Anda di halaman 1dari 8

Mata Kuliah : Kesehatan Masyarakat Pantai dan Pesisir

Dosen : Dr. Ir. Reiny Tumbol, M.App. Sc

“Potensi Sumber Daya Pesisir Indonesia dan Peningkatan Kesehatan


Masyarakat Pesisir”

Julia Christin Pulumbara


14111101175
Semester 06 – Epidemiologi

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS SAM RATULANGI
MANADO
2017
Potensi sumber daya Pesisir Indonesia

Batas wilayah dan sumber daya pesisir :


Wilayah pesisir merupakan pintu masuk perkembangan sosial budaya dan ekonomi
masyarakat indonesia sejak jaman dulu menjadi jalan masuk transportasi dan transformasi
sosiologis serta budaya masyarakat. Selain faktor sosiologis tersebut, di wilayah pesisir inilah
pada mulanya terjadi transaksi dan memilki kekayaan sumber daya alam yang sangat potensial
baik bagi masyarakat pesisir itu sendiri maupun perekonomian secara nasional.
Batas wilayah pesisir dapat dilihat dari 2 macam batas yang memisahkan wilayah pesisir
dengan garis pantai. Batas yang sejajar dengan pantai dan batas yang tegak lurus terhadap garis
pantai. Selanjutnya menurut Dahuri (2001), sumberdaya alam pesisir dan laut terdiri dari :
1. Sumber daya dapat pulih ( renewable resources)
a. Hutan Mangrove
Hutan mangrove merupakan ekosistem utama pendukung kehidupan yang penting di
wilayah pesisir. Selain mempunyai fungsi ekologis sebagai penyedia nutrien bagi biota
perairan, tempat pemijahan dan asuhan bagi bermacam biota, penahan abrasi, penahan
amukan angin taufan, dan tsunami, penyerap limbah, pencegah intrusi air laut, dan lain
sebagainya, hutan mangrove juga mempunyai fungsi ekonomis seperti penyedia kayu,
daun-daunan sebagai bahan baku obat obatan, dan lain-lain.
Segenap kegunaan ini telah dimanfaatkan secara tradisional oleh sebagian besar
masyarakat pesisir di tanah air. Potensi lain dari hutan mangrove yang belum
dikembangkan secara optimal, adalah kawasan wisata alam (ecotourism). Padahal negara
lain, seperti Malaysia dan Australia, kegiatan wisata alam di kawasan hutan mangrove
sudah berkembang lama dan menguntungkan (Dahuri et al 2001).
Indonesia memiliki hutan mangrove yang luas dibandingkan dengan negara lain.
Hutan-hutan ini dapat menempati bantaran sungai-sungai besar hingga 100 km masuk ke
pedalaman seperti yang dijumpai di sepanjang sungai Mahakam dan sungai Musi.
Keanekaragaman juga tertinggi di dunia dengan jumlah spesies sebanyak 89, terdiri dari
35 spesies tanaman, 9 spesies perdu, 9 spesies liana, 29 spesies epifit, dan 2 spesies
parasitik (Nontji, 1987 dalam Dahuri 2001).
b. Terumbu karang
Indonesia memiliki kurang lebih 50.000 km2 ekosistem terumbu karang yang tersebar
di seluruh wilayah pesisir dan lautan (Dahuri et al. 2001). Terumbu karang mempunyai
fungsi ekologis sebagai penyedia nutrien bagi biota perairan, pelindung fisik, tempat
pemijahan, tempat bermain dan asuhan berbagai biota; terumbu karang juga
menghasilkan berbagai produk yang mempunyai nilai ekonomi penting seperti berbagai
jenis hasil perikanan, batu karang untuk konstruksi. Dari segi estetika, terumbu karang
dapat menampilkan pemandangan yang sangat indah.
Upaya pemanfaatan sumber daya alam yang lestari dengan melibatkan masyarakat
sangat dibutuhkan. Pada kasus di Bali (Dahuri et al 2001) dimana masyarakat melakukan
pengambilan karang secara intesif harus dicegah dengan mencarikan alternatif berupa
pengelolaan wilayah tersebut untuk kepentingan turisme dan melibatkan masyarakat
didalamnya. Cara seperti ini telah berhasil dikembangkan di Bunaken Sulawesi Utara
dimana masyarakat terlibat dalam sektor ekonomi seperti pelayanan pada penjualan
suvenir, makanan kecil, dan penyediaan fasilitas untuk menikmati keindahan terumbu
karang; perahu katamaran (perahu yang mempunyai kaca pada bagian tengah, sehingga
orang bisa melihat langsung kedalam air melalui kaca tersebut) atau jasa scuba diving.
Sedangkan perusahaan bisa menyediakan fasilitas hotel, restauran dan lain-lain. Contoh
ini kemungkinan dapat dikembangkan di tempat lain sebagai suatu model ekoturisme.
c. Rumput Laut
Potensi rumput laut (alga) di perairan Indonesia mencakup areal seluas 26.700 ha
dengan potensi produksi sebesar 482.400 ton/tahun. Pemanfaatan rumput laut untuk
industri terutama pada senyawa kimia yang terkandung di dalamnya, khususnya
karegenan, agar, dan algin (Nontji, 1987).
Melihat besarnya potensi pemanfaatan alga, terutama untuk ekspor, maka saat ini
telah diupayakan untuk dibudidayakan. Misalnya budidaya Euchema spp telah di coba di
Kepulauan Seribu (Jakarta), Bali, Pulau Samaringa (Sulawesi Tengah), Pulau Telang
(Riau), dan Teluk Lampung (Dahuri et al 2001). Usaha budidaya rumput laut telah
banyak dilakukan dan masih bisa ditingkatkan. Keterlibatan semua pihak dalam teknologi
pembudidayaan daKeterlibatan semua pihak dalam teknologi pembudidayaan dan
pemasaran merupakan faktor yang menentukan dalam menggairahkan masyarakat dalam
mengembangkan usaha budidaya rumput laut. Peranan pemerintah regulasi dalam
penentuan daerah budidaya, bantuan dari badan-badan peneliti untuk memperbaiki mutu
produksi serta jaminan harga yang baik dari pembeli/eksportir rumput laut sangat
menentukan kesinambungan usaha budidaya komoditi ini.
d. Sumber Daya Perikanan Laut
Potensi sumber daya perikanan laut di Indonesia terdiri dari sumber daya
perikanan pelagis besar (451.830 ton/tahun) dan pelagis kecil (2.423.000 ton/tahun),
sumber daya perikanan demersal 3.163.630 ton/tahun, udang (100.720 ton/tahun), ikan
karang (80.082 ton/tahun) dan cumi-cumi 328.960 ton/tahun. Dengan demikian secara
nasional potensi lestari perikanan laut sebesar 6,7 juta ton/tahun dengan tingkat
pemanfaatan mencapai 48% (Dirjen Perikanan 1995). Data pada tahun 1998
menunjukkan bahwa produksi ikan laut adalah 3.616.140 ton dan hal ini menunjukkan
bahwa tingkat pemanfaatan potensi laut baru mencapai 57,0% (Ditjen Perikanan 1999
dalam Susilo 2001). Sedangkan potensi lahan pertambakan diperkirakan seluas 866.550
Ha dan baru dimanfaatkan seluas 344.759 Ha (39,78%) bahkan bisa lebih tinggi lagi.
Dengan demikian masih terbuka peluang untuk peningkatan produksi dan
produktivitas lahan. Keterlibatan masyarakat dalam meningkatkan produksi perlu diatur
sehingga bisa mendatangkan keuntungan bagi semua pihak dan pengelolaan yang bersifat
ramah lingkungan dan lestari.
Pada usaha penangkapan ikan, perlu adanya peningkatan keterampilan bagi
masyarakat dengan menggunakan teknologi baru yang efisien. Hal ini untuk
mengantisipasi persaingan penangkapan oleh negara lain yang sering masuk ke perairan
Indonesia dengan teknologi lebih maju. Usaha ini melibatkan semua pihak mulai dari
masyarakat nelayan, pengusaha dan pemerintah serta pihak terkait lainnya. Hal lain yang
perlu dilakukan adalah memberi pengertian pada masyarakat nelayan tentang bahaya
penangkapan yang tidak ramah lingkungan seperti penggunaan bahan peledak atau
penggunaan racun.
Pada bidang pertambakan, disamping dilakukan secara ekstensifikasi, usaha
peningkatan hasil pertambakan dalam bentuk intensifikasi. Hal ini jika dihubungkan
dengan pengelolaan tambak di Indonesia pada umumnya masih tradisional. Dengan hasil
produksi pertambakan Indonesia tahun 1998 berjumlah 585.900 ton yang merupakan
nilai lebih dari 50% hasil kegiatan budidaya perikanan (Susilo 1999 dalam Ditjen
Perikanan 1999). Keterlibatan masyarakat dalam bentuk pertambakan inti rakyat dimana
perusahaan sebagai intinya dan masyarakat petambak sebagai plasma merupakan suatu
konsep yang baik meskipun kadangkala dalam pelaksanaannya banyak mengalami
kendala. Hubungan lainnya seperti kemitraan antara masyarakat petambak dengan
pengusaha penyedia sarana produksi juga adalah salah satu model kemitraan yang perlu
dikembangkan dan disempurnakan dimasa yang akan datang.

2. Sumber daya tidak dapat pulih (non renewable resources)


Sumber daya yang tidak dapat pulih terdiri dari seluruh mineral dan geologi, yang termasuk
kedalamnya antara lain minyak gas, batu bara, emas, timah, nikel, bijh besi, batu bara, granit,
tanah liat, pasir, dan lain-lain. Sumber daya geologi lainnya adalah bahan baku industri dan
bahan bangunan, antara lain kaolin, pasir kuarsa, pasir bangunan, kerikil dan batu pondasi.

3. Jasa - jasa lingkungan


Jasa-jasa lingkungan yang dimaksud meliputi fungsi kawasan pesisir dan lautan sebagai
tempat rekreasi dan parawisata, media transportasi dan komunikasi, sumber energi, sarana
pendidikan dan penelitian, pertahanan keamanan, penampungan limbah, pengatur iklim,
kawasan lindung, dan sistem penunjang kehidupan serta fungsi fisiologis lainnya.

Permasalahan dan Ancaman Potensi Wilayah Indonesia :


Pemanfatan dan pengelolaan daerah pesisir yang dilakukan yang tidak memperhitungkan
daya dukung ekosistem peisir akan berpengaruh terhadap kondisi dan kelestarian pesisir dan
lingkungannya. TErjadinya degradasi kondisi daerah pesisir secara tidak langsung juga
disebabkan oleh pengelolaan sumber daya alam di hulu sehingga berpengaruh terhadap muara di
pesisir.
Kebijakan reklamasi seharusnya berdasarkan kepada analisa dampak lingkungan. Hal ini
diperlukan agar eksplorasi terhadap sumber daya alam pesisir dapat memberi manfaat terhadap
nilai ekologis, ekonomis dan sosiologi wilayah pesisir. Kewenangan perizinan pengembangan
usaha bagi kelangsungan dunia usaha selama ini sebagian besar menjadi kewenangan pusat.
problemnya adalah, pemberian kewenanganan tersebut sering tidak memperhatikan kondisi
daerah dan wilayah pesisirnya.

Menurut yayasan terumbu karang Indonesia, berbagai permasalahan yang timbul dalam
pemanfaatan dan pengelolaan daerah pesisir diantaranya sebagai berikut :
1) Pemanfaatan dan pengelolaan daerah belum diatur dengan peraturan perundang-ungan yang
jelas, sehingga daerah mengalami kesulitan dalam menetapkan sesuatu kebijakan.
2) Pemanfaatan dan pengelolaan daerah pesisir cenderung bersifat sektoral, sehingga
kadangkala melahirkan kebijakan yang tumpang tindih satu sama lain.
3) Pemanfatan dan pengelolaan daerah pesisir belum memperhatikan konsep daerah pesisir
sebagai suatu kesatuan ekosistem yang tidak dibatasi oleh wilayah administratif
pemerintahan, sehingga hal ini dapat menimbulkan konflik kepentingan antar daerah.
4) Kewenangan daerah dalam rangka otonomi daerah belum dipahami secara komprehensif oleh
para stakeholders, sehingga pada setiap daerah dan setiap sector timbul berbagai pemahaman
dan penafsiran yang berbeda dalam pemanfaatan dan pengelolaan daerah pesisir.

Masalah Kesehatan Masyarakat Pesisir


Tingkat kesehatan di masyarakat pesisir pantai Pertama, alat-alat perlindungan untuk
kesehatan kerjanya, kemudian layanan kesehatan puskesmas atau puskesmas pembantu dengan
ada posyandu dan sebagainya. Jadi untuk peningkatan derajat kesehatan mereka baik nelayannya
sendiri maupun keluarganya. Penyakit terjadi dari pola hidup yang tidak sehat dan daya tahan
tubuh yang lemah.
Banyak sekali penyakit yang terjadi akibat pola hidup yang tidak sehat seperti merokok
,mengonsumsi alkohol dan makan makanan yang mengandung kolesterol. Inilah hasil survey
dari kesehatan lingkungan di indonesia .
1) Masyarakat pesisir pantai banyak yang mengalami penyakit darah tinggi, akibat dari pola
hidup yang tidak sehat dan sering mengonsumsi makanan yang asin berasal dari laut. Karena
makanan yang asin dapat memicu terjadi nya darah tinggi, karena wilayah tempat tinggal
seseorang mempengaruhi tingkat kesehatannya.
2) Penyakit diare terjadi pada masyarakat yang tinggal daerah pinggiran sungai dan sering
terjadi banjir. Mereka terkena penyakit diare karena mengonsumsi air yang berasal dari
sungai yang sudah tercemar bakteri E.coli yang berasal dari kotoran manusia.
3) Pada wilayah perkotaan di indonesia, apabila banyak sampah di sekitar wilayah mereka
tinggal berpotensi mengalami penyakit demam berdarah dengue. Karena virus berkembang
pada nyamuk aides aegypti yang berada pada genangan air pada sampah sampah tersebut.
4) Penyakit kelamin terjadi karena seringnya berganti pasangan, oleh karena itu jangan anda
berganti ganti pasangan dan selalu menggunakan alat kontrasepsi yang aman agar terhindar
dari berbagai jenis penyakit kelamin.
Selain itu program keluarga berencana belum ada pada saat itu. Sehingga bertambahnya
penduduk sangat mempengaruhi perkembangan di wilayah pesisir pantai, baik dipandang dari
segi negatif atau segi positif. Seharusnya pemerintah merencanakan program keluarga berencana
(KB), sehingga masyarakat pesisir tidak mengalami kepadatan penduduk dan kemiskinan dapat
diatasi pemerintah. Selain itu kebanyakan masyarakat pesisr pantai (orang tua dulu) mempunyai
pemahaman bahwa “banyak anak banyak rezeki” itu dalam segi positifnya. Kemudian dalam
pemahaman orang zaman sekarang bahwa kepadatan penduduk dapat mempengaruhi lapangan
kerja sangat menyempit (segi negatifnya). Dalam segi positifnya, kepadatan penduduk juga dapat
menciptakan hal – hal atau pekerjaan baru.

Upaya Meningkatkan Kesehatan Masyarakat


Upaya Pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat nelayan dilakukan
melalui 8 kegiatan lintas Kementerian/Lembaga yang tertuang dalam Kepres No.X/2011.
Sementara itu, upaya yang dilakukan di bidang kesehatan adalah meningkatkan pelayanan
kesehatan di Puskesmas dan jaringannya bagi masyarakat nelayan. Kegiatan Puskesmas
diarahkan pada upaya-upaya kesehatan promotif-preventif dengan focal point keselamatan kerja
dan disertai berbagai upaya lain yang mencakup: Perbaikan gizi; Perbaikan sanitasi dasar dan
penyediaan air bersih; Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA); Penanggulangan penyakit
menular dan tidak menular, dan Pemberdayaan masyarakat.
Referensi :
Dahuri, R., Rais Y., Putra S.,G., Sitepu, M.J., 2001. Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan
Lautan Secara Terpadu. PT. Pradnya Paramita dan Lautan IPB.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 28 Februari 2013. Peningkatan Kesehatan
Masyarakat Pesisir. (online), http://www.depkes.go.id/article/print/2237/peningkatan-
kesehatan-masyarakat-pesisir.html, diakses 9 November 2017.
Muhammad, Z., Dewi S & Akhmad, T.A. Buku Sosiologi Pesisir. Penerbit: Edukati

Anda mungkin juga menyukai