor yang berasal dari epitel struktur laring Penyebab utama kanker
laring belum sepenuhnya diketahui, namun diperkirakan berkaitan dengan kebiasaan
merokok, konsumsi alkohol berlebihan, paparan radiasi serta sekuensi HPV (Human
Papiloma virus) pada sebagian kecil kasus. 5

Tanda dan gejala klinis yang dialami penderita tumor ganas laringdiantaranya
suara serak, disfagia, hemoptisis, adanya massa di leher, nyeri tenggorok, nyeri
telinga, gangguan saluran nafas dan aspirasi. Gejala klinis kanker laring ini
bermacam-macam sesuai dengan sruktur laring yang terkena.6

13
DAFTAR PUSTAKA

1. Boulton, T. Anastesiologi. Edisi 10. EGC: Jakarta; 1994

2. Munaf, S . Kumpulan Kuliah Farmakologi. Palembang: EGC; 2008

3. Dobson, M. Penuntun Klinis Praktis Anastesi . EGC:Jakarta; 2015.

4. Wiryoatmodjo. Anastesiologi dan reanimasi modul dasar untuk Pendidikan s1


kedokteran. Dept Pendidikan Nasional. Jakarta; 2000.

5. Maitra, A. Paru dan Saluran Napas Atas. Buku Ajar Patologi Robbins,
Volume 2 Edisi 7. Jakarta : EGC; 2007.

14

Anda mungkin juga menyukai