Anda di halaman 1dari 40

EVALUASI PROFIL SENSORI SEDIAAN PEMANIS

KOMERSIAL MENGGUNAKAN METODE CHECK-ALL-


THAT-APPLY (CATA)

KARISKA ISWARI YASA

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PERNYATAAN SKRIPSI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Evaluasi Profil Sensori
Sediaan Pemanis Komersial Menggunakan Metode Check-All-That-Apply
(CATA) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, September 2016

Kariska Iswari Yasa


NIM F24120029
ABSTRAK

KARISKA ISWARI YASA. Evaluasi Profil Sensori Sediaan Pemanis Komersial


Menggunakan Metode Check-All-That-Apply (CATA). Dibimbing oleh DEDE
ROBIATUL ADAWIYAH.

Pengertian sediaan pemanis atau table-top sweetener menurut BPOM (2014)


adalah pemanis dalam bentuk granul, serbuk, tablet atau cair yang siap
dikonsumsi sebagai produk akhir yang dikemas dalam kemasan sekali pakai.
CATA merupakan metode sederhana dan cepat untuk mengumpulkan informasi
mengenai sifat sensori suatu produk berdasarkan persepsi konsumen (Ares 2011).
Metode CATA terdiri dari dua tahap, yaitu pemilihan panelis dan pengujian
sensori. Penelitian ini bertujuan untuk (1) mempelajari profil sensori pemanis
ideal dan sediaan pemanis komersial menurut panelis non-diabetes dan diabetes,
(2) mengidentifikasi peta kesukaan panelis terhadap sediaan pemanis komersial
dan (3) mengidentifikasi atribut sensori yang berpotensi dalam pengembangan
produk sediaan pemanis. Hasil analisis CATA dengan perangkat lunak XLSTAT
2016 menunjukkan bahwa persepsi pemanis ideal menurut panelis non-diabetes
memiliki profil sensori sweet, sweet aftertaste, body dan cooling. Sedangkan
persepsi menurut panelis diabetes hanya sweet dan body. Terdapat tiga produk
yang paling mendekati pemanis ideal menurut panelis non-diabetes yaitu A, B dan
D, sedangkan menurut panelis diabetes hanya satu produk yaitu produk D. Produk
D paling disukai oleh panelis baik non-diabetes maupun diabetes, karena seluruh
panelis memberikan nilai kesukaan terhadap produk D di atas rata-rata. Tidak ada
korelasi antara atribut sensori dengan kesukaan panelis yang signifikan terhadap
nol pada taraf uji 5%, dengan kata lain tidak ada atribut sensori sediaan pemanis
yang benar-benar mengendalikan kesukaan panelis. Sediaan pemanis untuk
konsumen non-diabetes baik bila memiliki atribut sensori sweet aftertaste dan
tidak boleh memiliki atribut sensori bitter aftertaste. Sedangkan pada sediaan
pemanis untuk konsumen diabetes, body berpotensi menjadi atribut sensori yang
wajib dimiliki tetapi tidak signifikan pada taraf uji 5%.

Kata kunci: pemanis ideal, sediaan pemanis komersial, CATA


ABSTRACT

KARISKA ISWARI YASA. Profile Sensory Evaluation of Commercial Table-


Top Sweeteners Using Check-All-That-Aplly (CATA) Method. Supervised by
DEDE ROBIATUL ADAWIYAH

Table-top sweetener is sweeteners in the form of granule, powder, tablet or liquid


ready to be consumed as final product are packed in disposable packaging (BPOM
2014). CATA is a simple and valid tools for gathering information about food
products base on consumer perception (Ares 2010). There were two steps in
CATA method: a panelist selection part and a sensory testing part. The objective
of this study were to (1) profiled sensory characteristics of ideal sweetener and
commercial table-top sweeteners by non-diabetic and diabetic panelists, (2)
identified the panelist preferences mapping for commercial table-top sweeteners
and (3) identified the potential sensory attributes in table-top sweetener
development. CATA analysis results with XLSTAT 2016 software indicates that
perception ideal sweeteners by non-diabetic panelists have a sensory profile that
sweet, sweet aftertaste, body and cooling. A, B and D come closest to the ideal
sweetener. Meanwhile perception ideal sweetener by diabetic panelists have a
sensory profile that sweet and body. D come closest to ideal sweetener. D is the
most favored product by non-diabetic and diabetic panelists, because D get a
preference value above the average from all panelists. There is no correlation
between the sensory attributes and panelist preference that significant from zero at
5% test level, it means that there is no table-top sweetener sensory attributes that
control panelist preference significantly. In product development, table-top
sweeteners for non-diabetic consumer must not have a bitter aftertatse and nice to
have a sweet aftertaste. Meanwhile table top sweeteners for diabetic consumer
must have a body but not significant at 5% test level.

Keywords: ideal sweeteners, commercial table-top sweeteners, CATA


EVALUASI PROFIL SENSORI SEDIAAN PEMANIS
KOMERSIAL MENGGUNAKAN METODE CHECK-ALL-
THAT-APPLY (CATA)

KARISKA ISWARI YASA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian
pada
Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian ini adalah eksplorasi metode evaluasi sensori berbasis
konsumen dengan judul Evaluasi Profil Sensori Sediaan Pemanis Komersial
Menggunakan Metode Check-All-That-Apply (CATA). Skripsi ini disusun dalam
rangka melengkapi tugas akhir dan sebagai salah satu syarat meraih gelar Sarjana
Teknologi Pertanian di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas
Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Dede Robiatul Adawiyah, MSi
selaku dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan waktunya untuk
membimbing penulis dalam menyelesaikan penelitian ini, kepada Elvita
Kusumaningtyas, ST.P. selaku pembimbing lapang yang telah mendampingi
penulis selama melaksanakan program magang dan Dr. Ing. Azis Boing
Sitanggang, ST.P., M.Sc selaku dosen penguji yang telah memberikan banyak
masukan. Ungkapan terimakasih penulis sampaikan kepada orang tua yaitu Bapak
Iyus Yusman dan Ibu Ika Rustika, adik Patria Adi Yasa dan Fawaz Azhar Yasa,
serta seluruh keluarga atas segala do’a dan kasih sayangnya. Terakhir, ungkapan
terima kasih penulis sampaikan kepada Agung DLGS, S.T., Dian Puspitasari, Ihda
Azizah, Lolita Agni, Ratu Intan Pramita, Erka Fitria, teman-teman ITP 49 dan
seluruh kerabat atas segala bantuan dan dukungannya.
Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat.

Bogor, September 2016

Kariska Iswari Yasa


DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vi
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 3
Manfaat Penelitian 3
METODE 3
Bahan dan Alat 3
Waktu dan Tempat Penelitian 3
Metode Penelitian 4
Analisis Data 6
HASIL DAN PEMBAHASAN 7
Profil Panelis 7
Profil Sensori Pemanis Ideal dan Sediaan Pemanis Komersial 8
Peta Kesukaan Panelis terhadap Sediaan Pemanis Komersial 11
Identifikasi Atribut Sensori untuk Pengembangan Produk Sediaan Pemanis 13
SIMPULAN DAN SARAN 16
Simpulan 16
Saran 17
DAFTAR PUSTAKA 17
LAMPIRAN 20
RIWAYAT HIDUP 26
DAFTAR TABEL
1. Kategori SES panelis 4
2. Takaran penyajian sampel 5
3. Daftar atribut sensori yang digunakan dalam kuesioner pengujian
sensori 6
4. Format Data CATA untuk masing-masing kategori panelis 7
5. Rangkuman analisis atribut sensori pada sediaan pemanis oleh penalty
analysis 16

DAFTAR GAMBAR
1. Susunan penyajian sampel untuk satu sesi pengujian 5
2. Daerah asal panelis 7
3. Proporsi panelis di setiap interval usia 8
4. Representasi profil sensori sediaan pemanis komersial dan pemanis
ideal menurut panelis non-diabetes 9
5. Representasi profil sensori sediaan pemanis komersial dan pemanis
ideal menurut panelis diabetes 9
6. Peta kesukaan panelis (a) non-diabetes dan (b) diabetes terhadap
sediaan pemanis komersial 12
7. Kurva analisis atribut must have pada sediaan pemanis oleh (a) panelis
non-diabetes dan (b) panelis diabetes 14
8. Kurva analisis atribut nice to have dan must not have (a) panelis non-
diabetes (b) panelis diabetes 15

DAFTAR LAMPIRAN
1. Kuesioner tahap dua, pengujian sensori 20
2. Hasil Cochran’s Q test masing-masing atribut sensori dengan multiple
pairwise comparisons Marascuilo pada taraf uji 5% 22
3. Korelasi antara atribut sensori pada sediaan pemanis komersial dengan
kesukaan panelis 23
4. Analisis atribut sensori must have pada sediaan pemanis 24
5. Analisis atribut sensori nice to have dan must not have pada sediaan
pemanis 25
1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pemanis merupakan senyawa kimia yang digunakan sebagai salah satu


bahan baku industri yang memiliki fungsi utama menghasilkan rasa manis. Dilihat
dari sumbernya, pemanis dapat dikelompokkan menjadi pemanis alami dan
pemanis buatan (sintetis). Pemanis alami dikenal sebagai gula alam atau sukrosa,
biasanya berasal dari tanaman seperti tebu (Saccharum officanarum L) dan bit
(Beta vulgaris L) yang merupakan tanaman penghasil pemanis utama (Cahyadi
2008). Pemanis alami adalah pemanis yang dapat ditemukan dalam bahan alam
meskipun prosesnya secara sintetik ataupun fermentasi. Pemanis buatan adalah
pemanis yang diproses secara kimiawi, dan senyawa tersebut tidak terdapat di
alam. Terdapat 8 jenis pemanis alami dan 6 jenis pemanis buatan yang diizinkan
oleh BPOM (2014) untuk ditambahkan ke dalam produk pangan baik secara
tunggal maupun kombinasi. Pemanis alami yang diizinkan di antaranya sorbitol,
manitol, isomalt, glikosida steviol, maltitol, laktitol, silitol dan eritritol. Pemanis
buatan yang diizinkan di antaranya asesulfam-K, aspartam, siklamat, sakarin,
sukralosaa dan neotam. Pemanis buatan hanya boleh ditambahkan ke dalam bahan
pangan dalam jumlah tertentu (BPOM 2014).
Pengertian sediaan pemanis atau table-top sweetener adalah pemanis
dalam bentuk granul, serbuk, tablet atau cair yang siap dikonsumsi sebagai produk
akhir yang dikemas dalam kemasan sekali pakai (BPOM 2014). Menurut LMC
International and The Nutra Sweet Company Estimates (2010), market share dari
pemanis buatan didominasi oleh aspartam 27%, sukralosa 24% dan sakarin 20%,
sedangkan pemanis buatan lainnya yaitu siklamat 14%, stevia 7%, asesulfam-K
7% dan neotam 1%. Pemanis buatan 59% digunakan untuk bahan pangan (food
ingredient), 25% untuk bahan non-pangan (non-food ingredient), 14% untuk
sediaan pemanis (table-top sweetener) dan 2% untuk suplemen makan (dietary
supplement) (AMI Business Consulting 2001). Pemanis buatan tersebut digunakan
dalam pangan untuk beberapa tujuan di antaranya mengontrol asupan kalori,
karbohidrat dan atau gula, membantu mempertahankan atau mengurangi berat
badan, membantu dalam manajemen diabetes, mengontrol karies gigi,
memperluas penggunaan untuk produk farmasi dan kosmetik, menggantikan
kemanisan gula (sukrosa) dengan jumlah yang lebih sedikit dan biaya yang lebih
murah (Nabors 2016).
Perkembangan berbagai macam pemanis diiringi dengan tantangan untuk
membuat sediaan pemanis yang memiliki profil karakteristik sensori mirip atau
bahkan lebih unggul dari gula (sukrosa) (Deis 2006). Gula (sukrosa) sebagai
pemanis banyak dikonsumsi oleh masyarakat sehari-hari, akan tetapi bila terlalu
banyak mengonsumsi gula (sukrosa) dapat menimbulkan efek yang merugikan
kesehatan (Raini dan Isnawati 2011). Akibat asupan gula yang tinggi membuat
pankreas bekerja keras untuk memproduksi insulin yang dibutuhkan dalam
menormalkan kadar gula dalam darah. Produksi insulin yang berlebihan pada
akhirnya dapat menimbulkan kelelahan pankreas sehingga produksi insulin akan
menurun. Hal ini dapat berakhir dengan tingginya kadar gula dalam tubuh dan
akan mengakibatkan diabetes mellitus (DM) (Pick 2010). Produksi sediaan
2

pemanis komersial (rendah atau non kalori) juga meningkat dengan banyaknya
konsumen berkebutuhan khusus seperti penderita DM yang memiliki diet khusus
untuk mengurangi asupan gula (sukrosa). Sidang umum Persatuan Bangsa Bangsa
(PBB) mengeluarkan resolusi Nomor 61/ 225 yang mendeklarasikan bahwa
epidemik DM merupakan ancaman global dan serius sebagai salah satu penyakit
tidak menular yang menitikberatkan pada pencegahan dan pelayanan DM
diseluruh dunia. World Health Organization (WHO) mencatat pada tahun 2000
terdapat 171 juta jiwa penduduk dunia yang menderita DM dan diperkiran pada
tahun 2030 akan meningkat mencapai 366 juta jiwa. Pada tahun 2011 Indonesia
menempati urutan ke-10 dengan jumlah penderita DM 7.3 juta jiwa dan
meningkat pada tahun 2012 menempati urutan ke-7 dengan jumlah penderita DM
7.4 juta jiwa (American Diabetes Association 2014).
Informasi karakteristik sensori produk sangat kritikal untuk kesuksesan
pengembangan produk pangan. Informasi tersebut biasa didapatkan dengan
menggunakan analisis sensori deskriptif menggunakan panelis terlatih (Stone dan
Sidel 2004). Analisis sensori deskriptif melibatkan 8-20 panelis terlatih dan
melalui tiga tahapan metodologi yaitu generasi deskripsi (description generation),
pelatihan panelis (assessor training) dan evaluasi sampel (evaluation of samples)
(Lawless dan Heymann 2010). Analisis sensori deskriptif bersifat rinci, akurat,
reliable dan konsisten (Meilgaard et al. 2007), akan tetapi membutuhkan biaya
yang besar dan waktu yang lama karena kosa kata dan pelatihan panelis harus
disesuaikan dengan masing-masing tipe produk. Hal tersebut menyulitkan industri
yang sering menghadapi keterbatasan sumberdaya dan waktu, tetapi harus secara
rutin mengaplikasikan analisis sensori deskriptif dalam pengembangan produk.
Selama mengembangkan produk pangan, perusahaan harus memahami apa yang
dibutuhkan dan diinginkan oleh konsumen, sehingga persepsi konsumen
mengenai produk tersebut dapat menjadi jaminan kesuksesan pengembangan
produk (Varela et al. 2010).
Paradigma umum dalam ilmu sensori adalah informasi mengenai
karakteristik sensori produk pangan didapatkan dari panelis terlatih, sedangkan
konsumen hanya menilai kesukaan tanpa memberikan penilaian mengenai
persepsi mereka terhadap karakteristik sensori produk. Namun menurut Kleij dan
Musters (2003), terdapat kemungkinan bahwa panelis terlatih mendeskripsikan
produk secara berbeda dari konsumen dan atau memperhitungkan atribut yang
tidak relevan dengan produk yang diterima oleh konsumen akhir. Menurut Ares et
al. (2010), perusahaan harus memahami lebih dalam mengenai bagaimana
persepsi konsumen terhadap produk, bagaimana kebutuhan konsumen dibentuk
dan bagaimana konsumen memilih produk berdasarkan kebutuhannya. Menurut
Meiselman (1993), terjadi pergeseran fokus ilmiah yaitu pergeseran dari
mempelajari produk pangan menjadi mempelajari produk pangan dan
konsumennya. Metode evaluasi sensori berbasis konsumen yang banyak
digunakan saat ini adalah Free-Choice Profiling (Williams & Langron 1984),
Projective Mapping (Risvik et al. 1994), Flash Profiling (Dairou & Sieffermann
2002), Sorting (Abdi et al. 2007) dan Check-All-That-Apply (Adams et al. 2007).
Metode Check-All-That-Apply (CATA) sangat terkenal karena kecepatan
dan kemudahannya (Adams et al. 2007). CATA merupakan metode sederhana dan
cepat untuk mengumpulkan informasi mengenai suatu produk berdasarkan
persepsi konsumen (Ares 2010). Metode ini meminta panelis untuk memilih
3

atribut sensori yang dianggap tepat untuk menggambarkan suatu produk (Adams
et al. 2007). Data pada CATA bersifat dikotomis yaitu “1” untuk menggambarkan
kehadiran suatu atribut sensori dalam produk dan “0” untuk menggambarkan
ketidakhadiran atribut sensori tersebut (Dooley et al. 2010). Menurut Adams et al.
(2007), keuntungan utama CATA dibandingkan dengan metode yang lain adalah
CATA merupakan metode yang sangat cepat dan spontan, dapat meminimalisasi
jumlah waktu dan efek kognitif yang diminta dari panelis, merupakan metode
yang sangat tepat untuk konsumen yang naif, memiliki kemampuan untuk melihat
bagaimana konsumen memahami produk dari sudut pandang sensori dan
bagaimana karakteristik sensori dapat menyusun pola persepsi dari konsumen
(Ares et al. 2010). Dalam penelitian ini, konsumen sediaan pemanis terbagi
menjadi dua kategori yaitu konsumen non-diabetes (dengan atau tanpa riwayat
turunan diabetes) dan konsumen diabetes, metode CATA digunakan untuk
mengevaluasi profil sensori sediaan pemanis komersial menurut dua kategori
konsumen tersebut.

Tujuan Penelitian

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah (1) mempelajari profil sensori


pemanis ideal dan sediaan pemanis komersial menurut panelis non-diabetes dan
diabetes (2) mengidentifikasi peta kesukaan konsumen terhadap sediaan pemanis
komersial dan (3) mengidentifikasi atribut sensori yang berpotensi dalam
pengembangan produk sediaan pemanis.

Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah


yang berguna untuk industri dalam mengembangkan sediaan pemanis yang
diinginkan oleh konsumen atau sediaan pemanis yang memiliki profil sensori
mirip dengan pemanis ideal.

METODE

Bahan dan Alat

Bahan utama yang digunakan adalah enam jenis sediaan pemanis komersial
(A, B, C, D, E dan F). Bahan-bahan lain yang digunakan adalah air merek “Aqua”
dan kreker krim merek “Khong Guan”.
Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah timbangan digital,
sendok alumunium, sudip, botol plastik 1 L, gelas ukur plastik, cup plastik 30 mL,
kertas label, plastik klip, nampan, alat tulis dan kertas kuesioner.

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan selama lima bulan, yaitu dari bulan Februari hingga
Juni 2016 dalam program magang di PT. X di Jawa Barat. Penelitian dilakukan di
beberapa area eksternal perusahaan seperti kampus Institut Pertanian Bogor (IPB)
4

Dramaga, Jabodetabek dan luar Jabodetabek seperti Sukabumi, Indramayu dan


Lampung.

Metode Penelitian

Penelitian dilakukan melalui dua tahap yaitu tahap pemilihan panelis dan
tahap pengujian sensori. Pemilihan panelis dilakukan dengan mengisi kuesioner
data diri untuk mengumpulkan informasi latar belakang panelis. Tahap pengujian
sensori terdiri dari metode Hedonic Rating dengan 6-poin skala kesukaan dan
Check-All-That-Apply (CATA) dengan 10 atribut sensori (Giacelone et al. 2013).
Tahap Pertama: Pemilihan Panelis
Kuesioner pada tahap pemilihan panelis dirancang untuk mengumpulkan
informasi latar belakang konsumen di antaranya jenis kelamin, usia, Socio
Economic Status (SES), tingkat pendidikan dan riwayat kesehatan. Kuesioner
tersedia dalam bentuk offline menggunakan kertas kuesioner dan online
menggunakan google form dan lime survey. Kuesioner yang digunakan
merupakan hasil adaptasi dari kuesioner SES mengenai produk kesehatan dari
Qualified Research Analyst (QRA) tahun 2015. Pada kuesioner terdapat
pertanyaan mengenai pengeluaran per bulan, jenis bahan bakar, jumlah watt listrik
dan sumber air minum yang digunakan di rumah. Masing-masing jawaban dari
pertanyaan tersebut memiliki nilai dan dijumlahkan menjadi nilai total untuk
dikategorikan berdasarkan kategori SES pada Tabel 1.

Tabel 1 Kategori SES panelis


Total Nilai Kategori SES
≥20 High
17-19 Medium
12-16 Low

Selanjutnya, kategori SES tersebut digabungkan dengan data kepemilikan


dan pendidikan untuk mendapatkan kategori SES gabungan. Calon panelis
dikategorikan berdasarkan SES gabungan menjadi Upper I, Upper II, Middle I,
Middle II dan Lower I. Kriteria panelis yang dapat mengikuti tahap selanjutnya
adalah panelis berusia minimal 25 tahun dan memiliki kategori SES gabungan
Upper I dan Upper II.
Tahap Kedua: Pengujian Sensori
a. Persiapan dan Penyajian Sampel
Enam jenis sediaan pemanis komersial digunakan dalam penelitian dan
disajikan setara dengan tingkat kemanisan 6.67% (b/v) sukrosa. Menurut BPOM
(2014), sediaan pemanis hanya boleh dikemas dalam kemasan sekali pakai yang
setara dengan 5 sampai 10 gram sukrosa. Takaran penyajian sampel sediaan
pemanis sesuai dengan petunjuk pada kemasan yaitu satu kemasan sampel setara
dengan 10 gram sukrosa dan dilarutkan dengan 150 mL air, takaran masing-
masing sampel dapat dilihat pada Tabel 2.
5

Tabel 2 Takaran penyajian sampel


Sampel Kode Sampel Takaran Saji (g) untuk 150 mL air
A 731 2.50
B 632 2.00
C 533 2.60
D 434 2.00
E 335 1.00
F 236 1.00

Masing-masing sampel disajikan sebanyak 15 mL ke dalam cup plastik 30


mL dan diberi label bertuliskan kode tiga digit angka acak yang berbeda. Sampel
tersebut disajikan dalam dua sesi pengujian untuk menghindari kejenuhan panelis
(tiga sampel untuk satu sesi pengujian). Jeda waktu antar sesi pengujian adalah 5-
10 menit yaitu saat indra pengecap panelis sudah dirasa netral. Susunan penyajian
sampel dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Susunan penyajian sampel untuk satu sesi pengujian

b. Pengambilan data Hedonic Rating dan Check-All-That-Apply (CATA)


Sebelum mencicipi sampel, panelis diberikan pertanyaan mengenai
persepsi profil sensori pemanis ideal dengan cara memberikan tanda ceklis pada
atribut sensori yang dianggap dapat mendeskripsikan pemanis ideal. Menurut
Mitchel (2006), terdapat setidaknya 22 atribut sensori yang biasa ditemukan
dalam pemanis. Namun, atribut sensori yang dilampirkan dalam kuesioner
pengujian sensori berjumlah 10 dan dapat dilihat pada Tabel 3. Panelis dalam
penelitian ini merupakan konsumen yang tidak seluruhnya memiliki kemampuan
dalam hal evaluasi sensori, oleh karena itu terdapat deskripsi atribut sensori untuk
memudahkan pemahaman panelis dalam pengujian sensori. Atribut sensori
tersebut telah disesuaikan dengan sediaan pemanis komersial yang digunakan
dalam penelitian dan dipilih melalui Focus Group Discussion (FGD) oleh panelis
terlatih PT. X.
Kepada panelis diberikan sampel masing-masing sebanyak 15 mL, satu
gelas air mineral 240 mL sebagai pembilas mulut dan satu keping kreker krim
untuk menghilangkan aftertaste saat pergantian sampel. Selanjutnya, panelis
diminta untuk mencicipi sampel dan menilai dengan 6-poin skala kesukaan (1=
sangat tidak suka, sampai dengan 6= sangat suka). Setelah itu, panelis diminta
untuk mencicipi sampel kembali dan menilai atribut sensori apa saja yang
dirasakan pada sampel dengan memberi tanda ceklis pada atribut sensori yang
dilampirkan pada kuesioner (Adams et al. 2007). Atribut sensori yang digunakan
pada CATA sama dengan atribut sensori yang digunakan dalam pertanyaan
6

mengenai persepsi profil sensori pemanis ideal. Penilaian masing-masing sampel


diisi pada lembar kuesioner yang berbeda untuk menghindari pembandingan antar
sampel oleh panelis. Kuesioner tahapan dua dapat dilihat pada Lampiran 1.
Tabel 3 Daftar atribut sensori yang digunakan dalam kuesioner pengujian sensori
No Atribut Sensori Deskripsi Atribut Sensori
1. Manis -
2. Pahit -
3. Body/ Thick/ Mouthfeel Sensasi tebal atau penuh di mulut
4. Metalik Aroma dan rasa seperti logam, yang umum
ditemui pada makanan kaleng/ makanan yang
dibungkus dengan alumunium foil
5. Aftertaste Metalik Aroma dan rasa metalik yang tertinggal di mulut
setelah ditelan
6. Aftertaste Manis Rasa manis yang tertinggal di mulut setelah
ditelan
7. Aftertaste Pahit Rasa pahit yang tertinggal di mulut setelah
ditelan
8. Mouth Drying Sensasi yang membuat mulut kering
9. Sensasi Dingin -
10. Licorice Rasa manis yang menyengat di pangkal lidah
atau di tenggorokan

Analisis Data

Analisis data CATA dilakukan secara terpisah antara data panelis non-
diabetes dan diabetes dengan perangkat lunak sensori XLSTAT 2016. Pada
perangkat lunak ini telah dikembangkan tools untuk menganalisis data CATA
secara otomatis. Dalam penelitian ini, sejumlah panelis (N) dilibatkan untuk
menilai produk sediaan pemanis komersial (P) dengan menggunakan berbagai
atribut sensori (K). Data CATA untuk atribut sensori (K) direkam dengan format
biner (1 untuk atribut yang diceklis dan 0 untuk atribut yang tidak diceklis)
(Dooley et al. 2010). Menurut Meyners et al. (2013), terdapat dua format yang
diterima oleh XLSTAT yaitu:
1. XLSTAT dalam Excel merupakan tabel dengan baris sejumlah produk (P) dan
kolom N x K yaitu penilaian panelis (N) dari masing-masing atribut sensori (K),
sehingga format data pada tabel adalah (P(N x K)).
2. XLSTAT dalam Excel merupakan table dengan baris P x N yaitu produk (P)
yang dinilai oleh panelis (N) dan kolom masing-masing atribut (K), sehingga
format data pada tabel adalah ((P x N)K).
Pada kedua format tersebut, jumlah kolom dapat ditambahkan jika terdapat
data kesukaan. Jika tersedia data persepsi mengenai profil sensori produk ideal,
maka dapat diposisikan pada kolom atau baris yang spesifik. Analisis data CATA
menggunakan tools CATA data analysis dan preference mapping. Format yang
digunakan dalam penelitian ini adalah format yang kedua dan secara detail dapat
dilihat pada Tabel 4. Analisis data CATA pada XLSTAT 2016 terdiri dari
Cochran’s Q test, correspondence analysis dan penalty analysis. Tools preference
mapping pada XLSTAT 2016 juga digunakan untuk mendapatkan data pelengkap.
7

Tabel 4 Format Data CATA untuk masing-masing kategori panelis


Kategori Panelis N (Panelis) P (Produk) K (Atribut) ((N x P) K)
Non-diabetes 100 6 10 ((130 x 6) 10)
Diabetes 30 6 10 ((30 x 6 ) 10)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Profil Panelis

Sebanyak 189 orang calon panelis mengisi kuesioner pemilihan panelis, 89


melalui kuesioner online dan 100 melalui kuesioner offline. Sebanyak 59 calon
panelis tidak lolos karena beberapa alasan di antaranya usia kurang dari 25 tahun,
SES gabungan dibawah kategori Upper I dan Upper II atau memenuhi kriteria
tetapi tidak bersedia untuk mengikuti tahap pengujian sensori. Sebanyak 130
panelis lolos untuk mengikuti tahap pengujian sensori dan terdiri dari 100 panelis
non-diabetes dan 30 panelis diabetes. Walaupun jumlah panelis diabetes lebih
sedikit dari pada panelis non-diabetes, tetapi tetap memenuhi jumlah minimal
panelis atau responden dalam sebuah uji coba yaitu 30 orang. Hal tersebut harus
dipenuhi agar distribusi nilai lebih mendekati kurva normal (Effendi dan Tukiran
2012).
Panelis yang terlibat adalah 62% perempuan dan 38% laki-laki. Panelis
tersebar di seluruh Jabodetabek (69%) dan luar Jabodetabek (31%) dengan
mayoritas panelis berasal dari Jakarta (31%). Secara detail daerah asal panelis
dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Daerah asal panelis

Usia panelis berkisar pada usia 25 hingga 70 tahun dan mayoritas berusia
25-29 tahun (28%). Secara detail proporsi panelis di setiap interval usia dapat
dilihat pada Gambar 3.
8

Gambar 3 Proporsi panelis di setiap interval usia

Profil Sensori Pemanis Ideal dan Sediaan Pemanis Komersial

Karakteristik sensori sediaan pemanis dan pemanis ideal didapatkan


melalui Cochran’s Q test dan correspondence analysis. Cochran’s Q test dengan
multiple pairwise comparisons Marascuilo membandingkan masing-masing
atribut sensori pada sediaan pemanis komersial dengan taraf uji 5%, sedangkan
correspondence analysis merepresentasikan pemanis ideal dan sediaan pemanis
komersial dalam sebuah peta biplot sesuai dengan atribut sensori yang dimiliki
(Meyners et al. 2013). Hasil Cochran’s Q test panelis non-diabetes (Lampiran 2)
menunjukkan bahwa seluruh atribut sensori pada masing-masing produk berbeda
nyata kecuali sensasi kering di mulut (mouth drying) dan sensasi dingin (cooling).
Sedangkan pada panelis diabetes, hasil Cochran’s Q test (Lampiran 2)
menunjukkan bahwa seluruh atribut sensori pada masing-masing produk berbeda
nyata pada taraf uji 5% kecuali rasa manis (sweet), sensasi kering di mulut (mouth
drying) dan sensasi dingin (cooling). Penurunan sensasi rasa pada penderita
diabetes telah lama dijelaskan dalam Lawson et al. (1979). Penurunan nilai
tersebut sebagian besar ditemukan pada sensasi rasa manis dibandingkan dengan
sensasi rasa lain (Khobragade et al. 2015).
Panelis non-diabetes dan diabetes juga memiliki perbedaan persepsi
mengenai profil sensori pemanis ideal yang digambarkan oleh peta
correspondence analysis pada Gambar 4 dan 5. Menurut panelis non-diabetes,
pemanis ideal memiliki rasa manis (sweet), meninggalkan manis di lidah setelah
ditelan (sweet aftertaste), memiliki mouthfeel (body) dan sensasi dingin (cooling).
Sedangkan menurut panelis diabetes, pemanis ideal hanya memiliki rasa manis
(sweet) dan mouthfeel (body) tanpa ada atribut sensori lain. Hal tersebut
menunjukkan bahwa panelis non-diabetes dapat menerima atribut sensori lain
pada pemanis ideal sedangkan panelis diabetes tidak. Menurut Nabors (2016),
tidak ada pemanis yang bersifat ideal, namun sukrosa merupakan golden standard
sehingga secara sensori pemanis ideal harus manis seperti sukrosa, memiliki rasa
yang clean dengan onset yang menyenangkan dan langsung tanpa berlama-lama.
Perbedaan persepsi mengenai profil sensori pemanis ideal antara panelis
non-diabetes dan diabetes mempengaruhi penilaian terhadap produk sediaan
pemanis komersial. Di antara enam jenis sediaan pemanis komersial, produk A, B
dan D memiliki profil sensori seperti pemanis ideal menurut panelis non-diabetes.
9

Gambar 4 Representasi profil sensori sediaan pemanis komersial dan pemanis


ideal menurut panelis non-diabetes

Gambar 5 Representasi profil sensori sediaan pemanis komersial dan pemanis


ideal menurut panelis diabetes
10

Hal tersebut didukung oleh hasil Cochran’s Q test yang menunjukkan bahwa
panelis non-diabetes menilai profil sensori ketiga produk tersebut tidak berbeda
nyata pada taraf uji 5% (Lampiran 2). Sedangkan menurut panelis diabetes, hanya
produk D yang memiliki profil sensori mirip dengan pemanis ideal karena panelis
diabetes memiliki kriteria pemanis ideal dengan profil sensori yang lebih spesifik
yaitu hanya memiliki rasa manis (sweet) dan mouthfeel (body) tanpa ada atribut
sensori lain. Hal tersebut mengakibatkan pergeseran posisi produk pada peta
correspondence analysis panelis diabetes yaitu produk A dan B menjauhi pemanis
ideal sedangkan produk E dan F sedikit mendekati pemanis ideal pada peta
correspondence analysis panelis diabetes. Di sisi lain, terdapat produk yang
sangat jauh dari pemanis ideal baik menurut panelis non-diabetes maupun panelis
diabetes yaitu produk C. Produk C memiliki atribut sensori licorice, memiliki rasa
seperti logam (metallic), meninggalkan rasa seperti logam setelah ditelan (metallic
aftertaste), memiliki rasa pahit (bitter) dan meninggalkan rasa pahit di lidah
setelah ditelan (bitter aftertaste). Menurut Prakash (2014), licorice merupakan
atribut sensori yang khas dari pemanis yang diekstrak dari tanaman seperti stevia.
Glikosida steviol memiliki atribut sensori yang clean seperti sukrosa namun
sedikit meninggalkan rasa pahit setelah ditelan (bitter aftertaste) dan licorice.
Perbedaan persepsi antara panelis non-diabetes dan panelis diabetes
terhadap profil sensori pemanis ideal dan sediaan pemanis komersial dipengaruhi
oleh beberapa faktor. Faktor tersebut di antaranya: latar belakang panelis dan
fisiologis. Latar belakang setiap panelis berbeda-beda, namun terdapat perbedaan
yang mendasar antara panelis non-diabetes dan diabetes. Panelis diabetes
memiliki diet khusus untuk menjaga kadar gula darah sehingga mayoritas
merupakan pengguna sediaan pemanis komersial, sedangkan panelis non-diabetes
tidak. Secara fisiologis, banyak penelitian yang menyebutkan bahwa penderita
diabetes mengalami gangguan gustatory. Menurut Bustos et al. (2009),
peningkatan ambang pengenalan (recognition threshold) terbukti berhubungan
dengan hiperglikemia. Terdapat korelasi yang signifikan antara ambang
pengenalan (recognition threshold) dan tingkat konsentrasi glukosa darah yang
menunjukkan bahwa respon rasa manis tumpul pada penderita diabetes terutama
diabetes tipe 2 (Gondivkar et al. 2009). Penelitian Perros et al. (1996)
menunjukkan bahwa ambang pengenalan (recognition threshold) secara signifikan
lebih tinggi pada penderita diabetes dibandingkan dengan non-diabetes. Panelis
diabetes yang terlibat dalam penelitian ini adalah panelis yang sudah mengetahui
atau mendapatkan diagnosa menderita penyakit diabetes. Douglass et al. (2010)
melaporkan bahwa lebih dari 250 obat mempengaruhi bau atau rasa. Ada
kemungkinan panelis yang terlibat dalam penelitian ini rutin mengonsumsi obat
sehingga mempengaruhi kepekaan indra panelis saat melakukan pengujian sensori.
Profil sensori yang dimiliki oleh masing-masing produk dipengaruhi oleh
pemanis buatan yang digunakan dalam produk tersebut baik tunggal maupun
campuran. Menurut LMC International and The NutraSweet Company estimates
(2010), aspartam, sukralosa dan sakarin merupakan pemanis buatan intensitas
tinggi yang banyak digunakan dalam industri pangan. Namun belum ada satupun
pemanis intensitas tinggi yang memiliki profil sensori seperti sukrosa, karena
pemanis buatan yang digunakan secara tunggal (single sweetener) memiliki profil
sensori yang sempit dengan beberapa kelemahan yaitu meninggalkan rasa tertentu
(aftertaste) dan pahit (bitter) sehingga perlu pendekatan dengan menggunakan
11

beberapa bahan baku (the multiple ingredient approach) (Adawiyah 2016).


Mengikuti pendekatan tersebut, produk sediaan pemanis komersial menggunakan
beberapa jenis bahan baku untuk menghasilkan sediaan pemanis yang memiliki
profil sensori mirip dengan sukrosa termasuk sediaan pemanis komersial yang
digunakan dalam penelitian ini.
Pada penjelasan sebelumnya, sediaan pemanis dengan profil sensori manis
(sweet), memiliki mouthfeel (body), meninggalkan manis di lidah setelah ditelan
(sweet aftertaste) dan sensasi dingin (cooling) menurut panelis non-diabetes
mendekati profil sensori pemanis ideal, sedangkan menurut panelis diabetes hanya
manis (sweet) dan memiliki moutfeel (body). Menurut Porfmann dan Kilcast
(1997), low calorie bulk sweetener merupakan jenis pemanis yang dapat
digunakan untuk mendapatkan mouthfeel (body) karena pemanis ini memiliki
struktur fisik bulking yang sama dengan sukrosa. Namun, tingkat kemanisan dari
low calorie bulk sweetener lebih rendah dari sukrosa, sehingga perlu dipadukan
dengan jenis pemanis buatan lain untuk mendapatkan efek sinergis dan
menghasilkan profil sensori mirip dengan sukrosa. Low calorie bulk sweetener
baik bila dipadukan sengan high intense sweetener, karena keduanya bersifat
saling melengkapi satu sama lain. Low calorie bulk sweetener memberikan bulk
dan tekstur sehingga memberikan mouthfeel yang baik pada produk, sedangkan
intense sweetener memiliki keunggulan dari rasa manis yang kuat. Efek sinergis
dari kedua jenis pemanis tersebut dapat meningkatkan kualitas sensori sehingga
profil sensori lebih mendekati sukrosa. Namun, panelis non-diabetes merasakan
atribut lain selain manis (sweet) dan mouthfeel (body) pada produk yang
mendekati pemanis ideal yaitu adanya sensasi dingin (cooling) dan manis yang
tertinggal di lidah setelah ditelan (sweet aftertaste). Menurut Sanders (2016), low
calorie bulk sweetener adalah jenis polyol seperti isomalt, maltitol, sorbitol,
manitol dan silitol yang memiliki sensasi dingin (cooling), sedangkan sweet
aftertaste pada produk merupakan atribut sensori dari high intentense sweetener
(Mitchel 2006). Menurut (WILD Flavors 2016), sampai tingkat tertentu, high
intentense sweetener memiliki permasalahan mengenai atribut sensori yang
dimilikinya. Masalah yang paling umum adalah keterlambatan dalam timbulnya
rasa manis, rasa manis yang tahan lama dan timbulnya atribut sensori lain seperti
pahit dan metallic aftertaste.

Peta Kesukaan Panelis terhadap Sediaan Pemanis Komersial

Peta kesukaan panelis terhadap sediaan pemanis komersial didapatkan


menggunakan preference mapping tools pada perangkat lunak XLSTAT 2016.
Analisis data preference mapping menghasilkan contour plot yang
menggambarkan presentase panelis yang memberikan nilai kesukaan di atas rata-
rata. Dapat dilihat pada Gambar 6, presentase panelis yang memberikan nilai
kesukaan di atas rata-rata terhadap produk meningkat dari area kurva berwarna
biru tua, biru muda, hijau, kuning dan merah. Seluruh panelis (100%) baik panelis
non-diabetes maupun diabetes memberikan nilai kesukaan di atas rata-rata pada
produk D. Sedangkan pada produk A dan B, hanya 67% panelis non-diabetes dan
67% panelis diabetes yang memberikan nilai kesukaan di atas rata-rata. Produk C
dan E mendapatkan nilai kesukaan di atas rata-rata dari 33% panelis non-diabetes
dan 33% panelis diabetes. Pada produk E tidak ada satupun (0%) panelis non-
12

diabetes yang memberikan nilai kesukaan di atas rata-rata, sedangkan panelis


diabetes terdapat 33%. Secara keseluruhan, terdapat perbedaan contour plot pada
panelis non-diabetes dan diabetes. Pada panelis non-diabetes terdapat area
berwarna kuning di bawah area produk C, namun belum ada produk yang
menempatinya. Area berwarna kuning tanpa produk tersebut menunjukkan bahwa
ada peluang untuk produk baru. Produk tersebut bisa mendapatkan nilai kesukaan
di atas rata-rata dari 60-80% panelis non-diabetes. Jika dihubungkan dengan peta
correspondence analysis mengenai posisi produk berdasarkan atribut sensori yang
dimiliki, peluang produk baru tersebut memiliki profil sensori seperti produk C
namun dengan modivikasi. Modivikasi dapat dilakukan dengan menghilangkan
atribut sensori pada produk C yang tidak diinginkan oleh konsumen atau
sebaliknya.

(a) (b)
Gambar 6 Peta kesukaan panelis (a) non-diabetes dan (b) diabetes terhadap
sediaan pemanis komersial
*Presentase contour plot
(a): A: 67%, B: 67%, C: 33%, D: 100%, E: 0%, F: 33%
(b): A: 67%, B: 67%, C: 33%, D: 100%, E: 33%, F: 33%

Kesukaan panelis terhadap suatu produk dipengaruhi oleh profil sensori


yang dimiliki oleh produk tersebut. Menurut Nabors (2016), jika rasa dan fungsi
dari suatu pemanis semakin mendekati atau bahkan sama dengan sukrosa, maka
semakin besar penerimaan konsumen terhadap pemanis tersebut. Bila
dihubungkan dengan hasil correspondence analysis mengenai profil sensori
sediaan pemanis komesial, produk D memiliki profil sensori yang mirip dengan
pemanis ideal baik menurut panelis non-diabetes maupun diabetes. Menurut
panelis non-diabetes, produk A dan B juga memiliki profil sensori mirip pemanis
ideal, namun tidak dengan panelis diabetes. Produk A dan B dinilai oleh panelis
diabetes memiliki profil sensori yang cukup jauh dari pemanis ideal dari pada
produk E dan F. Namun ternyata, hal tersebut tidak mempengaruhi kesukaan
panelis diabetes terhadap produk tersebut, karena hasil preference mapping
menunjukkan bahwa presentase panelis diabetes yang memberikan nilai kesukaan
di atas rata-rata terhadap produk A dan B lebih tinggi dibandingkan pada produk
E dan F.
13

Korelasi antar atribut sensori pada produk dan korelasi atribut sensori
dengan kesukaan panelis dihubungkan oleh vertical data analysis. Korelasi positif
suatu atribut sensori dengan kesukaan menunjukkan bahwa keberadaan atribut
sensori tersebut dapat meningkatkan kesukaan panelis dan sebaliknya untuk
korelasi negatif (Meyners et al. 2013). Dapat dilihat pada Lampiran 3, tidak ada
korelasi atribut sensori pada sediaan pemanis komersial dengan kesukaan panelis
yang signifikan terhadap nol pada taraf uji 5%. Hal tersebut menunjukkan bahwa
tidak ada atribut sensori pada sediaan pemanis komersial yang benar-benar
mengendalikan kesukaan panelis. Dengan kata lain tidak ada atribut sensori yang
secara signifikan berperan dalam meningkatkan atau menurunkan kesukaan
panelis. Sama seperti korelasi atribut sensori dengan kesukaan, korelasi antar
atribut sensori pada produk bisa bernilai positif atau negatif (Meyners at al. 2013).
Korelasi positif antar atribut sensori seperti pada sweet dan cooling (Lampiran 3),
menunjukkan bahwa saat panelis merasakan manis (sweet), panelis juga
merasakan sensasi dingin (cooling). Sebaliknya untuk korelasi negatif seperti pada
sweet aftertaste dan bitter (Lampiran 3), saat panelis merasakan manis di lidah
setelah di telan, panelis tidak merasakan pahit (bitter). Namun nilai korelasi antar
atribut sensori tersebut tidak ada yang signifikan terhadap nol pada taraf uji 5%.

Identifikasi Atribut Sensori untuk Pengembangan Produk Sediaan Pemanis

Penalty analysis mengidentifikasi atribut sensori yang berpotensi untuk


menurunkan atau meningkatkan kesukaan sehingga dapat digunakan untuk
pengembangan produk. Penalty analysis pada metode CATA hanya dapat
dilakukan apabila tersedia data kesukaan. Analisis ini terbagi menjadi tiga yaitu
analisis atribut sensori must have, nice to have dan must not have (Meyners et al.
2013). Penalty analysis menggunakan the 20% cutoff theory berdasarkan prinsip
Pareto yaitu “80% akibat disebabkan oleh 20% penyebab” (Plaehn 2012).
Analisis Atribut Sensori Must Have
Atribut sensori must have adalah atribut sensori yang tidak ditemukan
pada produk nyata padahal atribut sensori tersebut diinginkan oleh panelis pada
produk ideal (Meyners et al. 2013). Dengan kata lain, atribut sensori tersebut tidak
diceklis pada kuesioner CATA saat panelis mencicipi sampel sediaan pemanis
komersial, tetapi diceklis pada pertanyaan persepsi mengenai profil sensori
pemanis ideal. Analisis atribut must have didasarkan pada kondisi P(No)│(Yes)
dan P(Yes)│(Yes). P(No)│(Yes) adalah kondisi saat suatu atribut sensori tidak
ada pada sediaan pemanis komersial tetapi diinginkan pada pemanis ideal,
sedangkan P(Yes)│(Yes) adalah kondisi saat suatu atribut sensori ada baik pada
sediaan pemanis komersial maupun pada pemanis ideal. Nilai kesukaan dari kedua
kondisi tersebut dirata-ratakan dan selisih dari keduanya disebut dengan mean
drops. Nilai mean drops yang positif menunjukkan peningkatan nilai kesukaan,
dan sebaliknya untuk nilai mean drops negatif menunjukkan penurunan nilai
kesukaan. Suatu atribut sensori berpotensi menjadi atribut sensori must have
apabila atribut sensori tersebut memiliki kondisi P(No)│(Yes) lebih dari 20% dan
nilai mean drops positif.
Hasil analisis atribut sensori must have pada sediaan pemanis untuk
panelis non-diabetes (Lampiran 4), tidak ada atribut sensori yang memiliki
kondisi P(No)│(Yes) lebih dari 20%, sehingga tidak ada atribut sensori yang
14

berpotensi menjadi atribut sensori must have pada sediaan pemanis menurut
panelis non-diabetes. Sedangkan pada panelis diabetes (Lampiran 6), hanya body
yang memiliki kondisi P(No)│(Yes) lebih dari 20% yaitu sebesar 28.33%, body
juga memiliki nilai mean drops positif yaitu sebesar 0.569. Nilai tersebut
menunjukkan bahwa keberadaan body meningkatkan kesukaan panelis diabetes
sebesar 0.569 poin. Body berpotensi menjadi atribut sensori must have pada
sediaan pemanis untuk penderita diabetes, namun tidak signifikan pada taraf uji
5%. Analisis atribut sensori must have pada sediaan pemanis (Lampiran 4)
divisualisasikan dengan grafik pada Gambar 7. Pada grafik tersebut, atribut
sensori must have harus memiliki nilai koordinat X (% P(No)│(Yes)) lebih dari
20% dan nilai koordinat Y(mean drops) positif (Meyners et al. 2013). Semakin
tinggi nilai koordinat X (% P(No)│(Yes)) dan Y(mean drops) atau posisi atribut
sensori semakin berada di atas kanan garfik, maka semakin baik atribut sensori
tersebut untuk dimiliki (must have). Dapat dilihat Gambar 7 pada panelis non-
diabetes (a), tidak ada atribut sensori yang melewati garis 20% (tidak ada atribut
sensori yang melewati garis putus-putus pada grafik), sehingga tidak ada atribut
sensori yang berpotensi menjadi atribut sensori must have. Sedangkan pada
panelis diabetes (b), hanya body yang memiliki nilai koordinat X (%
P(No)│(Yes)) lebih dari 20% (melewati garis putus-putus pada grafik) dan nilai
koordinat Y(mean drops) positif (0.569). Namun nilai koordinat Y (mean drop)
positif tersebut tidak signifikan pada taraf uji 5%.

(a) (b)
Gambar 7 Kurva analisis atribut must have pada sediaan pemanis oleh (a) panelis
non-diabetes dan (b) panelis diabetes

Analisis Atribut Nice to Have dan Must Not Have


Kebalikan dari atribut sensori must have, atribut sensori nice to have dan
must not have adalah atribut sensori yang ditemukan pada produk nyata tetapi
sebenarnya tidak ada pada produk ideal (Meyners et al 2013). Dengan kata lain,
atribut sensori tersebut diceklis pada kuesioner CATA saat panelis mencicipi
15

sampel sediaan pemanis komersial, tetapi tidak diceklis pada pertanyaan persepsi
mengenai profil sensori pemanis ideal. Perbedaan dari atribut sensori nice to have
dan must not have adalah, atribut sensori nice to have meningkatkan kesukaan
panelis sedangkan atribut sensori must not have menurunkan kesukaan panelis.
Analisis atribut nice to have dan must not have didasarkan pada kondisi
P(No)│(No) dan P(Yes)│(No). P(No)│(No) adalah kondisi saat suatu atribut
sensori tidak ada pada sediaan pemanis komersial dan pemanis ideal, sedangkan
P(Yes)│(No) adalah kondisi saat suatu atribut sensori ada pada sediaan pemanis
komersial namun tidak ada pada pemanis ideal. Suatu atribut sensori berpotensi
menjadi atribut sensori nice to have atau must not have apabila atribut sensori
tersebut memiliki kondisi P(Yes)│(No) lebih dari 20%, jika nilai mean drops
positif maka dikategorikan sebagai atribut sensori nice to have, namun jika nilai
mean drops negatif maka dikategorikan ke dalam atribut sensori must not have.

(a) (b)
Gambar 8 Kurva analisis atribut nice to have dan must not have (a) panelis non-
diabetes (b) panelis diabetes

Hasil analisis atribut sensori nice to have dan must not have pada sediaan
pemanis untuk panelis non-diabetes (Lampiran 5), hanya sweet aftertaste dan
bitter aftertaste yang memiliki kondisi P(Yes)│(No) lebih dari 20%. Sweet
aftertaste memiliki nilai mean drops positif (0.267) dan bitter aftertaste negatif (-
1.169), sehingga sweet aftertaste berpotensi menjadi atribut sensori nice to have
sedangkan bitter aftertaste berpotensi menjadi atribut sensori must not have.
Sweet aftertaste dapat meningkatkan kesukaan panelis sebesar 0.267 poin
sedangkan bitter aftertaste dapat menurunkan kesukaan panelis sebesar 1.169
poin. Keduanya signifikan pada taraf uji 5%. Pada panelis diabetes (Lampiran 5),
hanya atribut sensori sweet aftertaste yang memiliki kondisi P(No)│(Yes) lebih
dari 20%. Nilai mean drops sweet aftertaste positif (0.400) sehingga berpotensi
menjadi atribut sensori nice to have, namun tidak signifikan pada taraf uji 5%.
16

Analisis atribut sensori nice to have dan must not have pada sediaan pemanis
(Lampiran 5) divisualisasikan dengan grafik pada Gambar 8.
Pada grafik tersebut, atribut sensori nice to have dan must not have harus
memiliki X (% P(No)│(Yes)) lebih dari 20% (melewati garis putus-putus pada
grafik). Atribut sensori nice to have harus memiliki nilai koordinat Y(mean drops)
positif, sedangkan atribut sensori must not have harus memiliki nilai koordinat Y
(mean drops) negatif (Meyners et al. 2013). Dapat dilihat Gambar 8 pada panelis
non-diabetes (a), hanya sweet aftertaste dan bitter aftertaste yang memiliki nilai
koordinat X (%P(No)│(Yes)) lebih dari 20% (melewati garis putus-putus pada
grafik). Nilai koordinat Y (mean drops) pada sweet aftertaste positif (0.267) dan
bitter aftertaste negatif (-1.169), sehingga sweet aftertaste berpotensi menjadi
atribut sensori nice to have sedangkan bitter aftertaste berpotensi menjadi atribut
sensori must not have. Keduanya signifikan pada taraf uji 5%. Pada panelis
diabetes (b), hanya sweet aftertaste yang memiliki nilai koordinat X
(%P(No)│(Yes)) lebih dari 20% (melewati garis putus-putus pada grafik). Nilai
koordinat Y (mean drops) sweet aftertaste positif sehingga berpotensi menjadi
atribut sensori nice to have, namun tidak signifikan pada taraf uji 5%.
Rangkuman hasil analisis atribut sensori dengan penalty analysis dapat
dilihat pada Tabel 5. Hasil penalty analysis menunjukkan bahwa, pengembangan
produk sediaan pemanis untuk konsumen non-diabetes perlu memperhatikan
atribut sensori sweet aftertaste dan bitter aftertaste. Sweet aftertaste baik untuk
dimiliki sedangkan bitter aftertaste tidak boleh dimiliki oleh sediaan pemanis. Hal
ini bertentangan dengan Nabors (2016) yang menyatakan bahwa suatu pemanis
akan diterima baik oleh konsumen apabila pemanis tersebut memiliki rasa yang
mendekati atau sama seperi sukrosa yaitu memiliki onset langsung tanpa berlama-
lama (tidak memiliki aftertaste). Namun dalam penelitian ini, sweet aftertaste
memiliki korelasi yang negatif dengan bitter dan bitter aftertaste. Walaupun
korelasi tersebut sangat lemah dan tidak signifikan terhadap nol pada taraf uji 5%.
Berbeda dengan konsumen non-diabetes, tidak ada satu pun atribut sensori yang
teridentifikasi secara signifikan berpotensi meningkatkan atau menurunkan
kesukaan konsumen diabetes.

Tabel 5 Rangkuman analisis atribut sensori pada sediaan pemanis oleh penalty
analysis
Kategori Panelis Must Have Nice to Have Must not Have
Non-diabetes - Sweet Aftertaste Bitter Aftertaste
Diabetes - - -

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Pemanis ideal menurut panelis non-diabetes memiliki profil sensori manis


(sweet), meninggalkan manis di lidah setelah ditelan (sweet aftertaste), memiliki
mouthfeel (body) dan sensasi dingin (cooling). Sedangkan menurut panelis
diabetes, pemanis ideal hanya memiliki rasa manis (sweet) dan mouthfeel (body)
17

tanpa ada atribut sensori lain. Produk sediaan pemanis komersial yang memiliki
profil sensori mendekati pemanis ideal menurut panelis non-diabetes adalah
produk A, B dan D, sedangka menurut panelis diabetes hanya produk D. Produk
sediaan pemanis komersial yang mendapatakn nilai kesukaan di atas rata-rata dari
seluruh panelis baik panelis non-diabetes maupun panelis diabetes adalah produk
D. Tidak ada atribut sensori pada sediaan pemanis komersial yang secara
signifikan mengendalikan kesukaan panelis baik panelis non-diabetes maupun
panelis diabetes. Dalam pengembangan produk untuk panelis non-diabetes,
sediaan pemanis baik bila memiliki rasa manis yang tertinggal di lidah setelah
ditelan (sweet aftertaste) karena dapat menutupi rasa pahit (bitter) dan tidak boleh
meninggalkan rasa pahit di lidah setelah ditelan (bitter aftertaste). Sedangkan
untuk panelis diabetes, mouthfeel (body) berpotensi untuk menjadi atribut sensori
yang wajib dimiliki oleh sediaan pemanis namun tidak signifikan pada taraf uji
5%.

Saran

Saran dari penelitian ini adalah deskripsi atribut sensori yang dilampirkan
pada kuesioner harus lebih jelas dan mudah dimengerti oleh konsumen awam
untuk menghindari mispersepsi. Jika atribut sensori yang dilampirkan cukup
banyak sebaiknya dilakukan pengacakan urutan posisi atribut sensori pada
kuesioner untuk menghindari bias posisi. Metode CATA sebaiknya melibatkan
panelis dalam jumlah besar untuk meningkatkan validitas internal. Metode CATA
tidak cocok untuk digunakan pada produk sejenis, produk yang digunakan harus
memiliki karakteristik khas yang berbeda satu dengan yang lainnya karena dalam
metode CATA hanya menilai keberadaan atribut sensori tanpa menilai
intensitasnya. Selain itu, sebaiknya dilakukan penelitian lanjutan menggunakan
metode yang lebih kompleks seperti Rate-All-That-Aplly (RATA) sehingga dapat
diketahui intensitas dari masing-masing atribut sensori yang sudah diidentiikasi
pada penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

[AMI] Applied Market Information. 2001. Market share of non-calorie sweeteners


in China and Indonesia [internet]. [diacu 2015 November]. Tersedia pada:
http://www.foodreview.co.id.
Abdi H, Valentin D, Chollet S, Chrea C. 2007. Analyzing assessors and products
in sorting tasks: DISTATIS, theory and applications. Food Quality and
Preference, 18: 627-640.
American Diabetes Association 2014. Statistic about diabetes [diacu 2016 Juli].
Tersedia pada: http://www.diabetes.org/diabetes-basics/statistics/.
Adams J, Williams A, Lancaster B, dan Foley M. 2007. Advantages and uses of
check-all-that-apply responces compared to traditional scaling of attributes
for salty snacks. 7th Pangborn sensory science symposium. Minneapolis
(USA).
Adawiyah DR. 2016. Karakteristik sensori pemanis intensitas tinggi [internet].
[diacu 2016 Juni]. Tersedia pada: http://www.foodreview.co.id.
18

Ares G, Barreio C, Deliza R, Gimenez A dan Gambaro A. 2010. Application of a


check-all-that-apply question to the development of chocolate milk
desserts. Journal of Sensory Studies, 25: 67-86.
Bustos SR, Alfaro RM, de la Luz SRM, Trujillo HB, Pacheco CM, Vázquez JC,
Ade JCD. 2009. Taste sensitivity diminution in hyperglycemic type 2
diabetics patients. Rev Med Inst Mex Seguro Soc, 47: 483–488.
[BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2014. Keputusan Kepala Badan
Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia No: HK.00.05.5.1.4547
tentang Persyaratan Penggunaan Bahan Tambahan Pangan Pemanis
Buatan dalam Produk Pangan. Jakarta (ID): BPOM.
Cahyadi. 2006. Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan. Jakarta
(ID): Bumi Aksara.
Deis CR. 2006. Customizing sweeteners profile. Food Product Design. 15: 1-5.
Dairou V, Sieffermann JM. 2002. A comparison of 14 jams characterized by
convectional profile and quick original method, flash profile. Journal of
Food Scence. 67: 826-834.
Douglass R, Heckman G. 2010. Drug-related taste disturbance: a contributing
factor in geriatric syndromes. Can Fam Physician, 56: 1142–1147.
Dooley L, Lee YS, dan Meullenet JF. 2010. The application od check-all-that-
apply (CATA) consumer profiling to ppreference mapping of vanilla ice
cream and its comparison to classical external preference mapping. Food
Quality and Preference. 21: 395-401.
Effendi S dan Tukiran, 2012. Metode Penelitian Survei. Edisi Revisi 2012. Jakarta
(ID): LP3ES.
Giacalone D, Wender LP, Bredie, Frost MB. 2013. All-In-One Test (AI1): A
rapid nd easily applicable approach to consumer product testing. Food
Quality and Preference. 27: 108-119.
Gondivkar SM, Indurkar A, Degwekar S, Bhowate R. 2009. Evaluation of
gustatory function in patients with diabetes mellitus type 2. Oral Surg
Oral Med Oral Pathol Oral Radiol Endod, 108: 876–880.
Khobragade R, Wakode S, Kale A. 2012. Physiological taste threshold in type 1
diabetes mellitus. Indian J Physiol Pharmacol, 56: 42-45.
Plaehn D. 2012. CATApenalty/ reward. Food Quality and Preference, 24: 141-
152.
Kleij F, Musters PAD. 2003. Text analysis of open-ended survey responses: a
complementary method to preference mapping. Food Quality and
Preference, 14: 43-52.
Lawless HT, Heymann H. 2010. Sensory Evaluation of Food. Principles and
Practice. Newyork (NY): Springer.
Lawless HT, Sheng N dan Knoops SSCP. 1995. Multidimensional scaling of
sorting data applied to cheese perception. Food Quality and Preference, 6:
91-98.
Lawson W, Zeidler A, Rubenstein A. 1979. Taste detection and preferences in
diabetics and their relatives. Psychosom Med, 41: 219–227.
LMC International and The NutraSweet Company. 2010. Market share of non-
caloric sweeteners. LMC International and The NutraSweet Company
Estimate.
19

Meilgaard M Civille GV dan Carr BT. 2007. Sensory Evaluation Techniques.


Boca Raton (FL): CRC Press.
Meiselman HL. 2008. Experiencing food products within a physical and social
context. Di dalam: Schifferstein HNJ, Hekkert P (Eds). Product
Experience. San Diego (CA): Elseiver.
Meyners M, Castura JC, Carr BT. 2013. Existing and new approaches for the
analysis of CATA data. Foor Quality Preference. 30: 309-319.
Mitchel H. 2006. Sweetener and Sugar Alternative in Food Technology. UK:
Blackwell Publishing Ltd.
Nabors LO. 2016. Alternative Sweeteners Fourth Edition. Newyork (NY): CRC
Press.
Perros P, Macfarlane TW, Counsell C, Frier BM. 1996. Altered taste sensation in
newly- diagnosed NIDD. Diabetes Care, 19: 760-770.
Pick M. 2010. Sugar substitutes and the potential danger of Splenda [internet].
[diacu 2016 Juli]. Tersedia pada: http://www.dorway.com/stevia.html.
Porfmann MO, Kilcastt D. 1998. Descriptive profiles ofsynergistic mixtures of
bulk and intense sweeteners. Food Quality and Preference. 5: 263-269.
Prakash I, Markosyan A dan Bunders C. 2014. Development of Next Gene Stevia
Sweeteners: Rebaudioside M. Food (3): 162-175.
Raini M, Isnawati A. 2011. Kajian: khasiat dan keamanan stevia sebagai pemanis
pengganti gula. Media Litbang Kesehatan, 21: 145-156.
Risvik E, McEwan JA, Colwill JS, Rogers R. dan Lyon DH. 1994. Projective
mapping: A tool for sensory analysis and consumer research. Food Quality
and Preference, 5: 263-269.
Sanders T. Low calorie sweeteners, what they are, what they do and how they
work [intenet]. [diacu 2016 Juni]. Tersedia pada: www.nutrition.org.uk
Stone H, Sidel JL. 2004. Sensory Evaluation Practices. San Diego (USA):
Elsevier Academic Press.
Varela P, Ares G, Gimenez A dan Gambaro A. 2010. Influence of brand
information on consumers expectations and liking of powdered drinks in
central location tests. Food Quality and Preference. 21: 873-880.
[WHO] World Health Organization. 2005. Diabetes Mellitus: Report of a WHO
Study Group. Geneva (UE): WHO.
WILD Flavor. 2016. High intensity sweeteners and taste modification
technologies [internet]. [diacu 2016 Juli]. Tersedia pada: http//www.
Williams AA dan Langron SP. 1984. The use of free-choice profiling for the
evaluation of commercial ports. Journal of The Science and Food
Agriculture, 35: 558-568.
XLSTAT. 2016. CATA data analysis [internet]. [diacu 2016 Februari]. Tersedia
pada: http://www.xlstat.com/en/solutions/features/cata.
20

LAMPIRAN

Lampiran 1 Kuesioner tahap dua, pengujian sensori


Hedonic Rating Test dan Check-All-That-Apply (CATA)

Sampel: Sediaan pemanis (rendah atau non kalori)

 Tuliskan nama Anda pada kolom yang sudah disediakan


 Sebelum mencicipi sampel, isilah pertanyaan pada halaman 1
 Untuk halaman 2-8, tuliskan 3 digit angka yang tertera pada gelas sampel
pada kolom “kode sampel”
 Minum air mineral untuk membilas mulut Anda
 Cicipi sampel satu persatu, minum air mineral dan makan cracker setiap
pergantian sampel sebagai penetral
 Berilah penilaian kesukaan terhadap sampel secara keseluruhan tanpa
membandingkan antar sampel sesuai dengan pendapat Anda (Hedonic
Rating Test)
 Berilah penilaian mengenai atribut sensori yang Anda rasakan pada sampel
tersebut (CATA)
 Satu kuesioner untuk satu sampel

Kuesioner CATA Produk Ideal Nama: ……………………...

Menurut Anda, atribut sensori apa saja yang seharusnya ada pada pemanis yang
ideal? *Berilah tanda √ pada kolom yang sudah disediakan!

Pemanis
Atribut Sensori Keterangan
Ideal
Manis -
Pahit -
Body/ thick/ Sensasi tebal atau penuh di mulut
mouthfeel
Metalik Aroma dan rasa seperti logam, yang umum
ditemui pada makanan kaleng/ makanan
yang dibungkus dengan alumunium foil
Aftertaste Aroma dan rasa metalik yang tertinggal di
Metalik mulut setelah ditelan
Aftertaste manis Rasa manis yang tertinggal di mulut
setelah ditelan
Aftertaste pahit Rasa pahit yang tertinggal di mulut setelah
ditelan
Mouth draying Sensasi yang membuat mulut kering
Sensasi dingin -
Licorice Rasa seperti daun yang meninggalkan rasa
manis di pangkal lidah
21

Kuesioner Hedonic Rating Test dan CATA Nama: ………………...…….


 Hedonic Rating Test
Apakah Anda menyukai sampel tersebut? (tidak membandingkan antar
sampel) *Berilah tanda √ pada kolom yang sudah disediakan!
Kode Sampel Komentar
Tingkat Kesukaan
…………...
Sangat tidak suka
Tidak suka ………………………………
Agak tidak suka ………………………………
Agak suka ………………………………
Suka ……………………….
Sangat suka
 CATA
Menurut Anda, atribut sensori apa saja yang ada pada sampel tersebut?
Kode Sampel
Atribut Sensori Keterangan
…….
Manis -
Pahit -
Body/ thick Sensasi tebal/kental di mulut
Metalik Aroma dan rasa seperti logam, yang
umum ditemui pada makanan kaleng/
makanan yang dibungkus dengan
alumunium, foil
Aftertaste Aroma dan rasa metalik yang tertinggal
Metalik di mulut setelah ditelan
Aftertaste manis Rasa manis yang tertinggal di mulut
setelah ditelan
Aftertaste pahit Rasa pahit yang tertinggal di mulut
setelah ditelan
Mouth draying Sensasi yang membuat mulut kering
Sensasi dingin -
Licorice Rasa manis yang menyengat di pangkal
lidah atau di tenggorokan
22

Lampiran 2 Hasil Cochran’s Q test masing-masing atribut sensori dengan multiple


pairwise comparisons Marascuilo pada taraf uji 5%

Panelis Non-diabetes
Attributes p-values A B C D E F
Sweet 0.000 0.940 (b) 0.940 (b) 0.900 (b) 0.940 (b) 0.730 (a) 0.710 (a)
Bitter 0.000 0.120 (ab) 0.060 (a) 0.300 (c) 0.100 (ab) 0.220 (bc) 0.210 (bc)
Body 0.005 0.220 (ab) 0.130 (a) 0.300 (b) 0.200 (ab) 0.140 (a) 0.160 (ab)
Metallic 0.000 0.080 (a) 0.040 (a) 0.240 (b) 0.070 (a) 0.110 (a) 0.100 (a)
Metallic Aftertaste 0.000 0.090 (a) 0.120 (a) 0.290 (b) 0.110 (a) 0.180 (ab) 0.120 (a)
Sweet Aftertaste 0.000 0.540 (b) 0.520 (b) 0.600 (b) 0.450 (ab) 0.300 (a) 0.320 (a)
Bitter Aftertaste 0.000 0.190 (a) 0.160 (a) 0.360 (b) 0.130 (a) 0.280 (ab) 0.280 (ab)
Mouth Drying 0.057 0.130 (a) 0.120 (a) 0.200 (a) 0.210 (a) 0.220 (a) 0.240 (a)
Cooling 0.231 0.110 (a) 0.130 (a) 0.160 (a) 0.130 (a) 0.070 (a) 0.090 (a)
Licorice 0.000 0.020 (a) 0.010 (a) 0.480 (b) 0.040 (a) 0.040 (a) 0.020 (a)
a
Angka-angka pada baris yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata
pada taraf uji 5%.

Panelis Diabetes
Attributes p-values A B C D E F
Sweet 0.598 0.833 (a) 0.933 (a) 0.900 (a) 0.900 (a) 0.867 (a) 0.833 (a)
Bitter 0.004 0.100 (a) 0.133 (ab) 0.367 (b) 0.067 (a) 0.100 (a) 0.100 (a)
Body 0.003 0.033 (a) 0.100 (ab) 0.233 (ab) 0.367 (b) 0.100 (ab) 0.100 (ab)
Metallic 0.000 0.067 (a) 0.033 (a) 0.333 (b) 0.033 (a) 0.067 (a) 0.100 (a)
Metallic Aftertaste 0.002 0.033 (a) 0.133 (ab) 0.300 (b) 0.033 (a) 0.100 (ab) 0.033 (a)
Sweet Aftertaste 0.005 0.700 (b) 0.633 (ab) 0.633 (ab) 0.567 (ab) 0.333 (a) 0.400 (ab)
Bitter Aftertaste 0.002 0.133 (ab) 0.067 (a) 0.367 (b) 0.033 (a) 0.233 (ab) 0.133 (ab)
Mouth Drying 0.645 0.100 (a) 0.167 (a) 0.167 (a) 0.067 (a) 0.100 (a) 0.100 (a)
Cooling 0.920 0.133 (a) 0.100 (a) 0.100 (a) 0.100 (a) 0.067 (a) 0.067 (a)
Licorice 0.000 0.067 (a) 0.100 (a) 0.633 (b) 0.067 (a) 0.067 (a) 0.100 (a)
a
Angka-angka pada baris yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata
pada taraf uji 5%.
23

Lampiran 3 Korelasi antara atribut sensori pada sediaan pemanis komersial dengan kesukaan panelis

Panelis Non-diabetes
Metallic Sweet Bitter Mouth
Sweet Bitter Body Metallic Cooling Licorice Kesukaan
Aftertaste Aftertaste Aftertaste Drying
Sweet 1 -0.161 -0.077 -0.149 -0.233 0.314 -0.191 -0.163 0.884 0.169 0.254
Bitter -0.161 1 0.152 0.454 0.243 -0.117 0.650 0.364 0.078 0.305 -0.352
Body -0.077 0.152 1 0.146 0.247 0.283 0.310 0.258 -0.073 0.167 -0.055
Metallic -0.149 0.454 0.146 1 0.900 -0.026 0.380 0.317 0.152 0.158 -0.215
Metallic -0.233 0.243 0.247 0.900 1 -0.043 0.413 0.260 -0.139 0.137 -0.248
Aftertaste
Sweet 0.314 -0.117 0.283 -0.026 -0.043 1 -0.010 0.032 0.291 0.357 0.127
Aftertaste
Bitter -0.191 0.650 0.310 0.380 0.413 -0.010 1 0.276 -0.091 0.164 -0.377
Aftertaste
Mouth -0.163 0.364 0.258 0.317 0.260 0.032 0.276 1 0.179 0.118 -0.224
Drying
Cooling 0.884 0.078 -0.073 0.152 -0.139 0.291 -0.091 0.179 1 0.277 0.155
Licorice 0.169 0.305 0.167 0.158 0.137 0.357 0.164 0.118 0.277 1 -0.155
Kesukaan 0.254 -0.352 -0.055 -0.215 -0.248 0.127 -0.377 -0.224 0.155 -0.155 1

*Korelasi yang signifikan terhadap nol pada taraf uji 5% dicetak tebal

Panelis Diabetes
Metallic Sweet Bitter Mouth
Sweet Bitter Body Metallic Cooling Licorice Kesukaan
Aftertaste Aftertaste Aftertaste Drying
Sweet 1 0.157 0.183 0.050 -0.095 -0.436 0.063 -0.283 0.848 -0.296 0.062
Bitter 0.157 1 -0.005 -0.107 0.257 -0.192 0.729 0.112 -0.258 0.430 -0.438
Body 0.183 -0.005 1 0.321 0.321 0.223 0.045 -0.167 -0.280 0.257 -0.085
Metallic 0.050 -0.107 0.321 1 0.699 0.128 -0.008 0.520 0.188 0.364 -0.198
Metallic -0.095 0.257 0.321 0.699 1 0.128 0.469 0.520 0.036 0.364 -0.309
Aftertaste
Sweet -0.436 -0.192 0.223 0.128 0.128 1 0.012 -0.031 0.147 0.400 0.143
Aftertaste
Bitter 0.063 0.729 0.045 -0.008 0.469 0.012 1 0.170 -0.107 0.376 -0.547
Aftertaste
Mouth -0.283 0.112 -0.167 0.520 0.520 -0.031 0.170 1 0.277 0.142 -0.137
Drying
Cooling 0.848 -0.258 -0.280 0.188 0.036 0.147 -0.107 0.277 1 0.009 0.112
Licorice -0.296 0.430 0.257 0.364 0.364 0.400 0.376 0.142 0.009 1 -0.146
Kesukaan 0.062 -0.438 -0.085 -0.198 -0.309 0.143 -0.547 -0.137 0.112 -0.146 1
*Korelasi yang signifikan terhadap nol pada taraf uji 5% dicetak tebal
24

Lampiran 4 Analisis atribut sensori must have pada sediaan pemanis

Panelis Non-diabetes
Variable Level Freq % Sum(Kesukaan) Mean(Kesukaan) Mean drops Std p-value Sig
Sweet P(No)I(Yes) 67 11.17% 167.000 2.493 1.142
P(Yes)I(Yes) 503 83.83% 1828.000 3.634
Bitter P(No)I(Yes) 5 0.83% 21.000 4.200 0.800
P(Yes)I(Yes) 1 0.17% 5.000 5.000
Body P(No)I(Yes) 117 19.50% 429.000 3.667 0.123
P(Yes)I(Yes) 57 9.50% 216.000 3.789
Metallic P(No)I(Yes) 11 1.83% 50.000 4.545 -1.545
P(Yes)I(Yes) 1 0.17% 3.000 3.000
Metallic P(No)I(Yes) 10 1.67% 40.000 4.000 -2.000
Aftertaste P(Yes)I(Yes) 2 0.33% 4.000 2.000
Sweet P(No)I(Yes) 110 18.33% 380.000 3.455 0.432
Aftertaste P(Yes)I(Yes) 106 17.67% 412.000 3.887
Bitter P(No)I(Yes) 8 1.33% 39.000 4.875 -2.125
Aftertaste P(Yes)I(Yes) 4 0.67% 11.000 2.750
Mouth P(No)I(Yes) 13 2.17% 55.000 4.231 -0.831
Drying P(Yes)I(Yes) 5 0.83% 17.000 3.400
Cooling P(No)I(Yes) 28 4.67% 106.000 3.786 0.314
P(Yes)I(Yes) 20 3.33% 82.000 4.100
Licorice P(No)I(Yes) 5 0.83% 20.000 4.000 1.000
P(Yes)I(Yes) 1 0.17% 5.000 5.000

Panelis Diabetes
Variable Level Freq % Sum(Kesukaan) Mean(Kesukaan) Mean drops Std p-value Sig
Sweet P(No)I(Yes) 22 12.22% 78.000 3.545 0.277
P(Yes)I(Yes) 158 87.78% 604.000 3.823
Bitter P(No)I(Yes) 0 0.00%
P(Yes)I(Yes) 0 0.00%
Body P(No)I(Yes) 51 28.33% 175.000 3.431 0.569 2.128 0.087 No
P(Yes)I(Yes) 15 8.33% 60.000 4.000
Metallic P(No)I(Yes) 0 0.00%
P(Yes)I(Yes) 0 0.00%
Metallic P(No)I(Yes) 0 0.00%
Aftertaste
P(Yes)I(Yes) 0 0.00%
Sweet P(No)I(Yes) 24 13.33% 84.000 3.500 0.458
Aftertaste
P(Yes)I(Yes) 24 13.33% 95.000 3.958
Bitter P(No)I(Yes) 0 0.00%
Aftertaste
P(Yes)I(Yes) 0 0.00%
Mouth P(No)I(Yes) 0 0.00%
Drying
P(Yes)I(Yes) 0 0.00%
Cooling P(No)I(Yes) 10 5.56% 44.000 4.400 1.100
P(Yes)I(Yes) 2 1.11% 11.000 5.500
Licorice P(No)I(Yes) 0 0.00%
P(Yes)I(Yes) 0 0.00%
25

Lampiran 5 Analisis atribut sensori nice to have dan must not have pada sediaan pemanis

Panelis Non-diabetes
Variable Level Freq % Sum(Kesukaan) Mean(Kesukaan) Mean drops Std p-value Sig
Sweet P(No)I(No) 17 2.83% 58.000 3.412
P(Yes)I(No) 13 2.17% 56.000 4.308 0.896
Bitter P(No)I(No) 494 82.33% 1838.000 3.721
P(Yes)I(No) 100 16.67% 245.000 2.450 -1.271
Body P(No)I(No) 368 61.33% 1293.000 3.514
P(Yes)I(No) 58 9.67% 171.000 2.948 -0.565
Metallic P(No)I(No) 525 87.50% 1887.000 3.594
P(Yes)I(No) 63 10.50% 169.000 2.683 -0.912
Metallic P(No)I(No) 499 83.17% 1820.000 3.647
Aftertaste P(Yes)I(No) 89 14.83% 245.000 2.753 -0.894
Sweet P(No)I(No) 217 36.17% 719.000 3.313
Aftertaste P(Yes)I(No) 167 27.83% 598.000 3.581 0.267 2.394 0.045 Yes
Bitter P(No)I(No) 452 75.33% 1705.000 3.772
Aftertaste P(Yes)I(No) 136 22.67% 354.000 2.603 -1.169 -9.783 < 0.0001 Yes
Mouth P(No)I(No) 475 79.17% 1730.000 3.642
Drying P(Yes)I(No) 107 17.83% 307.000 2.869 -0.773
Cooling P(No)I(No) 503 83.83% 1721.000 3.421
P(Yes)I(No) 49 8.17% 200.000 4.082 0.660
Licorice P(No)I(No) 534 89.00% 1912.000 3.581
P(Yes)I(No) 60 10.00% 172.000 2.867 -0.714

Panelis Diabetes
Variable Level Freq % Sum(Kesukaan) Mean(Kesukaan) Mean drops Std p-value Sig
Sweet P(No)I(No) 0 0.00%
P(Yes)I(No) 0 0.00%
Bitter P(No)I(No) 154 85.56% 624.000 4.052
P(Yes)I(No) 26 14.44% 58.000 2.231 -1.821
Body P(No)I(No) 101 56.11% 409.000 4.050
P(Yes)I(No) 13 7.22% 38.000 2.923 -1.126
Metallic P(No)I(No) 161 89.44% 626.000 3.888
P(Yes)I(No) 19 10.56% 56.000 2.947 -0.941
Metallic P(No)I(No) 161 89.44% 635.000 3.944
Aftertaste P(Yes)I(No) 19 10.56% 47.000 2.474 -1.470
Sweet P(No)I(No) 58 32.22% 208.000 3.586
Aftertaste P(Yes)I(No) 74 41.11% 295.000 3.986 0.400 1.720 0.201 No
Bitter P(No)I(No) 151 83.89% 625.000 4.139
Aftertaste P(Yes)I(No) 29 16.11% 57.000 1.966 -2.174
Mouth P(No)I(No) 159 88.33% 614.000 3.862
Drying P(Yes)I(No) 21 11.67% 68.000 3.238 -0.624
Cooling P(No)I(No) 153 85.00% 565.000 3.693
P(Yes)I(No) 15 8.33% 62.000 4.133 0.441
Licorice P(No)I(No) 149 82.78% 579.000 3.886
P(Yes)I(No) 31 17.22% 103.000 3.323 -0.563
26

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sukabumi pada tanggal 31


Desember 1994 sebagai anak pertama dari tiga bersaudara dari
pasangan Iyus Yusman dan Ika Rustika. Pendidikan penulis
dimulai sejak tahun 2000-2001 di TK IT Az-zahra dan tahun
2001-2007 di SDN Pembina Cisaat Gadis, kemudian penulis
melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi di SMPN
1 Cisaat hingga lulus pada tahun 2010. Penulis berhasil
menyelesaikan pendidikan SMA selama dua tahun dengan
mengikuti program akselerasi di SMAN 1 Kota Sukabumi dan
menjadi Astra Honda Motor Best Student Jawa Barat tahun 2011. Penulis
menyelesaikan pendidikan SMA pada tahun 2012 dan menjadi salah satu lulusan
terbaik. Pada tahun yang sama, penulis diterima sebagai mahasiswa Institut
Pertanian Bogor melalui jalur SNMPTN-Undangan (Seleksi Nasional Mahasiswa
Perguruan Tinggi Negeri-Undangan) di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan,
Fakultas Teknologi Pertanian.
Selama menjalani perkuliahan, penulis aktif dalam berbagai organisasi dan
banyak mengikuti kegiatan di dalam dan luar kampus. Penulis merupakan anggota
dari Forces (Forum for Scientific Studies) dan pengurus DPPI (Divisi Peduli
Pangan Indonesia) di Himitepa (Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi
Pangan) selama dua tahun periode kepengurusan (2013/2014- 2014/2015). Pada
tahun pertama menjadi mahasiswa, penulis mengikuti PKM-M (Program
Kreativitas Mahasiswa- Pengembangan Masyarakat) dan berhasil didanai dengan
judul “Imperium (Improving Prosperty of Farmers with Lumbricusrubellus)”.
Penulis sangat aktif dalam berbagai kegiatan bina masyarakat dan menjadi
penanggung jawab dari program kerja DPPI yaitu Sahabat Sekolah yang rutin
mengadakan penyuluhan mengenai keamanan pangan di sekolah dasar sekitar
Bogor. Pada tahun 2015, penulis bersama tim Kapangan (Ksatria Peduli Pangan)
berhasil menjadi First Runner Up Nutrifood Health Agent Award. Di tahun yang
sama, penulis bersama tim Kapangan berhasil mengikuti PHBD (Program Hibah
Bina Desa) dan mendapatkan dana untuk mengembangkan produk Mandjarica
(berbagai produk olahan dari jambu kristal) bersama masyarakat Desa
Cikarawang. Pada tahun 2016, penulis terpilih menjadi wakil II Mojang
Kabupaten Sukabumi.

Anda mungkin juga menyukai