Skizofrenia Residual
Skizofrenia Residual
BAB 1
PENDAHULUAN
BAB 2
ISI
2.1 Definisi
Skizofrenia adalah gangguan mental atau kelompok gangguan yang ditandai
oleh kekacauan dalam bentuk dan isi pikiran (contohnya delusi atau halusinasi) ,
dalam mood (contohnya afek yang tidak sesuai), dalam perasaan dirinya dan
hubungannya dengan dunia luar serta dalam hal tingkah laku. Sedangkan
skizofrenia residual adalah keadaan yang muncul pada individu dengan gejala
skizofrenia yang, setelah episode skizofrenia psikotik, tidak lagi psikotik.2
Menurut DSM-IV, adapun klasifikasi untuk skizofenia ada 5 yakni subtipe
paranoid, terdisorganisasi (hebefrenik), katatonik, tidak tergolongkan dan
residual. Untuk istilah skizofrenia simpleks dalam DSM-IV adalah gangguan
deterioratif sederhana.3 Sedangkan menurut Pedoman Penggolongan dan
Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ) di Indonesia yang ke-III skizofrenia dibagi ke
dalam 6 subtipe yaitu katatonik, paranoid, hebefrenik, tak terinci
(undifferentiated), simpleks, residual dan depresi pasca skizofrenia. Dalam
makalah ini akan dibahas mengenai skizofrenia residual.4
2.2 Epidemiologi
Penelitian insiden pada gangguan yang relatif jarang terjadi, seperti
skizofrenia, sulit dilakukan. Survei telah dilakukan di berbagai negara, namun
dan hampir semua hasil menunjukkan tingkat insiden per tahun skizofrenia pada
orang dewasa dalam rentang yang sempit berkisar antara 0,1 dan 0,4 per 1000
penduduk. Ini merupakan temuan utama dari penelitian di 10-negara yang
dilakukan oleh WHO. Untuk prevalensi atau insiden skizofrenia di Indonesia
belum ditentukan sampai sekarang, begitu juga untuk tiap-tiap subtipe
skizofrenia.5
Prevalensinya antara laki-laki dan perempuan sama, namun menunjukkan
perbedaan dalam onset dan perjalanan penyakit. Laki-laki mempunyai onset yang
lebih awal daripada perempuan. Usia puncak onset untuk laki-laki adalah 15
sampai 25 tahun, sedangkan perempuan 25 sampai 35 tahun. Beberapa penelitian
telah menyatakan bahwa laki-laki adalah lebih mungkin daripada wanita untuk
terganggu oleh gejala negatif dan wanita lebih mungkin memiliki fungsi sosial
yang lebih baik daripada laki-laki. Pada umumnya, hasil akhir untuk pasien
4
skizofrenik wanita adalah lebih baik daripada hasil akhir untuk pasien skizofrenia
laki-laki.
Skizofrenia tidak terdistribusi rata secara geografis di seluruh dunia. Secara
historis, prevalensi skizofrenia di Timur Laut dan Barat Amerika Serikat adalah
lebih tinggi dari daerah lainnya.3
2.3 Etiologi
Penyebab skizofrenia sampai sekarang belum diketahui secara pasti. Namun
berbagai teori telah berkembang seperti model diastesis-stres dan hipotesis
dopamin. Model diastesis stres merupakan satu model yang mengintegrasikan
faktor biologis, psikososial dan lingkungan. Model ini mendalilkan bahwa
seseorang yang mungkin memiliki suatu kerentanan spesifik (diastesis) yang jika
dikenai oleh suatu pengaruh lingkungan yang menimbulkan stres, memungkinkan
perkembangan gejala skizofrenia. Komponen lingkungan dapat biologis (seperti
infeksi) atau psikologis (seperti situasi keluarga yang penuh ketegangan).
Hipotesis dopamin menyatakan bahwa skizofrenia disebabkan oleh terlalu
banyaknya aktivitas dopaminergik. Teori tersebut muncul dari dua pengamatan.
Pertama, kecuali untuk klozapin, khasiat dan potensi antipsikotik berhubungan
dengan kemampuannya untuk bertindak sebagai antagonis reseptor dopaminergik
tipe 2. Kedua, obat-obatan yang meningkatkan aktivitas dopaminergik (seperti
amfetamin) merupakan salah satu psikotomimetik. Namun belum jelas apakah
hiperaktivitas dopamin ini karena terlalu banyaknya pelepasan dopamin atau
terlalu banyaknya reseptor dopamin atau kombinasi kedua mekanisme tersebut.
Namun ada dua masalah mengenai hipotesa ini, dimana hiperaktivitas dopamin
adalah tidak khas untuk skizofrenia karena antagonis dopamin efektif dalam
mengobati hampir semua pasien psikotik dan pasien teragitasi berat. Kedua,
beberapa data elektrofisiologis menyatakan bahwa neuron dopaminergik mungkin
meningkatkan kecepatan pembakarannya sebagai respon dari pemaparan jangka
panjang dengan obat antipsikotik. Data tersebut menyatakan bahwa abnormalitas
awal pada pasien skizofrenia mungkin melibatkan keadaan hipodopaminergik.3
Skizofrenia berdasarkan teori dopamin terdiri dari empat jalur dopamin yaitu:
1. Mesolimbik dopamin pathways: merupakan hipotesis terjadinya gejala positif
pada penderita skizofrenia. Mesolimbik dopamin pathways memproyeksikan
badan sel dopaminergik ke bagian ventral tegmentum area (VTA) di batang
otak kemudian ke nukleus akumbens di daerah limbik. Jalur ini berperan
5
–Jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian tubuh pasien
d) Waham-waham menetap lainnya yang menurut budaya setempat dianggap
tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal keyakinan agama
atau politik tertentu, atau kekuatan dan kemampuan di atas manusia biasa
Atau paling sedikit dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara jelas:
e) Halusinasi yang menetap dari panca indera apa saja apabila disertai baik oleh
waham yang mengambang maupun yang setengah berbentuk tanpa
kandungan afektif yang jelas ataupun disertai oleh ide-ide yang berlebihan
yang menetap atau apabila terjadi setiap hari selama berminggu-minggu atau
berbulan-bulan terus menerus.
f) Arus pikiran yang terputus atau yang mengalami sisipan yang berakibat
inkoherensi atau pembicaraannya tidak relevan atau neologisme.
g) Perilaku katatonik seperti keadaan gaduh gelisah, posisi tubuh tertentu
(porturing), fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme dan stupor;
h) Gejala-gejala negatif seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang dan
respon emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya mengakibatkan
penarikan diri dari pergaulan sosialdan menurunnya kinerja sosial; tetapi
harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan oleh depresi atau
medikasi neuroleptika;
Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurun
waktu satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik
prodormal)
Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu
keseluruhan dari beberapa aspek perilaku pribadi, bermanifestasi sebagai
hilangnya minat, hidup tak bertujuan, tidak berbuat sesuatu, sikap larut dalam
diri sendiri, dan penarikan diri secara sosial.5
Diagnosa skizofrenia residual digunakan pada pasien yang telah sembuh dari
gejala yang menonjol seperti delusi, halusinasi atau perilaku yang terdisorganisasi
tapi masih memperlihatkan bukti yang ringan akan adanya proses berjalannya
penyakit seperti afek datar atau kurangnya komunikasi. Adapun cara penegakan
diagnosa menurut DSM-IV sebagai berikut:
a. Tidak adanya waham, halusinasi, bicara terdisorganisasi, dan perilaku
katatonik terdisorganisasi atau katatonik yang menonjol.
b. Terdapat terus bukti-bukti gangguan seperti yang ditunjukkan oleh adanya
gejala negatif atau dua atau lebih gejala yang tertulis dalam kriteria A untuk
9
nyata dari gejala waham dan halusinasi sedikitnya sudah melampaui kurun waktu
1 tahun.5
2.6 Pengobatan
Tidak ada pengobatan yang spesifik untuk masing-masing subtipe
skizofrenia. Pengobatan hanya dibedakan berdasarkan gejala apa yang menonjol
pada pasien. Pada skizofrenia residual, gejala “negatif” lebih menonjol, maka
adapun pengobatan yang disarankan kepada pasien obat-obat antipsikotik
golongan atipikal yang dapat meningkatkan dopamin di mesokortikal.4 Memang
obat tertentu (terutama obat antipsikotik baru) telah dinyatakan efektif secara
spesifik terhadap gejala “negatif” pada gangguan psikotik, tetapi bukti yang
mendukung pendapat ini masih tidak konsisten.7
Risperidon adalah suatu obat antipsikotik dengan aktivitas antagonis yang
bermakna pada reseptor serotonin tipe 2 (5-HT2) dan pada reseptor dopamin tipe 2
serta antihistamin (H1). Menurut data penelitian, obat ini efektif mengobati gejala
positif maupun negatif.3 Risperidon senyawa antidopaminergik yang jauh lebih
kuat, berbeda dengan klozapin, sehingga dapat menginduksi gejala
ekstrapiramidal juga hiperprolaktinemia yang menonjol. Meskipun demikian,
risperidon dianggap senyawa antipsikotik “atipikal secara kuantitatif” karena efek
samping neurologis ekstrapiramidalnya kecil pada dosis harian yang rendah.7
Klozapin termasuk obat antipsikotik atipikal yang juga mempunyai aktivitas
antagonis yang bermakna pada reseptor serotonin tipe 2 (5-HT2) dan antagonis
lemah pada reseptor dopamin tipe 2 juga bersifat antihistamin (H1). Efek samping
berupa gejala ekstrapiramidal sangat minimal, namun mempunyai sifat antagonis
α-1 adrenergik yang bisa menimbulkan hipotensi ortostatik dan sedatif.6 Selain
itu, dilaporkan terjadinya agranulositosis dengan insiden 1-2% ditambah harganya
yang mahal. Klozapin adalah obat lini kedua yang jelas bagi pasien yang tidak
berespon terhadap obat lain yang sekarang ini tersedia.
Selain terapi obat-obatan, juga bisa diterapkan terapi psikososial yang terdiri
dari terapi perilaku, terapi berorientasi keluarga, terapi kelompok, psikoterapi
individual. Terapi perilaku menggunakan hadiah ekonomi dan latihan
keterampilan sosial untuk meningkatkan kemampuan sosial, kemampuan
memenuhi diri sendiri, latihan praktis, dan komunikasi interpersonal. Perilaku
adaptif didorong dengan pujian atau hadiah yang dapat ditebus untuk hal-hal yang
diharapkan sehingga frekuensi maladaptif atau menyimpang dapat diturunkan.
11
2.7 Prognosis
Prognosis tidak berhubungan dengan tipe apa yang dialami seseorang.
Perbedaan prognosis paling baik dilakukan dengan melihat pada prediktor
prognosis spesifik di Tabel 2.13.
12
BAB 3
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
2. Kumala, Poppy dkk. Kamus Saku Kedokteran Dorland Edisi 25. EGC.
Jakarta:1998. 970
3. Kaplan, Harold I., Sadock, Benjamin J., dan Grebb, Jack A. Sinopsis Psikiatri,
Jilid I. Binarupa Aksara. Tangerang: 2010. 699-702, 720-727, 737-740