Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PRAKTIKUM IMUNOLOGI II

PERCOBAAN I

PEMERIKSAAN MALARIA

OLEH :

NAMA : SEPTIANI NIMA ANGGRIANI


NIM : A201401013
KELAS : J1
KELOMPOK: III(TIGA)
DOSEN : ROSDARNI.S.SI,M.PH

PROGRAM STUDI D-IV ANALIS KESEHATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

MANDALA WALUYA

2017
BAB I
PENDAHULAN
A. Latar Belakang
Malaria merupakan penyakit dengan penyebaran sangat luas di
dunia dan menjadi endemis terutama di daerah tropis dan subtropis.
Malaria masih merupakan masalah kesehatan dengan risiko terkena 2,3
miliar penduduk di lebih 100 negara atau 41% dari penduduk dunia. Kasus
malaria setiap tahunnya berjumlah 300-500 juta dan mengakibatkan 1,5 –
2,7 juta kematian, terutama terjadi pada anak-anak dan ibu hamil. Malaria
dapat menurunkan status kesehatan dan produktivitas kerja penduduk,
serta dapat menjadi hambatan dalam pembangunan sosial dan ekonomi.
Salah satu teknik yang banyak digunakan oleh pusat layanan
kesehatan adalah Rapid Diagnostic Tests (RDTs) dengan pendekatan
metode Immunocromatographic Test. Pemeriksaan menggunakan medote
ini memiliki tujuan agar dapat mendeteksi penularan penyakit malaria
secara dini. Oleh karena itu, perlu dilakukan praktikum tentang
pemeriksaan malaria dengan rapid test agar dapat menambah keterampilan
praktikan.

B. Tujuan Praktikum
Adapun tujuan dari praktikum ini yaitu untuk mengidentifikasikan

adanya antigen malaria dalam darah pasien

C. Manfaat Praktikum
Adapun manfaat dari praktikum ini ialah agar . kita dapat
mengidentifikasikan adanya antigen malaria dalam darah pasien
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 PENGERTIAN
Malaria adalah penyakit demam menular yang disebabkan oleh protozoa
ganas plasmodium yang merupakan parasit pada sel darah merah. Malaria
ditularkan oleh nyamuk anopheles dengan gambaran penyakit berupa demam
yang sering periodik, anemia, pembesaran limpa dan berbagai kumpulan gejala
oleh karena pengaruhnya pada beberapa organ misalnya otak, hati dan ginjal.
(Prabowo, 2004).
1. Demam
Demam periodik yang berkaitan dengan saat pecahnya skizon
matang (sporulasi) pada malaria tertiana (P. Vivax dan P. Ovale).
Pematangan skizon tiap 48 jam maka periodisitas demamnya setiap hari ke
3, sedangkan malaria kuartania (P. Malariae) pematangannya tiap 72 jam
dan periodisitas demamnya tiap 4 hari. Tiap seangan ditandai dengan
bebeapa serangan demam periodik. Demam khas malaria terdiri atas 3
stadium, yaitu menggigil (15 menit – 1 jam), puncak demam (2 – 6 jam),
dan tingkat berkeringat (2 – 4 jam). Demam akan mereda secara bertahan
karena tubuh dapat beradaptasi terhadap parasit dalam tubuh dan ada
respon imun.
2. Splenomegali
Merupakan gejala khas malaria kronik. Limpa mengalami
kongeori menghitam dan menjadi keras karena timbunan pigmen eritrosit
parasit dan jaringan ikat yang bertambah.
3. Anemia
Derajat anemia tergantung pada spesies penyebab, yang paling
kerap adalah anemia karena P. Falciparum. Anemia disebabkan oleh :
a) Penghancuran eritrosit yang berlebihan
b) Eritrosit normal tidak dapat hidup lama
c) Gangguan pembentukan eritrosit karena depresi eritrosit dalam sum-
sum tulang belakang.
d) Ikterus. Disebabkan karena hemolisis dan gangguan hepar.
Ada beberapa factor yang turut mempengaruhi seseorang terinfeksi
malaria adalah : ras atau suku bangsa, kurangan enzim, kekebalan pada malaria
terjadi apabila tubuh mampu menghancurkan Plasmodium yang masuk atau
mampu menghalangi perkembangannya Epidemiologi.
2.2 PENYEBAB (ETIMOLOGI)
Disebabakan oleh gigitan nyamuk anopheles yang mengandung
plasmodium yang terdapat dalam kelenjar ludah nyamuk anopheles. Protozoa
genus plasmodium merupakan penyebab dari malaria yang terdiri dari empat
spesies, yaitu :
1) Plasmodium falcifarum penyebab malaria tropika
2) Plasmodium ovale penyebab malaria ovale
3) Plasmodium vivax penyebab malaria tertiana
4) Plasmodium malariae penyebab malaria Quartana
Malaria juga melibatkan proses perantara yaitu manusia maupun vertebra
lainnya, dan hospes definitif yaitu nyamuk anopheles.
 Faktor penyebab malaria :
a) Nyamuk anopheles : penyakit malaria hanya dapat ditularkan oleh
nyamuk
b) Manusia hanya rentan terhadap inveksi malaria : secara alami
penduduk disuatu daerah endemis malaria ada yang meudah dan ada
yang sukar terinveksi malaria, meskipun gejala klinis nya ringan
c) Lingkungan sangat mempengaruhi terhadap penularan malaria,
apabila lingkungan kumuh dan kotor maka malaria mudah terjangkit
d) Iklim, suhu, dan curah hujan disuatu daerah berperan penting dalam
penularan malaria
 Penyebab malaria berdasarkan pendarahan :
a) Malaria kongenital (bawaan) : malaria kongenital terhadap pada bayi
baru lahir karena ditularkan oleh ibunya yang menderita malaria
b) Penularan mekanik (transfusi malaria ) : inveksi malaria yang
ditularkan melalui transfusi darah dari donor yang terinveksi malaria
dengan pemakaian jarum suntik yang sama.

2.3 DIAGNOSIS LABORATORIUM MALARIA


Berikut ini adalah beberapa cara penegakan diagnosis, selain melalui
anamnesis dan pemeriksaan fisik, juga melalui pemeriksaan laboratorium seperti :
a. Pemeriksaan mikroskopik konvensional malaria
Diagnosis konvensional dengan pemeriksaan mikroskopik sediaan
malaria, darah tebal maupun tipis, untuk melihat parasit intraseluler dengan
pengecatan Giemsa masih merupakan pilihan utama dan menjadi gold
standard bagi tes diagnostik malaria lain. Dasar pemeriksaan ini adalah
ditemukannya parasit Plasmodia dan karena itu merupakan cara untuk
menegakkan diagnosis definitif malaria. Pemeriksaan sediaan malaria ini
relatif murah, tetapi memerlukan tenaga mikrokopis yang terlatih khusus
dan berpengalaman, serta waktu yang cukup lama untuk pengecatan
maupun interpretasi hasilnya.
b. Pemeriksaan mikroskopik secara Quantitative Buffy Coat (QBC)
Metode QBC merupakan pemeriksaan cepat malaria yang
berdasarkan pada pengecatan DNA parasit dengan acridine orange dan
dilihat dengan mikroskop fluorescence. Disebut QBC karena parasit malaria
yang dideteksi berada dalam lapisan buffy coat yang terbentuk setelah
sentrifugasi darah dalam tabung kapiler yang dilapisi oleh acridine orange.
Kelemahan metode ini adalah tidak dapat membedakan spesies plasmodium,
tidak dapat untuk menghitung densitas parasit serta memerlukan peralatan
mahal seperti alat sentifuge dan mikroskop fluorescence.
c. Tes diagnostik cepat (Rapid Diagnostic Test)
Dalam dekade terakhir ini telah dikembangkan tes diagnostik cepat
malaria (selanjutnya disebut TDC). Tes ini disebut cepat karena
memerlukan waktu paling lama hanya 15 menit dibanding minimal 60 menit
untuk pemeriksaan mikroskopik dihitung sejak pengambilan sampel.
Cara kerja tes diagnostik cepat ini berdasarkan atas pendeteksian
antigen-antigen yang terdapat dalam Plasmodium. Antigen-antigen yang
menjadi target dari tes diagnostik cepat yang saat ini telah tersedia adalah
sebagai berikut:
 Histidine-rich protein II (HRP-II), suatu protein yang larut dalam air
yang disintesis oleh trofozoit dan gametosit muda dari P. falciparum.
 Parasite lactate dehydrogenase (pLDH) yang diproduksi parasit
malaria stadium aseksual maupun seksual. TDC yang tersedia saat
ini dapat mendeteksi pLDH dari semua spesies Plasmodium. TDC
dapat membedakan antara P. falciparum dari non-falciparum tetapi
tidak dapat membedakan antara P. vivax, P. ovale dan P. malariae.
 Plasmodium aldolase adalah sebuah enzim pada jalur glikolitik
parasit yang diekspresikan pada tahap darah Plasmodium falcifarum
dan juga parasit malaria nonfalcifarum. Antibodi monoclonal
terhadap aldolase plasmodium memiliki sifat pan spesifik dalam
reaksinya.

Semua tes diagnostik cepat malaria yang tersedia di pasaran saat ini dapat
mendeteksi Plasmodium falciparum, penyebab utama malaria berat dan kematian
akibat malaria. Hal ini karena TDC dapat mendeteksi antigen HRP-II atau enzim
LDH parasit (pLDH) yang terdapat pada P. falciparum. Pada pasien dengan
malaria falciparum berat, dapat terjadi sekuestrasi parasit sehingga parasit tidak
selalu ditemukan di darah perifer, dan karena itu diagnosis infeksi P. falciparum
dapat terlewatkan oleh pemeriksaan mikroskopik akibat tidak adanya parasit
dalam sediaan darah tepi (Gasem, 2004).

2.3 TEKNIK IMMUNOCHROMATOGRAPHIC TEST (ICT)


ICT merupakan salah satu Rapid Diagnostic Test (RDT). Uji ini
berdasarkan deteksi antigen yang dikeluarkan parasit malaria. ICT umumnya
digunakan dalam bentuk uji strip yang mengandung antibodi monoklonal yang
langsung pada antigen parasit plasmodium. Prinsip ICT adalah mendeteksi
antigen yang dikeluarkan oleh plasmodium dan selanjutnya akan terjadi reaksi
kompleks antigen-antibodi pada bahan nitroselulosa asetat dimana kompleks
tersebut diberi Monoklonal antibody (Mab) yang berlabel zat warna (colloidal
gold) sebagai penanda, sehingga muncul suatu tanda berupa garis yang
menyatakan hasil positif untuk P. falcifarus, infeksi campuran atau negatif.
Antibodi monoklonal adalah antibodi monospesifik yang dapat mengikat
satu epitop saja, dalam hal ini antigen malaria, yang merupakan zat yang
diproduksi oleh sel gabungan tipe tunggal yang memiliki kekhususan tambahan.
Ini adalah komponen penting dari sistem kekebalan tubuh. Antibodi monoklonal
dapat mengenali dan mengikat ke antigen yang spesifik (Hamdani, 2013).
Pemeriksaan dilakukan dengan darah dengan antikoagulan EDTA yang
diambil 10 sampai 15 ul menggunakan mikropipet dan diletakkan dalam lubang
perangkat peralatan (kit). Apabila menggunakan sampel darah, perlu penambahan
larutan pengencer. Apabila menggunakan serum atau plasma tidak perlu
penambahan larutan pengencer. Hasil akan terlihat sekitar 10-15 menit kemudian
dalam bentuk garis berwarna merah muda. Garis yang paling atas merupakan
garis control, garis bawahnya adalah garis uji untuk semua plasmodium, dan garis
terbawah adalah garis uji untuk plasmodium falcifarum. Kit imunokromatografi
laboratorium biasanya menggunakan anti HRP-2 untuk mengetahui antigen HRP-
2 yang terdapat di P. falcifarus dan anti-pLDH untuk mengetahui antigen pLDH
yang dikeluarkan oleh keempat jenis plasmodium (vivax, ovale, malariae,
falcifarum), dengan zat kromogen klorida emas yang memberikan warna merah
muda.

Jika antigen target ada di dalam darah, kompleks antigen-antibodi


terbentuk dan bergerak ke atas sepanjang test strip untuk ditangkap oleh antibodi
monoklonal yang telah terkandung, yang spesifik untuk antigen plasmodium dan
untuk antibodi anti colloidal gold (sebagai kontrol). Larutan pengencer kemudian
ditambahkan untuk menyingkirkan hemoglobin dan memungkinkan visualisasi
dari garis berwarna apapun yang terbentuk oleh kompleks antigen-antibodi.
Perubahan warna pada garis kontrol diperlukan untuk memvalidasi tes dan tanpa
kemunculannya, dengan atau tanpa perubahan warna pada garis tes, menyebabkan
tes menjadi tidak valid. Dengan perubahan warna hanya pada garis kontrol dan
tanpa perubahan warna pada garis lainnya, tes diinterpretasikan sebagai negatif.
Dengan tes HRP-2, perubahan warna pada kedua garis diinterpretasikan sebagai
tes positif untuk malaria P.falciparum. Dengan tes HRP-2 dan tse pLDH,
perubahan warna pada garis kontrol pada semua ketiga garis mengindikasikan
adanya infeksi P.falciparum, baik sebagai monoinfeksi atau sebagai infeksi
bercampur dengan spesies nonfalciparum (Ima, 2006).

2.4 HAL-HAL YANG HARUS DIPERHATIKAN


a. Faktor alat
1. Perhatikan tanggal kadaluarsa cassette tes
2. Perhatikan penyimpanan cassette. Penyimpanan sebaiknya dalam
lemari es tetapi tidak dalam freezer pendingin.
3. Pada pembacaan hasil, dilihat terlebih dahulu garis merah pada
control. Apabila sudah muncul garis merah pada kontrol setelah
inkubasi hasil dapat ditentukan.
b. Faktor teknis pengerjaan
1. Diperhatikan sampel yang digunakan. Apabila menggunakan
serum/plasma tidak perlu penambahan buffer/pengencer. Apabila
sampel darah/whole blood perlu penambahan buffer/pengencer.
2. Diperhatikan teknik pengambilan sampel yang benar.
3. Waktu inkubasi harus sesuai untuk memperoleh hasil uji yang akurat
dan tepat.
BAB III

METODE PRAKTIKUM

A. Waktu dan Tempat


Praktikum pemeriksaan malaria dilaksanakan pada hari Sabtu, tanggal
Juni 2017, pukul 11.00-15.00 WITA, di Laboratorium Mikrobiologi, Program
Studi D-IV Analis Keseahatan, Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Mandala
Waluya, Kendari.

B. Alat dan Bahan


1. Alat
Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah sebagai berikut :
a) Spoit 3 cc
b) Tourniquet
c) Tabung reaksi/tabung EDTA
d) Rak tabung
e) Mikropipet & tips
2. Bahan
Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah sebagai berikut :
a) Kaset rapid test
b) Reagen buffer
c) Whole blood
d) Kapas kering
e) Kapas alcohol
C. Prosedur Kerja
1. Pra Analitik
a) Persiapan pasien : Tidak memerlukan persiapan khusus
b) Persiapan sampel : Whole Blood
c) Prinsip :
Imunokromatografi cairanya akan naik sepanjang kertas
nitroselulosa. Pada beberapa titik di kertas selulosa diletakkan antibody
monoclonal terhadap antigen malarian yang spesifik sehingga pada
penderita positif akan terjadi reaksi antigen antibody yang tervisualisasi
dalam bentuk garis.
2. Analitik
a) Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
b) Disimpan Kit pada suhu ruang selama 30 menit.
c) Diambil 5µL darah EDTA menggunakan mikropipet dan diletakkan
dalam lubang sampel (S).
d) Ditambahkan Buffer 3 tetes (120µL) ke dalam lubang Buffer (B).
e) Dibaca hasil setelah 10-20 menit (terbentuk garis merah muda).
f) Ditunggu terjadinya garis warna. Dibaca hasil setelah 10 menit. Jangan
dibaca interpretasi hasil setelah 20 menit.
3. Pasca Analitik
a) Positif, jika terbentuk 2 atau 3 garis berwana, satu pada zona garis tes 1
(Plasmodium vivax) atau 2 (Plasmodium falciparum) dan kontrol.
b) Negative, jika terbentuk satu garis warna pada zona garis kontrol saja.
c) Invalid, jika tidak timbul garis warna pada kontrol.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Pengamatan

B. Pembahasan
Praktikum pemeriksaan malaria dilakukan untuk mengetahui adanya antigen
malaria dalam darah pasien. Malaria merupakan penyakit parasitik yang ditularkan
oleh protozoa Plasmodium spp dan menyebabkan demam yang bersiklus akibat yang
khas dan berhubungan dengan siklus replikasi aseksual parasit di dalam sel darah
merah penderita yang ditularkan oleh nyamuk Anopheles spp. Bersama dengan
demam berdarah dengue (DBD), kaki gajah (limfatik filariasis), chikungnya dan
Japanese encephalitis, malaria termasuk ke dalam mosquito-borne diseases.
Gejala penyakit malaria dipengaruhi oleh daya pertahanan tubuh penderita.
Waktu terjadinya infeksi pertama kali hingga timbulnya penyakit disebut sebagai masa
inkubasi, sedangkan waktu antara terjadinya infeksi hingga ditemukannya parasit
malaria didalam darah disebut periode prapaten. Keluhan yang biasanya muncul
sebelum gejala demam adalah gejala prodromal, seperti sakit kepala, lesu, nyeri tulang
(arthralgia), anoreksia (hilang nafsu makan), perut tidak enak, diare ringan dan kadang
merasa dingin di pungung.

Keluhan utama yang khas pada malaria disebut “trias malaria” yang terdiri dari 3
stadium. Pertama stadium menggigil, dimana pasien merasa kedinginan yang dingin
sekali, sehingga menggigil. Nadi cepat tapi lemah, bibir dan jari-jari tangan biru, kulit
kering dan pucat. Biasanya pada anak didapatkan kejang. Stadium ini berlangsung 15
menit sampai 1 jam. Kedua, stadium puncak demam, dimana pasien yang semula
merasakan kedinginan berubah menjadi panas sekali. Suhu tubuh naik hingga 41°C
sehingga menyebabkan pasien kehausan. Muka kemerahan, kulit kering dan panas
seperti terbakar, sakit kepala makin hebat, mual dan muntah, nadi berdenyut keras.
Stadium ini berlangsung 2 sampai 6 jam. Ketiga, stadium berkeringat, dimana pasien
berkeringat banyak sampai basah, suhu turun drastis bahkan mencapai dibawah ambang
normal. Penderita biasanya dapat tidur nyenyak dan saat bangun merasa lemah tapi
sehat. Stadium ini berlangsung 2 sampai 4 jam.
Pemeriksaan malaria pada praktikum ini menggunakan metode
imunokromatografi rapid test. Prinsip dari pemeriksaan imunokromatografi malaria
yaitu imunokromatografi cairannya akan naik sepanjang kertas nitroselulosa. Pada
beberapa titik di kertas selulosa diletakkan antibody monoclonal terhadap antigen
malaria yang spesifik sehingga pada penderita positif akan terjadi reaksi antigen
antibody yang tervisualisasi dalam bentuk garis.

Tes imunokromatografi berdasarkan pada penangkapan antigen parasit dari darah


perifer menggunakan antibodi monoklonal atau poliklonal terhadap antigen parasit
Untuk setiap antigen parasit digunakan 2 set antibodi monoklonal atau poliklonal, satu
sebagai antibodi penangkap, dan satu sebagai antibodi deteksi. Antibodi monoklonal
bersifat lebih spesifik tapi kurang sensitif bila dibandingkan dengan antibodi poliklonal.

Whole blood diteteskan pada RDT dan teteskan pula buffer. Larutan penyangga
kemudian ditambahkan untuk menghilangkan hemoglobin sehingga garis berwarna yang
terbentuk dari kompleks antigen-antibodi yang terimobilisasi dapat dilihat. Hal ini sesuai
dengan Kakkilaya (2003), yang menyatakan bahwa larutan penyangga untuk melisiskan.
Kemudian dilihat garis yang terbentuk di kode responden pada RDT, setelah 10 menit
pencampuran whole blood dengan larutan buffer.

Dari hasil pemeriksaan untuk pasien Sdr. septiani dinyatakan negatif karena
terbentuk 1 garis pada kontrol. Negatif ini dinyatakan karena tidak ada antibody P.
Falciparum dan P. vivax pada darah pasien Sdr. septiani sehingga pada saat bereaksi
dengan antigen pada rapid test yaitu antigen-P. Falciparum dan antigen-P. vivax tidak
membentuk garis merah muda pada indicator antigen tersebut.

Menurut Sutanto (2010), menyatakan bahwa reaksi positif palsu bisa terjadi
karena penderita mengandung faktor rematoid dalam darahnya, karena bereaksi silang
dengan monoklonal IgG dalam kit rapid test. Hal ini diatasi dengan menggunakan kit
yang mengandung monoklonal IgM. Selain itu, adanya stadium gametosit muda dan
stadium aseksual. Prosedur penyimpanan kit rapid test juga dapat memengaruhi hasil
pemeriksaan. Seperti telah dilaporkan bahwa intensitas garis positif lebih jelas terlihat
jika selama 24 jam sebelum digunakan kit tersebut disimpan pada suhu kurang dari
30°C. selain itu, juga dilaporkan kit yang mengandung HRP-2 lebih stabil daripada LDH
atau aldolase. Sehingga prosedur penyimpanan, penggunaan rapid test sangat penting
untuk diperlukan agar mendapatkan hasil yang valid dan dapat mengurangi faktor-faktor
kesalahan lainnya

Tes ini dapat dengan cepat didapatkan hasilnya, namun lemah dalam hal
spesifitas dan sensitifitas. Tesnya sederhana dan prosedurnya bisa dilakukan di tempat
dalam kondisi lapangan. Tes ini menggunakan finger-stick atau vena darah , tes selesai
memakan waktu total 15-20 menit, dan laboratorium tidak diperlukan. Ambang deteksi
oleh tes diagnostik cepat ini berada pada kisaran 100 parasit/μl darah dibandingkan
dengan 5 mikroskop film tebal. Tes ini biasanya digunakan pada KLB (Kejadian Luar
Biasa) yang membutuhkan hasil yang cepat di lapangan supaya cepat untuk
ditanggulangi. Kelemahan utama penggunaan semua metode dipstick saat ini adalah
bahwa hasilnya pada dasarnya bersifat kualitatif.
BAB IV

PEPUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil yang diperoleh pada pemeriksaan malaria ini dapat
disimpulkan bahwa pada pasien Sdr. Adrian Saputra (16 thn) negatif terinfeksi
malaria.

B. Saran
Saran ini ditujukan kepada pihak laboratorium yaitu sebaiknya
menyiapkan dan memperhatikan alat-alat yang terdapat dalam
laboratorium masih layak digunakan atau tidak dalam praktikum (rusak)
agar kiranya praktikum berjalan dengan lancar
DAFTAR PUSTAKA

Gasem, Muhammad Hussein. 2004. Diagnosis dan Penatalaksanaan Terkini


Malaria. Simposium AIDS, Tuberculosis, dan Malaria: Universitas
Diponegoro.
Hamdani. 2013. Antibodi Monoklonal. Online. http://catatankimia.com. diakses
pada 17 April 2014.
Ima Arum L, dkk. 2006. Uji Diagnostik Plasmodium Malaria Menggunakan
Metode Imunokromatografi Diperbandingkan dengan Pemeriksaan
Mikroskopis. Indonesian Journal of Clinical Pathology and Medical
Laboratory, Vol. 12, No. 3, July 2006: 118-122.
Karpenito, Lynda. 2009. Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC.
Muttakin, Arif,S.kep. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan
Sistem Kardiovaskular dan Hematologi. Jakarta: EGC.
Prabowo, A. 2004. Malaria, Mencegah dan Mengatasinya. Jakarta: Puspa Swara.

Anda mungkin juga menyukai