Anda di halaman 1dari 21

BAB III

PEMBAHASAN

ILEUS OBSTRUKTIF

A. Definisi

Ileus obstruktif adalah obstruksi usus akibat dari penghambatan motilitas usus yang dapat
ditimbulkan oleh banyak penyebab.

B. Insiden

Perlekatan usus sebagai penyebab dari Ileus saat ini menempati urutan pertama. Maingot
melaporkan bahwa sekitar 70% penyebab dari Ileus adalah perlekatan. Survey Ileus Obstruksi di
RSUD DR. Soetomo pada tahun 2001 mendapatkan 50% dari penyebabnya adalah perlekatan
usus, kemudian diikuti Hernia 33,3%, keganasan 15%, Volvulus 1,7%.(5,10).

C. Anatomi

Usus halus terbentang dari pylorum sampai caecum dengan panjang 270 cm sampai 290
cm. Usus halus dibagi menjadi duodenum, jejenum dan ileum. Duodenum panjangnya sekitar 25
cm, mulai dari pilorus sampai jejenum. Panjang jejenum 100-110 cm dan panjang ileum 150 -
160 cm. Pemisahan duodenum dan jejenum ditandai oleh Ligamentum Treitz. Ligamentum ini
berperan sebagai ligamentum suspensorium. Kira-kira dua per lima dari sisa usus halus adalah
jejenum, dan tiga per lima bagian terminalnya adalah ileum. Jejenum mempunyai vaskularisasi
yang besar dimana lebih tebal dari ileum. Apendiks vermiformis merupakan tabung buntu
berukuran sekitar jari kelingking yang terletak pada daerah ileosekal, yaitu pada apeks sekum.
(Basson, 2004)

1
Arteri mesenterika superior dicabangkan dari aorta tepat di bawah arteri celiaca. Arteri
ini mendarahi seluruh usus halus kecuali duodenum yang diperdarahi oleh arteri
gastroduodenalis dan cabangnya arteri pankreatikoduodenalis superior. Darah dikembalikan
lewat vena mesenterika superior yang menyatu dengan vena lienalis membentuk vena porta.

Usus halus dipersarafi cabang-cabang kedua sistem saraf otonom. Rangsangan


parasimpatis merangsang aktivitas sekresi dan pergerakan, sedangkan rangsangan simpatis
menghambat pergerakan usus. Serabut saraf sensorik sistem simpatis menghantarkan nyeri,
sedangkan serabut saraf parasimpatis mengatur refleks usus.

Usus besar dibagi menjadi caecum, colon dan rektum. Pada caecum terdapat katup
ileosekal dan apendiks yang melekat pada ujung caecum. Caecum menempati sekitar dua atau
tiga inchi pertama dari usus besar. Kolon dibagi lagi menjadi colon ascenden, colon transversum,
descenden dan sigmoid. Tempat dimana colon membentuk belokan tajam yaitu pada abdomen
kanan dan kiri atas berturut-turut dinamakan fleksura hepatika dan fleksura lienalis. Colon
sigmoid mulai setinggi krista iliaka dan berbentuk suatu lekukan berbentuk S. Lekukan bagian
bawah membelok ke kiri waktu colon sigmoid bersatu dengan rektum. Usus besar memiliki
empat lapisan morfologik seperti bagian usus lainnya.

Sekum, kolon ascenden dan bagian kanan kolon transversum diperdarahi oleh cabang
a.mesenterika superior yaitu a.ileokolika, a.kolika dekstra dan a.kolika media. Kolon
transversum bagian kiri, kolon descendens, kolon sigmoid dan sebagian besar rektum perdarahi
oleh a.mesenterika inferior melalui a.kolika sinistra, a.sigmoid dan a.hemoroidalis superior.
Pembuluh vena kolon berjalan paralel dengan arterinya. Kolon dipersarafi oleh oleh serabut
simpatis yang berasal dari n.splanknikus dan pleksus presakralis serta serabut parasimpatis yang
berasal dari N.vagus. (Basson, 2004)

2
Gambar 2.1 Anatomi sistem pencernaan (Translight Medical Media, 2008)

D. Fisiologi

Usus halus mempunyai dua fungsi utama yaitu pencernaan dan absorbsi bahan – bahan
nutrisi, air, elektrolit dan mineral. Proses pencernaan dimulai dalam mulut dan lambung oleh
kerja ptialin, asam klorida dan pepsin terhadap makanan yang masuk. Proses dilanjutkan di
dalam duodenum terutama oleh kerja enzim – enzim pankreas yang menghidrolisis karbohidrat,
lemak, dan protein menjadi zat – zat yang lebih sederhana. Adanya bikarbonat dalam sekret
pankreas membantu menetralkan asam dan memberikan pH optimal untuk kerja enzim – enzim.
Sekresi empedu dari hati membantu proses pencernaan dengan mengemulsikan lemak sehingga
memberikan permukaan yang lebih luas bagi kerja lipase pankreas.

Proses pencernaan disempurnakan oleh sejumlah enzim dalam getah usus (sukus enterikus).
Banyak di antara enzim – enzim ini terdapat pada brush border vili dan mencernakan zat – zat
makanan sambil diabsorbsi. Pergerakan segmental usus halus akan mencampur zat –zat yang
dimakan dengan sekret pankreas, hepatobiliar dan sekresi usus dan pergerakan peristaltik
mendorong isi dari salah satu ujung ke ujung lainnya dengan kecepatan yang sesuai untuk
absorbsi optimal dan suplai kontinu isi lambung. Absorbsi adalah pemindahan hasil akhir
pencernaan karbohidrat, lemak dan protein melalui dinding usus ke sirkulasi darah dan limfe
untuk digunakan oleh sel – sel tubuh. Selain itu, air, elektrolit dan vitamin juga diabsorbsi.

3
Pergerakan usus halus berfungsi agar proses digesti dan absorbsi bahan – bahan makanan
dapat berlangsung secara maksimal. Pergerakan usus halus terdiri dari; i) Pergerakan mencampur
(mixing) atau pergerakan segmentasi yang mencampur makanan dengan enzim – enzim
pencernaan agar mudah untuk dicerna dan diabsorbsi, ii) Pergerakan propulsif atau gerakan
peristaltik yang mendorong makanan ke arah usus besar.

Kontraksi usus halus disebabkan oleh aktifitas otot polos usus halus yang terdiri dari 2 lapis
yaitu lapisan otot longitudinal dan lapisan otot sirkuler. Otot yang terutama berperan pada
kontraksi segmentasi untuk mencampur makanan adalah otot longitudinal. Bila bagian
mengalami distensi oleh makanan, dinding usus halus akan berkontraksi secara lokal. Tiap
kontraksi ini melibatkan segmen usus halus sekitar 1 – 4 cm. Pada saat satu segmen usus halus
yang berkontraksi mengalami relaksasi, segmen lainnya segera akan memulai kontraksi,
demikian seterusnya. Bila usus halus berelaksasi, makanan akan kembali ke posisinya semula.
Gerakan ini berulang terus sehingga makanan akan bercampur dengan enzim pencernaan dan
mengadakan hubungan dengan mukosa usus halus dan selanjutnya terjadi absorbsi.

Kontraksi segmentasi berlangsung oleh karena adanya gelombang lambat yang merupakan
basic electric rhytm (BER) dari otot polos saluran cerna. Proses kontraksi segmentasi
berlangsung 8 sampai 12 kali/menit pada duodenum dan sekitar 7 kali/menit pada ileum.
Gerakan peristaltik pada usus halus mendorong makanan menuju ke arah kolon dengan
kecepatan 0,5 sampai 2 cm/detik, dimana pada bagian proksimal lebih cepat daripada bagian
distal. Gerakan peristaltik ini sangat lemah dan biasanya menghilang setelah berlangsung sekitar
3 sampai 5 cm

Pengaturan frekuensi dan kekuatan gerakan segmentasi terutama diatur oleh adanya
gelombang lambat yang menghasilkan potensial aksi yang disebabkan oleh adanya sel – sel pace
maker yang terdapat pada dinding usus halus, dimana aktifitas dari sel – sel ini dipengaruhi oleh
sistem saraf dan hormonal.

4
Aktifitas gerakan peristaltik akan meningkat setelah makan. Hal ini sebagian besar
disebabkan oleh masuknya makanan ke duodenum sehingga menimbulkan refleks peristaltik
yang akan menyebar ke dinding usus halus. Selain itu, hormon gastrin, CCK, serotonin, dan
insulin juga meningkatkan pergerakan usus halus. Sebaliknya sekretin dan glukagon
menghambat pergerakan usus halus.

Setelah mencapai katup ileocaecal, makanan kadang – kadang terhambat selama beberapa
jam sampai seseorang makan lagi. Pada saat tersebut, refleks gastrileal meningkatkan aktifitas
peristaltik dan mendorong makanan melewati katup ileocaecal menuju ke kolon. Makanan yang
menetap untuk beberapa lama pada daerah ileum oleh adanya sfingter ileocaecal berfungsi agar
makanan dapat diabsorbsi pada daerah ini. Katup ileocaecal berfungsi untuk mencegah makanan
kembali dari caecum masuk ke ileum.

Fungsi sfingter ileocaecal diatur oleh mekanisme umpan balik. Bila tekanan di dalam caecum
meningkat sehingga terjadi dilatasi, maka kontraksi sfingter ileocaecal akan meningkat dan
gerakan peristaltik ileum akan berkurang sehingga memperlambat pengosongan ileum. Bila
terjadi peradangan pada caecum atau pada appendiks maka sfingter ileocaecal akan mengalami
spasme, dan ileum akan mengalami paralisis sehingga pengosonga ileum sangat terhambat.

E. Histologi
Lapisan usus halus dibagi kedalam empat lapisan:
 Tunica Serosa. Tunica serosa atau lapisan peritoneum, tak lengkap di atas duodenum,
hampir lengkap di dalam usus halus mesenterica, kekecualian pada sebagian kecil, tempat
lembaran visera dan mesenterica peritoneum bersatu pada tepi usus.
 Tunica Muscularis. Dua selubung otot polos tak bergaris membentuk tunica muscularis
usus halus. Ia paling tebal di dalam duodenum dan berkurang tebalnya ke arah distal.
Lapisan luarnya stratum longitudinale dan lapisan dalamnya stratum circulare. Yang
terakhir membentuk massa dinding usus. Plexus myentericus saraf (Auerbach) dan
saluran limfe terletak diantara kedua lapisan otot.
 Tela Submucosa. Tela submucosa terdiri dari jaringan ikat longgar yang terletak diantara
tunica muskularis dan lapisan tipis lamina muskularis mukosa, yang terletak di bawah
5
mukosa. Dalam ruangan ini berjalan jalinan pembuluh darah halus dan pembuluh limfe.
Di samping itu, di sini ditemukan neuroplexus meissner.
 Tunica Mucosa. Tunica mucosa usus halus, kecuali pars superior duodenum, tersusun
dalam lipatan sirkular tumpang tindih yang berinterdigitasi secara transversa. Masing-
masing lipatan ini ditutup dengan tonjolan, villi.
Usus halus ditandai oleh adanya tiga struktur yang sangat menambah luas permukaan dan
membantu fungsi absorpsi yang merupakan fungsi utamanya:
 Lapisan mukosa dan submukosa membentuk lipatan-lipatan sirkular yang dinamakan
valvula koniventes (lipatan kerckringi) yang menonjol ke dalam lumen sekitar 3 ampai 10
mm. Lipatan-lipatan ini nyata pada duodenum dan jejenum dan menghilang dekat
pertengahan ileum. Adanya lipatan-lipatan ini menyerupai bulu pada radiogram.
 Vili merupakan tonjolan-tonjolan seperti jari-jari dari mukosa yang jumlahnya sekitar 4
atau 5 juta dan terdapat di sepanjang usus halus. Villi panjangnya 0,5 sampai 1 mm
(dapat dilihat dengan mata telanjang) dan menyebabkan gambaran mukosa menyerupai
beludru.
 Mikrovili merupakan tonjolan menyerupai jari-jari dengan panjang sekitar 1 μ pada
permukaan luar setiap villus. Mikrovilli terlihat dengan mikroskop elektron dan tampak
sebagai brush border pada mikroskop cahaya.
Bila lapisan permukaan usus halus ini rata, maka luas permukaannya hanyalah sekitar
2.00 cm². Valvula koniventes, vili dan mikrovili bersama-sama menambah luas permukaan
absorpsi sampai 2 juta cm², yaitu menigkat seribu kali lipat (Price&Wilson, 2002).

F. Klasifikasi

Berdasarkan Lokasi Obstruksi :


 Letak Tinggi : Duodenum-Jejunum
 Letak Tengah : Ileum Terminal
 Letak Rendah : Colon-Sigmoid-rectum

6
Berdasarkan Stadium :
 Parsial : menyumbat lumen sebagian
 Simple/Komplit: menyumbat lumen total
 Strangulasi: Simple dengan jepitan vasa

G. Etiologi

7
i. Penyempitan lumen usus
 Isi Lumen : Benda asing, skibala, ascariasis.
 Dinding Usus : stenosis (radang kronik), keganasan.
 Ekstra lumen : Tumor intraabdomen

ii. Adhesi : pita fibrosa yang membentuk jaringan scarlike antara dua permukaan di dalam tubuh.

iii. Invaginasi atau intususepsi : bagian usus masuk kedalam usus dibagian belakangnya, terjadi
jepitan usus, sehingga menyebabkan hambatan aliran usus dan mengganggu aliran darah yang

8
melalui bagian usus yang mengalami intususepsi. Atau bagian proksimal masuk kebagian
distal.

iv. Volvulus : kelainan berupa puntiran dari segmen usus terhadap usus itu sendiri, mengelilingi
mesenterium dari usus tersebut dengan mesenterum itu sendiri sebagai aksis longitudilah
sehingga menyebabkan obstruksi saluran cerna.

v. Malformasi Usus

Gambar 2.3 Bermacam penyebab ileus obstruktif. (Hamami,2003)

H. Patofosilogi

Obstruksi usus

Akumulasi gas dan cairan di dalam lumen sebelah proksimal dari


letak obstruksi
9
Distensi Kehilangan H2O dan
elektrolit

Volume ECF
Tekanan intralumen Proliferasi bacteri yang
berlangsung cepat

Ischemia dinding usus Syok hipovolemik

Kehilangan cairan yang


menuju ruang peritoneum

Pelepasan bakteri dan toksin


dari usus yang nekrotik ke
dalam peritoneum dan
sirkulasi sistemik

Peritonitis septikemia

Pada obstruksi harus dibedkan antara obstruksi letak sederhana dan obstruksi strangulasi.
Obstruksi sederhana yang tidak disertai terjepitnya pembuluh darah, pada strangulasi, ada
pembuluh darah yang terjepit sehingga terjadinya iskemia yang akan menyebabkan nekrosis atau
gangren. Pada gangren, dijumpai gejala umum yang berat akibat toksin dari jaringan gangren.

10
Jadi strangulasi memperlihatkan kombinasi antara gejala obstruktif dan sistemik akibat adanya
toksin dan sepsis. Obstruksi yang disebabkan oleh hernia, invaginasi, adhesi dan volvulus
mungkin sekali disertai strangulasi, sedangkan obstruksi oleh tumor atau askariasis jarang
menyebabkan strangulasi.

Obstruksi ileus merupakan penyumbatan intestinal mekanik yang terjadi karena adanya daya
mekanik yang bekerja atau mempengaruhi dinding usus sehingga menyebabkan
penyempitan/penyumbatan lumen usus. Hal tersebut menyebabkan pasase lumen usus terganggu.
Akan terjadi pengumpulan isi lumen usus yang berupa gas dan cairan, pada bagian proximal
tempat penyumbatan, yang menyebabkan pelebaran dinding usus (distensi). Sumbatan usus dan
distensi usus menyebabkan rangsangan terjadinya hipersekresi kelenjar pencernaan. Dengan
demikian akumulasi cairan dan gas ntakin hertambah yang menyebabkan distensi usus tidak
hanya pada tempat sumbatan tetapi juga dapat mengenai seluruh panjang usus sehelah proximal
sumbatan. Sumbatan ini menyebabkan gerakan usus yang meningkat (hiperperistaltik) sebagai
usaha alamiah. Sebaliknya juga terjadi gerakan anti peristaltik. Hal ini menyebabkan terjadi
serangan kolik abdomen dan muntah-muntah. Pada obstruksi usus yang lanjut, peristaltik sudah
hilang oleh karena dinding usus kehilangan kontraksinya.

I. Gejala klinis

A. Nyeri-Kolik
B. Muntah :
 Stenosis Pilorus : Encer dan asam
 Obstruksi usus halus : Berwarna kehijauan
 Obstruksi kolon : onset muntah lama.
C. Perut Kembung (distensi)
D. Konstipasi
E. Tidak ada defekasi
F. Tidak ada flatus
G. Obstruksi usus halus : kolik dirasakan disekitar umbilicus
H. Obstruksi kolon : kolik dirasakan disekitar suprapubik.

11
Tabel-2.1. Perbandingan Klinis bermacam-macam ileus.

Macam Nyeri Usus Distensi Muntah Bising usus Ketegangan


ileus borborigmi abdomen
Obstruksi ++ + +++ Meningkat -
simple
(kolik)
tinggi
Obstruksi +++ +++ + Meningkat -
simple
(Kolik) Lambat,
rendah
fekal
Obstruksi ++++ ++ +++ Tak tentu +
strangulasi
(terus- biasanya
menerus, meningkat
terlokalisir)
Paralitik + ++++ + Menurun -
Oklusi +++++ +++ +++ Menurun +
vaskuler

J. Diagnosis

1. Subyektif -Anamnesis

Nyeri-Kolik. Obstruksi usus halus : kolik dirasakan disekitar umbilicus, Obstruksi


kolon : kolik dirasakan disekitar suprapubik. Muntah, Perut Kembung (distensi),
Konstipasi, Tidak ada defekasi, Tidak ada flatus

Adanya benjolan di perut, inguinal, dan femoral yang tidak dapat kembali
menandakan adanya hernia inkarserata. Invaginasi dapat didahului oleh riwayat
buang air besar berupa lendir dan darah. Pada ileus paralitik e.c. peritonitis dapat
diketahui riwayat nyeri perut kanan bawah yang menetap. Riwayat operasi

12
sebelumnya dapat menjurus pada adanya adhesi usus. Onset keluhan yang
berlangsung cepat dapat dicurigai sebagai ileus letak tinggi dan onset yang lambat
dapat menjurus kepada ileus letak rendah.

2. Obyektif-Pemeriksaan Fisik

Inspeksi
Keadaan umum lemah, ditemukan tanda-tanda dehidrasi. Perut distensi, dapat
ditemukan kontur dan steifung. Benjolan pada regio inguinal, femoral dan skrotum
menunjukkan suatu hernia inkarserata. Pada Intussusepsi dapat terlihat massa
abdomen berbentuk sosis. Adanya adhesi dapat dicurigai bila ada bekas luka operasi
sebelumnya. Rasa sakit intermitten pada saat terjadinya hiperperistaltik.

Auskultasi
Hiperperistaltik, bising usus bernada tinggi, borborhygmi. Bisa terjadinya suara
metalik/metalik klinken. Pada fase lanjut bising usus dan peristaltik melemah sampai
hilang.

Perkusi
Hipertimpani di seluruh perut, terutama di subdiafragma.

Palpasi
Kadang teraba massa seperti pada tumor, invaginasi, hernia. Terdapatnya distensi.
Tidak teraba nyeri tekan dan tidak ada defense muscular kecuali disertai peritonitis.

13
Rectal Toucher
- Isi rektum menyemprot : Hirschprung disease
- Adanya darah dapat menyokong adanya strangulasi, neoplasma
- Feses yang mengeras : skibala
- Feses negatif : obstruksi usus letak tinggi
- Ampula rekti kolaps : curiga obstruksi
- Nyeri tekan : lokal atau general peritonitis

3. Pemeriksaan Penunjang

a. Laboratorium

Tes laboratorium mempunyai keterbatasan nilai dalam menegakkan diagnosis,


tetapi sangat membantu memberikan penilaian berat ringannya dan membantu dalam
resusitasi. Pada tahap awal, ditemukan hasil laboratorium yang normal. Selanjutnya
ditemukan adanya hemokonsentrasi, leukositosis dan nilai elektrolit yang abnormal.
Peningkatan serum amilase sering didapatkan.10 Leukositosis menunjukkan adanya
iskemik atau strangulasi, tetapi hanya terjadi pada 38% - 50% obstruksi strangulasi
dibandingkan 27% - 44% pada obstruksi non strangulata. Hematokrit yang meningkat
dapat timbul pada dehidrasi. Selain itu dapat ditemukan adanya gangguan elektrolit.
Analisa gas darah mungkin terganggu, dengan alkalosis metabolik bila muntah berat,
dan metabolik asidosis bila ada tanda – tanda shock, dehidrasi dan ketosis.

b. Radiologik

Adanya dilatasi dari usus disertai gambaran “step ladder” dan “air fluid level”
pada foto polos abdomen dapat disimpulkan bahwa adanya suatu obstruksi. Foto
polos abdomen mempunyai tingkat sensitivitas 66% pada obstruksi usus halus,
sedangkan sensitivitas 84% pada obstruksi kolon.

Foto polos abdomen dapat ditemukan gambaran ”step ladder dan air fluid level”
terutama pada obstruksi bagian distal. Pada kolon bisa saja tidak tampak gas. Jika
terjadi stangulasi dan nekrosis, maka akan terlihat gambaran berupa hilangnya muosa

14
yang reguler dan adanya gas dalam dinding usus. Udara bebas pada foto thoraks tegak
menunjukkan adanya perforasi usus. Penggunaan kontras tidak dianjurkan karena
dapat menyebabkan peritonitis akibat adanya perforasi.

15
CT scan kadang – kadang digunakan untuk menegakkan diagnosa pada obstruksi usus
halus untuk mengidentifikasi pasien dengan obstruksi yang komplit dan pada
obstruksi usus besar yang dicurigai adanya abses maupun keganasan.

K. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan obstruksi ileus sekarang dengan jelas telah menurunkan angka


morbiditas dan mortalitas. Hal ini terutama disebabkan telah dipahaminya dengan tepat
patogenesis penyakit serta perubahan homeostasis sebagai akibat obstruksi usus.
Pada umumnya penderita mengikuti prosedur penatalaksanaan dalam aturan yang tetap.

1. Persiapan penderita
Persiapan penderita berjalan bersama dengan usaha menegakkan diagnosa obstruksi ileus
secara lengkap dan tepat. Sering dengan persiapan penderita yang baik, obstruksinya
berkurang atau hilang sama sekali. Persiapan penderita meliputi :
o Penderita dirawat di rumah sakit.

16
o Penderita dipuasakan
o Kontrol status airway, breathing and circulation.
o Dekompresi dengan nasogastric tube.
o Intravenous fluids and electrolyte
o Dipasang kateter urin untuk menghitung balance cairan.

2. Operatif.

Bila telah diputuskan untuk tindakan operasi, ada 3 hal yang perlu :
 Berapa lama obstruksinya sudah berlangsung.
 Bagaimana keadaan/fungsi organ vital lainnya, baik sebagai akibat obstruksinya
maupun kondisi sebelum sakit.
 Apakah ada risiko strangulasi.

Kewaspadaan akan resiko strangulasi sangat penting. Pada obstruksi ileus yang
ditolong dengan cara operatif pada saat yang tepat, angka kematiannya adalah 1% pada
24 jam pertama, sedangkan pada strangulasi angka kematian tersebut 31%.

Pada umumnya dikenal 4 macam (cara) tindakan bedah yang dikerjakan pada obstruksi
ileus :

17
a) Koreksi sederhana (simple correction). Hal ini merupakan tindakan bedah sederhana
untuk membebaskan usus dari jepitan, misalnya pada hernia incarcerata non-
strangulasi, jepitan oleh streng/adhesi atau pada volvulus ringan.
b) Tindakan operatif by-pass. Membuat saluran usus baru yang "melewati" bagian usus
yang tersumbat, misalnya pada tumor intralurninal, Crohn disease, dan sebagainya.
c) Membuat fistula entero-cutaneus pada bagian proximal dari tempat obstruksi,
misalnya pada Ca stadium lanjut.
d) Melakukan reseksi usus yang tersumbat dan membuat anastomosis ujung-ujung usus
untuk mempertahankan kontinuitas lumen usus, misalnya pada carcinomacolon,
invaginasi strangulate dan sebagainya.

Pada beberapa obstruksi ileus, kadang-kadang dilakukan tindakan operatif bertahap, baik
oleh karena penyakitnya sendiri maupun karena keadaan penderitanya, misalnya pada Ca
sigmoid obstruktif, mula-mula dilakukan kolostomi saja, kemudian hari dilakukan reseksi
usus dan anastomosis.

3. Pasca Operasi

Suatu problematik yang sulit pada keadaan pasca bedah adalah distensi usus yang
masih ada. Pada tindakan operatif dekompressi usus, gas dan cairan yang terkumpul
dalam lumen usus tidak boleh dibersihkan sama sekali oleh karena catatan tersebut
mengandung banyak bahan-bahan digestif yang sangat diperlukan. Pasca bedah tidak
dapat diharapkan fisiologi usus kembali normal, walaupun terdengar bising usus. Hal
tersebut bukan berarti peristaltik usus telah berfungsi dengan efisien, sementara ekskresi
meninggi dan absorpsi sama sekali belum baik.
Sering didapati penderita dalam keadaan masih distensi dan disertai diare pasca
bedah. Tindakan dekompressi usus dan koreksi air dan elektrolit serta menjaga
keseimbangan asam basa darah dalam batas normal tetap dilaksanakan pada pasca
bedahnya. Pada obstruksi yang lanjut, apalagi bila telah terjadi strangulasi, monitoring
pasca bedah yang teliti diperlukan sampai selama 6 - 7 hari pasca bedah. Bahaya lain
pada masa pasca bedah adalah toksinemia dan sepsis. Gambaran kliniknya biasanya

18
mulai nampak pada hari ke 4-5 pasca bedah. Pemberian antibiotika dengan spektrum luas
dan disesuaikan dengan hasil kultur kuman sangatlah penting.

Komplikasi
o Nekrosis usus
o Perforasi usus
o Sepsis
o Syok-dehidrasi
o Abses
o Sindrom usus pendek dengan malabsorpsi dan malnutrisi
o Pneumonia aspirasi dari proses muntah
o Gangguan elektrolit
o Meninggal

19
BAB IV

PEMBAHASAN

NEOPLASM USUS HALUS DAN GASTROINTESTINAL STROMAL TUMOUR (GIST)

A. Definisi

Tumor intra abdomen adalah pertumbuhan suatu jaringan dengan multiplikasi sel-sel
yang tidak terkontrol dan progresif yang bermanifestasi di abdomen yang ditandai dengan
adanya suatu massa padat yang tidak nyeri, dan gejala lain tergantung dari tempat asal nya tumor
tersebut timbul.

Tumor stroma gastrointestinal (GIST) adalah salah satu tumor mesenchymal paling
umum pada saluran pencernaan (1-3% dari semua keganasan gastrointestinal). Ia biasanya
didefinisikan sebagai tumor yang perilakunya didorong oleh mutasi pada gen Kit atau gen
PDGFRA, dan mungkin atau tidak mungkin pewarnaan positif untuk Kit.

insidens

neoplasm jinak

yang paling sering ditemukan adalah GIST jinak, adenoma dan lipoma. Adenoma adalah yang
paling banyak ditemukan pada pemeriksaan autopsi, tetapi GIST lebih sering menimbulkan
gejala klinis.

Manifestasi klinik

Gejala klinik dari neoplasma usus halus biasanya tidak spesifik dan tidak jelas. Gejala-gejala
yang mungkin timbul adalah seperti dyspepsia, anoreksia, malaise dan nyeri di abdomen yang
dirasakan tumpul (kembung dan intermitten). Gejala-gejala ini dapat timbul selama bertahun-
tahun atau berbulan-bulan sebelum dilakukan pembedahan. Majoriti dari pasien dengan
neoplasma jinak usus halus bersifat asimptomatik dan kelainan hanya ditemukan secara tidak
sengaja pada pemeriksaan radiologik saluran cerna atas atau pada laparotomi atau pada saat
dilakukan autopsi.

Keluhan nyeri biasanya disebabkan oleh timbulnya obstruksi di jalan usus halus. Obstruksi bisa
terjadi akibat intususepsi

DAFTAR PUSTAKA
20
1. Sjamsuhidajat, R.; Dahlan, Murnizat; Jusi, Djang. Gawat Abdomen. Dalam Buku Ajar
Ilmu Bedah. Edisi 2. Editor: Sjamsuhidajat, R. dan De Jong, Wim. Jakarta: EGC, 2003.
Hal: 181-192.

2. Fiedberg, B. and Antillon, M.: Small-Bowel Obstruction. Editor: Vargas, J., Windle,
W.L., Li, B.U.K., Schwarz, S., and Altschuler, S. http://www.emedicine.com. Last
Updated, June 29, 2004.

3. Basson, M.D.: Colonic Obstruction. Editor: Ochoa, J.B., Talavera, F., Mechaber, A.J.,
and Katz, J. http://www.emedicine.com. Last Updated, June 14, 2004.

4. General and laparoscopy surgeon,: Ileus obstruksi. Editor : Dr. A. Yuda Hendaya. Sp B,
FInaCS,FMAS. http://www.dokteryudabedah.com . last Update januari 5, 2010

5. Obstruksi usus kecil. Avialablle at URL. www. learningRadiology.com Accessed on 18


April 2010

6. Evers, BM Usus Kecil. In: Townsend CM, Beauchamp RD, Evers BM, Mattox KL, eds.
Sabiston Textbook of Surgery . 18th ed. St. Louis, Mo: WB Saunders; 2008:chap 48

7. Intestinal obstruction. Aviable at URL . www.healthline.com. Accessed 0n 20 April 2010

21

Anda mungkin juga menyukai