Oleh :
Pembimbing :
FAKULTAS KEDOKTERAN
2016
1
Skenario 1
1. Learning Objective
a. Mampu mengetahui masalah utama yang ada di Puskesmas Sukamaju
1. Menjelaskan definisi KEP
2. Menjelaskan penyebab kejadian KEP
3. Menjelaskan gejala klinis KEP
4. Menjelaskan penilaian status gizi terhadap KEP
5. Menjelaskan penatalaksanaan
b. Mampu menganalisis solusi pemecahan KEP
c. Mampu menyusun rencana pengembangan program penanggulangan KEP
BAB I
Pendahuluan
1. Latar Belakang
2
Menurut Data Prevalensi KEP selama 5 tahun berturut- turut (2006-2010) di
Puskesmas Sukamaju, pada tahun 2006 KEP pada balita dilaporkan sebanyak 1 %.
Kemudian di tahun 2007 meningkat menjadi 2 %, di tahun 2008 sebanyak 3%, tahun
2009 sebanyak 3,5% dan pada tahun 2010 meningkat menjadi 3,8%. Angka
menunjukan bahwa ada peningkatan yang cukup signifikan pada kejadian KEP di
Puskesmas Sukamaju, Kecamatan Sukomanunggal, Kabupaten Guyub Rukun.
Menurut Sulastri tahun 2012, Kekurangan Energi Protein adalah salah satu gizi
kurang akibat konsumsi makanan yang tidak cukup mengandung energi dan protein
serta karena gangguan kesehatan. Menurut Depkes RI tahun 1999, Kekurangan Energi
Protein adalah keadaan kurang gizi yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi
dan protein dalam makanan sehari- hari atau disebabkan oleh gangguan penyakit
tertentu, sehingga tidak memenuhi Angka Kecukupan Gizi (AKG).
Penyebab dari KEP itu sendiri dibagi menjadi 2, yaitu secara langsung dan tidak
langsung. Penyebab secara langsung adalah defisiensi kalori, energi dan protein yang
disebabkan oleh food intake atau asupan yang kurang, sedangkan secara tidak
langsung KEP dapat disebabkan hal adanya infeksi pada balita contohnya pada
penyakit diare atau pneumonia. Selain itu ada beberapa faktor tidak langsung lain
yang dapat menjadi penyebab KEP yaitu zat gizi yang terkandung didalam makanan,
daya beli keluarga meliputi penghasilan, harga bahan makanan, dan pengeluaran
keluarga untuk kebutuhan lain selain makanan.
Menurut Depkes RI tahun 1999, berdasarkan gejala klinis KEP dibagi menjadi 3,
ringan,sedang dan berat. Pada KEP ringan biasanya didapatkan perbandingan Berat
Badan Ideal terhadap Tinggi Badan berkisar >80-90%.Pada KEP Sedang didapatkan
perbandingan Berat Badan Ideal terhadap Tinggi badan berkisar >70%- 80%.
sedangkan KEP Berat ≤70%.
Penilaian status gizi yang dapat digunakan pada balita adalah dengan
menggunakan KMS atau Kartu Menuju Sehat, selain itu ada juga cara penilaian status
gizi dengan menggunakan system z- score dimana kategori dan ambang batas status
gizi dinilai berdasarkan hasil pengukuran antropometri yang dikaitkan dengan umur
balita.
Hasil analisis berdasarkan diagram fish Bone maka didapatkan beberapa masalah
yang menjadi faktor penyebab terjadinya peningkatan kejadian KEP di Puskesmas
Sukomaju, Kecamatan Sukomanunggal, Kabupaten Guyub Rukun antara lain:
sebagian besar penduduk bekerja sebagai petani, pendidikan yang ditempuh oleh
sebagian besar penduduk hanya mencapai jenjang SD atau SMP, selain itu sumber air
3
yang digunakan untuk keperluan sehari- hari berasal dari sungai didaerah tersebut,
serta kegiatan Posyandu di wilayah Puskesmas Sukomaju tidak berjalan dengan baik.
2. Rumusan Masalah
Program penanggulangan KEP di Puskemas Sukamaju apakah yang perlu disusun ?
3. Tujuan FGD
3.1 Tujuan Umum
Menyusun program penanggulangan KEP di Puskemas Sukamaju.
3.2 Tujuan Khusus
1. Identifikasi pnyebab terjadinya KEP (fishbone)
2. Mengalisis solusi pemecahan KEP (MIV)
3. Menyusun rencana pengembangan program penanggulangan KEP
BAB II
ANALISIS KASUS
When Prevalensi KEP lima tahun berturut-turut (tahun 2006 s/d tahun 2010)
4
Why Sebagian besar penduduk berpendidikan rendah (SD/SMP)
a. Person
b. Place
Sumber air yang dipakai untuk kehidupan sehari-hari berasal dari sungai
c. Time
Waktu yang diperlukan penduduk ke tempat pelayanan kesehatan lebih lama karena
faktor geografis.
MANUSIA
DI PKM
jika masalah dan akar penyebab masalah sudah ditemukan. Manfaat fishbone diagram ini
dapat menolong kita untuk menemukan akar penyebab masalah (Kusnadi, Eris. 2011).
SUKAMAJU
Didalam diagram fishbone penyebab biasanya berupa suatu permasalahan yang akan
diperbaiki dan permasalahan tersebut ditempatkan pada “kepala ikan”. Penyebab dari
Sumber air dari
masalah kemudian diletakkan sepanjang “tulang”, dan diklasifikasikan ke dalam tipe berbeda
sungai
LINGKUNGAN
sepanjang cabang. Penyebab masalah berikutnya dapat ditempatkan disamping sisi cabang
berikutnya.
1. Manusia
a. Sebagian besar penduduk bekerja sebagai petani.
b. Sebagian besar penduduk berpendidikan SD/SMP
2. Metode
a. Kegiatan posyandu di wilayah Puskesmas Sukamaju tidak berjalan dengan baik
3. Lingkungan
a. Sumber air yang digunakan berasal dari sungai
2.2 Pembahasan
6
Kurang Energi Protein adalah salah satu gizi kurang akibat konsumsi makanan yang
tidak cukup mengandung energy dan protein serta karena gangguan kesehatan. (Sulastri,
2012)
Kurang energi protein adalah keadaan kurang gizi yang disebabkan oleh rendahnya
konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari atau disebabkan oleh gangguan
penyakit tertentu, sehingga tidak memenuhi angka kecukupan gizi (Depkes RI, 1999)
2. Etiologi KEP
Penyebab langsung dari KEP adalah defisiensi kalori maupun protein dengan berbagai
gejala. Sedangkan penyebab tidak langsung KEP sangat banyak, sehingga penyakit ini sering
disebut juga dengan kausa multifaktorial. Salah satu penyebabnya adalah keterkaitan dengan
waktu pemberian Air Susu Ibu (ASI) dan makanan tambahan setelah disapih (Khumaedi,
1989).
Selain itu KEP merupakan penyakit lingkungan, karena adanya beberapa faktor yang
bersama-sama berinteraksi menjadi penyebab timbulnya penyakit ini, antara lain yaitu faktor
diet, faktor sosial, kepadatan penduduk, infeksi, kemiskinan dan lain-lain. Peran diet menurut
konsep klasik terdiri dari dua konsep. Pertama yaitu diet yang mengandung cukup energi,
tetapi kurang protein akan menyebabkan anak menjadi penderita kwashiorkor, sedangkan
konsep yang kedua adalah diet kurang energi walaupun zat gizi (esensial) seimbang akan
menyebabkan marasmus. Peran faktor menggunakan bahan makanan tertentu sosial, seperti
pantangan untuk yang sudah turun temurun dapat mempengaruhi terjadinya KEP. Ada
pantangan yang berdasarkan agama, tetapi ada juga pantangan yang berdasarkan tradisi yang
sudah turun temurun, tetapi kalau pantangan tersebut berdasarkan pada agama, maka akan
sulit untuk diatasi. Jika pantangan berdasarkan pada kebiasaan atau tradisi, maka dengan
pendidikan gizi yang baik dan dilakukan dengan terus-menerus hal ini akan dapat diatasi
(Pudjiadi, 2000).
7
Jellife (1998), menyatakan bahwa keadaan gizi seseorang merupakan hasil interaksi
dari semua aspek lingkungan termasuk lingkungan fisik, biologik, dan faktor kebudayaan.
Secara garis besar, faktor yang menentukan keadaan gizi masyarakat, khususnya anak-anak
adalah tingkat pendidikan orang tua, keadaan ekonomi, tersedianya cukup makanan serta
aspek kesehatan. Tiap- tiap faktor tersebut dapat berpengaruh pada keadaan gizi masyarkat,
KEP pada dasarnya sangat ditentukan oleh 2 faktor. Faktor yang secara langsung
dapat mempengaruhi terjadinya KEP pada balita adalah makanan dan ada atau tidaknya
penyakit infeksi. Kedua faktor ini dipengaruhi oleh kualitas dan kuantitas makanan yang
dimakan oleh seseorang anak, antara lain ditentukan oleh beberapa faktor penyebab tidak
langsung, yaitu: a) Berbagai zat gizi yang terkandung di dalam makanan, b) Daya beli
keluarga, meliputi penghasilan, harga bahan makanan dan pengeluaran keluarga untuk
kebutuhan lain selain makanan; c) Kepercayaan ibu tentang makanan serta kesehatan; d) Ada
atau tidaknya pemeliharaan kesehatan termasuk kebersihan; dan e) Fenomena sosial dan
Menurut Departemen Kesehatan RI (1999) dalam tata buku pedoman Tata Laksana
KEP pada anak di puskesmas dan di rumah tangga, KEP berdasarkan gejala klinis ada 3 tipe
yaitu KEP ringan, sedang dan berat (gizi buruk). Untuk KEP ringan dan sedang, gejala klinis
yang ditemukan hanya anak tampak kurus. Gejala klinis KEP berat/gizi buruk secara garis
berturut-turut dengan jarak kehamilan yang masih terlalu dini. Selain itu marasmus juga
karena pemberian makanan tambahan yang tidak terpelihara kebersihannya serta susu buatan
yang terlalu encer dan jumlahnya tidak mencukupi karena keterbatasan biaya, sehingga
kandungan protein dan kalori pada makanan anak menjadi rendah. Keadaan perumahan dan
8
lingkungan yang kurang sehat juga dapat menyebabkan penyajian yang kurang sehat dan
kurang bersih. Demikian juga dengan penyakit infeksi terutama saluran pencernaan. Pada
keadaan lingkungan yang kurang sehat, dapat terjadi infeksi yang berulang sehingga
menyebabkan anak kehilangan cairan tubuh dan banyak zat gizi sehingga anak menjadi kurus
Kwashiorkor dapat ditemukan pada banyak anak balita yang setelah mendapatkan ASI
dalam jangka waktu lama, kemudian disapih dan langsung diberikan makan seperti anggota
keluarga yang lain. Makanan yang diberikan pada umumnya rendah protein. Kebiasaan
makan yang kurang baik dan diperkuat dengan adanya tabu seperti anak-anak dilarang makan
ikan dan memprioritaskan makanan sumber protein hewani bagi anggota keluarga laki-laki
yang lebih tua dapat menyebabkan terjadinya kwashiorkor. Selain itu tingkat pendidikan
orang tua yang rendah dapat juga mengakibatkan terjadinya kwashiorkor karena berhubungan
dengan tingkat pengetahuan ibu tentang gizi yang rendah. (Depkes, 1999)
Pola yang mempengaruhi gizi buruk menurut suatu studi, " positive deviance"
mempelajari mengapa dari sekian banyak bayi dan balita di suatu desa miskin hanya sebagian
kecil yang gizi buruk, padahal orang tua mereka semuanya petani miskin. Dari studi ini
diketahui pola pengasuhan anak berpengaruh pada timbulnya gizi buruk. Anak yang diasuh
ibunya sendiri dengan kasih sayang, apalagi ibunya berpendidikan, mengerti soal pentingnya
ASI, manfaat posyandu dan kebersihan, meskipun sama-sama miskin, ternyata anaknya lebih
sehat. Unsur pendidikan perempuan berpengaruh pada kualitas pengasuhan anak. Sebaliknya,
sebagian anak yang gizi buruk ternyata diasuh oleh nenek atau pengasuh yang juga miskin
dan tidak berpendidikan. Banyaknya perempuan yang meninggalkan desa untuk mencari
kerja di kota bahkan menjadi tenaga kerja Indonesia (TKI), kemungkinan juga dapat
menyebabkan anak menderita gizi buruk. (Seminar Hari Pangan Sedunia XXVII,2000)
9
oralit, tindakan cepat pada balita yang tidak naik berat badan, pendidikan, penyuluhan
penyediaan air bersih, kebersihan lingkungan dan sebagainya. Pelayanan kesehatan yang
lemah dan tidak memuaskan masyarakat baik karena tidak terjangkau maupun mutunya.
A. Marasmus
1. Tampak sangat kurus, hingga tulang terbungkus kulit
2. Wajah seperti orang tua
3. Cengeng, rewel
4. Kulit keriput, jaringan lemak subkutis, sangat sedikit sampai tidak ada ( pada
daerah pantat tampak seperti memakai celana longgar / baggy pants )
5. Perut cekung
6. Iga gambang
7. Sering disertai :
- Penyakit infeksi (umumnya kronis berulang)
- Diare
B. Kwashiokor
1. Edema, umumnya seluruh tubuh, terutama pada punggung kaki (dorsum pedis)
2. Wajah membulat dan sembab
3. Pandangan mata sayu
4. Rambut tipis, kemerahan seperti warna rambut jagung, mudah dicabut tanpa rasa
sakit, rontok
5. Perubahan status mental, apatis, dan rewel
6. Pembesaran hati (Hepatomegali)
7. Otot mengecil (hipotrofi), lebih nyata bila diperiksa pada posisi berdiri atau duduk
8. Kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah warna menjadi
coklat kehitaman dan terkelupas (crazy pavement dermatosis)
9. Sering disertai:
- Penyakit infeksi, umumnya akut
- Anemia
- Diare
C. Marasmic Kwashiorkor
- Gambaran klinik merupakan campuran dari beberapa gejala klinik
Kwashiorkor dan Marasmus, dengan BB/U < 60% baku median WHO-NCHS
disertai edema yang tidak mencolok
Tabel 2. Klasifikasi Status Gizi Balita Menurut Standar Antropometri WHO (2005)
10
Klasifikasi Klinis Antopometri (BB/TB-PB)
KETENTUAN UMUM
1. Umur dihitung dalam bulan penuh. Contoh : umur 2 bulan 29 hari dihitung sebagai
umur 2 bulan.
2. Ukuran Panjang Badan (PB) digunakan untuk anak umur 0 sampai 24 bulan yang
diukur telentang. Bila anak umur diatas 0 sampai 24 bulan diukur berdiri, maka hasil
berdiri. Bila anak umur diatas 24 bulan diukur telentang, maka hasil pengukurannya
Badan menurut Umur (BB/U) yang merupakan padanan istilah underweight (gizi
Badan menurut Umur (PB/U) atau Tinggi Badan menurut Umur (TB/U) yang
merupakan padanan istilah stunted (pendek) dan severely stunted (sangat pendek)
11
6. Kurus dan Sangat Kurus adalah status gizi yang didasarkan pada indeks Berat Badan
menurut Panjang Badan (BB/PB) atau Berat Badan menurut Tinggi Badan (BB/TB)
yang merupakan padanan istilah wasted (kurus) dan severely wasted (sangat kurus)
(Kategori dan Ambang Batas Status Gizi Anak; Kementerian Kesehatan RI 2011)
12
b. Antibiotik spectrum luas
c. Pemberian makan per 2 jam
13
d. Bila masih diare, beri resomal setiap anak diare (<2 tahun: 50-100 ml dan anak> 2
tahun : 100-200 ml)
Monitor
a. Denyut jantung
b. Frekuensi napas
c. Frekuensi miksi
d. Frekuensi defekasi / muntah
Pencegahan
a. Tetap pemberian makanan mulai F75
b. Gantikan cairan sejumlah perkiraan jumlah cairan yang hilang dengan resomal
(<2 tahun : 50-100 ml dan anak> 2 tahun : 100-200 ml)
c. Bila anak masih menyusu ASI, dianjurkan pemberian ASI diantara pemberian
F75 atau F100
4. Koreksi Ketidakseimbangan Elektrolit
Terapi
a. Ekstra Kalium 3-4mmol/kg/hari
b. Ekstra magnesium 0,4-0,6 mmol/kg/hari
c. Saat rehidrasi, berikan cairan rendah natrium
d. Berikan makanan tanpa garam
5. Atasi / Cegah Infeksi
Antibiotik Spektrum Luas
a. Anak dengan kondisi tidak terdapat komplikasi atau infeksi tidak nyata, beri
Kotrimoksasol 5 ml larutan pediatrik per oral dua kali sehari selama 5 hari (2,5ml jika
berat <6 kg)
b. Anak dengan kondisi sakit berat (apatis,letargi) atau terdapat komplikasi, beri
Ampicilin 50mg/kg IM atau IV per 6 jam untuk 2 hari, kemudian dilanjutkan
amoksisilin per oral 15mg/kg per 8 jam untuk 5 hari, atau jika amoksisilin tidak
tersedia, lanjutkan dengan ampisilin oral 50mg/kg per 6 jam (Rusli Sjarif, 2011)
14
f. Apabila anak minum ASI, lanjutkan pemberian ASI setelah formula dihabiskan
Monitor
a. Jumlah yang diberikan dan dikeluarkan (muntah) atau tersisa
b. Frekuensi muntah
c. Frekuensi BAB cair
d. Berat badan harian
8. Mengupayakan Tumbuh-Kejar
Fase rehabilitasi perlu pendekatan yang baik untuk pemberian makan dalam pencapaian
asupan yang tinggi dan kenaikan berat badan yang cepat (>10g /kg/hari). Formula yang
dianjurkan pada fase ini adalah F100 yang mengandung 100 kkal/100 ml dan 2,9 g protein /
100 ml.
Untuk merubah dari pemberian makanan awal ke makanan kejar-tumbuh. (Transisi)
a. Ganti formula F75 dengan F100 dalam jumlah yang sama selama 48 jam
b. Kemudian volume ditambah bertahap sebanyak, 10-15 ml per kali hingga mencapai
150 kkal/kgbb/hari
c. Energi 100-150kkal/kgbb/hari
d. Protein 2-3g/kgbb/hari
e. Bila anak masih mendapatASI, tetap berikan diantara pemberian formula
Monitor
a. Frekuensi napas
b. Frekuensi nadi
Fase Rehabilitasi
a. Lanjutkan menambah volume pemberian F100 hingga ada makanan sisa yang tidak
bisa termakan oleh anak
b. Pemberian makanan yang sering (sedikitnya tiap 4 jam) dari jumlah formula tumbuh
kejar
c. Energi 150-220kcal/kg/hari
d. Protein 4-6gram protein/kg/hari
e. Bila anak masih mendapat ASI tetap berikan diantara pemberian formula
Monitor
a. Timbang berat badan tiap pagi sebelum makan, plot pada formulir pemantauan
berat badan
b. Tiap minggu hitung dan catat pertambahan berat badan dalam satuan
gram/kgbb/hari
Bila kenaikan berat badan :
15
Pada malnutrisi didapatkan perkembangan mental dan perilaku yang terlambat menyediakan:
1. Revitalisasi Posyandu
a. Pelatihan & pembinaan kader beserta petugas
b. Penyediaan sarana terutama dacin, KMS atau buku KIA, panduan posyandu, media
KIE & sarana pencatatan
2. Revitalisasi Puskesmas
a. Pelatihan manajemen program gizi di puskesmas
b. Pemenuhan sarana antropometri & KIE bagi puskesmas dan jaringannya
c. Pelatihan tata laksana gizi buruk bagi petugas rumah sakit dan puskesmas perawatan
(Depkes RI, 2005)
3. Intervensi Gizi dan Kesehatan
a. Perawatan dan pengobatan gratis di rumah sakit maupun puskesmas bagi balita dari
keluarga miskin
b. Pemberian makanan tambahan (PMT) berupa MP-ASI bagi bayi usia 6-23 bulan dan
PMT pemulihan pada anak 24-59 bulan kepada balita gizi kurang dari keluarga
miskin
c. Pemberian suplementasi (vitamin A, sirup Fe)
4. Promosi Keluarga Sadar Gizi
a. Menyusun strategi promosi keluarga sadar gizi
b. Mengembangkan, menyediakan dan menyebarluaskan materi promosi kesehatan pada
masyarakat
c. Melakukan kampanye secara bertahap dan tematik (Depkes RI, 2005)
5. Pemberdayaan Keluarga
6. Revitalisasi Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi
a. Memfungsikan system pelaporan, diseminasi informasi dan pemanfaatannya
b. Penyediaan data gizi secara reguler (pemantauan status gizi, untuk semua
kelompok umur, pemantauan konsumsi gizi, analisis data Susenas).
16
2.3 Prioritas Jalan Keluar (Subur Prayitno, dasar-dasar AKM,1997)
17
C : Cost, biaya yang diperlukan.
18
BAB III
Rencana Program
Rencana Pelaksanaan Program Peningkatan Kesadaran dan Motivasi Penduduk Tentang KEP
No. Kegiatan Sasaran Target Volume Rincian Lokasi Tenaga Jadwal Kebutuhan
kegiatan pelaksanaan pelaksanaan pelaksana pelaksanaan
1. Penyuluhan Masyarakat di Orang tua 1 kali/ alat peraga Puskesmas,ba Petugas Setiap hari Alat Peraga dan
materi KEP lingkungan Puskesmas balita minggu pendidikan lai desa Puskesmas Sabtu beberapa sarana
Sukamaju leaflet atau dibawah penunjang penyajian
(NURIL) penyajian yang penggerak materi
menarik Dokter (Laptop,LCD,Baner,P
oster,Manekin,dll.)
2. Melakukan Masyarakat di Orang tua 1x/2 Bekerjasama Puskesmas, Dokter, Setiap hari Beberapa sarana
penyajian lingkungan Puskesmas balita minggu dengan instansi balai desa bidan, sabtu atau penunjang penyajian
materi tentang Sukamaju terkait Perawat, minggu materi
penyebab kader (Laptop,LCD,Baner,P
kejadian KEP masyarakat oster,Manekin,dll.)
secara
(DESSY) bergantian
3. Melakukan Petugas kesehatan di Petugas 1x/bulan Memberikan Puskesmas, Petugas Setiap awal Beberapa sarana
diskusi grup bawah bimbingan kesehatan gambaran klinis Pustu. Kesehatan bulan penunjang penyajian
terfokus Puskesmas Sukamaju KEP (perawat, materi
bidan, (Laptop,LCD,Baner,P
(JIHAN) dokter) oster,Manekin,dll.)
19
Melakukan Umum : seluruh Semua 1x/bulan Mengajarkan Puskesmas, Dokter Setiap 1x/ KMS atau buku KIA
4. pelatihan masyarakat desa elemem cara pengisian Balai desa bulan
mengenai sukamaju. yang terkait dan pembacaan
penilaian status Khusus : para petugas KMS
kesehatan, kader, dan
gizi dengn
orang tua balita
menggunakan
KMS
(AINUR)
5. Pelatihan Petugas kesehatan Petugas Disesuai Pelatihan PKM Dokter atau Disesuaikan Beberapa sarana
manajemen puskesmas kan petugas Sukamaju petugas dengan penunjang penyajian
progran gizi di dengan puskesmas kesehatan situasi dan materi
puskesmas situasi yang terlatih kondisi (Laptop,LCD,Baner,P
dan oster,Manekin,dll.)
(SEMEDI)
kondisi
6. Pemberian Masyarakat ekonomi Ibu hamil 1x/ 3 Memberikan Posyandu, Petugas Tergantung Makanan yang
makanan rendah dan balita bulan bantuan Balai desa Puskesmas waktu atau mengandung gizi
tambahan pada yang makanan yang jadwal makro dan mikro.
gizi kurang kurang gizi mengandung zat kegiatan
gizi makro dan yang
(RICKY)
mikro dilakukan
20
7. Penyuluhan Tenaga paramedis dan Ibu hamil 1x/ 3 Ceramah tanya Puskesmas, Petugas Disesuaikan Audio visual kit
tentang masyarakat bulan jawab (CTJ) Posyandu, Kesehatan dengan
pentingnya situasi dan
IMD ( Inisiasi kondisi
Menyusui
Dini).
(DEWA)
8. Menghimbau Masyarakat Masyarakat 1x/6 Membagikan Kelurahan – Petugas Disesaikan Audio visual kit,
masyarakat pengguna bulan brosur dan kelurahan kesehatan dengan browsur dan pamflet
menggunakan air sungai membuat sekitar situasi dan
air bersih. pamflet puskesmas kondisi
dan di
(VERONIKA) puskesmas
21