Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang


Kadidiasis adalah penyakit jamur, yang bersifat akut atau subakut disebabkan oleh
spesies Candida, biasanya oleh spesies Candida albicans dan dapat mengenai mulut,
vagina, kulit, kuku, bronkus dan paru, kadang-kadang dapat menyebabkan septicemia,
endokarditis, maupun meningitis.1
Spesies Candida merupakan microflora normal pada kulit manusia, namun dapat
berubah menjadi pathogen bila faktor penjamu terutama status imun berubah, atau
terganggu. Lesi dapat terjadi pada beberapa tempat pada tubuh, terutama pada tempat
yang lembab dan hangat biasanya sering terinfeksi. C. albicans merupakan penyebab
tersering. 2
Saat ini kasus kandidiosis kutis masih banyak dijumpai. Berdasarkan penelitian
pada periode Januari 1999 sampai Desember 2004 didapatkan 528 kasus kandidiosis
kutis (0,82%) dari 36.709 pasien baru di Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUP Dr.
Kariadi yang terdiri dari 193 laki-laki (36,5%) dan 335 perempuan (63,5%), dimana
kelompok umur terbanyak adalah 0-1 tahun sebanyak 124 kasus (23,5%), terdiri dari
laki-laki 45 (36,3%) dan perempuan 79 (63,7%). Penyakit ini didapatkan di seluruh
dunia dan dapat menyerang semua usia baik laki-laki ataupun wanita.3
Gambaran klinis kandidiosis kutis ditandai dengan adanya lesi kulit yang akut,
mula-mula kecil kemudian meluas, berupa makula eritem, batas tegas, pada bagian
tepi kadang-kadang tampak papul dan skuama, serta sering terjadi erosi/basah, yang
berasal dari vesikel yang pecah. Di sekelilingnya terdapat lesi satelit yaitu lesi yang
lebih kecil atau lesi penyerta yang terletak di dekat lesi utama berupa vesikel atau
pustul yang kecil. Untuk membantu menegakkan diagnosis Kandidiosis kutis,
dilakukan pemeriksaan mikroskopis kerokan kulit dari lesi, kemudian ditetesi dengan
larutan KOH 10% - 15%.1,6 Pada pemeriksaan mikroskopis tampak adanya sel ragi
berbentuk lonjong atau bulat, blastospora (sel ragi yang sedang bertunas), germtube
dan pseudohifa.1
Berikut ini dilaporkan satu kasus kandidiosis kutis pada seorang wanita
berusia 60 tahun yang datang ke klinik Kulit dan Kelamin RSUD Ambarawa.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Anatomi Kulit


Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasinya dari
lingkungan hidup manusia. Luas kulit orang dewasa adalam 1.5 m2 dengan berat kira-
kira 15% berat badan.4
Tiga lapisan kulit utama – epidermis, dermis, hipodermis:4
 Epidermis: berfungsi sebagai penghalang permeabilitas utama, kekebalan
tubuh bawaan, adhesi, dan perlindungan ultraviolet.
 Dermis: elemen struktural utama, terdapat tiga jenis komponen – seluler,
matriks berserat, matriks yang menyebar dan berserabut. Terdapat juga
pembuluh darah, limfatik, dan jaringan saraf.
 Hipodermis (subkutis): berfungsi dalam insulasi, integritas mekanik, yang
berisi pembuluh sumber yang lebih besar dan saraf.
Lapisan epidermis terdiri atas : stratum korneum, stratum lusidum, stratum
granulosum, stratum spinosum, dan stratum basal. Stratum korneum adalah lapisan
kulit yang paling luar dan terdiri atas beberapa lapis sel-sel gepeng yang mati, tidak
berinti, dan protoplasmanya telah berubah menjadi keratin (zat tanduk). Stratum
lusidum terdapat langsung di bawah lapisan korneum, merupakan lapisan sel-sel
gepeng tanpa inti dengan protoplasma yang berubah menjadi protein yang disebut
eleidin. Stratum granulosum (lapisan keratohialin) merupakan 2 atau 3 lapis sel-sel
gepeng dengan sitoplasma berbutir kasar dan terdapat inti di antaranya. Butir-butir
kasar ini terdiri dari keratohialin. Mukosa biasanya tidak mempunyai lapisan ini.
stratum granulosum tampak jelas di telapak tangan dan kaki. Stratum spinosum terdiri
atas beberapa lapis sel yang berbentuk poligonal yang besarnya berbeda-beda karena
adanya proses mitosis. Di antara sel-sel stratum spinosum terdapat jembatan antar sel
yang terdiri dari protoplasma dan tonofibril atau keratin, dan juga terdapat sel
Langerhans. Lapisan terakhir dari epidermis adalah stratum basal yang terdiri atas sel-
sel kolumnar yang tersusun vertikal pada perbatasan dermo-epidermal berbaris seperti
pagar (palisade). Sel-sel basal ini mengadakan mitosis dan berfungsi reproduktif.
Lapisan basal terdiri atas sel-sel kolumnar yang dihubungkan satu dengan yang lain
oleh jembatan antar sel, dan sel melanosit yang merupakan sel berwarna muda dengan

2
sitoplasma basofilik dan inti gelap, mengandung butir pigmen (melanosoma).5
Lapisan dermis adalah lapisan di bawah epidermis yang jauh lebih tebal dan
terdiri dari lapisan elastik dan fibrosa padat dengan elemen-elemen selular dan folikel
rambut. Lapisan dermis dibagi menjadi pars papilare yang menonjol ke epidermis dan
berisi ujung serabut saraf dan pembuluh darah, serta pars retikulare yaitu bagian yang
menonjol ke arah subkutan berisi serabut kolagen, elastin, dan retikulin.5
Lapisan subkutis merupakan kelanjutan dermis, terdiri atas jaringan ikat
longgar berisi sel-sel lemak di dalamnya. Sel-sel lemak merupakan sel bulat, besar,
dengan inti terdesar ke pinggir sitoplasma lemak yang bertambah. Di lapisan ini
terdapat ujung-ujung saraf tepi, pembuluh darah, dab getah bening. 5
Adneksa kulit terdiri atas kelenjar-kelenjar kulit, rambut, dan kuku. Kelenjar
kulit terdapat di lapisan dermis, terdiri atas kelenjar keringat dan kelenjar palit
(glandula sebasea). Ada dua macam kelenjar keringat, yaitu kelenjar ekrin yang kecil-
kecil, terletak dangkal di dermis dengan sekret yang encer, dan kelenjar apokrin yang
lebih besar, terletak lebih dalam dan sekretnya lebih kental. Kelenjar ekrin terdapat di
seluruh permukaan kulit dan terbanyak di telapak tangan dan kaki, dahi, dan aksila.
Kelenjar apokrin dipengaruhi oleh saraf adrenergik, terdapat di aksila, areola
mammae, pubis, labia minora, dan saluran telinga luar. Kelenjar pait disebut juga
kelenjar holokrin dan terdapat di samping akar rambut dan muaranya terdapat di
samping akar rambut. Kuku adalah bagian terminal lapisan tanduk (stratum korneum)
yang menebal.5

Gambar 1
Varian anatomis dalam ketebalan
epidermis. A. Kulit akral. B. Kulit
kelopak mata. Epidermis lebih
tebal pada (A) daripada (B),
termasuk stratum korneum.
3
II.2. Kandidiasis
II.2.1 Definisi
Kandidiasis kutis merupakan infeksi spesies Candida yang biasa terjadi pada
lipatan kulit atau tempat yang tertutup pakaian atau prosedur dressing medis pada
tempat yang lembab. Tempat yang dekat denga orificium dan jari, dimana sering
terkena saliva juga merupakan risiko terkena kandidiasis kutis. Gejala yang tersering
adalah kemerahan dan adanya eksudat yang basah yang pertama terjasi pada lipatan
kulit yang dalam. Kandidiasis juga bisa disebut dengan kandidosis atau moniliasis. 2

II.2.2 Epidemiologi
Candida albicans adalah saprofit yang berkoloni pada mukosa seperti mulut,
traktus gastrointestinal, dan vagina. Merupakan jamur yang berbentuk oval dengan
diameter 2-6 um. Dan dapat hidup dalam 2 bentuk yakni bentuk hifa dan bentuk
yeast . Jumlah koloni sangat menentukan derajat penyakit, akan tetapi dilaporkan
bahwa frekuensi terjadinya di mulut 18 %, vagina 15 %, dan mungkin dalam feses
19 %.9
Jamur ragi termasuk spesies kandida yang merupakan flora komensal normal pada
manusia dapat ditemukan pula pada saluran gastrointestinal (mulut sampai anus).
Pada vagina sekitar 13 % kebanyakan Candida albicans dan Candida glabrata. Isolasi
spesies kandida komensal oral berkisar pada 30 – 60 % ditemukan pada orang dewasa
sehat.
Di Bombay, India, diperiksa 150 pasien dengan kandidiasis kutaneus. Kerokan
kulit diuji dengan KOH 10 % dan dikultur di sabaorud’s agar. Insiden
tersering adalah intertrigo (75), vulvovaginitis (19), dan paronikia (17). Sedangkan
jamur yang diisolasi didapatkan Candida albicans (136 kasus), Candida tropicalis
(12 kasus), dan Candida guillermondi (2 kasus). Dan diabetes mellitus menjadi faktor
predisposisi pada 22 orang pasien.6

II.2.3 Etiologi
Yang tersering sebagai penyebab adalah Candida albicans. Spesies patogenik
yang lainnya adalah C. tropicalis C. parapsilosis, C. guilliermondii, C. krusei, C.
pseudotropicalis, C. lusitaneae .Sebagian besar dari spesies C. albicans tidak bersifat
menguntungkan maupun merugikan. Kolonisasi C. albicans dapat diisolasi dari kulit,

4
mulut, selaput mukosa vagina dan feses orang normal. 3

II.2.4 Klasifikasi

Berdasarkan tempat yang terkena CONANT dkk.(1971), membaginya sebagai

berikut: (1)

1. Kandidiasis selaput lendir:

- Kandidosis oral (thrush)

- Perleche

- Vulvovaginitis

- Balanitis atau balanopostitis

- Kandidosis mukokutan kronik

- Kandidosis bronkopulmonar dan paru

2. Kandidiasis kutis:

- Lokalisata: daerah intertriginosa dan daerah perianal

- Generalisata

- Paronikia dan onikomikosis

- Kandidosis kutis granulomatosa

3. Kandidiasis sistemik:

- Endokarditis

- Meningitis

- Pielonefritis

- Septikemia

4. Reaksi id

5
II. 2.5 Patogenesis

Infeksi kandida dapat terjadi, apabila ada faktor predisposisi baik endogen

maupun eksogen. 1

Faktor endogen:

1. Perubahan fisiologik

a. Kehamilan

b. Obesitas

c. Debilitas

d. Iatrogenik

e. Endokrinopati

f. Penyakit kronik dengan keadaan umum yang buruk.

2. Umur: usia tua dan bayi lebih mudah terkena infeksi ini karena status

imunologi yang tidak sempurna.

3. Imunologik: penyakit genetik.

Faktor eksogen:

1. Iklim, panas, dan kelembaban.

2. Kebersihan kulit.

3. Kebiasaan merendam kaki dalam air yang lama.

4. Kontak langsung dengan penderita, misalnya pada thrush, balanopostitis. 1

Candida albicans bentuk yeast-like fungi dan beberapa spesies kandida yang
lain memiliki kemampuan menginfeksi kulit, membran mukosa, dan organ
dalam tubuh. Organisme tersebut hidup sebagai flora normal di mulut,
traktus vagina, dan usus. Mereka berkembang biak melalui ragi yang berbetuk
oval.

6
Kelainan yang disebabkan oleh spesies kandida ditentukan oleh
interaksi yang komplek antara patogenitas fungi dan mekanisme pertahanan
pejamu.7 Faktor penentu patogenitas kandida adalah :
 Spesies : Genus kandida mempunyai 200 spesies, 15 spesies dilaporkan
dapat menyebabkan proses pathogen pada manusia. C.albicans adalah
kandida yang paling tinggi patogenitasnya.
 Daya lekat : Bentuk hifa dapat melekat lebih kuat daripada germtube,
sedang germtube melekat lebih kuat daripada sel ragi. Bagian terpenting untuk
melekat adalah suatu glikoprotein permukaan atau mannoprotein. Daya lekat
juga dipengaruhi oleh suhu lingkungan.
 Dimorfisme : C. albicans merupakan jamur dimorfik yang mampu tumbuh
dalam kultur sebagai blastospora dan sebagai pseudohifa. Dimorfisme terlibat
dalam patogenitas kandida. Bentuk blastospora diperlukan untuk memulai
suatu lesi pada jaringan dengan mengeluarkan enzim hidrolitik yang merusak
jaringan. Setelah terjadi lesi baru terbentuk hifa yang melakukan invasi.
 Toksin : Toksin glikoprotein mengandung mannan sebagai komponen
toksik. Glikoprotein khususnya mannoprotein berperan sebagai adhesion
dalam kolonisasi jamur. Kanditoksin sebagai protein intraseluler diproduksi
bila C. albicans dirusak secara mekanik.
 Enzim : Enzim diperlukan untuk melakukan invasi. Enzim yang dihasilkan
oleh C. albicans ada 2 jenis yaitu proteinase dan fosfolipid.
Mekanisme pertahanan pejamu :
 Sawar mekanik :
Kulit normal sebagai sawar mekanik terhadap invasi kandida. Kerusakan
mekanik pertahanan kulit normal merupakan faktor predisposisi terjadinya
kandidiasis.
 Substansi antimikrobial non spesifik: Hampir semua hasil sekresi dan cairan
dalam mamalia mengandung substansi yang bekerja secara non spesifik
menghambat atau membunuh mikroba.
 Fagositosis dan intracellular killing : Peran sel PMN dan makrofag
jaringan untuk memakan dan membunuh spesies kandida merupakan
mekanisme yang sangat penting untuk menghilangkan atau
memusnahkan sel jamur. Sel ragi merupakan bentuk kandida yang siap

7
difagosit oleh granulosit. Sedangkan pseudohifa karena ukurannya, susah
difagosit. Granulosit dapat juga membunuh elemen miselium kandida.
Makrofag berperan dalam melawan kandida melalui pembunuhan
intraseluler melalui system mieloperoksidase (MPO).
 Respon imun spesifik : imunitas seluler memegang peranan dalam
pertahanan melawan infeksi kandida.Terbukti dengan ditemukannya
defek spesifik imunitas seluler pada penderita kandidiasi mukokutan
kronik, pengobatan imunosupresif dan penderita dengan infeksi HIV. Sistem
imunitas humoral kurang berperan, bahkan terdapat fakta yang
memperlihatkan titer antibodi antikandida yang tinggi dapat
menghambat fagositosis.7,8

 Mekanisme imun seluler dan humoral


Tahap pertama timbulnya kandidiasis kulit adalah menempelnya kandida pada
sel epitel disebabkan adanya interaksi antara glikoprotein permukaan kandida
dengan sel epitel. Kemudian kandida mengeluarkan zat keratinolitik
(fosfolipase), yang menghidrolisis fosfolipid membran sel epitel. Bentuk
pseudohifa kandida juga mempermudah invasi jamur ke jaringan. Dalam
jaringan kandida mengeluarkan faktor kemotaktik neutrofil yang akan
menimbulkan reaksi radang akut. Lapisan luar kandida mengandung
mannoprotein yang bersifat antigenik sehingga akan mengaktifasi komplemen
dan merangsang terbentuknya imunoglobulin. Imunoglobulin ini akan
membentuk kompleks antigen-antibodi di permukaan sel kandida, yang dapat
melindungi kandida dari fungsi imunitas tuan rumah. Selain itu kandida juga
akan mengeluarkan zat toksik terhadap netrofil dan fagosit lain.
 Mekanisme non imun
Interaksi antara kandida dengan flora normal kulit lainnya akan
mengakibatkan persaingan dalam mendapatkan nutrisi seperti glukosa.8
Menempelnya mikroorganisme dalam jaringan sel pejamu menjadi syarat
mutlak untuk berkembangnya infeksi. Secara umum diketahui bahwa interaksi
antara mikroorganisme dan sel pejamu diperantarai oleh komponen spesifik
dari dinding sel mikroorganisme, adhesin dan reseptor. Manan dan
manoprotein merupakan molekul-molekul Candida albicans yang

8
mempunyai aktifitas adhesif. Khitin, komponen kecil yang terdapat pada
dinding sel Candida albicans juga berperan dalam aktifitas adhesif. Pada
umumnya Candida albicans berada dalam tubuh manusia sebagai saproba dan
infeksi baru terjadi bila terdapat faktor predisposisi pada tubuh pejamu.

Kehamilan, kontrasepsi oral, antibiotik, diabetes, kulit yang lembab,


pengobatan steroid topikal, endokrinopati yang menetap, dan faktor yang berkaitan
dengan penurunan imunitas seluler menyediakan kesempatan ragi menjadi
patogenik dan memproduksi spora yang banyak pseudohifa atau hifa yang utuh
dengan dinding septa.
Ragi hanya menginfeksi lapisan terluar dari epitel membran mukosa dan kulit
(stratum korneum). Lesi pertama berupa pustul yang isinya memotong secara
horizontal di bawah stratum korneum dan yang lebih dalam lagi. Secara klinis
ditemukan lesi merah, halus, permukaan mengkilap,cigarette paper-like, bersisik, dan
bercak yang berbatas tegas. Membran mukosa mulut dan traktus vagina yang
terinfeksi terkumpul sebagai sisik dan sel inflamasi yang dapat berkembang menjadi
curdy material.
Kebanyakan spesies kandida memiliki faktor virulensi termasuk faktor protease.
kelemahan faktor virulensi tersebut adalah kurang patogenik. Kemampuan bentuk
yeast untuk melekat pada dasar epitel merupakan tahapan paling penting untuk
memproduksi hifa dan jaringan penetrasi. Penghilangan bakteri dari kulit, mulut, dan
traktus gastrointestinal dengan flora endogen akan menyebabkan penghambatan
microflora endogen, kebutuhan lingkungan yang berkurang dan kompetisi zat
makanan menjadi tanda dari pertumbuhan kandida.
Jumlah infeksi kandida meningkat secara dramatis pada beberapa tahun terakhir,
mencerminkan peningkatan jumlah pasien yang immunocompromised. Secara
spesifik, tampak makin bertambahnya umur semakin pula terjadi peningkatan angka
kesakitan dan kematian. Meskipun infeksi kandidiasis superfisial dipercaya termasuk
ringan, akan tetapi menyebabkan kematian pada populasi lanjut usia. Candida
albicans juga dapat menyerang kulit dengan folikel rambut yang aktif atau istirahat.
Infeksi kandida diperburuk oleh pemakaian antibiotik, perawatan diri yang
jelek, dan penurunan aliran saliva, dan segala hal yang berkaitan dengan umur. Dan
pengobatan dengan agen sitotoksik (methotrexate, cyclophosphamide) untuk kondisi

9
rematik dan dermatologik atau kemoterapi agresif untuk keganasan pada pasien usia
lanjut memberikan resiko yang tinggi.

II.2.6 Gejala Klinis

1. Kandidiasis kutis :

1.1 Kandidosis intertriginosa

Gambar 2. Kandidiasis Intertriginosa

Lesi mengenai daerah pelipatan-pelipatan badan, umbilikus,

pannikulus (lipatan lemak badan). Lesi berupa bercak yang berbatas tegas,

bersisik, basah, dan eritematosa dikelilingi oleh vesikel-vesikel dan pustul-

pustul kecil atau bula yang bila pecah meninggalkan daerah erosi, dengan

pinggir yang kasar dan berkembang seperti lesi primer.1 Kandidiasis

mengenai sela jari tangan (tersering) pada sela jari ketiga dan keempat,

yang sering kena air. 9

1.2 Kandidosis perianal

Lesi berupa maserasi seperti infeksi dermatofit tipe basah. Penyakit ini

menimbulkan pruritus ani. 1

1.3 Kandidosis kutis generalisata

Lesi mengenai daerah pelipatan-pelipatan badan, umbilikus,

pannikulus (lipatan lemak badan). Kulit nyeri, inflamasi, eritematus dan

10
ada satelit vesikel/pustul, bula atau papulopustular yang pecah

meninggalkan permukaan yang kasar dengan tepi erosi. 10

1.4 Paronikia dan onikomikosis

Lesi berupa kemerahan, bengkak yang tidak bernanah, kuku menjadi

tebal, mengeras, dan berlekuk-lekuk, kadang-kadang berwarna kecoklatan,

tidak rapuh, tetap berkilat dan tidak terdapat sisa jaringan di bawah kuku

seperti pada tine unguium.(1)

Gambar 3. Onikomikosis

1.5 Kandidosis napkin (Diaper Rash)

Gambar 4. Diaper Rash

Sering terdapat pada bayi yang popoknya selalu basah dan jarang

diganti yang dapat menimbulkan dermatitis iritan, juga sering diderita

neonatus sebagai gejala sisa dermatitis oral dan perianal.1

11
1.6 Kandidosis granulomatosa

Penyakit ini sering menyerang anak-anak lesi berupa papul kemerahan

tertutup krusta tebal berwarna kuning kecoklatan dan melekat erat pada

dasarnya. Krusta ini dapat menimbul seperti tanduk sepanjang 2 cm,

lokasinya sering terdapat di wajah, kepala, kuku, badan dan tungkai. 1

II.2.7 Diagnosis

1. Anamnesis dan gejala klinik yang khas.

Kandidiasis kutis biasanya terja di pada lipatan kulit yang lembab

dan termaserasi. Keluhan yang sering terjadi adalah gatal, kemerahan,

dan daerah yang termaserasi.(6) Kulit nyeri, inflamasi, eritematous, dan

ada satelit vesikel/pustula, bula atau papulopustular yang pecah

meninggalkan permukaan yang kasar dengan tepi yang erosi. 7

2. Pemeriksaan penunjang dengan pemeriksaan dengan KOH 10-20% dan

pengecatan gram.

Pada pemeriksaan dengna KOH 10% menunjukan adanya spora dan

pseudohifa, namun pada kandidiasis kutis tidak selalu tampak.(7,8) Pada

pengecetan gram, yeast akan menjadi dense, gram positif, oviod

bodies, diameter 2-5µm. Kombinasi antara Gomori Methanemine

Silver (GMS) dan Congo Red dapat bermanfaat untuk mendiagnosa

banding infeksi fungi. Pada Blastomyces dan Pityrosporum

memberikan hasil positif pada hasil pengecetan, sedangkan pada

Candida dan Hitoplasma negatif.8

12
Gambar 5. Species Candida pada pemeriksaan KOH 10%

3. Kultur.

Gambar 6. Hasil kultur Species Candida

Pada kultur C. albicans harus dibedakan dengan jenis kandida

yanng lain, yang biasanya jarang menjadi patogen. Seperti C. krusei,

C. stellatoidea, C. tropicalis, C. pseudotropicans, dan C.

guilliermondii. Kultur pada Sabouraud glucose agar yang dibubuhi

antibiotik (kloramfenikol) menunjukan hasil biakan yang seperti krim,

keabu-abuan, dan koloni basah dalam waktu 4 hari. 8

4. Histo PA bila diagnosis meragukan.

Dengan pengecetan PAS (Periodic Acid-Schiff) atau GMS . pilihan

untuk kandida leukoplakia dan bila diperlukan pada kandidiasis kutis.7

5. Glukosa darah dan reduksi urine untuk melihat diabetes mellitus.7

II.2.8 Diagnosis Banding

13
o Eritrasma

Lesi di lipatan ketiak dan lipat paha, lesi lebih merah, batas

tegas, kering tidak ada lesi satelit, perluasan lesi terlihat pada pinggir

yang eritematosa dan serpiginosa, lesi tidak menimbul, pemeriksaan

dengan sinar Wood positif menunjukkan warna merah bata.

o Dermatitis

Lesi kulit berupa eritema, edema, vesikel atau bula, erosi dan
eksudasi, sehingga tampak basah. Tidak ditemukan lesi satelit.
Penderita juga mengeluh gatal.

o Dermatofitosis5

Lesi pada lipat paha, perineum, sekitar anus. Lesi berbatas


tegas, peradangan pada tepi lebih nyata (central healing). Jika menahun
berupa bercak hitam disertai sedikit sisik. Erosi dan keluarnya cairan
akibat garukan. Pemeriksaan sinar Wood positif menunjukkan warna
hijau kebiruan.

II.2.9 Penatalaksanaan

- Umum

- Mengurangi dan mengobati faktor-faktor predisposisi.

- Mengobati infeksi sekunder

• Topikal:

- larutan ungu gentian ½ - 1% (selaput lendir), 1-2% (kulit) 

1hari 2 kali selama 3 hari

- nistatin: krim, salep, emulsi

- amfoterisin B

- Gol. Azol :
14
- mikonazol krim 2 %

- klotrimazol bedak,larutan,krim 2%

- tiokonazol,isokonazol,bufonazol

- Sipropiroksolamin krim 1%

- Sistemik

Indikasi:

- Bila lesi luas

- Penderita imunokompromais berat.

- Paronikia yang gagal dengan obat topikal/ berat/ kronis.

Tablet oral:

 Klotrimazol vaginal 500 mg dosis tunggal kandidiasis vaginalis

 Klotrimazol 200 mg 3 hari

 Ketokonazol 2 x 200 mg p.o 5 hari

 Itrakonazol 2 x 200 mg dosis tunggal

 Flukonazol 150 mg dosis tunggal 5

Penggunaan obat anti jamur yang standard hanya flukonazol,


itrakonazol, dan flucytosine. Atau bahkan dapat menggunakan obat
antijamur golongan azol terbaru antara lain voriconazole, ravuconazole,
posaconazole.
Amorolfine biasa digunakan karena efektifitasnya sebagai terapi
topical pada kandidiasis superficial yang disebabkan oleh jamur dan
dermatofitosis dan afinitasnya yang tinggi terhadap stratum korneum dan
kuku.
Obat anti jamur imidazol, clotrimazol, mikonazol, econazol,
oxiconazol dan bifonazol digunakan secara luas sebagai pengobatan topikal
dermatofitosis. Beberapa tahun terakhir, imidazol (lanakonazol) dan tiga kelas
anti jamur gabungan benzylamine (butenafine), alylamine (terbinafine) dan
morfin (amorolfine), telah berhasil dikembangkan dan diperkenalkan dalam

15
penggunaan di klinik. Obat-obat terbaru ini lebih aktif daripada imidazol
sebelumnya untuk melawan dermatofitosis secara in vitro dan in vivo
dermatofitosis pada babi sebagai binatang percobaan.

XII. Prognosis

Umumnya baik, bergantung pada berat ringannya faktor predisposisi. 1

16
BAB III
LAPORAN KASUS

II.1 Identitas
Nama : Ny. M
Usia : 60 tahun
Agama : Islam
Alamat : Kauman
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
No. RM : 003643-2014

III.2 Anamnesis
III.2.1 Keluhan Utama
Pasien mengeluhkan terdapat bercak kemerahan yang terasa gatal pada
tangan dan lehernya.

III.2.2 Keluhan Tambahan


Pasien mengaku gatal bertambah saat sedang berkeringat.
III.2.3 Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang pada hari Kamis, tanggal 13 Januari 2015 ke Poliklinik
Kulit dan Kelamin RSUD Ambarawa dengan keluhan bercak kemerahan
yang terasa gatal pada tangan dan lehernya. Keluhan dimulai sejak sebulan
sebelum berobat ke Rumah Sakit, diawali dengan bercak merah yang
muncul pada tangan kanan kemudian menyebar ke tangan kiri. Bercak
kemerahan pada lehernya muncul kurang lebih tiga hari sebelum berobat.
Awalnya bercak merah ini tidak disadari, namun bercak semakin membesar
dan semakin gatal hingga saat ini. Rasa gatal diakui pasien muncul sewaktu
– wakti dan hilang timbul terutama saat pasien berkeringat.
III.2.4 Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien mengatakan baru pertama kali mengalami penyakit kulit seperti
ini dan pasien menyangkal pernah mengalami penyakit kulit lain. Pasien
menyangkal memiliki riwayat alergi baik makanan maupun obat-obatan,
Namun pasien mengaku sudah bertahun – tahun memiliki penyakit
Diabetes Melitus, dengan GDS terakhir 125.
17
III.2.5 Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien mengaku tidak ada yang mengalami penyakit serupa di
keluarganya.

III.2.6 Riwayat Pengobatan


Pasien mengaku sudah pernah mengobati keluhannya tersebut kepada
dokter dan diberikan obat cetirizin, metilprednisolon,dan dexametason,
namun pasien mengaku keluhan yang dirasakan belum membaik. Pasien
juga mengaku masih rajin kontrol untuk penyakit DM yang dideritanya dan
masih rutin mengkonsumsi obat – obatan DM , yakni Glimepirid dan
Acarbose.

III.2.7 Riwayat Kehidupan Sosial


Pasien mengaku tinggal serumah dengan suaminya dan pasien adalah
seorang ibu rumah tangga. Pasien berobat menggunakan asuransi BPJS.
Dalam kesehariannya, pasien mengaku cukup menjaga kebersihan
dirinya dengan mandi 2 kali sehari dan selalu mengganti bajunya setiap
hari. Pasien juga mengaku rutin membersihkan rumah dan menjemur
pakaian di luar agar terkena sinar matahari.

III.3 Pemeriksaan Fisik


III.3.1 Status Generalis
Keadaan Umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos mentis
Tanda Vital
Tekanan darah : 130/80 mmHg
Nadi : 85 kali/menit
Pernapasan : 22 kali/menit
Suhu : Afebris
Kepala
Bentuk kepala : Normocephale
Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik

18
Gigi-Mulut : Lengkap, mulut basah
Leher : KGB tidak membesar
Thoraks
Jantung : Bunyi jantung normal, murmur (-), gallop (-)
Paru : Bunyi napas vesikuler pasa seluruh lapang paru,
ronkhi (-)/(-), wheezing (-)/(-)
Abdomen : Dalam batas normal
Ekstremitas : Edema (-)/(-), sianosis (-), capillary refill time <2 detik

III.3.2 Status Dermatologis


Lokasi : Kedua tangan kanan dan kiri
Leher sebelah kiri
Distribusi : Terlokalisir
Bentuk : Tidak khas
Susunan : Tidak khas
Batas : Tegas
Ukuran : Plakat
Efloresensi : Makula eritematosa, papul – papul, skuama

Gambar 9. Pada daerah lengan kanan bagian bawah terdapat daerah makula
eritematosa, papul – papul dan skuama yang terasa gatal.

19
Gambar 8. Pada daerah lengan kiri bawah terdapat daerah makula eritematosa
dan terasa gatal

Gambar 9. Pada daerah leher sebelah kiri terdapat gambaran daerah makula
eritematosa berskuama dan terasa gatal

III.4 Pemeriksaan Laboratorium


Pemeriksaan laboratorium yang dianjurkan adalah kerokan kulit
dengan KOH 10% untuk menemukan etiologi pasti dari kelainan atau dengan
pewarnaan gram akan terlihat sel ragi, blastospora atau hifa semu.

III.5 Diagnosis
III.5.1 Diagnosis Kerja
Kandidiasis Kutis
III.5.2 Diagnosis Banding
Eritrasma
Dermatitis Kontak
Dermatofitosis

III.6 Tatalaksana
20
III.6.1 Farmakologis
 Ketokonazole tablet 200 mg 1 x 1
 Mikonazole cream 2% dioleskan pagi dan sore setelah mandi
 Cetirizine tablet 10 mg 1 x 1
III.6.2 Non-Farmakologis
 Menjaga kebersihan badan dengan mandi 2 kali sehari, dan
menjaganya tetap kering
 Sering mengganti pakaian jika lembab
 Memakai pakaian yang menyerap keringat
 Hindari pemakaian pakaian yang berlapis-lapis
 Memberikan edukasi kepada pasien agar kontrol teratur ke dokter kulit
karena pengobatan memakan waktu yang cukup lama

III.7 Prognosis
Dubia ad bonam

21
BAB IV
PEMBAHASAN

Kandidiasis merupakan penyakit infeksi jamur y ang masih sering dijumpai.


Telah dilaporkan sebuah kasus Ny. M , 60 tahun datang dengan keluhan terdapat
bercak kemerahan dan gatal pada kedua tangan dan leher sebelah kiri. Pasien
mengaku keluhan berawal dari tangan kanan kemudian menjalar ke tangan kiri lalu
kemudian leher. Pasien mengaku gatal bertambah terutama saat pasien berkeringat.
Pasien belum pernah menderita penyakit serupa sebelumnya dan di keluarga pasien
tidak ada yang mengalami penyakit serupa. Pasien juga mengaku menderita DM
selama bertahun – tahun dan masih rutin menkonsumsi obat DM.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan gambaran makula eritematosa disertai
gambaran papul – papul serta skuama yang terlihat pada bagian kedua lengan pasien
serta bagian leher sebelah kiri. Pemeriksaan lab dan KOH tidak dilakukan .
Diagnosis dari pasien ini adalah kandidiosis kutis berdasarkan keluhan awal
yakni bercak kemerahan yang terasa gatal disertai gambaran efloresensi dari
pemeriksaan fisik berupa mekula eritem disertai papul – papul dan skuama yang
merupakan ciri gambaran klinis dari kandidiasis.
Pengobatan yang diberikan pada pasien ini adalah mikonazol cream 2 %
sebagai obat topikal dalam mengatasi infeksi oleh kandida, ketokonazol tab 1 x1
sebagai obat oral sistemik dan Cetirizin tab 1 x1 sebagai antihistamin guna
mengurangi rasa gatal.

22
DAFTAR PUSTAKA

1. Kuswadji. Kandidosis. Ilmu penyakit Kulit dan Kelamin Edisi VI. Balai
Penerbit FKUI. Jakarta : 2011. Hal 106-109
2. Hay R J, Ashbee H R. Mycology. In:Rook’s Textbook of Dermatology. Vol II.
Blackwell Punlishing, UK: 2010. p 36.56-36.6
3. Budimulja U. Kandidosis / kandidiasis. Media Dermato-venereologica
Indonesiana 2001; 1: 3.
4. Verma S, Heffernan PM. Fungal Disease. In: Wolff K, Goldsmith AL, Katz
IS, Gilchrest AB, Paller SA, Leffel JD, editors. Fitzpatrick’s Dermatology In
General Medicine. 7th ed. New York: McGraw Hill; 2008. p. 1807-25
5. Djuanda. A, Hamzah. M, Aisah. S. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi
keempat, cetakan pertama, Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2005 ; 92 – 99
6. Abbas KA, Mohammed AZ, Mahmoud SI. Superficial Fungal infections.
Mustansiriya Medical Journal. Vol. 11 Issue 1 June 2012. p. 75-7
7. Lakshmipathy TD, Kannabiran K. Review on dermatomycosis: pathogenesis
and treatment. Natural Science. [serial online] 2010 [cited November 30
2014]; 2(7): [4 screens]. Available from : http://www.scirp.org/journal/NS/
8. Straten VRM, Hossain AM, Ghannoum AM. Cutaneus infections
Dermatophytosis, onychomycosis and tinea versicolor. USA: Elsevier; 2003.
p. 86-92
9. Verma S, Heffernan PM. Fungal Disease. In: Wolff K, Goldsmith AL, Katz
IS, Gilchrest AB, Paller SA, Leffel JD, editors. Fitzpatrick’s Dermatology In
General Medicine. 7th ed. New York: McGraw Hill; 2008. p. 1807-25
10. Shroff PS. Clinical and mycological spectrum of cutaneous candidiasis in
Bombay. In : Journal of Postgraduate Medicine. 1990. Volume 36/2. 83-86.
11. Suyoso Sunarso, Ervianti Evy, Barakbah Jusuf. Kandidiasis Superfisialis.
Pedoman Diagnosis dan Terapi-edisi III. Bag/ SMF Ilmu Kulit dan Kelamin.
RSU Dokter Soetomo: Surabaya. 2005. Hal 72-77
12. William D James, Timothy G Berger, Dirk M Elston. Editors. Diseases
Resulting from Fungi and Yeast, In:Andrews’ Disease of the Skin: Clinical
Dermatology, Tenth Edition. Philadelphia: W.B Saunders Company. 2006. P
297-301

23

Anda mungkin juga menyukai