Anda di halaman 1dari 21

FGD 1

Kekurangan Energi Protein

Oleh :

Dessy Natalia Tobe Missa 13710137


Alfonsius Richy Natam 13710419
Jihan Mauludina 13710518
Ainur Adi Nur Sumianto 13710546
I Ketut Semedi Giri 13710608
Veronika Haryanti Icha Lada 13710705
Nuril Bahari Putra 13710708
Dewa Made Endika Sanjaya 13710876

Pembimbing :

Prof.Dr.Hj.Rika Subarniati T.,dr.,SKM

LABORATORIUM ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA

2016

1
Skenario 1

Kekurangan Energi Protein

Di puskesmas Sukamaju Kecamatan Sukumanunggal Kabupaten Guyub Rukun,


ditemukan data penyakit dalam waktu 5 tahun terakhir seperti tabel 1. Puskesmas akan
menganalisa permasalahan kasus di puskesmas tersebut.

Sebagian besar penduduk di wilayah puskesmas Sukamaju bekerja sebagai petani


dengan sebagian besar penduduk berpendidikan SD/SMP.Sumber air yang dipakai untuk
kehidupan sehari- hari berasal dari sungai yang ada di daerah tersebut.Kegiatan posyandu di
wilayah Puskesmas Sukamaju tidak berjalan dengan baik.

Tabel 1: data prevalensi KEP selama 5 tahun berturut- turut(2006-2010) di Puskesmas


Sukamaju

2006 2007 2008 2009 2010

KEP (BALITA) 1% 2% 3% 3,5% 3,8%

1. Learning Objective
a. Mampu mengetahui masalah utama yang ada di Puskesmas Sukamaju
1. Menjelaskan definisi KEP
2. Menjelaskan penyebab kejadian KEP
3. Menjelaskan gejala klinis KEP
4. Menjelaskan penilaian status gizi terhadap KEP
5. Menjelaskan penatalaksanaan
b. Mampu menganalisis solusi pemecahan KEP
c. Mampu menyusun rencana pengembangan program penanggulangan KEP

BAB I

Pendahuluan

1. Latar Belakang

2
Menurut Data Prevalensi KEP selama 5 tahun berturut- turut (2006-2010) di
Puskesmas Sukamaju, pada tahun 2006 KEP pada balita dilaporkan sebanyak 1 %.
Kemudian di tahun 2007 meningkat menjadi 2 %, di tahun 2008 sebanyak 3%, tahun
2009 sebanyak 3,5% dan pada tahun 2010 meningkat menjadi 3,8%. Angka
menunjukan bahwa ada peningkatan yang cukup signifikan pada kejadian KEP di
Puskesmas Sukamaju, Kecamatan Sukomanunggal, Kabupaten Guyub Rukun.
Menurut Sulastri tahun 2012, Kekurangan Energi Protein adalah salah satu gizi
kurang akibat konsumsi makanan yang tidak cukup mengandung energi dan protein
serta karena gangguan kesehatan. Menurut Depkes RI tahun 1999, Kekurangan Energi
Protein adalah keadaan kurang gizi yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi
dan protein dalam makanan sehari- hari atau disebabkan oleh gangguan penyakit
tertentu, sehingga tidak memenuhi Angka Kecukupan Gizi (AKG).
Penyebab dari KEP itu sendiri dibagi menjadi 2, yaitu secara langsung dan tidak
langsung. Penyebab secara langsung adalah defisiensi kalori, energi dan protein yang
disebabkan oleh food intake atau asupan yang kurang, sedangkan secara tidak
langsung KEP dapat disebabkan hal adanya infeksi pada balita contohnya pada
penyakit diare atau pneumonia. Selain itu ada beberapa faktor tidak langsung lain
yang dapat menjadi penyebab KEP yaitu zat gizi yang terkandung didalam makanan,
daya beli keluarga meliputi penghasilan, harga bahan makanan, dan pengeluaran
keluarga untuk kebutuhan lain selain makanan.
Menurut Depkes RI tahun 1999, berdasarkan gejala klinis KEP dibagi menjadi 3,
ringan,sedang dan berat. Pada KEP ringan biasanya didapatkan perbandingan Berat
Badan Ideal terhadap Tinggi Badan berkisar >80-90%.Pada KEP Sedang didapatkan
perbandingan Berat Badan Ideal terhadap Tinggi badan berkisar >70%- 80%.
sedangkan KEP Berat ≤70%.
Penilaian status gizi yang dapat digunakan pada balita adalah dengan
menggunakan KMS atau Kartu Menuju Sehat, selain itu ada juga cara penilaian status
gizi dengan menggunakan system z- score dimana kategori dan ambang batas status
gizi dinilai berdasarkan hasil pengukuran antropometri yang dikaitkan dengan umur
balita.
Hasil analisis berdasarkan diagram fish Bone maka didapatkan beberapa masalah
yang menjadi faktor penyebab terjadinya peningkatan kejadian KEP di Puskesmas
Sukomaju, Kecamatan Sukomanunggal, Kabupaten Guyub Rukun antara lain:
sebagian besar penduduk bekerja sebagai petani, pendidikan yang ditempuh oleh
sebagian besar penduduk hanya mencapai jenjang SD atau SMP, selain itu sumber air

3
yang digunakan untuk keperluan sehari- hari berasal dari sungai didaerah tersebut,
serta kegiatan Posyandu di wilayah Puskesmas Sukomaju tidak berjalan dengan baik.

2. Rumusan Masalah
Program penanggulangan KEP di Puskemas Sukamaju apakah yang perlu disusun ?

3. Tujuan FGD
3.1 Tujuan Umum
Menyusun program penanggulangan KEP di Puskemas Sukamaju.
3.2 Tujuan Khusus
1. Identifikasi pnyebab terjadinya KEP (fishbone)
2. Mengalisis solusi pemecahan KEP (MIV)
3. Menyusun rencana pengembangan program penanggulangan KEP

BAB II

ANALISIS KASUS

2.1 Kausa dan Alternatif Kausa


2.1.1 Analisis Secara Epidemiologi

What Masalah meningkatnya prevalensi KEP setiap tahunnya di Desa


Sukomaju Kecamatan Sukomanunggal Kabupaten Guyub Rukun

Where Desa Sukomaju Kecamatan Sukomanunggal Kabupaten Guyub Rukun

Who Kurangnya pendidikan penduduk di Desa Sukomaju Kecamatan


Sukomanunggal Kabupaten Guyub Rukun

When Prevalensi KEP lima tahun berturut-turut (tahun 2006 s/d tahun 2010)

4
Why Sebagian besar penduduk berpendidikan rendah (SD/SMP)

Sebagian besar penduduk berpendapatan rendah (petani)

Kegiatan Posyandu tidak berjalan dengan baik

Karakteristik KEP dibagi menjadi tiga faktor:

a. Person

Kurangnya motivasi tenaga medis dalam melakukan penyuluhan dan kegiatan


posyandu kepada masyarakat. Faktor lain yang juga berpengaruh karena pendidikan
masyarakat yang rendah menyebabkan tingkat kesadaran untuk datang ke posyandu
juga berkurang.

b. Place

Sumber air yang dipakai untuk kehidupan sehari-hari berasal dari sungai

c. Time

Waktu yang diperlukan penduduk ke tempat pelayanan kesehatan lebih lama karena
faktor geografis.

MANUSIA

2.1.2 Analisis Fish Bone


METODE
Sebagian besar
Diagram fishbone (diagram tulang ikan) sering juga
berpendidikan disebut Cause and Effect
SD/SMP
Diagram atau Ishikawa
Kegiatan Diagram diperkenalkan oleh Dr. Kaoru Ishikawa, seorang ahli
Posyandu
pengendalian kualitas tidak
dari Jepang, sebagai satu dari tujuh alat kualitas dasar (7 basic quality
berjalan baik Pekerjaan : Petani
tools). Fishbone diagram digunakan ketika kita ingin mengidentifikasi KEKURANGAN
kemungkinan
ENERGI
penyebab masalah. Suatu tindakan dan langkah improvement akan lebih mudah PROTEIN
dilakukan

DI PKM
jika masalah dan akar penyebab masalah sudah ditemukan. Manfaat fishbone diagram ini
dapat menolong kita untuk menemukan akar penyebab masalah (Kusnadi, Eris. 2011).
SUKAMAJU
Didalam diagram fishbone penyebab biasanya berupa suatu permasalahan yang akan
diperbaiki dan permasalahan tersebut ditempatkan pada “kepala ikan”. Penyebab dari
Sumber air dari
masalah kemudian diletakkan sepanjang “tulang”, dan diklasifikasikan ke dalam tipe berbeda
sungai

LINGKUNGAN
sepanjang cabang. Penyebab masalah berikutnya dapat ditempatkan disamping sisi cabang
berikutnya.

GAMBAR 1.2: FISH BONE KEP(2015)

Aspek fish bone dalam permasalahan ini, yaitu:

1. Manusia
a. Sebagian besar penduduk bekerja sebagai petani.
b. Sebagian besar penduduk berpendidikan SD/SMP
2. Metode
a. Kegiatan posyandu di wilayah Puskesmas Sukamaju tidak berjalan dengan baik
3. Lingkungan
a. Sumber air yang digunakan berasal dari sungai

2.2 Pembahasan

1. Definisi Kurang Energi Protein

6
Kurang Energi Protein adalah salah satu gizi kurang akibat konsumsi makanan yang

tidak cukup mengandung energy dan protein serta karena gangguan kesehatan. (Sulastri,

2012)

Kurang energi protein adalah keadaan kurang gizi yang disebabkan oleh rendahnya

konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari atau disebabkan oleh gangguan

penyakit tertentu, sehingga tidak memenuhi angka kecukupan gizi (Depkes RI, 1999)

2. Etiologi KEP

Penyebab langsung dari KEP adalah defisiensi kalori maupun protein dengan berbagai

gejala. Sedangkan penyebab tidak langsung KEP sangat banyak, sehingga penyakit ini sering

disebut juga dengan kausa multifaktorial. Salah satu penyebabnya adalah keterkaitan dengan

waktu pemberian Air Susu Ibu (ASI) dan makanan tambahan setelah disapih (Khumaedi,

1989).

Selain itu KEP merupakan penyakit lingkungan, karena adanya beberapa faktor yang

bersama-sama berinteraksi menjadi penyebab timbulnya penyakit ini, antara lain yaitu faktor

diet, faktor sosial, kepadatan penduduk, infeksi, kemiskinan dan lain-lain. Peran diet menurut

konsep klasik terdiri dari dua konsep. Pertama yaitu diet yang mengandung cukup energi,

tetapi kurang protein akan menyebabkan anak menjadi penderita kwashiorkor, sedangkan

konsep yang kedua adalah diet kurang energi walaupun zat gizi (esensial) seimbang akan

menyebabkan marasmus. Peran faktor menggunakan bahan makanan tertentu sosial, seperti

pantangan untuk yang sudah turun temurun dapat mempengaruhi terjadinya KEP. Ada

pantangan yang berdasarkan agama, tetapi ada juga pantangan yang berdasarkan tradisi yang

sudah turun temurun, tetapi kalau pantangan tersebut berdasarkan pada agama, maka akan

sulit untuk diatasi. Jika pantangan berdasarkan pada kebiasaan atau tradisi, maka dengan

pendidikan gizi yang baik dan dilakukan dengan terus-menerus hal ini akan dapat diatasi

(Pudjiadi, 2000).

7
Jellife (1998), menyatakan bahwa keadaan gizi seseorang merupakan hasil interaksi

dari semua aspek lingkungan termasuk lingkungan fisik, biologik, dan faktor kebudayaan.

Secara garis besar, faktor yang menentukan keadaan gizi masyarakat, khususnya anak-anak

adalah tingkat pendidikan orang tua, keadaan ekonomi, tersedianya cukup makanan serta

aspek kesehatan. Tiap- tiap faktor tersebut dapat berpengaruh pada keadaan gizi masyarkat,

baik secara langsung maupun tidak langsung.

KEP pada dasarnya sangat ditentukan oleh 2 faktor. Faktor yang secara langsung

dapat mempengaruhi terjadinya KEP pada balita adalah makanan dan ada atau tidaknya

penyakit infeksi. Kedua faktor ini dipengaruhi oleh kualitas dan kuantitas makanan yang

dimakan oleh seseorang anak, antara lain ditentukan oleh beberapa faktor penyebab tidak

langsung, yaitu: a) Berbagai zat gizi yang terkandung di dalam makanan, b) Daya beli

keluarga, meliputi penghasilan, harga bahan makanan dan pengeluaran keluarga untuk

kebutuhan lain selain makanan; c) Kepercayaan ibu tentang makanan serta kesehatan; d) Ada

atau tidaknya pemeliharaan kesehatan termasuk kebersihan; dan e) Fenomena sosial dan

keadaan lingkungan (Levinson, 1979 dalam Lismartina, 2000).

Menurut Departemen Kesehatan RI (1999) dalam tata buku pedoman Tata Laksana

KEP pada anak di puskesmas dan di rumah tangga, KEP berdasarkan gejala klinis ada 3 tipe

yaitu KEP ringan, sedang dan berat (gizi buruk). Untuk KEP ringan dan sedang, gejala klinis

yang ditemukan hanya anak tampak kurus. Gejala klinis KEP berat/gizi buruk secara garis

besar dapat dibedakan sebagai marasmus, kwashiorkor dan marasmus-kwashiorkor.

Salah satu sebab yang mengakibatkan terjadinya marasmus adalah kehamilan

berturut-turut dengan jarak kehamilan yang masih terlalu dini. Selain itu marasmus juga

karena pemberian makanan tambahan yang tidak terpelihara kebersihannya serta susu buatan

yang terlalu encer dan jumlahnya tidak mencukupi karena keterbatasan biaya, sehingga

kandungan protein dan kalori pada makanan anak menjadi rendah. Keadaan perumahan dan

8
lingkungan yang kurang sehat juga dapat menyebabkan penyajian yang kurang sehat dan

kurang bersih. Demikian juga dengan penyakit infeksi terutama saluran pencernaan. Pada

keadaan lingkungan yang kurang sehat, dapat terjadi infeksi yang berulang sehingga

menyebabkan anak kehilangan cairan tubuh dan banyak zat gizi sehingga anak menjadi kurus

serta turun berat badannya (Depkes, 1999)

Kwashiorkor dapat ditemukan pada banyak anak balita yang setelah mendapatkan ASI

dalam jangka waktu lama, kemudian disapih dan langsung diberikan makan seperti anggota

keluarga yang lain. Makanan yang diberikan pada umumnya rendah protein. Kebiasaan

makan yang kurang baik dan diperkuat dengan adanya tabu seperti anak-anak dilarang makan

ikan dan memprioritaskan makanan sumber protein hewani bagi anggota keluarga laki-laki

yang lebih tua dapat menyebabkan terjadinya kwashiorkor. Selain itu tingkat pendidikan

orang tua yang rendah dapat juga mengakibatkan terjadinya kwashiorkor karena berhubungan

dengan tingkat pengetahuan ibu tentang gizi yang rendah. (Depkes, 1999)

Pola yang mempengaruhi gizi buruk menurut suatu studi, " positive deviance"

mempelajari mengapa dari sekian banyak bayi dan balita di suatu desa miskin hanya sebagian

kecil yang gizi buruk, padahal orang tua mereka semuanya petani miskin. Dari studi ini

diketahui pola pengasuhan anak berpengaruh pada timbulnya gizi buruk. Anak yang diasuh

ibunya sendiri dengan kasih sayang, apalagi ibunya berpendidikan, mengerti soal pentingnya

ASI, manfaat posyandu dan kebersihan, meskipun sama-sama miskin, ternyata anaknya lebih

sehat. Unsur pendidikan perempuan berpengaruh pada kualitas pengasuhan anak. Sebaliknya,

sebagian anak yang gizi buruk ternyata diasuh oleh nenek atau pengasuh yang juga miskin

dan tidak berpendidikan. Banyaknya perempuan yang meninggalkan desa untuk mencari

kerja di kota bahkan menjadi tenaga kerja Indonesia (TKI), kemungkinan juga dapat

menyebabkan anak menderita gizi buruk. (Seminar Hari Pangan Sedunia XXVII,2000)

Faktor yang berikutnya pelayanan kesehatan, imunisasi, penanganan diare dengan

9
oralit, tindakan cepat pada balita yang tidak naik berat badan, pendidikan, penyuluhan

kesehatan dan gizi, dukungan pelayanan di POSYANDU (Pos Pelayanan Terpadu),

penyediaan air bersih, kebersihan lingkungan dan sebagainya. Pelayanan kesehatan yang

lemah dan tidak memuaskan masyarakat baik karena tidak terjangkau maupun mutunya.

(Seminar Hari Pangan Sedunia XXVII,2000)

3. Manifestasi Klinik KEP

A. Marasmus
1. Tampak sangat kurus, hingga tulang terbungkus kulit
2. Wajah seperti orang tua
3. Cengeng, rewel
4. Kulit keriput, jaringan lemak subkutis, sangat sedikit sampai tidak ada ( pada
daerah pantat tampak seperti memakai celana longgar / baggy pants )
5. Perut cekung
6. Iga gambang
7. Sering disertai :
- Penyakit infeksi (umumnya kronis berulang)
- Diare

B. Kwashiokor
1. Edema, umumnya seluruh tubuh, terutama pada punggung kaki (dorsum pedis)
2. Wajah membulat dan sembab
3. Pandangan mata sayu
4. Rambut tipis, kemerahan seperti warna rambut jagung, mudah dicabut tanpa rasa
sakit, rontok
5. Perubahan status mental, apatis, dan rewel
6. Pembesaran hati (Hepatomegali)
7. Otot mengecil (hipotrofi), lebih nyata bila diperiksa pada posisi berdiri atau duduk
8. Kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah warna menjadi
coklat kehitaman dan terkelupas (crazy pavement dermatosis)
9. Sering disertai:
- Penyakit infeksi, umumnya akut
- Anemia
- Diare
C. Marasmic Kwashiorkor
- Gambaran klinik merupakan campuran dari beberapa gejala klinik
Kwashiorkor dan Marasmus, dengan BB/U < 60% baku median WHO-NCHS
disertai edema yang tidak mencolok

Tabel 2. Klasifikasi Status Gizi Balita Menurut Standar Antropometri WHO (2005)

10
Klasifikasi Klinis Antopometri (BB/TB-PB)

Gizi Buruk Tampak sangat kuerus < -3 SD *( bila ada edema


dan atau edem pada BB bisa lebih )
kedua punggung kaki
sampai seluruh tubuh

Gizi Kurang Kurus ≥ 3 SD < -2 SD

Gizi Baik Normal -2 SD + 2 SD

Gizi Lebih Gemuk > + 2 SD

4. Penilaian status gizi terhadap KEP

KETENTUAN UMUM

PENGGUNAAN STANDAR ANTROPOMETRI WHO 2005

Istilah dan Pengertian

1. Umur dihitung dalam bulan penuh. Contoh : umur 2 bulan 29 hari dihitung sebagai

umur 2 bulan.
2. Ukuran Panjang Badan (PB) digunakan untuk anak umur 0 sampai 24 bulan yang

diukur telentang. Bila anak umur diatas 0 sampai 24 bulan diukur berdiri, maka hasil

pengukurannya dikoreksi dengan menambahkan 0,7 cm.


3. Ukuran Tinggi Badan (TB) digunakan untuk anak umur diatas 24 bulan yang diukur

berdiri. Bila anak umur diatas 24 bulan diukur telentang, maka hasil pengukurannya

dikoreksi dengan mengurangkan 0,7 cm.


4. Gizi Kurang dan Gizi Buruk adalah status gizi yang didasarkan pada indeks Berat

Badan menurut Umur (BB/U) yang merupakan padanan istilah underweight (gizi

kurang) dan severely underweight (gizi buruk)


5. Pendek dan Sangat Pendek adalah status gizi yang didasarkan pada indeks Panjang

Badan menurut Umur (PB/U) atau Tinggi Badan menurut Umur (TB/U) yang

merupakan padanan istilah stunted (pendek) dan severely stunted (sangat pendek)

11
6. Kurus dan Sangat Kurus adalah status gizi yang didasarkan pada indeks Berat Badan

menurut Panjang Badan (BB/PB) atau Berat Badan menurut Tinggi Badan (BB/TB)

yang merupakan padanan istilah wasted (kurus) dan severely wasted (sangat kurus)

(Kategori dan Ambang Batas Status Gizi Anak; Kementerian Kesehatan RI 2011)

Prinsip Dasar Penanganan (Rusli Sjarif et al. 2011)

1. Atasi / Cegah Hipoglikemia


Terapi
Bila Anak Sadar dan dapat Minum
a. Bolus 50 ml larutan Glukosa 10% atau sukrosa 10% kemudian mulai pemberian F75
setiap 2 jam, untuk 2 jam pertama berikan ¼ dari dosis makanan setiap 30 menit

12
b. Antibiotik spectrum luas
c. Pemberian makan per 2 jam

Bila Anak tidak Sadar


a. Glukosa 10% intravena (5mg/ml), diikuti dengan 50 ml glukosa 10% atau
sukrosa lewat NGT kemudian pemberian F75 setiap 2 jam, untuk 2 jam pertama
berikan ¼ dari dosis makanan setiap 30 menit
b. Antibiotik spectrum luas
c. Pemberian makan per 2 jam
Monitor
a. Kadar gula darah
b. Suhu rektal
c. Tingkat kesadaran
Pencegahan
a. Berikan makanan F-75 setiap 2 jam, mulai secara langsung atau bila perlu lakukan
rehidrasi terlebih dahulu
b. Selalu berikan makanan pada malam hari (Rusli Sjarif, 2011)
2. Atasi / Cegah Hipotermia
Jika Suhu Aksila <35,0 C
Lakukan pemeriksaan suhu rektal dengan menggunakan termometer air raksa.
Jika Suhu Rektal <35,5 C
a. Beri makanan secara langsung
b. Hangatkan anak : selain memakaikan pakaian tutupi dengan selimut hangat hingga
kepala kecuali wajah, atau tempatkan didekat penghadap atau lampu, atau letakkan
anak pada ibu
c. Berikan antibiotic spectrum luas
Monitor
a. Cek suhu rektal tiap 30 menit sampai suhu > 36,5 C
b. Yakinkan anak tertutupi seluruh permukaan tubuhnya terutama malam hari
c. Cek kadar gula
Pencegahan
a. Berikan makanan setiap 2 jam, langsung dimulai pemberian makanan
b. Selalu berikan makanan (F75 atau F100) baik siang maupun malam
c. Tetap tutupi anak dan hindari paparan langsung dengan udara
d. Jaga agar anak tetap kering, segera ganti popok, pakaian dan alas tempat tidur
anak bila basah
e. Biarkan anak tidur dengan ibu atau pengasuh pada malam hari agar kehangatan
terjaga

3. Atasi / Cegah Dehidrasi


Terapi
a. Larutan gula-garam standar untuk rehidrasi oral mengandung terlalu banyak
natrium dan sedikit K bagi anak malnutrisi berat. Oleh karena itu diberikan larutan
rehidrasi khusus yaitu Rehydration Solution for malnutrition
b. ReSoMal 5ml/kg/jam selama 4-10 jam, berikutnya: jumlah yang seharusnya
diberikan ditentukan oleh berapa banyak anak mau minum dan jumlah diare dan
muntah
c. Selanjutnya bila sudah rehidrasi, hentikan pemberian resomal dan lanjutkan F75
setiap 2 jam

13
d. Bila masih diare, beri resomal setiap anak diare (<2 tahun: 50-100 ml dan anak> 2
tahun : 100-200 ml)
Monitor
a. Denyut jantung
b. Frekuensi napas
c. Frekuensi miksi
d. Frekuensi defekasi / muntah
Pencegahan
a. Tetap pemberian makanan mulai F75
b. Gantikan cairan sejumlah perkiraan jumlah cairan yang hilang dengan resomal
(<2 tahun : 50-100 ml dan anak> 2 tahun : 100-200 ml)
c. Bila anak masih menyusu ASI, dianjurkan pemberian ASI diantara pemberian
F75 atau F100
4. Koreksi Ketidakseimbangan Elektrolit
Terapi
a. Ekstra Kalium 3-4mmol/kg/hari
b. Ekstra magnesium 0,4-0,6 mmol/kg/hari
c. Saat rehidrasi, berikan cairan rendah natrium
d. Berikan makanan tanpa garam
5. Atasi / Cegah Infeksi
Antibiotik Spektrum Luas
a. Anak dengan kondisi tidak terdapat komplikasi atau infeksi tidak nyata, beri
Kotrimoksasol 5 ml larutan pediatrik per oral dua kali sehari selama 5 hari (2,5ml jika
berat <6 kg)

b. Anak dengan kondisi sakit berat (apatis,letargi) atau terdapat komplikasi, beri
Ampicilin 50mg/kg IM atau IV per 6 jam untuk 2 hari, kemudian dilanjutkan
amoksisilin per oral 15mg/kg per 8 jam untuk 5 hari, atau jika amoksisilin tidak
tersedia, lanjutkan dengan ampisilin oral 50mg/kg per 6 jam (Rusli Sjarif, 2011)

6. Koreksi Defisiensi Mikro Nutrien


Pemberian pada hari 1 :
a. Vitamin A peroral (dosis untuk >12 bulan 200.000 SI, untuk 6-12 bulan 100.000 SI,
untuk 0-5 bulan 50.000 IU), ditunda bila kondisi buruk
b. Asam Folat 5mg, oral
Pemberian harian selama 2 minggu :
a. Suplemen multivitamin
b. Asam folat 1mg/hari
c. Zinc 2mg/kgbb/hari
d. Copper 0,3mg/kgbb/hari
e. Preparat besi 3mg/kg/hari
7. Memulai Pemberian Makanan
Fase Stabilisasi
a. Pemberian makanan dengan porsi kecil dan sering dengan osmolaritas rendah dan
pemberian laktosa (F75)
b. Pemberian makanan secara oral atau lewat NGT
c. Energi 80-100 kcal/kgbb/hari
d. Protein 1-1,5 g/kgbb/hari
e. Cairan 130 ml/kgbb/hari cairan

14
f. Apabila anak minum ASI, lanjutkan pemberian ASI setelah formula dihabiskan
Monitor
a. Jumlah yang diberikan dan dikeluarkan (muntah) atau tersisa
b. Frekuensi muntah
c. Frekuensi BAB cair
d. Berat badan harian
8. Mengupayakan Tumbuh-Kejar
Fase rehabilitasi perlu pendekatan yang baik untuk pemberian makan dalam pencapaian
asupan yang tinggi dan kenaikan berat badan yang cepat (>10g /kg/hari). Formula yang
dianjurkan pada fase ini adalah F100 yang mengandung 100 kkal/100 ml dan 2,9 g protein /
100 ml.
Untuk merubah dari pemberian makanan awal ke makanan kejar-tumbuh. (Transisi)
a. Ganti formula F75 dengan F100 dalam jumlah yang sama selama 48 jam
b. Kemudian volume ditambah bertahap sebanyak, 10-15 ml per kali hingga mencapai
150 kkal/kgbb/hari
c. Energi 100-150kkal/kgbb/hari
d. Protein 2-3g/kgbb/hari
e. Bila anak masih mendapatASI, tetap berikan diantara pemberian formula
Monitor

a. Frekuensi napas
b. Frekuensi nadi
Fase Rehabilitasi

a. Lanjutkan menambah volume pemberian F100 hingga ada makanan sisa yang tidak
bisa termakan oleh anak
b. Pemberian makanan yang sering (sedikitnya tiap 4 jam) dari jumlah formula tumbuh
kejar
c. Energi 150-220kcal/kg/hari
d. Protein 4-6gram protein/kg/hari
e. Bila anak masih mendapat ASI tetap berikan diantara pemberian formula
Monitor

a. Timbang berat badan tiap pagi sebelum makan, plot pada formulir pemantauan
berat badan
b. Tiap minggu hitung dan catat pertambahan berat badan dalam satuan
gram/kgbb/hari
Bila kenaikan berat badan :

a. Buruk (<5gram/kgbb/hari), anak perlu dilakukan penilaian ulang secara menyeluruh,


apakah target asupan makanan memenuhi kebutuhan atau cek apakah ada tanda-tanda
infeksi
b. Sedang (5-10 gram/kgbb/hari) lanjutkan tatalaksana
c. Baik (>10 gram/kgbb/hari) lanjutkan tatalaksana (Rusli Sjarif, 2011)

9. Memberikan Stimulasi Sensoris dan Dukungan Emosional

15
Pada malnutrisi didapatkan perkembangan mental dan perilaku yang terlambat menyediakan:

a. Perawatan dengan kasih sayang


b. Kegembiraan dan lingkungan nyaman
c. Terapi bermain yang terstruktur 15-30 menit/hari
d. Aktivitas fisik sesuai dengan kemampuan psikomotor anak
e. Keterlibatan ibu
10. Mempersiapkan untuk Tindak Lanjut Pascaperbaikan
Lanjutkan perawatan di rumah dengan pola makan yang baik dan stimulus sensorik. Tunjukan
kepada orang tua atau pengasuh bagaimana :
a. Pemberian makanan secara sering dengan kandungan energi dan nutrient memadai
b. Berikan terapi bermain yang terstruktur
Sarankan pada orang tua :

a. Membawa anak control secara teratur


b. Memberikan imunasi booster
c. Memberikan vitamin A setiap 6 bulan

Pencegahan dan Penanggulangan ( Rusli Sjarif et al. 2011 )

1. Revitalisasi Posyandu
a. Pelatihan & pembinaan kader beserta petugas
b. Penyediaan sarana terutama dacin, KMS atau buku KIA, panduan posyandu, media
KIE & sarana pencatatan
2. Revitalisasi Puskesmas
a. Pelatihan manajemen program gizi di puskesmas
b. Pemenuhan sarana antropometri & KIE bagi puskesmas dan jaringannya
c. Pelatihan tata laksana gizi buruk bagi petugas rumah sakit dan puskesmas perawatan
(Depkes RI, 2005)
3. Intervensi Gizi dan Kesehatan
a. Perawatan dan pengobatan gratis di rumah sakit maupun puskesmas bagi balita dari
keluarga miskin
b. Pemberian makanan tambahan (PMT) berupa MP-ASI bagi bayi usia 6-23 bulan dan
PMT pemulihan pada anak 24-59 bulan kepada balita gizi kurang dari keluarga
miskin
c. Pemberian suplementasi (vitamin A, sirup Fe)
4. Promosi Keluarga Sadar Gizi
a. Menyusun strategi promosi keluarga sadar gizi
b. Mengembangkan, menyediakan dan menyebarluaskan materi promosi kesehatan pada
masyarakat
c. Melakukan kampanye secara bertahap dan tematik (Depkes RI, 2005)
5. Pemberdayaan Keluarga
6. Revitalisasi Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi
a. Memfungsikan system pelaporan, diseminasi informasi dan pemanfaatannya
b. Penyediaan data gizi secara reguler (pemantauan status gizi, untuk semua
kelompok umur, pemantauan konsumsi gizi, analisis data Susenas).

16
2.3 Prioritas Jalan Keluar (Subur Prayitno, dasar-dasar AKM,1997)

1. Meningkatkan kesadaran dan motivasi penduduk untuk mengetahui tentang KEP


dengan memberikan penyuluhan.
2. Pengobatan segera ke sarana kesehatan terdekat apabila sakit
3. Pemberian makanan tambahan
4. Meningkatkan kepercayaan masyarakat dengan kunjungan rumah (puskel)
5. Meningkatkan sarana dan prasarana di puskesmas.
6. Meningkatkan kinerja petugas puskesmas dengan memberikan pelatihan.
7. Memperbaiki higiene dan sanitasi lingkungan untuk menghindarkan diri dari
penyakit..
8. Menambah kader dan tenaga kesehatan di puskesmas
Tabel 3. Prioritas Jalan Keluar

Efektivitas Efisiensi Hasil


No. Alternatif Jalan Keluar M I V C MxIxV
P=
C
1. Pemberian makanan tambahan 2 3 3 3 6
2. Meningkatkan kesadaran dan motivasi 4 4 4 4 16
penduduk untuk mengetahui tentang
KEP dengan memberikan penyuluhan.
3. Memperbaiki higiene dan sanitasi 2 2 2 3 2,67
lingkungan untuk menghindarkan diri
dari penyakit.
4. Meningkatkan kepercayaan masyarakat 2 3 3 4 4,5
dengan kunjungan rumah (puskel)
5. Pengobatan segera ke sarana kesehatan 3 3 3 3 9
terdekat apabila sakit
6. Menambah kader dan tenaga kesehatan 2 1 2 3 1,3
di puskesmas
7. Meningkatkan kinerja petugas 3 2 2 3 4
puskesmas dengan memberikan
pelatihan.
8. Meningkatkan sarana dan prasarana di 2 3 3 4 4,5
puskesmas.

P : Prioritas jalan keluar


M : Magnitude, besarnya masalah yang bisa diatasi apabila solusi ini
dilaksanakan (turunnya prevalensi dan besarnya masalah lain)
I : Implementasi, kelanggengan selesainya masalah.
V : Valiability, sensitifnya dalam mengatasi masalah

17
C : Cost, biaya yang diperlukan.

Berdasarkan Prioritas Jalan Keluar diatas maka upaya meningkatkan


kesadaran dan motivasi penduduk untuk mengetahui tentang KEP dengan
memberikan penyuluhan mendapatkan score yang tertinggi yaitu 16 dibandingkan
dengan upaya pemberian makanan tambahan yang mendapat score 6. Maka
Puskesmas Sukamaju mengambil / memilih program meningkatkan kesadaran dan
motivasi penduduk untuk mengetahui tentang KEP dengan memberikan
penyuluhan penduduk di wilayah Puskesmas Sukamaju untuk menghindari
meningkatnya kejadian KEP.

18
BAB III
Rencana Program
Rencana Pelaksanaan Program Peningkatan Kesadaran dan Motivasi Penduduk Tentang KEP

No. Kegiatan Sasaran Target Volume Rincian Lokasi Tenaga Jadwal Kebutuhan
kegiatan pelaksanaan pelaksanaan pelaksana pelaksanaan

1. Penyuluhan Masyarakat di Orang tua 1 kali/ alat peraga Puskesmas,ba Petugas Setiap hari Alat Peraga dan
materi KEP lingkungan Puskesmas balita minggu pendidikan lai desa Puskesmas Sabtu beberapa sarana
Sukamaju leaflet atau dibawah penunjang penyajian
(NURIL) penyajian yang penggerak materi
menarik Dokter (Laptop,LCD,Baner,P
oster,Manekin,dll.)
2. Melakukan Masyarakat di Orang tua 1x/2 Bekerjasama Puskesmas, Dokter, Setiap hari Beberapa sarana
penyajian lingkungan Puskesmas balita minggu dengan instansi balai desa bidan, sabtu atau penunjang penyajian
materi tentang Sukamaju terkait Perawat, minggu materi
penyebab kader (Laptop,LCD,Baner,P
kejadian KEP masyarakat oster,Manekin,dll.)
secara
(DESSY) bergantian
3. Melakukan Petugas kesehatan di Petugas 1x/bulan Memberikan Puskesmas, Petugas Setiap awal Beberapa sarana
diskusi grup bawah bimbingan kesehatan gambaran klinis Pustu. Kesehatan bulan penunjang penyajian
terfokus Puskesmas Sukamaju KEP (perawat, materi
bidan, (Laptop,LCD,Baner,P
(JIHAN) dokter) oster,Manekin,dll.)

19
Melakukan Umum : seluruh Semua 1x/bulan Mengajarkan Puskesmas, Dokter Setiap 1x/ KMS atau buku KIA
4. pelatihan masyarakat desa elemem cara pengisian Balai desa bulan
mengenai sukamaju. yang terkait dan pembacaan
penilaian status Khusus : para petugas KMS
kesehatan, kader, dan
gizi dengn
orang tua balita
menggunakan
KMS
(AINUR)

5. Pelatihan Petugas kesehatan Petugas Disesuai Pelatihan PKM Dokter atau Disesuaikan Beberapa sarana
manajemen puskesmas kan petugas Sukamaju petugas dengan penunjang penyajian
progran gizi di dengan puskesmas kesehatan situasi dan materi
puskesmas situasi yang terlatih kondisi (Laptop,LCD,Baner,P
dan oster,Manekin,dll.)
(SEMEDI)
kondisi

6. Pemberian Masyarakat ekonomi Ibu hamil 1x/ 3 Memberikan Posyandu, Petugas Tergantung Makanan yang
makanan rendah dan balita bulan bantuan Balai desa Puskesmas waktu atau mengandung gizi
tambahan pada yang makanan yang jadwal makro dan mikro.
gizi kurang kurang gizi mengandung zat kegiatan
gizi makro dan yang
(RICKY)
mikro dilakukan

20
7. Penyuluhan Tenaga paramedis dan Ibu hamil 1x/ 3 Ceramah tanya Puskesmas, Petugas Disesuaikan Audio visual kit
tentang masyarakat bulan jawab (CTJ) Posyandu, Kesehatan dengan
pentingnya situasi dan
IMD ( Inisiasi kondisi
Menyusui
Dini).

(DEWA)

8. Menghimbau Masyarakat Masyarakat 1x/6 Membagikan Kelurahan – Petugas Disesaikan Audio visual kit,
masyarakat pengguna bulan brosur dan kelurahan kesehatan dengan browsur dan pamflet
menggunakan air sungai membuat sekitar situasi dan
air bersih. pamflet puskesmas kondisi
dan di
(VERONIKA) puskesmas

21

Anda mungkin juga menyukai