Anda di halaman 1dari 13

Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), Volume 8, No.

1, Maret 2013

PERBEDAAN LATIHAN RANGE OF MOTION (ROM) PASIF DAN AKTIF SELAMA 1 - 2


MINGGU TERHADAP PENINGKATAN RENTANG GERAK SENDI PADA PENDERITA
STROKE DI KECAMATAN TANGGUL KABUPATEN JEMBER

Murtaqib
Program Studi Ilmu Keperawatan
Universitas Jember

ABSTRACT
Stroke often causes paralysis or disability than death. Deficit long term ability of the most
common is because stroke is hemiparesis. 80% of patients experienced stroke hemiparesis
and 39% of patients experienced hemiparesis after suffering a stroke during 1 year. The
research designs used in this study were experiment with this type of design two group
pretest-posttest. In this study conducted two exercises are passive ROM exercises (P1) and
active ROM exercises (P2) of the different samples. Analysis of data by using ANOVA test.
The results are there differences in range of motion in flexion and extension passive ROM and
active ROM in Tanggul Community Health Center Jember, with p value = 0.001.

Key words: flexion, extension, range of motion (ROM)

ABSTRAK
Defisit kemampuan jangka panjang yang paling umum terjadi karena Stroke adalah
hemiparesis. 80% penderita Stroke mengalami hemiparesis dan 39% penderita mengalami
hemiparesis setelah menderita Stroke selama 1tahun. Penelitian ini menggunakan metode Pre
Experiment dengan rancangan One Group Pretest-Posttest. Dalam penelitian ini dilakukan
dua latihan yaitu latihan ROM pasif (P1) dan latihan ROM aktif (P2) terhadap kelompok
sampel yang berbeda. Analisa data menggunakan uji ANOVA. Hasil penelitian terdapat
perbedaan rentang gerak sendi fleksi dan ekstensi pada ROM pasif dan ROM aktif di wilayah
kerja Puskesmas Tanggul Kabupaten Jember, dengan p value (0.001). ROM pasif lebih
memberikan pengaruh dibandingkan ROM Aktif

Kata kunci : fleksi, ekstensi, range of motion (ROM).

56
Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), Volume 8, No.1, Maret 2013

PENDAHULUAN membaik dan tidak terjadi gangguan


Stroke merupakan salah satu mobilisasi.
masalah kesehatan di masyarakat. Pencegahan dan pengobatan yang
Insidennya terus mengalami peningkatan. tepat pada penderita stroke merupakan hal
Kurang lebih 15 juta orang setiap tahun di yang sangat penting. Stroke yang tidak
seluruh dunia terserang stroke. Sebagian mendapatkan penanganan yang baik akan
besar penderita stroke berada di negara menimbulkan berbagai tingkat gangguan,
berkembang, termasuk Indonesia. Stroke seperti penurunan tonus otot, hilangnya
merupakan penyebab kematian nomor dua sensibilitas pada sebagian anggota tubuh,
di dunia (WHO, 2005). Penyakit stroke di menurunnya kemampuan untuk
Indonesia menduduki peringkat ke-3 menggerakkan anggota tubuh yang sakit
setelah jantung dan kanker. Penderita dan ketidakmampuan dalam hal
stroke di Jawa Timur menduduki peringkat melakukan aktivitas tertentu.
ke-12 dari 33 provinsi yaitu 7,7 per 1000 Pasien stroke yang megalami
penduduk. kelemahan pada satu sisi anggota tubuh
Tahun 2020 diperkirakan 7,6 juta disebabkan oleh karena penurunan tonus
orang akan meninggal karena stroke dan otot, sehingga tidak mampu
15% kasus terjadi pada usia muda dan menggerakkan tubuhnya (imobilisasi).
produktif. Prevalensi stroke di Kabupaten Immobilisasi yang tidak mendapatkan
Jember menduduki peringkat ke-10 dari 38 penanganan yang tepat, akan
Kabupaten di Jawa Timur dengan menimbulkan komplikasi berupa
prevalensi 0,9 % (Dinkes Jember, 2007). abnormalitas tonus, orthostatic
Data dari Dinas Kesehatan Kabupaten hypotension, deep vein thrombosis dan
Jember pada tahun 2010 menunjukan kontraktur (Garrison, 2003). Lewis (2007)
bahwa jumlah kasus stroke di Jember mengemukakan bahwa atropi otot karena
mencapai 972 kasus dengan peringkat ke- kurangnya aktivitas dapat terjadi hanya
6 adalah Kecamatan Tanggul dengan dalam waktu kurang dari satu bulan
jumlah kasus 48 penderita dengan setelah terjadinya serangan stroke.
prevalensi 0,13 % (Dinkes Jember, 2011). Penderita stroke yang mengalami
Tingginya angka stroke di paralisis dan tidak segera mendapatkan
Kecamatan Tanggul Kabupaten Jember penanganan yang tepat dapat
dipengaruhi oleh banyaknya penderita menimbulkan komplikasi, salah satunya
yang mengalami hipertensi, hal ini adalah kontraktur. Kontraktur dapat
disebabkan karena mayoritas masyarakat menyebabkan terjadinya gangguan
Kecamatan Tanggul adalah suku Madura fungsional, gangguan mobilisasi,
yang dalam kebiasaan mengkonsumsi gangguan aktivitas sehari hari dan cacat
garam lebih tinggi dibandingkan dengan yang tidak dapat disembuhkan (Asmadi,
masyarakat lainnya (Dinkes Jember, 2008). Angka kecacatan akibat stroke
2011). Hasil studi, 90% penderita stroke umumnya lebih tinggi daripada angka
yang mengalami paralisis didapatkan kematian, perbandingan antara cacat dan
mengalami gangguan mobilisasi, sehingga kematian adalah 4:1. Menurut Pusat Data
perlu dilakukan penanganan yang benar dan Informasi PERSI, stroke menempati
agar kondisi penderita stroke terus
57
Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), Volume 8, No.1, Maret 2013

urutan pertama dalam hal penyebab defisit kemampuan akan semakin kecil.
kecacatan fisik (Persi, 2001). Penelitian menunjukan bahwa latihan
Pasien stroke yang mengalami ROM dapat meningkatkan fleksibilitas dan
kelumpuhan di Indonesia sekitar 56,5%. rentang gerak sendi. Penelitian ini
Stroke pada orang dewasa akan dilakukan untuk meneliti lebih lanjut
berdampak menurunnya produktivitas dan tentang perbedaan latihan ROM pasif dan
menjadi beban berat bagi keluarga, aktif terhadap peningkatan rentang gerak
sehingga penderita stroke diharuskan sendi pada penderita stroke. Latihan ROM
mampu untuk beradaptasi dengan kondisi dilakukan selama 1 minggu dan 2 minggu,
yang dialami sekarang (Sutrisno, 2007). 1 hari 2 kali yaitu pagi dan sore selama
Data dari Puskesmas Kecamatan Tanggul, 10-15 menit, maka memiliki kesempatan
bahwa pasien stroke yang berada di untuk mengalami penyembuhan dengan
wilayahnya 85% mengalami kontraktur, baik.
karena kurangnya perawatan selama Penelitian ini perlu dilakukan
berada di rumah. dengan harapan dapat menambah
Penderita stroke harus di mobilisasi wawasan tentang perbedaan latihan ROM
sedini mungkin ketika kondisi klinis pasif dan aktif dalam meningkatkan
neurologis dan hemodinamik penderita mobilitas sendi, sehingga mencegah
sudah mulai stabil. Mobilisasi dilakukan terjadinya berbagai komplikasi dan menilai
secara rutin dan terus menerus untuk sejauh mana latihan ini memberikan
mencegah terjadinya komplikasi stroke, dampak pada kemampuan fungsional yang
terutama kontraktur. terkait erat dengan tingkat ketergantungan
Latihan ROM merupakan salah satu penderita.
bentuk latihan dalam proses rehabilitasi
yang dinilai cukup efektif untuk mencegah METODE PENELITIAN
terjadinya kecacatan pada penderita Penelitian ini menggunakan metode
stroke. Latihan ini adalah salah satu penelitian eksperimental. Desain yang
bentuk intervensi fundamental perawat digunakan dalam penelitian ini adalah
yang dapat dilakukan untuk keberhasilan dengan jenis rancangan two group pretest
regimen terapeutik bagi penderita dan postes. Dalam penelitian ini dilakukan dua
dalam upaya pencegahan terjadinya latihan yaitu latihan ROM pasif (P1) dan
kondisi cacat permanen pada penderita latihan ROM aktif (P2) pada kelompok
stroke paska perawatan di rumah sakit, sampel yang berbeda, sebelum diberikan
sehingga dapat menurunkan tingkat latihan ROM, terlebih dahulu akan
ketergantungan penderita pada keluarga, dilakukan pengukuran rentang gerak sendi
meningkatkan harga diri dan mekanisme awal (pretest). Pengukuran yang dilakukan
koping penderita. sebelum diberikan latihan ROM pasif
Lewis (2007) mengemukakan disebut pretest ROM pasif (X1).
bahwa sebaiknya latihan pada penderita Sedangkan, pengukuran yang
stroke dilakukan beberapa kali dalam dilakukan sebelum diberikan latihan ROM
sehari untuk mencegah komplikasi, aktif disebut pretest ROM aktif (Y1).
semakin dini proses rehabilitasi di mulai, Pretest yang dilakukan sebelum diberikan
maka kemungkinan penderita mengalami latihan ROM pasif maupun aktif bertujuan
58
Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), Volume 8, No.1, Maret 2013

untuk mengukur rentang gerak sendi Standards of Measurement, SFTR) dan


responden. sudah dilakukan kalibrasi dari pabriknya.
Pengukuran yang dilakukan setelah Penelitian ini dilakukan di wilayah
dilakukan ROM disebut postest. Postest kerja Puskesmas Kecamatan Tanggul
yang dilakukan pada penelitian ini Kabupaten Jember. Waktu pelaksanaan
bertujuan untuk mengukur rentang gerak penelitian ini adalah bulan Agustus 2012.
sendi responden setelah pemberian Analisa data untuk mengetahui adanya
perlakuan. Pengukuran sesudah latihan perbedaan latihan ROM terhadap
ROM pasif disebut postest ROM pasif (X2). peningkatan rentang gerak sendi pasien
sedangkan, pengukuran yang dilakukan stroke adalah dengan menggunakan uji
sesudah diberikan latihan ROM aktif ANOVA. Tingkat kepercayaannya adalah
disebut postest ROM aktif (Y2). setelah itu 95% (α = 0,05). Jika nilai p value > α maka
dilakukan perbandingan rentang gerak Ho gagal ditolak tetapi jika p value < α
sendi setelah latihan ROM pasif dan ROM maka Ho ditolak (Hastono, 2007).
aktif. Perbedaan antara X1 dan X2 serta
Y1dan Y2 diasumsikan sebagai efek atau HASIL DAN BAHASAN
dampak dari eksperimen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
Sampel penelitian ini yaitu pasien sebagian besar usia penderita stroke untuk
stroke yang memenuhi kriteria sampel kelompok latihan ROM pasif maupun
sebanyak 30 responden dengan kriteria aktif sebagian besar berusia antara 41-60
inklusi yaitu responden mengalami tahun. Insiden stroke meningkat seiring
hemiplegia sendi siku, non perdarahan dengan bertambahnya usia, setelah usia
atau ischemic, serangan pertama dan 55 tahun risiko stroke iskemik meningkat 2
telah melewati masa kritis, tidak sedang kali lipat tiap dekade. Prevalensi
melakukan physiotherapy seperti pijat, meningkat sesuai usia yaitu 0,8% pada
kekuatan otot derajat 0-3, pasien stroke kelompok usia 18-44 tahun, 2,7% pada
usia 30-60 tahun, bisa berkomunikasi, kelompok usia 45-64 tahun dan 8,1% pada
tidak mengalami komplikasi sebagai kontra kelompok usia 65 tahun.
indikasi dilakukan latihan ROM. Hasil penelitian menunjukan bahwa
Kriteria eksklusi yaitu adanya lama menderita stroke sebagian besar
peradangan sekitar sendi yang mengalami sudah lebih dari 6 bulan, atau sudah pada
hemiplegia, responden gangguan jantung tahap kronis sebanyak 13 orang (86,7%)
dan pernafasan. Alat pengumpul data untuk kelompok latihan ROM pasif dan 13
dalam penelitian ini menggunakan orang (86,7%) juga untuk kelompok latihan
goniometer. Goniometer adalah alat yang ROM aktif. Stroke adalah suatu penyakit
digunakan untuk mengetahui rentang gangguan fungsi otak yang terjadi secara
gerak sendi yang dinyatakan dalam satuan tiba tiba dan cepat dapat menimbulkan
derajat. Hasil pengukuran rentang gerak cacat atau kematian yang disebabkan
sendi siku akan dicatat di lembar karena gangguan perdarahan otak. Jika
observasi. Goniometer yang digunakan sudah lama menderita stroke, lama
dalam penelitian ini adalah goniometer kelamaan dapat bersifat kronis akan terjadi
yang bersertifikat ISOM (International kerusakan gangguan otak, maka akan
mengakibatkan kelumpuhan pada anggota
59
Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), Volume 8, No.1, Maret 2013

gerak, gangguan bicara, serta gangguan secara mendadak, sangat cepat dan
dalam pengaturan nafas dan tekanan menyebabkan kerusakan otak dalam
darah, sebagian besar kasus stroke terjadi beberapa menit.

Tabel 1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden


Karakteristik Latihan ROM Pasif Latihan ROM Aktif
f % f %
Umur (thn)
30-40 1 6,6 3 20
41-50 7 46,7 6 40
51-60 7 46,7 6 40
Lama stroke
1. Akut 2 13,3 2 13,3
2. Kronis 13 86,7 13 86,7
Jenis kelamin
1. Perempuan 7 46,7 6 40
2. Laki-laki 8 53,3 9 60
Jenis pekerjaan
1. PNS 1 6,7 2 13,3
2. Wirausaha 4 26,7 4 26,7
3. Swasta 1 6,7 2 13,3
4. Petani 2 13,3 1 6,7
5. Pensiunan 2 13,3 1 6,7
6. IRT 5 33,3 5 33,3
Kebiasaan minum kopi
1. Ya 12 80 10 66,7
2. Tidak 3 20 5 33,3
Kebiasaan merokok
1. Ya 8 53,3 9 60
2. Tidak 7 46,7 6 40
Kebiasaan melakukan
latihan gerak
1. Ya 5 33,3 7 46,7
2. Tidak 10 66,7 8 53,3
Total responden 15 100 15 100

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 6 orang (40%). Hasil penelitian


jumlah perempuan kelompok latihan ROM mengungkapkan bahwa serangan stroke
pasif 7 orang (46,7%), 8 orang (53,3%) memang lebih banyak terjadi pada pria
berjenis kelamin laki-laki, sedangkan untuk dibandingkan wanita (Lewis, 2007).
kelompok latihan ROM aktif jumlah laki laki Pernyataan Lewis ini didukung oleh
sebanyak 9 orang (60%) dan perempuan penelitian yang dilakukan Triopno (2001)

60
Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), Volume 8, No.1, Maret 2013

yang mengungkapkan bahwa di Indonesia, peranan penting dalam meningkatkan


stroke pada pria lebih banyak 30% berat badan dan terjadinya obesitas dan
dibanding wanita. Penelitian lain yang obesitas adalah salah satu faktor risiko
mendukung hasil penelitian ini adalah hasil stroke (Garrison, 2003).
survey ASNA (1995) yang menunjukkan Hasil penelitian menunjukan bahwa
bahwa penderita pria lebih banyak mayoritas responden memiliki kebiasaan
daripada wanita, yaitu pria 238 (57%) dan meminum kopi sebanyak 12 orang (80%)
wanita 117 (43%) (Misbach, 2007). Hal ini untuk kelompok latihan ROM aktif dan 10
disebabkan oleh pria cenderung memiliki orang (66,7%) untuk kelompok latihan
kebiasaan yang kurang baik terhadap ROM pasif. Sebagaimana dinyatakan oleh
kesehatan, seperti merokok. Harvard Health Publications, salah satu
Asap rokok mengandung beberapa risiko kesehatan dan bahaya kopi adalah
zat berbahaya seperti nikotin dan peningkatan yang signifikan pada detak
karbonmonoksida yang sering disebut jantung, kopi bertindak sebagai stimulan
sebagai oksidator. Zat oksidator ini system saraf pusat yang dampaknya akan
menimbulkan kerusakan dinding arteri, menyebabkan jantung memompa lebih
dinding arteri yang rusak akibat asap rokok cepat dan berisiko terjadinya hipertensi.
akan menjadi lokasi penimbunan lemak, Hasil penelitian menunjukan bahwa
sel trombosit, kolesterol dan terjadi mayoritas responden memiliki kebiasaan
penebalan lapisan otot polos pada dinding merokok sebanyak 8 orang (53,3%) untuk
arteri. Kondisi ini disebut sebagai kelompok latihan ROM pasif dan 9 orang
aterotrombotik dan dapat menyebabkan (60%) untuk kelompok latihan ROM aktif.
diameter rongga arteri menyempit dan Merokok merupakan faktor risiko untuk
kerapuhan dinding pembuluh darah arteri. terjadinya stroke. Penelitian menunjukan
Aterotrombotik menyebabkan aliran darah bahwa faktor risiko merokok bekerja
ke beberapa organ tubuh, termasuk otak secara sinergis dengan faktor lain, seperti
tersumbat dan beresiko menimbulkan hipertensi, kadar lemak, gula darah yang
stroke (Wahyu, 2009). tinggi terhadap pencetusnya stroke akibat
Hasil penelitian menunjukan bahwa penggumpalan (thrombosis) dan
pekerjaan responden yang terbanyak pengapuran (aterosklerosis) dinding
adalah ibu rumah tangga sebanyak 5 pembuluh darah, merokok akan merusak
orang (33,3%) untuk kelompok latihan pembuluh darah kapiler, kondisi ini akan
ROM pasif dan 5 orang (33,3%) untuk mengakibatkan vasokontriksi pembuluh
kelompok latihan ROM aktif. Ibu rumah darah, selain itu perokok akan
tangga kurang melakukan aktivitas meningkatkan kadar kolesterol di dalam
sehingga memiliki resiko lebih besar untuk darah yang akan menyebabkan risiko
mengalami obesitas dan juga rentan untuk tinggi terhadap kejadian stroke, juga
terjadinya stroke. Beberapa hasil studi merokok mempercepat pembekuan darah,
menunjukan bahwa rendahnya dan sehingga agregasi trombosit lebih cepat
menurunnya aktivitas fisik merupakan terjadi yang merupakan salah satu faktor
faktor yang paling bertanggungjawab pembentukan aterosklerosis (Pudjiastuti &
terjadinya obesitas. Penurunan aktivitas Utomo, 2003).
fisik dan perilaku kurang gerak mempunyai
61
Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), Volume 8, No.1, Maret 2013

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Kemampuan rentang gerak sendi


kebiasaan melakukan latihan gerak, untuk siku sebelum dilakukan latihan Range of
kelompok latihan ROM pasif yang memiliki Motion pasif dan aktif didapatkan rerata
kebiasaan latihan gerak sebanyak 5 orang kemampuan sudut rentang gerak fleksi
(41,7%), sedangkan yang tidak memiliki sendi responden sebelum dilakukan
kebiasaan latihan gerak sebanyak 10 latihan ROM pasif sebesar 117,00 derajat,
orang (55,6 %) dan untuk kelompok sedangkan rerata kemampuan sudut
latihan ROM aktif yang memiliki kebiasaan rentang gerak fleksi sendi sebelum
latihan gerak sebanyak 7 orang (58,3 %), dilakukan latihan ROM aktif sebesar
sedangkan yang tidak memiliki kebiasaan 125,27 derajat. Hasil rerata kemampuan
latihan gerak sebanyak 8 orang (44,4 %). rentang gerak ekstensi responden
Hasil wawancara dengan klien sebelum dilakukan latihan ROM pasif
menunjukkan bahwa salah satu alasan sebesar 24,80 derajat. Rerata kemampuan
yang menyebabkan klien tidak segera rentang gerak ekstensi sendi responden
memberikan penanganan pada sebelum dilakukan latihan ROM aktif
ekstremitas yang mengalami kelumpuhan sebesar 28,27 derajat.
karena apabila lengannya digerakkan
maka akan terasa nyeri di bagian bahu.

Tabel 2. Rentang gerak sendi klien stroke sebelum dan sesudah dilakukan latihan ROM
pasif dan aktif
Latihan ROM Sebelum Sesudah p value
n Mean SD Mean SD sebelum dengan
sesudah
ROM Pasif: 15
Fleksi 117,0 6,98 125,40 9,884 0,001
Ekstensi 24,80 2,80 21,87 2,326 0,001
ROM Aktif: 15
Fleksi 125,27 5,93 130,93 5,230 0,001
Ekstensi 28,27 2,54 20,87 2,875 0,001

Berdasarkan data tersebut siku pada usia 60-84 tahun adalah fleksi
menunjukkan bahwa kebanyakan 144o±10o dan ekstensi -4o±4o (Reese,
penderita stroke di Kecamatan Tanggul 2009).
sebelum dilakukan latihan ROM pasif Kontraktur merupakan salah satu
maupun aktif mengalami penurunan penyebab terjadinya penurunan
kemampuan dalam melakukan rentang kemampuan pasien penderita stroke
gerak sendi. Hal ini sesuai dengan teori dalam melakukan rentang gerak sendi.
yang mengatakan bahwa secara normal Kontraktur diartikan sebagai hilangnya
rentang gerak sendi siku pada usia 20-54 atau menurunnya rentang gerak sendi,
tahun untuk gerakan fleksi 141o±5o dan baik dilakukan secara pasif maupun aktif
ekstensi 0o±3o serta rentang gerak sendi karena keterbatasan sendi, fibrosis

62
Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), Volume 8, No.1, Maret 2013

jaringan penyokong, otot dan kulit pada tiap kelompok perlakuan mengalami
(Garrison, 2003). Miller (1995) peningkatan derajat sudut sendi siku. Hasil
mengemukakan bahwa salah satu kondisi penelitian tersebut menunjukkan bahwa
yang menyebabkan terjadinya kontraktur 100% klein mengalami peningkatan
adalah paralisis. Paralisis (kelumpuhan) rentang gerak sendi siku setelah dilakukan
merupakan salah satu gejala klinis yang latihan range of motion pasif dan aktif.
ditimbulkan oleh penyakit stroke (Junaidi, Pengukuran rentang gerak sendi
2006). Paralisis disebabkan karena siku pada penderita stroke secara ekstensi
hilangnya suplai saraf ke otot sehingga setelah dilakukan ROM pasif dan aktif
otak tidak mampu untuk menggerakkan pada tiap kelompok perlakuan mengalami
ekstremitas, hilangnya suplai saraf ke otot penurunan derajat sudut sendi siku. Hasil
akan menyebabkan otot tidak lagi penelitian tersebut menunjukkan bahwa
menerima sinyal kontraksi yang 100% responden mengalami perubahan
dibutuhkan untuk mempertahankan ukuran rentang gerak sendi siku secara fleksi dan
otot yang normal sehingga terjadi atropi. penurunan secara ekstensi, setelah
Serat otot akan dirusak dan dilakukan latihan range of motion pasif dan
digantikan oleh jaringan fibrosa dan aktif. Data kemampuan rentang gerak
jaringan lemak. Jaringan fibrosa yang ekstensi dan fleksi tersebut menunjukkan
menggantikan serat otot selama atrofi bahwa rata rata klien tidak lagi termasuk
akibat denervasi memiliki kecenderungan dalam kategori kontraktur ringan tetapi
untuk terus memendek selama berbulan masih mengalami keterbatasan sendi
bulan, yang disebut kontraktur. Atropi otot untuk bergerak sesuai dengan rentang
menyebabkan penurunan aktivitas pada gerak normal.
sendi sehingga sendi akan mengalami Penanganan secara konservatif
kehilangan cairan sinovial dan merupakan salah satu penanganan yang
menyebabkan kekakuan sendi. Kekakuan bisa diberikan pada pasien dengan
sendi dan kecenderungan otot untuk kontraktur. Penanganan konservatif adalah
memendek menyebabkan penurunan penanganan yang menggunakan
rentang gerak pada sendi (Guyton, 2007). pengobatan opsional tanpa melibatkan
Kemampuan rentang gerak sendi tindakan operasi. Latihan range of motion
siku responden sesudah dilakukan latihan merupakan salah satu penanganan
ROM pasif dan aktif didapatkan hasil rata- konservatif (Garisson, 2003). Latihan
rata kemampuan rentang sendi gerak range of motion adalah latihan dengan
fleksi maupun ekstensi sesudah dilakukan menggerakkan semua persendian hingga
latihan ROM pasif dan aktif terjadi mencapai rentangan penuh tanpa
perubahan. Pada rentang sendi gerak menyebabkan rasa nyeri. Tipe latihan
fleksi terjadi peningkatan sudut rentang range of motion ada 3 macam yaitu latihan
gerak. Sedangkan pada rentang sendi range of motion pasif, aktif asistif dan aktif
gerak ekstensi terjadi penyempitan sudut (Ellis & Benz, 2005).
rentang gerak. Penelitian ini menggunakan latihan
Pengukuran rentang gerak sendi range of motion pasif dan aktif. Indikasi
siku pada penderita stroke secara fleksi pelaksanaan latihan range of motion pasif
setelah dilakukan ROM pasif dan aktif adalah pasien yang tidak mampu atau
63
Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), Volume 8, No.1, Maret 2013

tidak memungkinkan untuk menggerakkan penurunan mendekati kemampuan rentang


bagian tubuh secara aktif seperti gerak ekstensi normal, dibandingkan
kelumpuhan (Roring, 2005). Bandy dan dengan latihan ROM aktif.
Bringgle (Ulliya, 2007) mengatakan bahwa Stroke menyebabkan aliran darah
latihan range of motion dapat dilakukan 1- ke otak terganggu sehingga terjadi iskemia
3 kali sehari. Latihan range of motion yang berakibat kurangnya aliran glukosa,
selain dapat meningkatkan rentang gerak oksigen dan bahan makanan lainnya ke
sendi juga dapat merangsang sirkulasi sel otak. Gejala klinis setiap individu
darah, menjaga elastisitas otot dan berbeda tergantung daerah otak mana
mengurangi rasa nyeri (Roring, 2005). yang mengalami kekurangan suplai darah.
Wanita memiliki rentang gerak sendi Gangguan sirkulasi darah pada arteri
yang lebih besar daripada pria karena serebri media akan menyebabkan
wanita memiliki ligamen yang lebih lentur timbulnya gejala, seperti hemiparesis,
dan masa otot yang lebih kecil jika hemianopsia dan afasia global (Price,
dibandingkan dengan pria. Hasil penelitian 2005).
yang dilakukan oleh Philips, Kurchner dan Gangguan peredaran darah ke otak
Glines (Bloomfield, 1994) mengatakan menimbulkan gangguan pada metabolisme
bahwa pada usia yang sama, wanita lebih sel neuron dan sel otak karena akan
fleksibel daripada pria. Hal ini akan menghambat mitokondria dalam
menyebabkan perbedaan peningkatan menghasilkan ATP (Adenosine
rentang gerak sendi siku antara wanita Triphosphate), sehingga terjadi gangguan
dengan pria. fungsi seluler dan aktivasi berbagai proses
Faktor lain yang akan menjadi toksik. Hasil akhir kerusakan serebral
perancu dalam penelitian ini dikontrol oleh akibat iskemia adalah kematian sel neuron
peneliti sehingga peningkatan rentang maupun berbagai sel lain dalam otak
gerak sendi siku adalah hasil intervensi seperti sel glia, mikroglia, endotel, eritrosit
latihan range of motion yang dilakukan dua dan leukosit (Batticaca, 2008).
kali sehari tanpa adanya penambahan Sel saraf (neuron) berkurang
gerakan yang dilakukan oleh klien. Data jumlahnya sehingga sintesis berbagai
dari hasil penelitian didapatkan bahwa neurotransmitter berkurang. Hal tersebut
100% klien tidak melakukan penambahan mengakibatkan penurunan kecepatan
gerakan pada sendi siku selain dilakukan hantar impuls, kemampuan transmisi
oleh peneliti. impuls antar neuron dan transmisi impuls
Perbedaan peningkatan rentang neuron ke sel efektor, sehingga
gerak sendi siku pada responden sesudah terganggunya kemampuan sistem saraf
latihan ROM aktif dan pasif didapatkan untuk mengirimkan informasi sensorik,
hasil ada perbedaan rentang sendi gerak mengenal dan mengasosiasikan informasi,
fleksi maupun ekstensi pada latihan ROM memprogram dan memberikan respons
pasif dan aktif. Rentang sendi gerak fleksi terhadap informasi sensorik (Guyton,
mengalami peningkatan atau naik 2007).
mendekati kemampuan rentang gerak Hilangnya suplai saraf ke otot akan
fleksi normal, sedangkan untuk rentang menyebabkan otot tidak lagi menerima
sendi gerak ekstensi mengalami sinyal kontraksi yang dibutuhkan untuk
64
Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), Volume 8, No.1, Maret 2013

mempertahankan ukuran otot yang normal gerak sendi baik secara fleksi maupun
sehingga terjadi atropi, sebagian besar ekstensi dibanding ROM aktif.
serat otot akan dirusak dan digantikan oleh Peningkatan rentang gerak sendi
jaringan fibrosa dan jaringan lemak. Tahap dapat mengaktifkan gerak volunter yaitu
akhir atropi akibat denervasi serta yang gerak volunter terjadi adanya transfer
tersisa hanya terdiri dari membran sel impuls elektrik dan girus presentralis ke
panjang dengan barisan inti sel otot tetapi korda spinalis melalui nurotransmiter yang
tanpa disertai kontraksi dan tanpa mencapai otot dan menstimulasi otot
kemampuan untuk membentuk kembali sehingga menyebabkan pergerakan (Perry
myofibril (Guyton, 2007). & Potter, 2005). Untuk menimbulkan
Jaringan fibrosa yang menggantikan gerakan disadari kearah normal, tahapan
serat otot selama atrofi akibat denervasi pertama kali yang dilakukan adalah
memiliki kecenderungan untuk terus memperbaiki tonus otot maupun reflex
memendek selama berbulan bulan, yang tendon kearah normal yaitu dengan cara
disebut kontraktur. Atropi otot memberikan stimulus terhadap otot
menyebabkan penurunan aktivitas pada maupun proprioceptor dipersendian yaitu
sendi sehingga sendi mengalami melalui approksimasi.
kehilangan cairan sinovial dan Responden menyatakan bahwa
menyebabkan kekakuan sendi. Kekakuan sebelum dilakukan latihan range of motion,
sendi menyebabkan penurunan rentang tubuh responden yang mengalami
gerak pada sendi (Guyton, 2007). kontraktur terasa kaku dan nyeri.
Penelitian ini bertujuan untuk Kekakuan dan nyeri menyebabkan
mengidentifikasi rata rata peningkatan responden merasa tidak nyaman untuk
rentang gerak sendi siku pada pasien bergerak dan beraktivitas. Responden
stroke sesudah dilakukan latihan range of mengaku karena kondisi penyakitnya,
motion pasif dan aktif. Hasil penelitian ini responden merasa berputus asa. Keadaan
menunjukkan bahwa rentang gerak sendi menjadi berbeda setelah responden
siku meningkat sesudah dilakukan latihan mengikuti penelitian dengan 4 kali
range of motion. Penelitian ini juga pengukuran, responden mengungkapkan
menunjukkan bahwa latihan range of bahwa setelah latihan range of motion,
motion pasif dan aktif berpengaruh responden merasa tubuh yang mengalami
terhadap peningkatan rentang gerak kontraktur tersebut berkurang kekakuan
ekstensi sendi siku terlihat dari p value = dan kenyeriannya sehingga responden
0,001 (p < 0,05). Latihan range of motion lebih bersemangat untuk sembuh dari
pasif dan aktif juga berpengaruh terhadap penyakitnya.
peningkatan rentang gerak fleksi sendi Latihan range of motion dilakukan
siku terlihat dari p value = 0,001 (p < 0,05). untuk menormalkan kembali rentang gerak
Hal ini menunjukkan bahwa latihan range sendi. Latihan range of motion akan
of motion yang dilakukan berpengaruh menyebabkan permukaan kartilago antara
terhadap peningkatan rentang gerak sendi kedua tulang akan saling bergesekan.
siku. Hasil penelitian menunjukan bahwa Kartilago banyak mengandung proteo
ROM pasif terjadi peningkatan rentang glikans yang menempel pada asam
hialuronat dan bersifat hidrophilik.
65
Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), Volume 8, No.1, Maret 2013

Penekanan pada kartilago akibat Hasil penelitian menunjukan bahwa


pergerakan akan mendesak air keluar dari nilai peningkatan ROM pasif lebih tinggi
matrik kartilago ke cairan sinovial, adanya dibandingkan dengan ROM aktif
aktivitas pada sendi akan memper- disebabkan karena penderita stroke
tahankan cairan sinovial yang merupakan mengalami rasa nyeri yang dinamakan
pelumas sendi sehingga sendi dapat dengan istilah “shoulder hand syndrome”
bergerak secara maksimal. Jaringan otot dan hasil penelitian mendukung
yang memendek akan memanjang secara pernyataan Departemen Kesehatan RI
perlahan apabila dilakukan latihan range of yang mengemukakan bahwa shoulder
motion dan jaringan otot akan mulai hand syndrome terjadi pada 27% pasien
beradaptasi untuk mengembalikan panjang stroke yaitu nyeri bahu yang timbul
otot kembali normal (Winters, 2004). umumnya terjadi pada ekstremitas yang
ROM pasif dilakukan oleh team mengalami kelemahan, sehingga pada
perawat sedangkan ROM aktif dikerjakan umumnya pasien enggan menggerakan
oleh responden tanpa bantuan peneliti. bagian tersebut dan tetap berada pada
Latihan range of motion pasif adalah posisi immobilisasi. Akibatnya otot akan
latihan yang membutuhkan bantuan menjadi kontraktur.
perawat untuk menggerakkan setiap Ketika jaringan miofasial dalam
persendian pasien sehingga mencapai keadaan immobilisasi, maka akan terjadi
rentang gerak penuh dan meregangkan perubahan pada substansi dan serabut
semua otot dari masing-masing sendi kolagen. Protein dan karbohidrat kompleks
secara maksimal (Ellis & Bentz, 2005). dalam substansia dasar akan mengikat air
Tujuan ROM pasif untuk mempertahankan dan menjadikan banyak gel tak terbentuk
kelenturan sendi tetapi tidak meningkatkan yang dikenal sebagai glikoaminoglikan.
kekuatan otot dan mencegah Immobilisasi viskositas matrix akan
demineralisasi tulang karena tidak terjadi berkurang dan bagian terbesar dari
kontraksi volunter otot, tekanan pada substansia dasar akan menurun
tulang dan pemanjangan masa otot, mengakibatkan serabut kolagen akan
kekuatan otot 50% dan tujuan ROM aktif saling berdempetan. Ketika jarak dari satu
untuk meningkatkan kekuatan otot, molekul kolagen ke molekul kolagen lain
mencegah demineralisasi tulang dan menurun hingga pada ambang kritis, yang
mempertahankan fungsi otot, kekuatan terjadi adalah molekul mulai membentuk
otot 75%, selain itu bertujuan untuk ikatan menyilang (cross binding). Jaringan
membantu proses pembelajaran motorik, ikat juga menjadi kurang elastis karena
setiap gerakan yang dilakukan yaitu serabut kolagen dan lapisan fascia
secara perlahan dan anggota gerak yang kehilangan cairan sinovial dan dapat
mengalami kelumpuhan ikut aktif menyebabkan molekul dari lembaran
melakukan gerakan seoptimal mungkin fascia terikat bersama-sama, selain itu
dan sesuai kemampuan, sedangkan aliran darah pada area ini juga akan
anggota gerak yang tidak mengalami menurun hingga tingkat iskemia sehingga
kelemahan dapat membantu proses mencetuskan timbulnya nyeri (Reese,
terbentuknya gerakan. 2009).

66
Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), Volume 8, No.1, Maret 2013

International Association for Study terkecil yang secara tidak langsung


of Pain (IASP) mengatakan bahwa nyeri melakukan interaksi dengan penderita
adalah pengalaman perasaan emosional stroke. Dukungan sosial keluarga diberikan
yang tidak menyenangkan akibat untuk memenuhi kebutuhan fisik dan
terjadinya kerusakan aktual maupun psikologisnya. Penderita stroke
potensial, atau menggambarkan kondisi mempunyai rasa kecemasan, ketakutan,
terjadinya kerusakan. Stroke dapat kepanikan, sehingga dibutuhkan adanya
menyebabkan kerusakan pada thalamus dukungan keluarga dalam melakukan
sehingga menimbulkan nyeri yang disebut latihan range of motion.
sindrom nyeri thalamus (Price, 2005).
Sindrom nyeri thalamus adalah SIMPULAN DAN SARAN
salah satu nyeri neuropatik sentral. Impuls Ada perbedaan rentang sendi gerak
nyeri yang berasal dari nosiseptor fleksi maupun ekstensi pada latihan ROM
(reseptor nyeri) disalurkan melalui salah pasif dan aktif. Rentang sendi gerak fleksi
satu dari dua jenis serat aferen. Sinyal mengalami peningkatan atau naik
yang berasal dari nosiseptor mekanis dan mendekati kemampuan rentang gerak
termal disalurkan melalui serat A-delta fleksi normal, sedangkan untuk rentang
yang berukuran besar dan bermielin sendi gerak ekstensi mengalami
dengan kecepatan sampai 30 meter/detik penurunan mendekati kemampuan rentang
(jalur nyeri cepat). Impuls dari nosiseptor gerak ekstensi normal, dibandingkan
polimodal (kimia) diangkut oleh serat C dengan latihan ROM aktif. Saran bagi
yang kecil dan tidak bermielin dengan perawat komunitas adalah diharapkan
kecepatan yang jauh lebih lambat sekitar dapat dijadikan acuan untuk melakukan
12 meter/detik atau jalur nyeri lambat home care bagi pasien stroke. Perawat
(Price, 2005). komunitas dapat memberikan informasi
ROM pasif dihasilkan oleh kekuatan kepada keluarga tentang penanganan
eksternal ketika otot-otot tidak bisa yang tepat pada pasien stroke agar tidak
berkontraksi atau otot berelaksasi secara terjadi kontraktur.
voluenter untuk melakukan pergerakan. Perawat komunitas dapat
ROM pasif adalah gerak yang digerakkkan memberikan informasi dan pelatihan
oleh orang lain yaitu dibantu oleh keluarga kepada keluarga tentang ROM pada
dengan adanya respon nyeri tersebut penderita stroke. Pasien stroke diharapkan
dalam melakukan ROM, perlu adanya mau melakukan ROM secara rutin mandiri
bantuan dari anggota keluarganya dan maupun dibantu. Masyarakat atau
perlu adanya dukungan keluarga untuk Keluarga diharapkan terus memberikan
membantu proses kesembuhannya. dukungan dan motivasi agar pasien stroke
Dukungan keluarga diberikan dapat melakukan ROM secara rutin.
kepada penderita stroke harus dilakukan Pengetahuan mengenai latihan ROM
secara terus menerus karena dukungan dapat dijadikan sebagai bahan ajar pada
keluarga berfungsi sebagai strategi peserta didik. Penelitian lanjutan perlu
pencegahan guna mengurangi stress dilakukan untuk lebih menyempurnakan
memikirkan penyakitnya dan akibat pembahasan dan penggunaan intervensi
negatifnya. Keluarga merupakan unit alternatif lain untuk meningkatkan rentang
67
Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), Volume 8, No.1, Maret 2013

gerak sendi pada pasien stroke. Penelitian Hastono, S.P., (2007). Analisis Data
lanjutan dapat berupa penelitian Efektifitas Kesehatan. Jakarta: Universitas
latihan ROM terhadap peningkatan Indonesia
rentang gerak sendi dengan sampel yang Junaidi, I.,(2006). Stroke A-Z.Jakarta: PT
lebih besar, frekuensi perlakuan dan Buana Ilmu Popular
rancangan penelitian yang berbeda. Notoatmodjo, S., (2010). Metodologi
Penelitian Kesehatan. Yogyakarta:
DAFTAR PUSTAKA Rineka Cipta
Asmadi, (2008). Teknik Prosedural Potter, P.A., & Perry, A.G., (2005). Buku
Keperawatan: Konsep dan Aplikasi Ajar Fundamental Keperawatan:
Kebutuhan Dasar Klien. Jakarta: Konsep, Proses, dan Praktik.
Salemba Medika Jakarta: EGC
Batticaca, F.B., (2008). Asuhan Pujiastuti, S.S., & Utomo, B., (2003).
Keperawatan pada Klien dengan Fisioterapi pada lansia. Jakarta:
Gangguan Sistem Persarafan. EGC
Jakarta: Salemba Medika Price, S.A., (2005). Patofisiologi: Konsep
Bloomfield, A.E., (1994). Applied Klinis Proses-Proses Penyakit.
Anantomy and Biomechanics in Jakarta: EGC
Sport Australia: Blakwell Scientific Purwanti, O.S., & Maliya, A., (2008).
Publications Rehabilitasi Pasien Pasca Stroke.
Budiarto, (2003). Metodologi Penelitian Berita Ilmu Keperawatan 1(1), 43-46
Kedokteran. Jakarta: EGC Reese, N.B., (2009). Joint Range of Motion
Dinas Kesehatan Kabupaten Jember, and Muscle Length Testing. Edisi II.
(2011). Profil Kesehatan Jember St. Louis: Elsevier Health Sciences
2011. Jember: Dinas Kesehatan Roring, L.A., (2005). Range of Motion
Kabupaten Jember Exercise: A Basic in Sport
Ellis, J.R., & Bentz, P.M., (2005). Modules Rehabilitation. Jakarta : EGC
for basic nursing skills. Edisi VII. Ulliya, S., (2007). Pengaruh Latihan Range
United States of Amerika: Lippincott Of Motion (ROM) Terhadap
Williams Fleksibilitas Sendi Lutut Pada Lansia
Garrison, S.J., (2003). Handbook of Di Panti Wreda Wening Wardoyo
Physical Medicine and Ungaran. Media Ners 1(2), 72-78
Rehabilitation. Edisi II. Philadelphia: Winters, M.V., (2004). Passive Versus
Lippincott Williams & Wilkins Active Streching of Hip Flexor
Gordon, F., (2000). Stroke: Panduan Muscle in Subjects With a
Latihan Lengkap. The Cooper Clinic Randomized, Physical therapy 84
and Research Institute Fitness (9), 800-807
Series. Jakarta: PT. Rajagrafindi World Health Organization., (2005).
Persada STEPwise Approach to Stroke
Guyton, C.A., & Hall, J.E., (2007). Buku Surveillance.
Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: (http://www.who.int/chp/steps/Manua
EGC l.pdf).

68

Anda mungkin juga menyukai