Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
NINI KUSRINI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Nini Kusrini
NIM I351110041
RINGKASAN
NINI KUSRINI. 2014. Sikap Masyarakat terhadap Program Pengembangan Desa
Pesisir Tangguh di Kecamatan Teluk Naga, Kabupaten Tangerang, Provinsi
Banten. Dibimbing oleh: SITI AMANAH dan ANNA FATCHIYA
Indonesian coastal areas faces four main issues, namely: (1) high levels of
poverty, (2) high damage of coastal resources, 3) low independence of the village
social organization and fading local culture, and (4) low infrastructure in the
village and residential environmental health. Those factors are likely to increase
vulnerability of the community to natural disasters and climate risks.
The above condition is also experienced by coastal community living in
Teluk Naga Sub District, Tangerang, Banten. Has also experiencing the above
condition, in response to the situation the government launced Resilient Coastal
Village Development program in 2012. This program is one of the steps in
strengthening the coastal conditions by implementing five main things (the
coaching of people, effort, resources, infrastructure, environment, and disaster
awareness as well). In implementing the program, it requires the community
involvement, therefore, the program could be successful.
This study analyzes the attitude of people towards the program and factors
associated with the attitudes towards program. The study was designed by using
survey method. The location of this research was in the village of Tanjung Pasir
and Muara, in Teluk Naga District, Tangerang Regency. The determination of the
village was done by considering that the village was still implementing the
program. The sample was 60 respondents, selected by using stratified random
sampling, taken proportionally, based on the group activity distribution of the
participants of program. Data collection was conducted in June to August 2013.
Primary data were collected through direct observation and structured interviews
used questionnaire to obtain the information related to the characteristic of
respondents, social, the level of program management, and the attitude description
of people using the program in the village.The secondary data were obtained
from various related institutions. The data management and analysis used
descriptive statistics, and inferential statistics (Rank Spearman) by using SPSS 20
software.
The results showed the coastal community had attitude positive respon but
attitudes not showing the real action in the maintenance of sustainable
environment. The level of acceptance and community response were at high
category, i.e. 55.0% and 48.3%, but in the attitude of respecting and value
establishment were in the middle category, i.e. 48.3% and 73.3%. This indicated
that the community had not been able to develop character that could maintain the
environmental conditions, infrastructure, economy, and disaster awareness.
Spearman rank analysis showed that the factors associated with people’s attitudes
towards program were the characteristic of social environment and program
management level.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
SIKAP MASYARAKAT TERHADAP
PROGRAM PENGEMBANGAN DESA PESISIR TANGGUH DI
KECAMATAN TELUK NAGA KABUPATEN TANGERANG
PROVINSI BANTEN
NINI KUSRINI
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Prof (Ris) Dr Ign Djoko Susanto, SKM
Nini Kusrini
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
1. Sebaran populasi berdasarkan kegiatan program 23
2. Gambaran umum dua desa penelitian, 2013 31
3. Perkembangan kegiatan PDPT di Desa Tanjung Pasir 34
4. Perkembangan kegiatan PDPT di Desa Muara 35
5. Umur peserta program PDPT di dua desa penelitian, 2013. 36
6. Tingkat pendidikan formal peserta program PDPT di dua desa
penelitian, 2013. 37
7. Tingkat pendidikan non formal peserta program PDPT di dua desa
penelitian, 2013. 38
8. Jumlah tanggungan keluarga peserta program PDPT di dua desa
penelitian, 2013. 38
9. Tingkat kekosmopolitan peserta program PDPT di dua desa penelitian,
2013. 39
10. Tingkat pengetahuan peserta, tentang program PDPT di dua desa
penelitian, 2013. 40
11. Tingkat dukungan tokoh masyarakat terhadap peserta program PDPT di
dua desa penelitian, 2013. 41
12. Pendapat peserta program PDPT terhadap peran kelompok di dua desa
penelitian, 2013. 42
13. Pendapat peserta program tentang intensitas kegiatan kelompok PDPT
di dua desa penelitian, 2013. 43
14. Pendapat peserta program PDPT terhadap kejelasan program (konteks)
di dua desa penelitian, 2013. 44
15. Pendapat peserta program PDPT terhadap pengelolaan sumberdaya
(input) di dua desa penelitian, 2013. 45
16. Pendapat peserta program PDPT terhadap proses kegiatan program, di
dua desa penelitian, 2013. 46
17. Pendapat peserta program PDPT terhadap tingkat pencapaian program,
di dua desa penelitian, 2013. 47
18. Tingkat penerimaan masyarakat pesisir terhadap program PDPT di dua
desa penelitian, 2013. 48
19. Tingkat menanggapi masyarakat pesisir terhadap program PDPT di dua
desa penelitian, 2013. 49
20. Tingkat penghargaan masyarakat pesisir terhadap program PDPT di dua
desa penelitian, 2013. 49
21. Tingkat pembentukan nilai peserta program PDPT di dua desa
penelitian, 2013. 50
22. Sikap masyarakat terhadap program PDPT di dua desa penelitian, 2013. 51
23. Hubungan karakteristik lingkungan sosial dengan sikap masyarakat
terhadap program PDPT di dua desa penelitian, 2013. 52
24. Hubungan tingkat pengelolaan program dengan sikap masyarakat
terhadap program PDPT di dua desa penelitian, 2013. 54
25. Hubungan karakteristik personal dengan sikap masyarakat terhadap
program PDPT di dua desa penelitian, 2013. 56
DAFTAR GAMBAR
1. Kerangka berpikir operasional 21
2. Bagan penarikan sampel 24
DAFTAR LAMPIRAN
1. Peta Kecamatan Teluk Naga 63
2. Foto-foto Penelitian 64
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
dan pengelolaan lingkungan sekitarnya, (5) Bina Siaga Bencana dan Perubahan
iklim, yaitu kegiatan yang mencakup usaha-usaha pengurangan risiko bencana
dan dampak perubahan iklim, rencana aksi desa dalam pengurangan risiko
bencana, penyadaran masyarakat, pembangunan sarana dan prasarana
penanggulan bencana (antara lain jalur evakuasi, shelter, struktur pelindung
terhadap bencana, fasilitas kesehatan, dan cadangan strategis) yang menekankan
pada partisipasi dan keswadayaan dari kelompok-kelompok sosial yang terdapat
pada masyarakat atau komunitas pesisir.
Pengembangan Masyarakat
lebih baik dan kemajuan sosial bagi seluruh masyarakat melalui partisipasi aktif
serta inisiatif anggota masyarakat itu sendiri. Perubahan dalam masyarakat
melalui Pengembangan Masyarakat Lokal dapat dilakukan secara optimal apabila
melibatkan partisipasi aktif dari semua masyarakat di mana setiap anggota
masyarakat bertanggung jawab untuk menentukan tujuan dan memilih strategi
yang tepat untuk mencapai tujuan tersebut melalui penggunaan prosedur
demokrasi dan kerjasama atas dasar kesukarelaan, keswadayaan, pengembangan
kepemimpinan lokal, peningkatan strategi kemandirian, peningkatan informasi,
komunikasi, relasi dan keterlibatan anggota masyarakat.
b. Model perencanaan sosial (Social Planning)
Model perencanaan sosial merupakan proses pemecahan masalah secara
teknis untuk menentukan keputusan dan menetapkan tindakan terhadap masalah
sosial tertentu, seperti: kemiskinan, pengangguran, kenakalan remaja, kebodohan
dll. Selain itu, model Perencanaan Sosial ini mengungkap pentingnya
menggunakan cara perencanaan yang matang dan perubahan yang terkendali
yakni untuk mencapai tujuan akhir secara sadar dan rasional dan dalam
pelaksanaannya dilakukan pengawasan-pengawasan yang ketat untuk melihat
perubahan-perubahan yang terjadi.
Strategi dasar yang digunakan untuk memecahkan permasalahan adalah
dengan mengumpulkan atau menungkapkan fakta dan data mengenai suatu
permasalahan. Kemudian, mengambil tindakan yang rasional dan mempunyai
kemungkinan-kemungkinan yang dapat dilaksanakan. Berbeda dengan
Pengembangan Masyarakat Lokal, Perencanaan Sosial lebih berorientasi pada
“tujuan tugas”. Sistem klien Pengembangan Masyarakat Lokal umumnya
kelompok-kelompok yang kurang beruntung (disadvantaged groups) atau
kelompok rawan sosial ekonomi, seperti para lanjut usia, orang cacat, janda, yatim
piatu, wanita atau pria tunasosial, dst.
c. Model aksi sosial (Social Action)
Model aksi sosial ini menekankan betapa gentingnya penanganan secara
terorganisasi, terarah, dan sistematis terhadap kelompok yang tidak beruntung,
juga meningkatkan kebutuhan yang memadai bagi masyarakat yang lebih luas
dalam rangka meningkatkan sumber atau perlakuan yang lebih sesuai dengan
keadilan sosial dan nilai-nilai demokratisasi. Suharto (1997) mengemukakan
bahwa aksi sosial merupakan model pengembangan masyarakat yang bertujuan
untuk melakukan perubahan-perubahan yang mendasar dalam kelembagaan dan
struktur masyarakat melalui proses pendistribusian kekuasaan (distrition of
power), sumber (distribution of resources) dan pengambilan keputusan
(distribution of decision making). Model aksi sosial didasari oleh suatu pandangan
bahwa masyarakat merupakan korban dari adanya ketidak adilan struktur. Dengan
kata lain bahwa masyarakat menjadi tidak berdaya karena disengaja oleh struktur
yang berlaku. Mereka miskin karena dimiskinkan, mereka lemah karena
dilemahkan, dan tidak berdaya karena tidak diperdayakan oleh kelompok elit
masyarakat yang menguasai sumber-sumber ekonomi, politik, dan
kemasyarakatan. Aksi sosial berorientasi pada tujuan proses dan tujuan hasil.
Masyarakat diorganisir melalui proses penyadaran pemberdayaan dan tindakan-
tindakan aktual untuk mengubah struktur kekuasaan agar lebih memenuhi prinsip
demokratis, kemerataan (equality) dan keadilan (equity).
9
Konsep Sikap
persepsi terhadap obyek tersebut. (3) sikap dapat tertuju pada satu atau
sekumpulan obyek, yakni apabila seseorang mempunyai sikap negatif pada orang
lain maka kecenderungan untuk menunjukkan sikap yang sama pada di mana
orang tersebut bergabung. (4) sikap dapat berlangsung lama atau sebentar. Artinya
apabila sikap telah terbentuk dan merupakan nilai dalam kehidupan maka sikap
tersebut akan bertahan lama, sebaliknya, sikap yang belum mendalam dalam diri
seseorang relatif akan mudah untuk di ubah. (5) sikap mengandung faktor
perasaan dan motivasi, motivasi juga memiliki peran dalam mendorong individu
untuk berperilaku terhadap obyek yang dihadapinya.
Kemampuan afektif berkaitan dengan minat dan sikap seseorang. Jika
kemampuan afektif tidak muncul atau tumbuh maka efek yang dimunculkan
adalah individu tidak dapat menyenangi atau mereson dengan baik obyek yang
disekitarnya. Bloom Krathwohl, et., al (Wicaksono 2011) membagi kemampuan
afektif ke dalam lima jenjang Taksonomi yaitu: (1) penerimaan (receiving), yakni
kepekaan seseorang dalam menerima stimulus dari luar yang datang kepada
dirinya. Atau dengan kata lain kemauan seseorang menerima keberadaan
fenomena di sekitarnya. (2) menanggapi (responding), mengandung arti “adanya
partisipasi aktif” dengan kata lain respon merupakan kemampuan yang dimiliki
seseorang untuk mengikut sertakan dirinya secara aktif dalam fenomena tertentu
dalam membuat reaksi terhadapnya. (3) Menilai atau Menghargai (valuing),
merupakan tingkatan sikap yang lebih tinggi dari receiving dan responding.
Valuing artinya memberikan nilai atau memberikan penghargaan terhadap suatu
obyek atau kegiata, tidak hanya mampu menerima atau merespon fenomena tetapi
mampu untuk menilai baik atau buruk fenomena tersebut. (4) mengorganisasikan
(organization), yakni mempertemukan perbedaan nilai baru yang membawa pada
perbaikan umum. Mengatur atau mengorganisasikan merupakan pengembangan
dari nilai kedalam satu sistem organisasi, termasuk didalamnya hubungan satu
nilai dengan nilai yang lain. Sehingga organisasi dapat juga didefenisikan sebagai
pembentukan nilai. Tingkatan yang terakhir yakni (5) Karakterisasi berdasarkan
nilai (Characterization by Value) yakni keterpaduan semua sistem nilai yang telah
dimiliki oleh seseorang, yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah
lakunya. Proses internalisasi nilai atau karakterisasi merupakan hirarki tertinggi
dalam ranah afektif Bloom, di mana nilai tersebut telah tertanam dalam diri
individu, mempengaruhi emosi, dan menjad sebuah kebiasaan dalam diri
seseorang.
Faktor yang Mempengaruhi Sikap
Karakteristik Personal
Umur
Umur seseorang berkaitan dengan tingkat kematangan fisik, sikap dan
mental. Hawkins 1986, mengemukakan bahwa umur, jenis kelamin, dan
pendidikan mempengaruhi perilaku seseorang. Umur menggambarkan
pengalaman dalam diri seseorang, umur merupakan suatu indikator umum tentang
kapan suatu perubahan akan terjadi sehingga terdapat keragaman tindakan
berdasarkan usia yang dimiliki. Berdasarkan taraf perkembangan individu
dikelompokkan pada usia balita, anak-anak, remaja, usia desawa, dan dewasa
lanjut. Havighurst 1972, mengemukakan pengelompokkan umur yakni, dewasa
awal pada usia 18-29 tahun, usia pertengahan pada usia 30-50 tahun, dan masa tua
yakni pada usia di atas 50 tahun.
Sehubungan dengan proses adopsi inovasi berdasarkan pada beberapa
penelitian, Soekartawi 1998, mengemukakan bahwa proses difusi inovasi paling
tinggi adalah pada petani yang berumur paruh baya. Petani yang berumur lanjut
memiliki kebiasaan kurang respon terhadap berbagai kegiatan perubahan atau
inovasi, petani yang lebih muda memiliki semangat lebih dalam menjalankan
kegiatan usahatani dan mencari pengalaman. Abdullah dan Jahi (2006) dalam
penelitiannya menemukan bahwa umur petani sayuran di Kota Kendari
berhubungan dengan tingkat pengetahuan masyarakat tentang pengelolaan
usahatani sayuran. Sejalan dengan hal tersebut Batoa et.,al (2008) juga
menemukan bahwa umur memiliki hubungan dengan kompetensi petani rumput
laut di kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara.
Tingkat Kekosmopolitan
Kekosmopolitan merupakan keterbukaan seseorang terhadap berbagai
sumber informasi sehingga memiliki wawasan dan pengetahuan yang luas.
Mardikanto (1993) mengemukakan bahwa kekosmopolitan adalah tingkat
hubungan seseorang dengan dunia luar di luar sistem sosialnya sendiri.
Kekosmopolitan seseorang dapat dicirikan oleh frekuensi dan jarak perjalanan
yang dilakukan, serta pemanfaatan media massa. Hanafi 1986, mengemukakan
bahwa kekosmopolitan individu dicirikan oleh sejumlah atribut yang
membedakan mereka dengan orang lain di dalam komunitasnya, yakni; (1)
individu tersebut memiliki status sosial, (2) partisipasi sosial lebih tinggi, (3) lebih
banyak berhubungan dengan dunia luar, (4) lebih banyak menggunakan media
massa, dan (5) memiliki hubungan yang lebih banyak dengan orang lain maupun
lembaga yang berada diluar komunitasnya.
Informasi dan pengalaman yag diperoleh masyarakat melalui proses
kekosmopolitan seperti melakukan kunjungan ke desa yang telah sukses
melaksanakan program pemberdayaan akan membentuk sikap positif terhadap
program yang dilaksanakan. Ruben (Prihandoko et., al 2011) mengemukakan
bahwa dalam persfektif theory planned behaviorteori dan communication and
human behavior perilaku merupakan suatu tindakan manusia yang diawali oleh
adanya proses input berupa informasi yang masuk dari tiap individu yang
bergantung pada penting atau tidaknya nilai informasi yang masuk dan
diinterpretasi oleh individu tersebut. Bila dirasakan penting, informasi akan
disimpan oleh individu dalam longterm memory. Sebaliknya bila dirasakan tidak
penting maka informasi akan disimpan dalam shortterm memory dengan
kemungkinan besar individu akan melupakan informasi tersebut. Adanya
informasi atau pengalaman yang diperoleh memungkinkan individu membentuk
sikap sebelum akhirnya bertindk atau berperilaku.
15
Lingkungan merupakan segala hal yang ada di sekitar manusia yang dapat
dibedakan menjadi benda-benda mati atau benda-benda hidup, dengan kata lain
terdapat lingkungan yang bersifat kealaman atau fisik, dan terdapat pula
lingkungan yang mengandung kehidupan atau sosial (Walgito, 2003). Kedua jenis
lingkungan tersebut akan mempengaruhi perilaku individu.
Rakhmat, (2001) mengemukakan bahwa terdapat faktor situasional yang
dapat mempengaruhi perilaku individu, di antaranya adalah lingkungan sosial
masyarakat yang di dalamnya terdapat interaksi antar individu. Dapat disimpulkan
bahwa lingkungan sosial adalah hubungan interaksi antara masyarakat dengan
lingkungan.Sikap masyarakat terhadap lingkungan sosial dipengaruhi oleh nilai
sosial, itulah hubungannya. Jika nilai sosial tentang lingkungan lantas
berubah/terjadi pergeseran, maka sikap masyarakat terhadap lingkungan juga
berubah/bergeser. Itulah sebabnya masyarakat dan nilai sosial selalu terlihat
dinamis, terlepas dari baik dan buruknya lingkungan sosial. Lingkungan yang baik
biasanya menggambarkan masyarakat yang baik, begitupun sebaliknya.
Faktor kunci untuk keberhasilan dan keberlanjutan suatu program adalah
membangun rasa memiliki di antara masyarakat dan para pemangku kepentingan,
serta membangun sikap positif dan partisipatif. UU No. 17 tahun 2010 tentang
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJP) tahun 2005-2025
memiliki tujuan salah satunya adalah menjamin tercapainya penggunaan sumber
daya secara efisien, efektif, berkeadilan, dan berkelanjutan, serta mengoptimalkan
masyarakat. Oleh karena itu pengembangan program diharapkan mampu untuk
mengembangan dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat.
16
Peran Kelompok
Peran adalah tugas atau kewajiban yang harus dijalankan oleh seseorang
oleh seseorang tersebut harus dilaksanakan dengan baik dan penuh dengan rasa
tanggungjawab. Dalam pengembangan kegiatan program pendekatan kelompok
juga merupakan suatu keharusan, karena secara sendiri-sendiri warga masyarakat
sulit untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya, selain itu
organisasi/kelompok adalah suatu power yang penting. Selain itu dengan
pendekatan kelompok juga paling efektif, dan di lihat dari penggunaan
sumberdaya juga lebih efisien (Karsidi, 2001). Jamasy (2004) mengemukakan
bahwa, salah satu pola pendekatan pemberdayaan yang dianggap mampu
mengangkat derajat ketidak-berdayaan masyarakat pesisir adalah dengan
pendekatan kelompok. Melalui media kelompok, kreativitas masing-masing
anggota kelompok akan mewarnai kehidupan kelompoknya masing-masing
sekaligus menjadi media tukar menukar informasi, pengetahuan dan sikap. Hal
ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Tampubolon et al., (2006)
bahwa tingkat keberhasilan pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan
kelompok dipengaruhi oleh keefektifan dan kekeompakan kelompok.
Setiawan (2009) menemukan bahwa pemberdayaan masyarakat pesisir
tidak dapat dilakukan secara sendiri, akan tetapi perlu adanya kerjasama yang
simultan dan lintas sektoral, dengan cara pendekatan partisipatif yakni melibatkan
masyarakat dan pemerintah setempat daam bentuk pengelolaan bersama, di mana
masyarakat berpartisipasi aktif baik dalam perencanaan sampai pada pelaksanaan.
Pada hakekatnya, kegiatan pengembangan masyarakat adalah sebuah
pembangunan yang menciptakan kondisi yang menguntungkan bagi kemajuan
kehidupan di berbagai bidang, baik ekonomi, sosial budaya maupun aspek
kehidupan lain sehingga tercapai kesejahteraan, Dalam pengembangan
masyarakat kita telah mengetahui prinsip-prinsip pengembangan masyarakat,
namun dari sekian puluh prinsip yang ada, pokok intinya adalah partisipasi,
kemandirian dan keswadayaan. Partisipasi diartikan bahwa setiap program
melibatkan masyarakat, baik fisik, ide, dan materi. Keterlibatan disini memiliki
makna keikutsertaan masyarakat secara fisikal dan mentalitas. Program selalu
berasal dan untuk pemenuhan masyarakat, sehingga yang merencanakan adalah
agen bersama masyarakat
Pengelolaan Program
Kerangka Berpikir
Desa Tanjung Pasir 35 persen lebih tinggi daripada nelayan di Desa Muara. Hal
ini berkaitan dengan akses kepada sarana dan prasarana perikanan yang jauh lebih
mudah dan tersedia di Desa Tanjung Pasir. Fasilitas yang tersedia di desa tersebut
meliputi Tempat Pelelangan Ikan, kios sarana produksi perikanan, ketersediaan
Bahan Bakar Minyak, dan infra struktur jalan raya yang jauh lebih baik daripada
di Desa Muara.
Program pengembangan desa pesisir merupakan program yang ditujukan
untuk meningkatkan kualitas kesejahteraan masyarakat dan membangun kawasan
pesisir yang berkualitas, program pengembangan diharapkan mampu membantu
menyelesaiakan masalah yang dihadapi masyarakat. Namun beragam program
yang dilaksanakan oleh pemerintah dalam mengembangkan desa pesisir akan sulit
mencapai tujuan apabila belum melibatkan masyarakat, sehingga dalam posisi ini
peran aktif masyarakat sangat penting bagi kelancaran dan keberhasilan
pencapaian tujuan program.
Sikap masyarakat menjadi hal yang sangat penting dalam pelaksanaan
program. Sikap positif terhadap program PDPT menjadi modal yang sangat
penting dalam mendukung keberhasilan dan keberlanjutan program karena
merupakan dasar utama bagi timbulnya kesediaan untuk ikut terlibat dan berperan
aktif dalam setiap kegiatan program tersebut. Indikator keberhasilan program
PDPT dapat dilihat dengan adanya perubahan kehidupan masyarakat baik dalam
hal perbaikan infrastruktur desa maupun dalam hal peningkatan sosial ekonomi
masyarakat. Oleh karena itu dukungan sikap positif berupa kesadaran dan
kesediaan masyarakat serta partisipasi aktif untuk terlibat dalam kegiatan program
baik pada setiap pertemuan, sosialisasi, dan pada pelaksanaan menjadi kunci
kesuksesan dan keberlanjutan PDPT.
Sikap erat hubungannya dengan emosi masyarakat pemanfaat. Jika
kemampuan afektif pada masyarakat muncul, maka efek secara langsung adalah
masyarakat tidak akan menyenangi dan merespon dengan baik kegiatan program,
sehingga hal ini sangat perlu untuk diperhatikan. sikap masyarakat terhadap
komponen program PDPT (Y1) diukur dari tingkatan sikap masyarakat dalam
Menerima (Receiving), Menanggapi (Responding), Menghargai (Valuing), dan
Pembentukan Nilai (Organization), diduga dipengaruhi oleh karakteristik personal
(X1) meliputi variabel: umur, tingkat pendidikan formal, kesertaan dalam
pelatihan, jumlah tanggungan, tingkat kekosmopolitan, dan tingkat pengetahuan
tentang program. Karakteristik lingkungan sosial (X2) meliputi peubah: tingkat
dukungan tokoh masyarakat, peran kelompok, dan intensitas kegiatan program,
serta tingkat pengelolaan program (X3) meliputi variabel: kejelasan program
(konteks), ketepatan pengelolaan sumberdaya (input), kesesuaian pelaksanaan
kegiatan program (proses), serta tingkat pencapaian program (produk),
sebagaimana yang terlihat pada Gambar 1.
21
(X1.1) Umur
(X1.2) Tingkat pendidikan formal
(X1.3) Pendidikan non formal
(Kesertaan dalam
pelatihan)
(X1.4) Jumlah tanggungan
Keluarga
(X1.5) Tingkat kekosmopolitan
(X1.6) Tingkat pengetahuan Sikap Masyarakat Terhadap
tentang program Komponen Program
(Y)
Karakteristik Lingkungan
Sosial (X2) (Y1.1) Tingkat Penerimaan
Masyarakat (Receiving) Keberlanjutan
(X2.1) Tingkat dukungan tokoh (Y1.2) Menanggapi Program
masyarakat (Responding)
(X2.2) Peran kelompok (Y1.3) Menghargai (Valuing)
(X2.3) Intensitas Kegiatan (Y1.4) Pembentukan nilai
Program (Organization)
Hipotesis
METODE PENELITIAN
Rancangan Penelitian
Data
Jenis data dalam penelitian ini terdapat data primer dan data sekunder.
Data primer diperoleh secara langsung dari sumber pertama, dan merupakan data
yang belum diolah, yakni dari responden, tokoh masyarakat dan pengelola
program. Data dari responden didapat melalui wawancara dan pengamatan
langsung di lapangan. Data primer yang dikumpulkan meliputi karakteristik
personal, karakteristik lingkungan soaial, tingkat pengelolaan program, serta sikap
masyarakat terhadap komponen progrm. Data sekunder sebagai data pendukung
diperoleh dari sumber kedua dan telah diolah, berupa data masyarakat pemanfaat
program PDPT, serta data monografi penduduk di Desa Tanjung Pasir dan Desa
Muara, Kecamatan Teluk Naga, Kabupaten Tangerang.
Pengumpulan Data
Pada penelitian ini, data dikumpulkan melalui:
1. Pengamatan langsung, yaitu pengumpulan data dengan observasi langsung
pada lokasi penelitian, yakni di Desa Tanjung Pasir dan Muara. Pengamatan
dilakukan untuk melihat secara langsung kondisi masyarakat, kondisi
lingkungan, dan pelaksanaan kegiatan PDPT.
2. Wawancara, sebagai pengumpulan data dengan melakukan tatap muka dengan
menggunakan pedoman wawancara terstruktur dalam bentuk kuesioner
dilakukan untuk memperoleh informasi secara sistematis tentang sikap
masyarakat terhadap program sehingga diperoleh data yang lebih lengkap dan
akurat. Selain itu pengumpulan data juga dilakukan dengan melakukan
25
Validitas instrumen
Validitas instrumen menunjukkan sejauh mana alat ukur tersebut
mengukur apa yang ingin diukur (Singarimbun dan Efendi, 1995). Kerlinger
(2003) menyatakan bahwa suatu alat ukur dikatakan sahih apabila alat ukur
tersebut dapat digunakan untuk mengukur secara tepat konsep yang sebenarnya
ingin diukur. Pada penelitian ini, uji validitas instrumen dilakukan dengan
menggunakan uji validitas isi (validitas butir) dengan cara menyusun indikator
pengukuran operasional berdasarkan kerangka teori dari konsep yang akan diukur.
Validitas isi dari sebuah instrumen ditentukan dengan jalan mengkorelasikan
antara skor masing-masing item dengan total skor masing-masing item. Validitas
eksternal terhadap instrumen juga dinilai berdasarkan aspek bahasa.
Kriteria validitas instrumen jika r-hitung lebih besar dari r-tabel pada taraf
kepercayaan (signifikansi) tertentu, berarti instrumen tersebut valid. Sebaliknya,
jika angka korelasi yang diperoleh (r-hitung) lebih kecil dari r-tabel (berkorelasi
negatif), berarti pertanyaan tersebut bertentangan dengan pertanyaan lainnya atau
instrumen tersebut tidak valid.
Instrumen yang telah disusun, kemudian diujicobakan terhadap 10 orang
peserta program PDPT di Kecamatan Teluk Naga. Hasil uji validitas
memperlihatkan nilai koefisien untuk n=10 dengan ά = 0,05 diperoleh nilai
korelasi (r hitung) yakni 0.560 sampai dengan 0.941, sedangkan nilai r tabel=
0,55. Dengan demikian hasil pengujian uji validitas memperlihatkan bahwa dari
83 item pertanyaan yang diuji, diperoleh 66 item pertanyaan yang valid.
Reliabilitas instrumen
Reliabilitas instrumen adalah indeks yang menunjukkan ketepatan alat
tersebut untuk mengukur sesuatu yang diukurnya. Kerlinger (2003) reliabilitas
adalah keandalan, kemantapan, konsistensi, prediktibilitas atau keteramalan,
kejituan, ketepatan atau akurasi.
Uji validitas dan reliabilitas instrumen dilakukan melalui ujicoba terhadap
kuesioner yang digunakan terhadap sejumlah responden di tempat yang berbeda
dan waktu yang berbeda, yang memiliki karakteristik sama dengan responden
sesungguhnya. Pada penelitian ini, uji reliabilitas yang digunakan adalah metode
Cronbach Alpha atau Cr. Alpha berdasarkan skala Cr. Alpha 0 sampai dengan 1.
Apabila nilai hasil perhitungan (α) dikelompokkan ke dalam lima kelas dengan
skala yang sama (0 sampai 1), maka ukuran kemantapan alpha dapat
diinterprestasikan sebagai berikut :
(1) Nilai koefisien Alpha berkisar 0,00 – 0,20, berarti kurang reliabel
(2) Nilai koefisien Alpha berkisar 0,21 – 0,40, berarti agak reliabel
(3) Nilai koefisien Alpha berkisar 0,41 – 0,60 berarti cukup reliabel
(4) Nilai koefisien Alpha berkisar 0,61 – 0,80, berarti reliabel
26
(5) Nilai koefisien Alpha berkisar 0,81 – 1,00, berarti sangat reliabel
Instrumen yang telah disusun, kemudian diujicobakan terhadap 10 orang
peserta program PDPT di Kecamatan Teluk Naga. Hasil pengujian reliabilitas
memperlihatkan instrumen penelitian yang digunakan reliabel, karena nilai koefisien
Alpha berkisar antara 0.871 hingga 0.954.
Analisis Data
6 di 2
rs 1
n n2 1
Keterangan :
di2 = ( Xi - Yi )2
rs = koefisien korelasi rank Spearman
di = selisih ranking Xi dan Yi
Yi = ranking variabel Yi
Xi = ranking variabel Xi
Desa Tanjung Pasir dan Desa Muara merupakan daerah dataran rendah
dengan ketinggian masing-masing 1 meter dan 40 meter di atas permukaan laut
(dpl). Secara administrasi, desa-desa tersebut terbagi ke dalam 6 (enam) wilayah
kemandoran atau kampung. Desa Tanjung Pasir terbagi atas Kampung Tanjung
Pasir, Sukamanah Barat (empang), Garapan, Gagah Sukamanah, Sukamulya I dan
Kampung Sukamulya II, sedangkan Desa Muara atas kampung Muara, Cipete,
Tanjungan, Kedung Bolang, Petopang, dan Garapan.
Desa Tanjung Pasir merupakan pemekaran dari Desa Tegalangus
berdasarkan Peraturan Daerah Kab. Tangerang No. 7 tahun 2007 tentang
Pembentukan Pemeritahan Desa. Nama Tanjung Pasir sendiri berasal dari kata
Tanjung yang berarti daratan yang menonjol di permukaan laut Jawa, dan kata
Pasir karena permukaan tanahnya yang berpasir.
Secara umum lingkungan Desa Tanjung Pasir dan Muara masih
memprihatinkan dan terlihat kumuh, masih banyak rumah warga yang tidak layak
huni. Akses utama masyarakat masih ada yang rusak, tergenang air dan sebagian
masih berupa tanah keras, saluran air limbah rumah tangga tidak memadai, serta
penumpukan sampah yang disebabkan belum adanya tempat pembuangan sampah
dan pengelolaan kebersihan masih minim.
Kampung Garapan Desa Tanjung Pasir dan Desa Muara tergolong wilayah
yang memiliki risiko tinggi terhadap dampak perubahan iklim. Hal ini ditandai
dengan seringnya banjir (rob) di pemukiman warga yang berdampak pada
meluasnya lahan produktif yang hilang, banyaknya pemukiman penduduk yang
tergenang dan bahkan ada pemukiman yang tenggelam, sehingga mempengaruhi
kehidupan masyarakat. Masalah lainnya adalah abrasi pantai yang terjadi pada
32
Potensi Desa
Desa Tanjung Pasir memiliki lahan pertanian sekitar 83 ha, yakni sawah
yang hanya diusahakan untuk tanaman padi pada saat musim hujan (tadah hujan).
Oleh karena itu, pada saat musim kemarau, petani beralih kepada tanaman buah-
buahan semusim (seperti semangka dan timun). Selain sektor perikanan dan
pertanian, potensi ekonomi yang memungkinkan dikembangkan masyarakat Desa
Tanjung Pasir adalah kerajinan dan pariwisata. Salah satu kerajinan yang
berkembanga adalah handycraft dari pasir. Kerajinan tersebut dimotori oleh para
pemuda yang tergabung dalam komunitas Sekar Tavas atau Seni Kreasi Tanjung
Pasir yang juga merupakan kelompok dalam Program Pengembangan Desa Pesisir
Tangguh. Pariwisata di Desa Tanjung Pasir cukup banyak, hanya saja belum
terkelola dengan optimal. Adapun obyek wisata yang ada di Desa Tanjung Pasir
yakni: (1) Tanjung Pasir Resort, yang mengangkat perekonomian desa; (2)
Restoran dan rumah makan di sepanjang jalan menuju Desa Tanjung Pasir; (3)
Pantai Desa Tanjung Pasir yang sebagian dikuasai oleh Angkatan Laut sebagai
33
lokasi latihan dan SIKIB (Solidaritas Istri Kabinet Indonesia Bersatu); (4)
Kawasan Mangrove; (5) Penangkaran Buaya; dan (6) Dermaga dan TPI (Tempat
Pelelangan Ikan).
Desa Muara juga memiliki potensi untuk dikembangkan, yakni potensi
perikanan, pertanian, dan pariwisata. Desa ini dapat dikembangkan menjadi
daerah pariwisata, terutama wisata pemancingan ikan di tambak, wisata kuliner
ikan. Kegiatan pengembangan usaha perikanan sesuai dengan potensi yang
dimiliki yakni kegiatan budidaya ikan (bandeng, udang dll). Pengolahan ikan
mempunyai nilai jual yang cukup tinggi sehingga Desa Muara juga bisa dijadikan
daerah pemasaran produk ikan dari tambak, sentra olahan hasil perikanan, areal
pemancingan, resort, penyewaan perahu wisata dan sebagainya. Hanya saja
potensi pariwisata pesisir belum dikembangkan dan digarap secara optimal. Masih
banyak yang perlu dibenahi terutama kesadaran masyarakat dalam pemeliharaan
lingkungan, perlu diupayakan penanganan secara intensif agar Desa Muara bisa
menjadi daerah wisata yang asri, bersih, indah dan bersemi.
2. Bina Infrastruktur
dan lingkungan
a. Pembangunan Panjang 90 m, SPAL mampu mengalirkan
SPAL Lebar 40 cm limbah waga ke laut sehingga
Realisasi P. limbah yang biasanya mengalir
120m, L. 20cm ke pekarangan rumah warga
tidak lagi terjadi.
b. Pembangunan 2 unit sarana air Manfaatnya mampu dirasakan
sarana air bersih dan 1 oleh masyarakat dalam
bersih, MCK, unit MCK memenuhi kebutuhan MCK
dan Pembuatan dan air bersih.
MCK
Mushollah
3. Bina Usaha
a. Pengadaan 1 unit perahu Pengadaan perahu dan pondok
Perahu dan wisata, 2 unit wisata belum mampu dikelola
Pondok Wisata pondok wisata dengan baik oleh masyarakat,
sehingga belum mampu
meningkatkan ketangguhan
ekonomi mereka
b. Pengadaan 1 paket Mesin yang telah dibeli tidak
Mesin Papin dimanfaatkan dan dioperasikan
Block oleh masyarakat. Selain karena
tidak memiliki lahan,
masyarakat juga tidak memiliki
dana untuk membeli bahan
dasar pembuatan papin block,
sehingga saat ini mesin tersebut
hanya di smpan di rumah
warga.
Keterangan* : Saat pelaksanaan penelitian
36
Umur
Umur responden berkisar antara 19-60 tahun (Tabel 5). Jika mengacu pada
batasan usia produktif menurut Rusli 1995, bahwa usia produktif seseorang
berkisar antara 15-65 tahun, maka 90 persen responden tergolong produktif.
Salkind 1985, menegaskan bahwa umur berkaitan dengan tingkat kematangan
biologis dan psikologis seseorang dalam melakukan aktivitas. Seseorang yang
dalam usia produktif cenderung memiliki kondisi fisik dan psikis yang optimal
dalam bekerja. Artinya, pembangunan desa yang bertujuan untuk meningkatkan
taraf hidup masyarakat akan sangat membutuhkan partisipasi masyarakat yang
berada pada kelompok produktif.
Responden yang berada pada umur produktif akan lebih mudah menerima
perubahan, ide-ide dan inovasi, sehingga diharapkan dapat meningkatkan
produksi dan pendapatan. Hal tersebut sejalan dengan hasil penelitian Pakpahan
(2006) yang menyatakan bahwa pada usia produktif nelayan memiliki kondisi
fisik yang baik dan membuat nelayan mampu melakukan kegiatan secara optimal
dan mampu mengembangkan diri dengan baik. Oleh karena itu jika dilihat dari
faktor umur, maka responden di dua desa penelitian merupakan aset sumberdaya
manusia (SDM) yang perlu diperhatikan untuk dikembangkan.
Tabel 6 Tingkat pendidikan formal peserta program PDPT di dua desa penelitian,
2013.
Tingkat Kategori Desa Tanjung Desa Muara Total
Pendidikan (Tahun Pasir
Formal sukses) n % n % n %
Rendah 0-9 30 100 28 93.3 58 96.7
Sedang 10-13 0 0 2 6.7 2 3.3
Tinggi ≥ 14 0 0 0 0 0 0
Jumlah 30 100 30 100 60 100
Rata-rata 5.8 5.9 5.9
Tabel 7 Tingkat pendidikan non formal peserta program PDPT di dua desa
penelitian, 2013.
Tingkat Desa Tanjung
Kategori Desa Muara Total
Pendidikan Pasir
(Jumlah/tahun)
Non Formal n % n % n %
Rendah 0-1 26 86.7 29 96.7 55 91.7
Sedang 2-3 4 13.3 1 3.3 5 8.3
Tinggi ≥4 0 0 0 0 0 0
Jumlah 30 100 30 100 60 100
Rata-rata 0.7 0.2 0.5
Tingkat Kekosmopolitan
Tingkat kekosmopolitan adalah ketebukaan anggota kelompok PDPT di
Desa Tanjung Pasir dan Desa Muara terhadap informasi, melalui hubungan
mereka dengan berbagai sumber informasi yang ada. Mardikanto (1993)
mengemukakan bahwa masyarakat yang relatif lebih kosmopolit memiliki tingkat
adopsi inovasi lebih cepat dibandingkan dengan masyarakat yang lokalit.
Peran Kelompok
Kelompok memiliki peran penting dalam menyukseskan tujuan program,
Stocbridge et al., (2003) mengemukakan bahwa peran dipengaruhi oleh keadaan
sosial. Dalam suatu kelompok masing-masing anggota tentu tidak melakukan hal
yang sama dalam mencapai tujuan. Ketua kelompok dan setiap anggota memiliki
tugas dan fungsi yang berbeda dan peran yang berbeda.
Tabel 12 Pendapat peserta program PDPT terhadap peran kelompok di dua desa
penelitian, 2013.
Tingkat Desa Tanjung
Kategori Desa Muara Total
Peran Pasir
(Skor)
Kelompok n % n % n %
Rendah 5-9 9 30.0 9 30.0 18 30.0
Sedang 10-14 10 33.3 12 40.0 22 36.7
Tinggi ≥ 15 11 36.7 9 30.0 20 33.3
Jumlah 30 100 30 100 60 100
Rata-rata 12.0 12.2 12.1
bagi para anggotanya. Intensitas kegiatan program berada pada kategori rendah
baik terkait program maupun pelaksanaan program.
Tingkat pencapaian program di dua desa pesisir Teluk Naga berada pada
kategori tinggi (Tabel 17). Hal ini karena pelaksanaan kegiatan program yang
mencakup: Bina Sumberdaya (Penanaman Mangrove, Bina Lingkungan dan
Infrastruktur (pembangunan Saluran Pembuangan Air Limbah (SPAL), dan
Pengadaan Sarana Pengelolaan Sampah, pembangunan MCK dan Sarana Air
Bersih, Pembangunan Sarana Air Bersih, Rehab Sarana Ibadah dan Pembuatan
MCK, dan Pembangunan Jalan Paping Block), serta Bina Siaga Bencana
(Pembangunan Turap Sungai) manfaatnya mampu dirasakan oleh masyarakat.
Seperti penuturan masyarakat yang mengemukakan bahwa “untung ada
pembangunan turap sungai neng, dulu waktu belum dibangun kalau hujan atau
pasang kita mah tdk bisa lewat di jalan ini, banjir dan masuk ke rumah warga”
Bina Usaha (Pelatihan dan Pengadaan Sarana untuk Kerajinan, Pelatihan
dan Pengadaan Sarana Pengelolaan Limbah untuk Kerajinan, Pengadaan Perahu
Wisata, serta Pengadaan Mesin Paping Block), tidak mampu dimanfaatkan dengan
baik oleh masyarakat pemanfaat program. Hal ini dikarenakan dana yang
diberikan oleh pemerintah sebagai pelasana program habis digunakan untuk
pengadaan mesin, sehingga kelompok tidak lagi memiliki dana untuk biaya
operasional untuk menjalankan usaha.
Pembahasan terkait pelaksanaan program menunjukkan bahwa
pengelolaan program (dalam hal ini program PDPT) dengan baik merupakan hal
penting yang menjadi tanggung jawab semua pihak, baik oleh pelaksanan program
(pemerintah), maupun masyarakat sebagai kelompok pemanfaat program.
Komitmen dan tanggung jawab tersebut dimulai dari awal, pada saat identifikasi
kebutuhan masyarakat, tindak lanjut pelaksanaan program, sampai dengan hasil
yang dicapai. Tingkat pengelolaan program di dua desa penelitian
memperlihatkan bahwa, kejelasan program PDPT (konteks) secara umum di dua
desa pesisir masih berada pada kategori rendah. Hal ini terjadi karena masyarakat
tidak mendapatkan informasi yang lengkap dan jelas terkait program PDPT,
sedangkan pengelolaan sumberdaya (input) program PDPT berada pada kategori
sedang. Perlunya peningkatan keterlibatan pelaksana program baik dalam
pemberian informasi sampai pada pengawasan, pendamping serta media yang
digunakan dalam proses pendampingan akan meningkatkan penggelolaan input
program.
Proses pelaksanaan kegiatan program berada pada kategori rendah, hal ini
menunjukkan rendahnya keterlibatan masyarakat pemanfaat program dalam
proses pelaksanaan kegiatan program PDPT. Masyarakat menilai bahwa
48
(53.3%). Hal ini disebabkan tokoh masyarakat di desa Muara cenderung lebih
aktif terlibat kemasyarakat untuk sekedar bertanya atau pun berbincang seputar
program PDPT.
Pengalaman masyarakat terkait program-program sebelumnya yang tidak
sesuai dengan apa yang mereka harapkan juga menjadi penyebab kurangnya
penghargaan terhadap program PDPT. Sejalan dengan hal tersebut, Sutopo (1996)
mengemukakan bahwa berbagai hal yang terjadi dan menjadi pengalaman yang
kurang menyenangkan sering mengakibatkan warga masyarakat kurang mampu
bersikap terbuka untuk secara jujur menyatakan persepsi dan pandangannya
tentang suatu program yang diselenggarakan pemerintah. Karena sering dilandasi
oleh persepsi yang kurang positif maka keterlibatan yang ada sering merupakan
partisipasi semu, dimana anggota kelompok nampak berpartisipasi, tapi
kenyataannnya tidak, artinya para anggota kelompok ikut berpartisipasi, tetapi
tidak diberi wewenang dalam menyusun perencanaan, kegiatan yang akan
dilaksanakan dan waktu pelaksanaanya. Keadaan yang demikian itu bila sering
terjadi maka akan berakibat kurang lancarnya kegiatan sesuai dengan rencana
sehingga, menyulitkan usaha pencapaian tujuan program secara utuh.
Secara umum sikap masyarakat di dua desa pesisir Teluk Naga terhadap
program PDPT berada pada kategori sedang (Tabel 22). Sikap menunjukkan
penilaian (positif dan negatif) masyarakat terhadap obyek yang ada di sekitarnya
51
dalam hal ini adalah program PDPT. Secara umum sikap mempengaruhi tingkah
laku seseorang, masyarakat yang senang dengan program PDPT akan memberikan
dukungan nyata dalam pelaksanaannya. Hasil penelitian menempatkan sikap
masyarakat di dua desa penelitian berada pada kategori sedang, hal ini
menunjukkan bahwa masih banyak hal yang perlu diperbaiki dan ditingkatkan dan
diperbaiki, terutama pada beberapa hal yang sangat berhubungan dengan
pembentukan sikap positif masyarakat.
Tabel 22 Sikap masyarakat terhadap program PDPT di dua desa penelitian, 2013.
Sikap Masyarakat
Tingkatan Sikap Rendah Sedang Tinggi Total (%)
(%) (%) (%)
Tingkat penerimaan 15.0 30.0 55.0 100
Tingkat respon 16.7 35.0 48.3 100
Tingkat menghargai 6.7 48.3 45.0 100
Pembentukan nilai 6.7 73.3 20.0 100
Sikap hanya dapat ditunjukan oleh perilaku yang nampak, diikuti dengan
kecenderungan untuk melakukan tindakan sesuai dengan obyek, baik berupa
dukungan maupun perasaan tidak mendukung. Hal tersebut sejalan dengan,
Winkel 2006, mengemukakan bahwa sikap sebagai kecenderungan untuk
menerima atau menolak obyek berdasarkan penilaian atas obyek tersebut. Jika
obyek tersebut dinilai berguna maka seseorang akan berkecenderungan menerima
secara positif, sebaliknya bila dianggap tidak berguna akan diberi reaktif negatif.
Untuk mewujudkannya menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor
pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan. Pembahasan faktor-faktor
yang berhubungan dengan sikap masyarakat terhadap program PDPT merujuk
pada temuan penelitian yang disajikan pada Tabel 23,24, dan 25, diperjelas
dengan informasi yang didapatkan dari lokasi penelitian serta didukung oleh teori
dan hasil penelitian yang relevan.
Faktor-faktor yang berhubungan dengan sikap masyarakat terhadap
program PDPT di Desa Tanjung Pasir dan Desa Muara dianalisis dengan
menggunakan Rank Spearman. Hasil analisis (Tabel 23, 24, dan 25) menunjukkan
faktor yang berhubungan dengan sikap masyarakat terhadap program PDPT, yaitu
tingkat kekosmopolitan, tingkat pengetahuan tentang program, tingkat dukungan
tokoh masyarakat, peran kelompok, intensitas kegiatan program, konteks
program, pengelolaan sumber daya (input), proses kegiatan program, serta
pencapaian program (produk).
Hipotesis penelitian adalah sebagai berikut terdapat hubungan nyata positif
antara karakteristik personal (X1), karakteristik lingkungan sosial (X2), dan
tingkat pengelolaan program (X3), terhadap tingkat penerimaan, respon,
penilaian, dan penilaian masyarakat terhadap program PDPT. Pengujian hipotesis
dilakukan dengan analisis korelasi Rank Spearman. Jika nilai signifikansinya (p-
value) <0,01 dan 0,05, maka terdapat hubungan yang nyata antara peubah
52
Pengelolaan Program
Faktor kedua yang berhubungan dengan sikap masyarakat terhadap
program PDPT adalah tingkat pengelolaan program, yang menggambarkan
realisasi program, kejelasan program (konteks), pengelolaan sumberdaya (input),
proses kegiatan program dan tingkat pencapaian program. Dalam realisasi
pelaksanaan program, masyarakat dibantu untuk mengkaji kebutuhan, masalah
dan peluang yang ada dalam lingkungan mereka sendiri. Tenaga pendamping
(pelaksana program) dalam membantu masyarakat seharusnya dapat dilakukan
melalui pelibatan masyarakat mulai dari perencanaan sampai evaluasi program.
Hubungan tingkat pengelolan program dengan sikap masyarakat terhadap
program PDPT dijabarkan dalam empat peubah teramati, yaitu: (1) kejelasan
program (konteks), (2) ketepatan pengelolaan sumberdaya (input), (3) kesesuaian
pelaksanaan kegiatan program (proses), dan (4) tingkat pencapaian program.
54
Dikaitkan dengan model perubahan sosial menurut Less dan Smith 1975
maka, program pengembangan yang direalisasikan di lokasi penelitian, masih
menerapkan model konsensus karena masih direncanakan dan dirancang pada
tingkat nasional. Hal ini terlihat dari kurangnya keterlibatan masyarakat dalam
proses perencanaan. Asumsi yang dikemukakan Rothman (Adi 2003) untuk
paradigma local development, yaitu komunitas diintegrasikan dan dikembangkan
kapasitasnya dalam upaya memecahkan masalah secara kooperatif, serta
membangkitkan rasa percaya diri akan kemampuan masing-masing anggota
masyarakat belum sepenuhnya diterapkan.
Program yang dilaksanakan hendaknya mampu memanfaatkan potensi
kelembagaan yang berakar kuat dalam struktur masyarakat lokal mau dan mampu
mengelola potensi sosial ekonomi yang dimiliki. Dalam menjalankan kegiatan
usaha, masyarakat memerlukan modal, pengetahuan, dan keterampilan yang
relevan, namun tidak selalu tersedia ataupun tidak terpenuhi di tingkat lokal.
Karena itu penyuluh pertanian/tenaga pendamping bertugas mengelola sistem
yang dapat memperlancar upaya masyarakat memperoleh kebutuhan tersebut baik
secara individu maupun kelompok (Sajogyo 1999).
Hasil pengamatan di lapangan juga memperlihatkan bahwa kondisi dua
desa pesisir yang tidak memperlihatkan banyak perubahan. Perubahan yang
terjadi lebih banyak pada hal infrastruktur dan siaga bencana, sedangkan kondisi
lingkungan masih saja terlihat tidak terawat. Sama halnya dengan kegiatan bina
usaha yang diberikan kepada kelompok pemanfaat, hal tersebut ternyata belum
mampu untuk memperbaiki kondisi perekonomian masyarakat. Pengembangan
usaha tidak mampu dikelola oleh masyarakat dengan baik, bantuan dana yang
diberikan hanya digunakan untuk membeli peralatan dan mesin-mesin (mesin
pengolahan sampah dan mesin pembuatan paping block) untuk usaha, namun
kemudian perlengkapan tersebut tidak digunakan untuk menjalankan usaha,
melainkan hanya menjadi hiasan di dua desa pesisir tersebut.
55
Karakteristik Personal
Karakteristik personal merupakan faktor terakhir yang diamati untuk
melihat hubungannya dengan sikap masyarakat terhadap program: (1) umur, (2)
tingkat pendidikan formal, (3) pendidikan nonformal, (4) jumlah tanggungan, (5)
tingkat kekosmopolitan, (6) tingkat pengetahuan.
(0.079), penilaian (0.074), dan organisasi (0.248). Hal ini menunjukkan masih
rendahnya (sedikit) kegiatan pendampingan yang dilakukan oleh pelaksana
program kepada masyarakat. Peubah dalam karakteristik personal yang memiliki
hubungan yang cukup kuat terhadap sikap masyarakat terhadap program PDPT
yadalah tingkat kekosmopolitan: penerimaan (0.517), respon (0.376), penilaian
(0.335), dan organisasi (0.462) serta tingkat pengetahuan tentang program:
penerimaan (0.626), respon (0.423), penilaian (0.315), dan organisasi (0.484). Hal
ini menunjukkan pentingnya keterbukaan responden dengan dunia luar, terkait
informasi yang dapat meningkatkan pengetahuan terhadap kegiatan
pemberdayaan.
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
Keterangan:
Desa Tanjung Pasir
Desa Muara
64
Papan Nama
Kelompok PDPT
Kondisi Lingkungan
Desa Pesisir
Pembangunan Turap
Sungai
65
Mesin Pengolah
Sampah
Hasil kerajinan
Pengolahan sampah
Pembangunan SPAL
66
Penanaman Mangrove
Wawancara
responden
Wawancara
responden
67
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kabupaten Wajo, Provinsi Sulawesi Selatan pada
tanggal 1 November 1987. Merupakan anak bungsu dari sepuluh bersaudara, dari
Ayah (alm) H. Sulo Lipu dan Ibu (almh) Hj. Mastiha. Pendidikan sarjana
ditempuh penulis pada tahun 2006 melalui jalur Seleksi Masuk Perguruan Tinggi
Negeri (SMPTN) Universitas Hasanuddin, dengan memilih Program Studi Sosial
Ekonomi Pertanian, Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian
Universitas Hasanuddin Makassar. Saat menempuh Program Sarjana, penulis aktif
dalam kepengurusan Mahasiswa Peminat Sosial Ekonomi Pertanian (MISEKTA
UNHAS). Penulis menyelesaikan studi pada tahun 2010 dengan predikat cum
laude dan menyusun Skripsi dengan judul “Dampak Berdirinya Perkebunan
Kelapa Sawit terhadap Perkembangan Mata Pencaharian Masyarakat Sekitar
(Studi Kasus pada PTPN XIV (Persero) Unit Keere, Desa Ciromanie, Kecamatan
Keera, Kabupaten Wajo).
Sejak tahun 2010, penulis tercatat sebagai staf pengajar pada Sekolah
Tinggi Ilmu Ekonomi Pelita Buana Makassar (STIE-PB). Pada tahun 2011 penulis
mendapatkan kesempatan melanjutkan Program Magister pada Mayor Ilmu
Penyuluhan Pembangunan Sekolah Pascasarjana IPB, dengan Beasiswa BPPS
Kementerian Pendidikan Nasional.
Artikel ilmiah dengan judul “Sikap Masyarakat terhadap Program
Pengembangan Desa Pesisir Tangguh di Kecamatan Teluk Naga, Tangerang,
Banten” bagian dari penelitian tesis ini akan dimuat dalam Jurnal Sosiokonsepsia,
Kementerian Sosial.