Anda di halaman 1dari 56

1

PROPOSAL
ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN GANGGUAN SISTEM
PERSARAFAN PADA KASUS CEDRA KEPALA

DISUSUN OLEH :

MUHAMMAD SAEFUL
017 SYE 15

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN JENJANG D3

2018
2

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Secara global insiden cedera kepala meningkat dengan tajam karena

adanya peningkatanpenggunaan kendaraan bermotor. Menurut WHO pada

tahun 2020 kecelakaan lalu lintas akan menjadi penyebab penyakit trauma

ketiga terbanyak di dunia. Data insiden cedera kepala di Eropa pada tahun

2010 adalah 500 per 100.000 populasi.Insiden cedera kepala di Inggris pada

tahun 2005 adalah 400 per 100.000 pasien per tahun (Irawan, 2015).

Cedera kepala adalah penyebab yang paling bermakna meningkatkan

morbiditas dan mortalitas. Diperkirakan 1,4 juta cedera kepala terjadi setiap

tahunnya dengan lebih dari 1,1 juta orang. (World Health Organization,

2015).

Di negara berkembang seperti Indonesia, perkembangan ekonomi dan

industri memberikan dampak frekuensi cedera kepala yang cenderung

semakin meningkat dan merupakan salah satu kasus yang paling sering

ditemukan (Miranda,2015). Pada provinsi Jawa Tengah menunjukkan kasus

cedera kepala sebesar 7,7% yang disebabkan oleh kecelakaan sepeda motor

adalah 40,1%. Cedera kepala mayoritas sering terjadi oleh kelompok umur

dewasa yaitu sebesar 38,8% dan lanjut usia (lansia) sebesar 13,3% dan anak-

anak sebesar 11,3% (Depkes, 2016).

Masalah kecelakaan termasuk masalah serius yang dapat dimasukkan

kedalam sektor kesehatan karena menimbulkan efek terhadap kesehatan

masyarakat, seperti terjadinya frakur, cedera bahkan kematian,Cedera kepala


3

merupakan cedera mekanik yang secara langsung atau tidak langsung

mengenai kepala yang mengakibatkan luka di kulit kepala, fraktur tulang

tengkorak, robekan selaput otak, dan kerusakan jaringan otak itu sendiri

serta mengakibatkan gangguan neurologis (Miranda, 2015).

Pasien yang mengalami cedera kepala akan mengalami pembekakan

otak atau terjadi perdarahan di tengkorak, tekanan intrakranial akan meningkat

dan tekanan perfusi otak akan menurun. Saat keadaan semakin menurun atau

kritis makadenyut nadi akan menurun (bradikardia) dan bahkan frekuensi

respirasi bekurang. Tekanan darah dalam otak terus meningkat hingga titik

kritis tertentu dimana cedera kepala memburuk dan semua tanda-tanda vital

terganggu dan berakhir pada kematian (Widyawati, 2016).

Adanya kebijakan pemerintah sebagai pedoman bagi daerah dalam

mengembangkan keputusan menteri kesehatan Republik Indonesia nomor

856/menkes/SK/IX/2014 telah menetapkan salah satu prinsip umumnya

tentang penanganan pasien yang harus ditangani paling lama 5 (lima) menit

setelah sampai di rumah sakit. Seiring dengan adanya kebijakan tersebut

bahwa rumah sakit harus menerapkan prinsip waktu tanggap sesuai standar

yang telah ditetapkan yaitu 5 menit karena waktu tanggap memegang peranan

penting untuk kelangsungan hidup pasien.Dengan kecepatan waktu tanggap

perawat dirumah sakit selain mengurangi komplikasi pada pasien bahkan

kematian, waktu tanggap juga sangat menentukan kepuasan pasien dan dapat

meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit (Kepmenkes, 2014).

Penanganan yang dilakukan oleh perawat di rumah sakit merupakan

tindakan yang bertujuan untuk menyelamatkan jiwa penderita secara cepat,


4

tepat dan benar.Pertolongan pertama yang dilakukan saat terjadi cedera kepala

adalah menjaga jalan napas pasien, mengontrol pendarahan dan mencegah

syok, imobilisasi pasien, mencegah terjadinya komplikasi dan cedera

sekunder. Setiap keadaan yang tidak normal dan membahayakan harus segera

diberikan tindakan resusitasi pada saat itu juga (Wahjoepramono, 2016).

Waktu tanggap pelayanan pada pasien cedera kepala dapat

diklasifikasikan atau dikategorikan berdasarkan tingkat kegawatan menjadi

tiga, yaitu:

1).Kategori Berat (immediate), yaitu pasien yang memerlukan resusitsi segera

seperti pasien dengan epidural atau sub dural hematoma, CKB, pasien dengan

tanda-tanda syok dan apabila tidak dilakukan pertolongan segera akan menjadi

lebih buruk dan bisa berakibat fatal.

2).Kategori Sedang (delayed), yaitu pasien cedera kepala dengan rasa pusing

dan luka robek pada kepala, bahkan jika diikuti dengan muntah harus

observasi dengan ketat.

3).Kategori Ringan (minimal), yaitu keadaan pasien cedera kepala dengan rasa

pusing ringan, luka lecet atau luka superficial. Waktu yang dibutuhkan untuk

menangani pasien cedera kepala kategori berat rata-rata 98,33 menit, kategori

sedang rata-rata 79,08 menit dan kategori ringan rata-rata 44,67 menit.

Perbedaan ini didasarkan pada lamanya tindakan pelayanan yang dilakukan

misalnya menjahit atau heacting atau tindakan intubasi (Haryatun, 2016).

Penelitian yang dilakukan oleh Maatilu (2016) tentang faktor-faktor

yang berhubungan dengan respon time pada penanganan pasien gawat darurat

di RSUD Provensi NTB bahwa hasil penelitian didapatkan respon time


5

perawat dalam penanganan kasus gawat darurat dengan rata-rata lambat (>5

menit). Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Noor Y.A (2015) tentang

faktor-faktor yang mempengaruhi respon time pada penanganan pasien cedar

kepala, bahwa hasil penelitiannya didapatkan waktu tanggap 7.45 menit

disebabkan karena kurangnya tenaga medis dalam penanganan sehingga

menyebabkan waktu tanggap lebih lama.

Berdasarkan beberapa hasil penelitian diatas menunjukkan adanya

keterlambatan waktu tanggap perawat. Mekanisme respon time jika pasien

tidak ditangani dengan segera atau lambat maka menyebabkan terjadinya

komplikasi kecacatan bahkan kematian dan akan berdampak positif jika

dilakukan dengan cepat yaitu dapat mengurangi beban pembiayaan tanpa

adanya kerusakan pada organ tubuh, berkurangnya angka mortalitas,

morbiditas dan dapat meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit (Kepmenkes,

2014).

Hasil dari studi pendahuluan pada tanggal 18 Desember 2017 di RSUD

Provinsi NTB, dengan jumlah pasien cedera kepala pada tahun 2015 sebanyak

413 kasus.Pada tahun 2016 angka kejadian pasien cedera kepala meningkat

sebanyak 498 kasus. Pada tahun 2017 dari tanggal 01 Januari sampai 15

Desember 2017 sudah terjadi sekitar 117 kasus cedera kepala yang sudah di

tangani (Data Rekam Medik RSUD NTB, 2017).

Berdasarkan uraian latar belakang atau permasalahan yang telah

dijelaskan di atas, maka peneliti tertarik untuk mencapai penulisan “Asuhan

Keperawatan Dengan Gangguan Sistem Persarafan Pada Kasus Cedera Kepala

di RSUD NTB?”
6

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan masalah diatas maka penulis tertarik menyusun Proposal

Karya Tulis Ilmiah dengan judul “Bagaimana Melakukan Asuhan

Keperawatan Dengan Gangguan Sistem Persarafan Pada Kasus Cedera Kepala

di RSUD NTB?”

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Penulis mampu memahami dan melaksanakan asuhan

keperawatan melalui pendekatan metode proses perawatan pengkajian,

perencanaan, pelaksanaan, evaluasi pada kasus cedera kepala di RSUD

NTB.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Penulis mampu melakukan pengkajian pada Kasus Cedera Kepala

di RSUD NTB?”

2. Penulis mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada Kasus

Cedera Kepala di RSUD NTB?”

3. Penulis mampu menyusun rencana tindakan keperawatan pada

Kasus Cedera Kepala di RSUD NTB?”

4. Penulis mampu melaksanakan tindakan keperawatan pada Kasus

Cedera Kepala di RSUD NTB?”

5. Penulis mampu melakukan evaluasi pada Kasus di RSUD NTB?”

6. Penulis mampu melakukan dokumentasi keperawatan pada Kasus

di RSUD NTB?”
7

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penulisan Proposal Karya Tulis Ilmiah adalah:

1.4.1 Bagi Rumah Sakit

Dapat memberikan masukan kepada rumah sakit-rumah sakit yang

ada,didalam meningkatkan mutu pelayanan dalam hal memberikan

pelayanan kepada pasien penderita Cedera Kepala.

1.4.2 Bagi pasien dan Keluarga

Dapat meningkatkan derajat kesehatan penderita melalui

proses keperawatan yang dilaksankan dan dijadikan bahan

pertimbangan bagi masyarakat dalam upaya meningkatkan perilaku

hidup sehat yang bertanggung jawab bagi masyarakat dengan

tujuan untuk mengetahui masalah kesehatan melalui informasi

yang didapat dari studi kasus.

1.4.3 Bagi Institusi Pendidikan

Dapat memberikan masukan tentang pentingnya perawatan

pada keluarga yang salah satu anggota keluarganya mengalami

cedera kepalasehingga dapat digunakan sebagai acuan bagi peneliti

selanjutnya serta dalam rangka meningkatkan dan mengembangkan

ilmu keperawatan.

1.4.4 Bagi Penulis

Dapat memberikan manfaat melalui pengalaman nyata bagi

penulis dalam menambah wawasan ilmu pengetahuan pada penulis

untuk mengaplikasikan ilmu yang diperoleh selama pendidikan dan

pendidikan khusus pada kasus cedera kepala.


8

1.5 Metode Pengambilan Data

1.5.1 Wawancara

Satu cara mendapatkan data dengan cara menanyakan langsung

kepada pasien atau pada keluarga atau dari siapa pun yang dapat

memberikaan informasi tentang pasien.

1.5.2 Observasi

Melakukan pengumpulan data dengan melakukan pengamatan

langsung pada pasien tentang keadaan tanda-tanda perubahan yang

terjadi pada pasien.

1.5.3 Studi Kepustakaan

Penulis menyalin dan mengutip dari literatur atau buku yang

berhubungan dengan asuhan keperawatan keluarga dengan salah satu

anggota keluarga mengalami cedera kepala sebagai dasar teoritis

terhadap masalah terhadap masalah yang ditemukan.

1.5.4 Dokumentasi

Mempelajari dokumen keperawatan atau dokumen medik serta

catatan lainya yang ada kaitanya tentang perkembangan kesehatan

pasien.

1.6 Sistematika Penulisan

Untuk memberikan gambaran pada pembaca mengenai keseluruhan isi

maka penulis menyusun Proposal Karya Tulis Ilmiah ini dengan sistematika

penulisan sebagai berikut :


9

Bab 1 : Pendahuluan

Terdiri dari latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan,

manfaat, penulisan, metode pengumpulan data dan sistematika

penulisan.

Bab 2 : Tinjauan Pustaka

a. Terdiri dari Konsep dasar Teori yang berisi tentang, Definisi,

Anantoni dan fisiologi, Etiologi, klasifikasi, tanda dan gejala,

Patofisiologi, pathway/WOC, pemeriksaan diagnostik,

Komplikasi, penatalaksanaan.

b. Konsep dasar Asuhan Keperawatan : pengkajian Diagnosa

Keperawatan, intervensi keperawatan,

Implmentasikeperawatan,Evaluasikeperawatan, dan

Dokumentasi.

Daftar Pustaka

Lampiran
10

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Medis

2.1.1 Definisi

Cedera kepala meliputi trauma kulit kepala, tengkorak, dan

otak, secara anatomis, otak dilindungi dari cedera oleh rambut, kulit

kepala, tulang, dan tentorium. (helm) yang membungkusnya. Tanpa

perlindungan ini otak akan mudah sekali terkena cedera dan

mengalami kerusakan.(Hidayat,2016)

Cedera kepala yaituadanya deformasi berupa penyimpangan

bentuk atau penyimpangan garis pada tulang tengkorak, percepatan

dan perlambatan yang merupakan perubahan bentuk dipengaruhi oleh

perubahan peningkatan pada percepatan factor dan penurunan

kecepatan, serta notasi pergerakan pada kepala dirasakan juga oleh

otak sebagai akibat perputaran pada tindakan pencegahan

(Asikin,2017)

Cedera kepala adalah trauma yang mengenai otak disebabkan

oleh kekuatan eksternal yang menimbulkan perubahan tingkat

kesadaran dan perubahan kemampuan kognitif, fungsi fisik, fungsi

tingkah laku dan emosional (Widaydo,2016)


11

2.1.2 Etiologi

Mekanisme cedera kepala meliputi cedera akselerasi,

deseralisasi, akselerasi-deseralisasi, coup-countre coup, dan cedera

rotasional. (Nic-Noc, 2013)

1. Cedera akselerasi

Terjadi jika obyek bergerak menghamtam kepala yang

tidak bergerak (misalnya, alat pemukul menghantam kepala atau

peluru yang ditembakkan kekepala)

2. Cedera deseralisasi

Terjadi jika kepala yang bergerak membentur obyek diam,

seperti pada kasus jatuh atau tabrakan mobil ketika kepala

membentur kaca depan mobil.

3. Cedera akselerasi-deseralisasi

Sering terjadi dalam kasus kecelakaan kendaraan bermotor

dan episode kekerasan fisik.

4. Cedera coup-countre coup

Terjadi jika kepala terbentur yang menyebabkan otak

bergerak dalam ruang cranial dan dengan kuat mengenai area

tulang tengkorak yang berlawanan serta area kepala yang pertama

kali terbentur.Sebagai contoh pasien dipukul dibagian belakang

kepala.
12

5. Cedera rotasional

Terjadi jika pukulan atau benturan menyebabkan otak

berputar dalam rongga tengkorak, yang mengakibatkan peregangan

atau robeknya neuron dalam substansia alba serta robeknya

pembuluh darah yang memfiksasi otak dengan bagian dalam

rongga tengkorak.(Nic-Noc, 2013)

2.1.3 Manifestasi Klinis

Manifestasi klinik dari cedera kepala tergantung dari berat

ringannya cedera kepala.

1. Perubahan kesadaran adalah merupakan indicator yang paling

sensitive yang dapat dilihat dengan penggunaan GCS (Glasgow

coma scale). Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran pasien dengan

cedera kepala biasanya berkisar pada tingkat letargi, stupor,

semikomatosa, sampai koma. (Muttaqin, 2016)

2. Nyeri kepala karena regangan dura dan pembuluh darah, papil

edema yang disebabkan oleh tekanan dan pembengkakan diskus

optikus ; muntah seringkali proyektil. (Muttaqin, 2016)

3. Kehilangan sensori karena cederakepala dapat berupa kerusakan

sentuhan ringan atau mungkin lebih berat lagi dengan kehilangan

propriosepsi (kemampuan untuk merasakan posisi dan gerakan

bagian tubuh) serta kesulitan dalam menginterpresentasikan stimuli

visual, taktil, dan auditoris. (Muttaqin, 2016)


13

4. Kerusakan mobilitas fisik akibat kerusakan pada area motorik otak.

Tonus otot didapatkan menurun sampai hilang, keseimbangan dan

koordinasi didapatkan mengalami gangguan. (Muttaqin, 2016)

5. Dapat terjadi ketidakmampuan untuk menginterpresentasikan

sensasi.

6. Pada pasien cedera kepala biasanya status mental mengalami

perubahan dan fungsi intelektual pada beberapa keadaan

didapatkan penurunan dalam ingatan dan memori baik jangka

pendek maupun jangka panjang. (Muttaqin, 2016)

7. Reflek menelan dari batang otak mungkin hiperaktif atau menurun,

nafsu makan menurun atau hilang sama sekali, mual sampai

muntah dihubungkan dengan peningkatan produksi asam lambung

sehingga menimbulkan masalah pemenuhan nutrisi. (Muttaqin,

2016)

8. Kerusakan komunikasi karena mengalami trauma yang mengenai

hemisfer serebral menunjukkan disfasia, kehilangan kemampuan

untuk menggunakan bahasa. (Muttaqin, 2016)

9. Mekanisme berulang dari dampak cedera kepala dan peningkatan

TIK (Tekanan Intra Kranial) dengan perubahan dari sistem

pernafasan.

10. Sistem kardiovaskuler :

a. Trauma kepala perubahan fungsi jantung : kontraksi, edema

paru, tekanan vaskuler


14

b. Perubahan saraf otonom pada fungsi ventrikel : disaritmia,

fibrilasi, bradikardi.

11. Sistem metabolisme

Sistem metabolisme pada cedera kepala cenderung terjadi

retensi Na, air dan hilangnya sejumlah nitrogen.

12. Adanya memar otak

Adanya memar otak, dan akibat perdarahan atau pembekakan

otak sebagai respon terhadap cedera dan menyebabkan

peningkatan tekanan intracranial. (Muttaqin, 2016)

2.1.4 Klasifikasi Cedera Kepala

Berdasarkan patologi :

1. Cedera kepala primer

Merupakan akibat cedera kepala awal. Cedera awal

mengakibatkan gangguan integritas fisik, kimia, dan listrik dari sel

diarea tersebut, yang menyebabkan kematian sel. (Nic-Noc, 20013)

2. Cedera kepala sekunder

Cedera ini merupakan cedera yang menyebabkan kerusakan

otak lebih lanjut yang terjadi setelah trauma sehingga

meningkatkan TIK (Tekanan Intra Kranial) yang tak terkendali,

meliputi respon fisiologis cedera otak, termasuk edema serebral,

perubahan biokimia, dan perubahan hemodinamik serebral,

iskemia serebral, hipotensi sistemik, dan infeksi local atau

sistemik. (Nic-Noc, 2013)


15

Menurut jenis cedera :

1. Cedera kepala terbuka dapat menyebabkan fraktur tulang

tengkorak dan laserasi duramater. Trauma yang menembus

tengkorak dan jaringan otak. (Nic-Noc, 2013)

2. Cedera kepala tertutup : dapat disamakan pada pasien dengan

gegar otak ringan dengan cedera serebral yang luas. (Nic-Noc,

2013)

Pada beberapa literature terakhir dapat disimpulkan bahwa

cedera kepala atau cedera otak merupakan suatu gangguan

traumatic dari fungsi otak yang disertai atau tanpa disertai

perdarahan dalam substansi otak tanpa diikuti terputusnya

kontinuitas otak. (Muttaqin, 2016)

a. Intracerebral hematoma (ICH)

Adalah perdarahan yang terjadi pada bagian otak

biasanya akibat sobekan pembuluh darah yang ada dalam

jaringan otak.

b. Berdasarkan GCS, cederan kepala atau cederab otak dapat

dibagi menjadi tiga gradasi, yaitu :

1) Cedera kepala ringan : Skala Koma Glasgow (Glasgow

Coma Scale, GCS) 13-15

2) Cedera kepala sedang : skala koma Glasgow (Glasgow

coma scale, GCS) 9-12

3) Cedera kepala berat : skala koma Glasgow (Glasgow coma

scale, GCS) 3-8


16

c. Subdural hematoma (SDH)

Adalah terkumpulnya darah antara duramater dan

jaringan otak dapat terjadi akut dan kronis. Pengertian lain dari

subdural hematoma adalah hematoma yang terletak dibawah

lapisan duramater dengan sumber perdarahan dapat berasal dari

Bridging Vein (paling sering). Berdasarkan waktu terjadinya

perdarahan maka subdural hematoma dibagi menjadi tiga yaitu:

1) Subdural hematoma akut (< dari 3 hari dari kejadian)

2) Subdural hematoma subakut (3 hari sampai 3 minggu)

3) Subdural hematoma kronis (> dari 3 minggu)

d. Epidural hematoma (EDH)

Adalah hematoma yang terletak antara duramater dan

tulang, biasanya sumber perdarahannya yaitu sobeknya arteri

meningica media (paling sering), vena Diploica (karena adanya

fraktur kalvaria), vena emmisaria, sinus venosus duralis.

(Muttaqin, 2016)

Tipe trauma kepala : (Muttaqin, 2016) yaitu :

1) Trauma kepala terbuka

Merupakan kerusakan otak yang terjadi bila tulang

tengkorak masuk kedalam jaringan otak dan melukai atau

menyobek duramater menyebabkan kerusakan saraf otak

dan jaringan otak


17

2) Trauma kepala tertutup

Merupakan keadaan trauma kepala tertutup yang

mengakibatkan kondisi komosio (geger otak), epidural

hematoma, subdural hematoma, intracranial hematoma.

2.1.5 Patofisiologi

Cedera memegang peranan yang sangat besar dalam

menentikan berat ringannya konsekuensi patofisiologi dari suatu

trauma kepala,cedera atau trauma bisa terjadi karena benturan atau

goncangan dan sering sekali terjadi pada kasus cedera kepalan adalah

karena jatuh, kecelakaan kendaraan bermotor atau sepeda dan mobil,

kecelakaan pada saat olahraga, atau cedera kekerasan, dari semua

penyebab dari cedera atau trauma kepala diatas, dan apabila salah satu

penyebab diatas yang akan menyebabkan terjadinya cedera kepala

sedang karena benturan pada kepala adanya jejas atau terjadi reaksi

peradangan disekitar kepala, peningkatan suplai darah (peningkatan

volume darah) ke daerah trauma, dan pada area peningkatan

permeabilitas kapiler, serta vasodilatasi arterial, semua menimbulkan

peningkatan isi intracranial, dan akhirnya peningkatan tekanan

intracranial (TIK) bisa menyebabkan (nyeri kepala, mual-muntah)

yang nilai normalnya dalam keadaan normal PTIK harus kurang dari

10 mmHg, bila diukur dengan alat pengukur yang dipasang setinggi

foramen Monro dalam posisi berbaring. Beberapa pakar menganggap

nilai normal antara 0-10 mmHg. Meninggikan letak kepala atau berdiri
18

akan menunrunkan PTIK, sedangkan batuk, bersin, atau mengeden

(manuver valsava) akan meningkatkan PTIK. Dan apabila terjadi

mual-muntah asupan nutrisi yang dibutuhkan tubuh kurang atau

(nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh) dan bisa menyebabkan

kelemahan karena produksi energy yang menurun (intoleransi

aktifitas), dan cedera yang mengenai cedera jaringan otak (medulla

oblongata) akan adanya liquor pada saluran pernafasan dan pola nafas

terganggu (bersihan jalan nafas tidak efektif), dan apabila terjadi

gangguan pada autoregulasi akan terjadi penurunan aliran darah ke

otak, O2 dan metabolisme terganggu asam laktat meningkat

(intoleransi aktifitas). Pasien dengan kurang pengetahuan dan

informasi tentang penyakit atau pengobatan dan perawatan karena

sindrom pasca trauma bisa mengalami cemas (Silvia, 2015).


19

2.1.6 Pathway Cedera Kepala

Etiologi :

Kecelakaan kendaraan bermotor atau sepeda dan mobil


Kecelakaan pada saat olahraga
Cedera kekerasan
Benturan
Goncangan

Sindrom pasca trauma


Cedera kepala

Kurang informasi,
pengetahuan dan
pengalaman
Adanya jejas Edema
disekitar kepala Cemas
Cedera jaringan
otak (medulla Gangguan
Reaksi oblongata pola nafas Gangguan
pandangan autoregulasi

Peningkatan Adanya liquor ↓aliran


volume darah pada saluran darah ke
kedaerah pernafasan
otak
trauma

Bersihan jalan O2 menurun


Gangguan nafas tidak
perfusi efektif
jaringan Asam laktat ↑
cerebral

Intoleransi
Peningkatan
aktifitas
TIK (tekanan Mual-muntah
intrakranial Produksi energy
menurun
Asupan nutrisi kurang
Nyeri kepala
Nutrisi kurang dari kelemahan
kebutuhan tubuh

Gambar 2.2 Pathway Cedera Kepala (Silvia, 2015).


20

2.1.7 Komplikasi

1. Koma

Penderita tidak sadar dan tidak memberikan respon disebut

koma. Pada situasi ini, secara khas berlansung hanya beberapa hari

atau minggu, setelah masa ini pendertita akan terbangun,

sedangkan beberapa kasus lainnya memasuki vegetative state atau

mati, penderita pada masa vegetative statesering membuka

matanya dn menggerakkannya, menjerit atau menunjukkan respon

reflek. Walaupun demikian penderita masih tidak sadar dan tidak

menyadari lingkungan sekitarnya.Penderita pada masa vegetative

state lebih dari satu tahun jarang sembuh. (Sumantri, 2014)

2. Penderita yang mengalami cedera kepala akan mengalami

sekurang-kurangnya sekali seizure pada masa minggu pertama

setelah cedera. Meskipun demikian, keadaan ini berkembang

menjadi epilepsy (Sumantri, 2014).

3. Infeksi

Fraktur tengkorak atau luka terbuka dap-at merobekkan

membrane (meningen) sehingga kuman dapat masuk. Infeksi

meningen ini biasanya berbahaya karena keadaan ini memiliki

potensial untuk menyebar ke sistem saraf yang lain (Sumantri,

2014)
21

4. Kerusakan saraf

Cedera pada basis tengkorak dapat menyebabkan kerusakan

pada nervus facialis.Sehingga terjadi paralisis dari otot-otot facialis

atau kerusakan dari saraf untuk pergerakan bola mata yang

menyebabkan terjadinya penglihatan ganda (Sumantri, 2014)

5. Hilangnya kemampuan kognitif

Berfikir, akal sehat, penyelesaian masalah, proses informasi

dan memori merupakan kemampuan kognitif. Banyak penderita

dengan cedera kepala berat mengalami masalah kesadaran.

(Sumantri, 2014)

6. Penyakit Alzheimer dan Parkinson

Pada kasus cedera kepala resiko perkembangan terjadinya

penyakit Alzheimer tinggi dan sedikit terjadi Parkinson. Resiko

akan semakin tinggi tergantung frekuensi dan keparahan cedera.

(Sumantri, 2014)

2.1.8 Pemeriksaan Diagnostic

Pemeriksaan diagnostic yang diperlukan pada pasien dengan

cedera kepala, meliputi hal-hal dibawah ini :

1. CT-scan (dengan tanpa kontras)

CT-scan : dengan tau tanpa kontras mengidentifikasi

adanya hemoragik, menentukan ukuran ventrikuler, pergeseran

jaringan otak.
22

2. MRI (Magnetic Resonanci Imaging)

Digunakan sama dengan CT-scan dengan atau tanpa

kontras radioaktif.

3. Angiografi cerebral

Menunjukkan kelainan sirkulasi serebral, seperti pergeseran

jaringan otak akibat edema, perdarahan, trauma.

4. EEG berkala

Dapat melihat perkembangan gelombang patologis

5. Foto rontgen, mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur)

perubahan struktur garis (perdarahan atau edema), fragmen tulang.

6. PET (plyethilene Therapthalate), mendeteksi perubahan aktifitas

metabolisme otak.

7. Pemeriksaan CFS (Cerebro Fluid Spinal), lumbal fungsi : dapat

dilakukan jika diduga terjadiperdarahan subaraknoid.

8. Kadar elektrolit, untuk mengoreksi keseimbangan elektrolit

sebagai peningkatan tekanan intracranial.

9. Skrining toksikologi, untuk mendeteksi pengaruh obat sehingga

menyebabkan penurunan kesadaran.

10. Analisa gas darah (AGD)

Adalah salah satu ter diagnostik untuk menentukan status

respirasi.Status respirasi yang dapat digambarkan melalui

pemeriksaan AGD ini adalah status oksigenasi dan status asam

basa. (Muttaqin, 2016)


23

2.1.9 Penatalaksanaan

1. Penatalaksanaan medic atau therapy

a. Dexamethason atau kalmethason sebagai pengobatan anti

edema sesuai berat ringannya trauma.

b. Monitol 20 % atau glukosa atau gliserol 10 % untuk

pengobatan anti edema.

c. Antibiotika yang mengandung barrier darah otak penisilin atau

untuk infeksi anaerob diberikan metronidazol.

d. Makanan atau cairan.

Pada trauma ringan bila muntah-muntah tidak dapat diberikan

apa-apa, hanya cairan infuse dexstrosa 5 %, p-ada hari

selanjutnya bila kesadaran rendah maka makanan yang

diberikan melalui nasogastrik tube (2500-3000 TKTP).

Pemberian protein tergantung dari nilai urenitrogennya.

e. Aminofusin (18 jam pertama dari terjadinya kecelakaan)

f. Pemberian oksigen dan glukosa sekalipun pada otak yang

mengalami trauma relative memerluka oksigen dan

glukosayang lebih rendah. (Muttaqin, 2016)

2. Penatalaksanaan keperawatan

a. Mempertahankan fungsi ABC (airways, breathing, circulation)

b. Bedrest total

c. Observasi tanda-tanda vital (GCS dan tingkat kesadaran)


24

d. Perlu dikontrol kemungkinan peningkatan tekanan intracranial

disebabkan oleh edema serebri.

e. Peninggian tempat tidur pada bagian kepala 15˚-45˚

f. Menurunkan tekanan intracranial ini dapat dilakukan dengan

cara menurunkan PaCO2 dengan hiperventilasi yang

menurunkan asidosis intraserebral dan meningkatkan

metabolisme intraserebral. (Muttaqin, 2016)

3. Perawatan post craneostomi

a. Perbaiki dan jaga jalan nafas

b. Baringkan pasien dengan posisi kepala ditinggikan 15˚-30˚

dang anti posisi pasien secara teratur.

c. Terapi dengan cepat jika terjadi peningkatan TIK dan ulangi

CT-scan jika terjadi kemunduran secara klinis

d. Awasi adanya komplikasi-komplikasi sistemik.

e. Observasi GCS atau respon pupil tiap jam.

f. Lakukan suction minimal 1 kali tiap sift dan sesuai kebutuhan.

g. Rawat tali endotracheal pada posisi yang tinggi (diatas telinga)

h. Gerakkan tangan atau betis untuk menekan risiko terjadinya

thrombus pada vena dalam.

i. Beri sedative

j. Diazepam atau midazolam

k. Barbiturate jika tekanan intracranial meninggi atau tampak

adanya tanda-tanda memburuk

l. Awasi terjadinya penurunan tekanan darah


25

m. Beri analgesic sesuai kebutuhan

n. Terapi hipertermi dengan agresif

o. Hilangkan infeksi

p. Lakuka pendinginan secara aktif

q. Profilaksis untuk kejang(Asikin, 2017)

2.2 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

Asuhan keperawatan adalah factor paling penting dalam survival

pasien dan dalam aspek-aspek pemeliharaan, rehabilitative, dan preventif

perawatan kesehatan. Untuk sampai pada hal ini, profesi keperawatan telah

mengidentifikasi proses pemecahan masalah yang menggabungkan elemen

yang paling diinginkan dari seni keperawatan dengan elemen yang paling

relevan dari sistem teori, dengan menggunakan metode ilmiah.

Tahap dalam proses keperawatan adalah :

1. Tahap pengkajian

2. Tahap diagnosis keperawatan

3. Tashap perencanaan

4. Tahap pelaksanaan

5. Tahap evaluasi(Hidayat, 2014)

2.2.1 Pengkajian

Pengkajian keperawatan merupakan langkah pertama dari

proses keperawatan dengan mengumpulkan data-data yang akurat dari

pasien sehingga diketahui berbagai permasalahan yang ada. Untuk

melakukan langkah pertama ini diperlukan pengetahuan dan

kemampuan yang harus dimiliki oleh perawat diantaranya pengetahuan


26

tentang kebutuhan atau sistem biopsikososial dan spiritual bagi

manusia yang memandang manusia dari aspek biologis, psikologis,

sosial, dan spiritual. Mengenai kemampuan dan pengetahuan yang

harus dimiliki pada tahap pengkajian ini maka tujuan dari pengkajian

akan dapat dicapai. (Hidayat, 2014)

Adapun data-data yang perlu dikumpulkan meliputi :

1. Biodata

.Termasuk didalamnya adalah mengenai nama, umur dan jenis

klamin, alamat menggambarkan kondisi lingkungan, status

perkawinan, pekerjaan dan penanggung jawab, terjadi pada usia

25 tahun keatas, dan lebih banyak beresiko terjadi pada laki-laki

2. Keluhan utama

Pada pasien dengan cedra kepala biasanya mengeluh nyeri

kepala, pusing disertai penurunan tingkat kesadaran (Muttaqin,

2016)

3. Riwayat kesehatan atau keperawatan sekarang

Adanya riwayat trauma yang mengenai kepala akibat dari

kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian, trauma lansung

kekepala. Pengkajian yang didapat, meliputi tingkat kesadaran

menurn (GCS <15), konvulsi, muntah, takipnea, sakit kepala,

wajah simetris atau tidak, lemah, luka dikepala, paralise, akumulasi

secret pada saluran pernafasan, adanya liquor dari hidung dan

telinga, serta kejang, adanya penurunan atau perubahan pada

tingkat kesadaran dihubungkan dengan perubahan didalam


27

intracranial. Keluhan perubahan perilaku juga umumnya

terjadi.Sesuai perkembangan penyakit, dapat terjadi letargi tidak

responsive, dan koma. (Muttaqin, 2016)

4. Riwayat kesehatan atau keperawatan dahulu

Pengkajian yang perlu ditanyakan meliputi adanya riwayat

hipertensi, riwayat cedera kepala sebelumnya, diabetes mellitus,

penyakit jantung, anemia, jantung maupun penyakit kronis lainnya.

5. Riwayat kesehatan atau keperawatan keluarga

Mengkaji adanya anggota generasi terdahulu yang menderita

hipertensi atau diabetes mellitus. (Muttaqin, 2016)

6. Kebutuhan Bio-Psiko-Sosial-Spiritual menurut Virginia Handerson

a. Pola respirasi

Pada umumnya pasien mengalami kelainan dalam

bernafas, yaitu pola nafasnya tidak teratur, adanya pernafasan

cuping hidung dan adanya suara wheezing. Pada pasien cedera

kepala ditemukan adanya perubahan pola nafas berbunyi,

stridor, tersedak, ronchi, wheezing (Muttaqin, 2016).

b. Pola nutrisi

Tanyakan apakah pasien menjalani diet khusus atau

menggunakan suplemen tertentu, instruksi diet sebelumnya,

nafsu makan, jumlah makanan, minuman, atau cairan yang

masuk, ada atau tidaknya mual-mual, muntah, stomatitis,

fluktuasi berat badan selama enam bulan terakhir (naik/turun),

adanya kesukaran menelan dan penggunaa gigi palsu atau


28

tidak. Pada pasien cedera kepala sedang ditemukan adanya

mual, muntah, dan mengalamai peerubahan selera. (Muttaqin,

2016)

c. Pola eliminasi

Tanyakan tentang kebiasaan defekasi berapa kali sehari,

ada tidaknya konstipasi, diare, inkontinensia, kebiasaan buang

air besar, ada tidaknya disuria, nokturia, urgensi, retensi,

apakah menggunakan kateter tetap atau kateter eksternal,

inkotinensia singkat, dan lain-lain. Pada pasien cedera kepala

sedang ditemukan adanya gangguan fungsi eliminasi. (Hidayat,

2014)

d. Aktifitas

Tanyakan tentang kemampuan dalam menata diri.

Tingkat kemampuan skala (0) berarti mandiri, (1)

menggunakan alat bantu, (2) dibantu orang lain, (3) perlu

dibantu orang dan peralatan, (4) ketergantungan atau tidak

mampu. Aktifitas yang dimaksud antara lain mobilitas ditempat

tidur, berpindah, berjalan, dan lain-lain.

Pada umumnya pasien dengan cedera kepala mengalami

gangguan dalam bergerak dan beraktifitas, semua kebutuhan

aktifitasnya dibantu. (Muttaqin, 2017)

e. Kebutuhan istirahat dan tidur


29

Tanyakan tentang kebiasaan tidur dn istirahat, jumlah

jam tidur siang atau malam, gangguan selama tidur (terbangun

dini, insomnia, mimpi buruk), dan sebagainya. Pada pasien

cedera kepala sedang ditemukan adanya pasien merasa lemah,

kaku, adanya trauma, ortopedi, kehilangan tonus otot dan otot

spatik. (Hidayat,2014)

f. Kebutuhan berpakaian

Pasien dengan kasus medis cedera kepala sedang harus

tetap menjaga dan memenuhi kebutuhan berpakaiannya.

g. Mempertahankan temperature atau suhu tubuh

Harus memenuhi fisiologis panas dan biasa mendorong

kearah tercapainya keadaan panas maupun dingin dengan

mengubah temperature, kelembaban atau pergerakan udara

dengan memotivasi pasien untuk meningkatkan dan

mengurangi aktifitasnya. (Widaydo, 2016)

h. Kebutuhan akan personal hygiene

Tanyakan tentang kemampuan pasien dalam menjaga

personal hygienenya, antara lain mandi, berpakaian,

penggunaan toilet, dan lain-lain. (Hidayat, 2014)

i. Kebutuhan akan rasa aman nyaman

Pengkajian nyeri menggunakan PQRST, P(profokatif)

yaitu apakah ada factor yang menjadi akibat penyebab nyeri,

apakah nyeri berkurang apabila beristirahat, apakah nyeri

bertambah bila beraktifitas, factor-faktor yang dapat meredakan


30

nyeri (misalnya, gerakan, kurang bergerak istirahat, obat-

obatan bebas, dsb), Q, (kualitas) yaitu seperti apa nyeri yang

dirasakan apakah kualitas nyeri ringan, sedang, berat, apakah

rasa nyeri seperti ditusuk-tusuk benda tajam dari atau trauma

tumpul, R, (region) yaitu daerah terjadinya perjalanan nyeri,

apakah rasa sakit menjalar atau menyebar dan dimana rasa

sakit itu terjadi, nyeri lain yang disebut nyeri kiriman atau

reffered pain adalah nyeri pada suatu tempat yang sebenarnya

akibat kelainan dari tempat lain misalnya nyeri lutut akibat

kelainan sendi panggul, S, (skala) yaitu seberapan jauh nyeri

yang dirasakan pasien, nyeri akut sering berkaitan dengan

cemas dan nyeri kronik dengan depresi, T, (time) yaitu

seberapa lama nyeri berlansung, kapan dan pada waktu-waktu

tertentu yang menambah rasa nyeri, apakah terus menerus atau

pasien merasakan nyeri pada waktu pagi, siang, sore atau

malam. Pada pasien cedera kepala ditemukan pasien mengeluh

sakit kepala dengan lokasi dan intensitas yang berbeda.

(Muttaqin, 2016)

j. Berkomunikasi

Tanyakan tentang kondisi mental : sadar, sukar

bercerita, berorientasi, kacau mental, menyerang, tidak ada

respon, cara bicara normal atau tidak jelas, bicara berputar-

putar atau afasia, kemampuan berkomunikasi, apakah terdapat


31

gangguan persepsi pendengaran, penglihatan, sensorik, (nyeri),

penciuman dan lain-lain. (Hidayat, 2014)

k. Data spiritual

Tanyakan tentang pantangan dalam agama selama sakit

serta kebutuhan adanya rohaniawan dan lain-lain.Pada pasien

cedera kepala sedang kebutuhan spiritualnya terganggu karena

pasien dalam keadaan lemah, sehingga tidak mampu beribadah

seperti biasanya. (Hidayat, 2014)

l. Kebutuhan bekerja

Tanyakan tentang pekerjaan, status pekerjaan,

ketidakmampuan bekerja, hubungan dengan keluarga dan peran

yang dilakukan.Pada pasien cedera kepala sedang biasanya

engalami gangguan kebutuha bekerja. (Hidayat, 2014)

m. Kebutuhan bermain dan berekreasi

Tanyakan tentang kebiasaan berekreasi pasien dan

keluarga, serta kegiatan yang dilakukan dalam mengisi waktu

senggang. (Hidayat, 2014)

n. Kebutuhan belajar

Melihat kemampuan pasien dalam berfikir dan

sejauhmana tingkat keaktifan pasien, biasanya pada kondisi ini

pasien banyak bertanya. (Hidayat, 2014)

7. Pemeriksaan fisik
32

a. Keadaan umum

Pada keadaan cedera kepala umumnya mengalami

penurunan kesadaran yang meliputi penilaian secara kualitatif

seperti composmetis, apatis, somnolen, sopor, koma, delirium

dan kesan status gizi. (Muttaqin, 2016)

b. Tanda-tanda vital

Pemeriksaan tanda vital,(normal 60-80 x/menit), tekanan

darah (dewasa normal 120/80 mmHg), pernafasan (dewasa

normal 15-20 x/menit), suhu (36˚-37˚C) dan pada pasien cedra

kepala tanda-tanda vitalnya tidak normal. (Hidayat, 2014).

c. Pemeriksaan Head To Toes

1. Kepala

Inspeksi : pada pasien cedar kepala biasanya bentuk simetris

antara kanan dan kiri, rambut terlihat kotor.

Palpasi : Pada pasien cedera kepala biasanya ditemukan

adanya nyeri tekan di kepala.

2. Mata

Inspeksi : Amati bola mata terhadap adanya ptosis, gerakan

bola mata, medan penglihatan dan visus. Amati

bentuk dan keadaan kulit pada kelopak mata, catat

stiap ada kelainan minsalnya adanya kemerahan,

amati pertumbuhan bulu mata. Amati keadaan

konjungtiva dan kantong konjungtiva bagian bawah,

catat bila ada infeksi atau pus atau bila warnanya


33

tidak normalminsal nya anemik. Amati warna iris

serta ukuran dan bentuk pupul. Normalnya bentuk

pupil adalah sama besar (isokor). Pupil yang

melebar disebut miosis, sedangkan pupil yang tidak

melebar disebut midriasis.

Palpasi : Biasanya pada pasien ada merasakan nyeri tekan

dan tidak ada edema.

3. Telinga

Inspeksi : Biasa nya bentuk simetris, tidak ada lesi atau

massa, pendengaran baik dan serumen.

Palpasi : Tidak terdapat nyeri tekan pada mastoid.

4. Hidung

Inspeksi : simetris, tampak ada lender, jika sesak akan

terlihat pernafasan cuping hidung.

Palpasi : Biasanya tidak ada nyeri tekan pada daerah sinus.

5. Mulut

Inspeksi : Bibir tampak sianosis, pertumbuhan gigi normal,

lidah tampak kotor, pasien tampak batuk.

Palpasi : Biasanya pasien tidak ada pembekakan.

6. Leher

Inspeksi : Biasanya warna normal, tidak ada massa.

Palpasi : Biasanya tidak ada pembesaran kelenjar tiroid.

7. Dada
34

Inspeksi :Biasanya bentuk simetris, tidak ada tarikan dinding

dada saat bernafas.

Palpasi :Tidak ada nyeri tekan pada dada, tidak teraba masa

pada dada.

Perkusi : Biasanya suara ketukan sonorterdapat diparu-paru

dan perkusi didaerah jantung terdengar redup.

Auskultasi : Suara nafas pasikuler, suara jantung S1, S2

tunggal.

8. Abdomen

Inspeksi : biasanya terlihat tugor kulit baik dan tidak terdapat

tanda-tanda infeksi pada abdomen.

Palpasi : Biasanya tidak ada benjolan dan tidak adanya

nyeri tekan pada abdomen.

Perkusi : biasanya terdengar tempani.

9. Ekstermitas

Inspeksi : Simetris, warna kulit normal, tidak ada luka pada

kaki.

Palpasi : Apakah adanya nyeri tekan massa / benjolan dan

biasanya pasien berkeringat dingin.

Perkusi : Biasanya nilai reflek patella normal.

d. Pemeriksaan neurologis
35

1) Tingkat kesadaran

Tingkat kesadaran pasien dan respon terhadap

lingkungan adalah indicator paling sensitive untuk menilai

disfungsi sistem saraf.Beberapa sistem digunakan

kewaspadaan dan untuk membuat peringkat perubahan

dalam kewaspadaan dan kesadaran.Pada keadaan lanjut

tingkat kesadaran pasien cedera kepala biasanya berkisar

pada tingkat letargi, stupor, semikomatosa, dampai koma.

2) Pemeriksaan fungsi serebral

Pada beberapa keadaan pasien cedera kepala

didapatkan penurunan dalam ingatan dan memori baik

jangka pendek maupun jangka panjang.Kerusakan fungsi

kognitif dan efek psikologis didapatkan bila trauma kepala

mengakibatkan adanya kerusakan pada lobus frontal,

memori, atau fungsi intelektual kortikal yang lebih tinggi

mungkin rusak. Status mental biasanya mengalami

perubahan dilihat dari perubahan, tingkah laku, nilai gaya

bicara pasien dan observasi ekspresi wajah, Cedera kepala

pada hemisfer, hemisfer kanan didapatkan hemiparese

sebelah kiri tubuh, penilaian buruk, dan mempunyai

kerentanan terhadap sisi kolateral sehingga kemungkinan

terjatuhn ke sisi yang berlawanan.Cedera kepala pada

hemisfer kiri mengalami hemiparese kanan, perilaku lambat


36

dan sangat hari-hati, kelainan bidang pandang sebelah

kanan disfagia, afasia, dan mudah frustasi.

3) Pemeriksaan Saraf

Saraf I. Pada beberpa keadan cedera kepala didaerah

yang merusak anatomis dan fisiologi saraf ini pasienakan

mengalami kelainan pada fungsi penciuman/anosmia.

Saraf II. Hematoma palfebra pada pasien cedera

kepala akan menurunkan lapangan penglihatan dan

mengganggu fungsi dari nervus optikus. Perdarahan

diruang intracranial, tekanan intracranial dapat dicerminkan

pada fundus.

Saraf III, IV, dan VI. Gangguan mengangkat

kelopak mata terutama pada pasien dengan trauma yang

merusak rongga orbital. Gejala ini harus dianggap sebagai

tanda serius jika pada trauma kepala terdapat anisokoria

dimana bukannya midriasis yang ditemukan melainkan

miosis yang bergandengan dengan pupil yang normal pada

sisi yang lain, maka pupil yang miosislah yang abnormal.

Miosis ini disebabkan oleh lesi di lobus frontalis yang

mengelola pusat siliospinal menjadi tidak aktif, sehingga

pupil tidak berdilatasi melainkan berkonstruksi.

Saraf V. Pada beberapa keadaan menyebabkan

paralisis nervus trigenimus, didapatkan penurunan

kemampuan koordinasi gerakan mengunyah.


37

Saraf VII. Perubahan fungsi pendengaran pada

pasien cedera kepala biasanya tidak didapatkan apabila

trauma yang terjadi tidak melibatkan saraf

vestibulokoklearis.

Saraf IX dan X. Kemampuan menelan kurang baik,

kesukaran membuka mulut.

Saraf XI. Bila tidak melibatkan trauma pada leher,

mobilitas pasien cukup baik dan tidak ada atrofi otot

sternokleidomastoideus dan trapezius.

Saraf XII. Indra pengecapan mengalami perubahan.

4) Sistem motorik

Inspeksi umum, didapatkan hemiplegia (paralisis

pada salah satu sisi) karena lesi pada sisi otak yang

berlawanan.Tonus otot, ddidapatkan menurun sampai

hilang.Kekuatan otot, pada penilaian dengan menggunakan

grade kekuatan otot didapatkan grade 0.

5) Pemeriksaan refleks

Pemeriksaan reflek dalam, pengetukan pada tendon,

ligamentum, atau perioteum derajad refleks pada respons

normal. Pemeriksaan refleks patologis, pada fase akut

refleks fisiologis sisi yang lumpuh akan menghilang,

setelah beberapa hari refleks fisiologis akan muncul

kembali didahului dengan refleks patologis.

6) Sistem sensorik
38

Dapat terjadi menepestasi, Persepsi adalah

ketidakmampuan untuk menginterpresentasikan

sensasi.Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras

sensorik primer diantara mata dan korteks

visual.Kehilangan sensori karena cederan kepala dapat

berupa kerusakansentuhan ringan atau mungkin lebih berat,

dengan kehilangan propriosepsi (kemampuan untuk

merasakan posisi dan gerakan bagian tubuh) serta kesulitan

dalam menginterpresentasikan stimuli visual, taktil, dan

auditorius. (Muttaqin, 2016)

7) pemeriksaan GCS

dilakukan dengan memeriksa respon dari 3 area :

membuka mata, respon verbal dan respon motorik. Skor

terendah 3 dan tertinggi 15. Respon motorik dinilai yang

terbaik dari kedua sisi.

a) Respon membuka mata (eye)

Spontan dengan adanya kedipan 4

Dengan suara 3

Dengan nyeri 2

Tidak ada reaksi 1

b) Respon bicara (verbal)

Orientasi baik 5

Disorientasi (mengacau/bingung) 4

Keluar kata-kata yang tidak teratur 3


39

Suara yang tidak berbentuk kata 2

Tidak ada suara 1

c) Respon motorik (motor)

Mengikuti perintah 6

Melokalisir nyeri 5

Menarik ekstremitas yang diransang 4

Fleksi abnormal (dekortikasi) 3

Ekstensi abnormal (decerebrasi) 2

Tidak ada gerakan 1

Nilai GCS = (E+V+M) = 15 (terbaik) dan 3 (terburuk)

8. Pemeriksaan laboratorium

Hematokrit (normalnya pada pria : 40-48 %, wanita :

37-43 %) periksa darah perifer lengkap, trombosit (normal :

150.000-400.000/UL), kimia darah : glukosa (normal : 60-

400 mg/dl) dan kreatinin (normal : 1-2 gr/24 jam). Masa

protrombin atau masa tromboplastin parsial (normal : 30-

40”), skrining tok sikologi dan kadar alcohol bila perlu.

(Hidayat, 2014)

9. Foto rongen

Pada cedera kepala perlu dibuatkan foto rontgen kepala

kolumna vertebralis servikalias. Foto kolumna vertebralis

dan servikalis dibuat sedikitnya anterior-posterior dan

lateral untuk melihat adanya fraktur atau dislokasi.

Pemeriksaan fto rontgen diperlukan apabila terdapat


40

kelainan pada pemeriksaan fisik seperti adanya masalah

pada salah saatu organ di lokasi tempat terjadinya trauma.

(Muttaqin, 2016)

10. CT Scan

Dengan pemeriksaan ini kita dapat melihat ke dalam

rongga tengkorak. Gambaran rinci dan struktur tulang,

potongan melintang tengkorak bersama isinya tergambar

dalam foto dengan jelas. (Muttaqin, 2016)

11. Analisa data

Anlisa data adalah pengumpulan data selama

pengkajian didapat dari berbagai sumber di validasi dan

diurut kedalam kelompok yang membentuk pola. (Hidayat,

2016).

Tabel2.2 Analisa Data

No Symptom Etiologi Problem

1. DS : Trauma kepala Resiko peningkatan

DO: TIK

1. Biasanya tampak

gelisah dan Meningkatkan ransangan

kepala terasa simpatis

nyeri

2. Adanya papil

edema Edema serebral

3. Biasanya terjadi
41

No Symptom Etiologi Problem

penurunan TD :

67/42-80/50 Bertambahnya volume

mmHg, N : 60- intracranial akibat dari

70x/menit pada perdarahan otak

orang dewasa.

2. DS : Trauma (benturan) Bersihan jalan nafas

DO :

1. Biasanya pasien

tampak kesulitan Cedera jaringan otak (medula

dalam bernafas oblongata

2. Adanya

sputum/liquor

pada saluran Liquor pada saluran

nafas pernafasan

3. Penggunaan otot

bantu nafas

3. DS : Cedera kepala Gangguan perfusi

DO : jaringan cerebral

1. Biasanya pasien

tampak Lesi atau perdarahan di otak

memegang

kepalanya

2. Biasanya pasien Gangguan autoregulasi


42

No Symptom Etiologi Problem

bicaranya pelan

dan lamban

akibat hematoma Gangguan metabolisme

pada dahi

3. Biasanya pupil

isokor, dan resiko Oedema otak

cahaya +/+

4. DS : Cedera kepala Nyeri akut

DO :

1. Biasanya pasien

tampak menahan Adanya jejas disekitar kepala

nyeri/tampak

meringis

P : Cedera kepala Reaksi peradangan

sedang (CKS) vasodilatasi

Q : nyeri tekan

R : disekitar

trauma (benturan) Peningkatan suplai darah

S : pada angka 4 (peningkatan volume darah)

(sedang) (0-10) ke daerah trauma

T : hilang timbul

2. GCS 13-15

(ringan) Peningkatan TIK


43

No Symptom Etiologi Problem

GCS 9-12

(sedang)

GCS kurang atau

sama dengan 8

(berat)

5. DS : Cedera kepala Intoleransi aktifitas

DO :

1. Biasanya pasien

tampak lemah Gangguan autoregulasi

2. Biasanya tidak

mampu dalam

bergerak Aliran darah ke otak

3. Pasien dibantu

dalam ADL

(aktifity daily O2 menurun

living)

4. Skala

kemampuan Asam laktat

6. DS : Kurangnya informasi dan Cemas

DO : pengalaman tentang penyakit

1. Biasanya pasien yang diderita pasien

tampak gelisah

2. Biasanya pasien
44

No Symptom Etiologi Problem

bertanyatentang

keadaannya

3. Biasanya ekspresi

wajah tampak

cemas

7. DS : Peningkatan tekanan Resiko pemenuhan

DO : intrakranial (TIK) nutrisi

1. Nafsu makannya

menurun

2. Biasanya adanya Mual-muntah

kesulitan menelan

3. Pasien tampak

mual dan muntah Asupan nutrisi kurang

8. DS : Kondisi sakit pasien Kurang pengetahuan

DO :

1. Biasanya ekspresi

wajah cemas Perilaku dalam memecahkan

2. Keluarga pasien masalah

bertanya tentang

penyakit pasien

3. Prosedur Kurang pengetahuan

pengobatan dan

perawatan yang
45

No Symptom Etiologi Problem

lama Kurang informasi

(Muttaqin, 2016)

2.2.2 Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah keputusan klinik tentang respon

individu keluarga dan masyarakat tentang masalah kesehatan actual

atau potensial, sebagai dasar seleksi intervensi keperawatan untuk

mencapai tujuan asuhan keperawatan. (Nursalam, 2016)

1. Rumusan masalah diagnosa keperawatan

a. Resiko Peningkatan Tekanan Intracranial (TIK) berhubungan

dengan desak ruang sekunder dari kompresi korteks serebri

dari adanya perdarahan.

b. Tidak efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan

adanyaliquor pada saluran pernafasan.

c. Gangguan perfusi jaringan cerebral berhubungtan dengan

edema otak.

d. Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan dan refleks

spasme otot sekunder.

e. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan menurunnya

kemampuan motorik dan kelemahan fisik

f. Cemas berhubungan dengan situasi dan kondisi

g. Resiko pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan

tubuh berhubungan dengan peningkatan TIK yang

menyebabkan mual muntah


46

h. Kurang pengetahuan tentang penyakit dan perawatannya

berhubungan dengan kurang paparan informasi, keterbatasan

kognitif.

2. Prioritas masalah

a. Resiko peningkatan tekanan intracranial (TIK)

b. Tidak efektifnya bersihan jalan nafas

c. Gangguan perfusi jaringan cerebral

d. Nyeri akut

e. Intoleransi aktifitas

f. Cemas

g. Risiko pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan

tubuh

h. Kurang pengetahuan tentang penyakit dan perawatannya

2.2.3 Rencana Keperawatan

Merupakan suatu proses penyusunan berbagai intervensi

keperawatan yang dibutuhkan untuk mencegah, menurunkan dan

mengurandi masalah-masalah pasien. Perencanaan merupakan

langkah ketiga dalam membuat suatu proses keperawatan, dalam

menentukannya diperlukan berbagai pengetahuan tentang kekuatan

dan kelemahan pasien, nilai dan kepercayaan pasien, batasan praktek

keperawatan, peran dari tenaga kesehatan lainnya, kemampuan dalam

memecahkan masalah, mengambil keputusan, menulis tujuan serta

membuat strategi keperawatan, menulis instruksi keperawatan serta


47

kemampuan dalam melaksanakan kerjasama dengan tingkat kesehatan

lainnya. (Hidayat, 2014)

Tabel2.3 Intervensi Keperawatan :

Dx, Intervensi keperawatan


N0
Kperawatan Tujuan dan criteria hasil Intervensi

1 Resiko NOC NIC

peningkatan Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji factor penyebab dari situasi atau

tekanan keperawatan diharapkan tidak keadaan individu dan kemungkinan

intacranial terjadi peningkatan TIK pada penyebab peningkatan TIK

(TIK) pasien 2. Monitor tanda-tanda vital setiap 4 jam

Kriteria hasil : 3. Pertahankan kepala/leher pada posisi

1. Pasien tidak gelisah yang netral, usahakan dengan sedikit

2. Tidak mengeluh nyeri bantal, tapi dihgindari penggunaan

kepala bantal yang tinggi pada kepala.

3. Tidak terdapat papil edema 4. Bantu pasien jika batuk, muntah.

4. TTV dalam batas normal 5. Kaji tingkat istirahat dan tingkah laku

Nadi (dewasa normal 60- pasien.

80x/menit) 6. Observasi tingkat kesadaran (GCS

Darah (dewasa normal 7. Kolaborasi dengan tim medis dalam

120/80 mmHg), pemberian terapi.

Pernafasan (dewasa normal

15-20 x/menit)

Suhu (dewasa normal 36˚-

37˚C)
48

Dx, Intervensi keperawatan


N0
Kperawatan Tujuan dan criteria hasil Intervensi

2. Tidak Setelah dilakukan tindakan 1. Observasi kecepatan kedalaman, 1

efektifnya keperawatan diharapkan jalan nafas frekuensi, irama dan bunyi nafas.

bersihan jalan kembali efektif 2. Atur posisi semi fowler (15-45).

nafas Kriteria hasil : 3. Lakukan penghisapan lendir, catat

1. Nafas dalam batas normal warna, sifat dan bau secret.

(15-20x/menit) 4. Anjurkan dan ajarkan untuk latihan

2. Bunyi nafas normal tidak nafas dalam.

stridor, ronchi, dan 5. Kolabaorasi dengan tim medis dalam

wheezing pemberian terapi oksigen.

3. Tidak ada pernafasan

cuping hidung

4. Pasien tidak sesak

5. Pasien tampak rileks

3. Gangguan Setelah dilakukan tindakan 1. Tentukan factor-faktor yang

perfusi keperawatan diharapkan tingkat menyebabkan koma/penurunan

jaringan kesadaran biasa/perbaikan perfusi jaringan otak dan potensial

cerebral dipertahankan, kognisi, dan fungsi peningkatan TIK.

Kriteria hasil : 2. Pantau dan catat status neurologis

1. Tanda vital stabil secara teratur dan bandingkan dengan

2. Tidak ada tanda-tanda nilai standard GCS.

peningkatan TIK (seperti 3. Pantau tanda-tanda vital :TD, nadi,

hipoksia, penurunan gejala suhu, pernafasan.


49

Dx, Intervensi keperawatan


N0
Kperawatan Tujuan dan criteria hasil Intervensi

neurologis, pucat, dll) 4. Pantau intake dan output, turgor kulit

dan membrane mukosa.

5. Tinggikan kepala pasien 15-45 derjad

sesuai indikasi yang dapat ditoleransi.

6. Bantu pasien untuk

menghindari/membatasi batuk,

muntah, mengejan.

7. Berikan oksigen tambahan sesuai

indikasi.

8. Kolaborasi dengan tim medis untuk

pemberian therapy.

4. Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji tingkat nyeri.

keperawatan diharapkankebutuhan 2. Ajarkan tehnik relaksasi dan distraksi

rasa aman pasien terpenuhi dan untuk menurunkan ketegangan otot.

nyeri berkurang atau hilang 3. Ajarkan metode distraksi selama

Kriteria hasil : nyeri akut.

1. Pasien mempunyai rasa 4. Beri kesempatan waktu istirahat bila

optimis terhadap terasa nyeri dan berikan posisi yang

kesembuhannya. nyaman misalnya ketika tidur

2. Nyeri berkurang atau hilang dipasang bantal kecil.

3. Pasien tidak gelisah 5. Libatkan keluarga dalam

4. Pasien tidak meringis pengambilan keputusan.


50

Dx, Intervensi keperawatan


N0
Kperawatan Tujuan dan criteria hasil Intervensi

kesakitan 6. Observasi tingkat nyeri dn respon

5. Bisa mengidentifikasi motorik pasien, 30 menit setelah

aktifitas yang mengurangi pemberian obat analgesic untuk

nyeri. mengkaji efektifitasnya erta setiap 1-

2 jam setelah tindakan.

7. Kolaborasi dengan tim medis dalam

pemberian analgesic.

5. Intoleransi Setelah dilakukan tindakan 1. Koreksi tingkat kemampuan

aktifitas keperawatan diharapkan pasien mobilisasis dengan skala 0-4 (0) :

mampu melaksanakan aktifitas fisik pasien tidak tergantung pada orang

Kriteria hasil : lain

1. Mampu mempertahankan a. Pasien butuh sedikit bantuan

fungsi gerak tidak terjadi b. Pasien butuh bantuan /

dekubitus pengawasan atau bimbingan

sederhana

c. Pasien butuh bantuan atau

peralatan yang banyak

d. Pasien sangat tergantung pada

pemberian pelayanan

2. Observasi terus kemampuan gerakan

motorik, keseimbangan, koordinasi

gerakan tonus otot.


51

Dx, Intervensi keperawatan


N0
Kperawatan Tujuan dan criteria hasil Intervensi

3. Berikan motivasi dan latihan pada

pasien dalam pemenuhan kebutuhan.

4. Anjurkan keluarga pasien untuk turut

membantu melatih dan memberikan

motuvasi.

5. Lakukan kolaborasi dengan tim

keehatan lain (fisioterapi) dalam

pemberian terapi fisik.

6. Cemas Setelah dilakukan tindakan 1. Identifikasi persepsi pasien untuk 1

keperawatan diharapkan pasien menggambarkan tindakan sesuai

mampu melaporkan rasa cemasnya dengan situasi.

Kriteria hasil : 2. Anjurkan keluarga dank pasien untuk

1. Mampu mengungkapkan mengungkapkan dan mengekpresikan

perasaan rasa takut.

2. Dapat mendemonstrasikan 3. Hindari perasaan yang tak berarti

perasaan dalam pemecahan seperti mengtakan semuanya akan

masalah menjadi baik.

3. Pasien dapat mencatat 4. Berikan kesempatan untuk

penurunan kecemasan atau mendiskusikan perasannya dan

ketakutan harapan masa depan.

4. Pasien tampak rileks 5. Anjurkan aktifitas pengalihan

5. Pasien dapat istirahat perhatian seperti menulis, nonton TV,


52

Dx, Intervensi keperawatan


N0
Kperawatan Tujuan dan criteria hasil Intervensi

dengan baik keterampilan tangan dan dll.

6. Kolaborasi dengan tim kesehatan

guna penanganan lanjutan.

7. Resiko Setelah dilakukan tindakan 1. Observasi kemampuan mengunyah,

pemenuhan keperawatan diharapkan kebutuhan dan menelan pasien.

kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi 2. Observasi distensi abdomen dan

nutrisi kurang Kriteria hasil : bising usus.

dari 1. Tanda-tanda mual muntah 3. Timbang berat badan.

kebutuhan tidak ada 4. Berikan pasien makan dalam porsi

tubuh 2. Tidak terjadi p-enurunan sedikit-sedikit tapi sering.

berat badan 5. Kolaborasi dengan tim kesehatan

3. Pasien mau makan tentang gizi yang sesuai.

8. Kurang Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji pengetahuan pasien.

pengetahuan keperawatan diharapkan 2. Jelaskan proses terjadinya penyakit,

tentang pengetahuan pasien bertambah tanda gejala serta komplikasi yang

penyakit dan Kriteria hasil : mungkin terjadi.

perawatannya 1. Pasien kooperatif saat 3. Berikan informasi pada keluarga

dilakukan tindakan tentang perkembangan pasien.

2. Pengetahuan bertambah 4. Diskusikan pilihan terapi.

5. Beri dorongan spiritual.

(Muttaqin, 2016)
53

2.2.4 Pelaksanaan / Implementasi Keperawatan

Tahap pelaksanaan yang merupakan tahap keempat dalam

proses keperwatan dengan melaksanakan berbagai strategi

keperawatan (tindakan keperawatan) yang telah direncanakan dalam

rencana tindakan keperawatan. Dalam tahap ini perawat harus

mengetahui berbagai hal diantaranya bahaya-bahaya fisik dan

perlindungan pada pasien kemampuan dalam prosedur tindakan,

pemahaman tentang hak-hak dari pasien serta dalam memahami

tingkat perkembangan pasien.(Anonim,2016).

Dalam pelaksanaan rencana tindakan, yaitu tindakan jenis

mandiri dan tindakan kolaborasi, sebagai profesi, perawat mempunyai

kewenangan dan tanggung jawab dalam menentukan asuhan

keperawatan.Jenis tindakan atau langkah dalam tindakan terdapat dua

jenis yaitu tindakan keperawatan mandiri atau yang dikenal dengan

tindakan independent dan tindakan kolaborasi atau yang dikenal

dengan interdependent. (Hidayat, 2014)

2.2.5 Evaluasi

Evaluasi adalah tahap kelima dan terakhir dalam proses

keperawatan, dengan cara melakukan identifikasi sejauh mana

kemampuan tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau tidak.

Dalam melakukan evaluasi perawat seharusnya memiliki pengetahuan

dan kemampuan dalam memahami respons terhadap intervensi

keperawatan, kemampuan menggambarkan kesimpulan tentangtujuan


54

yang dicapai serta kemampuan dalam menggabungkan tindakan

keperawatan pada kriteria hasil.(Anonim,2016).

Evaluasi di klasifikasikan, yaitu :

1. Evaluasi proses (formatif)

Menyatakan evaluasi yang dilakukan pada saat

memberikan intervensi dengan respon segera.Misalnya kaji ROM

ekstremitas atas pasien. Evaluasi proses berfokus pada penampilan

kerja perawat dan apakah perawat dalam memberikan pelayanan

keperawatan merasa cocok, tanpa tekanan, dan sesuai wewenang.

Area yang menjadi perhatian pada evaluasi proses mencakup jenis

informasi yang didapat pada saat wawancara dan pemeriksaan

fisik, validasi dari perumusan diagnosa keperawatan, dan

kemampuan tehnikal perawat.

2. Evaluasi hasil (sumatif)

Merupakan rekapitulasi dari hasil observasi dan analisis

status pasien pada waktu tertentu berdasarkan tujuan yang

direncanakan pada tahap perencanaan, disamping itu evaluasi juga

sebagai alat ukur untuk tujuan yang mempunyai criteria tertentu

yang membuktikan apakah tujuan tercapai, tidak tercapai atau

tercapai sebagian.

Evaluasi terdiri dari :

a. S (subyektif) : respon subyektif pasien terhadap tindakan

keperawatan yang telah dilakukan.


55

b. O (obyektif) : respon obyektif pasien terhadap tindakkan

keperawatan yang telah dilakukan.

c. A (analisa) : analisa ulang atas data subyektif dan obyektif

untuk menyimpulkan apakah masalah tetap muncul, masalah

baru atau ada data.

d. P (plan of care) : rencana tindakan keperawatan untuk

mengatasi diagnose masalah kesehatan (Hidayat, 2014)

2.2.6 Dokumentasi Keperawatan

Dokumentasi secara umum merupakan suatu catatan otentik

atau semua warkat asli yang dapat dibuktikan atau dijadikan bukti

dalam persoalan hokum. Sedangkan dokumentasi keperawatan

merupakan bukti pencatatan dan pelaporan yang dimiliki perawat

dalam melakukan catatan perawatan yang berguna untuk pasien,

perawat, dan tim kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan

dengan dasar komunikasi yang akurat dan lengkap secara tertulis

dengan tanggung jawab perawat. (Hidayat, 2014)

Dokumentasi keperawatan adalah bagian dari keseluruhan

tanggung jawab perawatan pasien.Catatan klinis memfasilitasi

pemberian perawatan, meningkatkan kontinuitas perawat dan

membantu mengkoordinasi pengobatan dan evalusi pasien. (Hidayat,

2014)

Sistem dokumentasi keperawatan merupakan cara

mengumpulkan data ke dalam format, catatan, dan prosedur yang


56

tetap yang dapat memberikan gambaran secara lengkap sebuah

masukan data. (Hidayat, 2014)

Anda mungkin juga menyukai