Anda di halaman 1dari 24

Tugas Ilmu Kesehatan Masyarakat

DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD)

Disusun Oleh :

REZKI RAMDANI
KESMAS A
70200114007

JURUSAN KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR
2017
2

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim
Assalamualaikum Wr. Wb.
Puji syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena hanya dengan
limpahan rahmat, taufik dan hidayah-Nyalah Penulis dapat menyelesaikan
makalah ini. Sholawat serta salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad
SAW, keluarga, sahabat dan pengikut-pengikutnya hingga akhir zaman.
Penyusunan makalah ini dibuat Penulis dalam rangka memenuhi tugas
Ilmu Kesehatan Masyarakat. Penulis menyadari banyak kekurangan dalam
penyusunan makalah ini. Namun, Penulis berharap semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi Penulis pada khususnya dan pembaca pada umumnya.
Wassalamualaikum Wr. Wb.

Samata Gowa, 5 November 2017

Penulis
3

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ......................................................................................... 1

KATA PENGANTAR .......................................................................................... 2

DAFTAR ISI ......................................................................................................... 3

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang .................................................................................... 4


B. Rumusan Masalah ............................................................................... 7
C. Tujuan.................................................................................................. 7

BAB II TINJUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang DBD ........................................................... 8


B. Faktor Risiko Kejadian DBD .............................................................. 12
C. Pengobatan DBD ................................................................................. 14
D. Pencegahan DBD ................................................................................ 14

BAB III KASUS TERKAIT DBD ............................................................... 17

BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan ...................................................................................... 22
B. Saran ............................................................................................... 22
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 23
4

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dengue adalah masalah kesehatan masyarakat internasional dan

meningkat secara drastis. Migrasi dan perdagangan internasional terus membawa

vektor baru dan patogen ke dalam wilayah geografis baru. Yang menarik adalah

virus dengue (DENV) merupakan infeksi subklinis atau tanpa gejala. Tidak hanya

infeksi tersebut yang berkontribusi pada penyebaran global DENV, tetapi juga

prevalensi tingkat populasi yang tinggi juga mempengaruhi penyebaran virus

Dengue ini (Grange, dkk., 2014).

Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit menular yang

disebabkan oleh virus dengue. Penyakit DBD tidak ditularkan secara langsung

dari orang ke orang, tetapi ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk

Aedes aegypti yang menimbulkan beberapa gejala, salah satunya gejala demam

tinggi. Umumnya, pasien DBD mengalami gejala demam tinggi mendadak selama

2-7 hari, yang diikuti fase kritis. Pada fase kritis, pasien sudah tidak mengalami

demam, namun ini merupakan tanda awal terjadinya syok apabila terlambat dalam

melakukan penanganan (Mulyati, 2016).

World Health Organization (WHO) menggambarkan terdapat 50-‐100 juta

kasus penyakit Dengue diseluruh dunia setiap tahun, dimana 250.000-‐500.000

kasus adalah DBD angka kematian sekitar 24.000 jiwa pertahun (Riska, 2017).

Kasus penyakit DBD dalam beberapa dekade terakhir telah berkembang di

seluruh dunia. Lebih dari 100 negara di seluruh dunia endemik penyakit DBD
5

khususnya di wilayah Afrika, Amerika, Mediterania Timur, Asia Tenggara dan

Pasifik Barat. Laporan kasus DBD di seluruh Amerika, Asia Tenggara dan Pasifik

Barat melebihi 1,2 juta pada tahun 2008 dan meningkat sebesar lebih dari 3 juta

pada tahun 2013. Kasus DBD juga dilaporkan terjadi di Jepang setelah selang

lebih dari 70 tahun tidak pernah ada kasus DBD. Pada tahun 2015 terjadi

peningkatan jumlah kasus yang dilaporkan di Brazil. Di Indonesia pada tahun

2012 jumlah kasus DBD meningkat yakni 90.245 kasus dengan IR 37 per 100.000

penduduk dan Case Fatality Rate (CFR) 0,9 %. Pada tahun 2013 jumlah penderita

DBD terus meningkat yaitu sebanyak 112.511 orang dan jumlah kasus meninggal

sebanyak 871 penderita atau CFR 0,7 %. Sementara pada tahun 2014, sampai

pertengahan bulan Desember tercatat penderita DBD di 34 provinsi di Indonesia

sebanyak 71.668 orang, dan 641 di antaranya meninggal dunia atau dengan CFR

0,9% (Mulyati, 2017).

Sebagaimana diketahui bahwa penyakit DBD adalah suatu penyakit

endemik, dimana jika tidak ditangani dengan serius akan memakan banyak korban

jiwa. Meskipun Kota Makassar belum masuk dalam kategori sebagai daerah

dengan Kejadian Luar Biasa (KLB) untuk DBD, namun banyaknya penderita

dalam kurun waktu 5 tahun terakhir mulai menampakkan gejala ke arah KLB.

Pada rumah-rumah sakit terbesar yang ada di Kota Makassar, baik yang statusnya

rumah sakit negeri maupun swasta, penyakit ini masuk dalam kategori penyakit

dengan jumlah penderita terbanyak berdasarkan laporan hasil penelitian yang

dilakukan oleh Anisa tahun 2006 di RS Wahidin Sudiro Husodo (Anisa, 2017).
6

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana tinjauan umum tentang penyakit Demam Berdarah Dengue

(DBD)?

2. Bagaimana faktor risiko penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD)?

3. Bagaimana pencegahan dan pengobatan penyakit Demam Berdarah

Dengue (DBD)?

4. Bagaimana komplikasi dari penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD)?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui bagaimana tinjauan umum tentang penyakit Demam

Berdarah Dengue (DBD).

2. Untuk mengetahui bagaimanakah faktor risiko penyakit Demam Berdarah

Dengue (DBD).

3. Untuk mengetahui bagaimanakah pencegahan dan pengobatan penyakit

Demam Berdarah Dengue (DBD).

4. Untuk mengetahui bagaimana komplikasi dari penyakit Demam Berdarah

Dengue (DBD).
7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Demam Berdarah Dengue (DBD)

1. Definisi Demam Berdarah Dengue (DBD)

Demam berdarah adalah infeksi virus nyamuk yang disebabkan oleh

virus dengue. Infeksi dengue yang ditularkan oleh nyamuk betina terutama dari

spesies Aedes aegypti dan, pada tingkat lebih rendah, Aedes albopictus juga dapat

terinfeksi virus. Nyamuk ini akan menggigit di pagi atau sore hari kali tetapi

infeksi akan menyebar pada setiap saat sepanjang hari. Nyamuk akan mengambil

darah dari orang yang terinfeksi demam berdarah, dari 2-10 hari setelah gigitan

nyamuk akan menginfeksi dengan virus dan virus akan menyebar ke seluruh

jaringan nyamuk termasuk kelenjar ludah nya. Hari ini, demam berdarah serius

pengaruh paling Asia dan Amerika Latin negara dan telah berubah menjadi

sumber utama rawat inap dan menginfeksi anak-anak dan dewasa di wilayah ini

(Arigi, 2016).

Wabah pertama dilaporkan pada tahun 2010, diikuti oleh wabah yang

luas pada tahun 2011. Menurut WHO tingkat kematian akibat demam berdarah

kira-kira 5% . Nyamuk Aedes albopictus ditemukan menjadi vektor terpenting

dalam daerah yang telah disurvei, diikuti oleh nyamuk demam kuning. DENV-2

yang merupakan serotipe yang berlaku. case fatality rate pada pasien dengan

infeksi dengue yang berat yang terdiri dari demam berdarah dengue (DBD) dan

dengue shock syndrome (DSS) dapat mencapai 44% (Reddy, dkk., 2017).
8

Jika intervensi terjadi di awal, angka kematian kurang dari 1%. Demam

berdarah mengakibatkan demam yang biasa yang menyebabkan komplikasi

berbahaya. Dengue reinfeksi diamati lebih parah pada anak-anak karena fenomena

imunologi. Pada tahun 2010, 25 kasus dan lima kematian dilaporkan dari Chennai

serta peningkatan pesat dalam kasus DBD pada tahun 2012 dan menjadi masalah

kesehatan masyarakat di Timur India sebagai mayoritas kasus yang

mempengaruhi remaja muda (Reddy, dkk., 2017).

2. Etiologi

Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus

dengue, yang termasuk dalam genus Flavivirus, keluarga Flaviviridae. Flavivirus

merupakan virus dengan diameter 30nm terdiri dari asam ribonukleat rantai

tunggal dengan berat molekul 4 x 106.

Terdapat 4 serotipe virus tipe yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4

yang semuanya dapat menyebabkan demam dengue atau demam berdarah dengue

keempat serotype ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotype

terbanyak. Terdapat reaksi silang antara serotype dengue dengan Flavivirus lain

seperti Yellow fever, Japanese encephalitis dan West Nile virus (Suhendro,

Nainggolan, Chen).

3. Epidemiologi DBD

Demam berdarah dengue tersebar di wilayah Asia Tenggara, Pasifik

Barat dan Karibia. Indonesia merupakan wilayah endemis dengan sebaran di

seluruh wilayah tanah air. Insiden DBD di Indonesia antara 6 hingga 15 per

100.000 penduduk (1989 hingga 1995); dan pernah meningkat tajam saat
9

kejadian luar biasa hingga 35 per 100.000 penduduk pada tahun 1998, sedangkan

mortalitas DBD cenderung menurun hingga mencapai 2% pada tahun 1999.

Penularan infeksi virus dengue terjadi melalui vektor nyamuk genus

Aedes (terutama A. aegypti dan A. albopictus). Peningkatan kasus setiap

tahunnya berkaitan dengan sanitasi lingkungan dengan tersedianya tempat

perindukan bagi nyamuk betina yaitu bejana yang berisi air jernih (bak mandi,

kaleng bekas dan tempat penampungan air lainnya).

Beberapa faktor diketahui berkaitan dengan peningkatan transmisi virus

dengue yaitu :

a. Vektor : perkembang biakan vektor, kebiasaan menggigit, kepadatan vektor

di lingkungan, transportasi vektor dilingkungan, transportasi vektor dai satu

tempat ke tempat lain;

b. Pejamu : terdapatnya penderita di lingkungan/keluarga, mobilisasi dan

paparan terhadap nyamuk, usia dan jenis kelamin;

c. Lingkungan : curah hujan, suhu, sanitasi dan kepadatan penduduk (WHO,

2000)

4. Manifestasi Klinis Penyakit DBD

Manifestasi klinis infeksi virus dengue dapat bersifat asimtomatik, atau

dapat berupa demam yang tidak khas, demam dengue, demam berdarah dengue

atau sindrom syok dengue (SSD).

Pada umumnya pasien mengalami fase demam 2-7 hari, yang diikuti oleh

fase kritis selam 2-3 hari. Pada waktu fase ini pasien sudah tidak demam, akan
10

tetapi mempunyai risiko untuk terjadi renjatan jika tidak mendapat pengobatan

tidak adekuat (Kabra, Jain, Singhal, 1999).

5. Gejala

a. Demam

Penyakit ini didahului oleh demam tinggi yang mendadak, terus-menerus

berlangsung 2-7 hari, kemudian turun dengan cepat.

1) Tanda-tanda perdarahan

Sebab : - Trombositopenia

- Gangguan fungsi trombosit

2) Bentuk perdarahan dapat berupa :

a) Uji Torniquet (Rumple Leede) positif

b) Petechia, purpura, echymosis dan perdarahan conjunctiva

c) Epistaxis

d) Hematemesis, melena

e) haematuria

f) Hepatomegali

b. Shock

Masa kritis dari penyakit terjadi pada akhir fase demam, pada saat ini

terjadi penurunan suhu yang tiba-tiba yang sering disertai dengan gangguan

sirkulasi yang bervariasi dalam berat-ringannya. Pada kasus dengan gangguan

sirkulasi ringan perubahan yang terjadi minimal dan sementara, pada kasus berat

penderita dapat mengalami syok.

Tanda-tanda shock :
11

1) Kulit akral dan ujung hidung teraba dingin dan lembab

2) Penderita gelisah

3) Sianosis

4) Nadi cepat, lemah, kecil sampai tidak teraba

5) Perdarahan

6. Trombositopeni

a. Jumlah trombosit <150.000/mm3 pada hari ke 3-7 saat sakit

b. Pemeriksaan dilakukan minimal 2 kali

7. Hemokonsentrasi : meningkatnya nilai hematokrit (Ht)

8. Gejala klinik lain :

a. Anoreksia, lemah, mual, muntah, sakit perut, diare at konstipasi dan kejang

b. Hiperpireksia dan penurunan kesadaran

c. Sakit perut yang hebat yang timbul mendahului perdarahan gastrointestinal

dan renjatan.

9. Laboratorium

1. Pemeriksaan kadar hemoglobin

2. Pemeriksaan kadar hematokrit

3. Pemeriksaan jumlah trombosit

4. Pemeriksaan pencitraan (USG)

5. emeriksaan serologis; dibantu oleh Laboratorium Kesehatan Propinsi/

Laboratorium Rumah Sakit.


12

B. Faktor Risiko Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD)

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Tawewong (2015) tentang

Faktor risiko Dengue Shock Syndrome pada anak di Bangkok menunjukkan

bahwa dari 165 anak, 110 berada di kelompok DBD (kelas I, 72 anak-anak; kelas

II, 38 anak-anak) dan 55 berada di kelompok DSS (kelas III, 53 anak-anak; kelas

IV, 2 anak-anak). Usia, jenis kelamin, status gizi, dan durasi demam antara kedua

kelompok tidak berhubungan secara statistik. Faktor risiko yang berhubungan

dengan kejadian DSS adalah pendarahan OR 5.1 (1,5-17,1), infeksi dengue

sekunder (OR 21,8 (5,3-90,8)), dan hemokonsentrasi lebih dari 22% dari

hematokrit awal (OR 21,8 (5,3-90,8)) (Tantracheewathorn,2015).

Penelitian yang dilakukan oleh Qais dkk (2015) di Yaman berjudul

“Dengue Fever Infection in Hodeidah, Yemen: Risk Factors and Socioeconomic

Indicators”, hasil penelitian menunjukkan bahwa korelasi yang signifikan antara

infeksi dengue dan indikator sosial ekonomi yaitu jenis kelamin, akomodasi,

tingkat pendidikan (p<0,05), sedangkan non - korelasi yang signifikan ( p > 0,05)

yaitu usia, pendapatan dan perkembangbiakan vektor (Abdullah, dkk., 2015).

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Sadia, dkk (2015) berjudul “The

Epidemiology of dengue fever in district Faisalabad, Pakistan” menunjukkan

bahwa kejadian relatif DF secara signifikan lebih tinggi ( p < 0,05) pada laki-laki

(71%) dibandingkan pada wanita (29%). Kelompok usia yang paling rentan

adalah 21-30 tahun dengan kejadian relatif 34%. kejadian relatif tertinggi (43%)

di bulan Oktober (Sadia, dkk., 2015).


13

Berbagai faktor yang ditemukan terkait dengan penyakit DBD pada

pekerja di Lahore yaitu orang mengunjungi Lahore selama epidemi, perjalanan

yang berlebihan, adanya penyakit dalam keluarga atau tetangga, orang yang

tinggal di dekat daerah berair, orang yang tingkat kesadaran akan sanitasi kurang

(Nasreen, dkk., 2015).

Penelitian yang dilakukan oleh Toan, dkk (2014) berjudul “Risk factors

associated with an outbreak of dengue fever/dengue haemorrhagic fever in Hanoi,

Vietnam” menunjukkan bahwa Sebanyak 73 pasien dengan DF / DHF dan 73

pasien kontrol. Analisis faktor risiko menunjukkan bahwa responden yang tinggal

di perumahan disewa, yang tinggal di dekat selokan, dan tinggal di sebuah rumah

dekat pembuangan limbah memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian

DF / DHF. Masyarakat yang tinggal di rumah kontrakan 2 kali lebih berisiko DF /

DHF daripada mereka yang tinggal di rumah mereka sendiri. Masyarakat yang

tinggal di sebuah rumah yang tidak higienis, atau di rumah dekat pembuangan

limbah 3 · 4 kali berisiko menderita DF / DHF (Toan, dkk., 2014)

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Shafie (2011) yang berjudul

“Evaluation of the Spatial Risk Factors for High Incidence of Dengue Fever and

Dengue Hemorrhagic Fever Using GIS Application” menunjukkan bahwa

Variabel yang signifikan terhadap kejadian DBD adalah adalah jarak rumah,

jarak pemukiman rawa dan hutan, jarak pemukiman dengan tepi sungai, dekat

dengan area infrastruktur publik, dekat dengan taman, dekat dengan daerah

sekolah, dekat dengan kawasan industri, kedekatan ke daerah rumah sakit, dekat

dengan daerah instansi pemerintah dan kepadatan penduduk. Semua variabel


14

tersebut menunjukkan hubungan yang signifikan terhadap kejadian DBD (Shafie,

2011).

C. Pengobatan

Pengobatan tergantung pada gejala, dan menjaga keseimbangan cairan

penting. transfusi darah dimulai awal pada individu dengan tanda-tanda vital

stabil. OAINS seperti ibuprofen dan aspirin dihindari, karena mereka mungkin

memperburuk risiko perdarahan (Ustafa, 2017).

Pengobatan yang spesifik terhadap DBD tidak ada, tapi lebih ditujukan

kearah simptomatis :

1. Penggantian cairan tubuh

2. Obat-obatan : kortikosteroid, antibiotic dan konvulsan bila bila ada

indikasi, vitamin.

D. Pencegahan

Pencegahan tergantung pada kontrol dan perlindungan dari gigitan

nyamuk yang menularkan. Organisasi Kesehatan Dunia merekomendasikan suatu

Program Terpadu Vector Kontrol yang terdiri dari lima elemen,

1. Advokasi, mobilisasi sosial dan legalisasi untuk memastikan bahwa

badan kesehatan masyarakat dan masyarakat diperkuat,

2. Kolaborasi antara kesehatan dan sektor lain (publik dan swasta,

3. pendekatan terpadu untuk pengendalian penyakit untuk memaksimalkan

penggunaan resources.
15

4. keputusan berbasis bukti, pembuatan untuk memastikan intervensi apa

pun ditargetkan tepat , dan

5. Kapasitas -building untuk memastikan respon yang memadai terhadap

lembaga lokal.

Metode utama pengendalian A aegypti adalah dengan menghilangkan

habitatnya. Hal ini dilakukan dengan menyingkirkan sumber air yang terbuka, ,

dengan menambahkan insektisida atau agen kontrol biologis untuk daerah-daerah

yang rentan. Penyemprotan dengan organofosfat atau paratiroid insektisida tidak

dianggap efektif. Orang-orang dapat mencegah gigitan nyamuk dengan

mengenakan pakaian yang sepenuhnya mencakup kulit, menggunakan jaring

nyamuk dan penerapan obat nyamuk (DEET) yang paling efektif. Pada tahun

2016, sebagian vaksin efektif untuk demam berdarah yang tersedia di Filipina dan

Indonesia. Suatu vaksin diproduksi oleh Sanofi dan berjalan dengan nama dagang

Dengavaxi. Hal ini didasarkan pada kombinasi virus demam kuning dan masing-

masing dari empat serotipe dengue. vaksin 60% efektif dan mencegah lebih dari

80 sampai 90% dari kasus yang parah. Salah satu masalah bahwa vaksin dapat

meningkatkan risiko penyakit berat melalui peningkatan antibodi-dependent

(ADE). Vaksin yang ideal, aman, efektif setelah satu atau dua suntikan, mencakup

semua serotipe, tidak memberikan kontribusi ADE, mudah diangkut dan disimpan

dan terjangkau dan biaya yang efektif (Ustafa, dkk., 2017).

Upaya penelitian untuk mencegah dan mengobati demam berdarah

termasuk berbagai sarana pengendalian vektor, pengembangan vaksin, dan obat

antivirus.Beberapa metode baru digunakan untuk mengurangi angka nyamuk


16

dengan penempatan guppy ( Poecilia reticulata) atau copepoda di air berdiri

untuk memakan larva nyamuk.Ferlien dkk menyimpulkan bahwa ekstrak daun

etanol rambutan (Nepheliumlappaceum) dapat digunakan sebagai sarana

mengakhiri pertumbuhan dan perkembangan larva rumah tangga nyamuk.Ada

juga uji coba dengan rekayasa nyamuk A.aegypti jantan dan betina membuat

keturunan, mereka tidak bisa terbang. Percobaan berkelanjutan untuk menginfeksi

populasi nyamuk dengan bakteri dari Wolbachia genus, yang membuat tahan

terhadap virus dengue.

Ada upaya-upaya untuk mengembangkan obat antivirus yang akan

digunakan untuk mengobati serangan demam berdarah dan mencegah komplikasi

berat. Penemuan dari struktur virus nyamuk protein dapat membantu

pengembangan obat yang efektif. Akhirnya, dimungkinkan untuk

mengembangkan inhibitor, yang menghentikan virus memasuki sel-sel atau

inhibitor yang diperlukan untuk menghentikan replikasi virus (Ustafa, dkk.,

2017).
17

BAB III

KASUS KOMPLIKASI DEMAM BERDARAH

Dalam case report yang dilakukan oleh Waseem Dar dkk tahun 2017

berjudul “A Rare Complication Of Dangue Fever” menunjukkan sebuah kasus

tentang seorang wanita berusia 43 tahun, sebelumnya normotensif dan

nondiabetes, dibawa ke ruang gawat darurat rumah sakit dengan keluhan demam

selama10 hari dan dan kelemahan pada bagian tubuh lain selama 1 hari. Pasien

telah mengunjungi sebuah rumah sakit lokal di mana ia dirawat dalam pandangan

perdarahan per vaginum dan trombositopenia dan didiagnosis sebagai kasus

demam berdarah. Pasien telah menerima transfusi trombosit dan pengobatan

suportif lainnya di rumah sakit. 7 hari kemudian, pasien dalam kondisi stabil. Dua

hari kemudian, saat akan ke kamar kecil di sekitar pukul 3 pagi, pasien mengalami

lemah di tubuhnya sehingga dia harus menyeret dirinya ke tempat tidur. Pasien

juga tersedak saat minum cairan dan suaranya pun melemah.

Pada saat pemeriksaan, pasien terlihat mengantuk tapi dapat menanggapi

perintah verbal. Mata melebar dan reaktif terhadap cahaya. Pemeriksaan fundus

normal, refleks gag bilateral yang berkurang. Pemeriksaan motorik

mengungkapkan hypotonia pada semua otot yang flexia dan kekuatan otot

berkurang (MRCS II). Antigen NS1 adalah positif. Diagnosis Demam Berdarah

melalui polyradiculoneuropathy. Studi konduksi saraf adalah sugestif dari

didominasi aksonal, polyradiculoneuropathy bermotor yang mempengaruhi

keempat anggota badan. Analisis CSF mengungkapkan 20 sel (semua limfosit)

dengan gula dan protein normal konsentrasi; Pewarnaan Gram, AFB noda, ADA
18

rendah. Hasil MRI tulang belakang menunjukkan hyperintensity T2 di seluruh

saraf serviks yang memperpanjang cranially dari medulla ke tingkat D1 distal

(Dar, dkk., 2016).

Demam berdarah dapat menyebabkan komplikasi yang meningkatkan

morbiditas dan mortalitas. komplikasi neurologis yang terjadi pada Dengue,

meskipun jarang, faktor virus dan host mungkin memainkan peran penting dalam

gangguan neurologis terkait dengan Dengue. Dalam konteks ini, infeksi virus

langsung dari sistem saraf pusat (SSP), reaksi autoimun, metabolik dan gangguan

hemoragik dapat terlibat dalam patogenesis. Ensefalitis adalah manifestasi

neurologis yang paling umum dari infeksi dengue dan gejala utama termasuk

kejang, gangguan kesadaran, dan sakit kepala (Dar, dkk., 2016).

Pengobatan dengan metilprednisolon intravena dan fisioterapi

menghasilkan pemulihan parsial, diikuti oleh resolusi lengkap pada infeksi pasca

1 tahun. Demikian pula kasus lain yang dilaporkan oleh Manish et al. Mereka

melaporkan . De Sousa et al. melaporkan cluster mielitis transversa setelah infeksi

virus dengue. Dari November 2004 hingga Maret 2005, 51 kasus kemungkinan

komplikasi neurologis yang berhubungan dengan demam berdarah diidentifikasi

oleh surveilans epidemiologi Negara Rondônia, Brasil (Dar, dkk., 2016).

Menurut artikel penelitian yang dilakukan oleh Mahmood dkk (2013)

yang berjudul “Does Comorbidity Increase the Risk of Dengue Hemorrhagic

Fever and Dengue Shock Syndrome?” Menunjukkan bahwa Dalam studi kasus

kontrol, terdapat 132 kasus sindrom syok demam berdarah dengue / DBD dan 249

kontrol yang dipilih secara acak dari dua rumah sakit pendidikan utama Lahore,
19

Pakistan. Hasil dari penelitian ini adalah penderita demam berdarah dengue

(DBD) dan dengue shock syndrome (DSS) terapat penderita diabetes lebih tinggi

dibandingkan kontrol, namun hubungan ini tidak ditemukan signifikan secara

statistik. Demikian pula, tidak ada hubungan antara hipertensi dengan kasus

demam berdarah. Adapun hasil dari hubungan antara penderita DHF dan DSS

yang menderita asma bronkial (OR 1,34) dan TB Paru (1,41) dengan nilai p >

0,05. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, dapat dilihat bahwa penyakit yang

diderita yaitu diabetes mellitus, hipertensi, penyakit jantung iskemik dan asma

bronkial tidak meningkatkan risiko DBD dan Dengue Shock Syndrome (DSS)

(Mahmood, dkk., 2013).

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Liew dkk (2016) di Malaysia

yang berjudul “Dengue in Malaysia: Factors Associated with Dengue Mortality

from a National Registry” menunjukkan bahwa terdapat 43 347 kasus dan 13.081

yang dikonfirmasi secara serologis. Usia rata-rata penderita adalah 30,0 tahun (SD

15,7); dan 60,2% diantaranya adalah laki-laki. Insiden dema berdarah meningkat

menuju akhir dari tahun. Ada 92 kemungkinan kematian demam berdarah, dari

yang 41 yang serologis dikonfirmasi. Analisis multivariat menunjukkan bahwa

faktor yang terkait dengan kematian demam berdarah adalah bertambahnya usia

(OR 1,04; CI: 1,03 - 1,06), jenis kelamin perempuan (OR 1,53; CI: 1,01 - 2,33),

mual dan / atau muntah (OR 1.80; CI: 1,17 - 2,77), perdarahan (OR 3.01; CI: 1,29

- 7.04), lesu dan / atau kegelisahan (OR 5,97; CI: 2,26 - 15,78), kebocoran plasma
20

yang parah (OR 14,72; CI: 1,54 - 140,70), dan syok (OR 1805,37; CI: 125,44 -

25.982,98), dalam populasi penelitian secara keseluruhan (Liew, dkk., 2016).

Penelitian yang dilakukan oleh Tseten (2016) yang berjudul “Report on

Outbreak Investigation of Dengue Fever in Phuntsholing, July-August 2016”

menunjukkan bahwa Dengue adalah musiman dan peningkatan Insiden terlihat

selama musim hujan. wabah demam berdarah di Phuntsholing adalah disebabkan

oleh hujan deras yang menyebabkan akumulasi air hujan di berbagai kontainer

(drum, saluran air, ban, pot bunga dan lubang) dan suhu tinggi setelah hujan yang

kondusif untuk pembibitan larva. Menurut penelitian yang dilakukan di Sri

Langka, terdapat hubungan temporal dengue dengan curah hujan pasca

dilaporkan. Kasus DBD meningkat dengan selang waktu tiga sampai empat

minggu jeda waktu antara curah hujan berhenti yang diamati dalam wabah ini

(Tseten, 2016).

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Agarwal dkk (2017) yang berjudul

“Changing Epidemiology of Dengue Fever: Newer Insights and Current

Concepts” menunjukkan bahwa dari 264 pasien terdapat rasio laki-laki dan

perempuan yaitu1,6: 1. Umur pasien yang termuda yaitu 13 tahun dan yang tertua

adalah 95 tahun. Demam berdarah primer (pdf) terjadi pada 219 pasien (83%) dan

demam berdarah sekunder (SDF) terdapat 45 pasien (17%). Selain demam,

menggigil, muntah, sakit perut, perdarahan, dan hepato-splenomegali, serta

sindrom kebocoran kapiler sebanyak 164 (62,1%) kasus. Selain itu, terdapat 258

(97,7%) kasus yang menderita trombositopenia, 39 (14,8%) pasien yang

mengalami keparahan pada organ tubuh, 19 (7,2%) kasus yang mengalami co-
21

infeksi, 43 (16,3%) kasus yang memerlukan medis Unit intensif care (MICU), dan

hanya ada 4 kasus (1,5%) yang mengalami kematian (Agarwal, dkk., 2017).

Penelitian yang dilakukan selama 2,1 tahun oleh dr. Siddhart dkk yang

berjudul “Clinical Profile And Outcome Of Dengue Fever And Dengue

Haemorrhagic Fever In Paediatric Age Group With Special Reference To Who

Guidelines (2012) On Fluid Management Of Dengue Fever” menunjukkan bahwa

dari 100 pasien demam berdarah, Gejala klinis yang umum dan tanda-tanda yang

demam, muntah, sakit perut, hepatomegali, perdarahan diatesis dan hipotensi.

Seiring dengan uji serologis, hematokrit, jumlah trombosit, enzim-enzim hati dan

ultrasonografi perut yang berguna dalam proses penyembuhan. Pemenuhan cairan

tubuh pasien sangat penting dalam proses penyembuhan (Siddhart, dkk., 2015).
22

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Demam berdarah adalah infeksi virus nyamuk yang disebabkan oleh

virus dengue. Infeksi dengue yang ditularkan oleh nyamuk betina

terutama dari spesies Aedes aegypti dan, pada tingkat lebih rendah,

Aedes albopictus juga dapat terinfeksi virus.

2. Faktor yang mempengaruhi kejadian dan keparahan dari penyakit DBD

adalah jenis kelamin, sanitasi, tempat tinggal, sanitasi, iklim, tingkat

pendidikan, sosial ekonomi dan migrasi

3. Pencegahan penyakit DBD adalah advokasi, kolaborasi lintas sektor,

kebijakan berbasis bukti dan kapitasi. Pengobatan DBD berupa

penggantian cairan tubuh dan pemberian obat-obat.

4. Kasus yang terjadi di berbagai negara akibat penyakit DBD adalah

mempengaruhi neurologi penderita.

B. Saran

Penelitian yang dilakukan di berbagai negara agar dapat dilakukan di

Indonesia agar menambah wawasan keilmuan khususnya terkait dengan penyakit

DBD
23

C. DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Qais, dkk. 2015. “Dengue Fever Infection in Hodeidah, Yemen: Risk
Factors and Socioeconomic Indicators”. http://www.imedpub.com.
(31 Oktober 2017)
Agrarwal, Arun., dkk. 2017. “Changing Epidemiology of Dengue Fever: Newer
Insights and Current Concepts.”
http://www.sciencedomain.org/review-history/21043 (31 Oktober
2017)
Anisa. 2008 “Pemetaan Penyakit Demam Berdarah (DBD) Kota Makassar
Dengan Penduga Empirical Bayes”.; 4(2):1-12.
http://download.portalgaruda.org. (21 Februari 2017)
Arigi. 2016. “Clinical Profile Of Dengue Fever In Children: A Study From
Chennai, India”. https://www.rroij.com. (31 Oktober 2017)
Bhave, Siddhart, dkk,. 2015 “Clinical Profile and Outcome Of Dengue Fever And
Dengue Haemorrhagic Fever In Paediatric Age Group With Special
Reference To Who Guidelines (2012) On Fluid Management Of
Dengue Fever.” http://www.journalijar.com. (31 Oktober 2017)
Dar, Waseem., dkk. 2016. “A Rare Complication of Dengue Fever.”
http://dx.doi.org (31 Oktober 2017)
Grange, Laura., dkk. 2017. “Epidemiological risk factors associated with high
global frequency of inapparent dengue virus infections.”
https://www.ncbi.nlm.nih.gov. (31 Oktober 2017)
Liew, dkk. 2015. “Epidemiological risk factors associated with high global
frequency of inapparent dengue virus infections.”
su_mayliew@um.edu.my (31 Oktober 2017)
Machault, Vanessa. 2014. “Mapping Entomological Dengue Risk Levels in
Martinique Using High-Resolution Remote-Sensing Environmental
Data.” http://www.mdpi.com. (31 Oktober 2017)
Mahmood, Shahid. 2013. “Does Comorbidity Increase the Risk of Dengue
Hemorrhagic Fever and Dengue Shock Syndrome?”
http://dx.doi.org/10.1155/2013/139273. (31 Oktober 2017)
24

Mulyati, SA. “Studi Spasial Persebaran Penyakit Demam Berdarah Dengue (Dbd)
Di Wilayah Kerja Puskesmas Lepo-Lepo Kota Kendari Tahun 2013-
2016”. 2016. http://sitedi.uho.ac.id (21 Februari 2017)
Nasreen, Sadia. Dkk. 2015. “The epidemiology of dengue fever in district
Fasisalabad, Pakistan.” http://www.ijsrp.org. (31 Oktober 2017)
Reddy, dkk., 2017. “Clinical profile of dengue fever in children: a study from
chennai, india.” https://www.omicsonline.org. (31 Oktober 2017)
Riska. “Pemetaan Penyebaran Penyakit Demam Berdarah Dengue Dengan
Geographic Information System (Gis) di Kota Kotamobagu” 2015. (20
Februari 2017)
Shafie, Aziz. 2011. “Evaluation of the Spatial Risk Factors for High Incidence of
Dengue Fever and Dengue Hemorrhagic Fever Using GIS
Application” (31 Oktober 2017)
Sergeeva.,dkk. 2015. “Imported cases of dengue fever in Russia during 2010-
2013”. www.elsevier.com/locate/apjtm (31 Oktober 2017)
Tantracheewathorn, Tawewong, dkk. 2007. “Risk Factors of Dengue Shock
Syndrome in Children”. ttps://www.researchgate.net. (31 Oktober
2017)
Toa.n., dkk. 2014. “Risk factors associated with an outbreak of dengue
fever/dengue haemorrhagic fever in Hanoi, Vietnam”.
http://pimmartens.info. (31 Oktober 2017)
Tsheten., dkk. 2016. “Report on Outbreak Investigation of Dengue Fever in
Phuntsholing, July-August 2016.” http://www.rcdc.gov.bt. (31
Oktober 2017)
Ustafa, Mustafa, dkk., 2017. “Dengue Fever: Clinical Spectrum, And
Management”. http://www.iosjournals.org (31 Oktober 2017)

Anda mungkin juga menyukai