MATERI PECAHAN
Pada garis besarnya sebab-sebab timbulnya masalah belajar pada murid dapat dikelompokkan
ke dalam dua kategori yaitu :
1. Faktor-faktor Internal ( faktor-faktor yang berada pada diri murid itu sendiri ), antara lain
• Gangguan secara fisik, seperti kurang berfungsinya organ-organ perasaan, alat bicara,
gangguan panca indera, cacat tubuh, serta penyakit yang bertahan atau penyakit bawaan (
alergi, asma, da sebagainya ).
• Ketidakseimbangan mental ( adanya gangguan dalam fungsi mental ), seperti menampakkan
kurangnya kemampuan mental, taraf kecerdasannya cenderung kurang.
• Kelemahan emosional, seperti merasa tidak aman, kurang bisa menyesuaikan diri (
maladjustment ), tercekam rasa takut, benci, dan antipati serta ketidak matangan emosi.
• Kelemahan yang disebabkan oleh kebiasaan dan sikap salah seperti kurang perhatian dan
minat terhadap pelajaran sekolah, malas dalam belajar, dan sering bolos atau tidak mengikuti
pelajaran.
2. Faktor Eksternal ( faktor-faktor yang timbul dari luar diri individu ), yaitu berasal dari
Sekolah, antara lain :
• Sifat kurikulum yang kurang fleksibel
• Terlalu berat beban belajar (murid) dan atau mengajar (guru)
• Metode mengajar yang kurang memadai
• Kurangnya alat dan sumber untuk kegiatan belajar
Keluarga (rumah), antara lain :
• Keluarga tidak utuh atau kurang harmonis
• Sikap orang tua yang tidak memperhatikan pendidikan anaknya
• Keadaan ekonomi.
Berdasarkan observasi yang telah dilakukan diketahui penyebab kesulitan belajar siswa
pada materi pecahan khususnya dalam mengoperasikan pecahan, diantaranya sebagai
berikut :
1. Guru hanya menjelaskan materi pecahan tanpa menggunakan alat peraga, sehingga siswa
sulit untuk memahami.
2. Keadaan kelas yang kurang kondusif dan penataan ruangan yang tidak menunjang dalam
kegiatan pembelajaran ( bina sarana yang kurang mendukung )
3. Cara mengajar guru yang tidak memfasilitasi berbagai gaya belajar siswa dan sikap guru
yang hanya ingin mengejar materi tetapi tidak mementingkan kepahaman siswa tersebut.
4. Teori pengajaran dari guru kurang bisa dimengerti siswa, jadi siswa merasa bingung dan
tidak bisa menguasai materi dengan sepenuhnya.
5. Pandangan siswa terhadap mata pelajaran Matematika yang menganggap mata pelajaran itu
sulit sehingga siswa merasa segan dan terbebani untuk mempelajarinya.
6. Adanya faktor dari lingkungan seperti masalah keluarga, dan masalah dengan teman.
7. Kurangnya konsentrasi ketika belajar matematika, yang mengakibatkan siswa kurang
perhatian terhadap materi yang sedang diajarkan.
8. Kurangnya pengulangan dalam materi yang diajarkan, akibatnya siswa tidak lama mengingat
pelajaran yang telah diajarkan.
9. Ketidak pahaman dengan penggunaan rumus yang diajarkan.
10. Jika dia merasa bisa dalam mengerjakan maka rasa untuk belajar tumbuh dengan dirinya,
dan begitu juga sebaliknya.
11. Kurangnya motivasi dari guru dan orang sekitarnya.
12. Tidak adanya rasa semangat ketika materi yang diajarkan sulit.
Rohmatul Mahmudah
ABSTRAK
Prestasi belajar matematika cenderung lebih rendah bila dibandingkan dengan materi pelajaran
yang lain. Hal ini disebabkan karena sebagian siswa memiliki presepsi bahwa pelajaran
matematika sulit dipelajari, kurang menyenangkan dan sulit menghafal rumus-rumus matematika.
Hal ini dimungkinkan karena kurangnya pemahaman siswa terhadap konsep matematika.
Kurangnya penahaman konsep matematika khususnya terjadi dalam materi peluang, yang
diajarkan pada kelas XI SMA. Dalam meningkatkan pemahaman konsep matematika diperlukan
strategi pembelajaran yang tepat, yaitu model, metode dan media pembelajaran. Salah satu jenis
metode pembelajaran yang dapat digunakan untuk meningkatkan prestasi belajar matematika
adalah Metode Pemecahan Masalah. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: (1) Apa saja
permasalahan peserta didik dalam memahami pembelajaran mencari peluang suatu kejadian? (2)
Bagaimana penggunaan metode pemecahan masalah (problem solving) dalam pembelajaran
mencari peluang suatu kejadian? Tujuan dalam penelitian ini adalah: (1) Untuk
mengetahui permasalahan peserta didik dalam memahami pembelajaran mencari peluang suatu
kejadian. (2) Untuk mengetahui penggunaan metode pemecahan masalah (problem solving) dalam
pembelajaran mencari peluang suatu kejadian
ABSTRACT
Mathematics learning achievement tend to be lower when compared to other subject matter. This
is because most of the students have the perception that math is difficult to
learn, less unpleasant and difficult to memorize mathematical formulas. This is possibledue to
lack of students' understanding
of mathematical concepts. Lack penahamanmathematical concepts is especially the case in the
material opportunities, which are taught in class XI. In improving the understanding of
mathematical concepts requiredappropriate
learning strategies, ie models, methods and instructional media. One type of
learning method that can be used to improve learning achievement is a method of problem
solving. Formulation of the problem in this study were: (1) What are the problems of learners in
understanding learning to look for opportunities of an event? (2) How to useproblem solving
methods (problem solving) in learning to look for opportunities of an event? The purpose of this
research are: (1) To know the problems of learners in understanding learning to look for
opportunities of an event. (2) To determine the use ofmethods of solving problems (problem
solving) in learning to look for opportunities of an event
Pendidikan adalah kehidupan, untuk itu kegiatan belajar harus dapat membekali peserta
didik dengan kecakapan hidup (life skill atau life competency) yang sesuai dengan lingkungan
kehidupan dan kebutuhan peserta didik.[1] Dengan pendidikan peserta didik
mampu menyesuaikan diri dengan lingkunganya secara baik, dan juga menyelesaikan segala
permasalahan yang muncul dalam kehidupanya.
Kehidupan suatu negara pendidikan memegang peranan yang amat penting untuk menjamin
kelangsungan hidup negara dan bangsa, karena pendidikan merupakan wahana untuk
meningkatkan dan mengembangkan kualitas sumber daya manusia.[2] Kemajuan suatu negara
dapat dilihat dari segi pendidikanya.
Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Bab II pasal 3
dinyatakan: Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak
serta peradapan bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,
bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap kreatif, mandiri,
dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.[3] Sistem pendidikan
nasional tidak hanya bertujuan untuk mencerdaskan bangsa tetapi juga pembentukan akhlak dan
moral. Kecerdasan saja tidak cukup untuk menghadapi masalah-masalah dalam kehidupan sehari-
hari.
Fungsi dan tujuan pendidikan dapat tercapai dengan adanya sekolah. Karena sekolah adalah
sarana pendidikan yang paling besar.[4] Sekolah merupakan tempat bagi peserta didik untuk
mencari ilmu sebagai bekal untuk kehidupanya yang akan datang. Serta sebagai tempat untuk
pembentukan watak yang berakhlak mulia
Kita ketahui bahwa dalam sekolah terdapat jenjang pendidikan dari SD sampai perguruan
tinggi. Dalam setiap jenjang sekolah terdapat bermacam-macam mata pelajaran , materi yang
diberikan juga disesuaikan dengan kemampuan pada tingkatan jenjang sekolah tersebut.
Salah satu mata pelajaran tersebut adalah matematika.
Matematika adalah salah satu ilmu yang sangat penting dalam dan untuk hidup
kita.[5] Matematika tumbuh dan berkembang karena proses berfikir.[6] Matematika dalah bahasa
simbol, ilmu deduktif yang tidak menerima pembuktian secara induktif, ilmu tentang pola
keteraturan, dan struktur yang terorganisasi, mulai dari unsur yang tidakdidefinisikan, ke aksioma
atau postulat, dan akhirnya ke dalil. Sedangkan hakikat matematika yaitu memiliki objek tujuan
abstrak, bertumpu pada kesepakatan, dan pola pikir yang deduktif.[7] Sedangkan dalam kamus
besar Bahasa Indonesia (KBBI) matematika didefinisakan sebagai ilmu tentang bilangan,
hubungan antara bilangan dan prosedur operasional yang digunakan dalam penyelesaian masalah
mengenai bilangan.[8]Pada dasarnya definisi matematika tergantung dari sudut pandang mana
seorang ahli menafsirkanya. Banyaknya definisi matematika membuktikan bahwa keberadaan
matematika memegang peranan penting dalam kemajuan keilmuan lainya. Disebutkan bahwa
Matematika adalah ratu atau ibunya ilmu dimaksudkan bahwa matematika adalah sebagai sumber
dari ilmu yang lain. Dengan perkataan lain, banyak ilmu-ilmu yang penemuan dan
pengembanganya bergantung dari matematika.[9]
Peraturan Menteri No. 22 tahun 2006 tentang Standar Isi untuk satuan Pendidikan Dasar dan
Menengah menyebutkan bahwa Matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik (siswa)
mulai dari Sekolah Dasar untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis,
analitis, sistematis, kritis dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama.[10]
Peraturan menteri pendidikan nasional nomor 22 tahun 2006 dikemukakan bahwa, mata
pelajaran matematika diajarkan di sekolah bertujuan untuk peserta didik memiliki kemampuan
memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model
matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh.[11]
Perkembangan intelektual anak, menurut penelitian J. Piaget menyebutkan bahwa anak pada
usia SMA sudah berada pada fase operasi formal. Pada taraf ini anak telah sanggup beroperasi
berdasarkan kemungkinan hipotesis dan tidak lagi dibatasi oleh apa yang berlangsung dihadipanya
atau apa yang telah dialaminya sebelumnya.[12] Seorang anak sudah mampu untuk memecahkan
masalah yang tidak dihadapinya secara nyata atau yang belum pernah dialami sebelumnya.
Menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 69 Tahun 2013
didalam kompetensi Inti dan kompetensi Dasar pada kelas XI SMA menunjukan “3.17
mendeskripsikan konsep peluang dan harapan suatu kejadian dan menggunakannyadalam
pemecahan masalah.
Kompetensi dasar di atas menunjukkan bahwa pada jenjang sekolah menengah atas kelas XI
terdapat materi peluang. Dalam mempelajari matematika hal yang paling utama adalah memahami
konsep sehingga mampu untuk mengaplikasikanya untuk kehidupan sehari-hari. Konsep
merupakan landasan untuk tahapan selanjutnya dalam mempelajari matematika. Jika konsep dasar
yang diletakkan kurang kuat atau anak medapat kesan buruk pada perkenalan pertamanya dengan
matematika, maka tahap berikutnya akan menjadi masa-masa sulit dan penuh perjuangan.[13]
Relitanya bila dibandingkan dengan pelajaran lainya matematika memilki jam pelajaran
lebih banyak. Akan tetapi dalam pelajaran matematika masih banyak siswa yang kurang berminat
dan termotivasi dalam mempelajari matematika, sehingga prestasi dan hasil belajar siswa masih
jauh dari harapan. Hal itu dikarenakan asumsi yang berkembang adalah matematika itu sulit dan
tidak menyenangkan sehingga siswa kurang tertarik dengan matematika. Ketidaksenagan terhadap
matematika sangat berpengaruh terhadap keberhasilan penyampaian materi dalam matematika.
Khusunya materi peluang dalam pokok bahasan mencari peluang suatu kejadian. Sehingga siswa
kurang mampu memahami konsep dan kurang mampu untuk mengaplikasikanya.
Melihat kondisi tersebut maka diperlukan suatu strategi pembelajaran yang sesuai dengan
pokok bahasan agar motivasi dan ketertarikan siswa meningkat sehingga mengena pada tujuan
yang diharapkan. Strategi pembelajaran merupakan cara dan seni untuk menggunakan semua
sumber belajar dalam upaya membelajarkan siswa. Strategi pembelajaran sangat berguna bagi
guru maupun siswa. Bagi guru, strategi dapat dijadikan pedoman dan acuan bertindak yang
sistematis dalam pembelajaran. Bagi siswa penggunaan strategi pembelajaran dapat
mempermudah proses belajar (mempermudah dan mempercepat memahami isi pembelajaran),
karena setiap strategi pembelajaran dirancang untuk mempermudah proses belajar siswa.[14]
Banyaknya strategi pembelajaran maka seorang guru harus bisa memilih strategi
pembelajaran yang sesuai dengan pokok bahasan yang akan disampaikan karena hal itu
menentukan kualitas pengajaran dan hasil belajar yang optimal. Berdasarkan peneletian Nunung
Nurhayati mahasiswa IAIN Tulungagung dengan judul “Pengaruh Penerapan Model
Pembelajaran Problem Solving Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa pada Materi Luas dan
Volume Kubus dan Balok Kelas VII MTsN Karangrejo Tahun 2009/2010”. Penerapan model
pembelajaran problem solving mampu meningkatkan prestasi belajar siswa.
Pembelajaran pemecahan masalah (problem solving) sangat penting, karena hakikatnya
program pembelelajaran bertujuan tidak hanya memahamkan dan menguasai apa dan bagaimana
suatu terjadi. Tetapi juga memberi pemahaman dan penguasaan tentang “mengapa hal itu
terjadi”.[15]
Memahamkan konsep untuk pokok bahasan mencari peluang suatu kejadian adalah dengan
metode problem solving (pemecahan masalah). Pemecahan masalah adalah suatu proses atau
upaya individu untuk merespon atau mengatasi halangan atau kendala ketika suatu jawaban atau
metode jawaban belum tampak jelas.[16] Seorang guru memberikan suatu masalah yang belum
pernah diselesaikan oleh siswa terkait dengan peluang.
Langkah pemecahan masalah dijelaskan oleh polya (1973) terdiri (1) memahami masalah,
(2) membuat rencana penyelesaian, (3) menyelesaikan rencana penyelesaian, dan (4) memeriksa
kembali.[17] Langka-langkah dalam pemecahan masalah digunakan untuk mempermudah siswa
dalam menyelesaikan masalah tersebut.
Aktifitas pembelajaran tidak hanya difokuskan pada upaya mendapatkan pengetahuan
sebanyak-banyaknya, melainkan juga bagaimana menggunakan segenap pengetahuan yang
didapat untuk menghadapi situasi baru atau masalah-masalah khusus yang ada kaitanya dengan
bidang studi yang dipelajari.[18] Begitu halnya seorang siswa dalam mempelajari peluang, dalam
kehidupan nyata siswa harus mampu untuk menyelesaikan masalah terkait peluang. Ketika
pengetahuan yang diperolehnya mampu diaplikasikan dalam kehidupan nyata maka pembelajaran
tersebut dikatakann telah berhasil.
TEORI DASAR
A. Konsep Pembelajaran Matematika
1. Hakekat Matematika
Secara istilah, banyak pakar yang menguraikan tentang hakikat matematika, definisi yang
disampaikan adalah sebagai berikut:
a. Matematika berkenaan dengan ide-ide (gagasan-gagasan), struktur-struktur dan hubungan-
hubungan yang diatur secara logik sehingga matematika itu berkaitan dengan konsep konsep
abstrak.[19]
b. Johnson dan Pising (1972) dalam bukunya mengatakan bahwa matematika adalah pola berpikir,
pola mengorganisasikan, pembuktian yang logik, matematika itu adalah bahasa yang
menggunakan istilah yang didefinisikan dengan cermat, jelas, dan akurat representasinya dengan
simbol dan padat lebih berupa bahasa simbol daripada mengenai bunyi.[20]
c. Soedjadi, mengemukakan beberapa definisi atau pengertian matematika, yaitu[21] :
a) Matematika adalah cabang pengetahuan eksak dan terorganisir secara sistematik.
b) Matematika adalah pengetahuan tentang bilangan dan kalkulasi.
c) Matematika adalah pengetahuan tentang penalaran logis dan berhubungan dengan bilangan.
d) Matematika adalah pengetahuan tentang fakta-fakta kuantitatif dan masalah tentang ruang dan
bentuk.
e) Matematika adalah pengetahuan tentang struktur-struktur yang logis.
f) Matematika adalah pengetahuan tentang aturan-aturan yang ketat
Beberapa pendapat tentang definisi matematika diatas belum ada kesepakatan secara pasti
tentang hakekat matematika, sehingga penulis berpendapat bahwa hakekat matematika adalah
cabang ilmu pengetahuan eksak dan terorganisir secara sistematik tentang penalaran logik dan
berhubungan dengan bilangan yang mempunyai aturan-aturan yang ketat dengan
direpresentasikan dalam bahasa simbol.
C. Materi Peluang
konsep peluang sangat banyak diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai
contoh, kasus memprediksi kejadian yang mungkin terjadi, kasus memilih di antara beberapa
pilihan. Hal ini berkaitan erat dengan proses pengambilan suatu keputusan, kasus perkiraan cuaca,
hipotesis terhadap suatu penyakit, dan lain-lain. Walaupun semua membicarakan kejadian yang
mungkin akan terjadi, tetapi kita juga harus tahu ukuran kejadian tersebut, mungkin terjadi atau
tidak terjadi sehingga kita dapat menerka atau menebak apa yang mungkin terjadi pada kasus
tersebut.[42]
1. Peluang Suatu Kejadian
a. Percobaan
Percobaan adalah tindakan atau kegiatan yang dapat diulang dengan keadaan sama, yang hasilnya
merupakan salah satu anggota himpunan tertentu.
Contoh:
1) Percobaan melempar/ melambungkan sebuah dadu atau lebih.
2) Percobaan mengambil satu kartu atau lebih dari setumpuk kartu bridge.
b. Ruang Sampel
Ruang sampel adalah himpunan semua hasil yang dapat terjadi dari suatu percobaan.
Contoh:
1) Misalkan S adalah ruang sampel dari percobaan melambungkan dua mata uang logam.
S = (AA, AG, GA,GG)
A = sisi mata uang yang bertuliskan angka.
G = sisi mata uang bergambar
2) Misalkan S adalah ruang sampel dari percobaaan melambungkan sebuah dadu (berisi enam).
S = (1, 2, 3, 4, 5, 6)
c. Kejadian
Kejadian adalah himpunan bagian dari ruang sampel.
Contoh:
1) Misalkan A adalah kejadian munculnya mata dadu lebih dari 4 pada percobaan melemparkan
sebuah dadu.
A = (5, 6)
Misalkan B adalah kejadian munculnya sisi sama dari percobaan melambungkan dua mata dadu
uang logam.
B = (AA, GG)
Jika banyaknya anggota ruang sampel dari suatu percobaan adalah n, maka banyaknya kejadian
dalan ruang sampel tersebut adalah 2.
Kejadian yang hanya mempunyai satu anggota disebut kejadian sederhana sedangkan gabungan
dari beberapa kejadian sederhana disebut kejadian majemuk.
d. Definisi Peluang
Misalkan A suatu kejadian, dan S adalah ruang sampel, AS. Maka peluang kejadian A
didefinisikan dengan:
P(A) =
n(A) = banyaknya anggota A
n(S) = banyaknya anggota S
Contoh:
Pada percobaan melemparkan sebuah dadu, diketahui A adalah kejadian munculnya mata dadu
kurang dari 4. Tentukan nilai peluang kejadian A!
Jawab:
S = (1, 2, 3, 4, 5, 6)
A = Kejadian muncul mata dadu kurang dari 4 = (1, 2, 3)
P(A) = ; P(A) 1.
PEMBAHASAN
A. Permasalahan Peserta Didik dalam Memahami Pembelajaran Mencari Peluang Suatu
Kejadian
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Eni Titikusumawati, Atikaturahmaniah dan
Sahlan dalam Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Konsep Peluang melalui Pendekatan
Kontekstual pada Siswa kelas XI IPA MA Mualimat NW Pancor Lombok Timur NTB mengatakan
bahwa permasalahan-permasalahan yang muncul dalam pembelajaran materi Peluang adalah
sebagai berikut:
1. Sebagian besar siswa mempunyai nilai yang sangat rendah untuk bidang studi matematika
khususnya materi peluang. Bila dibandingkan dengan nilai mata pelajaran yang lain matematika
tergolong mempunyai nilai yang rendah untuk sebagian besar siswa. Nilai matematika masih
kurang dibandingkan pelajaran yang lain.
2. Siswa mengalami kesulitan dalam memahami konsep dan ide-ide pokok matematika. Data ini
ditunjang dengan nilai hasil belajar matematika siswa yang cenderung sangat rendah. Karena siswa
kurang memahami konsep dan ide pokok matematika maka nilai hasil belajar siswa cenderung
rendah.
3. Siswa kurang termotivasi untuk belajar matematika khususnya konsep peluang. Kurangnya
motivasi menyebabkan siswa malas belajar sehingga hasil belajar matematika siswa rendah.
4. Siswa cenderung berlaku multiple D (datang, duduk, dengar, diam) sehingga kegiatan
pembelajaran di dalam kelas cenderung pasif dan berlangsung satu arah (teacher centre). Proses
pembelajaran yang seperti itu membuat siswa bosan dan tidak minat untuk belajar. Mereka akan
mengandalkan sumber belajar hanya dari guru.
5. Siswa cenderung bersifat individual kurang bisa bekerja dalam kelompok (team work). Proses
pembelajaran yang terpusat pada guru menyebabkan siswa kurang terampil ketika disuruh bekerja
dalam kelompok. Siswa yang biasanya hanya diam dan mendengarkan penjelasan guru akan butuh
adaptasi untuk bisa belajar dalam kelompok.
Permasalah tersebut muncul diduga dikarenakan:
1. Pada umumnya sebagian besar guru baik pada sekolah dasar maupun menengah lebih menekankan
pada strategi pembelajaran teacher centre yaitu strategi yang menekankan pembelajaran berpusat
pada guru, sehingga hal ini menyebabkan tidak “teraktifkannya” potensi dan kemampuan siswa
dengan maksimal, siswa hanya sebagai pendengar, seperti botol kosong yang dituangi air. Hal ini
menyebabkan siswa menjadi cenderung pasif dalam kegiatan belajar mengajar di kelas, selain itu
hal ini akan mengakibatkan hasil belajar siswa menjadi rendah, karena mereka kurang dilibatkan
dalam membangun konsep sendiri.
2. Materi pelajaran yang cenderung hafalan menyebabkan siswa tidak tahu relevansi materi pelajaran
yang ia pelajari dengan kehidupan sehari-harinya sehingga materi pelajaran hanya ada dalam
angan-angan (utopia) tanpa bisa diterapkan dalam dunia nyata dan kehidupan sehari-hari mereka,
sehingga motivasi siswa untuk ”tahu” menjadi menurun.
3. Model pembelajaran yang klasikal kurang menekankan bekerja dalam kelompok hal ini pada
giliranya akan menyebabkan siswa kurang terampil bekerja dalam kelompok. Atau seandainya
mereka bekerja dalam kelompok biasanya hanya bekerja dalam kelompok yang anggotanya
mereka pilih sendiri atau anggotanya dipilihkan oleh guru secara acak tanpa mempertimbangkan
keheterogenan siswa.[44]
Berdasarkan uraian diatas permasalahan yang sering timbul dalam pembelajaran peluang
adalah kurangnya pemaham konsep terhadap materi peluang yang dapat dilihat dari rendahnya
hasil belajar matematika siswa, hal ini dikarenakan siswa kurang termotivasi dalam proses
pembelajaran dan juga cara pengajaran dalam kelas yang masih bersifat konvensional dimana
proses pembelajaran berpusat pada guru sehingga siswa cenderung berlaku multiple D (datang,
diam, duduk, dengar).
Dengan bantuan sebuah tabel diatas maka dapat dicari banyaknya ruang sampel adalah 36 dan
banyaknya kejadian adalah 4.
2) Menggunakan rumus
Peluang suatu kejadian dapat diperoleh dengan membag banyaknya kejadian dengan ruang
sampelnya. Jika ditulis dalam kalimat matematika adalah sebagai berikut:
P(A) =
n(A) = banyaknya anggota A
n(S) = banyaknya anggota S
berdasarkan data diatas, selanjutnya dapat dicari berapa peluang munculmata dadu berjumlah 9.
Setelah diketahui banyaknya kejadian n(A) adalah 4 dan ruang sampelnya n(S) adalah 36,
maka peluang muncul mata dadu berjumlah 9 adalah:
P(A) =
Selanjutnya bisa ditarik kesimpulan bahwa peluang muncul mata dadu berjumlah 9 adalah
b. Apakah langkah yang kamu gunakan sudah benar?
Pertanyaan ini adalah untuk meyakinkan siswa tentang langkah yang telah dilaksanakanya.
c. Dapatkah kamu membuktikan atau menjelaskan bahwa langkah itu benar?
Meminta siswa untuk menjelaskan langkah yang telah dilaksanakanya tersebut.
4. Memeriksa kembali.
Memeriksa kembali ditunjukkan dari jawaban-jawaban siswa terhadap pertanyaan-
pertanyaan berikut.
a. Apakah sudah kamu periksa semua hasil yang didapat?
b. Apakah sudah mengembalikan pada pertanyaan yang dicari?
c. Dapatkah kamu memeriksa hasilnya?
d. Apakah argumen yang digunakan benar?
e. Dapatkah kamu mencari hasil yang berbeda?
f. Adakah cara lain untuk menyelesaikan?
g. Dapatkah hasil atau cara yang dilakukan itu untuk menyelesaikan masalah lain?
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Permasalahan yang sering timbul dalam pembelajaran peluang adalah kurangnya pemaham
konsep terhadap materi peluang yang dapat dilihat dari rendahnya hasil belajar matematika siswa,
hal ini dikarenakan siswa kurang termotivasi dalam proses pembelajaran dan juga cara pengajaran
dalam kelas yang masih bersifat konvensional dimana proses pembelajaran berpusat pada guru
sehingga siswa cenderung berlaku multiple D (datang, diam, duduk, dengar).
2. Metode pemecahan masalah dalam pembelajaran mencari peluang suatu kejadian dapat dilakukan
dengan lengkah-langah sepeti yang dijelaskan oleh Polya (1973) yaitu: memahami masalah,
membuat rencana penyelesaian, menyelesaikan rencana penyelesaian, dan memeriksa kembali.
Identifikasi Masalah dan Analisis PTK Matematika Kelas
5 SD
POSTED IN MAKALAH BY
NANA
Berikut ini adalah contoh Identifikasi Masalah dan Analisis / Perumusan Masalah
Penelitian Tindakan Kelas 5 Sekolah Dasar Pelajaran Matematika. PTK Matematika SD
Kelas 5 Terbaru ini berjudul “Penggunaan Alat Peraga Untuk Meningkatkan Motivasi Belajar
Siswa Kelas V Pada Mata Pelajaran Matematika Di SD Negeri 3 Nesaci“
Berdasarkan informasi yang diperoleh dan hasil obeservasi, wawancara serta data hasil
ulangan siswa tentang “Pengudratan/Pemangkatan Dua” diperoleh keterangan bahwa dan
jumlah 33 orang siswa kelas V SD Negeri 3 Pagerageung UPTD Pendidikan TK/SD dan
SLB Kecamatan Pagerageung tingkat penguasaan materi hanya mencapai 38%. Bertitik
tolak dan permasalahan di tersebut, penulis bersama-sama teman sejawat melakukan
identifikasi masalah sehingga terungkap beberapa masalah yang muncul dalam
pembelajaran Matematika sehagai berikut:
1. Kurangnya perhatian siswa terhadap pelajaran.
2. Rendahnya tingkat penguasaan siswa terhadap materi pembelajaran yang telah diberikan.
3. Sebagian siswa masih belurn dapat menyelesaikan soal-soal latihan dengan baik.
4. Proses pembelajaran kurang efektif, karena belum terjadi interaksi belajar mengajar yang optimal.
6. Peserta didik kurang memberi respon terhadap pertanyaan yang diajukan guru.
8. Metode dan teknik mengajar tidak variatif, sehingga timbul kejemuan bagi siswa.
9. Siswa dalam belajar kurang bergairah sehingga timbul kebosanan dalam menerima pelajaran dan guru.
1. Siswa kurang menguasai pengetahuan dasar-dasar perkalian untuk mempelajari Pokok Bahasan
“Penguadratan/Pemangkatan Dua”.
Berdasarkan hal tersebut di atas, penulis dapat merumuskan masalah yang dihadapi pada
Mata Pelajaran Matematika adalah:
2. Bagaimana meningkatkan keberanian siswa untuk bertanya atau menjawab pertanyaan yang diajukan guru?
3. Masalah-Masalah Pendidikan Matematika
4. Oleh : Azwar Anwar
5. NIM: 16709251038
6.
7. Pendidikan merupakan usaha memimpin anak didik secara umum untuk mencapai
perkembangannya menuju kedewasaan jasmani maupun rohani. Dalam arti sederhana
pendidikan sering diartikan sebagai usaha manusia untuk membina kepribadiannya sesuai
nilai-nilai di dalam masyarakat dan kebudayaan. Dalam perkembangannya, istilah
pendidikan berarti bimbingan atau pertolongan yang diberikan dengan sengaja oleh orang
dewasa agar ia (anak didik) menjadi lebih dewasa. Pendidikan sebagai salah satu aspek
dalam meningkatkan sumber daya manusia terus diperbaiki dan direnovasi.
Perkembangan zaman sekarang ini, menuntut peningkatan kualitas individu. Sehingga di
manapun individu berada dapat digunakan (siap pakai) setiap saat.
8. Mata pelajaran matematika yang diajarkan oleh guru di SD/MI diharapkan tidak hanya
diterima begitu saja oleh siswa, akan tetapi harus dapat dipahami. Salah satu bentuk
pembelajaran yang sesuai dengan harapan tersebut adalah dengan cara mengutamakan
keaktifan siswa. Seorang filsuf Yunani mengatakan : jika mendengar maka akan lupa,
jika melihat maka akan mengetahui, dan jika melakukan maka akan memahami.
Sehingga jika siswa aktif melakukan pembelajaran, maka diharapkan akan lebih paham
tentang materi yang diajarkan.
9. (Hasratuddin,2008) menyatakan bahwa pemilihan bagian bagian dari matematika untuk
matematika sekolah tersebut perlu sesuai dengan antisipasi tantangan masa depan. Ini
berarti bahwa tujuan pendidikan matematika untuk masa depan haruslah
memperhatikan : 1) tujuannya yang bersifat formal yaitu penataan nalar serta
pembentukan pribadi anak didik, dan 2) tujuan yang bersifat material yaitu penerapan
matematika serta keterampilan matematika. Keduanya perlu dilaksanakan secara
proporsional sesuai dengan jenis dan jenjang pendidikan yang memerlukan matematika.
Kenyataan menunjukkan bahwa prestasi matematika sekolah siswa selalu lebih rendah
dibanding dengan bidang studi lain. Ini berarti bahwa adanya permasalahan pembelajaran
matematika sekolah baik proses maupun penguasaannya. Hudojo (Hasratuddin,2008)
mengatakan bahwa pembelajaran matematika sekolah mulai dari SD sampai perguruan
tinggi merupakan permasalah yang tak kunjung terselesaikan.Upaya peningkatan mutu
proses pembelajaran untuk mencapai keluaran yang berkualitas terus diupayakan oleh
berbagai pihak, upaya ini dengan sendirinya harus diartikan sebagai upaya perbaikan
dalam pendidikan.
10. Depdiknas (Efendi,2012) dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
dinyatakan bahwa mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik
mulai dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik kemampuan berpikir logis,
analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Adapun tujuan
mata pelajaran matematika untuk semua jenjang pendidikan dasar dan menengah adalah
agar siswa mampu: (1) Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar
konsep, dan mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien, dan
tepat dalam pemecahan masalah, (2) Menggunakan penalaran pada pola dan sifat,
melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau
menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika; (3) Memecahkan masalah yang
meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan
model, dan menafsirkan solusi yang diperoleh; (4) Mengkomunikasikan gagasan dengan
simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah; dan (5)
Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu rasa ingin
tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya
diri dalam pemecahan masalah.
11. (Tias & Wutsqa,2015) menyatakan bahwa keberhasilan siswa yang kurang optimal dalam
mencapai hasil belajar dimungkinkan karena terdapat kesulitan belajar dalam diri sis-wa.
Siswa yang mengalami kesulitan belajar cenderung mengalami kesulitan dalam meme-
cahkan masalah baik di dalam kelas maupun masalah dalam kehidupannya. Terkait
dengan proses pembelajaran, hal tersebut dimungkinkan terdapat faktor-faktor baik dari
segi kognitif, emosi, maupun lingkungan sosial siswa yang menjadi pemicu kesulitan
dalam proses belajar dan pemecahan masalah.
12. Dari soal (masalah) tersebut akan ditemukan perbedaan hasil jawaban siswa yang juga
adalah hasil performance siswa sebagai problem solver karena kemampuan anak dalam
pemecahan masalah sangat berkaitan dengan tingkat perkembangan mereka. Dari hasil
eva-luasi ini dapat diketahui sejauh mana keberhasil-an proses pembelajaran siswa dan
jenis kesulitan yang dialami siswa. Terjadinya kesalahan siswa dalam menyelesaikan
soal-soal matematika juga bisa saja disebabkan karena perbedaan proses pemecahan
masalah antar siswa di kelas (Tias & Wutsqa,2015).
13. Kenyataan di lapangan pembelajaran matematika masih cenderung berfokus pada buku
teks, masih sering dijumpai guru matematika masih terbiasapada kebiasaan mengajarnya
dengan menggunakan langkah-langkah pembelajaran seperti: menyajikan materi
pembelajaran, memberikan contoh-contoh soal dan meminta siswa mengerjakan soal-soal
latihan yang terdapat dalam buku teks yang mereka gunakan dalam mengajar dan
kemudian membahasnya bersama siswa.Hal ini sesuai hasil temuan Wahyudin
(Efendi,2012) yaitu sebagian besar siswa tampak mengikuti dengan baik setiap
penjelasan atau informasi dari guru, siswa sangat jarang mengajukan pertanyaan pada
guru sehingga guru asyik sendiri menjelaskan apa yang telah disiapkannya, berati siswa
hanya menerima saja apa yang disampaikan oleh guru. Guru pada umumnya mengajar
dengan metode ceramah dan ekspositori. Hal ini didukung oleh Ruseffendi (Efendi,2012)
yang menyatakan bahwa selama ini dalam proses pembelajaran matematika di kelas, pada
umumnya siswa mempelajari matematika hanya diberi tahu oleh gurunya dan bukan
melalui kegiatan eksplorasi. Itu semua mengindikasikan bahwa siswa tidak aktif dalam
belajar. Melalui proses pembelajaran seperti ini, kecil kemungkinan kemampuan
matematis siswa dapat berkembang.
14. Banyak bentuk pendekatan pembelajaran yang dapat diterapkan guru dalam kegiatan
belajar mengajar. Pemilihan pendekatan yang tepat selain dapat mengatur siswa di dalam
kelas, juga dapat memberikan motivasi serta dapat mengembangkan kemampuan
intelektualnya secara optimal. Dengan demikian siswa tidak hanya menyerap informasi
dari guru, akan tetapi dapat berperan aktif mengembangkan pengetahuannya secara
mandiri dengan bimbingan dan arahan guru. Salah satu diantaranya adalah bentuk
pendekatan pemecahan masalah (problem solving). Jadi pendekatan ini pada dasarnya
merupakan bentuk pembelajaran matematika melalui konsep pemecahan masalah dan
berorientasi pada metode penemuan serta mempunyai ciri antara lain: guru membantu
siswa untuk mengkontruksi pemahamannya tentang matematika.
15. Polya (Avcu dan Avcu,2010) mendefinisikan pemecahan masalah sebagai berusaha untuk
menemukan tindakan yang sesuai untuk mencapai titik yang diinginkan tetapi tidak
mampu untuk mencapai akhir yang diharapkan. Menurut Branca (Avcu dan Avcu,2010)
pemecahan masalah tidak hanya metode atau strategi untuk memberi makna suatu situasi
tetapi juga cara berpikir yang digunakan untuk memecahkan situasi non-algoritmik. Sejak
pemecahan masalah meliputi koordinasi pengetahuan, intuitif dan berpikir kritis, tidak
mencapai solusi dengan hanya menerapkan prosedur atau aturan tapi itu berarti jauh
proses yang lebih kompleks . Menurut Schoenfeld (Avcu dan Avcu,2010) pemecahan
masalah tidak terkait dengan apa yang dikenal tetapi terkait dengan bagaimana dan kapan
pengetahuan ini digunakan. Altun (Avcu dan Avcu,2010) menyatakan bahwa, pemecahan
masalah adalah membuat penelitian untuk mencapai target yang jelas, tetapi tidak mudah
untuk mencapai. Jika matematika adalah pemecahan masalah, maka pemecahan masalah
dapat didefinisikan sebagai menghilangkan situasi masalah dengan menggunakan proses
penalaran kritis dan pengetahuan yang diperlukan. Pemecahan masalah secara umum
dapat didefinisikan sebagai terlibat dalam tugas yang tidak ada jawaban segera.
16. (Nayazik & Sukestiyarno,2012) menyatakan bahwa pemecahan masalah merupakan
komponen penting dari kurikulum matematika dan di dalamnya terdapat inti dari aktivitas
matematika, sehingga kemampuan pemecahan masalah di kalangan siswa perlu mendapat
perhatian dalam pembelajaran. Menurut Brunner (Nayazik & Sukestiyarno,2012) kunci
keterlibatan siswa dalam penyelesaian masalah adalah pengembangan terhadap
perencanaan pembelajaran yang fokus terhadap masalah-masalah yang terjadi saat ini.
Hal ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Jonassen (Nayazik &
Sukestiyarno,2012) menyatakan bahwa perlu pengajaran yang khusus untuk mendukung
pembelajaran penyelesaian masalah. Desain pembelajaran yang berbeda dibutuhkan
dalam rangka menyelesaikan masalah dari tipe masalah yang diberikan.
17. (Mahmudi,2007) selain dengan pendekatan pemecahan masalah perlu juga adnaya
kreativitas siswa dalam belajar. Pengembangan kreativitas siswa hendaknya tidak
dilakukan melalui mata pelajaran tersendiri, melainkan terintegrasi dalam berbagai mata
pelajaran, termasuk pembelajaran matematika. Pembelajaran matematika yang
mempunyai porsi waktu cukup banyak seharusnya mempunyai potensi yang cukup besar
untuk menjadikannya sebagai sarana mengembangkan kreativitas. Namun sayangnya,
matematika dan pembelajarannya jarang diasosiasikan dengan pengembangan kreativitas
siswa. Matematika lebih sering dikesankan sebagai mata pelajaran yang ‘kering’.
Padahal, pengelolaan dan perancangan yang baik terhadap pembelajaran matematika
menjadikannya dapat digunakan sebagai sarana untuk mengembangkan aspek-aspek
edukatif lainnya, seperti kemampuan bernalar, kemampuan berpikir logis, kemampuan
berkomunikasi, termasuk mengembang kreativitas siswa.
18.
19.
20. Dibuat dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah Metodologi Penelitian Pendidikan
21. Avcu, S & Avcu, R. (2010). Pre-service elementary mathematics teachers’ use of
strategies in mathematical problem solving. Procedia Social and Behavioral Sciences, 9,
1282–1286
22.
23. Efendi, L.A. (2012). Pembelajaran Matematika dengan Metode Penemuan Terbimbing
untuk Meningkatkan Kemampuan Representasi dan Pemecahan Masalah Matematis
Siswa SMP. Jurnal Penelitian Pendidikan, 13(2), 1-10
24.
25. Hasratuddin. (2008). Permasalahan Pembelajaran Matematika Sekolah dan Alternatif
Pemecahannya. Pythagoras, 4(1), 67-73
26.
27. Mahmudi, A. (2007). Meningkatkan Kreativitas Siswa Melalui Problem
Posing. Pythagoras, 3(1), 43-50.
28.
29. Nayazik, A & Sukestiyarno. (2012). Pembelajaran Matematika Model Ideal Problem
Solving dengan Teori Pemrosesan Informasi untuk Pembentukan Pendidikan Karakter
dan Pemecahan Masalah Materi Dimensi Tiga Kelas. Pythagoras, 7(2), 1-8
30.
31. Tias, A.A.W. & Wutsqa, D.U. (2015). Analisis Kesulitan Siswa SMA dalam Pemecahan
Masalah Matematika Kelas XII IPA di Kota Yogyakarta . Jurnal Riset Pendidikan
Matematika, 2(1), 28-39