manifestasi klinis
(i). Periode Neonatal
Manifestasi penyakit Hirschsprung yang khas biasanya terjadi pada neonatus
cukup bulan. Ada trias gejala klinis yang sering dijumpai, yakni pengeluaran
mekonium yang terlambat, muntah hijau dan distensi abdomen. Pengeluaran
mekonium yang terlambat (lebih dari 24 jam pertama) merupakan tanda klinis yang
signifikan. Pada lebih dari 90% bayi normal, mekonium pertama keluar dalam usia 24
jam pertama, namun pada lebih dari 90% kasus penyakit Hirschsprung mekonium
keluar setelah 24 jam. Mekonium normal berwarna hitam kehijauan, sedikit lengket
dan dalam jumlah yang cukup. Muntah hijau dan distensi abdomen biasanya dapat
berkurang manakala mekonium dapat dikeluarkan segera. Distensi abdomen
merupakan manifestasi obstruksi usus letak rendah dan dapat disebabkan oleh
kelainan lain, seperti atresia ileum dan lain-lain. Muntah yang berwarna hijau
disebabkan oleh obstruksi usus, yang dapat pula terjadi pada kelainan lain dengan
gangguan pasase usus, seperti pada atresia ileum, enterokolitis netrotikans
neonatal, atau peritonitis intrauterine (Kartono, 2004; Wyllie 2000; Pieter 2005; Irwan,
2003).
Tanda-tanda edema, bercak-bercak kemerahan khususnya di sekitar
umbilicus, punggung, dan di sekitar genitalia ditemukan bila telah terdapat komplikasi
peritonitis. Sedangkan enterokolitis merupakan ancaman komplikasi yang serius bagi
penderita penyakit Hirschsprung ini, yang dapat menyerang pada usia kapan saja,
namun paling tinggi saat usia 2-4 minggu, meskipun sudah dapat dijumpai pada usia
1 minggu. Gejalanya berupa diarrhea, distensi abdomen, feces berbau busuk dan
disertai demam. Swenson mencatat hampir 1/3 kasus Hirschsprung datang dengan
manifestasi klinis enterokolitis, bahkan dapat pula terjadi meski telah dilakukan
kolostomi (Kartono, 2004; Wyllie 2000; Pieter 2005; Irwan, 2003).
Dari pengertian diatas dapat kita simpulkan tiga tanda dan gejala penyakit
hirschsprung yang khas pada bayi/ neonatus meliputi pengeluaran feses yang
terhambat, muntah hijau dan distensi abdomen. Pengeluaran feses yang terlambat
yakni pengeluaran yang terjadi setelah 24 jam atau lebih, sedangkan muntah yang
berwarna hijau serta distensi abdomen diakibatkan oleh obstruksi usus letak rendah
(ii). Anak
Pada anak yang lebih besar, gejala klinis yang menonjol adalah konstipasi
kronis dan gizi buruk (failure to thrive). Dapat pula terlihat gerakan peristaltik usus di
dinding abdomen. Jika dilakukan pemeriksaan colok dubur, maka feces biasanya
keluar menyemprot, konsistensi semi-liquid dan berbau tidak sedap. Penderita
biasanya buang air besar tidak teratur, sekali dalam beberapa hari dan biasanya sulit
untuk defekasi. (Kartono, 2004; Wyllie, 2000; Pieter, 2005; Irwan 2003).
2. faktor resiko
a. faktor bayi
Usia
Bayi dengan usia 0-28 hari merupakan kelompok usia yang sangat rentan
terkena penyakit hirscprung, dimana penyakit ini merupakan penyebab paling
umum obstruksi usus pada bayi.
Riwayat sindrom down
Penyakit down syndrom juga dapat menyebabkan munculnya penyakit
hirschprung. Sekitar 12% kasus hirscprung terjadi sebagai bagian dari kondisi
down syndrom, dimana terjadi kelainan kromosom yakni kromosom 21 yang
memiliki tambahan salinan kromosom yang menyebabkan individu dengan
kelainan kromosom tersebut memiliki karakteristik fitur wajah, cacat jantung
bawaan dan keterlambatan perkembangan.
b. faktor ibu
Usia
Usia ibu saat hamil juga dapat berpengaruh pada terjadinya penyakit
hirscprung. Ibu yang hamil pada usia lebih dari 35 tahun dapat meningkatkan
resiko terjadinya kelainan kongenital pada bayi yang dikandung, dimana bayi
dengan down syndrom lebih sering ditemukan pada ibu yang melahirkan
mendekati masa menopouse.
Ras/ etnis
Perkawinan antar kerrabat merupakan salah satu faktor resiko terjadinya
kondisi kelainan kongenital. Beberapa suku di Indonesia ada yang
memperbolehkan perkawinan kerabat dekat seperti suku batak toba dan
batak karo. Perkawinan hubungan darah yang disebut incest dapat
meningkatkan resiko terjadinya masalah kesehatan fisik dan dapat
mengakibatkan kelainan kongenital.
3. etiologi
Penyebab penyakit hirscprung hingga tahun 1930 belum jelas diketahui.
Penyebabnya baru jelas diketahui setelah robetson, kernohan, tiffin, chandler dan faber
pada tahun 1940 menemukan bahwa penyebab penyakit hirschprung primer adalah
gangguan peristaltis usus dengan defisiensi ganglion di usus bagian distal. Menurut
bodian dkk kondisi aganglionosis pada penyakit hirshprung bukan disebabkan oleh
kegagalan perkembangan inervasi parasimpatik ekstrinsik melainkan disebabkan oleh
lesi primer yang menyebabkan ketidakseimbangan autonomik yang tidak dapat dikoreksi
dengan simpatektomi. Dari kondisi ini Swenson terdorong untuk mengembangkan
prosedur bedah definitif penyakit hirschprung dengan mengangkat segmen aganglion
disertai dengan preservasi sfingter anal(Kartono, 2004)
Faktor genetic diduga menjadi salah satu penyebab terjadinya penyakit hisprung,
dimana terdapat kelainan pada kromosom 13q22, 21q22 dan 10q, mutasi gen Ret proto-
oncogen pada keluarga dengan penyakit hisprung serta kontribusi dari beberapa gen
seperti glial cell-derived neurotrophic factor, endhotelin-B receptor dan endothelin-3 yang
berpengaruh pada kejadian hisprung.
Selain karena faktor genetik, beberapa kondisi pada anak dapat menjadi
penyebab terjadinya penyakit hisprung seperti kondisi down syndrom dimana pasien
dengan down syndrom 5-15% mengalami trisomy kromosom 21. Sedangkan kondisi lain
yang juga berpengaruh yakni, waardenburg syndrom, tuli kongenital, malrotasi, gastric
diverticulum, dan atresia intestinal.
4. patofisiologi
Persarafan parasimpatik yang tidak sempurna pada bagian usus yang aganglionik
mengakibatkan peristaltik abnormal, konstipasi dan obstruksi usus fungsional. Di bagian
proksimal dari daerah transisi terjadi penebalan dan pelebaran dinding usus dengan
penimbunan tinja dan gas yang banyak.
Betz, Cecily, dkk. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatrik, Edisi 3. Jakarta : EGC.