11
A. Pengertian
Meningitis adalah peradangan pada selaput meningen, cairan serebrospinal dan spinal column
yang menyebabkan proses infeksi pada system syaraf pusat. (Suriadi, 2001).
Meningitis adalah inflamasi akut pada meninges dan CSF (Wong, 2003).
B. Etiologi
Bakteri
Pada neonatus, organisme primer penyebab meningitis adalah basil enteric gram negatif, batang
gram negatif dan streptokokus grup B. Pada anak yang berusia 3 bulan sampai 5 tahun,
organisme primer penyebab meningitis adalah haemophilus influenzae tipe B. Meningitis pada
anak yang lebih besar umumnya disebabkan oleh infeksi Neisseria meningitidis atau infeksi
stafilokokus.
Faktor maternal : ruptur membran fetal, infeksi maternal pada minggu terakhir kehamilan
Faktor imunologi : defisiensi mekanisme imun, defisiensi imunoglobulin, anak yang mendapat
obat-obat imunosupresi
Anak dengan kelainan system saraf pusat, pembedahan atau injury yang berhubungan dengan
system persarafan.
C. Patofisiologi
Mikroorganisme penyebab dapat masuk mencapai membran meningen dengan cara
hematogen atau limfogen, perkontuinitatum, retrograd melalui saraf perifer atau dapat langsung
masuk CSF.
Protein di dalam bakteri sebagai benda asing dapat menimbulkan respon peradangan.
Neutropil, monosit, limfosit dan yang lainnya merupakan sel – sel sebagai respon peradangan.
Eksudat yang terbentuk terdiri dari bakteri – bakteri fibrin dan lekosit yang dibentuk di ruang sub
arachnoid. Penambahan eksudat di dalam ruang sub arachnoid dapat menimbulkan respon
peradangan lebih lanjut dan meningkatkan tekanan intra cranial. Eksudat akan mengendap di
otak, syaraf-syaraf spinal dan spinal. Sel – sel meningeal akan menjadi edema dan membran sel
tidak dapat lebih panjang lagi untuk mengatur aliran cairan yang menuju atau keluar dari sel.
Vasodilatasi yang cepat dari pembuluh darah dapat terjadi, sehingga dapat menimbulkan ruptur
atau trombosis dinding pembuluh darah. Jaringan otak dapat menjadi infark, sehingga dapat
menimbulkan peningkatan tekanan intra kranial lebih lanjut. Proses ini dapat menimbulkan
infeksi sekunder dari otak jika bakteri makin meluas menuju jaringan otak sehingga
menyebabkan encephalitis dan ganggguan neurologi lebih lanjut (Wong, 2003 dan Pillitteri,
1999).
D. Manifestasi Klinis
1. Neonatus
Demam
Letargi
Iritabilitas
Refleks hisap buruk
Kejang
Tonus buruk
Diare dan muntah
Fontanel menonjol
Opistotonus
2. Bayi dan anak kecil
Letargi
Iritabilitas
Pucat
Anoreksia
Mual dan muntah
Peningkatan lingkar kepala
Fontanel menonjol
Kejang
3. Anak lebih besar
Sakit kepala
Demam
Muntah
Iritabilitas
Fotofobia
Kaku kuduk dan tulang belakang
Tanda Kernig positif
Tanda Burzinski positif
Opistotonus
Konfusi
Kejang
E. Pemeriksaan Penunjang
1. Pungsi lumbal dan kultur CSS
Jumlah leukosit (CBC) meningkat
Kadar glukosa darah menurun
Protein meningkat
Tekanan cairan meningkat
Asam laktat meningkat
Glukosa serum meningkat
Identifikasi organisme penyebab
2. Kultur darah, untuk menetapkan organisme penyebab
3. Kultur urin, untuk menetapkan organisme penyebab
4. Kultur nasofaring, untuk menetapkan organisme penyebab
5. Elektrolit serum, meningkat jika anak dehidrasi ; Na+ naik dan K+ turun
6. Osmolaritas urin, meningkat dengan sekresi ADH
F. Komplikasi
Hidrosefalus obstruktif
Meningococcal septicemia (meningocemia)
Sindrom Water-Friderichsen (septik syok, DIC, perdarahan adrenal bilateral)
SIADH (Syndrome Inappropiate AntidiureticHormone)
Efusi subdural
Kejang
Edema dan herniasi serebral
Cerebral Palsy
Gangguan mental
Attention deficit disorder
Tuli
Buta
G. Penatalaksanaan
Isolasi
Terapi antimikroba : antibiotik yang diberikan didasarkan pada hasil kultur, diberikan dengan dosis
tinggi
Mempertahankan hidrasi optimum : mengatasi kekurangan cairan dan mencegah kelebihan cairan
yang dapat menyebabkan edema serebral
Mencegah dan mengobati komplikasi : aspirasi efusi subdural (pada bayi), terapi heparin pada anak
yang mengalami DIC
Mengontrol kejang : pemberian anti epilepsi
Mempertahankan ventilasi
Mengurangi meningkatnya tekanan intra kranial
Penatalaksanaan syok bakterial
Mengontrol perubahan suhu lingkungan yang ekstrim
Memperbaiki anemia
H. Pengkajian keperawatan
Riwayat keperawatan : riwayat kelahiran, penyakit kronis, neoplasma, riwayat pembedahan pada
otak, cedera kepala
Pengkajian neurologik
Kaji status hidrasi
Kaji adanya defisit sensoris
Kaji respon keluarga
I. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul
1. Nyeri kepala b.d peningkatan tekanan intra kranial
2. Hipertermia b.d proses infeksi
3. Perubahan persepsi sensori b.d penurunan tingkat kesadaran
4. Resiko tinggi terhadap perubahan perfusi jaringan serebral b.d edema serebral
5. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia, mual, muntah
J. Intervensi Keperawatan
1. Nyeri kepala b.d peningkatan tekanan kranial
Kriteria hasil : Anak akan melaporkan nyeri kepala hilang atau terkontrol
Intervensi/rasional :
Ciptakan lingkungan yang tenang
Rasional : Mengurangi reaksi terhadap stimulan dari lingkungan
Tingkatkan tirah baring
Rasional : Menurunkan gerakan yang dapat meningkatkan nyeri
Dukung untuk menentukan posisi yang nyaman, seperti kepala agak tinggi sedikit
Rasional : menurunkan iritasi meningeal
Kolaborasi : pemberian analgetik
Rasional : menghilangkan nyeri yang berat
2. Hipertermi b.d proses infeksi
Kriteria hasil : suhu badan anak dalam batas normal
Intervensi /rasional :
Ukur suhu badan anak setiap 4 jam
Rasional : suhu 38,9 – 41,1 menunjukkan proses penyakit infeksius
Pantau suhu lingkungan
Rasional : Untuk mempertahankan suhu badan mendekati normal
K. Discharge Planning
Ajarkan pada orang tua tentang pemberian obat dan pemantauan efek samping
Ajarkan bagaimana untuk mempertahankan nutrisi yang adekuat ; makanan rendah lemak
Jelaskan pentingnya istirahat
Ajarkan cara mencegah infeksi
Ajarkan pada orang tua untuk memantau komplikasi jangka panjang serta tanda dan gejalanya
Diposting 11th April 2013 oleh Agung Susanto
0
Tambahkan komentar
askep anak
Klasik
Kartu Lipat
Majalah
Mozaik
Bilah Sisi
Cuplikan
Kronologis
1.
Apr
11
Tambahkan komentar
2.
Apr
11
A. Definisi
Acute Nonlymphoid (myelogenous) Leukemia (ANLL atau AML) adalah salah
satu jenis leukemia; dimana terjadi proliferasi neoplastik dari sel mieloid
(1,2)
(ditemukannnya sel mieloid : granulosit, monosit imatur yang berlebihan). AML
meliputi leukemia mieloblastik akut, leukemia monoblastik akut, leukemia mielositik
akut, leukemia monomieloblastik, dan leukemia granulositik akut (1)
B. Penyebab
Seperti halnya leukemia jenis ALL (Acute Lymphoid Leukemia), etiologi AML
sampai saat ini masih belum diketahui secara pasti, diduga karena virus (virus
onkogenik). Faktor lain yang turut berperan adalah :
1. Faktor endogen
Faktor konstitusi seperti kelainan kromosom (resiko terkena AML meningkat pada
anak yang terkena Down Sindrom), herediter (kadang-kadang dijumpai kasus
leukemia pada kakak beradik atau kembar satu telur).
2. Faktor eksogen
Seperti sinar X, sinar radioaktif, hormon, bahan kimia (Benzol, Arsen, preparat
Sulfat), infeksi (virus, bakteri).
a. Bukti anemia, perdarahan, dan infeksi : demam, letih, pucat, anoreksia, petekia
dan perdarahan, nyeri sendi dan tulang, nyeri abdomen yang tidak jelas, berat
badan menurun, pembesaran dan fibrosis organ-organ sistem
retikuloendotelial (hati , limpa, dan limfonodus)
b. Peningkatan tekanan intrakranial karena infiltrasi meninges : nyeri dan kaku
kuduk, sakit kepala, iritabilitas, letargi, muntah, edema papil, koma.
c. Gejala-gejala sistem saraf pusat yang berhubungan dengan bagian sistem yang
terkena; kelemahan ekstremitas bawah, kesulitan berkemih, kesulitan belajar,
khususnya matematika dan hafalan (efek samping lanjut dari terapi).
Sel polimorfonuklear dan monosit normalnya dibentuk hanya dalam sumsum tulang.
Sedangkan limfosit dan sel plasma dihasilkan dalam berbagai organ limfogen (kelenjar
limfe, limpa, timus, tonsil). Beberapa sel darah putih yang dibentuk dalam sumsum
tulang, khususnya granulosit, disimpan dalam sumsum tulang sampai mereka dibutuhkan
dalam sirkulasi. Bila terjadi kerusakan sumsum tulang, misalnya akibat radiasi atau bahan
kimia, maka akan terjadi proliferasi sel-sel darah putih yang berlebihan dan imatur. Pada
kasus AML, dimulai dengan pembentukan kanker pada sel mielogen muda (bentuk dini
neutrofil, monosit, atau lainnya) dalam sumsum tulang dan kemudian menyebar ke
seluruh tubuh sehingga sel-sel darah putih dibentuk pada banyak organ ekstra medula.
2. Infeksi
4. Splenomegali
5. Hepatomegali
F. Pemeriksaan Diagnostik
1. Hitung darah lengkap (CBC). Anak dengan CBC kurang dari 10.000/mm3 saat
didiagnosis, memiliki prognosis paling baik. Jumlah leukosit lebih dari
50.000/mm3 adalah tanda prognosis kurang baik pada anak sembarang umur.
Pengkajian Keperawatan
2. Kaji reaksi anak terhadap kemoterapi : diare, anoreksia, mual, muntah, retensi
cairan, hiperuremia, demam, stomatitis, ulkus mulut, alopesia, nyeri, dll
3. Kaji adanya tanda dan gejala infeksi : peningkatan leukosit, demam, peningkatan
LED
5. Kaji adanya tanda dan gejala komplikasi : somnolens radiasi, gejala SSP, lisis sel.
H. Diagnosa Keperawatan
1. Intoleransi aktivitas
8. Ansietas
I. Intervensi Keperawatan
1. Pantau anak untuk mengetahui reaksi terhadap pengobatan
c. Jika diberi suntikan, tekan bekas tusukan lebih lama dari biasanya (kira-kira 3-
5 menit) untuk memastikan perdarahan telah berhenti. Perikas lagi untuk
memastikan bahwa tidak ada perdarahan lagi.
b. Gejala SSP : sakit kepala, penglihatan kabur atau ganda, muntah. Gejala-gejala
tersebut dapat mengindikasikan keterlibatan SSP.
d. Lisis sel : lisis sel yang cepat setelah kemoterapi dapat mempengaruhi kimia
darah, mengakibatkan peningkatan Kalsium dan Kalium.
5. pantau adanya kekhawatiran dan ansietas tentang diagnosis kanker dan
hubungannya dengan pengobatan; pantau respon emosional seperti marah,
menyangkal, kesedihan
a. Dasar semua intervensi pada latar belakang budaya, agama pendidikan, dan
sosial ekonomi keluarga
3. Anak dan keluarga mempelajari tentang koping yang efektif untuk menghadapi
hidup dan penatalaksanaan penyakit tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
1. Whaley’s and Wong. Essential of Pediatric Nursing. Sixth Edition. USA : Mosby.
2000.
2. Betz, CL & Sowden, LA. Buku Saku Keperawatan Pediatri. Edisi 3. Jakarta : EGC.
2002.
3. Whaley’s and Wong. Clinical Manual of Pediatric Nursing. Edisi 4. USA : Mosby.
2001.
5. Brunner& Suddarth. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Vol 2. Jakarta
: EGC. 2002.
6. Guyton. Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit. Edisi III. Jakarta : EGC. 1995
Tambahkan komentar
3.
Apr
11
I. Identitas Klien
Nama : An.B
Usia : 10 tahun
Pendidikan : Sarjana
Pendidikan : SMA
Agama : Islam
Klien datang ke Poliklinik anak RS. Dr Sardjito dengan keluhan muka pucat dan
badan terasa lemah. Klien adalah penderita Talasemia mayor, terdiagnosis 2 tahun
yang lalu. Hasil pemeriksaan laboratorium Hb 5,2 gr/dl,leuko 9200/mmk,Trombosit
284.000,segmen 49 %,Limfosit 49%,batang 1%. Atas keputusan dokter akhirnya klien
dianjurkan rawat inap di Ruang B4 untuk mendapatkan tranfusi.
2. Intra natal : Anak lahir pada umur kehamilan cukup bulan,lahir di puskesmas
setempat secara spontan, pervaginam letak sungsang,lahir langsung menangis BBL
2900 gram dan PB 51 cm dan kondisi saat lahir sehat.
1. Penyakit waktu kecil : Pada waktu kecil klien jarang sakit dan setelah berumur
2 tahun ketahuan anak menderita Talasemia.
2. Pernah dirawat dirumah sakit : Anak sering dirawat di RS karena Talasemia terakhir
Bulan Oktober 2004
3. Obat-obatan yang digunakan : Anak belum pernah diberikan obat sendiri selain dari
petugas kesehatan
: Perempuan
Orang tua klien bila anaknya sakit selalu memeriksakan kesehatan anaknya pada
petugas kesehatan di Rumah Sakit.
2. Nutrisi :
Makanan yang disukai : Anak suka makan nasi dengan daging ayam
3. Aktivitas
Aktivitas klien di RS terbatas di tempat tidur, berbaring, duduk dan membaca buku
di tempat tidur.
5. Eleminasi :
BAB : Anak BAB 1 kali sehari konsistensi lembek warna kecoklatan
6. Pola hubungan
7. Koping keluarga :
9. Konsep diri :
Selama ini anak merasa tidak ada masalah dengan penampilan dan pergaulannya
dengan teman-temannya. Klien termasuk anak yang mudah bergaul dan disukai oleh
teman-temannya.
10. Seksual :
Lingkar kepala : 54 Cm
Tengkuk : Tidak ada kaku kuduk dan tidak ada pembesaran kel.limfe
4. Status cairan : Melalui oral (minum) 1000cc/hari dan melalui infus dan
darah 800 cc/hari. Total kebutuhan cairan anak 1800 cc/hari.
8. Hasil laboratorium :
Data Obyektif
Muka pucat
Conjunctiva anemis
Mukosa bibir pucat
Hb 5,2 gr/dl
2 Data Subyektif tidakseimbangan Fatigue/Kelemahan
Anak mengeluh kebutuhan
badannya terasa pemakaian dan
lemah suplai
Data Obyektif oksigen/penurunan
Aktivitas kebutuhan intake nutrisi
sehari-hari
dibantu/ADL dibantu
Skala ADL : 2
3. Data Subyektif : - Tindakan invasive Risiko Infeksi
dan penurunan
Data Obyektif daya tahan tubuh
Terpasang infus
Anak
anemis(conjuctiva
dan membran
mukosa pucat)
Hb : 5,2 gr/dl
4. Data Subyektif Intake inadequat Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
- Ibu mengatakan kebutuhan
nafsu makan
anaknya menurun
Data Obyektif
1. Mengobservasi KU penderita
S : Klien mengatakan badannya terasa
Rabu, Mengukur tanda-tanda vital
9 Juni 2005 lebih segar dan tidak lemah
Mengbservasi tetesan transfusi darah
O : Muka dan mukosa bibir masih
07.30 PRC kolf III 200 cc
pucat,Conjunctiva anemis
08.00 Mengganti cairan infus Nacl(spoeling)
berkurang. Suhu : 36,50C Nadi : 88
Mengganti cairan infus Nacl 200 cc +
x/mnt,R : 24 x/mnt
0,5 gram disferal 8 tpm
Pusing(-),sesak napas (-) HCT post
Mengobservasi reaksi pemberian
transfusi III 28%.
transfuse
10.30 A : Masalah teratasi sebagian
Mengukur tanda Vital P : Intervensi Lanjut
12.05
2. Selasa.
Mengobservasi Ku penderita S : Klien mengatakan makan terasa
10.00
2. Mengobservasi KU penderita
Rabu,
Membantu menyiapkan diet klien
9 Juni 2005
Memotivasi klien untuk menghabiskan S : Ibu klien mengatakan nafsu makan
08.00 anaknya meningkat
porsi makanan yang disediakan
O : Porsi makann yang disediakan
Menilai nafsu makan anak
habis ¾ porsi, minum susu 1 gelas
Mencatat asupan nutrisi klien
(200cc)
11.00
12.05
3. Selasa.
Mengkaji kekuatan dan status fungsi S : Klien mengatakan badan masih
8 Juni 2005 otot klien. lemah belum bisa turun dari Tempat
Menyiapkan buku-buku bacaan untuk tidur.
07.40 klien O : Kebutuhan sehari/hari (ADL)
4. Selasa.
Membersihkan lingkungan dan tempat S:-
8 Juni 2005 tidur klien. O : Tanda-tanda plebitis : Nyeri (-),
07.40 Mengganti sprei tempat tidur. kemerahan (-) panas (-) Suhu :
10.00
4. Rabu, S:-
9 Juni 2005 Membersihkan lingkungan dan tempat
O : Lingkungan klien bersih Tanda vital
07.30 tidur klien.
:Suhu : 36,50C Nadi : 88 x/mnt,R :
Mengganti sprei tempat tidur.
24 x/mnt
08.00
Dressing infus/mengganti balutan Tanda-tanda phlebitis (-)
Mengganti infus set darah pasca A : Masalah teratasi tapi klien msh
transfusi beriko untuk terjadi infeksi
Mengukur Tanda-tanda vital P : Lanjutkan intervensi
10.30
Motivasi klien untuk meningkatkan
intake nutrisi
Mengobservasi tanda-tanda infeksi
11.00
S : Klien mengatakan badannya tidak
panas.
Kamis O : Luka insersi infus bersih, tidak
4.
10Juni 2005 tampak kemerahan.
Membersihkan lingkungan dan tempat
pk.08.00 Lingkungan klien bersih.
tidur klien.
Mengganti sprei tempat tidur. Tanda Vital: S : 36,2oC Nadi :
84x/mnt R : 22 x/mnt
Dressing infus/mengganti balutan
11.00 A : Masalah teratasi
Mengganti infus set darah pasca
12.00 P : Lanjutkan monitor lingkungan
transfusi
dan perawatan insersi infus.
Mengukur Tanda-tanda vital
Motivasi klien untuk meningkatkan
intake nutrisi
Mengobservasi tanda-tanda adanya
infeksi
Diposting 11th April 2013 oleh Agung Susanto
Lihat komentar
4.
Apr
11
ASUHAN KEPERAWATAN BAYI
PREMATUR
Definisi :
Bayi baru lahir dengan umur kehamilan 37 minggu atau kurang saat kelahiran
disebut dengan bayi prematur. Walaupun kecil, bayi prematur ukurannya sesuai
dengan masa kehamilan tetapi perkembangan intrauterin yang belum sempurna
dapat menimbulkan komplikasi pada saat post natal. Bayi baru lahir yang
mempunyai berat 2500 gram atau kurang dengan umur kehamilan lebih dari 37
minggu disebut dengan kecil masa kehamilan, ini berbeda dengan prematur,
walaupun 75% dari neonatus yang mempunyai berat dibawah 2500 gram lahir
prematur.
Problem klinis terjadi lebih sering pada bayi prematur dibandingkan dengan pada
bayi lahir normal. Prematuritas menimbulkan imaturitas perkembangan dan fungsi
sistem, membatasi kemampuan bayi untuk melakukan koping terhadap masalah
penyakit.
Bayi prematur dapat bertahan hidup tergantung pada berat badannya, umur
kehamilan, dan penyakit atau abnormalitas. Prematur menyumbangkan 75% -
80% angka kesakitan dan kematian neonatus.
Etiologi dan faktor presipitasi:
- Tingkat sosial ekonomi yang rendah dan prenatal care yang tidak adekuat
Pengkajian
1. Riwayat kehamilan
Kardiovaskular
Gastrointestinal
Integumen
Muskuloskeletal
Neurologik
Pulmonary
Renal
Reproduksi
4. Data penunjang
- X-ray pada dada dan organ lain untuk menentukan adanya abnormalitas
- Kadar elektrolit, analisa gas darah, golongan darah, kultur darah, urinalisis,
analisis feses dan lain sebagainya.
Diagnosa keperawatan
Dx. 5. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imaturitas imunologik bayi dan
kemungkinan infeksi dari ibu atau tenaga medis/perawat
Dx. 6. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan rapuh dan
imaturitas kulit
Dx. 7. Gangguan sensori persepsi : visual, auditory, kinestehetik, gustatory, taktil
dan olfaktory berhubungan dengan stimulasi yang kurang atau berlebihan pada
lingkungan intensive care
DARTAR PUSTAKA
Klaus & Fanaroff. 1998. Penata Laksanaan Neonatus Resiko Tinggi. Edisi
4 EGC. Jakarta.
Markum,A.H. 1991. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak, jilid I,Bagian Ilmu
Kesehatan Anak,FKUI,Jakarta.
Tambahkan komentar
5.
Apr
11
A. Pengertian
Meningitis adalah inflamasi akut pada meninges dan CSF (Wong, 2003).
B. Etiologi
Bakteri
Pada neonatus, organisme primer penyebab meningitis adalah basil enteric gram negatif,
batang gram negatif dan streptokokus grup B. Pada anak yang berusia 3 bulan sampai 5
tahun, organisme primer penyebab meningitis adalah haemophilus influenzae tipe B.
Meningitis pada anak yang lebih besar umumnya disebabkan oleh infeksi Neisseria
meningitidis atau infeksi stafilokokus.
Faktor maternal : ruptur membran fetal, infeksi maternal pada minggu terakhir
kehamilan
Anak dengan kelainan system saraf pusat, pembedahan atau injury yang
berhubungan dengan system persarafan.
C. Patofisiologi
Protein di dalam bakteri sebagai benda asing dapat menimbulkan respon peradangan.
Neutropil, monosit, limfosit dan yang lainnya merupakan sel – sel sebagai respon
peradangan. Eksudat yang terbentuk terdiri dari bakteri – bakteri fibrin dan lekosit yang
dibentuk di ruang sub arachnoid. Penambahan eksudat di dalam ruang sub arachnoid
dapat menimbulkan respon peradangan lebih lanjut dan meningkatkan tekanan intra
cranial. Eksudat akan mengendap di otak, syaraf-syaraf spinal dan spinal. Sel – sel
meningeal akan menjadi edema dan membran sel tidak dapat lebih panjang lagi untuk
mengatur aliran cairan yang menuju atau keluar dari sel. Vasodilatasi yang cepat dari
pembuluh darah dapat terjadi, sehingga dapat menimbulkan ruptur atau trombosis
dinding pembuluh darah. Jaringan otak dapat menjadi infark, sehingga dapat
menimbulkan peningkatan tekanan intra kranial lebih lanjut. Proses ini dapat
menimbulkan infeksi sekunder dari otak jika bakteri makin meluas menuju jaringan otak
sehingga menyebabkan encephalitis dan ganggguan neurologi lebih lanjut (Wong, 2003
dan Pillitteri, 1999).
D. Manifestasi Klinis
1. Neonatus
Demam
Letargi
Iritabilitas
Kejang
Tonus buruk
Fontanel menonjol
Opistotonus
Letargi
Iritabilitas
Pucat
Anoreksia
Fontanel menonjol
Kejang
Sakit kepala
Demam
Muntah
Iritabilitas
Fotofobia
Opistotonus
Konfusi
Kejang
E. Pemeriksaan Penunjang
Protein meningkat
Tekanan cairan meningkat
5. Elektrolit serum, meningkat jika anak dehidrasi ; Na+ naik dan K+ turun
F. Komplikasi
Hidrosefalus obstruktif
Efusi subdural
Kejang
Cerebral Palsy
Gangguan mental
Tuli
Buta
G. Penatalaksanaan
Isolasi
Mencegah dan mengobati komplikasi : aspirasi efusi subdural (pada bayi), terapi
heparin pada anak yang mengalami DIC
Mempertahankan ventilasi
Memperbaiki anemia
H. Pengkajian keperawatan
Pengkajian neurologik
4. Resiko tinggi terhadap perubahan perfusi jaringan serebral b.d edema serebral
5. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia, mual, muntah
J. Intervensi Keperawatan
Kriteria hasil : Anak akan melaporkan nyeri kepala hilang atau terkontrol
Intervensi/rasional :
Dukung untuk menentukan posisi yang nyaman, seperti kepala agak tinggi
sedikit
Intervensi /rasional :
Intervensi/rasional :
Kaji reflek pupil, extraocular movement, respon terhadap suara, tonus otot dan
reflek-reflek tertentu
4. Resiko tinggi terhadap perubahan perfusi jaringan serebral b.d edema serebral
Kriteria hasil : Perfusi jaringan serebral maksimal
Intervensi :
Observasi tingkat kesadaran dan nilai status neurology setiap 1-2 jam
Berikan waktu istirahat antara aktivitas perawatan dan batasi lamanya tindakan
5. Resiko perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia, mual,
muntah
Intervensi/rasional :
Anjurkan kepada orang tua untuk memberikan makanan dalam porsi kecil tapi
sering
K. Discharge Planning
Ajarkan pada orang tua tentang pemberian obat dan pemantauan efek samping
Ajarkan pada orang tua untuk memantau komplikasi jangka panjang serta tanda dan
gejalanya
Tambahkan komentar
6.
Apr
11
MARASMUS
A. PENGERTIAN
Marasmus adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh kekurangan kalori protein.
(Suriadi, 2001:196).
Marasmus adalah malnutrisi berat pada bayi sering ada di daerah dengan makanan
tidak cukup atau higiene kurang. Sinonim marasmus diterapkan pada pola penyakit
klinis yang menekankan satu ayau lebih tanda defisiensi protein dan kalori.
(Nelson, 1999:212).
Zat gizi adalah zat yang diperoleh dari makanan dan digunakan oleh tubuh untuk
pertumbuhan, pertahanan dan atau perbaikan. Zat gizi dikelompokkan menjadi
karbohidrat, lemak, protein, vitamin, mineral dan air. (Arisman, 2004:157).
Energi yang diperoleh oleh tubuh bukan hanya diperoleh dari proses katabolisme
zat gizi yang tersimpan dalam tubuh, tetapi juga berasal dari energi yang
terkandung dalam makanan yang kita konsumsi.
1. Mengatur tekanan air, dengan adanya tekanan osmose dari plasma protein.
B. ETIOLOGI
Penyebab utama marasmus adalah kurang kalori protein yang dapat terjadi karena
: diet yang tidak cukup, kebiasaan makan yang tidak tepat seperti yang hubungan
dengan orangtua-anak terganggu,karena kelainan metabolik, atau malformasi
kongenital. (Nelson,1999).
Marasmus dapat terjadi pada segala umur, akan tetapi yang sering dijumpai pada
bayi yang tidak mendapat cukup ASI dan tidak diberi makanan penggantinya atau
sering diserang diare. Marasmus juga dapat terjadi akibat berbagai penyakit lain
seperti infeksi, kelainan bawaan saluran pencernaan atau jantung, malabsorpsi,
gangguan metabolik, penyakit ginjal menahun dan juga gangguan pada saraf pusat.
(Dr. Solihin, 1990:116).
C. PATOFISIOLOGI
Kurang kalori protein akan terjadi manakala kebutuhan tubuh akan kalori, protein,
atau keduanya tidak tercukupi oleh diet. (Arisman, 2004:92). Dalam keadaan
kekurangan makanan, tubuh selalu berusaha untuk mempertahankan hidup dengan
memenuhi kebutuhan pokok atau energi. Kemampuan tubuh untuk mempergunakan
karbohidrat, protein dan lemak merupakan hal yang sangat penting untuk
mempertahankan kehidupan, karbohidrat (glukosa) dapat dipakai oleh seluruh jaringan
tubuh sebagai bahan bakar, sayangnya kemampuan tubuh untuk menyimpan
karbohidrat sangat sedikit, sehingga setelah 25 jam sudah dapat terjadi kekurangan.
Akibatnya katabolisme protein terjadi setelah beberapa jam dengan menghasilkan asam
amino yang segera diubah jadi karbohidrat di hepar dan ginjal. Selam puasa jaringan
lemak dipecah menjadi asam lemak, gliserol dan keton bodies. Otot dapat
mempergunakan asam lemak dan keton bodies sebagai sumber energi kalau
kekurangan makanan ini berjalan menahun. Tubuh akan mempertahankan diri jangan
sampai memecah protein lagi seteah kira-kira kehilangan separuh dari tubuh.
(Nuuhchsan Lubis an Arlina Mursada, 2002:11).
D. MANIFESTASI KLINIK
Pada mulanya ada kegagalan menaikkan berat badan, disertai dengan kehilangan berat
badan sampai berakibat kurus,dengan kehilangan turgor pada kulit sehingga menjadi
berkerut dan longgar karena lemak subkutan hilang dari bantalan pipi, muka bayi dapat
tetap tampak relatif normal selama beberaba waktu sebelum menjadi menyusut dan
berkeriput. Abdomen dapat kembung dan datar. Terjadi atropi otot dengan akibat
hipotoni. Suhu biasanya normal, nadi mungkin melambat, mula-mula bayi mungkin rewe,
tetapi kemudian lesu dan nafsu makan hilang. Bayi biasanya konstipasi, tetapi dapat
muncul apa yang disebut diare tipe kelaparan, dengan buang air besar sering, tinja berisi
mukus dan sedikit. (Nelson,1999).
2. Lethargi
3. Irritable
7. Malaise
8. Kelaparan
9. Apatis
E. PENATALAKSANAAN
1. Keadaan ini memerlukan diet yang berisi jumlah cukup protein yang kualitas
biologiknya baik. Diit tinggi kalori, protein, mineral dan vitamin.
4. Pengkajian riwayat status sosial ekonomi, kaji riwayat pola makan, pengkajian
antropometri, kaji manifestasi klinis, monitor hasil laboratorium, timbang berat
badan, kaji tanda-tanda vital.
Secara garis besar, penanganan KKP berat dikelompokkan menjadi pengobatan awal
dan rehabilitasi. Pengobatan awal ditujukan untuk mengatasi keadaan yang
mengancam jiwa, sementara fase rehabilitasi diarahkan untuk memulihkan keadaan
gizi.
- Pengobatan infeksi
- Pemberian makanan
1. Tahap awal :24-48 jam pertama merupakan masa kritis, yaitu tindakan untuk
menyelamatkan jiwa, antara lain mengoreksi keadaan dehidrasi atau asidosis
dengan pemberian cairan IV.
- Pada hari-hari pertama jumlah kalori yang diberikan sebanyak 30-60 kalori/ kg
BB/ hari atau rata-rata 50 kalori/ kg BB/ hari, dengan protein 1-1,5 gr/ kg BB/
hari.
- Waktu yang diperlukan untuk mencapai diet TKTP ini lebih kurang 7-10 hari.
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan Fisik
a. Mengukur TB dan BB
d. Status gizi juga dapat diperoleh dengan mengukur LLA untuk memperkirakan
jumlah otot rangka dalam tubuh (lean body massa, massa tubuh yang tidak
berlemak).
G. FOKUS INTERVENSI
Tujuan :
Kriteria hasil :
Intervensi :
g. Sajikan porsi kecil makanan dan berikan setiap porsi secara terpisah
Tujuan :
Kriteria hasil :
Mukosa bibir lembab, tidak terjadi peningkatan suhu, turgor kulit baik.
Intervensi :
Tujuan :
Kriteria hasil :
Intervesi :
a. Monitor kemerahan, pucat,ekskoriasi
d. Alih baring
Tujuan :
Kriteria hasil:
Intervensi :
Tujuan :
Kriteria hasil:
Tujuan :
Kriteria hasil :
Intervensi :
Tujuan :
Intervensi :
Tujuan :
Kriteria hasil :
Intervensi :
c. Kaji masukan diet dan kebiasaan yang dapat menunjang retensi cairan.
H. DAFTAR PUSTAKA
2. Betz, L & Linda S, 2002, Buku saku peditrik, Alih bahasa monica ester edisi 8,
jakarta, EGC
3. Carpenito, L. J, 2001, Hand book of nursing diagnosis, 8-e (buku saku diagnosa
keperawatan, 8-e), Alih bahasa monica ester dkk, Jakarta, EGC
4. Doengoes ME, 2000, Nursing care plans guide line for planning and
documenting patien care, edisi 3, alih bahasa I made kariasa, Jakarta, EGC
5. Nelson, & behrman, kliegman, 2000, Nelson teks book of pediatric 15/e, vol. 2, Ed
15, alih bahasa A Samik Wahab, Jakarta, EGC
6. Nuchsan .A, 2002, Penatalaksanaan Busung lapar pada balita, Cermin Dunia
Kedokteran no. 134, 2002 : 10-11
7. Wong, L. D & Whaleys, 2004, Pedoman klinis asuhan keperawatan anak, alih
bahasa monica ester, Jakarta, EGC
Tambahkan komentar
7.
Apr
11
leukimia
1. Definisi
Leukemia adalah poliferasi sel lekosit yang abnormal, ganas, sering disertai bentuk
leukosit yang lain dari pada normal, jumlahnya berlebihan dan dapat menyebabkan
anemia, trombisitopeni dan diakhiri dengan kematian.
Leukemia adalah penyakit neoplasmik yang ditandai oleh poliferasi abnormal dari sel-
sel hematopoietik. (Virchow, 1847)
2. Etiologi
a. Faktor genetik
Insiden leukemia akut pada anak-anak penderita sindrom Down adalah 20 kali
lipat lebih banyak dari pada normal. Dari data ini, ditambah kenyataan bahwa
saudara kandung penderita leukemia mempuyai resiko lebih tinggi untuk
menderita sindrom Down, dapat diambil kesimpulan pula bahwa kelainan pada
kromosom 21 dapat menyebabkan leukemia akut. Dugaan ini diperkuat lagi oleh
data bahwa penderita leukemia garanulositik kronik dengan kromosom
Philadelphia translokasi kromosom 21, biasanya meninggal setelah memasuki
fase leukemia akut.
b. Faktor lingkungan
c. Virus
Ada beberapa hasil penelitian yang menyebutkan bahwa virus sebagai penyebab
leukemia antaralain: enzyme reverse transcriptase ditenukan dalam darah
penderita leukemia. Seperti diketahui, ensim ini ditemukan didalam virus
onkogenik seperti retrovirus tipe – C, yaitu jenis virus RNA yang menyebabkan
leukemia pada binatang.
b. Rasa leleh, penurunan berat badan, anemia, rasa penuh dan sakit di perut dan
mudah berdarah
Klasifikasi leukemia terdiri dari akut dan kronik, Klasifikasi kronik didasarkan pada
ditemukannya sel darah putih matang yang mencolok – granulosit (leukemia
granulositik/mielositik) atau limfosit (leukememia limfositik).
L-1 Leukemia limfositik akut pada masa kanak-kanak : pospulasi sel homogen
L-1 Leukemia limfositik akut tampak pada orang dewasa : populasi sel
heterogen
Leukemia dibagi menurut jenisnya kedalam limfoid dan mieloid. Masing-masing ada
yang akut dan kronik. Pada garis besarnya pembagian leukemia adalah sebagai
berikut:
I. Leukemia mieloid
Diagnosis LGA ditegakan dengan melalui hitung jenis darah tepi dan
pemeriksaan sumsum tulang serta pemeriksaan kromosom. Hitung sel darah
tepi dapat meninggi, normal atau menurun disertai mieloblas dalam sirkulasi.
Sumsum tulang hiperseluler disertai adanya kelebihan (50%) mieloblas yang
mengandung badan Auer. Perubahan metabolik juga terlihat disertai
peningkatan asam urat yang disebabkan oleh tingginya pergantian sel darah
putih
Penyakit ini terdapat pada 20% orang dewasa yang menderita leukemia,
keadaan ini merupakan kanker yang paling sering menyerang anak-anak
dibawah umur 15 tahun denga puncak insidens antara umur 3 dan 4 tahun.
Manifestasi berupa poliferasi limfoblas abnormal dalam sumsum tulamg dan
tempat-tempat ekstramedular.
5. Pengobatan
INDUKSI
Vinkristin : 1,5 mg/ m²/IV, ( hari 1,8,15,22), dosis total tidak boleh
lebih dari 2,5 mg/1x.
Cyclophosphanamide : 600 mg/ m²/IV, (hr 1,8)
INDUKSI :
2) LAM-VIII
3) LAM-IV modified
INDUKSI :
MAINTENANCE :
kapsul
2) Maintenance : Myleran
15.000 :
Efek samping :
b. PK : Leukositosis
c. PK : Keterlibatan SP
Tambahkan komentar
8.
Apr
11
ISPA
a. Pengertian
Infeksi saluran nafas adalah penurunan kemampuan pertahanan alami jalan nafas
dalam menghadapi organisme asing (Whaley and Wong; 1991; 1418).
Pada rumah sakit umum yang telah menjadi rumah sakit rujukan terdapat 8,76
%-30,29% bayi dan neonatal yang masih mengalami infeksi dengan angka kematian
mencapai 11,56%-49,9%. Pengembangan perawatan yang canggih mengundang
masalah baru yakni meningkatnya infeksi nosokomial yang biasanya diakhiri dengan
keadaan septisemia yang berakhir dengan kematian (Victor dan Hans; 1997; 220).
Diagnosis dari penyakit ini adalah melakukan kultur (biakan kuman) dengan
swab sebagai mediator untuk menunjukkan adanya kuman di dalam saluran
pernafasan. Pada hitung jenis (leukosit) kurang membantu sebab pada hitung jenis ini
tidak dapat membedakan penyebab dari infeksi yakni yang berasal dari virus atau
streptokokus karena keduanya dapat menyebabkan terjadinya leukositosis
polimorfonuklear (Pincus Catzel & Ian Roberts; 1990; 453).
Infeksi saluran pernafasan adalah suatu penyakit yang mempunyai angka kejadian yang
cukup tinggi. Penyebab dari penyakit ini adalah infeksi agent/ kuman. Disamping itu
terdapat beberapa faktor yang turut mempengaruhi yaitu; usia dari bayi/ neonatus, ukuran
dari saluran pernafasan, daya tahan tubuh anak tersebut terhadap penyakit serta keadaan
cuaca (Whaley and Wong; 1991; 1419).
Agen infeksi adalah virus atau kuman yang merupakan penyebab dari terjadinya infeksi
saluran pernafasan. Ada beberapa jenis kuman yang merupakan penyebab utama yakni
golongan A -hemolityc streptococus, staphylococus, haemophylus influenzae, clamydia
trachomatis, mycoplasma dan pneumokokus.
Usia bayi atau neonatus, pada anak yang mendapatkan air susu ibu angka kejadian pada
usia dibawah 3 bulan rendah karena mendapatkan imunitas dari air susu ibu.
Ukuran dari lebar penampang dari saluran pernafasan turut berpengaruh didalam derajat
keparahan penyakit. Karena dengan lobang yang semakin sempit maka dengan adanya
edematosa maka akan tertutup secara keseluruhan dari jalan nafas.
Kondisi klinis secara umum turut berpengaruh dalam proses terjadinya infeksi antara lain
malnutrisi, anemia, kelelahan. Keadaan yang terjadi secara langsung mempengaruhi
saluran pernafasan yaitu alergi, asthma serta kongesti paru.
Infeksi saluran pernafasan biasanya terjadi pada saat terjadi perubahan musim, tetapi juga
biasa terjadi pada musim dingin (Whaley and Wong; 1991; 1420).
d. Manifestasi klinis
f. Diagnosis banding
1. Demam, pada neonatus mungkin jarang terjadi tetapi gejala demam muncul jika
anak sudah mencaapai usia 6 bulan sampai dengan 3 tahun. Seringkali demam
muncul sebagai tanda pertama terjadinya infeksi. Suhu tubuh bisa mencapai
39,5OC-40,5OC.
3. Anorexia, biasa terjadi pada semua bayi yang mengalami sakit. Bayi akan menjadi
susah minum dan bhkan tidak mau minum.
4. Vomiting, biasanya muncul dalam periode sesaat tetapi juga bisa selama bayi
tersebut mengalami sakit.
8. Batuk, merupakan tanda umum dari tejadinya infeksi saluran pernafasan, mungkin
tanda ini merupakan tanda akut dari terjadinya infeksi saluran pernafasan.
9. Suara nafas, biasa terdapat wheezing, stridor, crackless, dan tidak terdapatnya
suara pernafasan (Whaley and Wong; 1991; 1419).
Fokus utama pada pengkajian pernafasan ini adalah pola, kedalaman, usaha serta irama
dari pernafasan.
Kedalaman, nafas normal, dangkal atau terlalu dalam yang biasanya dapat kita amati
melalui pergerakan rongga dada dan pergerakan abdomen.
Usaha, kontinyu, terputus-putus, atau tiba-tiba berhenti disertai dengan adanya bersin.
Observasi lainya adalah terjadinya infeksi yang biasanya ditandai dengan peningkatan
suhu tubuh, adanya batuk, suara nafas wheezing. Bisa juga didapati adanya cyanosis,
nyeri pada rongga dada dan peningkatan produksi dari sputum (Whaley and Wong;
1991; 1420).
i. Pemeriksaan penunjang
Tujuan:
Pola nafas kembali efektif dengan kriteria: usaha nafas kembali normal dan
meningkatnya suplai oksigen ke paru-paru.
Intervensi:
a. Berikan posisi yang nyaman sekaligus dapat mengeluarkan sekret dengan mudah.
c. Anjurkan pada keluarga untuk membawakan baju yang lebih longgar, tipis serta
menyerap keringat.
f. Observasi tanda vital, adanya cyanosis, serta pola, kedalaman dalam pernafasan.
Tujuan:
Bebasnya jalan nafas dari hambatan sekret dengan kriteria: jalan nafas yang bersih dan
patent, meningkatnya pengeluaran sekret.
Intervensi:
c. Berikan posisi yang nyaman dan mencegah terjadinya aspirasi sekret (semiprone
dan side lying position).
e. Anjurkan untuk tidak memberikan minum agar tidak terjadi aspirasi selama periode
tachypnea.
f. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian cairan perparenteral yang adekuat.
3. Cemas berhubungan dengan penyakit yang dialami oleh anak, hospitalisasi pada anak
Tujuan:
Menurunnya kecemasan yang dialami oleh orang tua dengan kriteria: keluarga sudah
tidak sering bertanya kepada petugas dan mau terlibat secara aktif dalam merawat
anaknya.
Intervensi:
a. Berikan informasi secukupnya kepada orang tua (perawatan dan pengobatan yang
diberikan).
c. Jelaskan terapi yang diberikan dan respon anak terhadap terapi yang diberikan.
d. Anjurkan kepada keluarga agar bertanya jika melihat hal-hal yang kurang
dimengerti/ tidak jelas.
e. Anjurkan kepada keluarga agar terlibat secara langsung dan aktif dalam perawatan
anaknya.
Catzel, Pincus & Ian robets. (1990). Kapita Seleta Pediatri Edisi II. alih bahasa oleh Dr.
yohanes gunawan. Jakarta: EGC.
Whalley & wong. (1991). Nursing Care of Infant and Children Volume II book 1.
USA: CV. Mosby-Year book. Inc
Yu. H.Y. Victor & Hans E. Monintja. (1997). Beberapa Masalah Perawatan Intensif
Neonatus. Jakarta: Balai penerbit FKUI.
Tambahkan komentar
9.
Apr
11
IKTERUS
A. Batasan-Batasan
1. Ikterus Fisiologis
Ikterus pada neonatus tidak selamanya patologis. Ikterus fisiologis adalah Ikterus yang
memiliki karakteristik sebagai berikut (Hanifa, 1987):
2. Ikterus Patologis/Hiperbilirubinemia
Adalah suatu keadaan dimana kadar Bilirubin dalam darah mencapai suatu nilai yang
mempunyai potensi untuk menimbulkan Kern Ikterus kalau tidak ditanggulangi
dengan baik, atau mempunyai hubungan dengan keadaan yang patologis. Brown
menetapkan Hiperbilirubinemia bila kadar Bilirubin mencapai 12 mg% pada cukup
bulan, dan 15 mg % pada bayi kurang bulan. Utelly menetapkan 10 mg% dan 15
mg%.
3. Kern Ikterus
Adalah suatu kerusakan otak akibat perlengketan Bilirubin Indirek pada otak terutama
pada Korpus Striatum, Talamus, Nukleus Subtalamus, Hipokampus, Nukleus merah ,
dan Nukleus pada dasar Ventrikulus IV.
D. Etiologi
1. Peningkatan produksi :
E . Metabolisme Bilirubin
Pada bayi yang normal dan sehat serta cukup bulan, hatinya sudah matang
dan menghasilkan Enzim Glukoronil Transferase yang memadai sehingga serum
Bilirubin tidak mencapai tingkat patologis.
Diagram Metabolisme Bilirubin
ERITROSIT
HEMOGLOBIN
HEM GLOBIN
BESI/FE
BILIRUBIN BERIKATAN Terjadi dalam
DENGAN ALBUMIN plasma darah
MELALUI HATI
KANDUNG EMPEDU KE
DEUDENUM
BILIRUBIN DIREK DI
EKSKRESI MELALUI URINE
& FECES
F. Patofisiologi Hiperbilirubinemia
Pada derajat tertentu Bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak
jaringan tubuh. Toksisitas terutama ditemukan pada Bilirubin Indirek yang
bersifat sukar larut dalam air tapi mudah larut dalam lemak. sifat ini
memungkinkan terjadinya efek patologis pada sel otak apabila Bilirubin tadi
dapat menembus sawar darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak disebut
Kernikterus. Pada umumnya dianggap bahwa kelainan pada saraf pusat
tersebut mungkin akan timbul apabila kadar Bilirubin Indirek lebih dari 20
mg/dl.
1. Menghilangkan Anemia
Tranfusi Pengganti
Therapi Obat
Test Coombs.
Polisetimia.
3. Ikterus yang timbul sesudah 72 jam pertama sampai akhir minggu pertama.
Sepsis.
Pengaruh obat-obat.
Hipotiroidisme
Infeksi.
Hepatitis Neonatal.
Galaktosemia.
ASUHAN KEPERAWATAN
Untuk memberikan keperawatan yang paripurna digunakan proses
keperawatan yang meliputi Pengkajian, Perencanaan, Pelaksanaan dan Evaluasi.
Pengkajian
Ketidakseimbangan golongan darah ibu dan anak seperti Rh, ABO, Polisitemia,
Infeksi, Hematoma, Obstruksi Pencernaan dan ASI.
2. Pemeriksaan Fisik :
3. Pengkajian Psikososial :
Dampak sakit anak pada hubungan dengan orang tua, apakah orang tua merasa
bersalah, masalah Bonding, perpisahan dengan anak.
Intervensi : Catat jumlah dan kualitas feses, pantau turgor kulit, pantau intake output,
beri air diantara menyusui atau memberi botol.
Intervensi : Beri suhu lingkungan yang netral, pertahankan suhu antara 35,5 - 37 C,
cek tanda-tanda vital tiap 2 jam.
Intervensi : Kaji warna kulit tiap 8 jam, pantau bilirubin direk dan indirek , rubah
posisi setiap 2 jam, masase daerah yang menonjol, jaga kebersihan kulit dan
kelembabannya.
Tujuan : Orang tua dan bayi menunjukan tingkah laku “Attachment” , orang tua dapat
mengekspresikan ketidak mengertian proses Bounding.
Intervensi : Bawa bayi ke ibu untuk disusui, buka tutup mata saat disusui, untuk
stimulasi sosial dengan ibu, anjurkan orangtua untuk mengajak bicara anaknya,
libatkan orang tua dalam perawatan bila memungkinkan, dorong orang tua
mengekspresikan perasaannya.
Intervensi :
Kaji pengetahuan keluarga klien, beri pendidikan kesehatan penyebab dari kuning,
proses terapi dan perawatannya. Beri pendidikan kesehatan mengenai cara
perawatan bayi dirumah.
Intervensi :
Tempatkan neonatus pada jarak 45 cm dari sumber cahaya, biarkan neonatus dalam
keadaan telanjang kecuali mata dan daerah genetal serta bokong ditutup dengan
kain yang dapat memantulkan cahaya; usahakan agar penutup mata tida menutupi
hidung dan bibir; matikan lampu, buka penutup mata untuk mengkaji adanya
konjungtivitis tiap 8 jam; buka penutup mata setiap akan disusukan; ajak bicara
dan beri sentuhan setiap memberikan perawatan.
Intervensi :
Catat kondisi umbilikal jika vena umbilikal yang digunakan; basahi umbilikal dengan
NaCl selama 30 menit sebelum melakukan tindakan, neonatus puasa 4 jam
sebelum tindakan, pertahankan suhu tubuh bayi, catat jenis darah ibu dan Rhesus
serta darah yang akan ditranfusikan adalah darah segar; pantau tanda-tanda vital;
selama dan sesudah tranfusi; siapkan suction bila diperlukan; amati adanya
ganguan cairan dan elektrolit; apnoe, bradikardi, kejang; monitor pemeriksaan
laboratorium sesuai program.
Faktor yang harus disampaikan agar ibu dapat melakukan tindakan yang terbaik
dalam perawatan bayi hiperbilirubinimea (warley &Wong, 1994):
2. Anjurkan ibu untuk menggunakan alat pompa susu selama beberapa hari untuk
mempertahankan kelancaran air susu.
Siapkan alat untuk membersihkan mata, mulut, daerah perineal dan daerah
sekitar kulit yang rusak.
Hindari penggunaan bedak pada lipatan paha dan tubuh karena dapat
mengakibatkan lecet karena gesekan
Bebaskan kulit dari alat tenun yang basah seperti: popok yang basah karena
bab dan bak.
Melakukan pengkajian yang ketat tentang status gizi bayi seperti : turgor
kulit, capilari reffil.
4. Menangis merupakan suatu komunikasi jika bayi tidak nyaman, bosan, kontak
dengan sesuatu yang baru
5. Temperatur / suhu
6. Pernapasan
7. Cara menyusui
8. Eliminasi
9. Perawatan sirkumsisi
10. Imunisasi
11. Tanda-tanda dan gejala penyakit, misalnya :
12. Keamanan
Mencegah bayi dari trauma seperti; kejatuhan benda tajam (pisau, gunting)
yang mudah dijangkau oleh bayi / balita.
DAFTAR PUSTAKA
Marlene Mayers, et. al. : ”Clinical Care Planes Pediatric Nursing”, New York,
Mc.Graw-Hill. Inc, 1995.
Mary Fran Hazinki : ”Nursing Care of Critically Ill Child”, Toronto, The Mosby
Compani CV, 1984.
Susan R. J. et. al. : ”Child Health Nursing”, California, 1988.
Tambahkan komentar
10.
Apr
11
HEMOFILIA
A. Definisi
B. Etiologi
C. Pathofisiologi
Hemofilia berat terjadi apabila konsentrasi faktor VIII dan faktor IX plasma kurang
dari 1 %.
Manifestasi klinis yang muncul tergantung pada umur anak dan deficiensi faktor
VIII dan IX.
Hemofilia berat ditandai dengan perdarahan kambuhan, timbul spontan atau setelah
trauma yang relatif ringan.
Tempat perdarahan yang paling umum di dalam persendian lutut, siku, pergelangan
kaki, bahu dan pangkal paha.
Otot yang tersering terkena adalah flexar lengan bawah, gastrak nemius, &
iliopsoas.
D. Manifestasi Klinis
E. Komplikasi
2. Kontrakfur otot
3. Paralisis
5. Hipertensi
6. Kerusakan ginjal
7. Splenomegali
8. Hepatitis
XI XI teraktivasi
Ca++
IX IX teraktivasi
VIII Ca++
Thrombin
X X
Teraktivasi
Fasfolipid
Trombosit
Trombin
Aktivator
Protrombin
Protrombin Trombin
Ca++
Lampiran 2
Pathway Hemofilia
Kerusakan darah atau
XI XI teraktivasi
Ca++
Tanpa VIII
Fasfolipid Trombosit
Trombin tidak terbentuk
Perdarahan
Syok
Risiko injuri
Inefektif
Koping Keluarga
G. Pengkajian Keperawatan
a. Pemeriksaan kepala
b. Reaksi pupil
c. Tingkat kesadaran
d. Reflek tendo
e. Fungsi sensoris
2. Hematologi
a. Tampilan umum
3. Kaji anak terhadap perilaku verbal dan nonverbal yang mengindikasikan nyeri
4. Kaji tempat terkait untuk menilai luasnya tempat perdarahan dan meluasnya
kerusakan sensoris, saraf dan motoris.
5. Kaji kemampuan anak untuk melakukan aktivitas perawatan diri (misal :
menyikat gigi)
6. Kaji tingkat perkembangan anak
7. Kaji Kesiapan anak dan keluarga untuk pemulangan dan kemampuan
menatalaksanakan program pengobatan di rumah.
8. Kaji tanda-tanda vital (TD, N, S, Rr).
H. Diagnosa Keperawatan
3. Risiko kerusakan mobilitas fisik b.d efek perdarahan pada sendi dan jaringan
lain.
I. Intervensi Keperawatan
DP I
Intervensi :
3. Dorong OR yang tidak kontak (renang) dan gunakan alat pelindung : helm
4. Dorong orang tua anak untuk memilih aktivitas yang dapat diterima dan aman
6. Dorong remaja untuk menggunakan shaver hindari ROM pasif setelah episode
perdarahan akut.
DP I
Intervensi :
DP II
Tujuan : Pasien tidak menderita nyeri atau menurunkan intensitas atau skala
nyeri yang dapat diterima anak.
Intervensi :
5. Jika injeksi akan dilakukan, hindari pernyataan “saya akan memberi kamu
injeksi untuk nyeri”.
DP III
Intervensi :
DP IV
Tujuan : Klien dapat menerima support adekuat.
Intervensi :
1. Rujuk pada konseling genetik untuk identifikasi kerier hemofilia dan beberapa
kemungkinan yang lain.
DAFTAR PUSTAKA
1. Cecily. L Betz, 2002, Buku Saku Keperawatan Pediatri, Alih bahasa Jan
Tambayong, EGC, Jakarta.
2. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI, 1985, Buku Kuliah Ilmu Kesehatan
Anak 1, Infomedika, Jakarta.
4. Arif M, 2000, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi III, Jilid 2, Media Aesculapius,
FKUI, Jakarta.
Diposting 11th April 2013 oleh Agung Susanto
Tambahkan komentar
Memuat
Tema Tampilan Dinamis. Diberdayakan oleh Blogger.