Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN

Rickets merupakan suatu sindrom klinis yang menggambarkan spektrum

kelainan metabolik dengan abnormalitas gambaran radiologis dan histopatologis yang

serupa yang disebabkan karena mineralisasi yang inadekuat atau lambat dari matriks

organik tersintesis baru (osteoid) pada tulang yang imatur sebelum fusi fisis..1

Tulang yang sedang bertumbuh atau imatur rentan terhadap defisiensi nutrisi

dan mencerminkan terjaganya mekanisme homeostatik dalam memelihara kalsium. Dua

kelainan yang sering terjadi pada tulang imatur ini adalah rickets dan

hiperparatiroidisme, yang pada umumnya merupakan penyakit sekunder akibat adanya

kelainan ginjal kronis.2

Rickets aktif bermanifestasi hanya pada tulang yang mengalami pertumbuhan

sehingga kelainan ini tampak pada periode pertama pertumbuhan yang berlangsung

cepat, yaitu usia antara 6 bulan dan 3 tahun. Tipe rickets yang kurang parah dapat

asimptomatik sampai usia prepubertas. Rickets dilaporkan semakin banyak terjadi pada

bayi prematur dengan berat badan lahir sangat rendah. Patogenesis hal ini kemungkinan

karena metabolik, nutrisional, dan pada beberapa kasus karena iatrogenik.3

Rickets dapat terjadi secara kongenital ataupun akuisita. Penyebab yangbiasa

dijumpai antara lain yaitu karena defisiensi nutrisi terutama vitamin D, kalsium dan

fosfat, paparan sinar matahari yang kurang, status malabsorpsi yang melibatkan

pankreas, usus halus dan hepar, serta hidroksilasi yang abnormal.1,4

1
Rickets dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik

danpemeriksaan penunjang. Pemeriksaan radiologi turut berperan dalam menilai rickets,

dan dapat dilakukan dengan pemeriksaan foto polos, CT scan, magnetic resonance

imaging (MRI), skintigrafi, bone scan dan ultrasonografi (USG).1,5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2
A. Definisi

Ricket merupakan suatu penyakit perlunakan tulang yang khas pada anak akibat

abnormalitas semua reaksi biokimiawi sintetik (anabolik) maupun degradatif (katabolik)

di dalam tubuh.1,3

Rickets merupakan suatu sindrom klinis yang menggambarkanspektrum kelainan

metabolik dengan abnormalitas gambaran radiologis dan histopatologis yang serupa

yang disebabkan karena mineralisasi yang inadekuat atau kegagalan osteoid untuk

mengalami kalsifikasi pada tulang yang imatur.1Sehingga dengan definisi ini rickets

hanya ditemukan pada anak-anak yang belum mengalami penutupan lempeng

pertumbuhan. Pada orang dewasa, penyakit ini disebut osteomalasia. 1,6,7,8

Kelainan mineralisasi pada tulang imatur dominan terjadi pada ujung tulang yang

bertumbuh dimana osifikasi enkhondral berperan, yang memberikan gambaran klasik

rickets.8

B. Anatomi dan fisiologi tulang

Tulang merupakan kerangka penunjang tubuh yang ditandai dengan struktur yang

kaku, keras dan kemampuan untuk regenerasi dan memperbaiki diri. Tulang

membentuk rangka penunjang dan pelindung bagi tubuh dan tempat untuk melekatnya

otot-otot yang menggerakkan kerangka tubuh. Ruang di tengah tulang-tulang tertentu

berisi jaringan hematopoietik, yang membentuk berbagai sel darah. Tulang juga

merupakan tempat primer untuk menyimpan dan mengatur kalsium dan fosfat.9,10

3
Komponen-komponen utama dari jaringan tulang adalah mineral-mineral dan

jaringan organik (kolagen dan proteoglikan). Kalsium dan fosfat membentuk suatu

kristal garam (hidroksiapatatit), yang tertimbun pada matriks kolagen dan proteoglikan.

Matriks organik tulang disebut juga sebagai suatu osteoid. Sekitar 70% dari osteoid

adalah kolagen tipe I yang kaku dan memberikan ketegaran yang tinggi pada tulang.

Materi organik lain yang juga menyusun tulang berupa proteoglikan seperti asam

hialuronat.9

Gambar 1. Komponen tulang.

Tulang terdiri dari dua komponen yaitu tulang kortikal atau kompakta dan tulang

trabekular atau spongiosa. Bagian-bagian tulang panjang terdiri dari epifisis, metafisis

dan diafisis. Diafisis atau batang adalah bagian tengah tulang yang berbentuk silinder.

Bagian ini tersusun dari tulang kortikal yang memiliki kekuatan yang besar. Metafisis

adalah bagian tulang yang melebar di dekat ujung akhir batang. Daerah ini terutama

disusun oleh tulang trabekular atau tulang spongiosa yang mengandung sumsum merah.

Sumsum merah terdapat juga di bagian epifisis dan diafisis tulang. Pada anak-anak,

sumsum merah mengisi sebagian besar bagian dalam dari tulang panjang, tetapi
4
kemudian diganti oleh sumsum kuning sejalan dengan semakin dewasanya anak

tersebut. Metafisis juga menopang sendi dan menyediakan daerah yang cukup luas

untuk perlekatan tendon dan ligamen pada epifisis. Lempeng epifisis adalah daerah

pertumbuhan longitudinal pada anak-anak. Bagian ini akan menghilang pada tulang

dewasa. Bagian epifisis yang letaknya dekat sendi tulang panjang bersatu dengan

metafisis sehingga pertumbuhan memanjang tulang terhenti. Seluruh tulang diliputi oleh

lapisan fibrosa yang disebut periosteum, yang mengandung sel-sel yang dapat

berproliferasi dan berperan dalam proses pertumbuhan transversal tulang panjang.9,10

Tulang juga dapat dibedakan berdasarkan pola kolagen dalam membentuk osteoid

yaitu berbentuk anyaman dan lamelar. Tulang yang berbentuk anyaman terbentuk saat

osteoblas memproduksi osteoid secara cepat, misalnya pada saat perkembangan janin

dan penyembuhan fraktur. Selanjutnya tulang ini akan diganti melalui proses

remodelling untuk menjadi tulang dewasa dengan bentuk lamelar.9,10

Histologi yang spesifik dari lempeng epifisis atau lempeng pertumbuhan

merupakan faktor yang penting untuk memahami cedera pada anak-anak. Lapisan sel

paling atas yang letaknya dekat epifisis disebut daerah sel istirahat. Lapisan berikutnya

adalah zona proliferasi, dimana pada zona ini terjadi pembelahan aktif sel dan disinilah

mulainya pertumbuhan tulang panjang. Sel-sel yang aktif ini didorong ke arah batang

tulang, ke dalam daerah hipertrofi, dimana sel-sel ini membengkak menjadi lemah dan

secara metabolik menjadi tidak aktif lagi. Patah tulang epifisis pada anak-anak sering

terjadi di tempat ini, dan cedera dapat meluas ke daerah kalsifikasi provisional. Di

dalam daerah kalsifikasi provisional inilah sel-sel mulai menjadi keras dan menyerupai

5
tulang normal. Bila daerah proliferasi mengalami kerusakan, maka pertumbuhan dapat

terhenti dengan retardasi pertumbuhan longitudinal anggota gerak tersebut, atau terjadi

deformitas progresif bila hanya sebagian dari lempeng tulang yang mengalami

kerusakan berat.9,11

Gambar 2. Histologi tulang, R=reserve or restingchondrocytes.;P= proliferative


zone,;H=hypertrophic zone;C=Cartilage calcification,M=metaphysis

Tulang adalah suatu jaringan dinamis yang tersusun dari tiga jenis sel yaitu

osteoblas, osteosit, dan osteoklas. Osteoblas membangun tulang dengan membentuk

kolagen tipe I dan proteoglikan sebagai matriks tulang atau jaringan osteoid melalui

suatu proses yang disebut osifikasi. Ketika sedang aktif menghasilkan jaringan osteoid,

osteoblas mensekresikan sejumlah besar fosfatase alkali, yang memegang peranan

penting dalam mengendapkan kalsium dan fosfat ke dalam matriks tulang. Sebagian

dari fosfatase alkali akan memasuki aliran darah. Osteosit adalah sel-sel tulang dewasa

yang bertindak sebagai suatu lintasan untuk pertukaran kimiawi melalui tulang yang

padat. Sedangkan osteoklas adalah sel-sel besar berinti banyak yang memungkinkan

6
mineral dan matriks tulang dapat diabsorpsi. Tidak seperti osteoblas dan osteosit,

osteoklas mengikis tulang. Sel-sel ini menghasilkan enzim-enzim proteolitik yang

memecahkan matriks danbeberapa asam yang melarutkan mineral tulang, sehingga

kalsium dan fosfat terlepas ke dalam aliran darah.9,10

Pada keadaan normal tulang mengalami pembentukan dan absorpsi pada suatu

tingkat yang konstan, kecuali pada masa pertumbuhan kanak-kanak dimana lebih

banyak terjadi pembentukan daripada aborpsi tulang.9

Seluruh tulang berasal dari mesenkim, tetapi berkembang melalui satu diantara

dua mekanisme. Tulang dapat berkembang secara langsung dari sel mesenkim primitif,

yaitu suatu lembaran yang bertindak sebagai membran pembentuk tulang (osifikasi

intramembran), misalnya pada cranium dan clavicula. Tetapi tulang juga dapat

berkembang secara tidak langsung yaitu dengan mengubah kartilago menjadi tulang

(osifikasi endokondral). Osifikasi endokondral terjadi pada sebagian besar tulang

manusia. Kedua proses tersebut menghasilkan mikrostruktur tulang yang identik,

dimana tulang kompakta dan tulang spongiosa dapat terbentuk melalui kedua

mekanisme tersebut. Setelah proses osifikasi, tulang imatur tumbuh dan mengalami

remodeling secara terus menerus karena adanya osteoklas dan osteoblas sampai tulang

menjadi matur. Remodeling tulang terjadi karena adanya keseimbangan antara

pembentukan tulang oleh osteoblas dan resorbsi tulang oleh osteoklas. Proses ini

berlangsung secara terus menerus sepanjang hidup dengan pola homeostatik.10,11

C. Metabolisme tulang

7
Terdapat beberapa faktor penting yang berperan dalam metabolisme tulang yaitu

terutama kalsium, fosfat, hormon paratiroid, dan vitamin D.3,9 Fungsi utama sumbu

vitamin D-hormon paratiroid-endokrin adalah mempertahankan kadar kalsium dan

fosfat ekstraseluler pada kadar yang tepat untuk memungkinkan mineralisasi.4

1. Metabolisme kalsium

Kalsium terdapat dalam plasma dalam 3 bentuk yaitu; sebagai ion, terikat dengan

proten dan sebagai komplek difusi. Kalsium serum akan meningkat oleh hormon

paratiroid dan vitamin D serta akan berkurang karena hiperkalsemia akut dan kalsitonin.

Sistem organ yang berperan dalam metabolisme kalsium ini yaitu traktus

gastrointestinalis, ginjal, dan tulang. Traktus gastrointestinalis berperan dalam

metabolisme kalsium karena kalsium diabsorpsi secara primer pada usus halus bagian

proksimal yang dipengaruhi oleh vitamin D dan hormon paratiroid.3

Ginjal akan mengontrol ekskresi kalsium dengan filtrasi glomerulus dan

reabsorpsi tubulus. Hormon paratiroid dan vitamin D mengendalikan proses yang

terakhir. Bentukan paling aktif vitamin D yaitu 1,25 (OH)2cholecalciferol atau

dihydroxycholecalciferol terjadi melalui hidroksilasi di ginjal.3

Tulang berperan dalam metabolisme kalsium karena hormon paratiroid dan

vitamin D menyebabkan resorpsi kalsium dari matriks yang mengalami mineralisasi.

Kalsitonin dihasilkan oleh sel parafolikular glandula tiroid dengan kerja yang

berlawanan dengan kerja hormon paratiroid, sehingga akan mengurangi resorpsi

kalsium dari tulang. Kalsitonin disekresikan sebagai respon terhadap meningkatnya

kalsium serum namun tidak berperan penting pada homeostasis kalsium normal.3

8
Gambar 5. Proses metabolisme Ca

2. Metabolisme fosfat

Fosfat difiltrasi melalui glomerulus dan direabsorpsi dalam jumlah besar pada

tubulus proksimalis. Hipofostatemia akan meningkatkan reabsorpsi fosfat pada tubulus

sedangkan hiperfosfatemia akan menurunkan reabsorpsi fosfat pada tubulus. Hormon

paratiroid menghambat reabsorpsi fosfat pada tubulus.3

3. Hormon paratiroid

Hormon paratiroid (PTH) berperan dalam memfasilitasi proses hidroksilasi

pertama vitamin D, yang merubah vitamin D inaktif menjadi vitamin D3 yang siap

untuk proses hidroksilasi yang kedua sehingga mengakibatkan terbentuknya vitamin D

yang aktif dan kalsium dan fosfat dapat diabsorpsi dan bergerak memasuki serum.

Disamping itu, peningkatan kadar hormon paratiroid secara perlahan-lahan

9
menyebabkan peningkatan jumlah dan aktivitas osteoklas, sehingga terjadi

demineralisasi.9

Hormon paratiroid bekerja pada berbagai tingkatan. Hormon ini berefek pada

traktus intestinalis, tulang, dan ginjal dalam memelihara kadar kalsium serum dengan:

menstimulasi absorpsi kalsium intestinal, meningkatkan reabsorpsi kalsium dari tulang,

serta menghambat reabsorpsi sodium, kalsium, fosfat, dan ion bikarbonat pada nefron

tubulus proksimalis ginjal serta menstimulasi reabsoprsi kalsium pada tubulus distalis.

Hormon paratiroid juga menstimulasi sintesis renal 1,25-dihydroxycholecalciferol dari

25 hydroxycholecalciferol yang dibentuk di hepar. Hormon paratiroid juga memelihara

kadar magnesium serum.3

4. Metabolisme vitamin D

Vitamin D mempengaruhi deposisi dan absorpsi tulang. Vitamin D dalam jumlah

yang besar dapat menyebabkan absorpsi tulang seperti yang terlihat pada kadar hormon

paratiroid yang tinggi. Bila tidak ada vitamin D, hormon paratiroid tidak akan

menyebabkan absorpsi tulang. Vitamin D dalam jumlah yang sedikit membantu

kalsifikasi tulang, antara lain dengan meningkatkan absorpsi kalsium dan fosfat oleh

usus halus.9

Vitamin D mempunyai 2 bentuk yaitu vitamin D2 atau ergocalciferol dan vitamin

D3 atau cholecalciferol. Vitamin D2 diperoleh dari diet (tanaman) sedangkan vitamin

D3 dihasilkan di kulit sebagai respon terhadap paparan sinar ultraviolet ke kulit atau

juga diperoleh dari diet (misalnya ikan laut dalam, kuning telur, hati).13

10
Kedua bentuk vitamin D tersebut mengalami modifikasi di hepar menjadi 25-

hydroxycholecalciferol dan di ginjal mengalami hidroksilasi menjadi bentuk yang

paling aktif yaitu 1,25 (OH)2cholecalciferol atau dihydroxycholecalciferol.

Dihydroxycholecalciferol ini merupakan suatu hormon, sehinggavitamin D lebih

bersifat sebagai prohormon. Bentukan vitamin D aktif akan menaikkan kadar kalsium

dan fosfat plasma melalui beberapa aksi, yaitu: memacu absorbsi kalsium oleh usus

halus, memacuabsorbsi fosfat oleh usus halus, meningkatkan resorbsi tulang yang

diinduksi oleh hormon paratiroid, kemungkinan mempunyai efek langsung dalam

mineralisasi tulang, memacu reabsorbsi kalsium oleh ginjal dan memacu reabsorbsi

fosfat oleh ginjal.3,13

Gambar 6. Proses metabolisme Vitamin D

D. Densitas tulang.

Pemeliharaan mineral tulang bergantung pada keseimbangan antara sintesis tulang

oleh osteoblas dan resorpsi tulang oleh osteoklas. Densitas tulang normal terkait
11
keseimbangan antara elaborasi osteoid, mineralisasi osteoid, dan lisis tulang fisiologis.

Fungsi-fungsi ini dikendalikan secara langsung atau tidak langsung oleh faktor

hormonal maupun biokimiawi di luar maupun di dalam tulang.3

Terdapat tiga tipe berbeda dari generalized diminished bone density atau

osteopenia, yaitu: osteoporosis, osteomalasia dan osteolisis. Osteoporosis didefinisikan

sebagai pengurangan nonfokal massa tulang per unit volume (sentimeter kubik) tanpa

adanya perubahan komposisi kimiawi tulang. Osteomalasia terjadi bila mineralisasi

osteoid tidak adekuat dan komposisi kimiawi tulang berubah. Sedangkan pada osteolisis

terjadi peningkatan kecepatan resorpsi tulang oleh osteoklas atau disebabkan oleh

kelainan proliferasi sumsum tulang dan atau marrow packing.3

E. Etiologi

Rickets dapat terjadi secara kongenital ataupun akuisita. Berbagaifaktor yang turut

berperan dalam terjadinya rickets yaitu metabolisme vitamin D yang meliputi asupan,

hidroksilasi pada hepar dan ginjal, dan resistansi organ terhadap kerja hormon.

Penyebab yang biasa dijumpai antara lain yaitu: malnutrisi, paparan sinar matahari yang

kurang, status malabsorpsi yang melibatkan pankreas, usus halus dan hepar, serta

hidroksilasi yang abnormal.1

Penyebab terjadinya rickets pada anak yang berusia kurang dari 6 bulan yaitu

antara lain karena hipofosfatasia, dimana hipofosfatasia atau hipokalsemia ini

merupakan penyebab rickets pada osteopetrosis yang berat. Rickets juga banyak terjadi

pada bayi prematur, dimana gambaran radiologis rickets ditemui pada sekitar 55% bayi

dengan berat lahir kurang dari 1000 gram. Rickets juga banyak terjadi pada

12
hiperparatiroidisme primer dan faktor-faktor prenatal lain yaitu hiperparatiroidisme

maternal, defisiensi vitamin D maternal, insufiensi renal maternal. Sedangkan pada

anak yang berusia lebih dari 6 bulan, rickets lebih banyak disebabkan karena defisiensi

nutrisi (nutritional rickets), kelainan pada hepar yang meliputi penyakit hepar kronis

dan terapi antikonvulsan, malabsorbsi, insufisiensi tubular ginjal serta penyakit ginjal

kronis.5

Klasifikasi etiologi rickets dapat dijelaskan sebagai berikut, yaitu: 1) Status

defisiensi meliputi defisiensi vitamin D, defisiensi kalsium, defisiensi fosfat, defisiensi

paparan sinar matahari serta rickets ofprematurity; 2) Absorptif, meliputi kelainan pada

gastrointestinal,hepatobilier dan pankreatik; 3) Kelainan tubular renal herediter

(renalrickets) meliputi Vitamin D dependent rickets (VDDR), Vitamin D refractory

rickets (VDRR), Vitamin D refractory rickets denganglukosuria, Sindroma Fanconi,

asidosis tubular renal (tubular distal); 4) Renal osteodystrophy (uremic osteopathy); 5)

Iatrogenik yang terjadi karena misalnya pemberian terapi antikonvulsan,

hiperalimentasi intravena, antasida yang tak dapat diabsorpsi, dialisis peritoneal,

hemodialisis; 6) Terkait tumor; 7) Lain-lain, yang meliputi diantaranya: hipofosfatasia,

vitamin D refractory rickets tipe II, osteomalasia aksial yang tidak khas.3

Penyebab rickets yang terbanyak dulu dan hingga saat ini adalah karena defisiensi

vitamin D, meskipun demikian di sebagian besar rumah sakit penyebab yang lebih

sering ditemui adalah karena kelainan absorpsi dan kelainan ginjal.2 Di beberapa negara

tropis dengan paparan sinar matahari yang cukup, defisiensi kalsium merupakan

penyebab yang lebih penting daripada defisiensi vitamin D.13

13
F. Patofisiologi

Rickets dapat disebabkan oleh berbagai faktor seperti yang telahdisebutkan di

atas. Pada kasus defisiensi vitamin D (asupan nutrisi, paparan sinar matahari yang

kurang, gangguan pembentukan pada hepar dan ginjal), akan terjadi gangguan absorbsi

kalsium dan fosfat di usus halus, penurunan reabsorbsi kalsium dan fosfat di ginjal serta

gangguan mineralisasi tulang secara langsung. Sebagai akibatnya terjadi mineralisasi

yang inadekuat pada matriks organik tulang yang baru tersintesis (osteoid) pada tulang

yang imatur karena gangguan deposisi kalsium dan fosfat pada tulang.3

Gambar 3. Proses terjadinya riketsia.

14
G. Epidemiologi

Vitamin D-deficiency rickets merupakan penyakit yang seringterjadi pada abad

lalu, namun sekarang sangat jarang dijumpai di negara maju. Penyakit ini kadang-

kadang djumpai pada bayi dengan berat badan rendah sesuai masa kehamilan. Di negara

berkembang, vitamin D-deficiency rickets masih merupakan penyakit yang umum

dijumpai.Adapun di negara maju, vitamin D-resistdant rickets merupakan kelainan

tulang metabolik yang paling sering dijumpai. Kelainan ini merupakan kelainan yang

diturunkan dengan pola pewarisan x-linked dominant pada dua pertiga kasus, dan lebih

banyak diderita anak perempuan daripada anak laki-laki.14 Sebuah data menyebutkan

bahwa rickets di Turki dan di Afrika banyak disebabkan oleh defisiensi kalsium,

sedangkan pada anak ras Afrika-Amerika terjadinya rickets dapat disebabkan paparan

sinar matahari yang inadekuat.5

Rickets aktif bermanifestasi hanya pada tulang yang mengalamipertumbuhan

sehingga kelainan ini tampak pada periode pertama pertumbuhan yang berlangsung

cepat, yaitu usia antara 6 bulan dan 3 tahun terutama dibawah 18 bulan. Tipe rickets

yang kurang parah dapat tidak bermanifestasi sampai usia prepubertas. Rickets

dilaporkan semakin banyak terjadi pada bayi prematur dengan berat badan lahir sangat

rendah. Patogenesis hal ini kemungkinan karena metabolik, nutrisional, dan pada

beberapa kasus karena iatrogenik.3,12

H. Manifestasi klinis

Pada bayi baru lahir dengan berat badan lahir yang sangat rendah atau bayi yang

membutuhkan alimentasi parenteral, sering dijumpai osteopenia dan fraktur.4 Pada bayi

15
yang berumur kurang dari setahun, kejang hipokalsemia dapat merupakan manifestasi

awal terjadinya rickets.5,13

Gambar 4. Tanda klinis pasien rakhitis.

Pada bayi yang lebih besar dan pada anak-anak, rickets bermanifestasi dengan

pelebaran metafisis tulang panjang, costochondraljunctions yang prominen (rachitic

rosary), flaring dinding thoraks anteriorbawah, frontal bossing, dan kadang-kadang

dijumpai craniotabes. Setelah anak mulai belajar berjalan dan terdapat tumpuan berat

badan, dapat terjadi adanya genu valgum atau genu varum (lebih sering dijumpai). Juga

dapat dijumpai bengkoknya tibia ke arah anterior (saber shin). Anak akan lebih lambat

dalam belajar duduk, berdiri dan berjalan daripada anak normal. Juga dapat terjadi

gambaran coxae varae yang dapat diikuti dengan terjadinya skoliosis. Pada gigi juga

dapat dijumpai erupsi gigi yang terlambat, hipoplasia enamel dengan karies dentis.

Manifestasi sistemik rickets meliputi kelemahan otot, gangguan pergerakan dan

16
pertumbuhan,anoreksia, dan peningkatan kerentanan terhadap infeksi pada pasien

dengan defisiensi vitamin D.1,4,14

Gambar 5. Gambaran rakhitis

I. Pemeriksaan radiologi

Pemeriksaan radiologi turut berperan dalam menilai rickets, dan dapat dilakukan

dengan pemeriksaan foto polos, CT scan, magneticresonance imaging (MRI),

skintigrafi, bone scan dan ultrasonografi (USG)a. Pemeriksaan foto polos

Perubahan radiologis pada rickets diilustrasikan dengan baik pada tulang panjang.

Meskipun terjadi perubahan pada tulang secara umum, namun lokasi pertama dan

paling nyata dijumpai dimana pertumbuhan tulang berlangsung sangat cepat seperti

pergelangan tangan, lutut, costochondral junction, femur distal dan proksimal, tibia

proksimal,humerus proksimal dan radius distal.3,15,16

17
Pada rickets, terjadi osifikasi yang abnormal yang menyebabkan retardasi tulang

dan osteopenia. Gambaran radiografi paling awal pada rickets yaitu pelebaran lempeng

epifisis disepanjang aksis longitudinaltulang yang diikuti dengan penurunan densitas

tulang pada sisi metafisis lempeng epifisis. Seriring dengan perkembangan penyakit,

pelebaran lempeng epifisis akan semakin bertambah dan zona kalsifikasi provisional

menjadi ireguler. Selanjutnya tampak gambaran fraying dan iregularitas pada tulang

spongiosa pada metafisis.1,15,16

Pada foto polos dapat dijumpai tampak gambaran yang khas yaitu sebagai berikut:

di kepala dapat tampak gambaran frontal bossing, wormian bones, maupun craniotabes;

pada genu dapat tampak genu varum maupun genu valgum; pada tibia akan tampak

saber shin, pada pelvis dapat dijumpai gambaran triradiate pelvis serta epifisi caput

femur yang mengalami slipped; pada thorax dapat dijumpai gambaran rachitic rosary

dan pectus carinatum. Selain itu juga dapat dijumpai fraktur greenstick, skoliosis,

keterlambatan erupsi gigi dan hipoplasia enamel gigi.1,15

b. Pemeriksaan radiologi lain

Pemeriksaan CT scan dapat membantu mengevaluasi adanya fraktur dan menilai

densitas tulang. Pemeriksaan MRI merupakan pemeriksaan yang optimal untuk melihat

pelebaran epifisis dengan meningkatnya sinyal T2, menghilangnya zona kalsifikasi

provisional serta mendeteksi Looser’s zone. Lebar epifisis normal berkisar 0,9-1,9 mm,

sedangkan pada rickets dapat melebar menjadi 2,5-3 mm. Pemeriksaan skintigrafi dapat

memperlihatkan cortical infractions yang kemudian akan berkembang menjadi Looser’s

zones. Pemeriksaan bone scan menggunakan technetium 99m methylene

18
diphosphonate(MDP) dapat menunjukkan adanya area peningkatan uptake bilateral dan

simetris, yang akan memperlihatkan inital flare up setelah terapi awal. Pemeriksaan

ultrasonografi dapat membantu mengevaluasi epifisis caput femur yang mengalami

slipped serta berperan dalam mengevaluasi ginjal.1,5

J. Pemeriksaan laboratorium

Hasil laboratorium pada pasien rickets dapat bervariasi sesuai dengan derajat

defisiensi vitamin D yang terjadi. Sebagian besar pasien dengan rickets mempunyai

kadar kalsium total yang normal atau rendah, kadar fosfat yang rendah, serta

peningkatan fosfatase alkali dan konsentrasi hormon paratiroid.4,13 Pada kasus defisiensi

vitamin D, dapat terjadi penurunan kadar vitamin D aktif yang sangat rendah, biasanya

kurang dari 5 ng/mL. Meskipun demikian kadarnya tidak turun dengan ekstrim pada

pasien rickets akibat defisiensi kalsium atau yang telah mendapat terapi vitamin D

ataupun mendapat paparan sinar matahari yang cukup.13

K. Diagnosis banding radiologis

Terdapat beberapa kelainan yang mempunyai kemiripan dengan rickets

berdasarkan gambaran radiologis. Diagnosis banding rickets yangdibahas berikut ini

adalah osteogenesis imperfekta, non accidental injury, dan skurvi.

1. Osteogenesis imperfekta

Osteogenesis imperfekta merupakan kelainan kongenital yang relatif jarang, dan

bermanifestasi sebagai peningkatan fragilitas tulang dan osteoporosis, juga dengan

kelainan gigi, sendi serta kulit yang tipis. Kelainan ini terjadi karena abnormalitas

kolagen tipe I, sehingga terdapat kelainan pada sklera, kornea, sendi dan kulit. Terdapat

19
empat tipe osteogenesis imperfekta yang didasarkan pada gangguan kolagen spesifik

yang terjadi.16,17

Tipe 1 merupakan tipe yang paling sering terjadi, dengan pewarisan autosomal

dominan. Tipe I ditandai dengan fraktur dengan derajat keparahan yang bervariasi,

namun fragilitas tulang cenderung ringan dan tinggi badan sedikit berkurang. Tipe I ini

dibagi menjadi tipe IA dan IB. Tipe IA mempunyai gambaran gigi yang normal, dengan

perubahan tulang ringan. Pada tipe IB terdapat dentinogenesis imperfekta dan

perubahan tulang yang lebih berat. Osteoporosis terjadi dengan penipisan korteks

dengan gambaran tulang panjang yang melengkung, tipis dan langsing. Sebagian besar

fraktur terjadi dimasa kanak-kanak. Terdapat pula gambaran wormian bones pada

cranium. Tipe 1 ini terdiri dari kasus yang dahulu diklasifikasikan sebagai osteogenesis

imperfecta tarda.16,17Tipe 2 dan 3 ditandai denganketerlibatan tulang yang parah serta

survival yang rendah. Tipe ini kemungkinan dahulu diklasifikasikan sebagai

osteogenesis kongenita. Pasien dengan tipe 2 dan 3 ini mempunyai sklera biru dan

mengalami fraktur saat lahir atau dalam kandungan. Pasien dengan tipe 4 mempunyai

sklera yang normal dan temuan pada tulang yang bervariasi.16 Pada keempat tipe

osteogenesis imperfekta ini, bowing pada tulang panjang disebabkan oleh osteoporosis

dan fraktur multipel.16 Sebagian besar fraktur pada tulang panjang melibatkan diafisis

atau regio metadiafisis. Pada kasus yang jarang, dapat dijumpai fragmen metafisis kecil

dengan pola corner fracture.6

20
2. Non accidental injury (NAI)

Non accidental injury (NAI) disebut juga sebagai Child abuse, battered child

syndrome, shaken baby syndrome dan sebagainya.Trauma tulang merupakan temuan

yang paling sering dijumpai pada studi pencitraan anak dengan NAI.6,15, Pola trauma

skeletal meliputi subperiosteal new bone formation, fraktur metafisis atau classic

metaphyseal lesion (CML), pemisahan epifisis, dan fraktur padadiafisis.18

Temuan pada tulang yang paling sering berhubungan dengan NAI yaitu classic

metaphyseal lesion (CML), yang disebut juga metaphyseal corner fracture dan bucket

handle fracture. CML terjadipada sekitar 20% kasus fraktur akibat NAI dan biasanya

dijumpai multipel. Faktur ini lebih sering terjadi pada ekstremitas bawah dan paling

sering dijumpai di sekitar lutut.18Secara patologis frakturmeluas mendatar melalui

spongiosa primer. Fraktur dapat meluas parsial atau komplit menyeberangi metafisis.

Fraktur seperti ini palingsering terjadi pada femur distal, tibia dan fibula proksimal dan

distal, humerus proksimal, serta lebih jarang dijumpai pada siku, pergelangan tangan,

femur proksimal. Fraktur terjadi dengan torsi dan traksi ekstremitas yang terjadi karena

bayi direbut di lengan atau kaki. Fraktur juga dapat terjadi setelah akselerasi dan

deselerasi ekstremitas yang tiba-tiba karena bayi diguncangkan dengan hebat dan

direbut di thorax. Fraktur terjadi pada thorax bayi, terutama pada costa posterior.6

Terdapat temuan-temuan pada NAI yang mempunyai spesifisitas tinggi, sedang

dan rendah, yang dapat membantu menyingkirkan adanya NAI. Temuan dengan

spesifisitas yang tinggi diantaranya adalah classic metaphyseal lesion, fraktur costa

terutama aspek posterior, fraktur yang tidak biasa, misalnya pada vertebra, acromion.

21
Temuan dengan spesifisitas sedang diantaranya adalah fraktur multipel terutama fraktur

bilateral, fraktur multipel dengan waktu terbentuknya yang berbeda-beda, fraktur pada

jari terutama pada anak yang belum bisa berjalan/merangkak, serta fraktur cranium

kompleks. Sedangkan temuan dengan spesifisitas yang rendah diantaranya adalah

subperiosteal new bone formation, fraktur clavicula, fraktur padacorpus tulang panjang,

dan fraktur cranium linear.18

3. Skurvi

Skurvi disebabkan oleh defisiensi vitamin C atau asam askorbat, biasanya terkait

diet. Pada kelainan ini terjadi gangguan jaringan ikat untuk menghasilkan kolagen

sehingga terdapat defek produksi osteoid oleh osteoblas dan berkurangnya ossifikasi

endokhondral tulang.7,8Kelainan ini banyak diderita secara khas pada bayi berusia 6

bulan hingga 9 bulan dan jarang diderita pada bayi berusia kurang dari 6 bulan karena

masih terdapat cadangan vitamin C pada bayi.7,8,17Tulang pada kelainan skurvi biasanya

tampak osteopenik difus, dengan batas yang relatif hiperdens (white lines of scurvy)

dimana mineralisasi osteoid berlanjut. Secara radiografis terdapat empat tanda

karakteristik pada skurvi, yaitu: 1) epifisis tampak kecil, dan dibatasi dengan tegas oleh

rim sklerotik atau Wimberger sign; 2) zona kalsifikasi provisional pada metafisis yang

bertumbuh menjadi tampak opak, yang memberikan gambaran garis putih atau

Frankel’s line; 3)dibawah lesi tersebut terdapat zona lusen yang disebabkan kekurangan

mineralisasi osteoid yang disebut sebagai Trumerfeldzone; 4)karena kelemahan pada

area ini, maka akan cenderung terjadifraktur pada batas korteks, yang memberikan

gambaran Pelkan’sspur.Terdapat pula perdarahan subperiosteal yang

22
disebabkanfragilitas kapiler. Akibatnya terjadi gambaran peninggian periosteal dan

pembentukan tulang baru berikutnya.17

L. Terapi

Pengobatan dapat diberikan secara bertahap selama beberapa bulan atau dosis

tunggal 15.000 mcg (600.000) vitamin D sehari. Jika metode bertahap dipilih, 125-250

mcg (5000-10.000 IU) diberikan 2-3 bulan sampai penyembuhan tercapai dan

konsetrasi alkali fosfatase mendekati normal.kesuksesan bergantung pada kepatuhan.

Jika vitamin D diberikan dalam satu hari, biasanya dibagi menjadi 4-6 dosis oral. Selain

itu, mengonsumsi makanan kaya akan kalsium seperti susu dan keju sangat penting

untuk mencukupi kebutuhan tubuh.20

23
BAB III

PENUTUP

Ricket merupakan suatu penyakit perlunakan tulang yang khas pada anak akibat

abnormalitas semua reaksi biokimiawi sintetik (anabolik) maupun degradatif (katabolik)

di dalam tubuh.Kelainan mineralisasi pada tulang imatur dominan terjadi pada ujung

tulang yang bertumbuh dimana osifikasi enkhondral berperan, yang memberikan

gambaran klasik rickets.

Rickets dapat terjadi secara kongenital ataupun akuisita. Berbagaifaktor yang turut

berperan dalam terjadinya rickets yaitu metabolisme vitamin D yang meliputi asupan,

hidroksilasi pada hepar dan ginjal, dan resistansi organ terhadap kerja hormon.

Penyebab yang biasa dijumpai antara lain yaitu: malnutrisi, paparan sinar matahari yang

kurang, status malabsorpsi yang melibatkan pankreas, usus halus dan hepar, serta

hidroksilasi yang abnormal.

Rickets dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik

danpemeriksaan penunjang. Pemeriksaan radiologi turut berperan dalam menilai rickets,

dan dapat dilakukan dengan pemeriksaan foto polos, CT scan, magnetic resonance

imaging (MRI), skintigrafi, bone scan dan ultrasonografi (USG). Pengobatan ricket

dapat dilakukann dengan cara pemberian vitamin D secara bertahap maupun dosis

tunggal. Keberhasilan pengobatan bergantung pada kepatuhan pasien.

24
Pengobatan dapat diberikan secara bertahap selama beberapa bulan atau dosis

tunggal 15.000 mcg (600.000) vitamin D sehari. Jika metode bertahap dipilih, 125-250

mcg (5000-10.000 IU) diberikan 2-3 bulan sampai penyembuhan tercapai dan

konsetrasi alkali fosfatase mendekati normal.kesuksesan bergantung pada kepatuhan.

Jika vitamin D diberikan dalam satu hari, biasanya dibagi menjadi 4-6 dosis oral.

25
26
27

Anda mungkin juga menyukai