Anda di halaman 1dari 5

KREDIT SYARIAH

Disusun guna memenuhi tugas matakuliah Perekonomian Indonesia

Dosen Pengampu :

Vitria Susanti M.A.,M.Ec.Dev.

Disusun oleh

Nama NPM

Muhammad fadly akbar : 1551010240

FAKULTAS EKONOMI dan BISNIS ISLAM

JURUSAN EKONOMI ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG

2017/ 1439 H
A. Latar belakang

Pola penyaluran kredit perbankan konvensional yang hanya sekedar menarik


bunga menjadi keluhan kalangan UKM mengingat mereka juga butuh
pendampingan,pengarahan bahkan sharing potensi ( untung atau rugi ). Hal yang berbeda
di praktikan oleh kalangan perbangkan syariah. Bank syariah tidak hanya sekeda
menyalurkan kredit dengan tanpa memungut biaya (interest), karena hal ini dilarang oleh
syara’ (hukum islam), tetapi turut serta mendampingi serta berbag resiko dengan ‘amil
inilah yang menjadi keunggulan perbangkan syariah
Non Performing Loan (NPL) masih menjadi salah satu topic menarik dalam isu
perbangkan saat ini, utamanya setelah krisis sering menerpa dan semakin remtammya
posisi perbankan dalam perekonomian konvensional yang mengelumbung seperti
sekarang. Selain sebagai salah satu indikator kesehatan perbankan, NPL juga
memberikan beberapa kandungan informasi terkait perbankan sector riil. Dari aspek
peneglolaan prbangkan, NPL dapat memberikan gambaran seberapa jauh menager
menjalankan pola pengelolaan kredit yang prudent. Kredit macet juga dapat menjadi
indikator kelesuan sector riil sebagai respon kondisi perekonomian secara umum. Bahkan
dalam banyak penelitian mulai dari prediksi bank gagal sampai indikator krisis ekonomi.
NPL dapat mengakibatkan jatuhnya sistem perbankan, mengerutnya pasar saham
dan bahkan mengakibatkan kontraksi dalam perekonomian. Tragedi krisis perbankan
yang cukup pahit dalam sejarah dapat kita temui misalnya di Amerika Serikat tahun
1931, krisis perbankan di Nigeria (1945-1955), krisis perbankan di Inggris (1973-1874),
krisis di Asia (1997-1998), bank run di Northern Rock (2007) dan runtuhnya Bear
Stearns (2008). Bahkan krisis di Yunani yang terjadi belum lama ini
B. Pembahasan

Jurnal Pertama : Bank syariah sebagai salah satu harapan baru bentuk sistem
perbankan yang diklaim anti krisis menjadi fenomena menarik untuk diamati. Salah satu
ciri khas system perbankan syariah yang membedakannya dengan bank konvensional
adalah system bagi hasil atau profit and loss sharing (PLS) dan skema akad yang unik.
Dengan mendasarkan pada skema PLS dan tidak menggunakan instrumen bunga
(interest), kinerja bank syariah akan sangat dipengaruhi oleh faktor internal yaitu
bagaimana pengelolaan kredit yang diberikan serta pola pendampingan kepada debitur.
Perpaduan skim PLS dan akad dalam bank syariah akan memberikan porsi yang adil bagi
kedua belah pihak yaitu distribusi keuntungan yang fair dan sharing resiko utamanya
akad mudharabah. Pola semacam ini dinilai lebih berkeadilan dan menghindarkan
perbankan dari pukulan resiko sektor keuangan dan suku bunga.
Jurnal Kedua : Bank syariah memiliki pembiayaan dengan akad yang berbeda-
beda sehingga memiliki aiternatif jenis pembiayaan yang lebih banyak yang dapat
digunakan untuk membuat portofolio penbiayaan yang lebih baik. Adanya jenis
pembiayaan yang lain yang berhubungan dengan pembiyaan seperti pembiyaan untuk
Usaha Kecil Menengah (UKM) maupun non UKM dan pembiayaan untuk meodal kerja
maupun untuk konsumsi, memiliki potensi pula untuk dapat digunakan dalam
difersivikasi komposisi pembiayaan
Jurnal Ketiga : Cara Mengatasi Kredit Bermasalah, Upaya bank untuk
menyelamatkan kredit agar kredit yang diberikan lancar kembali tergolong dalam kredit
tidak lancar, diragukan, kredit macet untuk kembali menjadi kredit lancar sehingga
debitur mempunyai kemampuan kembali membayar pada bank. Menurut Surat Edaran
Bank Indonesia Nomor 23/12/BPPP tanggal 28 Februari 1991, upaya-upaya
penyelamatan kredit yang dapat dilakukan oleh bank selama kredit berjalan adalah
sebagai berikut:
1. Penjadwalan Kembali (Rescheduling), yaitu dengan melakukan perubahan syarat-
syarat perjanjian kredit yang berhubungan dengan jadwal pembayaran kembali
kredit atau jangka waktu kredit, termasuk grade period atau masa tenggang, baik
termasuk perubahan besarnya jumlah angsuran atau tidak.
2. Persyaratan kembali (Reconditionong), dengan melakukan perubahan atas
sebagian atau seluruh syarat-syarat perjanian kredit, yang tidak hanya terbatas
pada perubahan jadwal angsuran dan atau janka waktu kredit saja. Namun
perubahan tersebut tanpa memberikan tambahan kredit atau melakukan konversi
atas seluruh atau sebagian dari kredit menjadi perusahaan.
3. Penataan Kembali (Restructuring) yaitu suatu upaya dari bank yang berupa
melakukan perubahan-perubahan syarat-syarat perjanjian kredit yang berupa
pemberian tambahan kredit, atau melakukan konversi atas seluruh atau sebagian
dari kredit menjadi equity perusahaan, yang dilakukan dengan atau tanpa
Rescheduling dan atas Reconditioning
C. Kesimpulan

Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa penelitian ini semakin


memperkuat hasil dari beberapa penelitian sebelumnya yang menggambarkan stabilitas
perbankan syariah serta keunggulan sistem kerja dan produk yang ditawarkan dibanding
perbankan konvensional. Faktor yang berpengaruh negative dan signifikan terhadap NPF
bank syariah adalah besarnya jumlah pembiayaan dan tingkat PDB. Sedangkan nilai tukar
berpengaruh negatif namun tidak cukup signifikan. Sedangkan indikator makroekonomi
lainnya (inflasi, SBI, SWBI) tidak berpengaruh terhadap NPF bank syariah. Di sisi lain
tingkat NPL bank konvensional sangat tergantung pada tingkat inflasi yang terjadi
(positif) dan besarnya LDR (negatif). Hal ini juga menunjukkan
ketergantungan bank konvensional pada bunga dan sektor keuangan. Hubungan
NPL dan LDR yang negatif menunjukkan tidak berfungsinya aspek intermediary bank
konvensional terhadap dunia usaha sehingga memperparah decoupling sektor riil dan
moneter. Temuan lain menunjukkan bahwa besarnya NPL bank konvensional
terpengaruh krisis keuangan global yang terjadi tahun lalu sedangkan di bank syariah
cenderung resisten

Anda mungkin juga menyukai