BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di negara maju, sirosis hepatis merupakan penyebab kematian terbesar
ketiga pada pasien yang berusia 45 – 46 tahun (setelah penyakit kardiovaskuler
dan kanker). Diseluruh dunia sirosis menempati urutan ke tujuh penyebab
kematian. Sekitar 25.000 orang meninggal setiap tahun akibat penyakit ini. Sirosis
hepatis merupakan penyakit hati yang sering ditemukan dalam ruang perawatan
Bagian Penyakit Dalam. Perawatan di Rumah Sakit sebagian besar kasus terutama
ditujukan untuk mengatasi berbagai penyakit yang ditimbulkan seperti
perdarahan saluran cerna bagian atas, koma peptikum, hepatorenal sindrom, dan
asites, Spontaneous bacterial peritonitis serta Hepatosellular carsinoma. Gejala
klinis dari sirosis hepatis sangat bervariasi, mulai dari tanpa Gejala sampai dengan
Gejala yang sangat jelas. Apabila diperhatikan, laporan di negara maju, maka
kasus Sirosis hepatis yang datang berobat ke dokter hanya kira-kira 30% dari
seluruh populasi penyakit ini, dan lebih kurang 30% lainnya ditemukan secara
kebetulan ketika berobat untuk penyakit lain, sisanya ditemukan saat atopsi
(Kamari,2008).
Kerusakan hepar terminal yang termanifestasi dalam bentuk sirosis hepatis
merupakan suatu masalah kesehatan yang belum dapat terselesaikan. Pendekatan
kuratif yang telah dilakukan selama ini adalah dengan mengeradikasi faktor
penyebab terjadinya hepatitis kronik. Hepatitis kronik yang dapat menimbulkan
sirosis hepatis memiliki faktor penyebab yang berbeda-beda. Secara
epidemiologis diketahui bahwa pada ras kaukasian penyebab utamanya proses
autoimun. Sedangkan pada ras melanesia-polynesia penyebab utamanya adalah
infeksi virus. Hal ini terbukti dari hasil uji saring HbsAg, di mana jumlah
pengidap positif di seluruh dunia adalah sekitar 300 juta orang (1995), dengan
bagian terbesar (sekitar 220 juta orang) terdapat di daerah Asia. Sedangkan di
Indonesia diperkirakan terdapat sekitar 11 juta pengidap HbsAg positif (1993).
Indonesiapun termasuk daerah endemik dengan tingkat penularan yang cukup
2
tinggi, yaitu 4 sampai 30%3. Selain hepatitis kronik B, penyebab lain sirosis
hepatis adalah hepatitis kronik C, di mana prevalensi anti-HCV pada penderita
sirosis hepatis di Indonesia pada 1993 berkisar antara 30,8-89,2% (Tauhid dkk,
2008).
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Kelompok profesi kepaniteraan klinik keperawatan senior bidang
keperawatan maternitas diharapkan mampu menerapkan asuhan keperawatan
medikal bedah secara komprehensif pada pasien dengan masalah Sirosis Hepatis
2. Tujuan Khusus
a Kelompok profesi kepaniteraan klinik keperawatan senior bidang
keperawatan medikal bedah mampu melakukan pengkajian keperawatan
secara menyeluruh dan menentukan data fokus melalui analisadata pada
Sirosis Hepatis.
b Kelompok profesi kepaniteraan klinik keperawatan senior bidang
keperawatan medikal bedah mampu menegakkan diagnosa keperawatan
yang tepat tentang Sirosis hepatis.
c Kelompok profesi kepaniteraan klinik keperawatan senior bidang
keperawatan medikal bedah mampu merencanakan tindakan keperawatan
yang tepat untuk pasien dengan Sirosis hepatis.
d Kelompok profesi kepaniteraan klinik keperawatan senior bidang
keperawatan medikal bedah mampu melekukan evaluasi terhadap
kemajuan yang telah dicapai oleh pasien dengan Sirosis hepatis.
e Kelompok profesi kepaniteraan klinik keperawatan senior bidang
keperawatan medikal bedah mampu mendokumentasikan hasil dari asuhan
keperawatan tentang Sirosis hepatis
3
BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
B. Etiologi
Penyebab Sirosis hepatis biasanya tidak dapat diketahui hanya
berdasarkan pada klasifikasi morfologis hati yang mengalami sirosis hepatis. Dua
penyebab yang sampai saat sekarang masih dianggap paling sering menyebabkan
sirosis hepatis ialah hepatitis virus dan alkoholisme. Faktor lainnya dapat
memainkan peranan termasuk pajanan dengan zat kimia tertentu
(carbontetraklorida, naftalen terklorinasi, arsen atau fosfor ) atau infeksi
skistosomiasis yang menular.
4
C. Klasifikasi
Berdasarkan morfologi Sherlock membagi Sirosis hati atas 3 jenis, yaitu :
1. Mikronodular
2. Makronodular
3. Campuran (yang memperlihatkan gambaran mikro-dan makronodular)
Ada tiga tipe sirosis hepatis atau pembentukan parut dalam hati menurut
Smeltzer (2001), yaitu:
1. Sirosis hepatis Portal Laennec (alkoholic, nutrisional)
Dimana jaringan parut secara khas mengelilingi daerah portal.
Sirosis hepatis ini paling sering disebabkan oleh alkoholisme kronis dan
merupakan tipe sirosis hepatis yang paling sering ditemukan di negara
barat.
D. Patofisiologi
Gangguan metabolik
Kerusakan sel hati
Regangan pada
Jaringan hati membesar selubung fibrosa hati
Penggunaan &
penyimpanan vit (A, Atropi
Nyeri
C, K) tidak memadai
Ruptur
Hematemesis,
perdarahan GI
Dyspepsia kronis,
Kelebihan vol
konstipasi/diare
cairan tubuh
Pola nafas tidak
efektif
Intoleransi
aktivitas
Kelelahan hebat
Kelemahan
Kurang nafsu
makan
8
E. Manifestasi Klinis
Gejala terjadi akibat perubahan morfologi danlebih menggambarkan
beratnya kerusakan yang terjadi daripada etiologinya. Didapatkan Gejaladan
tanda sebagai berikut:
1. Gejala-Gejala gastrointestinal yang tidak khas seperti anoreksia, mual,
muntah, dan diare.
2. Demam, berat badan turun, lekas lelah.
3. Asites, hidrotoraks, dan edema.
4. Ikterus, kadang-kadang urun menjadi lebih tua warnanya atau kecoklatan.
5. Hepatomegali, bilatelah lanjut hati dapat mengecil karena fibrosis. Bila secara
klinis didapati adanya demam, ikterus dan asites. Hati-hati akan adanya timbul
kemungkinan timbulnya prekoma dan koma hepatikum.
6. Kelainanpembuluh darahsepertikolateral-kolateral di dinding abdomen dan
toraks, kaput medusa, wasir, dan varises esofagus.
7. Kelainan endokrin yang merupakan tanda dari hiperestrogenisme yaitu:
a Impotensi, otrofi testis, ginekomastia, hilanhnya rambut axila dan
pubis
b Amenore, hiperpigmentasi areola mamae.
c Spider nevi dan eritema.
d Hiperpigmentasi
8. Jari tabuh
F. Pemeriksaan Diagnostik
Skan/biopsi hati; Mendeteksi infiltrat lemak, fibrosis, kerusakan jaringan hati.
Kolesistografi/kolangiografi: memperlihatkan penyakit duktus empedu, yang
mungkin sebagai faktor predisposisi.
Esofagoskopi : Dapat menunjukkan adanya varises esofagus.
Portografi transhepatik perkutaneus :Memperlihatkan sirkulasi sistem vena
portal.
Bilirubin serum: Meningkat karena gangguan seluler, ketidakmampuan hati untuk
mengkonjugasi, atau obstruksi bilier.
9
AST (SGOT)/ ALT (SGPT), LDH: Meningkat karena kerusakan seluler dan
mengeluarkan enzim.
Alkalin fosfatase: Meningkat karena penurunan ekskresi.
Albumin Serum : Menurun karena penekanan sintesis.
Globulin (IgA dan IgA: Peningkatan sintesis.
Darah lengkap: Hb/Ht dan SDM mungkin menurun karena perdarahan. Kerusakan
SDM dan anemia terlihat dengan hipersplenisme dan defisiensi besi. Leukopenia
mungkin ada sebagai akibat hipersplenisme.
Masa protrombin/PTT; Memanjang ( peurunan sintesis protrombin).
Fibrinogen: Menurun.
BUN: Meningkat karenaketidakmampuan untuk berubah dari amonia menjadi
urea.
Glukosa serum: Hipoglikemia diduga mengganggu glikogenesis.
Elektrolit: Hipoglikemia menunjukkan peningkatan aldosteron, meskipun
berbagai ketidakseimbangan dapat terjadi.
Kalsium: Mungkin menurun sehubungan dengan gangguan absorbsi vitamin D.
Pemeriksaan nutrien: Defisiensi vitamin A, B12, C, K, asam folat dan mungkin
besi.
Urobilinogen urine: Ada/tak ada. Bertindak sebagai penunjuk untuk membedakan
penyakit hati, penyakit hemolitik, dan obstruksi bilier.
Urobilinogen fekal: Menurunkan ekskresi.
G. Penatalaksanaan
1. Istirahat ditempat tidur sampai terdapat perbaikan ikterus, asites, dan demam.
2. Diet rendah protein (diet hati III: protein 1 g/kg BB, 55g protein,2.000 kalori).
Bila ada asites diberikan diet rendah garam II ( 600-800 mg ) atau III (1.000-
2.000 mg). Bila proses tidak aktif, diperlukan diet tinggi kalori (2.000-3.000) dan
tinggi protein ( 80-125 g/ hari )
Bila ada tanda-tanda prekoma atau koma hepatikum, jumlah protein dalam
makanan dihentikan ( diet hati I ) untuk kemudian diberikan kembali sedikit demi
sedikit sesuai toleransi dan kebutuhan tubuh. Pemeriksaan
10
BAB III
5. Neurosensori
Gejala : orang terdekat dapat melaporkan perubahan kepribadian, penurunan
mental
Tanda : perubahan mentol, bingung, halusinasi, koma
bicara lambat/tak jelas
asterik (ensefalopati hepatik)
6. Nyeri/ Ketidaknyamanan
Gejala : Nyeri tekan abdomen/ nyeri kuadran kanan atas
Pruritus
Neuritis Perifer
Tanda : Perilaku berhati-hati
Fokus pada diri sendiri
7. Pernafasan
Gejala : Dispnea
Tanda : Takipnea, pernafasan dangkal, bunyi nafas tambahan
Ekspansi paru terbatas (asites)
Hipoksia
8. Keamanan
Gejala : Pruritus
Tanda : Demam (lebih umum pada sirosis alkoholik)
Ikterik, ekimosis, petekie
Angioma spider/teleangiektasis, eritema palmar
9. Seksualitas
Gejala : Gangguan Menstruasi, impoten
Tanda : Atrofi testis, ginekomastia, kehilangan rambut (dad, bawah lengan, pubis)
10. Penyuluhan/Pembelajaran
Gejala : Riwayat penggunaan alkohol jangka panjang/penyalahgunaan, penyakit
hati alkoholik
Riwayat penyakit empedu, hepatitis, terpajan pada toksin; trauma hati;
pendarahan GI atas; episode perdarahan varises esofageal; penggunaan
obat yang mempengaruhi fungsi hati
13