Anda di halaman 1dari 4

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular kronis yang disebabkan oleh


kuman Mycobacterium tuberculosis. Sampai saat ini TB merupakan masalah kesehatan
masyarakat yang penting (Azzisman, 2006). Estimasi incidence rate pada tahun 2003,
TB di Indonesia berdasarkan pemeriksaan sputum BTA (+) adalah 128 per 100.000
penduduk. Sedangkan untuk tahun yang sama, estimasi TB semua kasus (prevalence
rate) adalah 675 per 100.000 penduduk (Mustangin, 2008). Di Indonesia setiap tahun
ada 1,3 juta anak berumur kurang dari 15 tahun terinfeksi kuman TB dan setiap tahun
ada 450.000 kematian anak akibat penyakit ini (FKUI, 1998). Menurut Samallo dalam
Yulistyaningrum (2010), usia anak merupakan usia yang sangat rawan terhadap
penularan penyakit TB terutamatuberkulosis (TB) paru. Sebesar 74,23% dari seluruh
kasus tuberkulosis terdapat pada golongan anak, dimana angka penularan dan bahaya
penularan yang tinggi terdapat pada golongan umur 0-6 tahun dan golongan umur 7-14
tahun.

Faktor risiko yang dapat menimbulkan penyakit tuberkulosis terutama pada


anak-anak adalah faktor genetik, malnutrisi, vaksinasi, kemiskinan dan kepadatan
penduduk. Faktor risiko utama yang dapat menimbulkan penyakit TB paru pada anak
adalah kontak dengan penderita TB dewasa. Anak-anak yang sakit TB tidak dapat
menularkan kuman TB ke anak lain atau ke orang dewasa. Sebab, pada anak biasanya
TB bersifat tertutup (Sinta, 2008). Kasus TB paru anak di Balai Pengobatan Penyakit
Paru-Paru pada tahun 2009 mencapai 26,4%. Hal ini dimungkinkan karena adanya
kontak serumah atau sering berinteraksi dengan orang dewasa yang terbukti mengidap
TB paru dengan hasil tes Basil Tahan Asam (BTA) positif (Yulistyaningrum, 2010).

Menurut laporan WHO 2009, Indonesia menduduki peringkat kelima setelah India,
Cina, South Afrika dan Nigeria. Kasus TB anak pada 2011 adalah 1.707/100.000
penduduk. Jawa Barat merupakan provinsi yang memiliki penderita TB pada anak
paling tinggi, yaitu 267/100.000 penduduk. TB anak akan menyebabkan terjadinya

1
gangguan tumbuh kembang, bahkan sampai pada kematian. Jawa Timur peringkat ke
dua penderita TB terbanyak setelah Jawa Barat (detiknews.com/2017/03/26/).

Hasil Penelitian (Febrian, 2015) bahwa status gizi hampir setengah responden
termasuk gizi baik (40,9 %) dan gizi buruk (36,4 %), dan sebagian kecil responden
(22,7 %) termasuk gizi kurang. Riwayat kontak penderita dengan penderita TB dewasa
sebagian besar responden (72,7 %) memiliki riwayat kontak positif, dan hampir
setengah responden (27,3 %) memiliki riwayat kontak negatif. Kemudian, status
imunisasi BCG hampir seluruh responden (86,4 %) memiliki status imunisasi positif,
dan sebagian kecil responden (13,6%) memiliki status imunisasi negatif.
Kesimpulannya bahwa status gizi hampir setengah responden berstatus gizi baik dan
gizi buruk. Riwayat kontak sebagian besar responden mempunyai riwayat kontak
positif. Kemudian status imunisasi BCG hampir seluruh responden mempunyai status
imunisasi positif.

Persentase jumlah Penderita Tuberkulosis (TB) anak di Kota Mojokerto tergolong


tinggi. Dari jumlah pendeita TB secara keseluruhan 398 penderita, 24% diantaranya
anak-anak di Kota Mojokerto atau sejumlah 92 penderita TB anak.

Berdasarkan data Dinkes per Juli 2017, jumlah penderita TB di Kota Mojokerto
mencapai 398 penderita. Dari jumlah itu, penderita TB anak mencapai 94 anak atau
24%, penderita dengan BTA positif sebanyak 102%, penderita dengan RO positif
sebanyak 145 orang dan penderita dengan TB ekstra paru sebanyak 79 penderita. Di
Puskesmas Mentikan, Mojokerto pasien TB anak meningkat, tahun 2016 sebanyak 6
penderita sedangkan tahun 2017 meningkat menjadi 20 penderita.

Di kabupaten atau kota lain, persentasenya jauh lebih sedikit. Bahkan ada yang
dibawah 10%. Mengapa TB anak dianggap berbahaya? efek TB anak ini lebih bahaya
dibandingkan TB dengan penderita dewasa. Sebab, penderita TB anak dapat
menyebabkan kecacatan permanen. Sehingga akan mempengaruhi masa depan si
anak. Yakni TB anak apabila tidak diobati sampai tuntas bisa menyebabkan, TB
tulang dan TB meningits.

Berdasarkan latar belakang diatas maka peneliti mengambil Judul “Hubungan


Riwayat Kontak penderita TB dengan kejadian TB anak di wilayah kerja puskesmas
Mentikan Kota Mojokerto tahun 2017”.

2
B. Rumusan Masalah

Apakah terdapat hubungan antara status imunisasi dan riwayat kontak dengan

kejadian TB anak di wilayah kerja Puskesmas Mentikan Kota Mojokerto tahun

2017?

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Mengetahui beberapa faktor yang berhubungan dengan kejadian TB anak di

wilayah kerja Puskesmas Mentikan Kota Mojokerto tahun 2017.

2. Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi kejadian TB anak di wilayah kerja Puskesmas Mentikan,

Kota Mojokerto tahun 2017

b. Mengidentifikasi faktor resiko kejadian TB anak di wilayah kerja

Puskesmas Mentikan, Kota Mojokerto tahun 2017

c. Menganalisis hubungan status imunisasi dengan kejadian TB anak di

wilayah kerja Puskesmas Mentikan, Kota Mojokerto tahun 2017

d. Menganalisis hubungan riwayat kontak dengan kejadian TB anak di

wilayah kerja Puskesmas Mentikan, Kota Mojokerto tahun 2017

D. Manfaat Hasil Penelitian

1. Bagi masyarakat

Diharapkan dengan adanya penelitian ini dapat meningkatkan pemahaman

masyarakat tentang penyakit TB anak melalui pemberian materi

danpenggunaan metode yang tepat oleh pihak pemberi penyuluhan.

3
2. Bagi Puskesmas

Sebagai bahan masukan untuk meningkatkan pelayanan kesehatan

melaluipemberian pendidikan kesehatan kepada masyarakat tentang penyakit

TB anak dalam upaya pencegahan penyakit TB anak

3. Bagi peneliti

Untuk menambah pengetahuan dibidang kesehatan dalam rangka memenuhi

tuntutan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK).

4. Bagi pengembangan ilmu

Untuk meningkatkan pengembangan ilmu pengetahuan khususnya bidang

kesehatan.

Anda mungkin juga menyukai