KOMPLIKASI FRAKTUR
Disusun oleh :
Dedy Kurniawan 08711029
Unik Khomsatun N 09711343
Putri Jati Utami 10711041
Pembimbing
dr. FX Siswahyudi, Sp. Rad
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA
2015
FRAKTUR
Pengertian Fraktur
Fraktur merupakan suatu keadaan dimana terjadi disintegritas tulang,
penyebab terbanyak adalah insiden kecelakaan, tetapi faktor lain seperti proses
degeneratif juga dapat berpengaruh terhadap kejadian fraktur.
Fraktur adalah suatu patahan pada kontinuitas struktur tulang berupa retakan,
pengisutan ataupun patahan yang lengkap dengan fragmen tulang bergeser.
Etiologi Fraktur
Etiologi fraktur adalah peristiwa yang dapat menyebabkan terjadinya fraktur
diantaranya peristiwa trauma(kekerasan) dan peristiwa patologis.
- Trauma (kekerasan)
A. Kekerasan langsung
Kekerasan langsung dapat menyebabkan tulang patah pada titik terjadinya
kekerasan itu, misalnya tulang kaki terbentur bumper mobil, maka tulang akan
patah tepat di tempat terjadinya benturan.
B. Kekerasan tidak langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang di tempat yang jauh dari
tempat terjadinya kekerasan.Yang patah biasanya adalah bagian yang paling
lemah dalam hantaran vektor kekerasan.
C. Kekerasan akibat tarikan otot
Kekerasan tarikan otot dapat menyebabkan dislokasi dan patah tulang.Patah
tulang akibat tarikan otot biasanya jarang terjadi.Contohnya patah tulang
akibat tarikan otot adalah patah tulang patella dan olekranom, karena otot
triseps dan biseps mendadak berkontraksi.
- Patologis
a) Kelelahan atau stres fraktur
Fraktur ini terjadi pada orang yang yang melakukan aktivitas berulang – ulang
pada suatu daerah tulang atau menambah tingkat aktivitas yang lebih berat
dari biasanya. Tulang akan mengalami perubahan struktural akibat
pengulangan tekanan pada tempat yang sama, atau peningkatan beban secara
tiba – tiba pada suatu daerah tulang maka akan terjadi retak tulang.
b) Kelemahan Tulang
Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal karena lemahnya suatu tulang
akibat penyakit infeksi, penyakit metabolisme tulang misalnya osteoporosis,
dan tumor pada tulang. Sedikit saja tekanan pada daerah tulang yang rapuh
maka akan terjadi fraktur.
Klasifikasi Fraktur
Fraktur dapat dibedakan jenisnya berdasarkan hubungan tulang dengan jaringan
disekitar, bentuk patahan tulang, dan lokasi pada tulang fisis.
- Berdasarkan hubungan tulang dengan jaringan disekitar
Fraktur dapat dibagi menjadi :
a) Fraktur tertutup (closed),bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang
dengan dunia luar.
b) Fraktur terbuka (open/compound), bila terdapat hubungan antara fragmen
tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan di kulit. Fraktur terbuka
terbagi atas tiga derajat (menurut R. Gustillo), yaitu:
Derajat I :
1. Luka <1 cm
2. Kerusakan jaringan lunak sedikit, tak ada tanda luka remuk
3. Fraktur sederhana, transversal, oblik, atau kominutif ringan
4. Kontaminasi minimal
Derajat II :
1. Laserasi >1 cm
2. Kerusakan jaringan lunak, tidak luas, flap/ avulsi
3. Fraktur kominutif sedang
Derajat III :
Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas, meliputi struktur kulit,
otot, dan neurovaskular serta kontaminasi derajat tinggi. Fraktur terbuka
derajat III terbagi atas:
a. Jaringan lunak yang menutupi fraktur tulang adekuat, meskipun
terdapat laserasi luas atau fraktur segmental/sangat kominutif yang
disebabkan oleh trauma berenergi tinggi tanpa melihat besarnya
ukuran luka.
b. Kehilangan jaringan lunak dengan fraktur tulang yang terpapar
c. Luka pada pembuluh arteri/saraf perifer yang harus diperbaiki tanpa
melihat kerusakan jaringan lunak.
Sindrome Kompartemen
Etiologi
Terdapat berbagai penyebab yang dapat meningkatkan tekanan jaringan
lokal yang kemudian memicu timbulnya sindrom kompartemen, yaitu antara lain:
1. Penurunan volume kompartemen
Kondisi ini disebabkan oleh:
- Penutupan defek fascia
- Traksi internal berlebihan pada fraktur ekstremitas
2. Peningkatan tekanan eksternal
- Balutan yang terlalu ketat
- Berbaring di atas lengan
- Gips
3. Peningkatan tekanan pada struktur komparteman
Beberapa hal yang bisa menyebabkan kondisi ini antara lain:
- Pendarahan atau Trauma vaskuler
- Peningkatan permeabilitas kapiler
- Penggunaan otot yang berlebihan
- Luka bakar
- Operasi
- Gigitan ular
- Obstruksi vena
Sejauh ini penyebab sindroma kompartemen yang paling sering adalah
cedera, dimana 45 % kasus terjadi akibat fraktur, dan 80% darinya terjadi di
anggota gerak bawah.
Patofisiologi
Patofisiologi sindrom kompartemen melibatkan hemostasis jaringan lokal
yang menyebabkan peningkatan tekanan jaringan, penurunan aliran darah kapiler,
dan nekrosis jaringan lokal yang disebabkan hipoksia..Peningkatan tekanan secara
terus menerus menyebabkan tekanan arteriolar intramuskuler bawah meninggi.
Tidak ada lagi darah yang akan masuk ke kapiler sehingga menyebabkan
kebocoran ke dalam kompartemen, yang diikuti oleh meningkatnya tekanan
dalam kompartemen.
Penekanan terhadap saraf perifer disekitarnya akan menimbulkan nyeri
hebat, bila terjadi peningkatan intrakompartemen, tekanan vena meningkat.
Setelah itu, aliran darah melalui kapiler akan berhenti. Dalam keadaan ini
penghantaran oksigen juga akan terhenti, Sehingga terjadi hipoksia jaringan. Jika
hal ini terus berlanjut, maka terjadi iskemia otot dan nervus, yang akan
menyebabkan kerusakan ireversibel komponen tersebut.
Terdapat tiga teori yang menyebabkan hipoksia pada kompartemen sindrom yaitu,
antara lain:
1. Spasme arteri akibat peningkatan tekanan kompartemen
2. Theori of critical closing pressure.
Hal ini disebabkam oleh diameter pembuluh darah yang kecil dan
tekanan mural arteriol yang tinggi. Tekanan trans mural secara
signifikan berbeda, ini dibutuhkan untuk memelihara patensi aliran
darah. Bila tekanan tekanan jaringan meningkat atau tekanan
arteriol menurun maka tidak ada lagi perbedaan tekanan. Kondisi
seperti ini dinamakan dengan tercapainya critical closing pressure.
Akibat selanjutnya adalah arteriol akan menutup
3. Tipisnya dinding vena
Karena dinding vena tipis, maka ketika tekanan jaringan melebihi
tekanan vena maka ia akan kolaps. Akan tetapi bila kemudian
darah mengalir secara kontinyu dari kapiler maka, tekanan vena
akan meningkat lagi melebihi tekanan jaringan sehingga drainase
vena terbentuk kembali
Manifestasi Klinis
Gejala klinis yang terjadi pada syndrome kompartemen dikenal dengan 5 P
yaitu:
1. Pain (nyeri) : nyeri yang hebat saat peregangan pasif pada otot-otot yang
terkena, ketika ada trauma langsung. Nyeri merupakan gejala dini yang
paling penting terutama jika munculnya nyeri tidak sebanding dengan
keadaan klinik. pada anak-anak tampak semakin gelisah atau memerlukan
analgesia lebih banyak dari biasanya. Otot yang tegang pada kompartemen
merupakan gejala yang spesifik dan sering.
2. Pallor (pucat), diakibatkan oleh menurunnya perfusi ke daereah tersebut.
3. Pulselesness (berkurang atau hilangnya denyut nadi )
4. Parestesia (rasa kesemutan)
5. Paralysis. Merupakan tanda lambat akibat menurunnya sensasi saraf yang
berlanjut dengan hilangnya fungsi bagian yang terkena kompartemen
sindrom.
Sedangkan pada kompartemen syndrome akan timbul beberapa gejala khas, antara
lain:
1. Nyeri yang timbul saat aktivitas, terutama saat olehraga. Biasanya setelah
berlari atau beraktivitas selama 20 menit.
2. Nyeri bersifat sementara dan akan sembuh setelah beristirahat 15-30
menit.
3. Terjadi kelemahan atau atrofi otot.
Penegakan Diagnosa
Penegakan diagnosa kompartemen syndrome dilakukan dengan
pengukuran tekanan kompartemen. Pengukuran intra kompartemen ini diperlukan
pada pasien-pasien yang tidak sadar, pasien yang tidak kooperatif, seperti anak-
anak, pasien yang sulit berkomunikasi dan pasien-pasien dengan multiple trauma
seperti trauma kepala, medulla spinalis atau trauma saraf perifer.
Tekanan kompartemen normalnya adalah 0. Perfusi yang tidak adekuat dan
iskemia relative ketika tekanan meningkat antara 10-30 mmHg dari tekanan
diastolic. Tidak ada perfusi yang efektif ketika tekanannya sama dengan tekanan
diastoli.
Penanganan
Tujuan dari penanganan sindrom kompartemen adalah mengurangi defisit
fungsi neurologis dengan lebih dulu mengembalikan aliran darah lokal, melalui
bedah dekompresi.
Penanganan kompartemen secara umum meliputi:
1. Terapi Medikal/non bedah
Pemilihan terapi ini adalah jika diagnosa kompartemen masih dalam
bentuk dugaan sementara. Berbagai bentuk terapi ini meliputi:
a. Menempatkan kaki setinggi jantung, untuk mempertahankan ketinggian
kompartemen yang minimal, elevasi dihindari karena dapat menurunkan
aliran darah dan akan lebih memperberat iskemia
b. Pada kasus penurunan ukuran kompartemen, gips harus di buka dan
pembalut kontriksi dilepas.
c. Pada kasus gigitan ular berbisa, pemberian anti racun dapat menghambat
perkembangan sindroma kompartemen
d. Mengoreksi hipoperfusi dengan cairan kristaloid dan produk darah
e. Pada peningkatan isi kompartemen, diuretik dan pemakainan manitol
dapat mengurangi tekanan kompartemen. Manitol mereduksi edema
seluler, dengan memproduksi kembali energi seluler yang normal dan
mereduksi sel otot yang nekrosis melalui kemampuan dari radikal bebas
2. Terapi Bedah
Fasciotomi dilakukan jika tekanan intrakompartemen mencapai > 30
mmHg. Tujuan dilakukan tindakan ini adalah menurunkan tekanan dengan
memperbaiki perfusi otot. Jika tekanannya < 30 mm Hg maka tungkai cukup
diobservasi dengan cermat dan diperiksa lagi pada jam-jam berikutnya. Kalau
keadaan tungkai membaik, evaluasi terus dilakukan hingga fase berbahaya
terlewati, akan tetapi jika memburuk maka segera lakukan fasciotomi.
Keberhasilan dekompresi untuk perbaikan perfusi adalah 6 jam.
Osteomyelitis
Pengertian
Osteomyelitis adalah infeksi dari jaringan tulang yang mencakup sumsum
dan atau kortek tulang dapat berupa eksogen (infeksi masuk dari luar tubuh) atau
hemotogen (infeksi yang berasal dari dalam tubuh).
Ada dua macam infeksi tulang menurut Robbins dan Kumar yaitu :
Patofisiologi
Osteomyelitis paling sering disebabkan oleh staphylococcus aureus.
Organisme penyebab yang lain yaitu salmonella, streptococcus, dan pneumococcus..
Tulang terinfeksi oleh bakteri melalui 3 jalur : hematogen, melalui infeksi di dekatnya
atau secara langsung selama pembedahan. Reaksi inflamasi awal menyebabkan
trombosis, iskemia dan nekrosis tulang. Pus menyebar ke bawah ke dalam rongga
medula atau menyebabkan abses superiosteal. Suquestra tulang yang mati terbentuk.
Pembentukan tulang baru dibawah perioteum yang terangkan diatas dan disekitar
jaringan granulasi, berlubang oleh sinus-sinus yang memungkinkan pus keluar.
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan darah
Sel darah putih meningkat sampai 30.000 L gr/dl disertai peningkatan laju
endap darah
2. Pemeriksaan titer antibody – anti staphylococcus
Pemeriksaan kultur darah untuk menentukan bakteri (50% positif) dan
diikuti dengan uji sensitivitas
3. Pemeriksaan feses
Pemeriksaan feses untuk kultur dilakukan apabila terdapat kecurigaan
infeksi oleh bakteri salmonella
4. Pemeriksaan biopsy tulang
Merupakan proses pengambilan contoh tissue tulang yang akan
digunakan untuk serangkaian tes.
5. Pemeriksaan ultra sound
yaitu pemeriksaan yang dapat memperlihatkan adannya efusi pada sendi.
6. Pemeriksaan radiologis
Pemeriksaan photo polos dalam 10 hari pertama tidak ditemukan kelainan
radiologik. Setelah 2 minggu akan terlihat berupa refraksi tulang yang
bersifat difus dan kerusakan tulang dan pembentukan tulang yang baru.
Penatalaksanaan
Sasaran awal adalah untuk mengontrol dan memusnahkan proses infeksi
1. Imobilisasi area yang sakit : lakukan rendam salin noral hangat selama 20
menit beberapa kali sehari.
2. Kultur darah : lakukan smear cairan abses untuk mengindentifikasi organisme
dan memilih antibiotik.
3. Terapi antibiotik intravena sepanjang waktu.
4. Berikan antibiotik peroral jika infeksi tampak dapat terkontrol : teruskan
selama 3 bulan.
5. Bedah debridement tulang jika tidak berespon terhadap antibiotik pertahankan
terapi antibiotik tambahan.
Syndrom Emboli Lemak
Definisi
Merupakan keadaan pulmonari akut dan dapat menyebabkan kondisi fatal.
Hal ini terjadi ketika gelembung – gelembung lemak terlepas dari sumsum tulang
dan mengelilingi jaringan yang rusak. Gelombang lemak ini akan melewati
sirkulasi dan dapat menyebabkan oklusi pada pembuluh – pembuluh darah
pulmonary yang menyebabkan sukar bernafas.
Etiologi
FES umumnya berkaitan dengan fraktur femur, pelvis, dan tibia, dan pasca
operasi intramedullary nailing dan pelvic and knee arthroplasty. Bentuk trauma
lain yang dapat berkaitan dengan FES namun sangat jarang terjadi, seperti soft
tissue injury, luka bakar yang berat, biopsi sumsum tulang, transplantasi sumsum
tulang, resusitasi kardiopulmonal. Kondisi nontraumatik yang dapat menyebabkan
FES adalah pancreatitis akut, fatty liver, terapi kortikosteroid, limfografi, infus
emulsi lemak, dan hemoglobinopati.
Patofisiologi
FES lebih sering menyerang kapiler dan pembuluh darah vena, sehingga
paru merupakan organ yang paling sering dipengaruhi. Namun, globuli lemak
dapat ,encapai sirkulasi sistemik dan juga berfek pada jantung, otak, kulit, dan
retina. Manifestasi FES sangat bervariasi sehingga patofisiologi yang tepat masih
merupakan kontroversi. Sampai saat ini belum dapat dimengerti bagaimana
beberapa pasien dapat mengalami FES sedangkan yang lain tidak. Gejalanya bisa
terjadi dalam 12 jam sampai 72 jam, namun dapat terjadi pada hari ke-6 sampai
ke-10. Tiga teori mayor sebab terjadinya FES adalah:
a. Mechanical theory
Jika emboli lemak cukup besar untuk menyumbat 80% pulmonary capillary
meshwork,gagal jantung kanan akut dapat terjadi. Globuli lemak pada paru
meningkatkan tekanan perfusi, pembuluh darah paru menjadi lebih bengkak dan
paru menjadi kaku, sehingga jantung kanan harus bekerja lebih keras.
b. Chemical theory
Paru memberi respon terhadap emboli lemak dengan melepaskan lipase, yang
menghidrolisis lemak menjadi asam lemak bebas dan gliserol. Asam lemak bebas
akan meningkatkan permeabilitas kapiler, destruksi arsitektur alveolar, dan
merusak surfaktan.
c. Mechanical and biochemical theories
Gejala awal diakibatkan oleh globuli lemak dan gejala sisanya diakibatkan oleh
reaksi biokimia (Gupta et al, 2013).
Gejala Klinis
Gejala utama dari FES adalah gagal napas, disfungsi serebri, dan ptechiae
pada kulit.Gejala klinis dapat terjadi 24-72 jam setelah trauma. Emboli dimulai
secara lambat dan mencapai maksimum pada 48 jam setelah trauma.
Gejala awal mungkin paling utama disebabkan oleh oklusi mekanik
pembuluh darah multipel dengan globuli lemak yang terlalu besar untuk melewati
kapiler.Gejala setelahnya mungkin merupakan hasil dari hidrolisis lemak menjadi
asam lemak bebas yang bermigrasi ke sirkulasi sistemik.
Disfungsi pulmonal merupakan gejala paling awal dan bermanifestasi pada
75% pasien, berkembang menjadi gagal napas pada 10% kasus. Manifestasi
berupa takipnea, dsypnea, dan sianosis. Perubahan serebral terjadi pada 86%
pasien dengan FES. Perubahannya tidak spesifik, dapat berupa rasa mengantuk,
rigiditas, kejang, dan koma.Edema serebri mengakibatkan terjadinya penurunan
kesadaran.
Pada kulit dapat timbul nonpalpable ptechial rash pada dinding dada,
aksila, konjungtiva, dan leher dalam 24-36 jam dan hilang dalam seminggu pada
20-50% pasien.
Beberapa gejala lain tidak spesifik seperti takikardi dan pireksia.
Gangguan pada ginjal dapat berupa lipuria, oliguria, atau anuria dan kerusakan
hepar berupa jaundice.Pada retina dapat timbul eksudat, edema, perdarahan,
globuli lemak intravascular (Shaikh, 2009).
Diagnosis
FES secara umum didiagnosis secara klinis dan dengan menyingkirkan
penyebab lainnya. Kriteria Gurd and Wilson digunakan untuk mendiagnosis FES.
Sedikitnya satu kriteria mayor dan sedikitnya empat kriteria minor dapat
menegakkan diagnosis FES. Kriteria lainnya yaitu Schonfeld, merupakan
pengukuran secara kuantitatif diagnosis FES. Skor lebih dari 5 dapat didiagnosis
sebagai FES. Berdasarkan kriteria Lindeque, FES dapat didiagnosis berdasarkan
gejala respiratorik saja (Shaikh, 2009).
6. Pemeriksaan penunjang
· Darah lengkap
· BGA
· Pulse oksimetri
· Foto toraks
· ECG
· CT scan
7. Terapi
Terapi FES adalah memastikan oksigenasi arteri berjalan dengan
baik.Oksigen dengan laju aliran yang tinggi diberikan untuk mempertahankan
tekanan oksigen dalam nilai rentang yang normal.Pertahankan volume
intravascular karena syok dapat memperhebat kerusakan paru akibat
FES.Albumin direkomendasikan untuk resusitasi cairan sebagai tambahan untuk
menyeimbangan keseimbangan elektrolit, karena albumin tidak hanya
mengembalikan volume darah tetapi juga mengikat asam lemak sehingga
menurunkan kerusakan pada paru.Ventilasi mekanik dan PEEP diperlukan untuk
mempertahankan oksigenasi arteri.Obat-obatan seperti steroid, heparin, alcohol,
dan dextran ditemukan tidak lagi efektif.
8. Pencegahan
Monitoring pulse oksimetri pada pasien dengan risiko tinggi dapat
membantu mendeteksi desaturasi sedini mungkin, sehingga oksigenasi dan
mungkin terapi steroid dapat segera diberikan.Hal ini dapat menurunkan kejadian
hipoksia dan mencegah FES jatuh dalam kondisi yang lebih buruk.Fiksasi fraktur
tulang panjang sedini mungkin sangat penting untuk menurunkan kejadian FES.
Penggunaan kortikosteroid sebagai profilaksis masih kontroversi.Beberapa studi
menunjukkan penurunan insiden dan severitas FES ketika kortikosteroid diberikan
sebagai profilaksis.Hal yang cukup rasional adalah terapi steroid sebagai
profilaksis pada pasien dengan risiko tinggi seperti pada pasien dengan fraktur
tulang panjang dan pelvis, terutama fraktur yang tertutup. Metilprednisolon 1,5
mg/kg BB IV dapat diberikan setiap 8 jam untuk 6 dosis.
Gas Gangren
Definisi
Jenis-Jenis Gangren
Gangren kering disebabkan oleh pengurangan aliran darah melalui arteri.
Tampaknya secara bertahap dan berlangsung perlahan-lahan. Pada kebanyakan
orang, bagian yang sakit tidak menjadi terinfeksi. Dalam jenis gangren, jaringan
menjadi dingin dan hitam, mulai mengering, dan akhirnya sloughs off. Gangren
kering sering terlihat pada orang dengan penyumbatan arteri (arteriosklerosis)
akibat peningkatan kadar kolesterol, diabetes, merokok, dan faktor genetik dan
lainnya.
Gangren gas adalah jenis gangren basah yang disebabkan oleh bakteri
yang dikenal sebagai Clostridia. Clostridia adalah jenis infeksi bakteri penyebab
yang tumbuh hanya dalam ketiadaan oksigen. Clostridia tumbuh memproduksi
racun dan gas beracun, sehingga kondisi ini disebut gas gangren.
Penyebab Gangren
Kondisi berikut merupakan faktor risiko untuk pengembangan gangren:
1. Cedera atau trauma, seperti cedera, luka bakar berat, atau radang dingin
2. Penyakit yang mempengaruhi sirkulasi darah, seperti arteriosklerosis,
diabetes, merokok, atau penyakit Raynaud
3. Infeksi luka
Gejala gangren
a) Gangren Kering :
Daerah yang terkena menjadi dingin dan mati rasa. Awalnya, daerah yang
terkena menjadi merah. Kemudian, mengembangkan perubahan warna coklat
akhirnya, menjadi hitam dan keriput.
- Nyeri
- Berabu busuk
- Demam.
Avaskuler Nekrosis
Definisi
Avaskuler Nekrosis / Avascular Necrosis tulang (osteonecrosis, aseptik
necrosis, osteochondritis dissecans) adalah kematian jaringan tulang karena
kegagalan suplai darah.