Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN

Demam tifoid adalah suatu penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan
oleh bakteri Gram negatif Salmonella typhi.1 Penyakit ini banyak dijumpai di
berbagai belahan dunia hingga saat ini dan dalam empat dekade terakhir telah
menjadi masalah kesehatan global bagi masyarakat dunia.
Data WHO 2008 (World Health Organization) memperkirakan angka
kejadian penyakit tifoid mencapai 13-17 juta kasus di seluruh dunia dengan angka
kematian mencapai 600.000 jiwa per tahun dan 70% kematiannya terjadi di benua
Asia.2 Daerah endemik demam tifoid tersebar di berbagai benua yaitu Asia,
Afrika, Amerika Selatan, Karibia, hingga Oceania. Sebagian besar kasus (80%)
ditemukan di negara-negara berkembang seperti India, Nepal, Pakistan, Vietnam,
Laos termasuk Indonesia. Indonesia merupakan salah satu wilayah endemis
demam tifoid dan menurut WHO penderita demam tifoid di Indonesia tercatat
81,7 per 100.000 penduduk dengan angka kematiannya 3,1-10,4%. Berdasarkan
Profil Kesehatan Indonesia tahun 2010 penderita demam tifoid dan paratifoid yang
dirawat inap di Rumah Sakit sebanyak 41.081 kasus dan 279 diantaranya meninggal
dunia. Mayoritas penderita penyakit ini terjadi pada kelompok usia 5-19 tahun (91%
kasus).3
Penyakit ini erat kaitannya dengan higiene pribadi dan sanitasi lingkungan,
seperti higiene perorangan, higiene makanan, lingkungan yang kumuh, kebersihan
tempat-tempat umum yang kurang serta perilaku masyarakat yang tidak mendukung
untuk hidup sehat.4 Munculnya daerah endemik demam tifoid dipengaruhi oleh
berbagai faktor yaitu laju pertumbuhan penduduk yang tinggi, peningkatan urbanisasi,
rendahnya kualitas pelayanan kesehatan, kurangnya suplai air, buruknya sanitasi dan
tingginya tingkat resistensi antibiotik yang sensitif untuk bakteri Salmonella typhi
seperti kloramfenikol, ampisilin, ciprofloxcacin dan trimetoprim. Penularan bakteri
ini terutama melalui makanan atau minuman yang terkontaminasi oleh feses atau urin
orang yang terinfeksi (fecal-oral). Selain itu transmisinya juga dapat secara
transplasental dari ibu hamil ke bayinya. Gejala utama penyakit ini adalah demam

1|L a p o r a n K a s u s D e m a m T y p h o i d , S a r a h I t s n i n a , 1 6 1 0 2 2 1 0 7 4
>7 hari, gangguan saluran pencernaan, serta gangguan susunan saraf pusat/
kesadaran pada kasus yang berat.5,6,7
Terapi pada demam tifoid mencakup terapi medikamentosa yaitu terutama
antibiotik atau kortikosteroid pada kasus berat dengan gangguan kesadaran dan
terapi suportif berupa tirah baring, isolasi memadai, serta kebutuhan kalori dan
cairan yang tercukupi. Edukasi mengenai higiene perorangan dan lingkungan serta
pola hidup sehat juga penting pada penyakit ini.1
Masih banyak dijumpainya penyakit demam tifoid di Indonesia termasuk di
berbagai Rumah Sakit termasuk RS AK Gani Palembang membuat penulis
tertarik untuk menyajikan laporan kasus ini.

2|L a p o r a n K a s u s D e m a m T y p h o i d , S a r a h I t s n i n a , 1 6 1 0 2 2 1 0 7 4
BAB II
STATUS PASIEN
A. Identitas Pasien
Nama : An. T
No. RM : 352566
Tanggal Lahir : 25/10/2010 (6 tahun)
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Perumnas Talang Kelapa
Pekerjaan : Pelajar
Agama : Islam

B. Anamnesis
Pasien datang ke bangsal anak RS TK II dr. AK Gani pada tanggal 17 November
2016 pukul 21.30 WIB. Dilakukan aloanamnesis pada orangtua pasien An.T.
Keluhan utama : demam naik turun sejak 4 hari SMRS.
Keluhan tambahan : keluhan disertai pilek, pusing, rasa sakit menelan, tidak
nafsu makan dan belum BAB selama 6 hari.
Riwayat penyakit sekarang : orangtua pasien mengatakan An. T demam naik
turun sejak 4 hari yang lalu, demam sering naik pada sore menjelang malam hari
dan turun pada pagi hari. Semenjak sakit An. T tidak nafsu makan dan juga belum
BAB selama 6 hari. An. T juga mengeluhkan pilek, pusing dan rasa sakit saat
menelan sejak 1 hari SMRS. Tidak ada keluhan batuk, mual-muntah ataupun
mencret. Keluhan tersebut sudah diobati ke dokter PPK dan mendapatkan obat
Cefixime 2x1, Anaton 3x1 dan vitamin Meviton 1x1 yang dikonsumsi pasien
selama 1 hari tetapi orangtua pasien mengatakan keluhan tidak ada perbaikan.
Sehingga karena merasa anaknya masih terus mengalami demam orangtua pasien
memutuskan untuk datang ke UGD RS dr. AK Gani dan dirawat di bangsal anak.
Riwayat penyakit dahulu : orangtua pasien mengatakan An. T tidak pernah
mengalami keluhan seperti ini sebelumnya. Pasien tidak pernah dirawat di rumah
sakit sebelumnya, tidak ada riwayat alergi obat atau makanan, tidak ada riwayat
kejang, asma ataupun penyakit lainnya.

3|L a p o r a n K a s u s D e m a m T y p h o i d , S a r a h I t s n i n a , 1 6 1 0 2 2 1 0 7 4
Riwayat penyakit keluarga : orangtua pasien mengatakan tidak ada riwayat
keluhan serupa dikeluarga, tidak ada yang mempunyai riwayat alergi, asma
ataupun penyakit lainnya di keluarga.
Riwayat kelahiran dan tumbuh kembang : An. T lahir cukup bulan (38
minggu), secara normal di bidan dengan BBL 3600 gram dan PB 51 cm.
Mulai tengkurap usia 4 bulan, duduk usia 6 bulan, merangkak usia 8 bulan, berdiri
usia 10 bulan dan berjalan usia 11 bulan.
Riwayat imunisasi & gizi : orangtua pasien mengatakan An. T imunisasinya
lengkap, mengkonsumsi ASI sampai usia 2 tahun, memulai MPASI usia 6 bulan,
dan makanan sehari-hari nasi biasa.
Riwayat status sosial ekonomi : pasien adalah seorang pelajar kelas 1 SD dan
pasien mengatakan sering makan siang atau jajan didepan sekolah saat pulang.
Sebelum dan sesudah makan An. T juga mengatakan sering lupa untuk mencuci
tangan.

C. Pemeriksaan Fisik Umum


 Kesadaran : Compos Mentis
 Keadaan Umum : Sakit sedang (lemas)
 Tanda Vital :
- TD : 110/78 mmHg - Suhu : 37,7 C (↑)
- Nadi : 100 x/menit - RR : 20 x/ menit
 Antropometri :
- BB : 19 kg
- TB : 110 cm
- Status Gizi (Berdasarkan CDC WHO, 2000) :
BB/U : 19/20 x 100% = 95% (Gizi baik)
TB/U : 110/113 x 100% = 97% (Baik/normal)
BB/TB : 19/20 x 100% = 95% (Gizi baik)

4|L a p o r a n K a s u s D e m a m T y p h o i d , S a r a h I t s n i n a , 1 6 1 0 2 2 1 0 7 4
Gambar 1. Grafik CDC WHO 2000

 Kepala :
- Bentuk kepala : normosefal (52 cm)
- Rambut : warna hitam, sulit dicabut
- Wajah : simetris
- Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
- Hidung : deformitas (-), sekret (+), napas cuping hidung (-)
- Telinga : tanda infeksi (-), sekret (-)
- Mulut : typhoid tongue (+), faring hiperemis (+), tonsil T3/T3,
stomatitis (-)
 Leher : Tidak ada kelainan, pembesaran KGB (-)
 Thoraks :
- Paru : Inspeksi bentuk dada simetris kiri=kanan, retraksi
dinding dada (-)

5|L a p o r a n K a s u s D e m a m T y p h o i d , S a r a h I t s n i n a , 1 6 1 0 2 2 1 0 7 4
Palpasi vokal fremitus normal
Perkusi sonor kiri=kanan
Auskultasi vesikular +/+, ronkhi (-), wheezing (-)
- Jantung : Inspeksi dan Palpasi iktus cordis tidak terlihat dan
teraba, thrill (-)
Perkusinormal
Auskultasi BJ I dan II normal, bising (-)
 Abdomen :
- Inspeksi : datar
- Auskultasi : BU (+) sedikit menurun
- Perkusi : timpani (+), asites (-)
 Palpasi : nyeri tekan epigastrik (+), hepatomegali (-),
splenomegali (-), massa tumor (-)
 Ekstremitas : akral hangat, edem (-), CRT < 2 detik

D. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk melemahkan diagnosis
banding dan menegakkan diagnosis kerja:
1) Pemeriksaan Darah Tepi
Yaitu terdiri dari pemeriksaan kadar Hb, leukosit, trombosit, hitung jenis
dan Ht. Pada umumnya ditemukan anemia, leukopenia, limfositosis
relatif, trombositopenia ringan dan aneosinofilia.
2) Pemeriksaan Serologik
Yaitu berupa pemeriksaan serologi Widal dimana dikatakan positif
apabila terdapat kenaikan S. typhi titer O ≥1/200 atau kenaikan 4x dalam
interval 1 minggu (titer fase akut ke fase konvalesens).

Hasil pemeriksaan penunjang pasien An. T:


Hb : 10,9 gr% (↓)
Leukosit : 11.500/ml (↑) leukositosis
Trombosit : 259.000 (N)
Hitung jenis : 2/0/3/69/21/5 (N)

6|L a p o r a n K a s u s D e m a m T y p h o i d , S a r a h I t s n i n a , 1 6 1 0 2 2 1 0 7 4
Ht : 30% (↓)
Widal : S.Typhi h (+) 1/160
S.Typhi o (+) 1/320

3) Pemeriksaan lain
Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan biakan
Salmonella yang diambil dari darah, urin, feses, sumsum tulang atau
cairan duodenum pasien tetapi tidak dilakukan karena membutuhkan
waktu yang lama. Dapat pula dilakukan pemeriksaan serologis Uji Tubex
untuk mendeteksi antibodi anti-S.typhi O9 pada serum pasien, walaupun
cepat tetapi pemeriksaan ini juga tidak dilakukan karena biayanya yang
mahal. Selain itu dapat pula dilakukan pemeriksaan radiologi berupa foto
thoraks atau abdomen bila terdapat dugaan komplikasi intraintestinal
tetapi tidak dilakukan disini. Pemeriksaan urin lengkap dan feses juga
seharusnya dilakukan untuk skrining ada tidaknya kemungkinan penyakit
lain yang menyertai An. T, tetapi tidak dilakukan.

E. Diagnosis Banding
 Demam Typhoid
 Tonsilofaringitis Akut (TFA)
 Demam Dengue (DD)

F. Diagnosis Kerja
Demam Typhoid + TFA

G. Penatalaksanaan
 Umum
o Edukasi orangtua pasien tentang penyakit yang diderita bahwa pasien harus
diobservasi lebih lanjut untuk mencegah perburukan penyakit sehingga
pasien harus dirawat inap
o Edukasi orangtua pasien untuk menghentikan obat-obatan yang terakhir
pasien konsumsi

7|L a p o r a n K a s u s D e m a m T y p h o i d , S a r a h I t s n i n a , 1 6 1 0 2 2 1 0 7 4
o Edukasi orangtua pasien untuk An. T tirah baring selama dirawat di RS,
banyak minum air putih, kompres air hangat untuk membantu menurunkan
demamnya dan menghindari makanan berserat, merangsang, bergas dan
mengkonsumsi bubur selama dirawat.
 Khusus
o Medikamentosa :
 IVFD RL 20 tpm (makro)
Kebutuhan cairan: (10kgx100) + (9kgx50) = 1450 ml/kgBB/hri
TPM: 1450x1/3 / 24 = 20 tpm
 Injeksi Ceftriaxone 1x 1500 mg (drip dengan NaCl 100cc)
Dosis: 80mg/kgBB/hri iv 1x sehari selama 5 hari80x19 = 1520  1x
1500 mg selama 5 hari
 Paracetamol sirup 4x 1 1/2 cth
Dosis: 10mg/kgBB/x 3-4x sehari10x19 = 190
Sediaan sirup: 120mg/5ml
PCT 4x 1,5 (4x 1 1/2 cth) jika demam
 Pseudoefedrin HCl 3x 1/4 tab
Dosis: 1mg/kgBB/x 3x sehari 1x19 = 19
Sediaan: tab 60mg
Pseudoefedrin HCl: 3x0,3 (3x 1/4 tab) selama 5 hari

H. Prognosis
 Quo ad vitam : ad bonam
 Quo ad fungsionam : ad bonam
 Quo ad sanationam : ad bonam

8|L a p o r a n K a s u s D e m a m T y p h o i d , S a r a h I t s n i n a , 1 6 1 0 2 2 1 0 7 4
I. Follow-up
Tgl/Jam S O A P
18/11/16 Demam(+), T: 38,1 C Typhoid+TFA -Terapi lanjut
06.00 pusing (+), napsu HR: 104x/m -Kompres air
makan (-), nyeri RR: 28x/m hangat
menelan(+), mual -Banyak
muntah (-), BAB minum air
(-) putih
18.00 Demam(+), T: 37,8 C -Kompres air
pusing(+),napsu HR: 100x/m hangat
makan(-), nyeri RR: 24x/m
menelan(+)
19/11/16 Demam(-), T: 36,4 C Typhoid+TFA -Paracetamol
06.00 pusing(+), napsu HR: 90x/m dan dulcolax
makan <<, pilek RR: 24x/m stop
dan hidung -Terapi lain
tersumbat(+), lanjut
sudah BAB 1x,
nyeri menelan <<
17.00 Demam(-), T: 36,2 C -Terapi lanjut
hidung HR: 96x/m
tersumbat, RR: 24x/m
batuk(+),
makan(+) sedikit
20/11/16 Demam(-), T: 36,3 C Typhoid+TFA -Pasien boleh
06.00 hidung HR: 90x/m pulang sore
tersumbat(-), RR: 30x/m ini
pusing(-),
makan(+), nyeri
menelan(-)

9|L a p o r a n K a s u s D e m a m T y p h o i d , S a r a h I t s n i n a , 1 6 1 0 2 2 1 0 7 4
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

I. Definisi
Demam tifoid (Typhoid fever/ Typhus abdominalis/Enteric fever) atau yang
biasa disebut tifus adalah infeksi sistemik bersifat akut yang disebabkan oleh
bakteri Salmonella terutama turunannya yaitu Salmonella typhi. Ditandai dengan
demam satu minggu atau lebih disertai gangguan pada saluran pencernaan dengan
atau tanpa gangguan kesadaran.8

II. Epidemiologi
Data WHO 2008 memperkirakan angka kejadian penyakit tifoid mencapai
13-17 juta kasus di seluruh dunia dengan angka kematian mencapai 600.000 jiwa
per tahun dan 70% kematiannya terjadi di benua Asia.2 Indonesia merupakan
salah satu wilayah endemis demam tifoid dan penderita demam tifoid di Indonesia
tercatat 81,7 per 100.000 penduduk dengan angka kematiannya 3,1-10,4%.
Mayoritas penderita penyakit ini terjadi pada kelompok usia 5-19 tahun. Insidensi
demam tifoid pada anak umur 5-15 tahun di Indonesia terjadi 180,3/100.000 kasus
pertahun dan dengan prevalensi mencapai 61,4/1000 kasus per tahun.8

III. Etiologi
Penyakit demam tifoid disebabkan oleh infeksi bakteri Salmonella thypi
yang merupakan bakteri berbentuk batang, Gram negatif. Bakteri Salmonella
thypi mempunyai flagela, berkapsul, motil dan tidak menghasilkan spora. Suhu
optimal untuk pertumbuhan Salmonella thypi adalah 37o C dengan pH antara 6 – 8.
Bakteri ini dapat mati pada suhu 600 C, pendidihan, dan dengan antiseptik.
Salmonella thypi mempunyai tiga macam antigen, yaitu :
1. Antigen O (Antigen somatik), yaitu terletak pada lapisan luar dari tubuh
kuman. Bagian ini mempunyai struktur kimia lipopolisakarida atau disebut
juga endotoksin. Antigen ini tahan terhadap panas dan alkohol tetapi tidak
tahan terhadap formaldehid.

10 | L a p o r a n K a s u s D e m a m T y p h o i d , S a r a h I t s n i n a , 1 6 1 0 2 2 1 0 7 4
2. Antigen H (Antigen flagela), yang terletak pada flagela, fimbriae atau pili
dari kuman. Antigen ini mempunyai struktur kimia suatu protein dan tahan
terhadap formaldehid tetapi tidak tahan terhadap panas dan alkohol yang
telah memenuhi kriteria penilaian.
3. Antigen Vi yang terletak pada kapsul (envelope) dari kuman yang dapat
melindungi kuman terhadap fagositosis.4

Gambar 2. Bakteri Salmonella typhi secara skematik

IV. Faktor Risiko


Penyakit ini erat kaitannya dengan higiene pribadi dan sanitasi lingkungan,
seperti higiene perorangan, higiene makanan, lingkungan yang kumuh, kebersihan
tempat-tempat umum yang kurang serta perilaku masyarakat yang tidak
mendukung untuk hidup sehat. Munculnya daerah endemik demam tifoid
dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu laju pertumbuhan penduduk yang tinggi,
peningkatan urbanisasi, rendahnya kualitas pelayanan kesehatan, kurangnya
suplai air, buruknya sanitasi dan tingginya tingkat resistensi antibiotik yang
sensitif untuk bakteri Salmonella typhi. Penularan demam tifoid terjadi secara
fecal-oral yaitu melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi, biasanya
kontaminasi dari bahan feses, muntahan, ataupun cairan badan yang berasal dari

11 | L a p o r a n K a s u s D e m a m T y p h o i d , S a r a h I t s n i n a , 1 6 1 0 2 2 1 0 7 4
penderita atau pembawa kuman. Transmisinya juga dapat secara transplasental
dari ibu hamil ke bayinya.4,5,6,7

V. Patogenesis
Salmonella typhi masuk kedalam tubuh manusia melalui makanan/minuman
yang terkontaminasi kuman. Sebagian kuman dimusnahkan oleh asam lambung
dan sebagian lagi masuk ke usus halus dan berkembang biak. Bila respon imunitas
humoral mukosa IgA usus kurang baik maka kuman akan menembus sel-sel epitel
dan selanjutnya ke lamina propia. Di lamina propia kuman berkembang biak dan
difagosit oleh sel-sel fagosit terutama oleh makrofag. Kuman dapat hidup dan
berkembang biak di dalam makrofag dan selanjutnya dibawa ke plaque peyer
ileum distal dan kemudian ke kelenjar getah bening mesenterika. Selanjutnya
melalui duktus torasikus kuman yang terdapat di dalam makrofag ini masuk ke
dalam sirkulasi darah (mengakibatkan bakteremia pertama yang asimptomatik)
dan menyebar ke seluruh organ retikuloendotelial tubuh terutama hati dan limpa.
Bakteri yang tidak difagosit akan berkembang biak di dalam hati dan limfa sehingga
organ tersebut membesar disertai nyeri pada perabaan.9
Di organ-organ ini kuman meninggalkan sel-sel fagosit dan kemudian
berkembang biak di luar sel atau ruang sinusoid dan selanjutnya masuk ke dalam
sirkulasi darah lagi yang mengakibatkan bakteremia yang kedua kalinya pada
akhir masa inkubasi. Pada masa tersebut, bakteri menyebar ke seluruh tubuh
terutama ke dalam kelenjar limfoid usus halus, sehingga menimbulkan tukak
berbentuk lonjong di atas plak peyer. Tukak tersebut dapat mengakibatkan
perdarahan dan perforasi usus. Bakteri akan mengeluarkan endotoksin yang berperan
dalam proses peradangan lokal pada masa bakteremi sekunder. Endotoksin
Salmonella thypi merangsang sintesa dan pelepasan zat pirogen oleh leukosit pada
jaringan yang meradang. Zat pirogen ini akan beredar dalam darah dan
mempengaruhi pusat termoregulator di hipotalamus yang menimbulkan gejala demam
dengan disertai tanda-tanda dan gejala penyakit infeksi sistemik lain seperti
malaise, mialgia, sakit kepala dan sakit perut.9

12 | L a p o r a n K a s u s D e m a m T y p h o i d , S a r a h I t s n i n a , 1 6 1 0 2 2 1 0 7 4
Gambar 3. Patogenesis demam typhoid

Imunitas humoral pada demam tifoid berperan dalam menegakkan diagnosis


berdasarkan kenaikan titer antibodi terhadap antigen kuman S.typhi. Imunitas
seluler berperan dalam penyembuhan penyakit, berdasarkan sifat kuman yang
hidup intraselluler. Adanya rangsangan antigen kuman akan memicu respon
imunitas humoral melalui sel limfosit B, kemudian berdiderensiasi menjadi sel
plasma yang akan mensintesis immunoglobulin (Ig). Yang terbentuk pertama kali
pada infeksi primer adalah antibodi O (IgM) yang cepat menghilang, kemudian
disusul antibodi flagela H (IgG). IgM akan muncul 48 jam setelah terpapar
antigen atau pada hari ke 3-4 demam (akhir minggu 1), puncaknya minggu ke 3-5
sedangkan IgG puncaknya minggu ke 4-6, bertahan 6-12 bulan dan menetap 2
tahun.9

Gambar 4. Respon antibodi terhadap infeksi S.typhi

13 | L a p o r a n K a s u s D e m a m T y p h o i d , S a r a h I t s n i n a , 1 6 1 0 2 2 1 0 7 4
VI. Gejala Klinis
Masa inkubasi dapat berlangsung 7-14 hari, walaupun pada umumnya
adalah 10- 12 hari. Gejala-gejala klinis yang timbul sangat bervariasi dari ringan
sampai dengan berat, dari asimptomatik hingga gambaran penyakit yang khas
disertai komplikasi. Gejala klinis demam tifoid pada anak biasanya lebih ringan
jika dibanding dengan penderita dewasa. Gejala klinis yang biasa ditemukan,
yaitu :9
1. Demam
Pada kasus-kasus yang khas, demam berlangsung 3 minggu. Bersifat
febris remiten dan awalnya suhu tidak terlalu tinggi. Selama minggu
pertama, suhu tubuh berangsur-angsur meningkat setiap hari, biasanya
menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore dan malam hari,
dan mencapai titik tertinggi pada akhir minggu pertama. Dalam minggu
kedua, penderita terus berada dalam keadaan demam. Dalam minggu
ketiga suhu tubuh berangsur-angsur turun dan normal kembali pada akhir
minggu keempat yang biasa disebut step-ladder temperature chart.
2. Gangguan pada saluran pencernaan
Pada mulut terdapat nafas berbau tidak sedap. Bibir kering dan pecah-
pecah (ragaden). Lidah kotor (coated tongue), ujung dan tepinya
kemerahan, tampak putih di bagian tengah. Nyeri perut terutama regio
epigastrium, mual dan muntah, perut kembung (meteorismus). Biasanya
didapatkan konstipasi, akan tetapi mungkin pula normal bahkan dapat
terjadi diare. Hati dan limpa membesar (hepatosplenomegali) disertai
nyeri tekan pada perabaan.
3. Gangguan kesadaran
Umumnya kesadaran penderita menurun yaitu apatis sampai somnolen.
Gejala lain yang dapat menyertai demam tifoid adalah malaise, anoreksia,
sakit kepala bagian depan, pusing, bradikardi relatif (peningkatan suhu tubuh yang
tidak diikuti oleh peningkatan frekuensi nadi) tetapi jarang ditemukan pada anak,
batuk, nyeri tenggorokan, mialgia dan rose spot di regio abdomen atas.

14 | L a p o r a n K a s u s D e m a m T y p h o i d , S a r a h I t s n i n a , 1 6 1 0 2 2 1 0 7 4
VII. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium untuk membantu menegakkan diagnosis demam
tifoid dibagi dalam empat kelompok, yaitu:5,7,10,11
1. Pemeriksaan Darah Tepi
Yaitu terdiri dari pemeriksaan kadar Hb, leukosit, trombosit, hitung jenis
dan Ht. Pada umumnya ditemukan anemia, leukopenia, trombositopenia
ringan, aneosinofilia dan limfositosis relatif terutama pada fase lanjut.
2. Pemeriksaan bakteriologis dengan isolasi dan biakan kuman
Diagnosis pasti demam tifoid dapat ditegakkan bila ditemukan bakteri
Salmonella typhi dalam biakan dari darah, urine, feses, sumsum tulang,
cairan duodenum terutama minggu 1-2. Berkaitan dengan patogenesis
penyakit, bakteri akan lebih mudah ditemukan dalam darah dan sumsum
tulang pada awal penyakit, sedangkan pada stadium berikutnya di dalam
urin dan feses. Media pembiakan yang direkomendasikan untuk S.typhi
adalah media empedu (Gall) dari sapi dimana dikatakan media Gall ini
dapat meningkatkan positivitas hasil karena hanya S.typhi dan
S.paratyphi yang dapat tumbuh pada media tersebut. Untuk biakan feses
dan urin media pembiakannya dapat menggunakan media selektif SSA
(Salmonella Shigella Agar) Pada keadaan tertentu dapat dilakukan kultur
pada spesimen empedu yang diambil dari duodenum dan memberikan
hasil yang cukup baik, akan tetapi tidak digunakan secara luas karena
adanya resiko aspirasi terutama pada anak.
Hasil biakan yang positif memastikan demam tifoid akan tetapi hasil
negatif tidak menyingkirkan demam tifoid, karena hasilnya tergantung
pada beberapa faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil biakan
meliputi jumlah darah yang diambil, perbandingan volume darah dari
media empedu, waktu pengambilan darah, riwayat terapi antibiotik atau
riwayat vaksinasi sebelumnya. Spesifisitasnya walaupun tinggi,
pemeriksaan kultur mempunyai sensitivitas yang rendah dan adanya
kendala berupa lamanya waktu yang dibutuhkan (5-7 hari) serta peralatan
yang lebih canggih untuk identifikasi bakteri.

15 | L a p o r a n K a s u s D e m a m T y p h o i d , S a r a h I t s n i n a , 1 6 1 0 2 2 1 0 7 4
3. Uji Serologis
a. Uji Widal
Uji Widal merupakan suatu metode serologi baku,rutin, mudah dan
murah sehingga paling sering digunakan. Prinsip uji Widal adalah
memeriksa reaksi antara antigen somatik (O) dan flagela (H) Salmonella
(suspensi Salmonella yang sudah dimatikan) dengan antibodi (IgM dan
IgG) spesifik dalam darah manusia (reaksi aglutinasi). Tes aglutinasi
Widal dapat dilakukan dengan menggunakan uji hapusan (slide test) dan
uji tabung (tube test). Uji hapusan dapat dilakukan dengan cepat (15
menit) dan digunakan dalam prosedur penapisan. Uji hapusan dilakukan
dengan menggunakan antigen S. typhi komersial yang tersedia, setetes
suspensi antigen ditambahkan pada sejumlah serum pasien yang diduga
terinfeksi Salmonella typhi. Sedangkan uji tabung dilakukan dengan
mencampur suspensi antigen dan antibodi yang diinkubasi selama 20 jam
pada suhu 37 C di dalam air, dimana tes ini dapat digunakan untuk
konfirmasi hasil dari uji hapusan. Belum ada kesepakatan akan nilai titer
dasar (baseline titer) dari uji Widal karena bergantung pada endemisitas
masing-masing daerah seperti di Indonesia akan didapatkan peningkatan
titer antibodi O dan H pada orang-orang sehat. Sehingga batas titer yang
dikatakan positif apabila terdapat kenaikan S. typhii titer O ≥1/200 atau
diagnosis pasti apabila terdapat kenaikan titer 4x pada pemeriksaan ulang
dalam interval 1 minggu (titer fase akut ke fase konvalesens).
Kelemahan uji Widal yaitu rendahnya sensitivitas dan spesifisitas serta
banyak terjadi hasil negatif palsu dan positif palsu pada tes ini. Hasil
negatif palsu terjadi jika darah diambil terlalu dini dari fase tifoid,
pemberian antibiotik, tidak adanya infeksi S. typhi, status karier,
inokulum antigen bakteri pejamu yang tidak cukup untuk melawan
antibodi, kesalahan atau kesulitan dalam melakukan tes dan variabilitas
antigen. Hasil positif palsu dapat terjadi apabila sudah pernah melakukan
tes demam tifoid sebelumnya, sudah pernah imunisasi antigen
Salmonella sp., terdapat reaksi silang sebelumnya dengan antigen selain
Salmonella sp., variabilitas dan kurangnya standar pemeriksaan antigen,

16 | L a p o r a n K a s u s D e m a m T y p h o i d , S a r a h I t s n i n a , 1 6 1 0 2 2 1 0 7 4
infeksi malaria atau bakteri Enterobacteriaceae lainnya, serta penyakit
lain seperti Dengue.

Gambar 5. Widal Test Kit


b. Uji Tubex
Uji Tubex merupakan uji semi-kuantitatif kolometrik yang cepat
(beberapa menit) dan mudah untuk dikerjakan. Uji ini mendeteksi
antibodi anti-S.typhi O9 pada serum pasien, dengan cara menghambat
ikatan antara IgM anti-O9 yang terkonjugasi pada partikel latex yang
berwarna dengan lipopolisakarida S.typhi yang terkonjugasi pada
partikel magnetik latex. Hasil positif uji Tubex ini menunjukkan
terdapat infeksi Salmonella serogroup D walau tidak secara spesifik
menunjuk pada S.typhi. Infeksi oleh S.paratyphi akan memberikan
hasil negatif. Uji Tubex juga hanya dapat mendeteksi IgM dan tidak
dapat mendeteksi IgG sehingga tidak dapat dipergunakan sebagai
modalitas untuk mendeteksi infeksi lampau. Untuk melakukan
prosedur pemeriksaan ini, satu tetes serum (25 μL) dicampurkan ke
dalam tabung dengan satu tetes (25 μL) reagen A. Setelah itu dua tetes
reagen B (50 μL) ditambahkan ke dalam tabung. Hal tesebut
dilakukan pada kelima tabung lainnya. Tabung-tabung tersebut
kemudian diletakkan pada rak tabung yang mengandung magnet dan
diputar selama 2 menit dengan kecepatan 250 rpm.
Jika serum tidak mengandung antibodi terhadap O9, reagen B bereaksi
dengan reagen A (ketika diletakkan pada daerah mengandung medan
magnet, komponen magnet yang dikandung reagen A akan tertarik
pada magnet rak, dengan membawa serta pewarna yang dikandung

17 | L a p o r a n K a s u s D e m a m T y p h o i d , S a r a h I t s n i n a , 1 6 1 0 2 2 1 0 7 4
oleh reagen B, akibatnya terlihat warna merah pada tabung).
Sebaliknya, bila serum mengandung antibodi terhadap O9, antibodi
pasien akan berikatan dengan reagen A (reagen B tidak tertarik pada
magnet rak dan memberikan warna biru pada larutan). Berdasarkan
warna inilah ditentukan skor, yang interpretasinya dapat dilihat pada
tabel berikut.
Tabel 1. Interpretasi Skor Pemeriksaan Tubex

Gambar 6. Pemeriksaan Tubex

c. Uji Typhidot
Uji typhidot dapat mendeteksi antibodi IgM dan IgG yang terdapat
pada protein membran luar Salmonella typhi. Hasil positif pada uji
typhidot didapatkan 2-3 hari setelah infeksi dan dapat
mengidentifikasi secara spesifik antibodi IgM dan IgG terhadap
antigen S.typhi seberat 50 kD, yang terdapat pada strip nitroselulosa.
Sensitifitas dan spesifitas hampir sama dengan uji Tubex.

18 | L a p o r a n K a s u s D e m a m T y p h o i d , S a r a h I t s n i n a , 1 6 1 0 2 2 1 0 7 4
Gambar 7. Pemeriksaan Typhidot

VIII. Diagnosis
Apabila ditemukan gejala klinis seperti diatas, kita dapat membuat diagnosis
tersangka demam tifoid. Diagnosis pasti apabila ditemukan S. typhi pada biakan
darah, urin atau feses dan atau pemeriksaan serologis didapatkan S. typhi titer O
≥1/200 atau kenaikan 4x dalam interval 1 minggu (titer fase akut ke fase
konvalesens).1

IX. Penatalaksanaan
Secara garis besar penatalaksanaan demam tifoid dibagi menjadi tiga bagian,
yaitu :9,12
a. Perawatan
Tirah baring dengan perawatan sepenuhnya di tempat tidur, seperti
makan, minum, mandi, BAK, BAB lalu mobilisasi secara bertahap. Tirah
baring dilakukan untuk mencegah terjadinya komplikasi perdarahan usus
atau perforasi usus. Pasien demam tifoid perlu dirawat di rumah sakit
untuk isolasi, observasi dan pengobatan, minimal tujuh hari bebas panas.
b. Diet
Kualitas makanan yang diberikan harus tetap memenuhi kebutuhan kalori,
protein, elektrolit, vitamin, mineral. Rendah serat dan tidak merangsang
untuk mencegah perdarahan dan perforasi. Tidak menimbulkan gas,
mudah dicerna, tidak dalam jumlah banyak dan bila perlu melalui IVFD.
Diet dapat dimulai dengan diet padat atau tim apabila keadaan pasien
membaik. Pasien dengan keadaan klinis yang berat dimulai dengan bubur
atau diet cair yang kemudian diubah secara bertahap sesuai dengan
tingkat kesembuhan pasien.

19 | L a p o r a n K a s u s D e m a m T y p h o i d , S a r a h I t s n i n a , 1 6 1 0 2 2 1 0 7 4
c. Medikamentosa
Demam tifoid memerlukan antibiotik dalam penatalaksanaan terapinya.
Pemberian antibiotik bertujuan untuk menghentikan dan mencegah
penyebaran bakteri. Kloramfenikol, ampisilin, kotrimoksazol, ceftriaxone,
cefixime, tiamfenikol dan fluorokuinolon merupakan antibiotik yang
sering digunakan untuk pengobatan demam tifoid.

Tabel 2. Antibiotik yang Digunakan pada Demam Tifoid

20 | L a p o r a n K a s u s D e m a m T y p h o i d , S a r a h I t s n i n a , 1 6 1 0 2 2 1 0 7 4
Tabel 3. Pengobatan Demam Tifoid Menurut WHO 200312

X. Komplikasi1
1. Komplikasi Intestinal
a. Perdarahan Usus
Sekitar 25% penderita demam tifoid dapat mengalami perdarahan minor
yang tidak membutuhkan tranfusi darah. Perdarahan hebat dapat terjadi
hingga penderita mengalami syok. Secara klinis perdarahan akut darurat
bedah ditegakkan bila terdapat perdarahan sebanyak 5 ml/kgBB/jam.
b. Perforasi Usus
Terjadi pada sekitar 3% dari penderita yang dirawat. Biasanya timbul
pada minggu ketiga namun dapat pula terjadi pada minggu pertama.
Penderita demam tifoid dengan perforasi mengeluh nyeri perut yang
hebat terutama di daerah kuadran kanan bawah yang kemudian meyebar
ke seluruh perut. Tanda perforasi lainnya adalah nadi cepat, tekanan
darah turun dan bahkan sampai syok.

21 | L a p o r a n K a s u s D e m a m T y p h o i d , S a r a h I t s n i n a , 1 6 1 0 2 2 1 0 7 4
2. Komplikasi Ekstraintestinal
a. Komplikasi kardiovaskuler: kegagalan sirkulasi perifer (syok, sepsis),
miokarditis, trombosis dan tromboflebitis.
b. Komplikasi darah: anemia hemolitik, trombositopenia, koaguolasi
intravaskuler diseminata, dan sindrom uremia hemolitik.
c. Komplikasi paru: pneumoni, empiema, dan pleuritis.
d. Komplikasi hepar dan kandung kemih: hepatitis dan kolelitiasis.
e. Komplikasi ginjal: glomerulonefritis, pielonefritis, dan perinefritis.
f. Komplikasi tulang: osteomielitis, periostitis, spondilitis, dan artritis.
g. Komplikasi neuropsikiatrik: delirium, meningismus, meningitis,
polineuritis perifer, psikosis, dan sindrom katatonia.

XI. Pencegahan
Pencegahan demam tifoid dapat dilakukan dengan menyediakan makanan
dan minuman yang tidak terkontaminasi, kebersihan diri sendiri terutama
kebersihan tangan dan lingkungan, dan tersedianya air bersih untuk kebutuhan
sehari-hari. Pencegahan demam tifoid juga dapat dilakukan dengan pemberian
vaksin. Vaksin yang biasa digunakan untuk pencegahan demam tifoid yaitu:9
a. Vaksin Vi Polysaccharide
Diberikan pada anak usia > 2 tahun dengan diinjeksikan secara subkutan
atau intramuskuler. Vaksin ini memberikan efikasi perlindungan sebesar
70 – 80% dan lama proteksi 3 tahun.
b. Vaksin Ty21a
Diberikan pada anak usia > 6 tahun secara oral, tersedia dalam sediaan
salut enterik dan cair. Diberikan 3 dosis, masing-masing selang 1 hari,
lama proteksi 3 tahun, memberikan efikasi perlindungan sebesar 67 –
82%. Jangan diberikan antibiotik 7 hari sebelum dan sesudah vaksin.
Kontraindikasi pada ibu hamil, menyusui, dan sedang demam.
Pemberian vaksin tifoid secara rutin tidak direkomendasikan, vaksin tifoid
hanya direkomendasikan untuk pelancong yang berkunjung ke tempat-tempat
yang demam tifoid sering terjadi, orang yang kontak dengan penderita carier tifoid
dan pekerja laboratorium.

22 | L a p o r a n K a s u s D e m a m T y p h o i d , S a r a h I t s n i n a , 1 6 1 0 2 2 1 0 7 4
BAB IV
PEMBAHASAN

Demam tifoid adalah suatu penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan
oleh bakteri Salmonella terutama turunannya yaitu Salmonella typhi. Pada pasien
ini dapat ditegakkan diagnosis berupa demam tifoid dan TFA berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik dan juga pemeriksaan penunjang yang dilakukan
pada tanggal 17 November 2016 sebagai berikut :
Dari anamnesis terhadap orangtua pasien yaitu seorang anak perempuan
dengan usia 6 tahun yang seorang pelajar kelas 1 SD datang ke RS AK Gani
dengan keluhan utama demam naik turun sejak 4 hari SMRS. Demam sering naik
pada sore menjelang malam hari dan turun pada pagi hari. Menurut literatur,
Indonesia yang merupakan negara tropis adalah salah satu wilayah endemis
demam tifoid dan mayoritas penderita penyakit ini memang terjadi pada
kelompok usia 5-19 tahun.2 Hal ini terjadi karena pada kelompok usia tersebut
masih rendah kesadaran akan higiene perorangan, higiene makanan, maupun
sanitasi lingkungan. Kemudian keluhan demam naik pada sore-malam hari dan
turun pada pagi hari merupakan tipe demam yang khas pada demam tifoid
(demam septik), walaupun tidak diketahui apakah demam memiliki karakteristik
step ladder temperature yaitu naik bertahap setiap hari pada minggu pe-1 yang
merupakan karakteristik demam pada penyakit tifoid karena orangtua pasien tidak
mengukur suhu demam pasien. Keluhan juga disertai tidak napsu makan, belum
BAB selama 6 hari, pusing, pilek, rasa sakit saat menelan dan pasien tampak
lemas. Keluhan tambahan diatas juga sering menyertai penyakit demam tifoid
terutama gangguan saluran pencernaan berupa konstipasi.9 Keluhan tersebut
sebenarnya sudah diobati ke dokter dan mendapatkan obat Cefixime 2x1, Anaton
3x1 dan vitamin Meviton 1x1 selama 1 hari tetapi orangtua pasien mengatakan
keluhan tidak ada perbaikan.
Pada riwayat penyakit dahulu, orangtua pasien mengatakan tidak pernah
mengalami keluhan seperti ini sebelumnya. An. T tidak pernah dirawat di rumah
sakit sebelumnya, tidak ada riwayat alergi obat atau makanan dan tidak ada
riwayat kejang, asma ataupun penyakit lainnya. Menurut literatur hal ini

23 | L a p o r a n K a s u s D e m a m T y p h o i d , S a r a h I t s n i n a , 1 6 1 0 2 2 1 0 7 4
menunjukkan kemungkinan An.T mengalami infeksi primer bakteri Salmonella
atau pasien bukanlah seorang carrier (pembawa kuman).9 Pada riwayat penyakit
keluarga orangtua pasien mengatakan tidak ada riwayat keluhan serupa di
keluarga, tidak ada riwayat alergi pada keluarga asma ataupun penyakit lainnya.
Dari riwayat imunisasi lengkap tetapi orangtua pasien menyatakan An.T memang
belum pernah melakukan imunisasi untuk Typhoid. Dari riwayat status sosial
An.T adalah seorang pelajar kelas 1 SD dan sering makan/jajan di sekolahnya
tanpa memperhatikan kebersihan tempat berjualan, pedagang ataupun
makanannya, serta An. T mengakui sering lupa mencuci tangan sebelum atau
sesudah makan. Menurut literatur penyakit demam tifoid ini erat kaitannya
dengan higiene pribadi dan sanitasi lingkungan, seperti higiene perorangan,
higiene makanan, lingkungan yang kumuh, kebersihan tempat-tempat umum yang
kurang serta perilaku masyarakat yang tidak mendukung untuk hidup sehat.4
Diagnosis banding yang diambil pada kasus ini antara lain demam tifoid,
tonsilofaringitis akut dan demam dengue. Dari hasil pemeriksaan fisik umum
didapatkan pasien tampak sakit sedang dan lemas, tanda vital normal kecuali
terdapat peningkatan suhu/demam, status gizi baik. Pada pemeriksaan bagian
kepala terdapat kelainan berupa adanya sekret pada hidung yang menyebabkan
pasien mengeluhkan pilek dan hidung tersumbat dan pada pemeriksaan mulut
ditemukan adanya typhoid tongue/lidah kotor, faring hiperemis dan tonsil T3/T3.
Pada abdomen bising usus sedikit menurun karena dimungkinkan pasien
mengalami konstipasi dan terdapat nyeri tekan epigastrik, sedangkan hasil
pemeriksaan fisik pada organ lain tidak ada kelainan/dalam batas normal. Hasil
pemeriksaan fisik tersebut menguatkan diagnosis demam tifoid dimana terdapat
demam serta tanda gangguan pencernaan seperti lidah kotor, konstipasi yang
menyebabkan perut terasa kembung dan nyeri tekan epigastrik serta An. T tampak
malaise. Dan ditemukan pula terdapat tanda-tanda infeksi pada bagian faring dan
tonsil berupa kemerahan dan pembesaran tonsil sehingga An.T juga mengalami
tonsilofaringitis akut. Menurut literatur Tonsilofaringitis Akut (TFA) adalah
peradangan pada tonsil dan faring yang masih bersifat ringan yang ditemukan
bersama-sama. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri (kelompok Streptococcus)
dan dapat pula virus (virus Influenza) yang masuk ke dalam tubuh melalui saluran

24 | L a p o r a n K a s u s D e m a m T y p h o i d , S a r a h I t s n i n a , 1 6 1 0 2 2 1 0 7 4
napas bagian atas. Tanda dan gejala TFA adalah nyeri menelan, sulit menelan,
demam, mual, anoreksia, pembesaran KGB, faring hiperemis, edem faring,
pembesaran tonsil, mulut berbau dan pada pemeriksaan laboratorium biasanya
ditemukan peningkatan leukosit.13 Pada An. T terdapat pula keluhan demam,
nyeri menelan dan anoreksia dan hasil pemeriksaan fisik ditemukan faring
hiperemis dan terdapat pembesaran tonsil T3/T3 sehingga dapat menguatkan pula
diagnosis TFA. Diagnosis banding lain adalah demam dengue (DD). DD adalah
penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue yang tidak disertai
perembesan plasma yang ditandai dengan hemokonsentrasi. Gejala klinis berupa
demam 2-7 hari yang timbul mendadak tinggi dan terus-menerus, nyeri kepala,
mialgia, atralgia dan nyeri retroorbital, anoreksia, rasa menggigil, malaise disertai
manifestasi perdarahan baik spontan (petekie, purpura, ekimosis, epistaksis,dll)
maupun berupa uji bendung positif. Pada pemeriksaan penunjang dapat dilakukan
pemeriksaan darah tepi dimana biasanya ditemukan kelainan berupa leukopenia
(<4.000/mm), trombositopenia (<100.000/mm), serta neutropenia relative dan
limfositosis pada periode puncak penyakit dan masa konvalesens. Dapat pula
dilakukan pemeriksaan serologi Dengue yang biasanya memberikan hasil positif.
Diagnosis klinis demam dengue dapat ditegakkan apabila ditemukan demam
ditambah ≥ 2 gejala lain.13 Pada An.T memang terdapat keluhan demam, nyeri
kepala, anoreksia dan malaise tetapi demam yang dialami An. T tidak tinggi terus
menerus, kemudian tidak ada keluhan nyeri-nyeri pada anggota badan dan tidak
adanya manifestasi perdarahan baik spontan ataupun berupa uji bending positif
sehingga dapat melemahkan diagnosis demam dengue.
Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan untuk melemahkan diagnosis
banding dan memastikan diagnosis kerja. Pemeriksaan penunjang yang dapat
dilakukan adalah pemeriksaan darah tepi dimana ditemukan Hb An.T sedikit
rendah (anemia), peningkatan kadar leukosit (leukositosis), trombosit dan hitung
jenis dalam batas normal, serta Ht yang rendah karena Hb yang rendah. Hasil
pemeriksaan darah tepi ini menunjukkan adanya infeksi pada An.T sehingga dapat
menguatkan diagnosis TFA tetapi dapat melemahkan diagnosis demam dengue
karena pada DD terdapat leukopenia dan trombositopenia. Kemudian dilakukan
pemeriksaan serologis berupa uji Widal dan didapatkan kenaikan S. typhi titer O

25 | L a p o r a n K a s u s D e m a m T y p h o i d , S a r a h I t s n i n a , 1 6 1 0 2 2 1 0 7 4
sebesar 1/320. Sesuai dengan literatur diagnosis pasti demam tifoid dapat
ditegakkan apabila terdapat kenaikan S.typhi titer O ≥1/200 sehingga dapat
menguatkan diagnosis pasti demam tifoid. Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan
adalah pemeriksaan biakan Salmonella yang diambil dari darah, urin, feses,
sumsum tulang atau cairan duodenum tetapi tidak dilakukan karena membutuhkan
waktu yang lama. Dapat pula dilakukan pemeriksaan serologis Uji Tubex untuk
mendeteksi antibodi anti-S.typhi O9 pada serum pasien, walaupun cepat tetapi
pemeriksaan ini juga tidak dilakukan karena biayanya yang mahal. Selain itu
dapat pula dilakukan pemeriksaan radiologi berupa foto thoraks atau abdomen
bila terdapat indikasi akan komplikasi intraintestinal tetapi tidak diindikasikan
1,5,7,10,11
pada An.T. Pemeriksaan urin lengkap dan feses juga seharusnya
dilakukan untuk skrining ada tidaknya kemungkinan penyakit lain yang menyertai
An. T yang menyebabkan timbulnya keluhan-keluhan tersebut, tetapi tidak
dilakukan pada An.T.
Sehingga diagnosis pada An.T adalah demam tifoid dan TFA karena dari
anamnesis didapatkan keluhan utama berupa demam yang khas yaitu demam naik
pada sore menjelang malam dan turun pada pagi hari, terdapat keluhan gangguan
pencernaan berupa anoreksia dan konstipasi serta gejala penyerta lain seperti
pusing, lemas, nyeri menelan dan pilek. Dari pemeriksaan fisik ditemukan adanya
sekret pada hidung, faring hiperemis dan tonsil T3/T3 yang menguatkan diagnosis
TFA. Ditemukan pula typhoid tongue dan nyeri tekan epigastrik. Pada
pemeriksaan penunjang ditemukan adanya tanda-tanda infeksi dan uji serologis
Widal positif terdapat kenaikan titer O Ag S.typhi sehingga menguatkan diagnosis
demam tifoid dan TFA.
Pasien mendapatkan tatalaksana secara umum dan khusus. Tatalaksana
secara umum yaitu edukasi kepada orangtua pasien tentang penyakit yang diderita
bahwa pasien harus diobservasi lebih lanjut untuk mencegah perburukan penyakit
sehingga pasien harus dirawat inap, edukasi orangtua pasien untuk menghentikan
obat-obatan yang terakhir pasien konsumsi dan An. T harus tirah baring selama
dirawat di RS, banyak minum air putih, kompres air hangat untuk membantu
menurunkan demam dan menghindari makanan berserat, merangsang, bergas dan
mengkonsumsi bubur selama dirawat. Sesuai dengan literatur penatalaksanaan

26 | L a p o r a n K a s u s D e m a m T y p h o i d , S a r a h I t s n i n a , 1 6 1 0 2 2 1 0 7 4
demam tifoid terdiri dari perawatan berupa tirah baring minimal tujuh hari bebas
demam dan pengaturan diet yang cukup kalori dan protein tetapi rendah serat.1
Tatalaksana khusus yaitu secara farmakologis berupa pemasangan IVFD RL 20
tpm (makro) untuk mempertahankan keseimbangan cairan karena keadaan umum
pasien yang lemah dan tidak napsu makan, injeksi antibiotik Ceftriaxone 1x 1500
mg selama 5 hari, paracetamol sirup 4x 11/2 cth (jika demam) untuk mengatasi
keluhan demam, pseudoefedrin HCl 3x 1/4 tab selama 5 hari untuk mengatasi
keluhan pilek dan hidung tersumbat. Menurut literatur penyakit demam tifoid
memerlukan antibiotik dalam penatalaksanaan terapinya. Pemberian antibiotik
bertujuan untuk menghentikan dan mencegah penyebaran bakteri. Kloramfenikol
merupakan antibiotik drug of choice pada penyakit demam tifoid, tetapi pada
kenyataan di masyarakat sudah banyak terjadi resistensi, kemudian penggunaan
efektif kloramfenikol pada demam tifoid adalah selama 10-14 hari sedangkan hal
tersebut kurang efektif bila diterapkan di masyarakat ataupun pada kasus ini serta
salah satu efek samping kloramfenikol adalah reaksi hematologik berupa anemia
sedangkan pada kasus ini kadar Hb An.T sedikit rendah sehingga kloramfenikol
tidak menjadi pilihan utama, oleh karena itu antibiotik yang digunakan pada kasus
ini adalah antibiotik lini kedua yaitu ceftriaxone yang dapat cepat menurunkan
suhu, lama pemberian pendek (5 hari) dapat dosis tunggal (1x sehari) serta cukup
aman diberikan pada anak-anak. 1,9,12 Antibiotik ini juga dapat digunakan untuk
mengatasi TFA yang dialami oleh An.T.
Prognosis pada An.T quo ad vitam, ad fungsionam dan ad sanationam baik.
Karena menurut literatur penyakit ini dapat diatasi dengan pemberian antibiotik,
walaupun tergantung ketepatan terapi, usia, keadaan kesehatan sebelumnya serta
ada tidaknya komplikasi. Relaps dapat timbul beberapa kali, carrier kronik (orang
yang fesesnya masih mengandung kuman Salmonella setelah 1 tahun pasca
demam tifoid tanpa gejala klinis) terjadi pada 1-5% penderita demam tifoid.1

27 | L a p o r a n K a s u s D e m a m T y p h o i d , S a r a h I t s n i n a , 1 6 1 0 2 2 1 0 7 4
BAB V
KESIMPULAN

Demam tifoid atau yang biasa disebut tifus adalah infeksi sistemik bersifat
akut yang disebabkan oleh bakteri Salmonella terutama turunannya yaitu
Salmonella typhi.1
Penyakit ini erat kaitannya dengan higiene pribadi dan sanitasi lingkungan,
seperti higiene perorangan, higiene makanan, lingkungan yang kumuh, kebersihan
tempat-tempat umum yang kurang serta perilaku masyarakat yang tidak
mendukung untuk hidup sehat. Penularan demam tifoid terjadi secara fecal-oral
yaitu melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi, biasanya kontaminasi
dari bahan feses, muntahan, ataupun cairan badan yang berasal dari penderita atau
pembawa kuman. Transmisinya juga dapat secara transplasental dari ibu hamil ke
bayinya.4
Gejala-gejala klinis yang timbul sangat bervariasi dari ringan sampai dengan
berat, dari asimptomatik hingga gambaran penyakit yang khas disertai komplikasi.
Gejala klinis demam tifoid pada anak biasanya lebih ringan jika dibanding dengan
penderita dewasa. Ditandai dengan demam satu minggu atau lebih disertai
gangguan pada saluran pencernaan dengan atau tanpa gangguan kesadaran serta
gejala lain yang menyertai berupa malaise, anoreksia, sakit kepala bagian depan,
pusing, bradikardi relatif (peningkatan suhu tubuh yang tidak diikuti oleh
peningkatan frekuensi nadi) tetapi jarang ditemukan pada anak, batuk, nyeri
tenggorokan, mialgia dan rose spot di regio abdomen atas.9
Diagnosis pasti demam tifoid ditegakkan berdasarkan gejala klinis diatas
dan ditemukannya S. typhi pada biakan darah, urin atau feses dan atau
pemeriksaan serologis didapatkan S. typhi titer O ≥1/200 atau kenaikan 4x dalam
interval 1 minggu (titer fase akut ke fase konvalesens).1
Prognosis pada demam tifoid tergantung ketepatan terapi, usia, keadaan
kesehatan sebelumnya serta komplikasi. Relaps dapat timbul beberapa kali, carrier
kronik terjadi pada 1-5% penderita demam tifoid.1

28 | L a p o r a n K a s u s D e m a m T y p h o i d , S a r a h I t s n i n a , 1 6 1 0 2 2 1 0 7 4
DAFTAR PUSTAKA

1. Standar Penatalaksanaan Ilmu Kesehatan Anak. Bagian Ilmu Kesehatan


Anak RSMH. 2014. hal 632-635.
2. Departemen Kesehatan RI. Sistematika Pedoman Pengendalian Penyakit
Demam Tifoid. Jakarta: Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit &
Penyehatan Lingkungan 2013.
3. Departemen Kesehatan RI. Profil Kesehatan Indonesia, Jakarta:
Departemen Kesehatan Republik Indonesia 2010.
4. Departemen Kesehatan RI. Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 364/MENKES/SK/V/2006 tentang Pedoman
Pengendalian Demam Tifoid. Jakarta: Departeman Kesehatan Republik
Indonesia 2006.
5. Cammie F. Lesser, Samuel I. Miller. Salmonellosis. Harrison’s Principles
of Internal Medicine 2005; 16: 897-900
6. Brusch, J.L. Typhoid Fever 2010. Didapatkan dari
http://emedicine.medscape.com/article/231135-overview.
7. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis.
Edisi 2. Jakarta: Badan Penerbit IDAI. 2008.
8. Maarisit CL, Sarimin S, Babakal A. Hubungan Pengetahuan Orang Tua
Tentang Demam Tifoid dengan Kebiasaan Jajan pada Anak di Wilayah
Kerja RSUD Mala. Manado: Fakultas Kedokteran Universitas Sam
Ratulangi 2014. hal 2-7.
9. Inawati. Demam Tifoid. Surabaya: Fakultas Kedokteran Universitas
Wijaya Kusuma 2009. hal 1-6.
10. Chambers, H.F. Infectious Disease: Bacterial and Chlamydial. Current
Medical Diagnosis and Treatment. 2006; 45: 1425-1426.
11. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Standar
Pelayanan Medik. Jakarta: PB PABDI. 2006.

29 | L a p o r a n K a s u s D e m a m T y p h o i d , S a r a h I t s n i n a , 1 6 1 0 2 2 1 0 7 4
12. WHO. Background document : The diagnosis, treatment and prevention of
typhoid fever. WHO/V&B/03.07. Geneva : World Health Organization
2003; p.7-18.
13. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. Pedoman Bagi
Rumah Sakit Rujukan Tingkat Pertama di Kabupaten/Kota. WHO. 2009:
hal 162-163.

30 | L a p o r a n K a s u s D e m a m T y p h o i d , S a r a h I t s n i n a , 1 6 1 0 2 2 1 0 7 4
TUGAS TANYA-JAWAB

1. Berapa lama terapi kloramfenikol dapat menimbulkan efek samping depresi


sumsum tulang belakang?
Jawab: Menurut literatur efek samping kloramfenikol jangka panjang adalah
reaksi hematologik yang terdiri dari dua yaitu reaksi toksik berupa depresi
sumsum tulang belakang dan anemia aplastik (jarang). Efek samping depresi
sumsum tulang belakang berhubungan dengan dosis, progresif dan pulih bila
pengobatan dihentikan, reaksi terlihat apabila kadar obat dalam serum
>25mcg/ml yang dapat menimbulkan kelainan berupa anemia,
retikulositopenia dan peningkatan serum iron.
2. Apakah vaksin tifoid masih perlu diberikan kepada anak yang sudah memiliki
riwayat penyakit demam tifoid?
Jawab: Menurut literatur vaksin tifoid hanya direkomendasikan untuk
pelancong yang berkunjung ke tempat-tempat yang demam tifoid sering
terjadi, orang yang kontak dengan penderita carrier tifoid dan pekerja
laboratorium. Sedangkan untuk orang yang sudah memiliki riwayat menderita
demam tifoid tidak perlu lagi diberikan vaksin karena pada penderita tifoid
kuman Salmonella akan menetap di kandung empedu yang menyebabkan
penyakit dapat relaps dan penderita akan mengekskresikan kuman tersebut
dalam feses/urin selama beberapa jangka waktu dan 1-5% penderita demam
tifoid masih mengekskresikan kuman Salmonella lebih dari 1 tahun (carrier).

31 | L a p o r a n K a s u s D e m a m T y p h o i d , S a r a h I t s n i n a , 1 6 1 0 2 2 1 0 7 4

Anda mungkin juga menyukai