Anda di halaman 1dari 34

1

A. Judul
Upaya Meningkatkan Pemahaman Konsep dan Kemampuan Penalaran Matematika
melalui Penerapan Model Guided Discovery serta Dampaknya terhadap Kecemasan
Matematis Siswa

B. Latar Belakang
Menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 Tanggal 23
Mei 2006 tentang Standar isi,bahwa pendidikan nasional yang berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 berfungsi
mengembangkan kemampuan untuk membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan mengembangkan
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Pendidikan nasional harus
mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu dan relevansi
serta efesiensi manjemen pendidikan. Pemerataan kesempatan pendidikan diwujudkan
dalam program wajib belajar 9 tahun. Peningkatan mutu pendidikan diarahkan untuk
meningkatkan kualitas manusia Indonesia seutuhnya melalui olahhati, olahpikir, olahrasa
dan olahraga agar memiliki daya asing dalam menghadapi tantangan global.

Disamping tuntutan pemerintah, maka pelajaran matematika merupakan salah satu


mata pelajaran yang sangatlah penting bagi siswa SMP. Matematika merupakan mata
pelajaran yang sangat penting dan banyak memberi bantuan dalam mempelajari berbagai
ilmu pengethauan dan teknologi seing juga disebut The King of Science. Jika
pengetahuan siswa tentang matematika kurang maka ia akan mendapat hambatan dalam
mempelajari bidang studi yang lain. Siswa yang mempelajari matematika dengan baik
akan banyak mendapatkan keuntungan dang kemudahan (Sujono, 1988:14), tetapi dalam
pelaksanaannya masih banyak siswa yang berpendapat bahwa matematika itu sulit dan
membosankan.

Selama ini, dalam proses pembelajaran yang berlangsung di kelas VIII SMP Negri 5
Sumedang masih sedikit yang memperoleh nilai yang memenuhi kriteria ketuntasan
minimal khususnya pada mata pelajaran matematika. Dari data 3 tahun terakhir, rata –
rata siswa kelas VIII SMP Negri 5 Sumedang banyak yang belum memenuhi kriteria
ketuntasan minimal. Data tersebut dapat dilihat dari tabel berikut :
2

Tabel 1
Nilai Rata-Rata UAS
No Tahun Presentase Nilai
UAS
1 2015 / 2016 37 %
2 2014 / 2015 39 %
3 2013 / 2014 42 %

Data tersebut juga didukung oleh nilai Penilaian Tengah Semester yang dilakukan
semster genap ini tahun ajaran 2016/2017, dimana banyak siswa yang nilainya kurang
memenuhi kriteria ketuntasan minimal. Hal ini disebabkan banyak siswa yang tidak
mampu menjawab soal yang berkaitan dengan pemahaman konsep dan penalaran
matematika. Selain itu, ketika melakukan pengamatan ketika proses pembelajaran,
ternyata banyak siswa yang mengobrol ketika guru menjelaskan, tidak ada yang berani
kedepan, dan yang kedepan hanya beberapa orang saja serta banyak siswa yang tidak
berani bertanya pada guru ketika ada topik yang belum dimengerti. Dalam wawancara
kepada beberapa orang di kelas VIII SMP Negri 5 Sumedang, ternyata banyak siswa
yang masih belum mengerti akan suatu topik tetapi mereka tidak berani bertanya pada
gurunya dikarenakan malu dan takut. Tentu hal ini sangat berpengaruh terhadap prestasi
belajar mereka.
Dalam perkembangan matematika, ternyata banyak konsep yang dibangun oleh
manusia dan diperlukan untuk membantu menyelesaikan masalah dalam kehidupan
sehari-hari yang di hadapi. Dalam pembelajaran matematika ada beberapa kemampuan
dasar yang harus diperhatikan. Sumarmo (dalam Fisher, 2013: h. 5) mengklasifikasikan
kemampuan dasar matematika dalam 5 (lima) standar kemampuan sebagai berikut:
1) Pemahaman matematik
2) Pemecahan masalah matematik (mathematical problem solving)
3) Penalaran matematik (mathematical reasoning)
4) Koneksi matematik (mathematical connection)
5) Komunikasi matematik (mathematical communication)
Penalaran merupakan salah satu topik terpenting sebagaimana yang tercantum pada
indikator ketiga diatas. Penalaran juga merupakan suatu alat penting untuk matematika
dan kehidupan sehari-hari,penalaran dapat diaplikasikan secara efektif atau tidak efektif
3

dan dapt juga diaplikasikan untuk tujuan-tujuan yang bermanfat. Konsep-konsep


matematika yang tersusun secara birarkis itu artinya bahwa konsep baru terbentuk karena
adanya pemahaman terhadap knsep sebelumnya. Oleh sebab itu, untuk memahami suatu
konsep matematika yang baru pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi sangat
diperlukan penguasaan konsep matematika yang baru pada jenjang pendidikan yang
lebih tinggi sangat diperlukan penguasaan konsep-konsep matematika dan daya nalar
yang baik pada jenjang pendidikan sebelumnya.
Dalam upaya untuk meningkatkan Pemahaman Konsep dan penalaran terhadap
pembelajaran matematika, model pembelajaran yang sesuai adalah model pembelajaran
Guided Discovery. Sebagai strategi bealajar, Guided Discovery lebih menekankan pada
ditemukannya konsep atau prinsip yang sebelumnya tidak diketahui. Parinsip belajar
yang nampak jelas dalam Guided Discovery adalah materi atau bahan pelajaran yang
akan disampaikan tidak disampaikan dalam bentuk final akan tetapi siswa sebagai
peserta didik didorong untuk mengidentifikasi apa yang ingin diketahui dilanjutkan
dengan mencari informasi sendiri kemudian mengorganisasi atau membentuk
(konstruktif) apa yang mereka ketahui dan mereka pahami dalam suatu bentuk akhir.
Dengan mengaplikasikan metode Guided Discovery secara berulang-ulang dapat
meningkatkan kemampuan penemuan diri individu yang bersangkutan. Penggunaan
metode Guided Discovery, ingin merubah kondisi belajar pasif menjadi aktif dan kreatif.
Mengubah pembelajaran yang teacher oriented ke student oriented. Mengubah modus
ekspositori siswa hanya menerima informasi secara keseluruhan dari guru ke modus
Discovery siswa menemukan informasi sendiri (dalam Kemendikbud, 2013). Sehingga,
jika siswa bisa menemukan sendiri masalahnya maka akan berpengaruh besar kepada
kemampuan dia bisa membuat masalah yang baru yang lebih baik dari masalah
sebelumnya yang diberikan oleh guru.
Rendahnya kemapuan pemahaman konsep dan penalaran matematika dipengaruhi
oleh banayk faktor, slah satunya kecemasan matematika. Hal ini didukung pula oleh hasil
wawancara beberapa siswa kelas VIII, yang mengatakan bahwa setiap pembelajaran
matematika mereka selalu merasa cemas jika tidak bisa memahami dan menyelesaikan
soal matematika. Xinbing Luo, Wong & Luo (2009) menjelaskan “Mathematics anxiety
refers to such unhealthy mood responses which ocur when some students come upon
mathematics problems and manifest”. Kecemasan matematika mengacu pada perasaan
yang tidsk menyenangkan berkaitan dengan ketika siswa dihadapkan dengan masalah
matematika yang menganalisis dan mengevaluasi argumen, mengklaim kebenaran,
4

pencarian elemen untuk menarik kesimpulan dan kemampuan untuk menjelaskan


penalaran dalam situasi tertentu. Selain itu, kecemasan yang dialami oleh siswa pada saat
proses pembelajaran secara terus menerus akan berpengaruh pada kemampuan siswa
dalam belajar matekatika. Jadi, terdapat hubungan antara kemampuan kempuan
matematis dalam hal ini adalah kemapuan pemahaman konsep dan pemahaman
penalaran matematika terhadap kecemasan matematika.
Berdasarkan masalah yang dipaparkan di atas, peneliti mengambil judul penelitian
“Upaya Meningkatkan Pemahaman Konsep dan Kemampuan Penalaran Matematika
melalui Penerapan Model Guided Discovery serta Dampaknya terhadap Kecemasan
Matematis Siswa.”

C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka yang
menjadi masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Apakah peningkatan pemahaman konsep matematika siswa yang mendapatkan
pembelajaran dengan menggunakan Model Guided Discovery lebih baik daripada siswa
yang mendapatkan pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran konvensional
berdasarkan kemampuan awal matematika (KAM) siswa (tinggi, sedang, rendah) ?
2. Apakah peningkatan kemampuan penalaran matematika siswa yang mendapatkan
pembelajaran dengan menggunakan Model Guided Discovery lebih baik daripada siswa
yang mendapatkan pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran konvensional
berdasarkan kemampuan awal matematika (KAM) siswa (tinggi, sedang, rendah)?
3. Apakah penurunan tingkat kecemasan matematika siswa yang belajar menggunakan
Model Guided Discovery lebih baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran
dengan konvemsional?

D. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui peningkatan kemampuan pemahaman konsep matematika siswa yang
mendapatkan pembelajaran dengan menggunakan Model Guided Discovery lebih baik
daripada siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran
konvensional berdasarkan kemampuan awal matematika (KAM) siswa (tinggi, sedang,
rendah).
2. Untuk mengetahui peningkatan kemampuan penalaran matematika siswa yang
mendapatkan pembelajaran dengan menggunakan Model Guided Discovery lebih baik
5

daripada siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran


konvensional berdasarkan kemampuan awal matematika (KAM) siswa (tinggi, sedang,
rendah).
3. Mendeskripsikan penurunan tingkat kecemasan mateatika siswa yang memperoleh model
Model Guided Discovery lebih baik daripada siswa yang belajar dengan pembelajaran
konvensional.
4. Mengetahui adanya hubungan negatif antara penurunan tingkat kecemasan matematika
siswa dengan peningkatan kemampuan pemahaman konsep dan penalaran matematika
pada siswa yang belajar dengan Model Guided Discovery.

E. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan temuan-temuan yang dapat memberikan
masukan berarti dalam memperbaiki mutu pendidikan matematika di kelas, khususnya
untuk meningkatkan pemahaman konsep serta kemampuan penalaran matematika yang
ada pada siswa. Masukan yang dapat diperoleh sebagai berikut:
1. Memberikan informasi tentang penerapan kegiatan pembelajaran dengan
menggunakan model Guided Discovery terhadap kecemasan matematis dalam
meningkatkan kemampuan penalaran siswa.
2. Memperluas pemahaman konsep pada pembelajaran matematika melalui
kegiatan pembelajaran dengan menggunakan model Guided Discovery
terhadap kecemasan matematis siswa.
3. Melatih penalaran siswa sehingga pemahaman konsep matematika dalam
pembelajaran diskusi dan memperluas wawasannya melalui pembelajaran
model Guided Discovery terhadap kecemasan matematis siswa.
4. menjadi bahan rujukan untuk melakukan penelitian selanjutnya mengenai
penggunaan model Guided Discovery dalam meningkatkan pemahaman
konsep dan kemampuan penalaran matematika serta dampaknya terhadap
kecemasan matematis siswa.

F. Definisi Variabel
Beberapa istilah perlu didefinisikan secara operasional agar tidak terjadi pemahaman
yang berbeda tentang istilah yang digunakan dalam penelitian. Selain itu untuk
6

memudahkan peneliti dalam menuangkan gagasan – gagasannya dan dapat bekerja lebih
terarah.
1. Model Pembelajaran Guided Discovery
Model pembelajaran Guided Discovery atau penemuan terbimbing adalah model
pengajaran dimana guru memberikan kebebasan siswa untuk menemukan sesuatu
sendiri karena dengan menemukan sendiri siswa dapat lebih mengerti secara dalam.
Dalam pembelajaran ini guru hanya memberikan pengarahan atau petunjuk.
2. Pemahaman Konsep Siswa
Salah satu kecakapan yang penting dimiliki siswa adalah kemampuan
pemahaman konsep. Mempelajari matematika berarti belajar tentang konsep-konsep
dan struktur-struktur yang terdapat dalam bahasan yang dipelajari serta berusaha
mencari hubungan-hubungannya.
3. Penalaran Matematika
Penalaran matematika adalah proses berpikir secara logis dalam menghadapi
problema dengan mengikuti ketentuan-ketentuan yang ada. Proses penalaran
matematika diakhiri dengan memperoleh kesimpulan
4. Kecemasan Matematika
Kecemasan matematika adalah ketegangan mental yang menggelisahkan ketika
dalam pemecahan masalah matematika seperti menganalisis,mengevaluasi argument,
mengklaim kebenaran , menarik kesimpulan dan menjelaskan penalaran dalam situasi
terentu.
G. Kajian Pustaka
1. Model Pembelajaran Guided Discovery
a. Pengertian Guided Discovery

Model pembelajaran Guided Discovery atau penemuan terbimbing adalah model


pengajaran dimana guru memberikan kebebasan siswa untuk menemukan sesuatu sendiri
karena dengan menemukan sendiri siswa dapat lebih mengerti secara dalam. Dalam
pembelajaran ini guru hanya memberikan pengarahan atau petunjuk.

Ide pembelajagran penemuan terbimbing (Guided Discovery) muncul dari keinginan


untuk memberi rasa senang kepada anak / siswa dalam “menemukan” sesuatu oleh
mereka sendiri, dengan mengikuti jejak para ilmuwan. Hal ini merupakan reaksi terhadap
transformasi pengetahuan dari guruke siswa tidak mendapatkan tempat dalam
pengarahan sains, termasuk pelajaran matematika. (Nur dalam Sukmana,2009).
7

Carin (Sukmana,2009) menyatakan bahwa “Discovery” adalah suatu proses mental


dimana anak atau individu mengasimilasi konsep dan prinsip, atau dapat dinyatakan
“Discovery” terjadi apabila siswa terutama terlibat dalam menggunakan proses mental
untuk menemukan beberapa konsep atau prinsip (Moh. Amien dalam Sukmana, 2009).
Proses mental tersebut ilah mengamati, menggolong-golongkan, membuat dugaan,
menjelaskan, mengukur, menarik kesimpulan, dan sebagainya.

Menurut Wilcolx (sukmana, 2009) mengatakan bahwa dalam pembelajaran penemuan


siswa terdorong untuk belajar aktif melalui keterlibatan mereka sendiri dengan konsep-
konsep, prinsip-prinsip, dan guru mendorong siswa untuk memiliki pengalaman dan
melakukan percobaan yang memungkinkan mereka menemukan prinsip-prinsip untuk
mreka sendiri.

Menrut Burner (Sukmana, 2009) mengatakan bahwa pembelajaran penemuan


menekankan pada keterlibatan siswa secara aktif, pengalaman-pengalaman belajar
memusat pada siswa, dimana siswa menemukan ide-ide mereka sendiri dan mermuskan
sendiri makna belajar untuk mereka sendiri.

Guided Discovery merupakan model pembeljaran yang mengajak para siswa atau
didorong untuk melakukan kegiatan sedemikian sehingga pada akhirnya siswa
menemukan sesuatu yang diharapkan (Soejadi dalam Sukmana:2009)

Ciri utama perencanaan pembeljaran penemuan terbimbing (Guided Discovery)


menurut Howe (1993:184) sebagai berikut :

a. Tujuan-tujuan kinerja (performance objectives).


Pernyataan hasil sasaran atau pernyataan tujuan pembelajaran yang inin dicapai
dalam pembelajaran. Ini adalah suatu hal yang terpenting dalam rencana pembelajaran
apapun.
b. Bahan-bahan yang digunakan (materials).
Daftar alat dan bahan yang diperlukan selama kegiatan pembelajaran yang akan
menunjang tercapainya tujuan pemebelajaran.
c. Kegiatan-kegiatan Pembelajaran (Learning activities).
i. Motivasi (motivation)
8

Bagian dari proses kegiatan pembelajaran yang selalu memperhatikan apakah motivasi
“special” dibutuhkan. Hal ini diperlukan untuk menarik minat dan keingintahuan siswa
untuk belajar.
ii. Pengumpulan Data (Data collection)
Kegiatan pembelajaran dimana guru harus yakin bahwa semua siswa melakukan kegiatan
eksperimen dan pengamatan terlibat. Pada tahap ini, data yang dikupulkan harus lebih
dari satu data, karea digunakan untuk merangsang pemikiran siswa tentang satu
rangkaian pengamatan.
iii. Pemprosesan Data ( Data processing)
Bagian kegiatan pembelajaran dimana data yang didpatkan di analisis atau di
olahsehigga didapatkan suatu kesimpulan atau prinsip yang ingin ditemukan. Kegiatan
ini adalah bagian yang penting dari pembelajaran Guided Discovery atau penemuan.
Kegiatan ini diperlukan suatu diskusi untuk mendiskusikan sesuatu yang berbeda dari
data yang didapatkan dalam pengamatan. Idealnya, pengolahan data berlangsung
seketika setelah pengumpulan data, selagi pengalaman masih segar dalam memori siswa.
iv. Kegiatan penutup (closure)
Bagian dari proses kegiatan pembelajaran yang meminta siswa untuk menarik
kesimpulan yang mereka dapatkan. Untuk mengemban berfikir lebih lanjut, maka guru
dapat melanjutkan menutup pelajaran dengan suatu pertanyaa/soal.
v. Penilaian
Meliputi suatu pernyataan bagaimana cara penilaian “ apakah tujuan pembelajaran
tercapai”.

b. Langkah-langkah Guided Discovery


Menurut Carin (Sukmana, 2009) dalam merencanakan dan menyiapkan
pembelajaran dengan enemuan terbimbing langkah-langkah yang dilakukan adalah
sebagai berikut:
i. Menetapkan topik yang akan dipelajari oleh siswa
ii. Memilih metode yang sesuai dengan kegiatan penemuan
iii. Menetepakan lembar pengamatan data yang akan digunakan siswa
iv. Menyiapkan alat dan bahan secara lengkap
v. Menentukan apakah siswa akan bekerja secara individu atau kelompok
9

vi. Melakukan terlebih dahulu kegiatan yang akan dilakukan oleh siswa untuk melihat apa
yang dilibatkan, mengetahui kesulitan yang mungkin timbul dan memodifikasinya bila
perlu kesesuaian dengan kelas.
b. Keunggulan Guided Discovery
Beberapa keuntungan dari pembelajaran Guided Discovery menurut Bruner (Sukmana,
2009)
i. Potensi Mental.
ii. Lebih pada motivasi awal.
iii. Pembelajaran berorientasi penemuan.
iv. Konservasi memori.
c. Kekurangan Guided Discovery
Beberapa kekurangan dalam mengajar menggunakan Guided Discovery adalah :
i. Memerlukan perubahan kebiasaan cara belajar siswa yang bersifat teacher contered
kearah pembiasan belajar mandiri dan berkelompok dengan mencari dan mengolah
informasi sendiri. Mengubah kebiasaan bukanlah suatu hal yang mudah, apalagi
kebiasaan yang telah bertahun-tahun dilakukan.
ii. Guru dituntut mengubah kebiasaan sebagai pemberi atau penyaji informasi sebagai
fasilitator, motivator, dan pembimbing siswa dalam belajar. Hal inipun bukan meupakan
pekerjaan gampang.
iii. Metode inibanyak memberikan kebebasan siswa yang tidak berarti menjamin bahwa
siswa belajar dengan baik dalam arti mengerjakan dengan tekun, penuh aktivitas dan
terarah.
iv. Memerlukan penyediaan sumber belajar dan fasilitas memadai yang tidak selalu mudah
disediakan.
v. Dalam kondisi siswa banyak atau kelas besar dan guru terbatas, agaknya metode ini sulit
terlaksana dengan baik.
vi. Pemecahan masalah mungkin saja dapat bersifat mekanis, formalitas, dan membosankan.
Apabila ini terjadi, maka pemecahahan masalah seperti ini tidak menjamin penemuan
yang penuh arti.
2. Pemahaman Konsep Siswa
Salah satu kecakapan yang penting dimiliki siswa adalah kemampuan pemahaman
konsep. Mempelajari matematika berarti belajar tentang konsep-konsep dan struktur-
struktur yang terdapat dalam bahasan yang dipelajari serta berusaha mencari hubungan-
hubungannya. Schwartz dan Bransford (dalam Mustika, 2010:12) menyatakan bahwa
10

penelitian tentang mengajar menyarankan pembelajaran dengan berusaha uuntuk


pemahaman konsep terlebih dahulu memungkinkan siswa memperoleh manfaat dari
sebuah pemaparan yang membawa serta sebuah gagasan. Pemahaman konsep
matematika siswa dapatlah ditingkatkan. Hal ini Sesuai dengan penelitian yang
dilakukan (Trisnawati, 2012) yang meneliti tentang pengaruh model pembelajaran
ARIAS (Assurance, Relevance, Interest, Assesment, dan Satisfaction) terhadap
kemampuan pemahaman konsep dan kelancaran prodsedural matematika siswa SMP
menghasilkan kesimpulan bahwa kemampuan pemahaman konsep dan kelancaran
prosedural matematika siswa SMP yang memperoleh pembelajaran ARIAS lebih baik
dibandingkan dengan yang memperoleh pembelajaran konvensional
Untuk mengetahui lebih jelas tentang pemahaman konsep kita terlebih dahulu
memahami definisi dari konsep. Konsep menurut woodruff (dalam Rakman, 2010: 16)
adalah:
1. Suatu idea atau gagasan yang relatif sempurna dan bermakna.
2. Suatu pengertian mengenai objek.
3. Produk subjektif yang berasal dari seseorang untuk membuat pengertian terhadap objek
atau benda melalui pengalaman.

Menurut Rose (dalam Rakman, 2010:23) menyatakan, “konsep adalah suatu


abstraksi yang mewakili suatu kelas objek-objek, kejadian-kejadian atau hubungan-
hubungan yang mempunyai atribut yang sama”.
Melihat dari definisi konsep di atas sehingga penguasaan konsep sangat diperlukan,
karena dengan menguasai konsep akan memberikan peluang kepada siswa untuk lebih
fleksibel dan menarik dalam belajar. Artinya siswa akan lebih mampu melakukan
modifikasi secara akurat setiap materi pelajaran dengan keanekaragaman keadaan dan
lingkungannya serta sekaligus meningkatkan keaktifan, kemandirian serta kreatifitas
siswa. Dengan demikian belajar menekankan pada penguasaan konsep, siswa secara
bertahap akan memiliki kemampuan baru yang akan tetap tersimpan (dalam Mustika,
2010:12).
Pemahaman konsep merupakan tingkatan hasil belajar seseorang sehingga dapat
mendefinisikan suatu bagian informasi dengan kata-kata sendiri. Siswa dikatakan
memahami suatu konsep apabila siswa tersebut bisa menjelaskan pelajaran yang
diterimanya dengan kata-kata sendiri dan bukan hanya sekedar mengingat suatu
pelajaran. Siswa dengan pemahaman konsep mereka tahu lebih dari sekedar fakta yang
11

ada dan rumus, tetapi mereka mengerti mengapa ide matematika itu penting dan konteks
mana yang berguna dalam menyelesaikan suatu permasalahan (dalam Mustika, 2010:13).
Indikator kemampuan pemahaman konsep menurut Klipatrick dan Findell (2001)
adalah:
 Kemampuan menyatakan ulang konsep yang telah dipelajari.
 Kemampuan mengklarifikasikan objek-objek berdasarkan dipenuhi atau tidaknya
persyaratan yang membutuhkan konsep tersebut.
 Kemampuan menerapkan konsep secara alogartima
 Kemampuan memberikan contoh dari konsep yang dipelajari.
 Kemampuan menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematika.
 Kemampuan mengaitkan berbagai konsep (internal dan eksternal).
 Kemampuan mengembangkan syarat perlu dan syarat cukup suatu konsep.

Menurut Skemp dan Pollatsek (dalam Khiyarunnisa’, 2015: 8) terdapat dua jenis
pemahaman konsep, yaitu pemahaman instrumental dan pemahaman relasional.
Pemahaman instrumental dapat diartikan sebagai pemahaman atas konsep yang saling
terpisah dan hanya rumus yang dihafal dalam melakukan perhitungan sederhana,
sedangkan pemahaman relasional termuat satu skema atau struktur yang dapat digunakan
pada penyelesaian masalah yang lebih luas. Pengetahuan dan pemahaman siswa terhadap
konsep menurut NCTM (dalam Khiyarunnisa’, 2015: 9) dapat dilihat dari kemampuan
siswa dalam: 1) Mendifinisikan konsep secara verbal dan tulisan, 2) mengidentifikasi dan
membuat contoh dan bukan contoh, 3) Menggunakan model, diagram, dan simbol –
simbol untuk merepresentasikan suatu konsep, 4) Mengubah suatu bentuk representasi ke
bentuk lainnya, 5) Mengenal berbagai makna dan interprestasi konsep, 6)
Mengidentifikasi sifat – sifat suatu konsep dan mengenal syarat yang menentukan suatu
konsep, 7) membandingkan dan membedakan konsep – konsep.
Berdasarkan uraian di atas, adapun indikator yang digunakan dalam penelitian ini
yaitu : 1) Kemampuan menyajikan konsep dalam berbagai bentuk reprensentasi
matematika, 2) Kemampuan memberi contoh dari konsep yang telah dipelajari, 3)
Kemampuan menerapkan konsep secara algoritma, 4) Kemammpuan mengaitkan
berbagai konsep (internal dan eksternal), 5) Kemampuan mengklarifikasikan objek-objek
berdasarkan dipenuhi atau tidaknya persyaratan yang membutuhkan konsep tersebut.
3. Kemampuan penalaran matematika
12

Penalaran menurut ensiklopedi Wikipedia adalah proses berpikir yang bertolak dari
pengamatan indera (observasi empirik) yang menghasilkan sejumlah konsep dan
pengertian. Sedangkan menurut Suriasumantri (1999, h. 42) menyatakan bahwa penalaran
merupakan suatu proses berpikir dalam menarik suatu kesimpulan yang berupa
pengetahuan dan mempunyai karakteristik tertentu dalam menemukan kebenaran. Agar
pengetahuan yang dihasilkan penalaran itu mempunyai dasar kebenaran maka proses
berpikir itu harus dilakukan dengan suatu cara tertentu sehingga penarikan kesimpulan
baru tersebut dianggap sahih (valid). Kemampuan penalaran adalah kemampuan siswa
untuk berpikir logis menurut alur kerangka berpikir tertentu.
Menurut Thontowi (1993, h. 78) mengtakan, “Penalaran matematika adalah proses
berpikir secara logis dalam menghadapi problema dengan mengikuti ketentuan-ketentuan
yang ada. Proses penalaran matematika diakhiri dengan memperoleh kesimpulan”.
Penalaran secara etimologi berarti bernalar atau menggunakan nalar, sedangkan
menurut Tim Balai Pustaka (dalam Imanti,. 2010 , h. 10) adalah:
1. Cara (hal) menggunakan nalar, pemikiran atau cara berpikir logis, jangkauan pemikiran.
2. Hal mengembangkan dan mengendalikan sesuatu dengan nalar dan bukan dengan
perasaan.
3. Proses mental dalam mengembangkan pikiran dari beberapa fakta atau prinsip.
Menurut Widayanti (2010, h. 13-14) Penalaran dapat dikatakan sebagai suatu proses
berpikir dalam menarik suatu kesimpulan yang berupa pengetahuan. Kemampuan
penalaran berarti kemampuan menarik konklusi atau kesimpulan yang tepat dari bukti-
bukti yang ada dan menurut aturan-aturan tertentu. Sebagai kegiatan berpikir, maka
penalaran mempunyai ciri-ciri tertentu, yaitu pertama, adanya suatu pola berpikir logis
yang merupakan kegiatan berpikir menurut pola, alur dan kerangka tertentu (frame of
logic) dan kedua, adanya proses berpikir analitik yang merupakan konsekuensi dari
adanya pola berpikir analisis-sintesis berdasarkan langkah-langkah tertentu.
Terdapat dua macam penalaran, yaitu penalaran deduktif dan penalaran induktif.
Penalaran deduktif merupakan cara berpikir dimana dari pernyataan umum ditarik
kesimpulan yang bersifat khusus, penarikan kesimpulan menggunakan silogisme
(konstruksi penalaran). Silogisme terdiri atas kalimat-kalimat pernyataan yang dalam
logika/penalaran disebut proposisi. Proposisi-proposisi yang menjadi dasar penyimpulan
disebut premis, sedangkan kesimpulannya disebut konklusi. Silogisme berfungsi sebagai
proses pembuktian benar-salahnya suatu pendapat, tesis atau hipotesis tentang masalah
tertentu. Deduksi berpangkal dari suatu pendapat umum berupa teori, hukum atau kaedah
13

dalam menyusun suatu penjelasan tentang suatu kejadian khusus atau dalam menarik
kesimpulan.
Menurut baroody (dalam Imanti, R. 2010, h. 12) terdapat tiga tipe utama penalaran
yaitu:
1.Penalaran intuitif, penalaran ini memerlukan pengetahuan siap atau tebak.
2.Penalaran induktif, penalaran ini dimulai dengan memeriksa keadaan
khusus dan mencoba untuk menarik kesimpulan umum.
3.Penalaran deduktif, proses penalaran matematika dimana pola-pola
penyimpulan yang valid digunakan untuk menarik premis-premis.

indikator kemampuan penalaran yang dijelaskan dalam teknis Peraturan Dirjen


Dikdasmen Depdiknas nomor 506/C/Kep/PP/2004 (dalam Yulia, 2012, h. 14), diuraikan
bahwa indikator siswa memiliki kemampuan penalaran adalah mampu:

1. Mengajukan dugaan
2. Melakukan manipulasi matematika.
3. Menarik kesimpulan, menyusun bukti, memberikan alasan atau bukti terhadap kebenaran
solusi.
4. Menarik kesimpulan dari pernyataan.
5. Memeriksa kesahihan suatu argument.
6. Menemukan pola atau sifat dari gejala matematis untuk membuat generalisasi.
4. Kecemasan Matematika
Mayer (Rahmi,2014) mendefinisikan kecemasan sebagai keadaan agitasi intensi,
firasat dan ketakutan yang terjadi dari ancaman nyata atau dianggap bahaya yang akan
datang. Dragen & Aiken (Rahmi, 2014) mendefinisikan bahwa Math Anxiety merupakan
adanya sindrom yang diakibatkan oleh respon emosional dari pelajaran matematika.
Taylor (Rahmi, 2014) mengemukakan bahwa kecemasan merupakan suatu perasaan
subyektif mengenai ketegangan mental yang menggelisahkan sebagai reaksi umum dari
ketidakmapuan mengatasi suatu permasalahan atau tidak adanya rasa aman. Richardson
& Suinn (Rahmi, 2014) mengatakan bahwa kecmasan matematika adalah perasaan
tegang dan cemas yang hadir ketika berkaitan dengan pemecahan masalah dalam
matematika.
Xianbing Lao, Wong & Luo (2009) menjelaskan “Mathematics anxiety refers to
such unhealthy mood responses which occur when some stundents come upon
14

mathematics problem and manifest”. Kecemasan matematika mengacu pada perasaan


yang tidak menyenangkan berkaitan dengan ketika siswa dihadapkan masalah
matematika dan menganalisis, mengevaluasi argumen dan klaim keberanian, pencurian
elemen untuk menarik kesimpulan dan kemampuan untuk menjelaskan penalaran dalam
situasi tertentu.
Berdasarkan definisi yang dikemukakan para ahli diatas dapat diambil kesimpulan
bahwa kecemasan matematika adalah ketegangan mental yang menggelisahkan ketika
dalam pemecahan masalah matematika seperti menganalisis,mengevaluasi argument,
mengklaim kebenaran , menarik kesimpulan dan menjelaskan penalaran dalam situasi
terentu.

Stuart dan Sundeen (Rahmi,2014) membagi kecemasan menjadi 4 tingkatan yaitu :

a. Kecemasan Ringan
Kecemasan ringan berhubungan dengan ketegangan akan peristiwa kehidupan
sehari-hari. Pada tingkat ini lahan persepsi melebar dab individu akan berhati-hati dan
waspada. Individu terdorong untuk belajar yang akan menghasilkan pertumbuhan dan
kreativitas. Respon Fisiologis ditandai dengan Sesekali nafas pendek, nadi dan tekanan
darah naik, gejala ringan pada lambung, muka berkerut dan bibir bergetar. Respon
Kognitif merupakan lapang persegi meluas, mampu menerima ransangan yang
kompleks, konsentrasi pada masalah, menyelesaikan masalah secara efektif. Respon
perilaku dan Emosi seperti tidak dapat duduk tenang, tremor halus pada tangan, suara
kadang-kadang meninggi.
b. Kecemasan sedang

Pada tingkat ini lahan persepsi terhadap lingkungan menurun/individu lebih


memfokuskan pada hal penting saat itu dan mengesampingkan hal lain. Respon
Fisiologis ditandai dengan sering nafas pendek, nadi ekstra systole dan tekanan darah
naik, mulut kering, anorexia, diare/konstipasi, gelisah. Respon Kognitif merupakan
lapang persepsi menyempit, rangsang Luar tidak mampu diterima, berfokus pada apa
yang menjadi perhatiannya. Respon Prilaku dan Emosi seperti gerakan tersentak-sentak
(meremas tangan), bicara banyak dan lebih cepat, perasaan tidak nyaman.

c. Kecemasan berat
15

Pada kecemasan berat lahan persepsi menjadi sempit. Individu cenderung


memikirkan hal yang kecil saja dan mengabaikan hal-hal yang lain. Individu tidak
mampu berfikir berat lagi dan membutuhkan banyak pengarahan/tuntutan. Respon
Fisiologis ditandai dengan sering nafas pendek, nadi dan tekanan darah naik, berkeringat
dan sakit kepala, penglihatan kabur. Respon Kognitif merupakan lapang persepsi sangat
menyempit, tidak mampu menyelesaikan masalah. Respon Prilaku dan Emosi seperti
perasaan ancaman meningkat, verbalisasi cepat, blocking.

d. Panik

Pada tingkat ini persepsi sudah terganggu sehingga individu sudah tidak dapat
mengendalikan diri lagi dan tidak dapat melakukan apa-apa walaupun sudah diberi
pengarahan/tuntunan.Respon Fisiologis ditandai dengan nafas pendek, rasa tercekik dan
berdebar, sakit dada, pucat, hipotensi. Respon Kognitif merupakan lapang persepsi
menyempit, tidak dapat berfikir lagi. Respon Prilaku dan Emosi seperti agitasi,
mengamuk dan marah, ketakutan, berteriak-teriak, blocking, persepsi Kacau, kecemasan
yang timbul dapat diidentifikasi melalui respon yang dapat berupa respon fisik,
emosional, dan kognitif atau intelektual.

Menurut Dacey (Rahmi, 2014) komponen kecemasan dibagi menjadi tiga


komponen, yaitu:
1. Komponen psikologis, berupa kegelisahan, gugup, tegang, cemas, rasa tidak aman,
takut, cepat terkejut.
2. Komponen fisiologis, berupa jantung berdebar, keringat dingin pada telapak tangan,
tekanan darah meninggi (mudah emosi), respon kulit terhadap aliran galvanis (sentuhan
dari luar) berkurang, gerakan peristaltik (gerakan berulang-ulang tanpa disadari)
bertambah, gejala somatik atau fisik (otot), gejala somatik atau fisik (sensorik), gejala
Respiratori (pernafasan), gejala Gastrointertinal (pencernaan), gejala Urogenital
(perkemihan dan kelamin).
3. Komponen sosial, sebuah perilaku yang ditunjukkan oleh individu di lingkungannya.
Perilaku itu dapat berupa tingkah laku (sikap) dan gangguan tidur.
16

Trujillo & Hadfield (dalam Rahmi, 2014) menyatakan bahwa penyebab


kecemasan matematika dapat diklasifikasikan dalam tiga kategori yaitu sebagai berikut :
(1). Faktor kepribadian (psikologis atau emosional)
Misalnya perasaan takut siswa akan kemampuan yang dimilikinya (self-
efficacy belief), kepercayaan diri yang rendah yang menyebabkan rendahnya nilai
harapan siswa (expectancy value), motivasi diri siswa yang rendah dan sejarah emosional
seperti pengalaman tidak menyenangkan dimasa lalu yang berhubungan dengan
matematika yang menimbulkan trauma.
(2). Faktor lingkungan atau sosial
Misalnya kondisi saat proses belajar mengajar matematika di kelas yang tegang
diakibatkan oleh cara mengajar, model dan metode mengajar guru matematika. Rasa
takut dan cemas terhadap matematika dan kurangnya pemahaman yang dirasakan para
guru matematika dapat terwariskan kepada para siswanya (Wahyudin, 2010:21). Faktor
yang lain yaitu keluarga terutama orang tua siswa yang terkadang memaksakan anak-
anaknya untuk pandai dalam matematika karena matematika dipandang sebagai sebuah
ilmu yang memiliki nilai prestise.
(3) Faktor intelektual
Faktor intelektual terdiri atas pengaruh yang bersifat kognitif, yaitu lebih
mengarah pada bakat dan tingkat kecerdasan yang dimiliki siswa. Hasil penelitian yang
dilakukan oleh Ashcraft & Kirk (dalam Johnson, 2003) menunjukkan bahwa ada korelasi
antara kecemasan matematika dan kemampuan verbal atau bakat serta Intelectual
Quotion (IQ).
Menurut Freedman (Rahmi , 2014) ada 10 cara untuk mengatasi kecemasan
matematika (Ten Ways To Reduce Math Anxiety), yaitu:
1. Overcome negative self-talk.
2. Ask questions.
3. Consider math a foreign language — it must be practiced.
4. Don’t rely on memorization to study mathematics.
5. READ your math text.
6. Study math according to YOUR LEARNING STYLE.
7. Get help the same day you don’t understand.
8. Be relaxed and comfortable while studying math.
9. “TALK” mathematics.
10. Develop responsibility for your own successes and failures.
17

Dari uraian pendapat di atas, beberapa hal ini mungkin dapat meminimalkan
kecemasan matematika, yaitu:
1. Memberikan penjelasan rasional pada siswanya mengapa mereka harus belajar
matematika;
2. Menanamkan rasa percaya diri terhadap siswa bahwa mereka bisa belajar matematika,
guru dapat memberikan latihan-latihan soal yang relatif mudah sehingga mereka bisa
mengerjakan soal-soal tersebut;
3. Menghilangkan prasangka negatif terhadap matematika, dengan cara memberikan
contoh-contoh yang sederhana sampai dengan yang kompleks tentang kegunaan
matematika;
4. Membelajarkan matematika dengan berbagai metode yang bisa mengakomodir
berbagai model belajar siswa;
5. Tidak mengutamakan hafalan dalam pembelajaran matematika;
6. Pada saat pembelajaran matematika, jadikan kelas matematika menjadi kelas yang
menyenangkan dan nyaman;
7. Pada saat bertemu dengan siswa di manapun, jangan segan-segan untuk menyisipkan
pembicaraan yang menyangkut tentang pembelajaran matematika kepada mereka;
8. Menanamkan rasa tanggung jawab kepada siswa untuk memutuskan kesuksesan mereka.

Tabel Indikator Kecemasan Matematika

Komponen
Kecemasan Indikator Kecemasan Matematika
Matematika

 Gelisah
 Gugup
 Tegang
 Tidak aman
Psikologis  Takut
 Cepat terkejut
 Perasaan takut akan kemampuan yang dimilikinya (rendah
kepercayaan diri
 Motivasi belajar yang rendah
18

 Pengalaman yang tidak menyenangkan di masa lalu


(trauma)

 Jantung berdebar
Fisiologis  Berkeringat dingin dan telapak tangan
 Gangguan pernapasan, pencernaan dan urogenital

 Susah tidur
 Cara guru mengajar (model, metode, dan strategi) yang
Sosial
tidak menyenangkan
 Teman bermain yang cemas dapat menularkan kecemasan

Sumber : (Dimodifikasi dari Rahmi, 2014)

5. Skala Sikap Model Likert


Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang
atau sekelompok orang tentang fenomena sosial. Dengan Skala Likert, variabel yang
akan diukur dijabarkan menjadi indikator variabel. Kemudian indikator tersebut
dijadikan sebagai titik tolak untuk menyusun item-item instrumen yang dapat berupa
pertanyaan atau pernyataan. Jawaban setiap item instrumen yang menggunakan Skala
Likert mempunyai gradasi dari sangat positif sampai sangat negatif.
Skala sikap model likert berisi pertanyaan-pertanyaan sikap (attitude statements),
yaitu suatu pernyataan mengenai objek sikap. Contohnya, bila bermaksud mengungkap
sikap sekelompok orang terhadap isyu pembangunan supermarket, maka setiap kalimat
pernyataan yang mengenai pembangunan supermarket merupakan pernyataan sikap,
sedangkan pembangunan supermarket sendiri merupakan objek sikap.

Pernyataan sikap terdiri atas dua macam, yaitu pernyataan yang favorabel
(mendukung atau memihak pada objek sikap) dan pernyataan yang tidak favorabel (tidak
mendukung objek sikap). Suatu skala sikap biasanya terdiri atas 25 sampai 30 pernyataan
sikap, sebagian berupa pernyataan favorabel dan sebagiannya lagi tidak, yang sudah
terpilih berdasarkan kualitas isi dan analisis statistika terhadap kemampuan pernyataan
itu dalam mengungkap sikap kelompok.
Subjek memberi respon dengan lima kategori kesetujuan, yaitu :

 Sangat Tidak Setuju (STS)


 Tidak Setuju (ST)
19

 Antara Setuju dan Tidak (N)


 Setuju (S)
 Sangat Setuju (SS)

Akan tetapi bila setiap pernyataan telah ditulis dengan baik, peneliti dapat
menggunakan cara pemberian skor yang sederhana sekalipun mempunyai kelemahan,
yaitu :
Pernyataan Positif :

 Sangat Tidak Setuju (STS) = 1


 Tidak Setuju (ST) = 2
 Antara Setuju dan Tidak (N) = 3
 Setuju (S) = 4
 Sangat Setuju (SS) = 5

Pernyataan Tidak-Favorabel

 Sangat Tidak Setuju (STS) = 5


 Tidak Setuju (ST) = 4
 Antara Setuju dan Tidak (N) = 3
 Setuju (S) = 2
 Sangat Setuju (SS) = 1

Skor individu pada skala sikap, yang merupakan skor sikapnya, adalah jumlah skor
dari keseluruhan pernyataan yang ada dalam skala. (Ruseffendi, 2005:136)
6. Penelitian yang Relevan
Sejauh pengetahuan penulis, dari berbagai literature penulis baca terdapat penelitian-
penelitian yang sejenis atau relevan dengan penelitian yang penulis lakukan yaitu yang
membahas tentang Model Guided Discovery,pemahaman konsep , penalaran matematika
dan kecemasan matematika. Untuk mendukung penelitian tersebut maka penulis
kemukakan literature sebagai kajian pustaka diantaranya :
Penelitian yang berkaitan dengan model pembelajaran Model Guided Discovery
pernah dilakukan oleh guru-guru di SMP Negeri 2 Sawit (Wulandari, 2012) yang
mengatakan bahwa dengan menggunakan model pembelajaran Model Guided Discovery
20

menunjukkan adanya peningkatan pemahaman konsep yang dapat dilihat dari


meningkatnya indikator pemhaman konsep matematika.
Penelitian yang bekaitan dengan model Model Guided Discovery yang dikaitkan
dengan kemampuan pemecahan masalah siswa pernah dilakukan oleh wahyuningtyas
(2015) dari Universitas Negeri Semarang tentang keefektifan model Model Guided
Discovery berbasis multiple intellegences terhadap kemampuan pemecahan masalah.
Penelitian ini menghasilkan kesimpulan bahwa kemampuan pemecahan masalah siswa
yang memperoleh pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran Model Guided
Discovery berbasis multiple intellegences lebih baik dibandingkan dengan siswa yang
memperoleh pembelajaran dengan menerapkan ekspositori.
Terakhir penelitian yang relevan berkenaan dengan hubungan model pembelajaran
Guided Discovery dan kecemasan matematika yaitu penelitian yang dilakukan Johnrival
(2015) dari Universitas Pendidikan Indonesia tentang pengaruh pembelajaran Guided
Discovery terhadap kemampuan koneksi matematis dan kecemasan matematis siswa
kelas VII menghasilkan kesimpulan yang menunjukkan bahwa dengan model Guided
Discovery menghasilkan hubungan yang negatif antara kecemasan matematika dengan
kemampuan koneksi matematis. Hal ini sesuai dengan tujuan penelitian penulis yang
mengharapkan dengan model Guided Discovery, terdapat hubungan negatif antara
kecemasan matematika dengan kemapuan pemahaman konsep dan kemampuan
penalaran matematika siswa .

H. Kerangka Berpikir
Pemahaman konsep dan penalaran matematika siswa dipandang penting dalam
pembelajaran matematika. oleh karena itu perlu adanya upaya untuk memperbaiki dan
meningkatkan pemahaman konsep dan penalaran matematika pada diri siswa itu sendiri.
Melalui pembelajaran dengan model Guided Discovery diharapkan menjadi salah
satu cara untuk meningkatkan pemahaman konsep dan penalaran matematika siswa,
karena dalam pembelajaran make Guided Discovery lebih menekankan pada
ditemukannya konsep atau prinsip yang sebelumnya tidak diketahui. Parinsip belajar
yang nampak jelas dalam Guided Discovery adalah materi atau bahan pelajaran yang
akan disampaikan tidak disampaikan dalam bentuk final akan tetapi siswa sebagai
peserta didik didorong untuk mengidentifikasi apa yang ingin diketahui dilanjutkan
dengan mencari informasi sendiri kemudian mengorganisasi atau membentuk
(konstruktif) apa yang mereka ketahui dan mereka pahami dalam suatu bentuk akhir.
21

Dengan mengaplikasikan metode Guided Discovery secara berulang-ulang dapat


meningkatkan kemampuan penemuan diri individu yang bersangkutan. Penggunaan
metode Guided Discovery, ingin merubah kondisi belajar pasif menjadi aktif dan kreatif.
Mengubah pembelajaran yang teacher oriented ke student oriented. Mengubah modus
ekspositori siswa hanya menerima informasi secara keseluruhan dari guru ke modus
Discovery siswa menemukan informasi sendiri (dalam Kemendikbud, 2013). Sehingga,
jika siswa bisa menemukan sendiri masalahnya maka akan berpengaruh besar kepada
kemampuan dia bisa membuat masalah yang baru yang lebih baik dari masalah
sebelumnya yang diberikan oleh guru.

Kerangka pemikiran dalam penelitian ini digambarkan pada gambar berikut ini.
Berikut adalah bagan kerangka berpikir penelitian ini :

Pemahaman konsep
matematika (dalam
mustika 2010)

Guided Kemampuan penalaran


Discovery matematika (dalam
(dalam Widayanti 2010)
sukmana
2009)
Kecemasan matematika
(dalam Rahmi 2014)

Gambar 1
Sesuai gambar 1, variabel dalam penelitian ini sebagai berikut :

1. Variabel bebas dalam penelitian ini disimbolkan dengan “X” yaitu pembelajaran
Guided Discovery
2. Variabel terikat dalam penelitian ini disimbolkan dengan “Y” yang terdiri atas :
Y1 : Pemahaman Konsep Matematika
Y2 : Penalaran Matematika
Y3 : Kecemasan Matematika
22

I. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan kajian teori di atas dapat dikemukakan hipotesis tindakan sebagai berikut
:
1. Melalui penerapan model pembelajaran Guided Discovery pada materi operasi aljabar
dapat meningkatkan pemahaman konsep matematika bagi siswa kelas VIII SMP
Negri 5 Sumedang tahun pelajaran 2017/2018.
2. Melalui penerapan model pembelajaran Guided Discovery pada materi operasi aljabar
dapat meningkatkan penalaran matematika bagi siswa kelas VIII SMP Negri 5
Sumedang tahun pelajaran 2017/2018.
3. Melalui penerapan model pembelajaran Guided Discovery pada materi operasi aljabar
dapat menurunkan kecemasan matematika bagi siswa kelas VIII SMP Negri 5
Sumedang tahun pelajaran 2017/2018.

J. Metodologi Penelitian
1. Lokasi dan Waktu Penelitian
Dalam penyusunan pengajuan proposal penelitian ini, peneliti melakukan
pembuatan instrumen, dan pembimbingan serta melakukan kegiatan penelitian
meliputi kegiatan pengumpulan data, analisis data, pembahasan setelah itu
melakukan pelaporan hasil penelitian dengan jadwal yang ditulis di dalam jadwal
penelitian. Penelitian ini akan dilaksanakan dengan mengambil lokasi di SMP Negri
5 Sumedang dilaksanakan pada semester 1 tahun pelajaran 2017/2018 sekitar bulan
oktober s.d november 2017.

2. Subjek Penelitian
Subjek penelitian adalah siswa kelas VIII SMP Negri 5 Sumedang dengan jumlah
siswa 31 siswa yang terdiri dari 16 siswa laki-laki dan 15 siswa perempuan. Hal
yang diteliti adalah Pemahaman Konsep dan keaktifan siswa kelas VII A.
Karakteristik kelas VII A ketika guru menjelaskan mereka selalu ribut bahkan guru
harus mengulang penjelasan untuk yang kedua kalinya, dan hal ini juga terjadi
ketika guru meminta siswa mengerjakan soal, banyak siswa ribut. Keadaan
kemampuan matematika siswa rata-rata sedang, meskipun ada beberapa siswa yang
mempunyai kemampuan tinggi.

3. Prosedur Penelitian
23

Metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian


tindakan kelas, terdiri dari dua siklus. Langkah – langkah metode yang digunakan
dalam penelitian ini tidak akan menggunakan korelasi, tetapi peneliti menggunakan
deskriptip komparatif yaitu membandingkan hasil tindakan pada tiap siklus. Tiap
siklus terdiri dari empat tahapan yaitu: planning (perancanaan tindakan), acting
(pelaksanaan tindakan), observing (pengamatan hasil tindakan), dan reflecting
(refleksi hasil pengamatan).
Penelitian ini ditentukan dengan tindakan sebanyak 3 siklus. Pra siklus
dilakukan sebelum mulai melaksanakan siklus I, II dan III. Pra siklus dilakukan
dengan melihat kenyataan kelas serta nilai hasil ulangan harian sub pokok bahasan
sub pokok bahasan melakukan operasi hitung bilangan bulat dan pecahan.
Tujuannya ialah agar peneliti mengetahui gambaran yang tepat mengenai kondisi
siswa dalam kelas, kesulitan yang dialami oleh siswa, masalah-masalah yang
dihadapi oleh siswa dan penyebab dari masalah-masalah tersebut. Hal itu bisa
menjadi pedoman, apakah sudah ada kesesuaian antara permasalahan yang tengah
dihadapi siswa dengan metode yang akan digunakan.
Dari hasil ulangan harian dan catatan harian, peneliti juga dapat mengetahui
kemampuan awal. Hasil perolehan ini dapat dijadikan acuan bagi peneliti dalam
memberikan perlakuan terhadap siswa selama penelitian. Setelah memperoleh data
secara lengkap melalui pra siklus, barulah peneliti melakukan tahapan selanjutnya
yaitu siklus I. Setelah siklus I melalui empat tahapan yaitu planning (perancanaan
tindakan), acting (pelaksanaan tindakan), observing (pengamatan hasil tindakan),
dan reflecting (refleksi hasil pengamatan). Dilanjutkan dengan siklus II melalui
empat tahap yaitu planning (perancanaan tindakan), acting (pelaksanaan tindakan),
observing (pengamatan hasil tindakan), dan reflecting (refleksi hasil pengamatan).
Dilanjutkan dengan siklus III melalui empat tahap yaitu planning (perancanaan
tindakan), acting (pelaksanaan tindakan), observing (pengamatan hasil tindakan),
dan reflecting (refleksi hasil pengamatan). Dalam penelitian ini kami membatasi
sampai siklus III saja.
Berikut adalah skema tahapan tindakan yang dilakukan dalam 2 siklus.
24

Gambar 1. Tahapan pelaksanaan dalam 3 siklus


Rancangan Penelitian Tindakan Kelas (PTK)
a. Rencana Prosedur Penelitian Siklus I
1) Perencanaan
 Menyusun RPP pada KD menggunakan konsep operasi aljabar untuk
menyelesaikan masalah nyata dengan menggunakan tabel dan grafik.
 Menyiapkan instrumen untuk guru dan siswa
 Menyiapkan instrumen Pemahaman Konsep berupa tes formatif
 Menyiapkan sumber belajar
 Mengembangkan skenario pembelajaran dengan model pembelajaran Guided
Discovery.

2) Tindakan
 Guru menyiapkan salam kemudian menyiapkan/mengkondisikan siswa
belajar.
 Guru memberikan motivasi dan menyampaikan tujuan pembelajaran.
 Guru menetapkan topik yang akan dipelajari oleh siswa
25

 Guru memilih metode yang sesuai dengan kegiatan penemuan


 Guru menetepakan lembar pengamatan data yang akan digunakan siswa
 Guru menyiapkan alat dan bahan secara lengkap
 Guru menentukan apakah siswa akan bekerja secara individu atau kelompok
 Guru melakukan terlebih dahulu kegiatan yang akan dilakukan oleh siswa
untuk melihat apa yang dilibatkan, mengetahui kesulitan yang mungkin
timbul dan memodifikasinya bila perlu kesesuaian dengan kelas.
3) Pengamatan
Observasi (kolaborasi) mengamati kegiatan guru pada saat pembelajaran dan
mengamati siswa dengan instrumen yang pengamatan untuk guru dan siswa.
Guru mengevaluasi hasil observasi.
Mengevaluasi hasi tes siswa pada tiap akhir siklus.
Guru mengevaluasi hasil wawancara terhadap siswa yang dilakukan oleh
kolaborator / oleh guru sendiri.
Guru mengevaluasi hasil tes siswa pada akhir siklus.

4) Refleksi
Guru memberikan refleksi dengan cara menunjuk siswa secara acak untuk
mengkomunikasikan pengalamannya selama diskusi kelompok dan selama
menyelesaikan soal tes secara individual.
Guru memandu siswa membuat rangkuman.

b. Rencana Prosedur Penelitian Siklus II


1) Perencanaan
 Menyusun RPP pada KD menggunakan konsep perbandingan untuk
menyelesaikan masalah nyata dengan menggunakan tabel dan grafik.
 Menyiapkan instrumen untuk guru dan siswa
 Menyiapkan instrumen Pemahaman Konsep berupa tes formatif
 Menyiapkan sumber belajar
 Mengembangkan skenario pembelajaran dengan model pembelajaran Guided
Discovery.

2) Tindakan
26

 Guru menyiapkan salam kemudian menyiapkan/mengkondisikan siswa


belajar.
 Guru memberikan motivasi dan menyampaikan tujuan pembelajaran.
 Guru menetapkan topik yang akan dipelajari oleh siswa
 Guru memilih metode yang sesuai dengan kegiatan penemuan
 Guru menetepakan lembar pengamatan data yang akan digunakan siswa
 Guru menyiapkan alat dan bahan secara lengkap
 Guru menentukan apakah siswa akan bekerja secara individu atau kelompok
 Guru melakukan terlebih dahulu kegiatan yang akan dilakukan oleh siswa
untuk melihat apa yang dilibatkan, mengetahui kesulitan yang mungkin
timbul dan memodifikasinya bila perlu kesesuaian dengan kelas.

3) Pengamatan
Observasi (kolaborasi) mengamati kegiatan guru pada saat pembelajaran dan
mengamati siswa dengan instrumen yang pengamatan untuk guru dan siswa.
Guru mengevaluasi hasil observasi.
Mengevaluasi hasi tes siswa pada tiap akhir siklus.
Guru mengevaluasi hasil wawancara terhadap siswa yang dilakukan oleh
kolaborator / oleh guru sendiri.
Guru mengevaluasi hasil tes siswa pada akhir siklus.

4) Refleksi
Guru memberikan refleksi dengan cara menunjuk siswa secara acak untuk
mengkomunikasikan pengalamannya selama diskusi kelompok dan selama
menyelesaikan soal tes secara individual.
Guru memandu siswa membuat rangkuman.

c. Rencana Prosedur Penelitian Siklus III


1) Perencanaan
 Menyusun RPP pada KD menggunakan konsep perbandingan untuk
menyelesaikan masalah nyata dengan menggunakan tabel dan grafik.
 Menyiapkan instrumen untuk guru dan siswa
 Menyiapkan instrumen Pemahaman Konsep berupa tes formatif
27

 Menyiapkan sumber belajar berupa materi diskusi, kartu pertanyaan, kartu


jawaban dan lembar kerja siswa
 Mengembangkan skenario pembelajaran dengan model pembelajaran Guided
Discovery.

2) Tindakan
 Guru menyiapkan salam kemudian menyiapkan/mengkondisikan siswa
belajar.
 Guru memberikan motivasi dan menyampaikan tujuan pembelajaran.
 Guru menetapkan topik yang akan dipelajari oleh siswa
 Guru memilih metode yang sesuai dengan kegiatan penemuan
 Guru menetepakan lembar pengamatan data yang akan digunakan siswa
 Guru menyiapkan alat dan bahan secara lengkap
 Guru menentukan apakah siswa akan bekerja secara individu atau kelompok
 Guru melakukan terlebih dahulu kegiatan yang akan dilakukan oleh siswa
untuk melihat apa yang dilibatkan, mengetahui kesulitan yang mungkin
timbul dan memodifikasinya bila perlu kesesuaian dengan kelas.

3) Pengamatan
Observasi (kolaborasi) mengamati kegiatan guru pada saat pembelajaran dan
mengamati siswa dengan instrumen yang pengamatan untuk guru dan siswa.
Guru mengevaluasi hasil observasi.
Mengevaluasi hasi tes siswa pada tiap akhir siklus.
Guru mengevaluasi hasil wawancara terhadap siswa yang dilakukan oleh
kolaborator / oleh guru sendiri.
Guru mengevaluasi hasil tes siswa pada akhir siklus.

4) Refleksi
Guru memberikan refleksi dengan cara menunjuk siswa secara acak untuk
mengkomunikasikan pengalamannya selama diskusi kelompok dan selama
menyelesaikan soal tes secara individual.
Guru memandu siswa membuat rangkuman.
Kesimpulan hasil refleksi di atas menjadi bahan pertimbangan untuk
menentukan langkah selanjutnya. Kriteria ketuntasan minimal (KKM) menjadi
28

bahan acuan keberhasilan pembelajaran. Dari hasil pengamatan terhadap kegiatan


guru dan siswa oleh kolaborator, serta wawancara terhadap beberapa siswa
disimpulkan hasil tindakan pada siklus 3. Pada tahap refleksi, dilakukan analisa dan
diskusi terhadap data hasil observasi oleh peneliti dan kolaborator.

d. Indikator kinerja yang berkaitan dengan peningkatan keaktifan siswa dalam


pembelajaran matematika yaitu :
1) Keaktifan siswa bekerjasama dengan anggotanya ≥ 60%
2) Keberanian siswa menjawab pertanyaan guru / mengerjakan soal kedepan
kelas meningkat 20%
3) Siswa mengajukan ide atau tanggapan pada guru meningkat ≥ 10%

e. Indikator kinerja yang berkaitan dengan peningkatan Pemahaman Konsep


matematika siswa minimal 85% siswa telah memperoleh nilai minimal 75 (sesuai
KKM).

f. Alat Pengambilan Data


1) Alat yang digunakan untuk mengumpulkan data mengenai Pemahaman
Konsep siswa pada kondisi awal dengan buku daftar nilai.
2) Alat yang digunakan untuk mengumpulkan data mengenai keaktifan siswa
pada kondisi awal dengan buku catatan harian guru.
3) Alat yang digunakan untuk mengumpulkan data mengenai Pemahaman
Konsep siswa pada siklus I dengan butir soal.
4) Alat yang digunakan untuk mengumpulkan data mengenai Pemahaman
Konsep siswa pada siklus I dengan lembar observasi.
5) Alat yang digunakan untuk mengumpulkan data mengenai Pemahaman
Konsep siswa pada siklus II dengan butir soal.
6) Alat yang digunakan untuk mengumpulkan data mengenai Pemahaman
Konsep siswa pada siklus II dengan lembar observasi.
7) Alat yang digunakan untuk mengumpulkan data mengenai Pemahaman
Konsep siswa pada siklus III dengan butir soal.
8) Alat yang digunakan untuk mengumpulkan data mengenai Pemahaman
Konsep siswa pada siklus III dengan lembar observasi.
29

K. Instrumen Penelitian
Untuk meperoleh data yang dibutuhkan maka diperlukan instrumen penelitian.
Instrumen yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah instrumen tes dan non tes.
Instrumen tes yang digunakan adalah tipe uraian untuk mengkaji kemampuan
pemahaman konsep matematika siswa. Sedangkan instrumen non tes yang digunakan
adalah lembar observasi untuk keaktifan belajar siswa.

L. Analisis Data
1. Analisis Pemahaman Konsep matematika
Menurut Thoha (Arikunto, 2006: 61) untuk menghitung nilai rata-rata kelas pada
tes Pemahaman Konsep dapat digunakan rumus sebagai berikut :

Keterangan :
X = Besarnya rata-rata yang dicari
Σx = Jumlah peserta tes
N = Jumlah nilai

Untuk menghitung prosentase ketuntasan Pemahaman Konsep siswa maka


diperlukan rumus sebagai berikut;

Hasil penelitian yang telah diperoleh tersebut diklasifikasikan kedalam bentuk


penyekoran nilai peserta didik dengan menggunakan kriteria keberhasilan menurut
purwanto (Arikunto, 2006: 62) sebagai berikut:
90% - 100% = Sangat Baik
80% - 89% = Baik
65% - 79% = Cukup
55% - 64% = Kurang
0 – 55% = Sangat Kurang atau Gagal

2. Analisis Penalaran matematika


30

Untuk analisis data tes menggunakan rumus penilaian sebagai berikut:

𝑅
𝑁𝑃 = 𝑋 100%
𝑆𝑀
Keterangan:

𝑁𝑃 = nilai persen yang dicari atau di harapkan

𝑅 = skor mentah yang diperoleh siswa

𝑆𝑀 = skor maksimum ideal dari tes yang bersangkutan

100% = bilangan persen tetap (Ngalim Purwanto hal 102 2008)


Interpretasi Tingkat Kemampuan Penalaran Matematika1

No Presentase Kriteria
1. 86% - 100% Sangat baik
2. 76% - 85% Baik
3. 66% -75% Cukup baik
4. 56% - 65% Agak baik
5. 46% - 55% Kurang baik
6. 36% - 45% Agak kurang baik
7. 26% - 35% Sangat kurang baik
8. 16% - 25% Hampir tidak baik
9. 01% - 15% Tidak baik
(Abdul Wahid hal 47 2010)
M. Prosedur Penelitian
Sebelum melakukan tindakan kelas, diadakan refleksi awal dengan cara mengobservasi
hasil ulangan harian siswa kelas VIII SMP Negri 5 Sumedang tahun pelajaran
2017/2018, materi pelajaran operasi aljabar. Adapun rancangan penelitian pada kegiatan
ini digambarkan sebagai berikut :

Gambar 2. Tahapan Pelaksanaan dalam 3 siklus

Abdul wahid
31

Tahap Perencanaan meliputi :


a. Refleksi Awal
Refleksi awal dimulai dari studi pendahuluan untuk menentukan subjek
penelitian membuat tes awal untuk memperoleh gambaran pengetahuan yang telah
dimiliki oleh siswa.
b. Rumusan Penelitian
Kegiatan yang dilakukan adalah menentukan tujuan pembelajaran, menyusun
kegiatan pembelajaran yang mengarah pada pemahaman bentuk perbandingan,
menyiapkan lembar observasi yang akan digunakan oleh pengamat.
c. Tahapan Pelaksanaan
Tindakan pelaksanaan yang dimaksudkan adalah melaksanakan pembelajaran.
kegiatan pembelajaran untuk membantu siswa dalam meningkatkan kemampuan
pemahaman Konsep dan Penalaran Matematis pada kelas VIII, dan direncanakan
dalam 3 kali pertemuan.
d. Tahap Observasi
Kegiatan observasi yang dimaksudkan adalah kegiatan mengamati aktivitas
siswa antara lain bertanya, mengerjakan LKS dengan soal-soal untuk melatih
berpikir kreatif, dan tugas-tugas yang diberikan oleh guru, serta diamati tentang
motivasi peserta didik pada saat pembelajaran berlangsung. Sedangkan aktivitas
guru yang perlu diamati antara lain berupa merespon pertanyaan siswa,
membimbing siswa yang mengalami kesulitan. Kegiatan ini dilakukan selama
pembelajaran berlangsung materi bentuk perbandingan yang dilaksanakan secara
klasikal dan berfokus pada subjek penelitian. Kegiatan ini dilakukan oleh guru
sendiri atau oleh guru yang mengajar di dengan menggunakan lembar observasi
yang disiapkan oleh peneliti.
e. Tahap Refleksi
Pada tahap refleksi kegiatan peneliti adalah menganalisis, memahami,
menjelaskan dan menyimpulkan hasil dari pengamatan. Peneliti bersama pengamat
menganalisis dan merenungkan hasil tindakan pada siklus tindakan sebagai bahan
pertimbangan apakah pemberian tindakan yang dilakukan perlu diulangi atau tidak.
Jika perlu diulangi, maka peneliti menyusun kembali rencana untuk siklus
berikutnya. Demikian seterusnya hingga siswa memperoleh skor minimal 75.
32

N. Jadwal Penelitian
Tabel 2
Jadwal Penelitian
Waktu (bulan)
No Kegiatan
9 10 11 12
1 Tulisan dan pengajuan proposal √
2 Persiapan penelitian √
a. Pembuatan RP dan skenario
b. Penyiapan instrument
3 Pelaksaanan √
a. Siklus I
b. Siklus II
c. Siklus III
4 Penyusunan Laporan √
5 Pengiriman Laporan √
33

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. (2006). Metode penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.

Fisher, Dahlia. (2013). Penggunaan Model Core melalui Pendekatan Keterampilan Metagonotif
dalam Peningkatan Kemampuan Penalaran Matematik dan Mengembangkan Karakter
Siswa SMP. Tesis Unpas Bandung : Tidak diterbitkan
Howe, A.C. & Jones, L. (1993). Engaging Children in Science. New York: Macmilan Publishing
Company.
Imanti, R. (2010). Pengaruh Pembelajaran Matematika Model Group Investigation (GI) terhadap
Kemampuan Penalaran Siswa SMA. Skripsi FKIP UNPAS. Bandung: tidak diterbitkan
Kemendikbud. (2014). Buku Guru Matematika Edisi Revisi 2014. Jakarta: DEPDIKNAS.

Khiyarunnisa', A. (2015). Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Multiple Intelegences (MI)


untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Konsep Matematis Siswa SMP. Skripsi
UPI Bandung : tidak diterbitkan.

Kilpatrick, J. Dan Findell. (2001). Adding It UpHelping Children Learn Mathematics. Washington
DC: National Academy Press.

Mustika, I. (2010). Pembelajaran Matematika melalui Brain Based Learning untuk Meningkatkan
Kemampuan Conceptual Understanding dan Procedural Fluency. Skripsi sarjana UPI
Bandung. Bandung: Tidak Diterbitkan.

Purwanto, Ngalim (2008). Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran. Jakarta: PT Remaja
Rosdakarya.

Rahmi, H. (2014). Penerapan Model Quantum Teaching dalam menurunkan Tingkat Kecemasan
Matematika dan meningkatkan Kemampuan berpikir kritis Matematis ditinjau dari Gaya
Belajar Siswa d MTs. Tesis Fps Upi. Bandung: Tidak diterbitkan.

Rakman. (2010). Pembelajaran Matematika dengan Menggunakan Pendekatan Metakognitif untuk


Mencapai Kemampuan Pemahaman Konsep dan Penalaran Matematika Siswa SMA.
Skripsi sarjana UPI Bandung. Bandung: Tidak Diterbitkan.

Ruseffendi, E.T. (2005). Dasar-Dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non-Eksakta Lainnya.
Bandung: Tarsito.

Sukmana, B. P. (2009). Pembelajaran Guided Discovery (Penemuan Terbimbing). (online).


Tersedia :nhttps://prasetyabudidukmana.com/2009/07/22/model-pembelajaran-guided-
discovery-penemuan-terbimbing/.diakses 5 agustus 2017.

Suriasumantri, J. S 1999. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Sinar Harapan
Thontowi, A. 1993. Psikologi Pendidikan. Bandung: Angkasa.
34

Wahid,Abdul. (2010). Analisis Kemampuan Penalaran Matematika Siswa Kelas II pada Pokok
Bahasan Bangun Datar di MTs. PSM Mirigambar Sumbergempol. Tulungagung: Skripsi
tidak diterbitkan.

Widayanti, N. S (2010). Peningkatan Kemampuan Penalaran Matematis Siswa Kelas VIII SMP
Negeri 3 Banguntapan dalam Pembelajaran Matematika Melalui Pendekatan
Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMR). Di unduh
http://eprints.uny.ac.id/2273/1/SKRIPSI_WIDAYANTI__NURMA_SA'ADAH.pdf
(tanggal 18 Agustus 2016)
Yulia, Winda. (2012). Implementasi Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Investigasi
dalam Meningkatkan Kemampuan Penalaran Matematis Siswa SMP. Skripsi UPI
Bandung: Tidak diterbitkan

Anda mungkin juga menyukai