Anda di halaman 1dari 16

ACARA III

UJI MUTU TERIGU

A. TUJUAN
Praktikum Acara III “Uji Mutu Terigu” bertujuan untuk :
a. Mengetahui daya serap air pada tepung terigu.
b. Mengetahui kadar uji gluten pada tepung terigu.
c. Mengetahui kadar uji bleaching pada tepung terigu.

B. TINJAUAN PUSTAKA
Gluten merupakan penyimpanan utama dari biji gandum. Gluten
merupakan campuran kompleks dari ratusan protein yang terikat tetapi
berbeda, terutama gliadin dan glutenin. Terdapat penyimpanan protein serupa
yaitu secalin dalam gandum hitam, hordein dalam jelai dan avenins dalam
gandum dan secara kolektif biasa disebut dengan gluten. Susunan gluten yang
dihasilkan sangat penting untuk menentukan kualitas adonan roti dan kualitas
produk yang dipanggang seperti pasta, kue, roti kering dan biscuit. Gluten
mempunyai panas yang stabil sehingga dapat agen pengikat dan pengembang
dan biasanya digunakan sebagai tambahan pada proses pengolahan makanan
untuk meningkatkan tekstur, rasa, dan retensi kelembapan. Selain itu, sumber
gluten yang rendah biasanya termasuk olahan daging, makanan laut yang
dilarutkan, pengganti daging vegetarian sebagai pengental, pengemulsi, atau
zat pembentuk gel pada permen, es krim, mentega, bumbu, isian dan sebagai
pelapis yang digunakan dalam pengobatan atau pangan (Biesiekierski, 2016).
Gluten merupakan komponen protein yang hanya ada didalam tepung
terigu. Gluten berperan penting dalam pembentukan stuktur dan elastisitas.
Gluten memiliki sifat elastis dan plastis, dua sifat tersebut sangatlah penting
untukk menghasilkan bahan pangan yang dapat dicetak, kenyal dan tidak
mudah putus. Protein terigu tersusun atas dua jenis protein pembentuk gluten
dan protein bukan pembentuk gluten. Protein bukan pembentuk gluten berkisar
15% dan protein gluten sebesar 65% (Kurniawan, 2004).

36
Kadar protein tepung tidak hanya sebagai indikator nilai gizi, tetapi juga
pengaruh penting pada sifat reologi adonan. Hal ini sering berkaitan dengan
kualitas pembuatan roti. Tepung roti yang baik memiliki gluten yang kuat yang
ditandai dengan kuantitas protein tinggi. Selain itu, gandum kandungan protein
tinggi biasanya perintah harga premium karena permintaan untuk dicampur
dengan terigu protein rendah untuk produksi tepung roti. Penyerapan air adalah
jumlah air diserap oleh tepung untuk menghasilkan adonan konsistensi
diterapkan. Hal ini ditentukan oleh kadar protein tepung, jumlah pati
bendungan berusia selama penggilingan dan kehadiran non-pati karbohidrat.
Sangat diharapkan bahwa tepung untuk pembuatan roti memiliki kapasitas
penyerapan air tinggi yang normal konsistensi kerja sehingga hasil adonan, dan
karenanya roti, akan relatif tinggi (Wujun, 2007).
Kadar protein tepung gandum berkisar antara 6,89% sampai dengan
13,25% tepung gandum dapat dikelompokkan berdasarkan kandungan
proteinnya, yaitu tepung gandum protein tinggi (11-13%), protein medium (10-
11%) dan protein rendah (8-10%). Lemak merupakan komponen minor pada
tepung gandum tetapi berperan penting dalam pembuatan roti. Setelah ekstraksi
dan pemurnian jumlahnya hanya 2-2,8% dari bahan kering dan diperkirakan
separuhnya asalah lemak polar. Lemak polar berpengaruh terhadap kebutuhan
pencampuran dan potensi pengembangan volume roti (Murtini, 2005).
Tepung terigu diperoleh dari biji gandum (Triticum vulgare) yang
digiling. Keistimewaan terigu di antara serelia lainnya adalah kemampuannya
membentuk gluten pada saat terigu dibasahi. Biasanya mutu terigu yang
dikehendaki adalah terigu yang memiliki kadar air 14%, kadar protein 8-12%,
kadar abu 9,25-0,60%, dan gluten basah 24-36%. Berdasarkan kandungan
gluten (protein), tepung terigu yang beredar di pasaran dapat dibedakan 3
macam yaitu hard flour, medium hard flour, soft flour (Astawan, 2008).
Tepung terigu berdasarkan kandungan protein, terdiri atas 3 macam: (1)
tepung terigu berprotein tinggi (kadar gluten tinggi), dipasaran di jumpai merek
tepung cakra, misalnya digunakan untuk pembuatan roti, pastry, dll. (2) tepung
terigu berprotein sedang (kadar gluten sedang); dipasaran dijumpai dengan

37
merek tepung terigu Segitiga Biru, misalnya digunakan untuk pembuatan
pastel, panada, kue tradisional, dll. (3) tepung terig berprotein rendah (kadar
gluten rendah) dipasaran dijumpai dengan merek tepung terigu Kunci Biru,
misalnya digunakan untuk pembuatan kue kering (Indriani, 2010).

C. METODOLOGI
1. Alat
a. Buret
b. Mangkok
c. Pipet
d. Propipet
e. Tabung reaksi
f. Timbangan
g. Vortex
2. Bahan
a. NaCl
b. Petroleum ether
c. Tepung terigu “Cakra kembar”
d. Tepung terigu “Kunci biru”
e. Tepung terigu “Mila”

38
3. Cara Kerja
a. Daya air tepung terigu
25 gr terigu

Penempatan dalam mangkok

10-20
Penambahan dalam mangkok dengan buret
ml air

Pengulenan hingga menjadi adonan


menggunakan tangan

Penambahan dengan buret sedikit demi


Air
sedikit sambil diuleni hingga adonan kalis

Pencatatan jumlah air yang diperlukan

Gambar 3.1 Diagram alir daya air tepung terigu


b. Uji gluten tepung terigu
10 gr terigu

5 ml lar
Pengulenan adonan hingga elastis
NaCl 1%

Pembentukan adonan menjadi bola

Perendaman dalam air selama 1 menit

Pencucian dengan air mengalir hingga air


cuciannya jernih

Penimbangan sisa adonan sebagai gluten


basah

Pengeringan dalam oven pada suhu 100º C


untuk memperoleh gluten kering

Gambar 3.2 Diagram uji gluten tepung terigu

39
c. Uji bleaching pada tepung terigu
1,4 gr terigu

5 ml petroleum
Pelarutan
ether

Pembiaran agar mengendap

Tepung terigu yang tidak di bleaching tidak


menimbulkan warna pada cairan super
natannya
Gambar 3.3 Diagram alir uji bleaching pada tepung terigu

40
D. HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 3.1 Hasil Daya Serap Air Tepung Terigu
Berat Awal
Shift Kel Sampel mL Air % DSA
(gram)
1 Cakra Kembar 26,5 53
A 2 Mila 50 25,3 50,6
3 Kunci Biru 17,5 55
1 Cakra Kembar 24 48
B 2 Mila 50 25 50
3 Kunci Biru 24 48
Sumber : Laporan Sementara.
Daya serap air tepung atau daya absorpsi air tepung atau dikenal dengan
istilah kapasitas hidrasi tepung menunjukkan prosentase jumlah air yang dapat
diserap oleh tepung setelah dibuat adonan kemudian disentrifugasi pada
kecepatan 2000 rpm selama 5 menit. Produk turunan pati memiliki daya serap
air dan kelarutan dalam air yang lebih baik dibandingkan pati asal
(Hidayat, 2012). Daya serap air atau kapasitas penyerapan air digunakan untuk
mengukur kemampuan tepung dalam menyerap air dengan cara disentrifuge,
Kapasitas penyerapan air berkaitan dengan komposisi granula dan sifat fisik
pati setelah ditambahkan sejumlah air, jumlah air kurang maka pembentukan
gel tidak dapat mencapai kondisi optimum. Dengan demikian kemempuan
hidrasi yang rendah kurang cocok untuk produk olahan yang membutuhkan
tingkat gelatinisasi tinggi (Elliason, 2004).
Tepung terigu pada umumnya digunakan untuk membuat kue dan
bahan masak-memasak lainnya. Selain itu, tepung juga digunakan untuk
pengentalan makanan, kemampuan pengentalan tepung ini disebabkan oleh
daya serapnya terhadap air sehingga butiran-butiran tepung tersebut membesar
dan apabila dipanaskan maka granula tersebut akan rusak dan pecah sehingga
terjadi proses gelatinisasi. Pada peristiwa gelatinisasi tepung, viskositas bahan
akan meningkat karena air telah masuk kedalam butiran tepung dan tidak bisa
bergerak bebas lagi. Kemampuan tepung terigu dalam menyerap air disebut
dengan “Water Absorption”. Kemampuan daya serap air pada tepung terigu
berkurang bila kadar air dalam tepung terlalu tinggi atau tempat penyimpanan
yang lembab. Water absorption sangat bergantung dari produk yang akan

41
dihasilkannya. Dalam pembuatan roti umumnya diperlukan water absorption
yang lebih tinggi dari pada pembuatan mie dan biscuit (Moehyi, 1992).
Faktor yang mempengaruhi daya serap ait tepung terigu ialah
kandungan amilosa dan gluten dari tepung sangat berpengaruh terhadap daya
serap air. Hal ini disebabkan karena daya serap air akan semakin tinggi
seiringan dengan tingginya kandungan amilosa dan juga kandungan gluten
didalam tepung tersebut. Gluten terbentuk akibat rekasi antara protein pada
tepung dengan air. Kemudian proses penambahan air juga menjadi faktor
pengaruh daya serap air pada tepung. Penambahan air seharusnya sedikit demi
sedikit sambil adonan diaduk sehingga apabila adonan tersebut kalis dapat
diketahui dengan pasti air yang dibutuhkan untuk pembentukan kalis pada
tepung tersebut. Faktor yang berpengaruh yang terakhir ialah teknik
pengulenan tepung, sebaiknya dilakukan secara optimal agar kandungan gluten
dapat menyerap air secara merata sehingga terbentuknya kalis pada adonan
akan tercapai dan air yang digunakan sesuai (Murtini, 2005).
Pada Tabel 3.1 Hasil Daya Serap Air Tepung Terigu terdapat 3 sampel
diantaranya, cakra kembar, mila dan kunci biru. Terdapat 2 shift A dan B. Pada
shift A sampel cakra kembar dengan berat awal 50 gram didapatkan hasil %
daya serap air sebesar 53 %. Pada sampel mila dengan berat awal 50 gram
didapatkan hasil % daya serap air sebesar 50,6 %. Pada sampel kunci biru
dengan berat awal 50 gram didapatkan hasil % daya serap air sebesar 55 %.
Pada shift B sampel cakra kembar dengan berat awal 50 gram didapatkan hasil
% daya serap air sebesar 48 %. Pada sampel mila dengan berat awal 50 gram
didapatkan hasil % daya serap air sebesar 50 %. Pada sampel kunci biru
dengan berat awal 50 gram didapatkan hasil % daya serap air sebesar 48 %.
Daya serap air setiap kelompok memiliki hasil yang berbeda- beda hal tersebut
dapat terjadi karena kandungan amilosa dan gluten dari tepung, proses
penambahan air, dan teknik pengulenan yang menyebabkan perbedaan daya
serap air antar tepung (Alsoyuna, 2014). Menurut Alam (2008), tingkat
pengembangan dan penyerapan air tergantung pada kandungan amilosa. Makin
tinggi kandungan amilosa, kemampuan pati untuk menyerap air dan

42
mengembang menjadi lebih besar karena amilosa mempunyai kemampuan
membentuk ikatan hidrogen yang lebih besar daripada amilopektin.
Proses pengadukan atau pencampuran memiliki tujuan utama untuk
membentuk jaringan gluten yang terdapat dalam terigu. Saat ditambahkan air
pada terigu serta mengalami proses pengadukan maka seiring dengan waktu
jaringan gluten akan mulai terbentuk. Proses pengadukan akan dihentikan
apabila jaringan gluten sudah terbentuk dengan sempurna atau dikenal dengan
istilah kalis. Salah satu faktor yang berpengaruh dalam proses pengadukan
adalah putaran mesin pengaduk, sehingga perlu dilakukan penelitian seberapa
besar pengaruh putaran terhadap sifat fisik dari roti (Priyati, 2016). Tanda-
tanda adonan sudah kalis adalah tidak lengket dan tidak menempel pada
wadah, dan bila adonan dilebarkan akan terbentuk lapisan tipis yang elastis dan
tidak mudah robek (Kurniawan, 2014).
Gandum dapat diklasifikasikan berdasarkan tekstur biji (kernel)
menjadi hard wheat (T.aestivum), soft wheat (T. compactum), dan durum wheat
(T.durum).
1. Hard Wheat (T. aestivum)
Hard wheat mengandung kadar protein 12-18%. Gandum ini
mempunyai ciri-ciri kulit luar berwarna coklat, biji keras, dan berdaya serap
air tinggi. Jenis gandum ini sangat cocok untuk membuat roti karena tepung
yang dihasilkan berkualitas baik dan mengandung protein bermutu tinggi.
Contoh gandum keras adalah gandum hard spring dan gandum hard winter.
2. Soft Wheat (T. compactum)
Soft wheat mengandung kadar protein rendah yaitu 7-12%. Gandum
ini mempunyai ciri-ciri berwarna putih sampai merah dan berbiji lunak.
Tepung gandum ini cocok untuk membuat cake karena adonan yang
dihasilkan memiliki daya serap air rendah. Contoh jenis gandum ini adalah
standard wheat.
3. Durum Wheat (T.durum)
Durum wheat merupakan jenis yang khusus. Ciri gandum ini adalah
bagian dalam (endosperm) yang berwarna kuning tidak seperti gandum pada

43
umumnya yang memiliki warna putih dan memiliki biji yang lebih keras,
serta kulit yang berwarna coklat. Gandum ini sering digunakan untuk
membuat produk pasta berdasarkan warna bran, gandum diklasifikasikan
menjadi red (merah) dan white (putih). Sedangkan berdasarkan musim
tanam dibedakan menjadi dua yaitu winter dan spring (Samuel,1972).
Tabel 3.2 Hasil Uji Gluten Tepung Terigu
Shift Kel Sampel Berat Berat Berat % Gluten
Awal Basah Kering
(Gram) (Gram) (Gram)
1 Cakra Kembar 3,7 2,8 9
A 2 Mila 10 3,4 2,6 8
3 Kunci Biru 4 2,7 13
1 Cakra Kembar 5,6 4,4 12
B 2 Mila 10 4,0 2,8 12
3 Kunci Biru 1,8 1,4 4
Sumber : Laporan Sementara
Gluten adalah senyawa yang penting dalam adonan yaitu suatu masa
yang bersifat kohesif dan viskoelastis yang dapat meregang secara elastis
(Koswara, 2009). Semakin tinggi kandungan glutennya, semakin tinggi kadar
protein tepung terigu. Gluten juga mempunyai sifat menyerap air,elastis dan
plastis. Semua jenis bahan pangan hasil pertanian memiliki karakteristik yang
berbeda-beda termasuk tepung. Dengan mengetahui karakteristik tepung
diharapkan proses penanganan dan pengolahan lebih lanjut bisa lebih tepat dan
sesuai (Yuliyanti, 2012).
Protein yang terdapat dalam tepung terigu tidak terlarut didalam air.
Protein-protein yang tidak larut dalam air ini disebut gliadin dan glutein.
Glutein adalah bentuk dari protein yang tidak larut didalam air jika tepung
dipanaskan dan dicampurkan dengan air. Glutein bisa diekstrak dengan cara
mencucinya dengan air hingga patinya hilang. Glutein yang telah diekstrak
memiliki sifat elastis dan kohesi. Jika gliadin dan glutenin dipisahkan dari
gluten maka gliadin akan bersifat seperti substansi sirup yang menggumpal dan
saling terikat serta glutenin akan menghasilkan kekerasan yang
berkemungkinan memperbesar kekuatan tekstur bahan (Parker, 2003).

44
Prinsip percobaan uji gluten terigu adalah berdasarkan sifat dari gluten
yang elastis dan licin pada bagian permukannya sehingga dapat memudahkan
dalam proses pengolahan dan berdasarkan perhitungan berat gluten kering
dimana untuk gluten basah ditambahkan dengan larutan NaCl dan air. Pada
pengujian gluten adonan ditambahkan NaCl 1% dalam proses perendaman.
NaCl pada pengujian ini digunakan untuk memperkuat ikatan gluten. Menurut
Wijayati (2007) garam dapur pada pembuatan roti mempunyai dua fungsi,
yaitu untuk membuat roti yang dihasilkan memiliki rasa lebih enak dan fungsi
satu lagi dalam rheologi adonan dengan mendukung fungsi gluten dalam
membentuk adonan yang berarti memperkuat ikatan gluten.
Pada proses uji gluten juga mengalami beberapa kendala pada tepung
tersebut. Faktor yang mempengaruhi kualitas gluten adalah kurang rapatnya
menyimpan tepung yang mengakibatkan apek, banyaknya oksigen yang
masuk pada tepung mengakibatkan perubahan warna, kurangnya air dapat
menyebabkan gluten kurang maksimal dalam mengemulsi dan kurangnya
NaCl yang mengakibatkan tidak menyatunya gluten (Koswara, 2009).
Tabel 3.3 Komposisi Kimia Gluten Basah dan Gluten Kering

Pada Tabel 3.2 Hasil Uji Gluten Tepung Terigu terdapat 3 sampel
diantaranya, cakra kembar, mila dan kunci biru. Terdapat 2 shift A dan B. Pada
shift A sampel cakra kembar dengan berat awal 10 gram didapatkan hasil %
gluten sebesar 9%. Pada sampel mila dengan berat awal 10 gram didapatkan
hasil % gluten sebesar 8 %. Pada sampel kunci biru dengan berat awal 10 gram
didapatkan hasil % gluten sebesar 13 %. Pada shift B sampel cakra kembar
dengan berat awal 10 gram didapatkan hasil % gluten sebesar 12 %. Pada
sampel mila dengan berat awal 10 gram didapatkan hasil % gluten sebesar

45
12%. Pada sampel kunci biru dengan berat awal 10 gram didapatkan hasil %
gluten sebesar 4 %.
Tabel 3.4 Hasil Uji Bleaching
Shift Kel Sampel Keterangan
1 Cakra Kembar +++
A 2 Mila +++
3 Kunci Biru +++
1 Cakra Kembar ++
B 2 Mila ++
3 Kunci Biru ++
Sumber : Laporan Sementara.
Keterangan :
+ : Jernih
++ : Bening Kekuningan
+++ : Kuning Keruh
Tepung terigu merupakan tepung yang berasal dari bahan dasar gandum
yang diperoleh dengan cara penggilingan gandum yang banyak digunakan
dalam industri pangan. Komponen yang terbanyak dari tepung terigu adalah
pati, sekitar 70% yang terdiri dari amilosa dan amilopektin. Besarnya
kandungan amilosa dalam pati ialah sekitar 20% dengan suhu gelatinisasi 56-
62o C (Belitz, 1987). Tepung terigu merupakan tepung yang berasal dari bulir
gandum. Tepung terigu umumnya digunakan sebagai bahan dasar pembuat
kue, mie dan roti. Kadar protein tepung terigu berkisar antara 8 – 14%. Dalam
pembuatan mie, kadar protein tepung terigu yang digunakan berkisar antara 11
– 14,5% atau tepung terigu berprotein tinggi (Lubis, 2013).
Tujuan dilakukan adanya uji bleaching adalah suatu proses pemucatan
pada tepung terigu untuk memperoleh tepung terigu yang berwarna putih untuk
mengetahui kandungan zat pemutih pada tepung terigu. Tepung terigu hasil
penggilingan gandum pada dasar pembuatannya menghasilkan warna krem,
karena adanya zat warna xantofil (Buckle, 1985). Bleaching adalah suatu
proses pemucatan pada tepung terigu untuk memperoleh tepung terigu yang
berwarna putih. Prinsip kerja uji bleaching adalah menambahkan zat pemucat
yang bersifat oksidator pada tepung sehingga ikatan rangkap dalam karotenoid,
yaitu xantofil, akan dioksidasi. Dalam degradasi pigmen karotenoid akan

46
menghasilkan senyawa yang tak berwarna (Winarno, 1992). Fungsi
penambahan petroleum ether tersebut adalah untuk melarutkan pigmen karoten
yang menyebabkan supernatan tepung terigu berwarna kuning. Menurut Al-
Dmoor (2013), tepung yang melalui tidak proses bleaching akan mengalami
perubahan warna, sedangkan yang mengalami bleaching tidak akan mengalami
perubahan warna.
Pada Tabel 3.4 Hasil Uji Bleaching terdapat 3 sampel diantaranya,
cakra kembar, mila dan kunci biru. Terdapat 2 shift A dan B. Pada shift A
sampel cakra kembar berwarna kuning keruh. Pada sampel mila berwarna
kuning keruh Pada sampel kunci biru berwarna kuning keruh. Pada shift B
sampel cakra kembar berwarna bening kekuningan. Pada sampel mila berwarna
bening kekuningan. Pada sampel kunci biru berwarna bening kekuningan.
Menurut Al-Dmoor (2013), tepung yang melalui tidak proses bleaching akan
mengalami perubahan warna, sedangkan yang mengalami bleaching tidak akan
mengalami perubahan warna.
Pemutih dan pematang tepung adalah bahan tambahan pangan yang
dijadikan untuk pemutihkan dan pematangan tepung. Penambahan bahan
pemutih dan pematang tepung diharapkan dapat mempercepat proses
pematangan dan untuk mendorong pengembangan adonan oleh yeast dan untuk
mencegah kemunduran roti selama penyimpanan. Proses pematangan dengan
bahan kimia berarti meniadakan pematangan dengan menyimpan dalam jangka
lama dan mahal, memerlukan pencegahan kerusakan tepung oleh hama dll.
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.722/Menkes/Per/IX/1988 tentang
Bahan Tambahan Pangan, Pemutih dan pematang tepung adalah bahan
tambahan makanan yang dapat mempercepat proses pemutihan dan atau
pematang tepung sehingga dapat memperbaiki mutu pematangan. Beberapa
bahan pemutih dan pematang tepung yang diizinkan untuk pangan, antara lain :
1. Natrium stearoil-2-laktat, untuk adonan kue ( 5g/kg bahan kering ), roti dan
sejenisnya ( 3,75g/kg tepung ).
2. Asam askorbat, untuk tepung ( 200mg/kg ) (Lailatul, 2014).

47
E. KESIMPULAN
Berdasarkan praktikum Acara IV, “Pembuatan Mie Basah dan Mie
Kering” dapat ditarik kesimpulan :
1. Daya serap air tepung atau daya absorpsi air tepung atau dikenal dengan
istilah kapasitas hidrasi tepung menunjukkan prosentase jumlah air yang
dapat diserap oleh tepung setelah dibuat adonan kemudian disentrifugasi
pada kecepatan 2000 rpm selama 5 menit.
2. Pada shift A sampel cakra kembar dengan berat awal 50 gram didapatkan
hasil % daya serap air sebesar 53 %. Pada sampel mila dengan berat awal 50
gram didapatkan hasil % daya serap air sebesar 50,6 %. Pada sampel kunci
biru dengan berat awal 50 gram didapatkan hasil % daya serap air sebesar
55 %.
3. Gluten adalah senyawa yang penting dalam adonan yaitu suatu masa yang
bersifat kohesif dan viskoelastis yang dapat meregang secara elastis.
4. Pada shift A sampel cakra kembar dengan berat awal 10 gram didapatkan
hasil % gluten sebesar 9%. Pada sampel mila dengan berat awal 10 gram
didapatkan hasil % gluten sebesar 8 %. Pada sampel kunci biru dengan berat
awal 10 gram didapatkan hasil % gluten sebesar 13 %.
5. Bleaching adalah suatu proses pemucatan pada tepung terigu untuk
memperoleh tepung terigu yang berwarna putih.
6. Pada shift A sampel cakra kembar berwarna kuning keruh. Pada sampel
mila berwarna kuning keruh Pada sampel kunci biru berwarna kuning keruh.

48
DAFTAR PUSTAKA

Alam, Nur dan Nurhaeni. 2008. Komposisi Kimia dan Sifat Fungsional Pati
agung Berbagai Varietas yang Diekstrak dengan Pelarut Natrium
Bikarbonat. Jurnal Agroland, Vol. 15, No. 2: 89 – 94.
Al-Dmoor, Hanee M. 2013. Cake Flour : Functionality and Quality (Review).
European Scientific Journal, Vol. 9, No. 1: 166-172.
Alsoyuna, Nurul Saniah. 2014. Pengetahuan Bahan Tepung-Tepungan.
Universitas Sriwijaya. Palembang.
Astawan, Made. 2008. Membuat Mi dan Bihun. Penebar Swadaya. Yogyakarta.
Belitz, H.D. dan Grosch, W. 1987. Food Chemistry. 2nd Ed. Springer.
Biesiekierski, Jessica R. 2016. What is gluten?. Journal of Gastroenterology and
Hepatology 2017; 32 (Suppl. 1): 78–81.
Bucle, K. A. 1985. Ilmu Pangan. UI Press. Jakarta.
Budijanto, Slamet dan Yuliyanti 2012. Studi Persiapan Tepung Sorgum (Sorghum
bicolor L. Moench) dan Aplikasinya pada pembuatan Beras Analaog.
Jurnal Teknologi Pertanian, Vol. 13, No. 3: 177-186.
Elliasson, A.C. 2004. Starch in Food. Structure, Function and Application.
Woodhead Publishing Limited. CRC Press, New York.
Hidayat, Beni., Kalsum, Nurbani dan Surfiana. 2012. Karakterisasi Tepung Ubi
Kayu Modifikasi yang Diproses. Jurnal Tekonologi dan Hasil Pertanian.
Vol 14, No 2: 148-159.
Indriani. 2010. 50 Resep Snack Pendamping Minum Kopi. Gramedia Pustaka
Utama. Jakarta.
Koswara. Sutrisno. 2009. Teknologi Pengolahan Jagung (Teori dan Praktek).
eBook Pangan.
Kurniawan, Agung, Teti Estiasih, Nur Ida Panca. 2014. Mie dari Umbi Garut
(Maranta arundinacea L) : Kajian Pustaka. Jurnal Pangan dan
Agroindustri. Vol. 3. No. 3: 847-854.
Lailatul, Ade Ida., Fauzi, Ahmad., Khusna, Eva Nikmatul dan Siska Desi Ariyani.
2014. Pemutih dan Pematang Tepung. Institut Ilmu Kesehatan Bhakti
Wiyata Kediri. Kediri.
Lubis, Yanti Meldasari., Erfiza, Novia Mehra, Ismaturahmi dan Fahrizal. 2013.
Pengaruh Konsentrasi Rumput. Laut (Euchema Cottonii) dan Jenis

49
Tepung pada Pembuatan Mie Basah. Rona Teknik. Pertanian. Vol. 6 No.
1: 413- 420.
Moehyi, S. 1992. Penyelenggaraan Makanan Institusi dan Jasa Boga. Bharata.
Jakarta.
Murtini, Erni Sofia, Tri Susanto dan Ratih Kusumawardani. 2005. Karakterisasi
Sifat Fisik, Kimia dan Fungsional Tepung Gandum Lokal Varietas
Selayar, Nias dan Dewata. Jurnal Teknologi Pertanian. Vol.6. No. 1: 57-
65.
Parker, R., 2003. Introduction to Food Science. Delmar Thompson Learning,
United States
Priyati, Asih., Abdullah, Sirajuddin Haji dan Guyup Mahardhian Dwi Putra. 2016.
Pengaruh Kecepatan Putar Pengadukan Adonan Terhadap Sifat Fisik
Roti. Jurnal Ilmiah Rekayasa Pertanian dan Biosistem, Vol. 4, No. 1: 217-
225.
Samuel, W.J. 1972. Bakery Technology and Engineering. Second ed. The AVI
Publishing co. Inc, West Port, Conecticut.
Wijayanti, Yovita Roessalina. 2007. Substitusi Tepung Gandum (Triticum
aestivum) Dengan Tepung Garut (Maranta arundinaceae L) Pada
Pembuatan Roti Tawar. Skripsi. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.
Winarno, F. G. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta
Wujun, Mark; Sutherland, Stephen Kammholz. 2007. Wheat Flour Protein
Content and Water Absorption Analysis in a Double Haploid Population.
Journal of Cereal Science Vol. 45, No. 3: 198-210.

50
LAMPIRAN

Uji Daya Serap Air


𝑚𝐿 𝐴𝑖𝑟
%DSA = 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐴𝑤𝑎𝑙x100%
26,5 𝑚𝐿
= 50 𝐺𝑟𝑎𝑚x100%

= 53

Uji Gluten
Berat Basah – Berat Kering
%Gluten= x100%
Berat Awal
3,7 – 2,8
= x100%
10

=9

51

Anda mungkin juga menyukai