Anda di halaman 1dari 21

BAB V

HIDROGEOLOGI

Sistem penambangan yang banyak digunakan saat ini ada tiga macam,
yaitu sistem tambang terbuka, tambang bawah tanah, dan tambang bawah air.
Pemilihan sistem penambangan ini didasarkan pada kondisi topografi, geologi,
endapan bahan galian, dan nilai ekonominya. Sistem penambangan yang
digunakan oleh PT. South Mount Resources Dusun Pace a,Desa Hargomulyo
Kecamatan Gedangsari, Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta
adalah sistem tambang terbuka dengan metode Open Cast. Metode ini dipilih
karena kondisi bahan galian lebih cenderung banyak yang tersingkap di
permukaan, sehingga sangat efektif jika menggunakan sistem tambang terbuka.

Endapan Andesit yang terletak di perbukitan akan menyebabkan adanya


kendala selama penambangan, terutama karena air hujan, yang kemungkinan akan
turun ke daerah perkantoran pada lahan yang lebih rendah. Oleh karena itu perlu
dibuat rancangan penyaliran air tambang untuk mengatasi masalah air yang
berasal dari air hujan.

Salah satu ciri utama tambang terbuka adalah adanya pengaruh iklim pada
kegiatan penambangan. Elemen-elemen iklim tersebut antara lain hujan, panas
atau temperatur, tekanan udara, dan lain-lain yang dapat mempengaruhi kondisi
tempat kerja, yang selanjutnya mempengaruhi produktivitas tambang. Oleh karena
itu perlu dilakukan adanya kajian hidrogeologi.

Agar kajian hidrogeologi dapat berjalan lancar dan tepat sasaran, maka
diperlukan kerangka kajian. Kerangka kajian ini sebagai acuan pelaksanaan kajian
di lapangan, terutama cakupan materi, data-data yang harus diambil, urutan dan
kaitan masing-masing aspek kajian, serta hasil yang diperoleh. Secara ringkas
kerangka kajian mencakup:

59
1. Kajian Hidrologi
2. Kajian Hidrogeologi
3. Pengendalian Air Tambang
4. Perhitungan Dimensi Saluran Terbuka
5. Rancangan Kolam Pengendapan.

Diagram alir kerangka kajian hidrogeologi dapat dilihat di bawah ini :

Gambar 5.1.
Kerangka Kajian Hidrogeologi Dusun Pace A Desa Hargomulyo, Kecamatan
Gedangsari, Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta

59
5.1. Kajian Hidrologi
Pada umumnya proses-proses yang berkaitan dengan siklus air merupakan
hal yang periodik terhadap ruang dan waktu, yang tergantung pada pergerakan
bumi terhadap matahari dan rotasi bumi pada porosnya.
5.1.1. Siklus Hidrologi dan Neraca Air

Di bumi terdapat kira-kira sejumlah 1,3-1,4 Milyar km 3 air yang terdiri


dari 97,5% air laut; 1,75% berbentuk es; dan 0,73% berada di daratan sebagai air
sungai, air danau, air tanah, dan sebagainya. Hanya 0,001% berbentuk uap di
udara. Air di bumi ini mengulangi terus menerus sirkulasi penguapan, presipitasi,
dan pengaliran keluar (outflow). Air menguap ke udara dari permukaan tanah dan
laut, berubah menjadi awan sesudah melalui beberapa proses dan kemudian jatuh
sebagai hujan atau salju ke permukaan laut atau daratan. Sebelum tiba ke
permukaan bumi sebagian langsung menguap ke udara dan sebagian tiba ke
permukaan bumi. Tidak semua bagian hujan yang jatuh ke permukaan bumi
mencapai permukaan tanah. Sebagian akan tertahan oleh tumbuh-tumbuhan
dimana sebagian akan menguap dan sebagian lagi akan jatuh atau mengalir
melalui dahan-dahan ke permukaan tanah.

Sebagian air hujan yang tiba di permukaan tanah akan masuk ke dalam
tanah (infiltrasi). Bagian yang lain merupakan kelebihan akan mengisi lekuk-
lekuk permukaan tanah, kemudian mengalir ke daerah-daerah yang rendah, masuk
ke sungai-sungai dan akhirnya ke laut. Tidak semua butir air yang mengalir akan
tiba ke laut, dalam perjalanan ke laut sebagian akan menguap dan kembali ke
udara. Sebagian air yang masuk ke dalam tanah keluar kembali segera ke sungai-
sungai (disebut aliran intra = interflow). Tetapi sebagian besar akan tersimpan
sebagai air tanah (groundwater) yang akan keluar sedikit demi sedikit dalam
jangka waktu yang lama ke permukaan tanah di daerah-daerah yang rendah
(disebut groundwater run off = limpasan air tanah).

Jadi, sungai itu mengumpulkan tiga jenis limpasan, yakni limpasan


permukaan (surface run off), aliran intra (interflow) dan limpasan air tanah

60
(groundwater run off) yang akhirnya akan mengalir ke laut. Singkatnya ialah uap
dari laut dihembus ke atas daratan (kecuali bagian yang telah jatuh sebagai
presipitasi ke laut), jatuh ke daratan sebagai presipitasi (sebagian jatuh langsung
ke sungai-sungai dan mengalir langsung ke laut). Sebagian dari hujan atau salju
yang jatuh di daratan menguap dan meningkatkan kadar uap di atas daratan,
sedangkan sebagian yang lain mengalir ke sungai dan akhirnya ke laut.

Sirkulasi yang kontinu antara air laut dan air daratan berlangsung terus.
Sirkulasi air ini disebut siklus hidrologi (hydrological cycle). Sirkulasi air ini
dipengaruhi oleh kondisi meteorologi (suhu, tekanan, atmosfer, angin, dan lain-
lain) dan kondisi topografi, tetapi kondisi meteorologi adalah faktor-faktor yang
menentukan.

Gambar 5.2.
Siklus Hidrologi

Dalam proses sirkulasi air, penjelasan mengenai hubungan antara aliran


kedalam (inflow) dan aliran keluar (outflow) di suatu daerah untuk suatu periode
tertentu disebut neraca air (water balance).

61
5.1.2. Kondisi Hidrologi Daerah Penyelidikan
Daerah penelitian di Hidrogeologi Dusun Pace A, Desa Hargomulyo,
Kecamatan Gedangsari, Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta
memiliki iklim tropis yang ditandai dengan adanya pergantian dua musim, yaitu
musim hujan dan musim kemarau. Musim hujan berlangsung dari bulan Oktober
sampai dengan bulan April dengan rata-rata curah hujan pertahun adalah 165.18
mm/tahun. Sedangkan musim kemarau berlangsung dari bulan Mei sampai
dengan bulan September dengan curah hujan rata-rata pertahun adalah 12.5
mm/tahun. Suhu udara rata-rata di daerah ini adalah 29°C, dengan suhu minimum
23°C dan suhu maksimum 32°C.

5.1.3. Curah Hujan


Curah hujan akan menunjukkan suatu kecenderungan pengulangan.
Sehubungan dengan hal tersebut, dalam analisis curah hujan dikenal istilah
periode ulang hujan (return of period), yang berarti kemungkinan periode
terulangnya suatu tingkat curah hujan tertentu. Satuan periode ulang adalah tahun.

Dalam perancangan suatu bangunan air atau dalam hal ini adalah sarana
penyaliran tambang, salah satu kriteria perancangan adalah hujan rencana, yaitu
curah hujan dengan periode tertentu atau curah hujan yang memiliki kemungkinan
akan terjadi sekali dalam suatu jangka waktu tertentu.
Tabel 5.1.
Data Curah Hujan Kecamatan Gedangsari

62
5.1.4. Analisa Data Curah Hujan
Berdasarkan hasil perhitungan curah hujan rencana (dapat dilihat di
lampiran B), curah hujan rencana dengan PUH 3 tahun adalah sebesar 105,113
mm.

Maka perhitungan intensitas curah hujan adalah :

2
R  24  3

I  24  
24  t 

Keterangan : I = Intensitas curah hujan (mm/jam).

R24 = Curah hujan harian maksimum (mm/hari).

t = Waktu = 1 jam.
2/3
R24  24 
I   
24  t 

2/3
387,73635  24 
I  
24  1 

I  134,42068 mm/jam

5.1.5. Air Limpasan


Air limpasan (run off) adalah bagian curah hujan yang mengalir di atas
permukaan tanah menuju sungai, danau maupun laut (Asdak, 1995). Aliran
tersebut terjadi karena air hujan yang mencapai permukaan tanah tidak terinfiltrasi
akibat intensitas hujan melampaui kapasitas infiltrasi atau faktor lain, seperti
kemiringan lereng, bentuk dan kekompakan permukaan tanah serta vegetasi
(Arsyad, 1989). Disamping itu, air hujan yang telah masuk ke dalam tanah
kemudian keluar lagi ke permukaan tanah dan mengalir ke bagian yang lebih
rendah (Sri Harto, 1985).

5.1.6. Debit Air Limpasan


Metode yang dianggap baik untuk menghitung debit air limpasan puncak
(peak run off = Qp) adalah metode rasional (US Soil Conservation Service, 1973
dalam Asdak, 1995).
Qp = 0,00278 C I A (m3/detik)

63
Keterangan :
Qp : debit puncak (m3/detik) A : luas daerah DTH (Ha)
C : koefisien air limpasan
I : intensitas hujan (mm/jam)

Metode rasional berasumsi bahwa intensitas curah hujan merata di seluruh


DAS (daerah aliran sungai) dengan lama hujan (durasi) sama dengan waktu
konsentrasi. Waktu konsentrasi adalah waktu perjalanan yang diperlukan oleh air
dari tempat yang paling jauh (hulu DAS) sampai ke titik pengamatan aliran air
larian.

Koefisien air limpasan adalah (run off) bilangan yang menunjukan


perbandingan antara air limpasan dengan jumlah air hujan. Sedangkan koefisien
regim sungai (KRS) merupakan koefisien perbandingan antara debit harian rata-
rata maksimum dengan debit harian rata-rata minimum.

Berdasarkan kondisi topografi areal penambangan yakni sangat curam


dengan grade >15 % dan kondisi daerah hutan dan perkebunan maka koefisien
limpasan yang digunakan adalah 0,4 ( Tabel 5.2 ).

Tabel 5.2
Koefisien Air Limpasan Daerah Pengamatan

No. Keadaan Topografi Kondisi daerah air limpasan C


- sawah dan rawa-rawa 0,2
1. Datar (< 3 %) - hutan tropic dan perkebunan 0,3
- permukiman 0,4
- hutan dan perkebunan 0,4
- permukiman 0,5
- vegetasi ringan 0,6
Curam (3-15%)
- tanah gundul, daerah 0,7
penimbunan
2.

64
- hutan 0,6
- permukiman 0,7
- vegetasi ringan 0,8
3. Curam sekali
- tanah gundul dan daerah 0,9
(>15%)
tambang.

Sumber : Buku Panduan Praktek Tambang Terbuka, 2014


Secara makro evaluasi terhadap DAS dapat dilakukan dengan menghitung
nisbah (ratio) debit maksimum-minimum dari tahun ke tahun. Penentuan
koefisien limpasan dalam rancangan penyaliran tambang umumnya menggunakan
the catchment average volumetric run off coefficient. Faktor-faktor yang
berpengaruh antara lain : kondisi permukaan tanah, luas daerah tangkapan hujan,
kondisi tanah penutup, dan lain-lain.

5.1.7. Morfologi
5.1.7.1 Morfologi Daerah Gunungkidul
Struktur geologi pegunungan barat Baturagung dan bukit terisolir
menunjukkan bahwa batuan gunung api yang dijumpai dapat dibagi menjadi enam
satuan batuan gunung api yang mencerminkan tiga tahap periode pembangunan
dan tiga tahap periode penghancuran kerucut gunung api (Mulyaningsih dkk.
2009). Diduga periode pembangunan diawali dengan lapangan gunungapi bawah
laut kemudian berkembang menjadi kerucut komposit. Adanya arang di dalam
breksi pumis menunjukkan bahwa kerucut komposit tersebut ada yang
membentuk pulau gunungapi dan bervegetasi (seperti Krakatau saat ini) sebelum
mengalami tahap penghancuran. Struktur perlapisan batuan ini miring ke timur,
sedangkan di Baturagung miring ke selatan. Keadaan tersebut menunjukkan
bahwa secara genetis geologi lapangan gunungapi ini berbeda dengan Pegunungan
Selatan karena perbedaan umur. Secara litologi satuan ini merupakan bagian
Formasi Kebo Butak, Semilir, dan Ngelanggeran.

5.1.7.2 Daerah Tangkapan Hujan


Daerah tangkapan hujan merupakan suatu luasan daerah dimana air
cenderung mengumpul dan menuju ke tempat tertentu. Daerah tangkapan hujan

65
ini mempengaruhi jumlah air limpasan yang mengalir pada suatu area tambang.
Daerah tangkapan hujan ini dipengaruhi oleh keadaan topografi suatu daerah,
apakah itu bukit atau dataran. Untuk daerah penyelidikan di Hidrogeologi Dusun
Pace A, Desa Hargomulyo, Kecamatan Gedangsari, Kabupaten Gunungkidul,
Daerah Istimewa Yogyakarta daerah tangkapan hujan ini bisa dilihat dan
ditentukan dari arah kemiringan lereng dimana air mengarah ke dasar lereng atau
sungai, sehingga untuk lahan perkantoran dan pengolahan yang terletak di dasar
lereng perlu memperhatikan air limpasan yang mengalir di lahan tersebut.
Kondisi daerah penambangan (mine area) yang akan dibuka umumnya
merupakan kawasan yang berpotensi sebagai daerah tangkapan hujan. Luas
daerah tangkapan hujan di Hidrogeologi Dusun Pace A, Desa Hargomulyo,
Kecamatan Gedangsari, Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta
adalah sebesar 250.000 m2.

5.2. Kajian Hidrogeologi


5.2.1. Geologi Daerah Penyelidikan
Stratigrafi daerah penelitian menurut Surono, dkk, 1992 tersusun oleh
batuan yang termasuk dalam Formasi Gamping–Wungkal, Kebo–Butak, Semilir,
Nglanggaran, Sambipitu, Oyo, Wonosari dan Alluvial. Formasi Gamping–
Wungkal tersusun oleh batupasir, napal pasiran, dan batulempung dengan lensa-
lensa batugamping. Formasi Nglanggran tersusun dari breksi gunung api,
aglomerat, lava andesit-basalt dan tuff. Umur dari Formasi Nglanggran
diperkirakan Miosen Awal dan berhubungan menjari dengan Formasi Semilir
Sambipitu.

5.2.2. Kajian Kondisi Air Tanah


Analisis kondisi air tanah di daerah penambangan didasarkan pada
pengamatan langsung di lapangan dan peta hidrogeologi. Secara umum arah dan
pola aliran air tanah di daerah penyelidikan dapat dijelaskan sebagai berikut :
a. Arah dan pola aliran air tanah bebas sangat dipengaruhi oleh kondisi
topografi daerah penyelidikan.

66
b. Arah dan pola aliran air tanah tertekan lebih ditentukan oleh kondisi
tekanan pisometrik daerah tersebut.
Keberadaan air tanah pada operasi tambang terbuka telah menjadikan salah satu
faktor batasan penting terhadap tingkat keberhasilan ekonomis awal dari suatu
operasi penambangan. Semakin dalam kemajuan penambangan tambang terbuka
maka tingkat permasalahan air tanah akan semakin sulit. Oleh karena itu perlu
adanya sistem penyaliran yang baik. Penyaliran diperlukan sebagai penunjang
kelancaran dalam kegiatan penambangan. Sistem penyaliran yang ada pada lokasi
tambang terbuka dilaksanakan karena akumulasi air di dalam tambang yang harus
dikeluarkan.

Penyaliran pada tambang terbuka umumnya dilakukan dengan cara


Drainase, yang bertujuan untuk mencegah air agar tidak masuk ke dalam area
tambang yaitu dengan membuat parit bila topografi di daerahnya memungkinkan
dimana parit ini dibuat sebagai saluran mengeluarkan air dari tambang terbuka.
Cara ini relatif murah dan ekonomis bila dibandingkan dengan sistem penyaliran
menggunakan cara pemompaan air keluar tambang atau dengan menggunakan
sistem penyaliran alami.

Pada Hidrogeologi Dusun Pace A, Desa Hargomulyo, Kecamatan


Gedangsari, Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta terdapat
sejumlah air tanah, dibuktikan dengan adanya sumur-sumur di pemukiman
penduduk dengan kedalaman sekitar 15-20 m. Kondisi air tanah saat pengamatan
cukup jernih, sehingga warga Dusun Pace A, Desa Hargomulyo, Kecamatan
Gedangsari, Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta menggunakan
air tanah ini untuk keperluan sehari-hari untuk memasak, mandi, mencuci, dan
sebagainya.

Namun, karena rencana penambangan PT South Mount Resources berada


di atas level muka air tanah, sehingga keberadaan air tanah tidak mengganggu
kegiatan penambangan. Oleh karenanya dalam perhitungan jumlah air tambang,
air tanah tidak ikut dihitung.

67
Tabel 5.3
Kondisi muka air tanah

Z Tinggi MAT Elevasi MAT Ph


No X Y
(mdpl) (m) (mdpl)
1 454749.616 9132297.014 219 12 207 6
2 454776.205 9132219.582 220 14 206 6
3 454358.739 9132292.114 220 15 205 7

5.2.3. Jenis-jenis Akuifer


a. Akuifer Tertekan (Confined Aquifer)
Lapisan permeable yang sepenuhnya jenuh oleh air dan dibatasi oleh
lapisan impermeable baik di dalam akuifer tersebut berada pada kondisi tertekan
sehingga jika terdapat sumber yang menembus akuifer tersebut maka air tanahnya
akan lebih tinggi dari permukaan tanah sehingga disebut akuifer Artesis

b. Akuifer Setengah Tertekan (Semi Confined Aquifer)


Disebut juga Leaky Aquifer lapisan yang jenuh air pada bagian-bagian
atasnya dibawa oleh lapisan yang semi permeable dan pada bagian bawah dibatasi
oleh lapisan impermeable atau juga semipermeabel. Pada akuifer ini dapat terjadi
aliran air dengan arah vertical antara akuifer dan lapisan semipermeable diatasnya
fenomena ini disebut Leakage.

c. Akuifer Setengah Bebas (Semi Confined Aquifer)


Jika lapisan semipermeble yang berada diatas akuifer memiliki
permeabilitas yang cukup besar sehingga aliran horizontal pada lapisan tersebut
tidak dapat diabaikan maka akuifer tersebut disebut akuifer setengah bebas.

d. Akuifer Bebas
Pada akuifer ini hanya sebagian dari ketebalan lapisan yang permeable
yang terisi oleh air/ jenuh air. Lapisan tersebut dibatasi lapisan impermeable
dibawahnya. Batas atas akuifer berbentuk air tanah yang dalam keadaan
setimbang dengan tekanan udara.

68
5.3 Pengendalian Air Tambang
Setiap tambang, baik banyak ataupun sedikit selalu ada air yang mengalir
masuk ke dalam tambang. Air ini masuk melalui batas perlapisan, celah-celah
batuan ataupun patahan. Masuknya air ke dalam tambang harus dicegah atau
dikeluarkan agar tambang tidak terjadi genangan. Pencegahan masuknya air ke
dalam tambang dapat dilakukan dengan jalan membuat parit pada lereng-lereng
bagian atas singkapan, kemudian mengalirkannya ke tempat lain keluar daerah
penambangan. Pada tempat-tempat yang diperkirakan akan menjadi jalur
masuknya air ke dalam tambang, misalnya pada perpotongan antara aliran sungai
dan singkapan.

Penyaliran pada sistem tambang terbuka umumnya dilakukan dengan cara


Penyaliran tambang dengan puritan, yaitu dengan membuat suatu paritan yang
mengelilingi tambang untuk mencegah masuknya air dalam permuka kerja
tambang untuk tambang terbuka. Air yang mengalir dengan sistem ini
menggunakan gaya gravitasi untuk keluar ke permukaan. Karena pada lokasi
penelitian di Hidrogeologi Dusun Pace A, Desa Hargomulyo, Kecamatan
Gedangsari, Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta air tanah tidak
mempengaruhi kegiatan penambangan, maka sistem penyaliran yang ada hanya
menggunakan paritan.
Pengendalian air tambang ini meliputi :
1) Perhitungan jumlah air tambang
2) Penentuan saluran terbuka
3) Penentuan kolam pengendapan.
Jumlah air tambang pada tambang terbuka adalah jumlah air limpasan dan
jumlah air hujan yang langsung masuk ke dalam tambang.

5.4 Perhitungan Dimensi Saluran Terbuka


Masalah yang cukup penting dalam merancang sistem penyaliran tambang
adalah penentuan dimensi saluran terbuka. Untuk itu, perhitungan dimensi saluran
dilakukan dengan menggunakan rumus Manning :

69
2 1
1 3 2
Q R SA
n

Keterangan :
Q= Debit aliran (m3/detik)
n= Koefisien kekasaran saluran
A= luas penampang saluran (m2)
R= Jari-jari hidrolis (m)
S= Kemiringan dasar saluran (%).
1.5 m

0.343 m

0.345m 0.299 m

1.50
0.2991 m

Gambar 5.3.
Contoh Penampang Saluran Terbuka Berbentuk Trapesium

5.4. Rancangan Kolam Pengendapan


Dalam merancang kolam pengendapan terdapat beberapa faktor yang
harus dipertimbangkan, antara lain ukuran dan bentuk butiran padatan, kecepatan
aliran, persen padatan, dan sebagainya.

5.4.1. Ukuran Partikel


Luas kolam pengendapan secara analitis dapat dihitung berdasarkan
parameter dan asumsi sebagai berikut :
a. Hukum Stokes berlaku bila persen padatan kurang dari 40%, dan untuk
persen padatan lebih besar dari 40% berlaku hukum Newton.
b. Diameter partikel padatan tidak lebih dari 9 x 10-6 m, karena jika lebih
besar akan diperoleh ukuran luas kolam yang tidak memadai.
c. Kekentalan air 1,31 x 10-6 kg/ms (Rijn, L.C. Van, 1985).
d. Partikel padatan dalam lumpur dari material yang sejenis.
e. Batasan ukuran partikel yang diperbolehkan keluar dari kolam
pengendapan diketahui.

70
f. Kecepatan pengendapan partikel dianggap sama.
g. Perbandingan cairan dan padatan telah ditentukan.
5.4.2. Bentuk Kolam Pengendapan
Bentuk kolam pengendapan umumnya hanya digambarkan secara
sederhana, berupa kolam berbentuk empat persegi panjang. Padahal, sebenarnya
bentuk kolam pengendapan bermacam-macam tergantung dari kondisi lapangan
dan keperluannya. Walaupun bentuknya bermacam-macam, setiap kolam
pengendapan akan selalu mempunyai empat zona penting yang terbentuk karena
proses pengendapan material padatan (solid particle). Empat zona tersebut adalah
sebagai berikut :
a. Zona masukan, tempat dimana air lumpur masuk ke dalam kolam
pengendapan dengan asumsi campuran air dan padatan terdistribusi secara
seragam. Zona ini panjangnya 0,5-1 kali kedalaman kolam (Huisman,
1977).
b. Zona pengendapan, tempat dimana partikel padatan (solid) akan
mengendap. Panjang zona pengendapan adalah panjang kolam
pengendapan dikurangi panjang zona masuk dan keluaran (Huisman,
1977).
c. Zona endapan lumpur, tempat dimana partikel padatan dalam cairan
(lumpur) mengalami pengendapan.
d. Zona keluaran, tempat keluarnya buangan cairan yang jernih. Panjang
zona ini kira-kira sama dengan kedalaman kolam pengendapan, diukur dari
ujung lubang pengeluaran (Huisman, 1977).

Gambar 5.4.
Sketsa Kolam Pengendapan Teknis

71
Kolam pengendapan yang dibuat agar dapat berfungsi lebih efektif, harus
memenuhi beberapa persyaratan teknis, seperti :
a. Sebaiknya bentuk kolam pengendapan dibuat berkelok-kelok (zig-zag),
lihat Gambar 5.5. agar kecepatan aliran lumpur relatif rendah, sehingga
partikel padatan cepat mengendap.
b. Geometri kolam pengendapan harus disesuaikan dengan ukuran Back Hoe
yang biasanya dipakai untuk melakukan perawatan kolam pengendapan,
seperti mengeruk lumpur dalam kolam, memperbaiki tanggul kolam, dsb.

Gambar 5.5.
Bentuk Kolam Pengendapan yang Memenuhi Syarat Teknis

yaitu menggunakan hukum Stokes atau hukum Newton. Setelah dilakukan


pengamatan, ternyata pada penelitian di Hidrogeologi Dusun Jatibungkus, Desa
Hargomulyo, Kecamatan Gedangsari, Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa
Yogyakarta, persen padatannya kurang dari 40% (sangat sedikit), sehingga
pendekatan yang digunakan untuk perhitungan kolam pengendapan adalah
pendekatan Hukum Stokes. (lihat lampiran B)

Luas kolam pengendapan yang diperlukan =

0,50498
= 0,00283

= 178.438 m2

72
Jadi, ukuran kolam pengendapan yang didapatkan dari perhitungan dengan
pendekatan Hukum Stokes adalah panjang 8,9 m dan lebar 20 m.

4.8 Perhitungan Pompa.


4.8.1 Julang pompa.
Dalam pemompaan dikenal istilah julang (head), yaitu energi yang
diperlukan untuk mengalirkan sejumlah air pada kondisi tertentu. Semakin besar
debit air yang dipompa, maka head juga akan semakin besar. Head total pompa
untuk mengalirkan sejumlah air seperti yang direncanakan dapat ditentukan dari
kondisi instalasi yang akan dilayani oleh pompa tersebut, sehingga julang total
pompa dapat dituliskan sebagai berikut:

 v2 
H h s  h p  h f  
 2g  Keterangan :
H = head total pompa (m).

hs = head statis pompa (m).

hp = beda head tekanan pada kedua permukaan air (m).

hf = head untuk mengatasi berbagai hambatan pada pompa dan pipa (m),
meliputi head gesekan pipa, serta head belokan dan lain-lain.

v2
= head kecepatan (m)
2g

Perhitungan berbagai julang pada pemompaan :

a) Head statis (hs)


h s  h 2  h1 m

Keterangan :

h1 = elevasi sisi isap (m)

h2 = elevasi sisi keluar (m)

b) Head tekanan (hp)


h s  hp 2  hp1 m

Keterangan :

73
hp1 = julang tekanan pada sisi isap

hp2 = julang tekanan pada sisi keluaran

c) Head gesekan (hf1)


 Lv 2 
h f 1    
 2 Dg 

Keterangan :

λ = koefisien gesek (tanpa satuan)

v = kecepatan aliran dalam pipa (m/detik)

L = panjang pipa (m)

D = diameter pipa (m)

g = kecepatan gravitasi bumi (m/detik2)

Angka koefisien gesekan λ dicari dengan menggunakan persamaan:

0,0005
  0,020 
D

Keterangan :

k = koefisien kekasaran pipa

D = Diameter dalam pipa

Tabel 5.4
Koefisien Kekasaran Beberapa Jenis Pipa

d) Head belokan (hf2)

74
 v2 
h f 2  k  
 2g 

Keterangan :

k = koefisien kerugian pada belokan

  D    
3, 5 0, 5

k  0,131  1,847   x 
  2 R    90 

Keterangan :

v = Kecepatan aliran dalam pipa (m/detik)

g = Kecepatan gravitasi bumi (m/detik2)

R = jari-jari lengkung belokan (m)

θ = sudut belokan pipa

D
R
1
tan 
2

e) Head katup isap (hf3)


 v2 
h f 3  f  
 2g 

Keterangan :

f = koefisien kerugian pada katup isap

v = Kecepatan aliran dalam pipa (m/detik)

g = Kecepatan gravitasi bumi (m/detik2)

Tabel 5.5
Koefisien Kerugian Pada Berbagai Katup Isap
5)

75
Diameter (mm)

Jenis katup 10 15 20 30 40 50 60 70 80 90 100 200


0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

0.1 0.1 0.1 0.0 0.0


Katup sorong 4 2 0 9 7 0.00

Katupkupu−
kupu 0.6 - 0.16 (bervariasi menurut konstruksi dan diameternya)

Katup putar 0.09 - 0.026 (bervariasi menurut diameternya)

Katup cegah 1.2 1.1 1.1 1.0 0.9 0.9 0.9 0.9 0.8
kipas ayun 0 5 0 0 8 4 2 0 8

Katup kepak - - - - - - - - - 0.9 - 0.5

Katup isap
(dengan 1.9 1.9 1.8 1.7 1.7
saringan) 7 1 4 8 2

Kedalaman lantai tambang (pit Bottom) saat ini berada pada elevasi 110
meter diatas permukaan air laut. Pada elevasi 110 tersebut akan dibuat sumuran
yang berfungsi untuk menampung air tambang yang kemudian akan dipompakan
keluar bukaan tambang. Tempat keluaran air tambang (outlet pump) saat ini pada
pit berada pada elevasi 150.

Pompa yang digunakan saat ini adalah pompa 2 fase yaitu slurry (air dan
padatan) pump dengan merk Zidong Brand ZHF Centrifugal Pump sebanyak 1
unit di pit bottom. Berdasarkan spesifikasi pompa diketahui bahwa untuk pompa
memiliki julang maksimum 135 meter. Pompa Multiflo 420 sebanyak 1 unit.

4.9 Kolam Pengendapan (Settling Pond).


Bentuk kolam pengendapan biasanya hanya digambarkan secara sederhana, yaitu
berupa kolam berbentuk empat persegi panjang, tetapi sebenarnya bentuk tersebut
dapat bermacam-macam, disesuaikan dengan keperluan dan keadaan lapangannya.
Walaupun bentuknya dapat bermacam-macam, namun pada setiap kolam
pengendap akan selalu ada 4 zona penting yang terbentuk karena proses
pengendapan material padatan.

76
Keempat zona yang ditunjukkan pada gambar adalah :

1. Zona masukan
Adalah tempat masuknya aliran air berlumpur kedalam kolam pengendapan
dengan anggapan campuran antara padatan dan cairan terdistribusi secara
merata.
2. Zona Pengendapan
Tempat dimana partikel akan mengendap, material padatan disini akan
mengalami proses pengendapan disepanjang saluran masing-masing check
dam.
3. Zona Endapan Lumpur
Tempat dimana partikel padatan dalam cairan mengalami sedimentasi dan
terkumpul pada bagian bawah saluran pengendap.
4. Zona Keluaran
Tempat keluarnya buangan cairan yangt relative bersih, zone ini terletak pada
akhir saluran.

Gambar 5.5

77
Zona-zona pada Kolam Pengendapan

I
A B C

I a I a I

Gambar 5.6
Bentuk Kolam Pengendapan Yang Memenuhi Syarat Teknis

Bentuk Kolam Pengendapan Yang Memenuhi Syarat Teknis Berdasarkan


perhitungan (lihat pada lampiran E.11), dapat ditentukan ukuran kolam
pengendapan di lapangan, yaitu :

1) Panjang kolam pengendapan = 8,9 m


2) Lebar kolam pengendapan = 20 m
3) Panjang penyekat = 11 m
4) Lebar penyekat =3m
5) Kedalaman kolam pengendapan =5m

78

Anda mungkin juga menyukai

  • TA PIG 1206202 Abstract
    TA PIG 1206202 Abstract
    Dokumen2 halaman
    TA PIG 1206202 Abstract
    Faishal Insanul Jamal
    Belum ada peringkat
  • Bab 10
    Bab 10
    Dokumen13 halaman
    Bab 10
    Faishal Insanul Jamal
    Belum ada peringkat
  • BAB 9 ORGANISISASI Fix BNGT
    BAB 9 ORGANISISASI Fix BNGT
    Dokumen13 halaman
    BAB 9 ORGANISISASI Fix BNGT
    Faishal Insanul Jamal
    Belum ada peringkat
  • Peralatan Hitungan
    Peralatan Hitungan
    Dokumen10 halaman
    Peralatan Hitungan
    Faishal Insanul Jamal
    Belum ada peringkat
  • 16 Parameter Kualitas Batubara Anbat
    16 Parameter Kualitas Batubara Anbat
    Dokumen6 halaman
    16 Parameter Kualitas Batubara Anbat
    Maurit Francius Simanjuntak
    Belum ada peringkat
  • Manfaat Batubara
    Manfaat Batubara
    Dokumen9 halaman
    Manfaat Batubara
    Fatekhah Nurul Asna
    Belum ada peringkat
  • Penapisan Amdal
    Penapisan Amdal
    Dokumen4 halaman
    Penapisan Amdal
    Nurdafrika Rahmadiana
    Belum ada peringkat
  • Tabel Bunga
    Tabel Bunga
    Dokumen1 halaman
    Tabel Bunga
    Faishal Insanul Jamal
    Belum ada peringkat
  • Lembar Konsultasi
    Lembar Konsultasi
    Dokumen1 halaman
    Lembar Konsultasi
    Faishal Insanul Jamal
    Belum ada peringkat
  • Apa Itu Peta
    Apa Itu Peta
    Dokumen12 halaman
    Apa Itu Peta
    Faishal Insanul Jamal
    Belum ada peringkat
  • 6882 Cover
    6882 Cover
    Dokumen3 halaman
    6882 Cover
    Faishal Insanul Jamal
    Belum ada peringkat
  • Business Plan
    Business Plan
    Dokumen34 halaman
    Business Plan
    Faishal Insanul Jamal
    Belum ada peringkat
  • Cover Tie in
    Cover Tie in
    Dokumen5 halaman
    Cover Tie in
    Faishal Insanul Jamal
    Belum ada peringkat