Anda di halaman 1dari 80

i

PENGKAJIAN FISIK ALAT INDERA

MAKALAH

Disusunoleh:

Kelompok 9 / Kelas A
1. Khusniya FatinNurAini NIM 162310101018
2. PutriNurilHidayah NIM 162310101023
3. RimandaSafitriDewi NIM 162310101044
4. NunungWadahJamilah NIM 162310101048

Dosen Pembimbing : Ns. Siswoyo, S. Kep., M.Kep

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS JEMBER

2017
ii

PENGKAJIAN FISIK ALAT INDERA

DisusununtukmemenuhitugasmatakuliahPengkajianFisik

MAKALAH

Disusunoleh:

Kelompok 9
1. KhusniyaFatinNur’Aini NIM 162310101018
2. PutriNurilHidayah NIM 162310101023
3. RimandaSafitriDewi NIM 162310101044
4. NunungWadahJamilah NIM 162310101048

Dosenpembimbing : Ns. Siswoyo, S. Kep., M.Kep.

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS JEMBER

2017
iii

HALAMAN PENGESAHAN

TugasMakalahdenganjudul

PENGKAJIAN FISIK ALAT INDERA

yangdisusunoleh:

Kelompok 9
1. KhusniyaFatinNurAini NIM 162310101018
2. PutriNurilHidayah NIM 162310101023
3. RimandaSafitriDewi NIM 162310101044
4. NunungWadahJamilah NIM 162310101048

telahdisetujuiuntukdiseminarkandandikumpulkanpada:

hari/tanggal: Jum’at, 28 April 2017

Makalahinidisusundenganpemikiransendiri,
bukanhasiljiplakanataureproduksiulangmakalah yang telahada.

Ketua Kelompok

Putri Nuril

NIM 162310101023

Mengetahui,

Penanggungjawabmatakuliah DosenPembimbing

Ns. Siswoyo, S. Kep., M.Kep. Ns. Siswoyo, S. Kep., M.Kep

NIP 19800412 200604 1 002 NIP 19800412 200604 1 002


iv

PRAKATA

Pujisyukurkehadirat Allah SWT.atassegalarahmatdankarunia-Nya


sehinggapenulisdapatmenyelesaikanmakalah yang berjudul
”PengkajianFisikAlatIndera”.
Makalahinidisusununtukmemenuhisalahsatusyaratmenyelesaikantugaspadamataku
liahPengkajianFisikProgram
StudiIlmuKeperawatanUniversitasJember.Penyusunanmakalahinitidaklepasdariba
ntuanberbagaipihak.Olehkarenaitu, penulismenyampaikanterimakasihkepada:

1. Ns. Siswoyo, S. Kep.,


M.Kep.selakuPenanggungJawabmatakuliahPengkajianFisik;

2. Ns. Siswoyo, S. Kep.,


M.Kep.selakuDosenPembimbingmatakuliahPengkajianFisik

3. Teman-teman yang telahmemberikandorongandandoanya demi


terselesaikannyamakalahiini;

4. semuapihak yang tidakdapatdisebutkansatu per satu.

Penulis juga menerimasegalakritikdan saran darisemuapihak demi


kesempurnaanskripsiini.Akhirnyapenulisberharap,
semogaskripsiinidapatbermanfaat.

Jember, 28April 2017

Tim Penyusun
v

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL .............................................................................. i

HALAMAN JUDUL ................................................................................. ii

HALAMANPENGESAHAN .................................................................... iii

PRAKATA ................................................................................................. iv

DAFTAR ISI .............................................................................................. v

DAFTAR GAMBAR ................................................................................. vii

BAB 1 PENDAHULUAN ......................................................................... 1

1.1 Latarbelakang ......................................................................... 1


1.2 RumusanMasalah.................................................................... 1
1.3 Tujuan ...................................................................................... 1
1.4 Manfaat .................................................................................... 2

BAB 2 KONSEP DASAR ......................................................................... 3

2.1 Mata.......................................................................................... 3
2.2 Hidung ...................................................................................... 8
2.3 Telinga ...................................................................................... 11
2.4 Lidah ........................................................................................ 15
2.5 Kulit ......................................................................................... 18

BAB 3STANDARPROSEDUROPERASIONAL ................................... 26

3.1 Mata ......................................................................................... 26


3.2 Hidung ..................................................................................... 40
3.3 Telinga .................................................................................... 47
3.4 Lidah ....................................................................................... 53
3.5 Kulit ........................................................................................ 57
vi

BAB 4 PENUTUP...................................................................................... 67

4.1 Kesimpulan .............................................................................. 67

4.2 Saran ........................................................................................ 67

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 68


vii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Anatomi Mata ...................................................................... 3

Gambar 2.2 Anatomi Hidung .................................................................. 8

Gambar 2.3 Anatomi Telinga .................................................................. 13

Gambar 2.4 Anatomi Lidah ..................................................................... 16

Gambar 2.5 Anatomi Kulit....................................................................... 19


1

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam kehidupan sehari-hari kita sering menghiraukan hal-hal


kecil yang menganggu sistem fungsi alat indera, misalya seperti mata yang
mulai kabur saat membaca. Hal itu sering kita jumpai pada orang-orang
yang biasanya memiliki kebiasaan buruk ketika membaca contohnya,
seperti membaca dalam kondisi ruangan yang cahayanya kurang,
membaca dengan posisi tidur dan terlalu lama menatap layar moitor yang
mengandung radiasi. Oleh karena masalah tersebut bisa menyebabkan
penyakit yang serius apabila tidak ditangani dengan benar, seperti
kebiasaan buruk saat membaca tadi dapat menyebabkan penyakit
gangguan mata yang serius, yang awalnya seseorang tersebut hanya
mengalami kekaburan saat membaca bisa menjadi minus yang skalanya
menambah disetiap harinya. Agar masalah tersebut tidak sampai menjadi
penyakit yang serius maka kita perlu melakukan pemeriksan fisik terkait
fungsi mata yang normal sehingga kita dapat mengetahui sampai seberapa
jauh gangguan mata yang dialami. Jika kita sudah mengetahui seberapa
jauh masalah gangguan yang dialami, setidaknya kita dapat mengetahui
penanganan yang tepat agar tidak menyebabkan penyakit yang serius. Hal
itu merupakan salah satu masalah mengenai alat indera, sedangkan kita
memiliki empat alat indera lainnya.Dari sekian masalah yang beredar di
masyarakat dan salah satu contohnya seperti masalah diatas maka tim
penyusun berinisiatif untuk membuat makalah yang terkait dengan Standar
ProsedurOperasional pengkajian fisik tentang alat indera.

1.2 Rumusan Masalah


Yang dapat diambil dari makalah mengenai pengkajian fisik Alat
Indra adalah bagaimana cara mengetahui pemeriksaan fisik terkait fungsi
alat indra
2

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui tahap dalam melakukan pengkajian fisik terkait alat
indra
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Memahami cara pemeriksaan fisik pada alat indra secara benar
b. Mengetahui kontraindikasi dan indikasi terkait pemeriksaan alat indra
c. Mengetahui standar prosedur operasional pada pemeriksaan alat indra

1.4 Manfaat
1.4.1 Manfaat untuk mahasiswa keperawatan
Sebagai acuan pedoman pembelajaran bagi mahasiswa
keperawatan
1.4.2 Manfaat untuk institusi pendidikan keshatan
Sebagaiacuan sumber dalam metode pembelajaran
1.4.3 Manfaat untuk institusi pelayanan kesehatan
Sebagai acuan praktik dalam melakukan penanganan kesehatan
pada pasien dengan gangguan alat indera
3

BAB 2. KONSEP DASAR

2.6 Mata
2.6.1 Anatomi

Indra penglihatan yang terletak pada mata (organ visus) yang


terdiri dari organ okuli assesoria (alat bantu mata) dan okulus (bola
mata). Saraf indera penglihatan, saraf optikus (urat saraf cranial
kedua), muncul dari sel – sel ganglion dalam retina, bergabung untuk
membentuk saraf optikus.

Gambar 2.1 Anatomi Mata

a. Organ Okuli Assesoria

Organ okuli assesoria (alat bantu mata), terdapat di sekitar bola


mata yang sangat erat hubungannya dengan mata, terdiri dari :

Kavum orbita, merupakan rongga mata yang bentuknya seperti


kerucut dengan puncaknya mengarah ke depan, dan ke dalam. Dinding
rongga mata dibentuk oleh tulang: Os frontalis, Os zigomatikum, Os
sfenoidal, Os etmoidal, Os palatum, Os lakrimal. Rongga mata
mempunyai beberapa celah yang menghubungkan rongga mata dengan
rongga otak, rongga hidung, rongga etmoidalis dan sebagainya.
4

Rongga bola mata ini berisi jaringan lemak, otot, fasia, saraf,
pembuluh darah dan aparatus lakrimalis.

Supersilium (alis mata) merupakan batas orbita dan potongan kulit


tebal yang melengkung, ditumbuhi oleh bulu pendek yang berfungsi
sebagai kosmetik atau alat kecantikan dan sebagai pelindung mata dari
sinar matahari yang sangat terik.

Palpebra (kelopak mata) merupakan dua buah lipatan atas dan


bawah kulit yang terletak di depan bulbus okuli. Kelopak mata atas
lebih lebar dari kelopak mata bawah. Kelopak mata terdiri dari 2
bagian kelopak mata atas dan kelopak mata bawah. Fungsinya adalah
pelindung mata sewaktu-waktu kalau ada gangguan pada mata
(menutup dan membuka mata). Kelopak mata atas lebih mudah
digerakkan yang terdiri dari muskulus levator palpebra superior. Pada
tepi kelopak mata terdapat silia (bulu mata). Tarsus merupakan bagian
dari kelopak yang berlipat-lipat. Pada kedua tarsus terdapat beberapa
kelenjar: kelenjar tarsalia, kelenjar sebasea, dan kelenjar keringat.
Fungsi kelopak mata sebagai pelindung bola mata terhadap gangguan
pada bola mata.

Aparatus lakrimalis (air mata). Air mata dihasilkan oleh kelenjar


lakrimalis superior dan inferior. Melalui duktus ekskretorius lakrimalis
masuk ke dalam sakus konjungtiva. Melalui bagian depan bola mata
terus ke sudut tengah bola mata ke dalam kanalis lakrimalis mengalir
ke duktus nasolakrimalis terus ke meatus nasalis inferior.

Muskulus okuli (otot mata) merupakan otot ekstrinsik mata, terdiri


dari 7 buah otot, 6 buah otot di antaranya melekat dengan os kavum
orbitalis, 1 buah mengangkat kelopak mata ke atas.

 Muskulus levator palpebralis superior inferior, fungsinya mengangkat


kelopak mata.
5

 Muskulus orbikularis okuli otot lingkar mata, fungsinya untuk


menutup mata.
 Muskulus rektus okuli inferior (otot di sekitar mata), fungsinya untuk
menutup mata.
 Muskulus rektus okuli medial (otot di sekitar mata), fungsinya
menggerakkan mata dalam (bola mata).
 Muskulus obliques okuli inferior, fungsinya menggerakkan bola mata
ke bawah dan ke dalam.
 Muskulus obliques okuli superior, fungsinya memutar mata ke atas, ke
bawah dan ke luar.

Muskulus rektus okuli berorigo pada annulus tendineus komunis,


yang merupakan sarung fibrosus yang menyelubungi nervus optikus.
Strabismus (juling) disebabkan tidak seimbangnya atau paralisis
kelumpuhan fungsi dari salah satu otot mata.

Konjungtiva. Permukaan dalam kelopak mata disebut konjungtiva


palpebra, merupakan lapisan mukosa. Bagian yang membelok dan
kemudian melekat pada bola mata disebut konjungtiva bulbi. Pada
konjungtiva ini banyak sekali kelenjar-kelenjar limfe dan pembuluh
darah. Peradangan konjungtiva disebut konjungtivitis.

Kadang-kadang terlihat granulasi kelenjar-kelenjar limfe yang


meradang menahun. Misalnya pada trakoma, kadang-kadang telah
membentuk jaringan parut.

b. Okulus

Okulus (mata) meliputi bola mata (bulbus okuli). Nervus optikus


saraf otak II, merupakan saraf otak yang mehubungkan bulbus okuli
dengan otak dan merupakan bagian penting dari organ visus.

1.Tunika okuli
6

Tunika okuli terdiri dari:

a. Kornea, merupakan selaput yang tembus cahaya, melalui


kornea kita dapat melihat membran pupil dan iris.
Penampang kornea lebih tebal dari sclera, terdiri dari 5
lapisan epitel kornea, 2 lamina elastika anterior (bowmen), 3
subtansi propia, 4 lamina elastika posterior, dan 5
endotelium. Kornea tidak mengandug pembuluh darah
peralihan, anatara kornea ke sklera disebut sclera corneal
junction.
b. Sklera, merupakan lapisan fibrosa yang elastis yang
merupakan bagian dinding luar bola mata dan membentuk
bagian putih mata. Bagian depan sklera tertutup oleh
kantong konjungtiva.

2. Tunika vaskulosa okuli

Tunika vaskulosa okuli merupakan lapisan tengah dan


sangat peka oleh rangsangan pembuluh darah. Menurut
letaknya, terbagi atas 3 bagian yaitu :

a. Koroid, merupakan bagian belakang tunika vaskulosa yaitu


selaput tipis dan lembap.
b. Korpussiliaris, merupakan lapisan yang tebal, terbentang
mulai dari ora serata sampai ke iris.
c. Iris, merupakan bagian terdepan tunika vaskulosa okuli,
berwarna karena mengandung pigmen, berbentuk bulat
seperti piring dengan penampang 12 mm, tebal 12 mm, di
7

tengah terletak bagian berlubang yang disebut pupil. Puil


berguna untuk mengatur cahaya yang masuk ke mata.

3. Tunika nervosa

Tunika nervosa merupakan bagian terdala bola mata,


disebut retina. Retina dibagi atas 3 bagian :

a. Pars optika retina, dimulai dari kutub belakang bola mata


sampai di depan khatulistiwa bola mata.
b. Pars siliaris, merupakan lapisan yang dilapisi bagian dalam
korpus siliar.
c. Pars iridika melapisi bagian permukaan belakang iris.

2.6.2 Fisiologi
2.6.2.1 Pembentukan bayangan
Cahaya dari objek membentuk ketajaman tertentu dari
bayangan objek di retina. Bayangan dalam fovea di retina
selalu lebih kecil dan terbalik dari objek nyata. Bayangan yang
jatuh pada retina akan menghasilkan sinyal saraf dalam mosaik
reseptor, selanjutnya mengirimkan bayangan dua dimensi ke
otak untuk direkontruksi menjadi tiga dimensi.

2.6.2.2 Respons bola mata terhadap benda

Relaksasi m. siliaris membuat ligamentum tegang, lensa


tertarik sehingga bentuknya lebih pipih. Keadaan ini akan
memperpanjang jarak focus. Bila benda dekat dengan mata
maka otot berkontraksi agar lengkung lensa meningkat. Jika
benda jauh, m. siliaris berkontraksi agar pipih supaya bayangan
benda pada retina menjadi tajam.
8

Akomodasi mengubah ukuran pupil, kontraksi iris,


kontraksi iris membuat pupil mengecil dan melebar.

a. Jika sinar terlalu banyak maka pupil menyempit agar sinar


tidak seluruhnya masuk ke dalam mata. Dalam keadaan
gelap pupil melebar agar sinar banyak ditangkap.
b. Respons dalam melihat benda: jika mata melihat jauh
kemudia melihat dekat maka pupil berkontraksi agar terjadi
peningkatan ke dalam lapang penglihatan.

2.6.2.3 Lintasan penglihatan

Setelah impuls meninggalkan retina, impuls ini berjalan ke


belakang melalui nervus optikus. Pada persilangan optikus,
serabut menyilang ke sisi lain bersatu dengan serabut yang
berasal dari retina. Otak menggunakan visual sebagai informasi
untuk dikirim ke korteks serebri dan visual pada bagian korteks
visual ini membentk gambar tiga dimensi. Korteks visual
primer, gambar yang ada pada retina di traktus optikus
disampaikan secara tepat ke korteks jika seseorang kehilangan
lapang pandang sebagian besar dapat dilacak lokasi kerusakan
di otak yang bertanggung jawab atas lapangan pandang.

2.7 Hidung
2.7.1 Anatomi
9

Gambar 2.2 Anatomi Hidung

Hidung (nasal) merupakan orang tubuh yang berfungsi sebagai alat


pernafasan (respirasi) dan indra penciuman (pembau). Bentuk dan struktur
hidung meneyerupai piramid atau kerucut dengan alasnya pada prosesus
palatinus osis maksilaris dan pars horizontal osis palatum. Dalam keadaan
normal, udara masuk dalam sistem pernafasan, melalui rongga hidung.
Vestibulum rongga hidung berisi serabut – serabut halus. Epitel
vestibulum berisis rambut – rambut halus yang mencegah masukknya
benda – benda asing yang mengangu proses pernafasan (Syaifuddin,
2011).

Tulang rawan epitelium dan lamina propia keduanya saling


berkaitan, diangap sebagai bagian fungsional mukosa terbanyak yang
berasal dari rongga hidung. Lamina propia mengandung banyar arteri,
vena, dan kapiler yang membawa nutrisi dan air yang dikeluarkan oleh sel.
Rangga hidung dibentuk oleh : (Syaifuddin, 2011).

1. Bagian atas oleh lamina kribosa ossis etmoidalis dan pars nasalis
ossis frontalis
2. Dinding lateral oleh tulang keras dan tulang rawan.
3. Sekat hidung (septum nasi) oleh tulang karang dan tulang rawan.
10

Disamping itu terdapat celah (kavum nasi) :


1. Prossesus spenoetmoidalis terletak antara konka suprima dan
konka superior
2. Meatus nasi superior antara konka superior dan konka media
3. Meatus nasi media antara konka media san konka inferior

Pintu depan kavum nasi dibentuk oleh tepi bawah os maksilaris dan
insisura nasalis ossis maksilaris. Sekeliling dinding sebelah dalam terdapat
ruang – ruang udara didalam tulang – tulang kepala yang disebut sinus
paranasalis, terdiri dari : (Syaifuddin, 2011).

1. Sinus sfenoidalis, terletak dibagian belakang kranial hidung


didalam korpus sfenoidalis,bermuara dirongga hidung bagian
belakang.
2. Sinus etmoidalis, terdapat dalam pars labirinitus ossis etmoidalis
3. Sinus frontalis, terletak pada infundibulum meatus nasi media.
4. Sinus maksilaris (antrum hiqmori), terdapat pada dinding leteral
hidung. Korpus maksilaris bermuara dihiatus maksilaris ke rongga
hidung hiatus seminularis media.

Bagian – Bagian Hidung:

1. Batang hidung : dinding depan hidung yang dibentuk oleh ossa


nasalis.
2. Cupung hidung : bagian bawah dinding lateral hidung yang
dibentuk oleh tulang rawan.
3. Septum nasi : dinding yang membatasi dua rongga hidung.
4. Dinding lateral rongga hidung (kavum nasi).

Pada dinding hidung terdapat alat – alat kecil yang berfungsi untuk
mengerakkan hidung dan menghirup udara meliputi : (Syaifuddin,
2011).
11

1. M. Piramidali nasi : otot berbentuk piramid pada hidung.


2. M. Levator labii superior alaguenasi : otot bibir yang dapat
mengerakkan hidung.
3. M. Dilatator nares posterior : otot memanjang bagian belakang
hidung.
4. M. Dilatator nares anterior : otot memanjang bagain depan hidung.
5. M. Kompressor nasi
6. M. Kompressor narium minor.
7. M. Depressor alaris nasi.

2.7.2 Fisiologi

Fungsi hidung dalam proses pernafasan meliputi :

1. Udara dihangatkan, oleh permukaan konka dan septum nasalis


setelah melewati faring, suhu lebih kurang 36®C.
2. Udara dilembabkan, sejumlah besar udara yang melewati hidung
bila mencapai faring kelembabanya kurang lebih mencapai
75%(Syaifuddin, 2011).
3. Kotoran disaring oelh bulu – bulu hidung. Partikel dirongga
disaring oleh rambut vestibular, lapisan mukosiliar, dan lisozim
(protein dalam air mata). Fungsi ini dinamakan fungsi air
conditioning jalan pernafasan atas. Kenaikan suhu tidak melebihi
2-3% dari suhu tubuh. Uap air mencapai trakea bagian bawah bila
sesorang bernafas melalui tabung langsung masuk trakea.
Pendingin dan pengering berpengaruh pada bagian bawah paru
sehingga mudah terjadi infeksi paru (Syaifuddin, 2011).
4. Penciuman. Pada pernafasa,biasa 5-10 % udara pernafasan melalui
celak olfaktori. Dalam menghirup udara dengan keras, 20% udara
pernafasan melalui celah olfaktori (Syaifuddin, 2011).
2.8 Telinga
2.8.1 Anatomi
12

Pendengaran merupakan indra mekanoreseptor karena memberikan


respons terhadap getaran mekanik gelombag suara yang tedapat di
udara. Telinga menerima gelombnag suara, diskriminasi frekuensinya
dan penghantaran infromasi dibawah kesusunan saraf pusat. Telinga
dapat dibagi menjadi tiga bagian. (Syafuddin 2011)

1. Telinga luar
a. Aurikula. Seluruh permukaan diliputi kulit tipis dengna lapisan
tipis dengan lapisan subkutis pada permukaan anterolateral,
ditemukan rambut kelenjar sebasea dan kelenjar keringat.
b. Meatus akustikus eksterna. Seperti tabung berkelok-kelok yang
terbentang antara aurikula dan membran timpani, berfungsi
menghantarkan gelombang suara dari aurikula dan aurikulula ke
membran timpani, panjangnya kira-kira 2,5 cm.
2. Telinga Tengah
Telinga tengah (kavum timpani) adalah ruang berisi udara dalam
pars peterosa ossis temporalis yang dilapisi oleh membran mukosa
di dalamnya, terdapat tulang-tulang pendengaran yang memisahkan
kavum timpani dari meningen dan lobus temporalis dalam forsa
krani media.
a. Membran timpani. Membran timpani adalah membran fibrosa.
Tepinya menebal tertanam ke dalam alur sisi tulang yang
disebut sulkus timpani. Membran timpani sangat peka terhadap
nyeri dalam permukaan luarnya disarafi oleh N. Auditorius.
b. Ossikula auditus. Terdiri dari maleus, inkus, dan stapes. Maleus
dan inkus berputar pada sumbuh anterior, posterior, dan
berjalan melalui:
- Ligamentum yang menghubungkan prosesus anterior maleus
dengan dinding anterior kavum timpani.
- Prosesur anterior maleus dengan prosesus breve inkudis.
13

- Ligamentum yang menghubungkan prosesus breve indikudis


dengan dinding posterior kavum timpani.
- Selama penghantaran getaran dari membran timpani ke perlimf
melalui osikula.
c. Tuba auditiva. Baagian ini meluas dari dinding anterior kavum
timpani ke bawah, depan, dan medial sampai ke nasofaring, 1/3
posterior terdiri dari tulang dan 2/3 anterior tulang rawan.
d. Antrum mastoideum. Bagian ini terletak di belakang kavum
timpani dalam pars petrosa ossis temporalis, bentuknya bundar
garis tengah 1 cm.
e. Selular mastoidea. Prosesus mastoidenus mulai berkembang
pada tahun kedua kehidupan. Selulae mastoid adalah suatu
ronga yang bersambungan dalam prosesus mastoid.

Gambar 2.3 Anatomi Telinga

3. Telinga dalam (labirinitus)


Suatu sistem saluran dan rongga di dalam pars petrosum tulang
temporalis. Di dalamnya terdapat labirin membranosa, merupakan
suatu rangkaian saluran dan rongga-rongga. Labirin membranosa
beriisi cairan endolifm.
14

a. Labirinitus osseus. Terdiri dari vestibulum, semisirkularis , dan


koklhea. Ketiganya merupakan rongga-rongga yang terletak
dalam substansi tulang padat terstruktur dilapisi endosteum dan
berisi cairan bening (perlimf) yang terletak dalam labirinitus
mambranaesus.
- Vestibulum bagian pusat labirinitus osseus pada dinding lateral,
terdapat venestra vestibuli yang ditutup oleh basis stapedis dan
venestra kokhlea. Di dalam vestibulum terdapat sakulus dan
utrikulus labirinitus mambranaseus.
- Kanalis semisirkularis bermuara pada bagian posterior
vestibulum. Ada tiga kanalis (superior, posterior dan lateralis).
Tiap kanalis melebar pada salah satu ujungnnya yang disebut
ampula.
- Kokhlea bermuara pada bagian anterior vestibulum. Puncaknya
menghadap ke anterolateral dan basis stapedis dan ligamentum
anulare pada venestra vestibuli.
b. Labirinitus membranosus. Terdapat dalam labirinitus osseus.
Struktur ini berisi endolimf dan dikililingi oleh permilimf, tediri
dari utrikulus dan sakulus yang terdapat dalam vestibulum,
terdiri dari duktus semisirkularis. Di dalam kanalis sirkularis
dan duktus kokhlearis struktur ini saling berhubungan dengan
bebas.
- Utrikulus bagian yang terbesar, terdiri dari dua buah sakus,
mempunyai hubungan tidak langsung dengan sakulus dan
duktus endolimfatikus memalalui duktus utrikularis.
- Sakulus berbentuk bulat, berhubungan dengan utrikulus,
bergabung dengan duktus utrikulosakularis, berlanjut dan
berakhir pada kantong buntung kecil sakus endolimfatikus,
terletak dibawah durameter pada permukaan posterior pars
petrosa ossis temporalis.
15

c. Duktus semisirkularis. Memiliki diameter yang jauh lebih kecil


dari kanalis semisirkularis memiliki konfigurai yang sama.
Sebua krista ditemukan dalam setiap ampula, menyilang
sumbuh panjang saluran yang membentuk saluran penyokong.
d. Duktus kokhlearis. Berbentuk segitiga pada potongan melintang
dan berhubungan dengan sakulus melalui duktus reuniens.
Epitel terletak di atas lamina basilaris membentuk organ kortil
dan mempunyai reseptor-reseptor sensoris untuk mendengar.
e. Organ kortil. Organ kortil terdiri dari sel penyokong, berjalan
sepanjang kokhlea, berbentuk kerucut ramping.
f. Ganglion spiral merupakan neuron bipolar cabang dari sentral
akson bermielinm berbentuk nervus akustikus. Cabang perifer
yang bermielin berjalan dalam saluran-saluran dalam tulang
yang mengitari ganglion. Gelombang bunyi dikonduksi dari
perilifm dalam skala vestibuli ke endolimf dan duktus kohearis.

2.8.2 Fisiologi
Telinga menerima gelombang suara, membedakan frekuensinya
dan mengirim informasi suara ke dalam sistem saraf pusat. Membran
timpani berbentuk kerucut, merupakan tangkai dari maleus, terikat
kuat pada inkus oleh ligamentum-ligamentum sehingga pada saat
maleus bergerak inkus ikut bergerak. Artikulasi inkus dengan stapes
menyebabkan stapes menyebabkan stepes terdorong kedepan pada
cairan kokhlea. Setiap saat maleus bergerak keluar sehingga
mencetuskan gerakan kedalam dan keluar dari permukaan venestra
ovalis.
Telinga mentranduksi energi gelombang suara ke bentuk implus
saraf yang dihantarkan ke sistem pusat pendengaran tempat suara
diterjemakan. Suara dihasilkan oleh benda yang bergetar dalam
medium fisik. Suara tidak dapat melalui ruang hampa. Suara memiliki
amplitudo dan frekuensi. Telinga mengubah suara dari dunia menuaddi
16

potensial aksis dalam nervus kokhlearis. Gelombang diubah oleh


gendang telinga dan tulang-tulang pendengar menjadi gerakan papan
kaki stapes. Gerakan ini menimbulkan gelombang pada cairan telinga
dalam gelombang pada organ korti menimbulkan potensial aksi pada
serabut-serabut saraf.
Telinga manusia dapat mendengar frekuensi 20-20.000 Hz.
Ambang dengar suara (kepekaan) tidak sama dengan frekuensi.
Kepekaan tertinggi adalah 1-4 KHz. Anjing dapat mendengar suara 50
Hz, kelelawar dapat mendengar suara ultra diatas diatas 20 KHz.
2.9 Lidah
2.9.1 Anatomi
Lidah terdapat dalam kavum oris, merupakan susunan otot serta
lintang yang kasar dilengkapai dengan mukosa. Lidah berperan dalam
proses mekanisme pencernaan dimulut dengan menggerakkan makanan ke
segala arah (Syaifuddin, 2011).
Dasar mulut sebagain besar dibentuk oleh anterior lidah dan lipatan
balik membran mukosa. Sisi lidah pada gusi diatas mendibula. Garis
tengah lipatan membran mukosa terdapat frenulum lingua yang
menghubungkan permukaan bawah lidah dengan dasar mulut. Dikiri dan
kanan frenulum lingua terdapat papila kecil bagian puncaknyaa bermuara
duktus glandula submandibularis (Syaifuddin, 2011)

Gambar 2.4. Anatomi Lidah


17

Bagian - bagian lidah adalah :

1. Pangkal lidah (radik lingua). Pada pangkal lidah bagian


belakang terdapat anak lidah (epiglotis) yang berfungsi
menutup jalan pernafasan pada waktu menelan, supaya
makanan tidak masuk kejalan pernafasan (Syaifuddin, 2011).
2. Pangkal lidah (dorsum lingua), terdapat puting – puting
pengecap (ujung saraf pengecap) untuk menentukan rasa
makanan (manis, asin, asam, pahit, dll). Pada dorsum lingua
terdapat jonjot – jonjot kecil sebagai puting pengecap terdiri
dari : (Syaifuddin, 2011).
a. Papila filiformasi yang tersebar pada seluruh
permukaan lidah
b. Papila fungiformis, terdapat pada tepi lidah bagian
apeks
c. Papila sirkumvalate didepan sulkus terminalis lidah
d. Papila foliatae, tepi samping posterior lidah
3. Ujung lidah (apeks lingua) membantu membalikkan makanan,
proses berbicara, merasakan makanan yang dimakan, dan
membantu proses menelan (Syaifuddin, 2011).

Kelenjar ludah (saliva)

Kelenjar ludah (saliva) merupakan kelenjar yang menyekresi


larutan mukus kedalam mulut, membasahi dan melumas partikel
makan sebelum ditelan. Kelenjar ini mengandung 2 enzim
pencernaan, yaitu lipase lingua untuk mencerna lemak dan enzim
ptialin/amilase untuk mencerna tepung (Syaifuddin, 2011).

Kelenjar ludah terdiri dari :

1. Kelenjar ludah bawah rahang (kelenjar submaksilaris) :


terdapat dibawah rahang atas bagian tengah. Saluranyya
18

bernama duktus wartoni yang bermuara pada rongga mulut


dekat frenula lingua (Syaifuddin, 2011).
2. Kelenjar ludah bawah ludah (kelenjar sublingua) : terdapat
dibawah selaput lendir dasar rongga mulut dan bermuara
didasar rongga mulut (Syaifuddin, 2011).
3. Kelenjar parotis : terletak dibawah bagian depan telinga
diantara prossesus mastoid kiri dan kanan dekat os mandibula.
Saluranyya bernama duktus stensoni keluar dari grandula
parotis menuju rongga mulut melalui pipi (M. Buksinator).
Sekresi saliva normalnya setiap hari 1.000-1.500 ml
(Syaifuddin, 2011).

2.9.2 Fisiologi

1. Fungsi mekanis : mencampur saliva dengan makanan agar


menjadi lunak atau setengah cair yang disebut bolus agar
mudah ditelan dan mendinginkan makanan (Syaifuddin, 2011).
2. Fungsi Kemis : melarutkan makanan yang kering untuk dapat
dirasakan. Misalnya, butiran gula/garam dalam mulut akan
larut oleh saliv. Disamping itu saliva juga memantau gigi-gigi
yang menjadi busuk dengan cara mengubah suasana asam
yang ditimbulkan bakteri pembusuk menjadi suasana alkalis
(Syaifuddin, 2011).

2.10................................................................................................... Kulit
2.10.1 Anatomi

Integumen mencakup kulit pembungkus permukaan tubuh dan


turunannya termasuk kuku, rambut, dan kelenjar. Kulit adalah lapisan
jaringan yang yang terdapat pada bagian luar yang mentupi dan
melindungi permukaan tubuh kulit berhubungan dengan selaput lendir
yang melapisi rongga lubang masuk. Pada permukaan kulit bermuara
19

kelenjar keringat dan kelenjar mukosa. Kulit disebut juga integumen


atau kutis, tumbuh dari dua macam jaringan yaitu jaringan epitel yang
menumbuhkan lapisan epidermis dan jaringan pengikat yang
menumbuhkan lapisan dermis.
Kulit merupakorgan hidup yang mempunyai ketebalan yang
sangat bervariasi. Bagian yang sangat tipis terdapat disekitar mata dan
yang paling tipis terdapat pada sekitar mata dan yang paling tbal pada
bagian telapak tangan dan kaki yang mempunyai ciri khas yang berbeda
pada setiap orang yaitu berupa garis lenkung dan berbelok-belok, hal ini
berguna untuk mengidentifikasi seseorang.
Dua sel yang ditemukan dalam epitel kulit:
1. Sel utama, sel serosa yang menempati bagian tengah sel.
Sitoplasmanya mengandung bintik lemak dan granula pigmen.
Sel ini mengeluarkan getah encer mengandung bahan pelarut.
2. Sel-sel musigen, bertebaran diantara sel-sel serosa yang
mempunyai retikulum endoplasma granular dan granula
sekretori basofil, menghasilkan glikoproteinmukoid. Kontraksi
sel ini memantu mengosongkan getah kelnjar dan berfungsi
sebagai banguan penyangga menahan perubahan tekanan
osmotik yang memungkinkan bahaya pada keutuhan susunan
kanalikuli intersel.(Syaifuddin, 2011:63)
Kulit terdiri atas tiga lapisan yaitu epidermis, dermis, dan
jaringan subkutan.

Gambar 2.5 Anatomi Kulit


20

Lapisan yang paling superfisial, yaitu epidermis. Epidermis


merupakan lapisan yang tipis dan tidak mengandung pembuluh darah.
Lapisan epidermis ini dibagi lagi menjadi dua bagian: sebelah luar
adalah lapisan tanduk yang terdiri atas sel mati yang mengalami
keratinisasi, dan sebelah dalam adalah lapisan seluler yang merupakan
tempat terbentuknya melanin serta keratin. Nutrisi untuk epidermis
bergantung pada dermis yang ada di bawahnya. Dermis mendapatkan
pasokan darah yang baik. Lapisan ini mengandung jaringan ikat
kelenjar sebasea, kelenjar keringat, dan folikel rambut. Lapisan dermis
di sebelah bawah akan menyatu dengan jaringan subkutan atau adiposa
yang juga dikenal dengan lemak tubuh. Rambut, kuku, dankelenjar
sebasea, sertakelenjar keringat dianggap sebagai organorgan asesorius
kulit (appendages).
Orang dewasa memiliki dua jenis rambut: vellus hair yang
merupakanbulu-bulu yang pendek, halus, tidak tampak dengan jelas
serta relatif tidak berpigmen; dan terminal hair, yang merupakan rambut
yang kasar, lebih tebal, terlihat lebih jelas, dan biasanya berpigmen.
Rambut pada kulit kepala dan alis mata merupakan contoh terminal
hair.
Kuku melindungi ujung distal jari-jari tangan dan kaki.
Lempeng kuku (nail plates) yang keras, berbentuk persegi dan biasanya
melengkung mendapatkan warna merah muda dari bagian dasar kuku
(nail bed) yang kaya pembuluh darah; pada dasar kuku inilalu lempeng
kuku menempel dengan kuat. Perhatikan pula, bagian berbentuk bulan
yang berwarna putih (lunula) dan ujung bebas lempeng kuku. Secara
kasar, seperempat dari lempeng kuku yang dinamakan pangkal kuku
(nail roof) ditutupi oleh lipatan kuku proksimal (proximal nail fold).
jaringan kutikula membentang dari lipatan ini dan berfungsi sebagai
sekat untuk melindungi rongga antara lipatan dan lempeng tersebut
terhadap kelembapan luar. Lipatan kuku lgteral (lateral nail fold)
menutupi kedua sisi lempeng kuku.
21

Kelenjar sebasea menghasilkan zat lemak yang disekresikan ke


permukaan kulit lewat folikel rambut. Kelenjar ini terdapat pada seluruh
permukaan kulit kecuali telapak tangan dan telapak kaki. Kelenjar
keringat memiliki dua tipe: kelenjar ekrin dan apokrin. Kelenjar ekrin
tersebar luas serta bermuara langsung pada permukaan kulit dan melalui
keringat yang diproduksiny4 kelenjar ini membantu mengendalikan
suhu tubuh. Sebaiiknya kelenjar apokrin terutama ditemukan di daerah
aksilaris serta genital, biasanya bermuara ke dalam folikel rambut, dan
produksinya distimulasi oleh stres emosional. Proses penguraian
terhadap produk keringat dari kelenjar apokrin oleh bakteri
menyebabkan bau badan pada orang dewasa. Warna kulit yang normal
terutama bergantung pada empat jenis pigmen: melaniry karotery
oksihemoglobiry dan deoksihemoglobin. Jumlah melanin, yaitu pigmen
kulit yang berwarna cokelat, ditentukan secara genetik dan akan
meningkat jika kulit terkena cahaya rnatahari. Karoten merupakan
pigmen berwarna kuning emas yang terdapat dalam jaringan lemak
subkutan di daerah yang mengalami keratinisasi berat seperti telapak
tangan serta telapak kaki.
Hemoglobin yang beredar dalam sel-sel darah merah dan
membawa sebagianbesar oksigen darah terdapat dalam dua bentuk.
Oksihemoglobin,yangmerupakan pigmen berwarna merah cerah,
terutama ditemukan di dalam pembuluh arteri dan kapiler. Peningkatan
aliran darah melalui arteri ke dalam kapiler kulit akan menimbulkan
warna kemerahan pada kulit, sedangkan perubahan yang sebaliknya
biasanya menyebabkan warna pucat. Pada orang yang kulitnya
berwama cerah, normalnya kulit terlihat lebih merah pada telapak
tangary telapak kaki, leher, dan dada sebelah atas.
Ketika darah mengalir lewat capillary bed, sebagian
oksihemoglobin akanmeiepaskan oksigen ke dalam jaringan dan
berubah menjadi deoksihemoglobin - pigmen yang berwarna lebih
gelap serta sedikit lebih biru. Peningkatankonsentrasi
22

deoksihemoglobin dalam pembuluh darah kutaneus akan memberikan


warna kebiruan pada kulit yang dikenal sebagai sianosis.
Terdapat dua jenis sianosis menurut kadar oksigen dalam darah
arteri. Jikakadarnya rendah, sianosis tersebut disebut sianosis sentral.
jika kadarnya normal sianosis tersebut disebut sianosis perifer. Sianosis
perifer terjadi ketika aliran darah kutaneus menurun serta melambat dan
jaringan tubuh mengekstraksi lebih banyak oksigen dari darah daripada
biasanya. Sianosis perifer dapat merupakan respons normal terhadap
kecemasan atau lingkungan yang dingin.
Warna kulit tidak hanya dipengaruhi oleh pigmen, tetapi juga
dipengaruhi oleh penghamburan cahaya ketika dipantulkan kembali
melewati lapisan superfisial kulit atau dinding pembuluh darah yang
keruh. Penghamburan ini membuat warna tersebut tampak lebih biru
dan tidak begitu merah. Wama kebiruan pada pembuluh vena subkutan
terjadi karena efek ini; wama ini jauh lebih biru daripada warna darah
vena yang diperoleh lewat pungsi vena.(Bickley, 2009: 119)

2.10.2 Fisiologi

Kulit memiliki banyak fungsi, yang berguna dalam menjaga


homeostasis tubuh. Fungsi-fungsi tersebut dapat dibedakan menjadi
fungsi proteksi, absorpsi, ekskresi, persepsi, pengaturan suhu tubuh
(termoregulasi), dan pembentukan vitamin D (Djuanda, 2007). Kulit
juga sebagai barier infeksi (Gambar 3) dan memungkinkan bertahan
dalam berbagai kondisi lingkungan (Harien, 2010).
a. Fungsi proteksi
Kulit menyediakan proteksi terhadap tubuh dalam berbagai cara
sebagai berikut:
1) Keratin melindungi kulit dari mikroba, abrasi (gesekan), panas,
dan zat kimia.
23

2) Lipid yang dilepaskan mencegah evaporasi air dari permukaan


kulit dan dehidrasi, selain itu juga mencegah masuknya air dari
lingkungan luar tubuh melalui kulit.
3) Sebum yang berminyak dari kelenjar sebasea mencegah kulit
dan rambut dari kekeringan serta mengandung zat bakterisid
yang berfungsi membunuh bakteri di permukaan kulit.
4) Pigmen melanin melindungi dari efek dari sinar UV yang
berbahaya. Pada stratum basal, sel-sel melanosit melepaskan
pigmen melanin ke sel-sel di sekitarnya. Pigmen ini bertugas
melindungi materi genetik dari sinar matahari, sehingga materi
genetik dapat tersimpan dengan baik. Apabila terjadi gangguan
pada proteksi oleh melanin, maka dapat timbul keganasan.
5) Selain itu ada sel-sel yang berperan sebagai sel imun yang
protektif. Yang pertama adalah sel Langerhans, yang
merepresentasikan antigen terhadap mikroba. Kemudian ada sel
fagosit yang bertugas memfagositosis mikroba yang masuk
melewati keratin dan sel Langerhans (Martini, 2006).
b. Fungsi absorpsi
Kulit tidak bisa menyerap air, tapi bisa menyerap material
larut-lipid seperti vitamin A, D, E, dan K, obat - obatan tertentu,
oksigen dan karbon dioksida (Djuanda, 2007). Permeabilitas kulit
terhadap oksigen, karbondioksida dan uap air memungkinkan kulit
ikut mengambil bagian pada fungsi respirasi. Selain itu beberapa
material toksik dapat diserap seperti aseton, CCl4, dan merkuri
(Harien, 2010). Beberapa obat juga dirancang untuk larut lemak,
seperti kortison, sehingga mampu berpenetrasi ke kulit dan
melepaskan anti histamin di tempat peradangan (Martini, 2006).
Kemampuan absorpsi kulit dipengaruhi oleh tebal tipisnya kulit,
hidrasi, kelembaban, metabolisme dan jenis vehikulum.
Penyerapan dapat berlangsung melalui celah antarsel atau melalui
muara saluran kelenjar,tetapi lebih banyak yang melalui sel-sel
24

epidermis daripada yang melalui muara kelenjar (Tortora dkk.,


2006).
c. Fungsi ekskresi
Kulit juga berfungsi dalam ekskresi dengan perantaraan dua
kelenjar eksokrinnya, yaitu kelenjar sebasea dan kelenjar keringat:
1) Kelenjar sebasea
Kelenjar sebasea merupakan kelenjar yang melekat pada folikel
rambut dan melepaskan lipid yang dikenal sebagai sebum
menuju lumen (Harien, 2010). Sebum dikeluarkan ketika
muskulus arektor pili berkontraksi menekan kelenjar sebasea
sehingga sebum dikeluarkan ke folikel rambut lalu ke
permukaan kulit. Sebum tersebut merupakan campuran dari
trigliserida, kolesterol, protein, dan elektrolit. Sebum berfungsi
menghambat pertumbuhan bakteri, melumasi dan memproteksi
keratin (Tortora dkk., 2006).

2) Kelenjar keringat
Walaupun stratum korneum kedap air, namun sekitar 400 mL
air dapat keluar dengan cara menguap melaluikelenjar keringat
tiap hari (Djuanda, 2007).Seorang yang bekerja dalam ruangan
mengekskresikan 200 mL keringat tambahan, dan bagi orang
yang aktif jumlahnya lebih banyak lagi. Selain mengeluarkan
air dan panas, keringat juga merupakan sarana untuk
mengekskresikan garam, karbondioksida, dan dua molekul
organik hasil pemecahanprotein yaitu amoniak dan urea
(Martini, 2006).Terdapat dua jenis kelenjar keringat, yaitu
kelenjar keringat apokrin dan kelenjar keringat merokrin.
a) Kelenjar keringat apokrin
terdapat di daerah aksila, payudara dan pubis, serta aktif
pada usia pubertas dan menghasilkan sekret yang kental
dan bau yang khas (Djuanda, 2007). Kelenjar keringat
25

apokrin bekerja ketika ada sinyal dari sistem saraf dan


hormon sehingga sel-sel mioepitelyang ada di sekeliling
kelenjar berkontraksi dan 14menekan kelenjar keringat
apokrin. Akibatnya kelenjar keringat apokrin melepaskan
sekretnya ke folikel rambut lalu ke permukaan luar(Tortora
dkk., 2006).
b) Kelenjar keringat merokrin (ekrin)
terdapat di daerah telapak tangan dan kaki. Sekretnya
mengandungair, elektrolit, nutrien organik, dan sampah
metabolism (Harien, 2010).Kadar pH-nya berkisar
4,0−6,8dan fungsidari kelenjar keringat merokrin adalah
mengatur temperatur permukaan, mengekskresikan air dan
elektrolit serta melindungi dari agen asing dengan cara
mempersulit perlekatan agen asing dan menghasilkan
dermicidin, sebuah peptida kecil dengan sifat
antibiotik(Djuanda, 2007).
d. Fungsi persepsi
Kulit mengandung ujung-ujung saraf sensorik di dermis dan
subkutis (Djuanda, 2007).Terhadap rangsangan panas diperankan
oleh badan-badan Ruffini di dermis dan subkutis. Terhadap dingin
diperankan oleh badan-badan Krause yang terletak di dermis,
badan taktil Meissner terletak di papila dermis berperan terhadap
rabaan, demikian pula badan Merkel Ranvier yang terletak di
epidermis. Sedangkan terhadap tekanan diperankan oleh badan
Paccini di epidermis. Saraf-saraf sensorik tersebut lebih banyak
jumlahnya di daerah yang erotik (Tortoradkk., 2006).
e. Fungsi pengaturan
suhu tubuh (termoregulasi)Kulit berkontribusi terhadap pengaturan
suhu tubuh (termoregulasi) melalui dua cara: pengeluaran keringat
dan menyesuaikan aliran darah di pembuluh kapiler (Djuanda,
2007).Pada saat suhu tinggi, tubuh akan mengeluarkan keringat
26

dalam jumlah banyak serta memperlebar pembuluh darah


(vasodilatasi) sehingga panas akan terbawa keluar dari tubuh.
Sebaliknya, pada saat suhu rendah, tubuh akan mengeluarkan lebih
sedikit keringat dan mempersempit pembuluh darah
(vasokonstriksi) sehingga mengurangi pengeluaran panas oleh
tubuh (Harien, 2010).
f. Fungsi pembentukan vitamin D
Sintesis vitamin D dilakukan dengan mengaktivasi prekursor 7
dihidroksi kolesterol dengan bantuan sinar ultraviolet(Djuanda,
2007). Enzim di hati dan ginjal lalu memodifikasi prekursor dan
menghasilkan kalsitriol, bentuk vitamin D yang aktif. Calcitriol
adalah hormon yang berperan dalam mengabsorpsi kalsium
makanan dari traktus gastrointestinal ke dalam pembuluh darah
(Tortoradkk., 2006).Walaupun tubuh mampu memproduksi
vitamin D sendiri, namun belum memenuhi kebutuhan tubuh
secara keseluruhan sehingga pemberian vitamin D sistemik masih
tetap diperlukan.Pada manusia kulit dapat pula mengekspresikan
emosi karena adanya pembuluh 16darah, kelenjar keringat, dan
otot-otot di bawah kulit (Djuanda, 2007)
27

BAB 3. STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL

3.1 Mata
3.1.1 Ketajaman mata

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS JEMBER

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL

“KETAJAMAN MATA”

HALAM
PROSEDUR NO DOKUMEN: NO REVISI:
AN:
KERJA
TANGGAL TERBIT: DITETAPKAN OLEH:

1. Pengertian Pemeriksaan fisik yang dilakukan berdasarkan penentuan


visus mata
2. Tujuan Untuk mengetahui ketajaman penglihatan mata pasien

3. Indikasi Pasien dengan gangguan ketajaman mata

4. Kontraindikasi Pasien yang mengalami kebutaan

5. Persiapan 1. Memastikan identitas pasien yang akan dilakukan


Pasien dan pemeriksaan ketajaman mata
lingkungan 2. Kontrak waktu
3. Memposisikan pasien pada posisi yang nyaman dan
aman
4. Menyiapkan ruangan agar lebih kondusif
28

5. Pencahayaan yang adekuat


6. Tersedia alat dan obat diagnostic
7. Mengenal anatomi, fisiologi, dan patologi mata
8. Memuat catatan medis yang rapih dan mudah dibaca

6. Persiapan Alat 1. Optotype Snellen


dan Bahan

7. Cara Kerja 1. Penderita dan pemeriksa berhadapan.


2. Penderita duduk pada jarak 6 m dari Optotype
Snellen, mata yang satu ditutup.
3. Penderita dipersilahkan untuk membaca huruf/gambar
yang terdapat pada Optotype, dari yang paling besar
sampai pada huruf/gambar yang dapat terlihat oleh
mata normal.
4. Apabila penderita tak dapat melihat gambar yang
terdapat pada Optotype, maka kita mempergunakan
jari kita.
5. Penderita diminta untuk menghitung jari pemeriksa,
pada jarak 1 m, 2 m, sampai dengan 6 m.
6. Dalam hal demikian maka visus dari penderita
dinyatakan dalam per-60
7. Apabila penderita tak dapat menghitung jari, maka
dipergunakan lambaian tangan pemeriksa pada jarak
1m sampai 6 m
8. Dalam hal ini, maka visus penderita dinyatakan
dalam per 300.
9. Apabila lambaian tangan tak terlihat oleh penderita,
maka kita periksa visusnya dengan cahaya (sinar
baterai).
10. Untuk ini maka visus dinyatakan dalam per tak
29

terhingga.

8. Referensi
30

3.1.2 Tonometri

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS JEMBER

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL

“TONOMETRI”

HALA
NO DOKUMEN: NO REVISI:
PROSEDUR KERJA MAN:

TANGGAL TERBIT: DITETAPKAN OLEH:

1. Pengertian Pemeriksaan fisik yang dilakukan berdasarkan untuk


mengetahui tekanan bola mata
2. Tujuan Untuk mengetahui tekanan bola mata

3. Indikasi Pasien dengan gangguan tekanan bola mata

4. Kontraindikasi -

5. Persiapan Pasien 1. Memastikan identitas pasien yang akan dilakukan


dan lingkungan pemeriksaan
2. Kontrak waktu
3. Memposisikan pasien pada posisi yang nyaman dan
aman
4. Menyiapkan ruangan agar lebih kondusif
5. Pencahayaan adekuat
6. Tersedia alat dan obat diagnostic
7. Mengenal anatomi, fisiologi, dan patologi mata
31

8. Memuat catatan medis yang rapih dan mudah


dibaca

6. Persiapan Alat 1. Penutup satu mata


dan Bahan 2. Tonometri

7. Cara Kerja A. Pemeriksaan secara kasar (metode digital)


1. Penderita diminta untuk melirik kebawah.
2. Kedua jari telunjuk kita gunakan untuk
pemeriksaan fluktuasi pada bola mata penderita
B. Menggunakan Tonometer dari Schiotz.
1. Persiapan : Mata penderita terlebih dulu ditetesi
dengan larutan anestesi lokal.
2. Tonometer didesinfeksi dengan dicuci alkohol atau
dibakar dengan api spiritus. Penderita tidur
telentang, mata yang akan diperiksa melihat lurus
keatas tanpa berkedip.
3. Tonometer diletakkan dengan perlahan-lahan dan
hati-hati diatas cornea penderita.
4. Pemeriksa membaca angka yang ditunjuk oleh
jarum tonometer. Kemudian pemeriksa melihat
pada tabel, dimana terdapat daftar tekanan bola
mata.

8. Referensi
32

3.1.3 Keseimbangan Otot

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS JEMBER

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL

“KESEIMBANGAN OTOT”

HALA
NO DOKUMEN: NO REVISI:
PROSEDUR KERJA MAN:

TANGGAL TERBIT: DITETAPKAN OLEH:

1. Pengertian Pemeriksaan fisik yang dilakukan berdasarkan untuk


mengetahui keseimbangan otot mata
2. Tujuan Untuk mengetahui keseimbangan otot mata

3. Indikasi Pasien dengan gangguan keseimbangan otot mata

4. Kontraindikasi -

5. Persiapan Pasien 1. Memastikan identitas pasien yang akan dilakukan


dan lingkungan pemeriksaan
2. Kontrak waktu
3. Memposisikan pasien pada posisi yang nyaman
dan aman
33

4. Menyiapkan ruangan agar lebih kondusif


5. Pencahayaan adekuat
6. Tersedia alat dan obat diagnostic
7. Mengenal anatomi, fisiologi, dan patologi mata
8. Memuat catatan medis yang rapih dan mudah
dibaca

6. Persiapan Alat 1. Penutup satu mata


dan Bahan 2. Kampimeter

7. Cara Kerja 1. Penderita berhadap-hadapan dengan pemeriksa.


2. Corneal refleks : pada orang normal refleksi
cahaya pada kornea sama tinggi pada kedua
mata.
3. Cover test : pada orang normal tak akan ada gerak
dari mata, sedang pada penderita strabisnius akan
ada gerak dari mata kearah posisi primer.
4. Tes konvergensi : dengan meminta penderita
untuk mengikuti ujung pulpen yang kita bawa
kearah ujung hidung, normal terlihat kedua kornea
bergerak ke nasal dan pupil menyempit (aksi N.
III).
5. Gerak-gerak bola mata menuju ke temporal,
nasal, kiri atas, kiri bawah, kanan atas dan kanan
bawah menunjukkan aksi dari N. III, N.IV dan
N. VI

8. Referensi
34

3.1.4 Sensibilitas Kornea ( N.V)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS JEMBER

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL

“SENSIBILITAS KORNEA”

HALA
NO DOKUMEN: NO REVISI:
PROSEDUR KERJA MAN:

TANGGAL TERBIT: DITETAPKAN OLEH:

1. Pengertian Pemeriksaan fisik yang dilakukan berdasarkan untuk


mengetahui sensitifitas kornea
2. Tujuan Untuk mengetahui sensibilitas kornea yang baik

3. Indikasi Pasien dengan gangguan penglihatan

4. Kontraindikasi -

5. Persiapan Pasien 1. Memastikan identitas pasien yang akan dilakukan


dan lingkungan pemeriksaan
2. Kontrak waktu
3. Memposisikan pasien pada posisi yang nyaman dan
35

aman
4. Menyiapkan ruangan agar lebih kondusif
5. Pencahayaan adekuat
6. Tersedia alat dan obat diagnostic
7. Mengenal anatomi, fisiologi, dan patologi mata
8. Memuat catatan medis yang rapih dan mudah
dibaca

6. Persiapan Alat 1. Kapas


dan Bahan

7. Cara Kerja 1. Di bagian mata biasanya tes ini dilakukan bila kita
curiga adanya Keratitis Herpetika, dimana
sensibilitas korneanya menurun.
2. Penderita dan pemeriksa saling berhadapan
3. Penderita diminta untuk melihat jauh
4. Pemeriksa memegang kapas yang dipilih ujungnya
dan menyentuh kornea (yang jernih).
5. Perhatikan apakah penderita mengedipkan mata atau
mengeluarkan air mata. Bila demikian berarti
sensibilitas kornea baik.

8. Referensi
36

3.1.5 Tes Buta Warna

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS JEMBER

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL

“PEMERIKSAAN MATA (Tes Buta Warna)”

HALA
NO DOKUMEN: NO REVISI:
PROSEDUR KERJA MAN:

TANGGAL TERBIT: DITETAPKAN OLEH:

1. Pengertian Pemeriksaan fisik yang dilakukan berdasarkan untuk


mengetahui kebutaan warna pada pasien
2. Tujuan Agar pasien dapat mengenali warna dan
membedakan warna

3. Indikasi Pasien dengan gangguan penglihatan warna


37

4. Kontraindikasi -

5. Persiapan Pasien 1. Memastikan identitas pasien yang akan dilakukan


dan lingkungan pemeriksaan Kontrak waktu
2. Memposisikan pasien pada posisi yang nyaman dan
aman
3. Menyiapkan ruangan agar lebih kondusif
4. Pencahayaan adekuat
5. Tersedia alat dan obat diagnostic
6. Mengenal anatomi, fisiologi, dan patologi mata
7. Memuat catatan medis yang rapih dan mudah
dibaca

6. Persiapan Alat 1. Buku Ishihara


dan Bahan

7. Cara Kerja Dengan menggunakan buku ishihara, lakukan tes buta


warna dengan cara :
1. Meminta penderita membaca dan menyebutkan angka
yang tampak pada setiap halaman buku.
2. Hasil bacaan penderita dikonfirmasikan dengan
jawaban yang tersedia untuk menentukan diagnosis.

8. Referensi
38

3.1.6 Inspeksi

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS JEMBER

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL

“INSPEKSI”

HALA
NO DOKUMEN: NO REVISI:
PROSEDUR KERJA MAN:

TANGGAL TERBIT: DITETAPKAN OLEH:

1. Pengertian Pemeriksaan fisik yang dilakukan berdasarkan untuk


mengetahui mata yang normal
2. Tujuan Agar pasien dapat mengetahui apakah terdapat gangguan
fungsi atau tidak pada anatomi mata
39

3. Indikasi Pasien dengan gangguan penglihatan atau tidak

4. Kontraindikasi -

5. Persiapan Pasien 1. Memastikan identitas pasien yang akan


dan lingkungan dilakukan pemeriksaan
2. Kontrak waktu
3. Memposisikan pasien pada posisi
yang nyaman dan aman
4. Menyiapkan ruangan agar lebih
kondusif
5. Pencahayaan adekuat
6. Tersedia alat dan obat diagnostic
7. Mengenal anatomi, fisiologi, dan
patologi mata
8. Memuat catatan medis yang rapih
dan mudah dibaca

6. Persiapan Alat 1. Penutup salah satu mata


dan Bahan 2. Penlight

7. Cara Kerja 1. Pemeriksa duduk berhadapan dengan pasien.


2. Perhatikan :
a. Posisi kedua mata (simetris atau tidak)
b. Bentuk bola mata normal bulat/ sperik
c. Periksa kelopak mata atas dan bawah (kemerahan
dan bintil)
d. Amati konjungtiva apakah ada nanah
e. Amati warna sklera
f. Amati ukuran dan bentuk pupil, pelebaran pupil
g. Amati bola mata apakah protusis dan petosis
h. Amati pertumbuhan rambut
40

8. Referensi
41

3.1.7 Pemeriksaan Katarak

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS JEMBER

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL

“PEMERIKSAAN KATARAK”

HALA
NO DOKUMEN: NO REVISI:
PROSEDUR KERJA MAN:

TANGGAL TERBIT: DITETAPKAN OLEH:

1. Pengertian Pemeriksaan fisik yang dilakukan berdasarkan untuk


mengetahui ada tidaknya katarak pada mata
2. Tujuan Agar dapat mengetahui apakah pasien mengidap penyakit
katarak atau tidak

3. Indikasi Pasien dengan gangguan katarak atau tidak

4. Kontraindikasi -

5. Persiapan Pasien 1. Memastikan identitas pasien yang akan dilakukan


dan lingkungan pemeriksaan
2. Kontrak waktu
3. Memposisikan pasien pada posisi yang nyaman
dan aman
4. Menyiapkan ruangan agar lebih kondusif
5. Pencahayaan adekuat
6. Tersedia alat dan obat diagnostic
7. Mengenal anatomi, fisiologi, dan patologi mata
42

8. Memuat catatan medis yang rapih dan mudah


dibaca

6. Persiapan Alat Penlight


dan Bahan

7. Cara Kerja 1. Sinari pupil dari depan.


2. Perhatikan warna pupil, jika berwarna hitam maka
lensa jernih, aphakia. Sedangkan bila berwarna
putih/ abu-abu menandakan katarak/ keruh.
3. Lalu ubah sinar dari samping mata (kurang lebih
45%) dan sinari irish.
4. Lihat pupil, perhatikan perubahan kekeruhan lensa
; seluruh pupil tetap putih menunjukkan katarak
matura (bayangan -); sebagian pupil menjadi hitam
menunjukkan katarak immature (bayangan +)

8. Referensi
43

3.2 Hidung

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS JEMBER

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL

PEMERIKSAAN HIDUNG

NO NO REVISI : HALAMAN :
DOKUMEN
:

PROSEDUR
TANGGAL DITETAPKAN OLEH :
TETAP TERBIT

1. PENGERTIAN Pemeriksaan fisik hidung adalah suatu


pemeriksaan untuk mengetahui ada tidaknya
kelainan – kelainan pada hidung mulai dari batang
hidung, cuping hidung, septum nasi, serta hidung
bagian dalam yang dapat memberikan ganguan
fungsi penciuman. pemeriksaan dilakukan dengan
cara melihat (inspeksi), meraba (palpasi) dan
melakukan tes-tes untuk melihat sifat dan jenis
ganguan pada penciuman

2. TUJUAN 1. Dilakukan untuk mengetahui fungsi


44

penciuman apakah normal atau ada


kelainan.
2. mengenal dan menjelaskan alat dan bahan
yang dapat digunakan dalam pemeriksaan
hidung.
3. Mampu menentukan apakah kelainan-
kelainan yang ditemukan merupakan
kelainan kongenital, infeksi, trauma atau
degeneratif.

3. INDIKASI Pasien yang mengalami ganguan penciuman.

4. KONTRAINDIKASI ---

5. PERSIAPANKLIEN 1. Memastikan identitas pasien yang akan


dilakukan pengkajian fisik alat indranya.
2. Kontrak waktu
3. Memposisikan pasien pada posisi yang
lebih nyaman dan aman.
4. Menyiapkan ruangan agar lebih kondusif.

6. PERSIAPANALAT 1. Handscoon
2. Masker
3. Penlight
4. kasa steril
5. spekulum hidung Hartmaan
6. cermin
7. tissue
45

7. CARABEKERJA : 1. Berikan salam, perkenalkan diri,


2. Indentifikasi pasien secara cermat dan
panggil pasien dengan nama yang
disukai.
3. Jelaskan mengenai prosedur, tujuan dan
lama tindakan yang akan dilakukan.
4. Berikan kesempatan kepada pasien untuk
bertanya hal-hal yang ingin pasien
ketahui dan jawab seluruh pertanyaan
pasien.
5. Atur posisi pasien sehingga mendapatkan
tempat yang aman dan nyaman. Pastikan
privasi pasien terpenuhi.
6. Cuci tangan dan gunakan sarung tangan
ketika akan memulai tindakan pada
pasien.

A. Inspeksi
1. perawat mengobservasi bentuk, warna
kulit, ukuran, dan adanya deformitas
atau inflamasi.
2. trauma pada hidung menyebabkan
edema dan perubahan warna.
3. Apabila ada pembegkakan atau
deformitas, perawat mempalpasi dengan
hati-hati punggung dan jaringan lunak
hidung dengan menempatkan satu jari di
setiap sisi lengkungan hidung dan secara
hati – hati mengerakkan jari-jari tersebut
dari batang hidung ke ujung hidung.
4. perawat mencatata adanya nyeri tekan,
46

massa dan penyimpangan, struktur


hidung biasanya keras dan stabil.

Normalnya udara mengalir bebas melewati


hidung pada saat seseorang bernafas. untuk
mengkaji kepatenan lubang hidung,

1. perawat menempatkan jari disisi hidung


klien dan menyumbat salah satu lubang
hidung.
2. diminta bernafas dengan mulut tertutup.
3. pemeriksaan ini diulang pada lubang
hidung berikutnya.
4. pada saat menyinari naris anterior,
perawat menginspeksi mukosa untuk
warna, lesi, rabas, pembengkakan dan
adanya perdarahan.
5. jika terdapat rabas gunakan sarung
tangan.
6. mukosa normalnya berwarna merah
muda dan lembab tanpa lesi.
7. mukosa yang pucat rabas jernih
mengindikasikan adanya alergi.
8. rabas mukoid mengindikasikan adanya
rinitis.
9. infeksi sinus terjadi jika terdapat rabas
kekuningan atau kehijauan.

untuk klien yang memakai selang nasogastrik


atau nasofaring, perawat secara rutin
memeriksa adanya kerusakan kulit lokal pada
47

lubang hidung, dicirikan dengan kemerahan


dan kelupasan kulit.

Untuk melihat septum dan turbinat,berikut


langkahnya :

1. klien sedikit menengadahkan kepala


agar perawat dapat melihat dengan
jelas.
2. Septum diinspeksi untuk kesejajaran,
adanya perforasi, atau perdarahan.
3. Normalnya septum dekat dengan garis
tengah, dan bagian anterior lebih tebal
dari pada posterior.
4. Turbinat ditutupi dengan membran
mukosa yang hangat dan dibasahi oleh
udara yang diinspirasi.
5. Mukosa berwarna merah muda dan
lembab, dengan mukus jernih.
6. Penyimpagan sepum dapat menyumbat
pernafasan dan mengangu masukknya
selang nasogasrik.
7. Performasi septum dapat terjadi setelah
pengunaan berulang kokain intranasal.
Perawat mencatat adanya polip
(pertumbuhan seperti tumor) atau
drainase purulen.

B. Palpasi
Pemeriksaan sinus melibatkan palpasi
dan translinnuminasi. Pada kauss alergi aau
insfeksi, sinus anterior menjadi terinflamasi
48

dan bengkak. Cara yang paling efektif


untuk mengkaji adanya nyeri tekan adalah
dengan mempalapasi secara eksternal area
fasialis frontal dan maksiler.
Sinus frontal dipalpasi dengan
memberi tekanan dengan ibu jari keatas dan
dibawah alis klien. Secara perlahan
mengarahkan tekanan ke atas dengan
mudah akan memunculkan adanya nyeri
tekan bila terdapat iritasi sinus dan
menunjukkan tingkat keparahan iritasi
sinus. Tekanan tidak boleh diberikan pada
mata.

C. Transiluminasi

Jika terdapat nyeri tekan sinus atau


terdapat kecurigaan infeksi, transluminasi
adalah teknik yang digunakan untuk
mendeteksi udara atau cairan di dalam
sinus.

1. Pemeriksaan harus dilakukan dikamar


gelap dengan mengunakan
transluminator sinus atau senter kecil
yang terang.
2. Untuk melihat sinus maksilaris, perawat
menempatkan cahaya lateral pada hidung
klien. Tepat dibawah aspek medialis
mata.
3. Pada saat klien membuka mulut,perawat
melihat apakah palatum keras sudah
49

diluminasi.
4. Untuk melihat sinus frontalis, perawat
menempatkan cahaya pada aspek medial
setiap lingkaran supraorbital.
5. Cahaya merah redup harus
ditransmisikan tepat dibawah alis.
6. Tidak adanya cahaya pada sinus
mengidentifikasikan bahwa sinus berisi
sekret atau tidak pernah ada.
7. Normalnya, sinus menunjukkan
perbedaan tingkat iluminasi

8. HASIL: Untuk mengetahui ada tidaknya kelainan


pada hidung

9. Hal-hal yang perlu jika ada pembekakan atau deformitas,


diperhatikan: perawat mempalpasi dengan hati-hati
punggung dan jaringan lunak hidung
dengan menempatkan satu jari di setiap sisi
lengkungan hidung dan secara hati – hati.
klien yang memakai selang nasogastrik atau
nasofaring, perawat secara rutin memeriksa
adanya kerusakan kulit lokal pada lubang
hidung, dicirikan dengan kemerahan dan
kelupasan kulit.
50

3.2 Telinga

UNIVERSITAS JEMBER
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL

PSIK PEMERIKSAAN FISIK


UNIVERSITAS INDERA PENDENGERAN
JEMBER

PROSEDUR NO NO REVISI: HALAMAN:


KERJA DOKUMEN:
TANGGAL DITETAPKAN
TERBIT: OLEH:
PENGERTIAN Pemeriksaan fisis indera pendengaran adalah
pemeriksaan yang digunakan untuk mengetauhi adanya
kelainan-kelainan pada telinga, mulai dari telinga bagian
luar, telinga tengah sampai telinga dalam yang dapat
memberikan gangguan fungsi pendengaran dan
keseimbangan
TUJUAN Mengetahuiadanyakelainanindera pendengaran
INDIKASI Pasien dengan gangguan pada indera pendengaran

KONTRAINDIKASI -
51

PERSIAPAN 1. Pastikan identitas pasien


PASIEN 2. Kaji kondisi pasien (lakukan anamnesis)
3. Beritahu dan jelaskan pada klien atau keluarganya
tindakan yang dilakukan
4. Jaga privasi pasien
5. Posisikan pasien dalam keadaan berbaring atau
duduk
PERSIAPAN ALAT 1. Ostokop
2. Garpu Tala
3. Kasap atau kasa
4. Penlight
5. Handscoone
6. Jam Tangan
7. Masker
8. Handscoon
CARA KERJA A. Tahap Orientasi

1. Berikan salam, perkenalkan diri, periksa identitas


pasien dengan cermat untuk memastikan bahwa
tindakan yang akan kita berikan sudah tepat pasien.
2. Jelaskan mengenai prosedur, tujuan, dan rentang
waktu tindakan yang akan dilakukan.dan mintalah
persetujuan dari pasien atas tindakan yang akan
dilakukan.
3. Posisikan pasien dalam keadan terlentang atau
duduk.

B. Tahap Kerja

1. Tanyakan keluhan utama pasien, kaji riwayat


52

penyakit dan riwayat penyakit dahulu serta riwayat


penyakit keluarga.
2. Beritahukan kepada pasien bahwa akan dilakukan
pemeriksaan telinga.
3. Pasang tirai di sekitar tempat tidur pasien dan
mintalah pengunjung meninggalkan ruangan untuk
menjaga privasi klien.
4. Cuci tangan menggunakan air mengalir ataupun
desinfektan
5. Gunakan sarung tangan steril dan masker wajah.
6. Atur posisi yang nyaman bagi pasien, terlentang
atau duduk.

Telinga bagian luar

1. Lakukan inspeksi pada setiap daun telinga kanan


dan kiri dan bagian-bagiannya, apakah terdapat
deformitas, benjolan atau lesi kulit. 8.
2. Lihat kesimetrisan kedua daun telinga. 9.
3. Lihat apakah ada Battle’s Sign pada bagian
belakang telinga. Apabila tedapat nyeri pada
telinga, adanya discharge atau proses inflamasi
maka lakukan pemeriksaan dengan cara
menggerakkan daun telinga secara lembut keatas
dan kebawah serta berikan tekanan lembut pada
bagian belakang telinga dari atas ke bawah.
4. Untuk pemeriksaan Kanal Auditorius dan
Membran Timpani, lakukan pemeriksaan dengan
menggunakan otoscope.
5. Periksa ada tidaknya serumen (catat warna dan
konsstensinya), benda asing discharge,
53

kemerahan dan atau edema. Inspeksi membran


timpani, perhatikan dan catat warna dan
konturnya (ada tidaknya perforasi, skerosis).

Tes Pendengaran:
Rinne

1. Tes rinne membandingkan hantaran tulang


dengan hantaran udara pada telinga yang
diperiksa.
2. Letakan batang garpu tala yang sedang bergetar
di prosesus mastoideus pasien.
3. Mulai menghitung interval dengan jam tangan.
Minta pasien untuk memberi tahu perawat jika
bunyi tidak lagi terdengar. Letakkan dengan cepat
garpu yang masih bergetar 1 sampai 2 cm dari
kanal telinga, dan minta pasien untuk mrmberi
tahu perawat jika bunyi tidak lagi terdengar.
4. Teruskan menghitung waktu saat bunyi terdengar
karena konduksi udara. bandingkan jumlah detik
bunyi terdengar udara dan konduksi tulang.
5. Rasional dari tindakan tersebut karena konduksi
udara harus terdengar dua kali lebih lama dari
bunyi karena konduksi tulang. Pada tuli konduksi,
bunyi konduksi tulang terdengar lebih lama. Pada
tuli sensorineural, bunyi berkurang dan terdengar
lebih lama melalui udara.

Wiber

1. Tes weber untuk membandingkan hantaran tulang


54

telinga kiri dengan telinga kanan.


2. Pegang garpu tala dibagian dasarnya dan ketukan
secara berlahan di tumit telapak tangan.
3. Tempatkan bagian dasar garpu tala yang sedang
bergetar di verteks garis tengah kepala pasien
atau garis tengah dahi.
4. Tanyakan pada pasien apakah bunyi terdengar
sama di kedua telinga atau lebih baik di salah satu
telinga.
5. Rasional dari tindakan tersebut adalah pasien
dengan pendengaran normal mengdengarkan
bunyi sama dikedua telinga atau digaris tengah
kepala. Pada tuli konduksi, bunyi terdengar baik
di telinga rusak. Pada tuli sensorineural unilateral,
bunyi hanya terdengar pada telinga yang normal.

Schwabach

1. Tes Schwabach merupakan tes pendengaran yang


membandingankan hantaran tulang telinga orang
yang diperiksa dengan pemeriksa yang memiliki
pendengaran yang normal

2. Pertama garpu tala digetarkan, lalu dasarnya


ditempelkan pada tulang belakang telinga pasien.
3. Setelah pasien mengatakan tidak mendengarkan
getaran lagi, maka dasar garpu tala tersebut
diletakkan ke tulang belakanh pemeriksa.
4. Apabila pemeriksa masih dapat mendengar
bunyi, maka dikatakan bahwa telinga pasien uji
schwabach memendek.
55

PENUTUP 1. Evaluasi respon klien


2. Mengakhiri kegiatan dengan baik
3. Cuci tangan
DOKUMENTASI 1. Catat tindakan yang telah dilakukan dalam
dokumentasi keperawatan
2. Catat hasil pengkajian
3. Tanda tangan dan nama perawat
56

3.4 Lidah

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR

“PEMERIKSAAN LIDAH”

NO DOKUMEN: NO REVISI: HALAMAN:

PROSEDUR KERJA TANGGAL


DITETAPKAN OLEH:
TERBIT:

1. PENGERTIAN pemeriksaan yang digunakan untuk mengetahui ada


tidaknya kelainan kelainan pada lidah, serta yang
dapat memberikan ganguan fungsi pada pengecapan
ataupun perasa.

2. TUJUAN 1. Mampu melakukan pemeriksaan fisik lidah serta


mampu melakukan tes fungsi pada lidah
sebagain indra perasa secara baik dan benar.
2. Dapat mengenali dan menjelaskan alat dan bahan
yang dapat digunakan dalam pemeriksaan
telinga.
3. Mampu mempersiapkan pasien untuk
pemeriksaan fisik lidah.
4. Dapat menginterpretasikan hasil pemeriksaan
fisik pada lidah serta hasil tes fungsi perasa pada
lidah.
5. Mampu menentukan apakah kelainan – kelainan
57

yang ditemukan merupakan kelainan kongenital,


infeksi, trauma atau kelaianan degeneratif.
3. INDIKASI 1. Pada pasien HIV

4. KONTRAINDIKASI

5. PERSIAPAN 1. Memastikan identitas klien yang akan dilakukan


PASIEN tindakan
2. Posisi klien duduk atau berbaring
3. Pencahayaan yang cukup
4. Klien diberikan penjelasan megenai tindakan
yang akan dilakukan
5. keluarga pasien mengenai tindakan yang akan
dilakukan

6. PERSIAPAN ALAT 1. handscoon


2. masker
3. kasa
4. penlight
5. spet lidah
6. Selimut
CARA KERJA 1. Berikan salam, perkenalkan diri, identifikasi
pasien dengan memeriksa identitas pasien
secara cermat dan panggil pasien dengan
nama yang disukainya.
2. Jelaskan mengenai prosedur, tujuan, dan
lama tindakan yang akan dilakukan
3. Berikan kesempatan pada pasien untuk
bertanya hal-hal yang ingin pasien ketahui
dan jawab seluruh pertanyaan pasien
4. Pasang tirai di sekitar tempat tidur pasien dan
mintalah pengunjung meninggalkan ruang
58

untuk menajaga privasi pasien


5. Atur posisi pasien sehingga mendapatkan
tempat yang aman dan nyaman
6. Cuci tangan dan gunakan sarung tangan
ketika akan memulai tindakan pada pasien
A. Inspeksi Lidah
a) Pemeriksaan fisik lidah diawali dengan
pemeriksaan mukosa.
b) Minta kepada pasien untuk mengangkat
lidahnya keatap mulut sehingga
permukaan bawah lidah mudah untuk
diperiksa.
c) Periksa pada lidah pasien apakah ada
candidiasis. (Candidiasis yang dikenal
sebagai moniliasis atau thrush, merupakan
suatu infeksi jamur oportunistik yang
berkaitan dengan pemakai antibiotik
berspektrum luas).
d) Periksa juga apakah pada lidah pasien
terdapat leukoplakia, leukoplakia bentuk
baru yang disebut leukoplakia berambut
oral berkaitan dnegan perkembangan
AIDS.
B. Pemeriksaan saraf kranialis XII
a) Minta kepasien untuk menjulurkan
lidahnya. Apakah lidah tersebut
berdevisiasi ke satu sisi. Kelumpuhan
nervus hipoglosus atau saraf kranialis
keduabelas membuat otot- otot lidah pada
sisi yang terkena tidak dapat berkontruksi
dengan normal.
59

C. Palpasi Lidah
a) Setelah melakukan inspeksi lidah,
pemeriksaan dilanjukkan dengan palpasi.
b) Palpasi dilakukan dengan meminta pasien
untuk menjulurkan lidah kedalam
sepotong kasa
c) Lidah kemudian dipegang oleh tangan kiri
pemeriksa ketika sisi – sisi lidah di
inspeksi dan dipalpasi dengan tangan
kanan.
d) Dua pertiga anterior dan tepi lateral lidah
dapat diperiksa tanpa menimbulkan refleks
muntah. Palpasi Dasar Mulut
Dasar mulut harus diperiksa denga
palpasi bimanual. Ini dilakukan dengan
meletakkan satu jari di bawah lidah dan jari
lain di bawah dagu untuk memeriksa adanya
penebalan atau massa.
PENUTUP 1. Akhiri kegiatan dengan cara yang baik
2. Cuci tangan
DOKUMENTASI 1. Catat tindakan yang telah dilakukan dalam
dokumentasikeperawatan
2. Catat hasil pengkajian
3. Tanda tangan dan nama perawat
60

3.5 Kulit

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS JEMBER

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL

“PEMERIKSAAN KULIT”

NO DOKUMEN: NO REVISI: HALAMAN:


PROSEDUR
KERJA TANGGAL
DITETAPKAN OLEH:
TERBIT:

1 PENGERTIAN Pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui ada


. tidaknya masalah pada sistem kulit

2 TUJUAN 1. Untuk mendapatkan data obyektif dari riwayat


. kesehatan klien
2. Untuk mengetahui kondisi kulit klien
3. Untuk mengetahui kemampuan fungsional klien
4. Menentukan status kesehatan klien
5. Untuk mengidentifikasi masalah klien
6. Mengambil data dasar untuk melakukan proses
keperawatan
3 INDIKASI Pasien dengan gangguan sistem kulit
.

4 KONTRAINDI Pasien dengan luka bakar


. KASI

5 PERSIAPAN 6. Pastikan identitas klien yang akan dilakukan


tindskan
61

. PASIEN 7. Jelaskan kepada klien dan keluarga klien mengenai


tindakan yang akan dilakukan

6 PERSIAPAN 7. Bolpoin
. ALAT 8. Penggaris
9. Meteran
10. Penlight
11. Sarung tangan
12. Jam tangan
13. Selimut
CARA KERJA 7. Berikan salam, perkenalkan diri, identifikasi
pasien dengan memeriksa identitas pasien
secara cermat dan panggil pasien dengan nama
yang disukainya.
8. Jelaskan mengenai prosedur, tujuan, dan lama
tindakan yang akan dilakukan
9. Berikan kesempatan pada pasien untuk bertanya
hal-hal yang ingin pasien ketahui dan jawab
seluruh pertanyaan pasien
10. Pasang tirai di sekitar tempat tidur pasien dan
mintalah pengunjung meninggalkan ruang
untuk menajaga privasi pasien
11. Atur posisi pasien sehingga mendapatkan
tempat yang aman dan nyaman
12. Cuci tangan dan gunakan sarung tangan ketika
akan memulai tindakan pada pasien
A. Inspeksi
a. Warna kulit dsetiap bagian seharusnya
sama, kecuali jika ada peningkatan
vaskularisasi. Deskripsikan perubahan
pigmentasi seperti warna, ukuran, lokasi.
62

Variasi normal warna kulit antara lain


a) Tahi lalat: kecoklatan-coklat tua, bisa
datar atau sedikit menonjol
b) Streth mark: keputihan atau pink, bisa
disebabkan karena berat badan berlebih
atau kehamilan
c) Freckles (bintik-bintik ditubuh): datar,
bisa dimanapun tubuh terjadi deposit
pigmen dalam tubuh
d) Vitiligo: area kulit tak terpigmentasi,
prevalensi lebih tinggi pada orang kulit
gelap
e) Tanda lahir: umumnya datar, warnanya
bisa kecoklatan, merah, atau
coklatWarna kulit yang abnormal
1. Kekuningan atau jundis: bisa
disebabkan oleh kelainan fungsi hati
atau hemolisis sel darah merah. Pada
orang berkulit gelap, jaundis terlihat
sebagai warna kuning-hijau pada sklera,
telapak tangan dan kaki. Pada orang
berkulit cerah, juandis terlihat berwarna
kuning pada kulit, sklera, bibir, palatum,
dan dibawah lidah
2. Eritema: kemerahan pada kulit yang
disebabkan pelebaran pembuluh kapiler
yang sementara. Kulit menjadi merah
karena dilatasi pebulu darah. Eritema
dimanifestasikan sebagai kemerahan
pada orang berkulit cerah dan coklat atau
uggu pada orang berkulit gelap. Bisa
63

terjadi pada proses inflamasi


(peningkatan vaskularisasi jaringan)
3. Telangiektasis: pelebaran pembulu darah
kecil superficial yang menetap pada kulit.
Kulit merah karena dilatasi persisten dari
pembulu darah.
4. Ptechie: extravasasi dara dari pembulu
darah, bentuk pintpoint.
5. Parpura: kondisi kulit yang merah karena
ada perdarahan dibawah kulit,
disebabkan extravasasi pembuluh darah.
Lesi vaskular mencakup petekie, purpura
dan ekimosis.
b. Kaji adanya lesi pada kulit
Lesi pada kulit dideskripsikan melalui
warnanya, bentuk, ukuran, dan
penampilan umum. Selain itu batas luka
apakah luka datar, menonjol juga harus
tetap dicatat. Tipe lesi kulit:
a) Lesi primer: bulla, macula, papula,
plaque, nodula, hiperpigmentasi,
hipopigmentasi, pustula
b) Lesi sekunder: tumor, crusta, fissura,
erosi, vesikel, eskoriasasi, lichenifikasi,
scar danulceratif
Jenis lesi kulit:
a) Makula: perubahan dalam warna kulit,
area datar pada kulit, tidak ada
peninggian, diameter kurang dari 1 cm
b) Patch: perubahan warna kulit, datar,
tidak terpalpasi, diameter lebih dari 1 cm
64

c) Plak: peninggian kulit, meninggi, teraba,


permukaan datar diameter >1 cm
d) Hiperpigmentasi: penimbunan pimen
berlebihan sehingga kulit ta,pak lebih
hitam dari sekitarnya,
e) Hipopigmentasi: kulit menjadi lebih
putih dari sekitarnya,
f) Vesikel: gelembung berisi cairan serum,
diameter <1 cm misalnya pada varisela,
herpes zooster
g) Bula: Vesikl dengan diameter >1 cm
h) Pustula: vesikel berisis nanah,
i) Papula: penonjolon superficisl pada
permukaan kulit dengan masa padat,
berbatas tegas, teraba, <1 cm
j) Nodul: sepeti papula berbatas tegas
diameter 1-2 cm
k) Tumor: masa padat, meninggi, diameter
lebih besar dari 2 cm, biasanya berlanjut
ke derms atau lebih dalam, dengan batas
atau tanpa batas
l) Kista: berisi cairan semisolid atau solid,
dilapisi dermis atau sub kutan
m) Urtikaria: edema dibagian dermis
n) Erosi: terkelupasnya kulit yang terbatas
sampaibagian epidermis tidak dijumoai
perdarahan, tapi ada cairan yang keluar
o) Excoriase: seperti erosi, namun sampai
bagian dermis, dijumpai perdarahan
p) Ulkus: lebih dalam dibanding erosi dan
ekcoriasi
65

q) Abses:kantong berisi nanah dalam


jaringan/dalam kutis atau subkutis
r) Infark: kematian jarigan, berwana
kehitaman
s) Krusta; cairan yang mengering dan
mengeras pada permukaan kulit
t) Skuama: kumpulan lapisan dari kulit
terluar stratum korneum
u) Lichenivikasi: penebalan kulit sehigga
garis lipatan kulit tampak lebih jelas,
bisa terjadi karena garukan terus
menerus,
v) Scar: proliferasijaringan fibrosa yang
mengganti jaringan kolagen normal
setelah terjadi luka, ulkus atau lesi kulit
lainnya
w) Fissura: reak pada bagian epidermis
biasanya sampai ke dermis, dapat terjadi
pada kulit kering dan pada inflamasi
kronik
c. Kaji adanya ruam
Munculnya ruam pada kulit
mengindikasikan adanya reaksi atau infeksi
pada obat. Keadaan ruam berhubungan
dengan perubahan farmako terapi yang
penting untuk membantu identifikasi adanya
reaksi hipersensifitas alergi. Perkembangan
urtikaria terjadi karena adanya reaksi obat
atau makanan.b infeksi kulit dapat
disebabkan oleh jamur atau ragi.
d. Kaji kondisi rambut
66

Kuantitas, kualitas, distribusi rambut


perlu dicatat. Kulit kepala seharusnya elastis
dan terdistribusi rambut merata. Alopesia
berhubungan dengan adanya kehilangan
rambut yang menyebar, merata, dan
lengkap, biasanya dikarenakan terapi obat
seperti kemoterapi.
e. Kaji kondisi kuku
Kuku seharusnya berwarna pink dengan
vaskularisasi yang baik dan dapat dilakukan
tes kapilari refil. Kuku yang membiru dan
keunguan dapat mengidentifikasi terjadinya
sianosis, jika warnya pucat, bisa saja terjadi
penurunan aliran darah ke perifer
a) Clubbing : sudut kuku ≥180,
mengindikasikan hipoksia kronik
b) Terry’s nail: pada sirosis, gagal jantung,
DM tipe II. Kulit berwarna keputihan
dengan bagian distal berwarna coklat
kemerahan gelap
c) Koilonychias: anemia: defisiensi zat besi
d) Adanya garis-garis tipis pada kuku:
defisiensi protein
e) Adanya spot putih pada kuku: defisiensi
zinc
f. Kaji adanya bau
Catat bau badan dan adanya bau
pada pernafasan, berhubungan erat dengan
kualitas perawatan diri klien
B. Palpasi
a. kaji tekstur kulit, palpasi kelembutan
67

permukaan kulit. Kulit kasar terjadi pada


pasien hipotiroitisme
b. kaji kelembaban, dideskripsikan dengan
kering, berminyak, berkeringat, atau
lembab. Kulit berminyak dengan jerawat
dan dengan peningkatan aktifitas kelenhjar
miyak dan pada penyakit parkison.
Diaforesis sebagai respon menigkatnya suhu
atau metabolisme tubuh. hiperhidrosis
istilah terhadap perspirasi berlebihan.
c. Kaji temperatur. Kulit teraba hangat atau
dingin
d. Kaji turgor dan mobilitas kulit
Turgor kulit adalah keceptan kulit kembali
ke posisi normal setelah meregang. Turgor
normal adalah kembali ke kontur normal
dalam waktu 3 detik. Jika kulit tetap naik
(tenda) lebih dari 3 detik, berarti turgor
menurun atau jelek. Turgor kuit menurun
atau jelek pada pasien dehidrasi, dan tempat
pemeriksaannya melakukan diatas sternum.
Mobilitas kulit menurun pada scleroderma
atau pada pasien dengan peningkaan edema.
e. Kaji akral
Inspeksi dan palpasi jari-jari tangan, catat
warna dan suhu . normal: tidak pucat,
hangat, abnormal: pucat,dingin: kekurangan
oksigen
f. Kaji CRT
Tekan ujug jari beberapa detik, kemudian
lepas, catat perubahanwarna, normal: warna
68

berubah merah lagi <2 detik. Abnormal : >2


detik : gangguan sirkulasi
g. Kaji adanya edema: nonpitting atau pitting
edema
Nonpitting edema, tidak terdepresi dengan
palpasi, terlihat pada pasien dengan respon
inflamasi lokal dan disebabkan oleh
kerusakan endotel kapiler. Kulit terlihat
merah, keras, dan hangat.
Pitting edema biasanya pada
kulitekstremitasdan dapat menimbulkan
depresi/cekungan ketika dilakukan palpasi.
Bisa ditemukan pada pasien gagal ginjal
atau gagal jantung.
Skla (1+ to 4+) pengukuran deskripsi waktu
kembali
1+/4→ kedalaman 2 mm, nyaris dapat
terdeteksi, segera kembali
2+/4→4 mm, pitting lebih dalam, kembali
dalam beberapa detik
3+/4→6mm, pitting, kembali dalam 10-20
detik
4+/4→ 10 mm, sangat dalam, kembali >20
detik
C. Pengkajian kulit pada lansia
a. Terjadi kehilangan jaringan lemak bawah
kulit dan penurun vaskularisasi lapisan
dermis memicu penipisan kulit, keriput,
kehilangan turgor, kulit dan actinic purpura
b. Terpapar matahari dalam waktu lama
memicu kulit menguning dan menebal dan
69

perkembangan solar lentigo


c. Menurunnya aktifitas kelenjar sebase dan
kelenjar keringat memicu pengelupasan
kulit dan kekeringan
d. Menurunnya melanin menyebabkan rambut
menjadi abu-abu-putih
e. Penurunan sirkulasi perifer menyebabkan
pertumbuhan yang lambat pada kuku dan
kuku menjadi rapuh.

PENUTUP 3. Akhiri kegiatan dengan cara yang baik


4. Cuci tangan
DOKUMENTA 4. Catat tindakan yang telah dilakukan dalam
SI dokumentasikeperawatan
5. Catat hasil pengkajian
6. Tanda tangan dan nama perawat
70

BAB 4. PENUTUP

4.1 Kesimpulan
kesimpulan yang dapat diambil dari makalah adalah bagaimana kita
ketika akan melakukan pemeriksaan fisik kita bisa mengetahui
carannya seperi menyiapkan alat dan bahan, persiapan perawat dan
pasien, dan tahap kerja yang benar. Selain itu kita juga harus
memperhatikan indikasi dan kontraindikasi ketika akan melakukan
pemeriksaan fisik sehingga kita dapat melakukan pemeriksaan fisik
secara baik dan benar pada alat indra sesuai dengan standar prosedur
operasional yang telah dibuat.

4.2 Saran
Pada bagian akhir penulis ingin memberikan saran yang
berhubungan dengan pembuatan makalah ini yang diharapkan dapat
menjadi masukkan yang berhargha bagi pihak yang terkait seperti
pembaca maupun bagi penulis selanjutnya, untuk lebih mengembangkan
makalah yang baru dan menggunakan factor-faktor yang berbeda.
71

DAFTAR PUSTAKA

Syaifuddin, H. 2011. Anatomi Fisiologi kurikulum berbasis kompetensi untuk


keperawatan dan kebidanan. Edisi 4. Jakarta : EGC

Potter, P A., A G. Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Edisi 4.


Jakarta : EGC

Widyawati, I. Y. 2012. Manual Prosedur Pemeriksaan Fisik Pada Telinga.


Surabaya : Universitas Airlangga.
72
73

Anda mungkin juga menyukai