Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH KONSEP-KONSEP MIPA

FILSAFAT ILMU ALAM

Disusun Oleh :
Rio Firmansyah (20157279199)
Riko Haerumansyah (20157279200)
Ari Triani (20167279079)
Iin Mardiana (20167279007)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

FAKULTAS PASCASARJANA

UNIVERSITAS INDRAPRASTA PGRI JAKARTA

2017
KATA PENGANTAR

Konsep-konsep MIPA adalah salah satu mata kuliah yang harus diampu
oleh majasiswa/i Pendidikan MIPA Fakultas Pascasarjana di Universitas
Indraprasta PGRI Jakarta. Makalah ini membahasa tentang Filsafat Ilmu Alam.

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas limpahan
rahmatnya dan KaruniaNya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
yang berjudul “Filsafat Ilmu Alam” dengan lancar, serta dapat menyelesaikan
tugas makalah ini dengan tepat waktu. Kami menyadari bahwa makalah ini
masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, saran dan kritik yang bersifat
membangun sangat kami harapkan demi kesempurnaaan tugas makalah ini.

Kami berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi kami selaku


penyusun sendiri khususnya, bagi mahasiswa/i jurusan Pendidikan MIPA
Fakultas Pascasarjana yang sedang mengampu mata kuliah Konsep-konsep
MIPA.

Jakarta, 17 Maret 2017

Penyusun
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ............................................................................................... i

Daftar Isi ......................................................................................................... ii

Bab I Pendahuluan .......................................................................................... 1

A. Latar Belakang ..................................................................................... 1


B. Rumusan Masalah ................................................................................ 3
C. Tujuan Masalah .................................................................................... 3

Bab II Pembahasan ......................................................................................... 4

A. Filsafat Ilmu Alam ................................................................................. 4


B. Cabang-Cabang Ilmu Pengetahuan Alam ......................................... 15
C. Hubungan Filsafat Ilmu Dengan Ilmu-Ilmu Lain .................................. 16

Bab III Penutup ............................................................................................. 20

A. Kesimpulan ......................................................................................... 20
B. Saran .................................................................................................. 22

Dafatar Pustaka............................................................................................. 23
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Secara historis filsafat merupakan induk ilmu, dalam perkembangannya


ilmu makin terspesifikasi dan mandiri, namun mengingat banyaknya masalah
kehidupan yang tidak bisa dijawab oleh ilmu, maka filsafat menjadi tumpuan
untuk menjawabnya. Filsafat memberi penjelasan atau jawaban substansial
dan radikal atas masalah tersebut. Sementara ilmu terus mengembangakan
dirinya dalam batas-batas wilayahnya, dengan tetap dikritisi secara radikal.
Proses atau interaksi tersebut pada dasarnya merupakan bidang kajian
Filsafat Ilmu, oleh karena itu filsafat ilmu dapat dipandang sebagai upaya
menjembatani jurang pemisah antara filsafat dengan ilmu, sehingga ilmu tidak
menganggap rendah pada filsafat, dan filsafat tidak memandang ilmu sebagai
suatu pemahaman atas alam secara dangkal.

Filsafat merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia,


tanpa kita sadari telah melakukan proses berfikir dalam memecahkan
permasalahan yang dihadapi manusia itu sendiri, karena manusia selalu ingin
tahu dan mencari jawaban atas masalahnya. Filsafat itu sendiri adalah sebagai
kumpulan ilmu pengetahuan tentang Tuhan, alam dan manusia. Pentingnya
filsafat dalam kehidupan manusia bertujuan untuk mengembalikan nilai luhur
suatu ilmu agar tidak menjadi boomerang bagi kehidupan manusia itu sendiri.
Banyak yang bertanya-tanya mengapa filsafat muncul di Yunani dan tidak di
daerah yang beradab lain kala itu seperti Babilonia, Yudea (Israel) atau Mesir.
Jawabannya sederhana: di Yunani, tidak seperti di daerah lain-lainnya tidak
ada kasta pendeta sehingga secara intelektual orang lebih bebas. Orang
Yunani pertama yang bisa diberi gelar filosof ialah Thales dari Mileta, sekarang
di pesisir barat Turki. Tetapi filosof-filosof Yunani yang terbesar tentu saja
ialah: Socrates, Plato, dan Aristoteles. Socrates adalah guru Plato sedangkan
Aristoteles adalah murid Plato. Bahkan ada yang berpendapat bahwa sejarah
filsafat tidak lain hanyalah “komentar-komentar karya Plato belaka”. Hal ini
menunjukkan pengaruh Plato yang sangat besar pada sejarah filsafat. Filsafat
dibagi menjadi 4 babakan yakni filsafat klasik, filsafat abad pertengahan,
filsafat modern dan filsafat kontemporer. Filsafat klasik didominasi oleh
rasionalisme, filsafat abad pertengahan didominasi dengan doktrin-doktrin
agama Kristen selanjutnya filsafat modern didominasi oleh rasionalisme
sedangkan filsafat kontemporer didominasi kritik filsafat modern modern.

Pada dasarnya filsafat ilmu merupakan kajian filosofis terhadap hal-hal


yang berkaitan dengan ilmu, dengan kata lain filsafat ilmu merupakan upaya
pengkajian dan pendalaman mengenai ilmu (Ilmu Pengetahuan/Sains), baik itu
ciri substansinya, pemerolehannya, ataupun manfaat ilmu bagi kehidupan
manusia. Pengkajian tersebut tidak terlepas dari acuan pokok filsafat yang
tercakup dalam bidang ontologi, epistemologi, dan axiologi dengan berbagai
pengembangan dan pendalaman yang dilakukan oleh para ahli.

Menurut tradisi filsafati dari zaman Yunani Kuno, orang yang pertama
memakai istilah philosophia dan philosophos ialah Pytagoras (592-497 S.M.),
yakni seorang ahli matematika yang kini lebih terkenal dengan dalilnya dalam
geometri yang menetapkan a2 + b2 = c2. Pytagoras menganggap dirinya
“philosophos” (pencinta kearifan). Baginya kearifan yang sesungguhnya
hanyalah dimiliki semata-mata oleh Tuhan. Selanjutnya, orang yang oleh para
penulis sejarah filsafat diakui sebagai Bapak Filsafat ialah Thales (640-546
S.M.). Ia merupakan seorang Filsuf yang mendirikan aliran filsafat alam
semesta atau kosmos dalam perkataan Yunani. Menurut aliran filsafat kosmos,
filsafat adalah suatu penelaahan terhadap alam semesta untuk mengetahui
asal mulanya, unsur-unsurnya dan kaidah-kaidahnya (The Liang Gie, 1999).

Menurut sejarah kelahiran istilahnya, filsafat terwujud sebagai sikap yang


ditauladankan oleh Socrates. Yaitu sikap seorang yang cinta kebijaksanaan
yang mendorong pikiran seseorang untuk terus menerus maju dan mencari
kepuasan pikiran, tidak merasa dirinya ahli, tidak menyerah kepada
kemalasan, terus menerus mengembangkan penalarannya untuk
mendapatkan kebenaran (Soeparmo, 1984).
Timbulnya filsafat karena manusia merasa kagum dan merasa heran.
Pada tahap awalnya kekaguman atau keheranan itu terarah pada gejala-gejala
alam. Dalam perkembangan lebih lanjut, karena persoalan manusia makin
kompleks, maka tidak semuanya dapat dijawab oleh filsafat secara
memuaskan. Jawaban yang diperoleh menurut Koento Wibisono dkk. (1997),
dengan melakukan refleksi yaitu berpikir tentang pikirannya sendiri. Dengan
demikian, tidak semua persoalan itu harus persoalan filsafat.

B. RUMUSAN MASALAH
Dari latar belakang tersebut dapat dirumuskan masalah yang akan
dibahas yaitu:
1. Apakah filsafat ilmu alam?
2. Cabang-cabang ilmu pengetahuan alam?
3. Bagaimana hubungan filsafat ilmu dengan ilmu-ilmu lain?

C. TUJUAN MASALAH
1. Mengetahui apa itu filsafat ilmu alam
2. Mengetahui cabang-cabang ilmu pengetahuan alam
3. Memahami bagaimana hubungan filsafat ilmu dengan ilmu-ilmu lain
BAB II

PEMBAHASAN

A. FILSAFAT ILMU ALAM

Filsafat alam (Philosophy of Nature/Al-Falsafah Al-Thabî‘ìyah/Falsafah Al-


Thabî‘ah/Al-Thabî‘îyât) adalah filsafat yang berusaha untuk menjelaskan kejadian
alam, sifat-sifatnya dan hukum-hukumnya secara teoritis dan menyeluruh. Pada masa
lalu filsafat alam tidak dapat dipisahkan dengan ilmu-ilmu eksakta. Filsafat alam
adalah ilmu-ilmu eksakta itu sendiri bagi orang Yunani, atau dia adalah ilmu alam yang
menjadi lawan dari etika, metafisika dan estetika. Pada masa itu filsafat alam
mencakup isi buku-buku yang dikarang oleh Aristoteles (384-322 SM) seperti: Al-
Simâ‘ Al-Thabî‘î yang berbicara tentang gerak, waktu dan tempat; Al-Nafs yang
membahas tentang kehidupan dengan berbagai bentuknya; Al-Kawn wa Al-Fasâd
yang berisi tentang kejadian benda dan kehancurannya; dan Al-Hayawân yang
memuat studi ilmiah tetang binatang. Selain itu filsafat alam juga mencakup
holyzoisme, yaitu teori yang memandang bahwa alam semesta adalah sesuatu yang
hidup dan berakal.

Filsafat alam yang dimiliki oleh bangsa Yunani ini kemudian berpindah ke Arab
dan Barat dengan pengertian yang tak jauh berbeda. Bahkan sampai abad XVIII yang
dimaksud dengan filsafat alam di Barat tak lain adalah ilmu-ilmu eksakta. Baru pada
perkembangan terakhir disaat cabang-cabang ilmu menemukan kemerdekaan dan
melepaskan diri dari induknya (filsafat) dapat dipisahkan antara ilmu-ilmu eksakta dan
filsafat alam. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa filsafat alam (dengan
pengertian klasik) adalah cikal bakal bagi lahirnya ilmu-ilmu eksakta modern. “Filsafat
alam adalah ‘al-salaf al-târîkhî al-mubâsyir (preseden historis langsung)’, dan dalam
waktu yang bersamaan adalah akar yang sangat kuat dalam bangunan peradaban
bagi ilmu-ilmu eksakta yang saat ini menempati posisi yang paling strategis dalam
bangunan ilmu modern.

Menurut Merriam-Webster (dalam Soeparmo, 1984), secara harafiah filsafat berarti


cinta kebijaksanaan. Maksud sebenarnya adalah pengetahuan tentang kenyataan-
kenyataan yang paling umum dan kaidah-kaidah realitas serta hakekat manusia
dalam segala aspek perilakunya seperti: logika, etika, estetika dan teori pengetahuan.

Menurut Surajiyo (2010:1) secara etimologi kata filsafat, yang dalam bahasa
Arab dikenal dengan istilah falsafah dan dalam Bahasa Inggris di kenal dengan istilah
philoshophy adalah dari Bahasa Yunani philoshophia terdiri atas kata philein yang
berarti cinta (love) dan shopia yang berarti kebijaksanaan (wisdom), sehingga secara
etimologi istilah filsafat berarti cinta kebijaksanaan (love of wisdom) dalam arti yang
sedalam-dalamnya. Dengan demikian, seorang filsuf adalah pecinta atau pencari
kebijaksanaan.

Secara terminologi, menurut Surajiyo (2010: 4) filsafat adalah ilmu pengetahuan


yang menyelidiki segala sesuatu yang ada secara mendalam dengan menggunakan
akal sampai pada hakikatnya. Filsafat bukan mempersoalkan gejala-gejala atau
fenomena, tetapi yang dicari adalah hakikat dari sesuatu fenomena. Hakikat adalah
suatu prinsip yang menyatakan “sesuatu” adalah “sesuatu” itu adanya. Filsafat
mengkaji sesuatu yang ada dan yang mungkin ada secara mendalam dan
menyeluruh. Jadi filsafat merupakan induk segala ilmu.

Susanto (2011: 6) menyatakan bahwa menurut Istilah, filsafat adalah ilmu


pengetahuan yang berupaya mengkaji tentang masalah-masalah yang muncul dan
berkenaan dengan segala sesuatu, baik yang sifatnya materi maupun immateri
secara sungguh-sungguh guna menemukan hakikat sesuatu yang sebenarnya,
mencari prinsip-prinsip kebenaran, serta berpikir secara rasional-logis, mendalam dan
bebas, sehingga dapat dimanfaatkan untuk membantu menyelesaikan masalah-
masalah dalam kehidupan manusia.

Menurut Burhanudin Salam (2005:10) Ilmu dapat merupakan suatu metode


berpikir secara obyektif dalam menggambarkan dan memberi makna terhadap dunia
fuktual dan berprinsip untuk mengorganisasikan dan mensistematisasikan common
sense. Sehingga definisi ilmu pengetahuan adalah kumpulan pengetahuan yang
benar-benar disusun dengan sistematis dan metodologis untuk mencapai tujuan yang
berlaku universal dan dapat diuji atau diverifikasi kebenarannya. Secara filosofis,
semua kajian yang menelaah secara kritis dan analitis tentang dasar-dasar teoritis
pengetahuan secara menyeluruh adalah epistemology atau teori pengetahuan (theory
of knowledge; Erkentnistheorie). Istilah ini berasal dari bahasa yunani yaitu “episteme”
yang berarti pengetahuan dan “logos” yang berarti ilmu. Secara harfiah episteme
berarti pengetahuan sebagai upaya untuk “menempatkan sesuatu tepat pada
kedudukannya”.

The Liang Gie (1987) (dalam Surajiyo, 2010) memberikan pengertian ilmu
adalah rangkaian aktivitas penelaahan yang mencari penjelasan suatu metode untuk
memperoleh pemahaman secara rasional empiris mengenai dunia ini dalam berbagai
seginya, dan keseluruhan pengetahuan sistematis yang menjelaskan berbagai gejala
yang ingin dimengerti manusia.

Secara filosofis, semua kajian yang menelaah secara kritis dan analitis tentang
dasar-dasar teoritis pengetahuan secara menyeluruh adalah epistemology atau teori
pengetahuan (theory of knowledge; Erkentnistheorie). Istilah ini berasal dari bahasa
yunani yaitu “episteme” yang berarti pengetahuan dan “logos” yang berarti ilmu.
Secara harfiah episteme berarti pengetahuan sebagai upaya untuk “menempatkan
sesuatu tepat pada kedudukannya”.

Sebagai cabang ilmu filsafat, epistemologi pada hakikatnya merupakan suatu


kajian Filosofis yang bermaksud mengkaji masalah umum secara menyeluruh dan
mendasar untuk menemukan ciri-ciri umum dan hakiki dari pengetahuan manusia.
Membahas Bagaimana pengetahuan itu pada dasarnya diperoleh dan dapat diuji
kebenarannya?, manakah ruang lingkup dan batasan-batasan kemampuan manusia
untuk mengetahui?, serta membahas pengandaian-pengandaian dan syarat-syarat
logis yang mendasari adanya pengetahuan dan memberi pertanggung jawaban
secara rasional terhadap klaim kebenaran dan objektivitasnya. Sehingga
epistemologi merupakan disiplin ilmu yang bersifat :

 Evaluative, yaitu menilai apakah teori yang digunakan dapat dipertanggung


jawabkan secara nalar atau tidak.
 Normative, yaitu menentukan tolok ukur kebenaran atau norma dalam
bernalar.
 Kritis, yaitu menguji penalaran cara dan hasil dari pelbagai akal (kognitif)
manusia untuk dapat ditarik kesimpulan.

Adapun cara kerja metode pendekatan epistemologi adalah dengan cara


bagaimana objek kajian itu didekati atau dipelajari. Cirinya adalah dengan adanya
berbagai macam pertanyaan yang diajukan secara umum dan mendasar dan upaya
menjawab pertanyaan yang diberikan dengan mengusik pandangan dan pendapat
umum yang sudah mapan. Dengan tujuan agar manusia bisa lebih bertanggung jawab
terhadap jawaban dan pandangan atau pendapatnya dan tidak menerima begitu saja
pandangan dan pendapat secara umum yang diberikan.

Berdasarkan cara kerja atau metode yang digunakan, maka epistemologi dibagi
menjadi beberapa macam. Berdasarkan titik tolak pendekatannya secara umum,
epistemologi dibagi menjadi 3, yaitu:

1) Epistemologi metafisis
Epistemologi metafisis adalah pemikiran atau pengandaian yang berasal dari
paham tertentu dari suatu kenyataan lalu berusaha bagaimana cara
mengetahui kenyataan itu. Kelemahan dari pendekatan ini adalah hanya
menyibukkan diri dalam mendapatkan uraian dari masalah yang dihadapi
tanpa adanya pertanyaan dan tindakan untuk menguji kebenarannya.
2) Epistemologi skeptic
Epistemologi skeptis lebih menekankan pada pembuktian terlebih dahulu dari
apa yang kita ketahui sampai tidak adanya keraguan lagi sebelum
menerimanya sebagai pengetahuan. Kelemahan dari pendekatan ini adalah
sulitnya mencari jalan keluar atau keputusan.
3) Epistemologi kritis
Pada Epistemologi ini tidak memperioritaskan epistemologi manapun, hanya
saja mencoba menanggapi permasalahan secara kritis dari asumsi, prosedur
dan pemikiran, baik pemikiran secara akal maupun pemikiran secara ilmiah,
dengan tujuan untuk menemukan alasan yang rasional untuk memutuskan
apakah permasalahan itu bisa diterima atau ditolak.

Ilmu pada dasarnya merupakan kumpulan pengetahuan atau sistem yang


bersifat menjelaskan berbagai gejala alam yang memungkinkan manusia melakukan
serangkaian tindakan untuk menguasai gejala tersebut berdasarkan penjelasan yang
ada dengan metode tertentu. Dalam hal ini, ilmu mempunyai struktur dalam
menjelaskan kajiannya. Struktur ilmu menggambarkan bagaimana ilmu itu
tersistematisir, terbangun atau terkonstruksi dalam suatu lingkungan (boundaries),
dimana keterkaitan antara unsur-unsur nampak secara jelas. Struktur ilmu merupakan
ilustrasi hubungan antara fakta, konsep serta generalisasi. Dengan keterkaitan
tersebut akan membentuk suatu bangun kerangka ilmu tersebut. Sementara itu,
definisi struktur ilmu adalah seperangkat pertanyaan kunci dan metode penelitian
yang akan membantu untuk memperoleh jawabannya, serta berbagai fakta, konsep,
generalisasi dan teori yang memiliki karakteristik yang khas yang akan mengantarkan
kita untuk memahami ide-ide pokok dari suatu disiplin ilmu yang bersangkutan.

Dengan demikian nampak dari dua pendapat di atas bahwa terdapat dua hal
pokok dalam suatu struktur ilmu, yaitu:

a. A body of knowledge (kerangka ilmu) yang terdiri dari fakta, konsep,


generalisasi, dan teori yang menjadi ciri khas bagi ilmu yang bersangkutan
sesuai dengan lingkungan (boundary) yang dimilikinya. Kerangka ilmu terdiri
dari unsur-unsur yang berhubungan, dari mulai yang konkrit (berupa fakta)
sampai ke level yang abstrak (berupa teori), semakin ke fakta maka semakin
spesifik, sementara semakin mengarah ke teori maka semakin abstrak
karena lebih bersifat umum.
b. A mode of inquiry, yaitu cara pengkajian atau penelitian yang mengandung
pertanyaan dan metode penelitian guna memperoleh jawaban atas
permasalahan yang berkaitan dengan ilmu tersebut.

Terkadang, “pengetahuan” dan “ilmu” disama artikan, bahkan terkadang


dijadikan kalimat majemuk yang mempunyai arti tersendiri. Padahal, jika kedua kata
tersebut dipisahkan akan mempunyai arti sendiri dan akan tampak perbedaannya.

Jika dilihat dari asal katanya, “pengetahuan” diambil dari bahasa inggris yaitu
knowledge, sedangakan “ilmu” dari kata science dan peralihan dari kata arab ilm atau
‘alima (ia telah mengetahui) sehingga kata jadian ilmu berarti juga pengetahuan. Dari
pengertian ini dapat diambil kesimpulan bahwa ditinjau dari segi bahasa, antara
pengetahuan dan ilmu mempunyai sinonim arti, namun jika dilihat dari segi arti
materialnya (kata pembentuknya) maka keduanya mempunyai perbedaan.

Dalam encyclopedia Americana, dijelaskan bahwa ilmu (science) adalah


pengetahuan yang besifat positif dan sistematis. The Liang Gie mengutip Paul
Freedman dari buku The Principles Of Scientific Research dalam Amsal
Bakhtiar.(2008:91) memberi batasan definisi ilmu, yaitu suatu bentuk proses usaha
manusia untuk memperoleh suatu pengetahuan baik dimasa lampau, sekarang, dan
kemudian hari secara lebih cermat serta suatu kemampuan manusia untuk
menyesuaikan dirinya dan mengubah lingkungannya serta merubah sifat-sifatnya
sendiri, sedangkan menurut Carles Siregar masih dalam Amsal Bakhtiar (2008:91)
menyatakan bahwa ilmu adalah proses yang membuat pengetahuan.

Ilmu dapat memungkinkan adanya kemajuan dalam pengetahuan sebab


beberapa sifat atau ciri khas yang dimiliki oleh ilmu. Burhanudin Salam (2005:23-24)
mengemukakan beberapa ciri umum dari pada ilmu, diantaranya:

1) Bersifat akumulatif, artinya ilmu adalah milik bersama. Hasil dari pada ilmu
yang telah lalu dapat digunakan untuk penyelidikan atau dasar teori bagi
penemuan ilmu yang baru.
2) Kebenarannya bersifat tidak mutlak, artinya masih ada kemungkinan
terjadinya kekeliruan dan memungkinkan adanya perbaikan. Namun perlu
diketahui, seandainya terjadi kekeliruan atau kesalahan, maka itu bukanlah
kesalahan pada metodenya, melainkan dari segi manusianya dalam
menggunakan metode itu.
3) Bersifat obyektif, artinya hasil dari ilmu tidak boleh tercampur pemahaman
secara pribadi, tidak dipengaruhi oleh penemunya, melainkan harus sesuai
dengan fakta keadaan asli benda tersebut.

Beberapa filosof ilmu alam mengemukakan pengertian tentang filsafat ilmu alam,
adapun filosof tersebut antara lain:

1) Thales
Thales adalah seorang filosof yang berasal dari miletus, sebuah koloni yunani
di asia kecil. Thales disebut-sebut sebagai bapak filsafat Yunani sebab dialah
orang yang mula-mula berfilsafat. Namun sayang, filsafatnya tidak pernah
ditulisnya sendiri, hanya disampaikan dari mulut ke mulut melalui murid-
muridnya[1][5]. Dia berkelana ke berbagai negri. Salah satunya adalah mesir,
dimana dia diceritakan pernah menghitung tinggi pyramid dengan cara
mengukur bayangannya pada saat yang tepat, ketika panjang bayangannya
sendiri sama dengan tinggi badannya. Dia juga dikisahkan pernah
meramalkan terjadinya gerhana matahari secara tepat, pada 585 SM. Thales
beranggapan bahwa sumber dari segala sesuatu adalah air. Dia percaya
bahwa seluruh kehidupan berasal dari air dan akan lembali ke air. Dia
beranggapan seperti itu mungkin, karena selama perjalanannya dimesir, dia
pasti telah mengamati tanaman yang mulai tumbuh di daratan delta sungai
Nil setelah surut dari banjir. Barangkali dia juga sempat mengamati, bahwa
katak dan cacing muncul dari tanah yang lembab (tanah berair). Dia juga
seorang ahli politik yang terkenal di Miletos saat itu masih ada kesempatan
baginya untuk mempelajari ilmu matematik dan astronom.

2) Anaximande
Anaximander adalah filosof kedua setelah thales yang berasal dari miletus
juga. Dia hidup kira-kira sama dengan masa hidup thales. Dia adalah salah
satu murid thales. Dia beranggapan bahwa dunia kita hanyalah salah satu
dari banyak dunia yang muncul dan sirna didalam sesuatu yang disebutnya
sebagai ‘yang tak terbatas’. Tidak begitu mudah untuk menjelaskan apa yang
dimaksudnya tersebut, tapi tampaknya jelas bahwa dia tidak sedang
memikirkan tentang suatu zat yang dikenal sebagaimana yang dibayangkan
Thales. Barangkali yang dimaksudnya adalah bahwa zat yang menjadi
sumber segala sesuatu, pastilah berbeda dengan sesuatu yang
dihasilkannya tersebut, karena semua benda ciptaan itu terbatas, maka
sesuatu yang muncul sebelum dan sesudah benda-benda tersebut pastilah
‘tidak terbatas’. Jelas bahwa zat dasar itu tidak mungkin sesuatu yang sangat
biasa seperti air ataupun yang dapat kita lihat. Meskipun tentang teori asal
kejadian alam tidak begitu jelas namun dia adalah seorang yang cakap dan
cerdas dia tidak mengenal ajaran Islam atau yang lainnya.

3) Anaximenes
Anaximenes adalah filosof dari meletus yang masa hidupnya kira-kira 570-
526 SM. Dia adalah murit dari Anaximander. Teorinya tentang alam adalah
bahwa sumber dari segala sesuatu pastilah “udara” atau “uap”. Anaximenes
tentunya mengenal teorinya Thales menyangkut air. Akan tetapi dia
menyangkal pendapatnya Thales, ‘dari manakah asalnya air tersebut’.
Anaximenes beranggapan bahwa air adalah udara yang dipadatkan, kita
mengetahui bahwa ketika hujan turun, air diperas dari udara. Jika air diperas
lebih keras lagi, ia akan menjadi tanah, pikirnya. Dia mungkin pernah melihat
bagaimana tanah dan pasir terperas dari es yang meleleh. Dia juga
beranggapan bahwa api adalah udara yang dijernihkan. Oleh karenanya air,
tanah dan api tercipta dari udara. Pandangan filsafatnya tentang kejadian
alam ini sama dasarnya dengan pandangan gurunya. Ia mengajarkan bahwa
barang yang asal itu satu dan tidak berhingga.

4) Parmenides
Sejak sekitar 500 SM, ada sekelompok filosof dikoloni Yunani Elea di Italya
selatan. “orang-orang Elea” ini tertarik pada masalah ini. Yang paling penting
diantara filosof ini adalah Parmenides (kira-kira 540-480 SM). Parmenides
beranggapsn bahwa segala sesuatu yang ada pasti telah selalu ada.
Gagasan ini tidak asing bagi rakyat Yunani. Mereka menganggap sudah
selayaknya bahwa segala sesuatu yang ada didunia ini abadi. Tidak ada
sesuatu yang dapat muncul dari ketiadaan, dan tidak ada sesuatu yang
menjadi tiada, piker Parmenides. Namun Parmenides membawa gagasan itu
lebih jauh lagi. Dia beranggapan bahwa tidak ada yang disebut perubahan
actual, tidak ada sesuatu yang berbeda dari sebelumnya. Parmenides sadar
bahwa indranya melihat dunia ini selalu berubah, tapi dia lebih memilih akal
daripada indranya. Dia yakin bahwa indra-indra manusia memberikan
gambaran yang tidak tepat tentang dunia, suatu gambaran yang tidak sama
dengan gambaran akal manusia. Keyakinan yang tidak tergoyahkan pada
akal manusia disebut rasionalisme. Rasionalisme adalah seseorang yang
percaya bahwa akal manusia merupakan sumber utama pengetahuan
tentang dunia. Dalam masalah ini Parmenides mengemukakan dua
pandangan, yaitu : bahwa tidak ada sesuatu yang dapat berubah, dan bahwa
persepsi indra kita tidak dapat dipercaya.

5) Heraclitus
Rekan sezaman Parmenides adalah Heraclitus yang hidup kira-kira 540-480
SM. Dia berasal dari Ephesus di Asia kecil. Menurut Heraclitus, tidak ada
satupun hal di alam semesta ini yang bersifat tetap, semuanya mengalir dan
berada dalam proses ‘menjadi’. Ia terkenal dengan ucapannya panta rhei kai
uden menei yang berarti, "semuanya mengalir dan tidak ada sesuatu pun
yang tinggal tetap. Dia beranggapan bahwa perubahan terus menerus adalah
ciri alam yang paling mendasar. Dapat dikatakan, bahwa Heraclitus
mempunyai keyakinan yang lebih besar pada apa yang dilihatnya dari pada
yang dirasakannya. “segala sesuatu terus mengalir”, kata Heraclitus. Segala
sesuatu mengalamiperubahan terus-menerus dan selalu bergerak, tidak ada
yang menetap, karena itu kita ‘tidak dapat melompat di sungai yang sama’.
Heraclitus mengemukakan bahwa dunia itu dicirikan dengan adanya
kebalkan. Jika, kita tidak pernah sakit, maka kita tidak akan pernah tahu
seperti apa sehat itu, jia kita tidak pernah lapar kita tidak akan tahu
bagaimana rasanya kenyang, jika kita tidak pernah miskin, kita tidak akan
pernah tahu bagaimana kaya itu, dan lain sebagainya. Sebagaimana
Parmenides Heraclitus mengemukakan dua pandangan tentang alam ini,
yaitu: bahwa segala sesuatu berubah, dan bahwa persepsi indra kita dapat
dipercaya.

6) Empedocles
Mungkin, kedua filosof diatas saling bertentangan, akan tetapi disini,
Empedocles akan menengahi kedua pendapat yang saling bertentangan
tersebut. Empedocles adalah filosof dari Sicilia. Dia hidup kira-kira 490-430
SM. Empedocleslah yang menuntun kedua filosof tersebut Parmenides dan
Heraclitus keluar dari kekacauan yang telah mereka masuki itu.Dia
menganggap bahwa mereka benar dalam satu sisi, dan salah dalam sisi yang
lain. Ia mengajarkan bahwa alam ini pada mulanya satu yaitu disatukan oleh
cinta. Cinta merupakan kodrat yang membawa bersatu dan bercampur.
Tetapi alam yang satu tadi dipecah oleh benci yang mana benci membalikan
semua keadaan tersebut sehingga semua terpisah-pisah dan tidak ada yang
bercampur lagi. Dalam keadaan yang dikuasai oleh benci tersebut barang
satu-satunya pun tidak ada, yang ada hanyalah anasir yang empat yang tidak
bercampur sedikitpun juga. Air jelas tidak dapat berubah menjadi kupu-kupu
atau yang lain. Air murni akan selalu menjadi air. Maka, Parmenides benar
dengan keyakinannya, bahwa ‘tidak ada sesuatu yang berubah’. Namun,
pada saat yang sama dia membenarkan pendapatnya Heraclirus, bahwa kita
harus mempercayai apa yang ditangkap indra kita. Bahwa, ‘alam ini berubah’.
Empedocles menyimpulkan, bahwa gagasan mengenai zat dasar itulah yang
harus ditolak, baik air atau udara semata-mata tidak dapat berubah menjadi
kupu-kupu ataupun serumpun bunga mawar yang begitu cantik dan indah.
Sumber alam tidak mungkin hanya satu unsure saja. Empedocles yakin
bahwa alam ini terdiri dari empat unsur, yaitu tanah, air, api dan udara.
Semua proses alam terjadi karena bergabung atau terpisahnya empat unsur
tersebut.

Pengertian-pengertian tentang filsafat ilmu, telah banyak dijumpai dalam


berbagai buku maupun karangan ilmiah lainnya. Menurut The Liang Gie (1999),
filsafat ilmu adalah segenap pemikiran reflektif terhadap persoalan-persoalan
mengenai segala hal yang menyangkut landasan ilmu maupun hubungan ilmu dengan
segala segi dari kehidupan manusia. Filsafat ilmu merupakan suatu bidang
pengetahuan campuran yang eksistensi dan pemekarannya bergantung pada
hubungan timbal-balik dan saling pengaruh antara filsafat dan ilmu.

Sehubungan dengan pendapat tersebut serta sebagaimana pula yang telah


digambarkan pada bagian pendahuluan dari tulisan ini bahwa filsafat ilmu merupakan
penerusan pengembangan filsafat pengetahuan. Objek dari filsafat ilmu adalah ilmu
pengetahuan. Oleh karena itu setiap saat ilmu itu berubah mengikuti perkembangan
zaman dan keadaan tanpa meninggalkan pengetahuan lama. Pengetahuan lama
tersebut akan menjadi pijakan untuk mencari pengetahuan baru. Hal ini senada
dengan ungkapan dari Archie J.Bahm (1980) bahwa ilmu pengetahuan (sebagai teori)
adalah sesuatu yang selalu berubah.

Filsafat ilmu menurut Surajiyo (2010 : 45), merupakan cabang filsafat yang
membahas tentang ilmu. Tujuan filsafat ilmu adalah mengadakan analisis mengenai
ilmu pengetahuan dan cara bagaimana ilmu pengetahuan itu diperoleh. Jadi filsafat
ilmu adalah penyelidikan tentang ciri-ciri pengetahuan ilmiah dan cara
memperolehnya. Pokok perhatian filsafat ilmu adalah proses penyelidikan ilmiah itu
sendiri.

Dalam perkembangannya filsafat ilmu mengarahkan pandangannya pada


strategi pengembangan ilmu yang menyangkut etik dan heuristik. Bahkan sampai
pada dimensi kebudayaan untuk menangkap tidak saja kegunaan atau kemanfaatan
ilmu, tetapi juga arti maknanya bagi kehidupan manusia (Koento Wibisono dkk.,
1997).
Oleh karena itu, diperlukan perenungan kembali secara mendasar tentang
hakekat dari ilmu pengetahuan itu bahkan hingga implikasinya ke bidang-bidang
kajian lain seperti ilmu-ilmu kealaman. Dengan demikian setiap perenungan yang
mendasar, mau tidak mau mengantarkan kita untuk masuk kedalam kawasan filsafat.
Menurut Koento Wibisono (1984), filsafat dari sesuatu segi dapat didefinisikan
sebagai ilmu yang berusaha untuk memahami hakekat dari sesuatu “ada” yang
dijadikan objek sasarannya, sehingga filsafat ilmu pengetahuan yang merupakan
salah satu cabang filsafat dengan sendirinya merupakan ilmu yang berusaha untuk
memahami apakah hakekat ilmu pengetahuan itu sendiri.

Lebih lanjut Koento Wibisono (1984), mengemukakan bahwa hakekat ilmu


menyangkut masalah keyakinan ontologik, yaitu suatu keyakinan yang harus dipilih
oleh sang ilmuwan dalam menjawab pertanyaan tentang apakah “ada” (being, sein,
het zijn) itu. Inilah awal-mula sehingga seseorang akan memilih pandangan yang
idealistis-spiritualistis, materialistis, agnostisistis dan lain sebagainya, yang
implikasinya akan sangat menentukan dalam pemilihan epistemologi, yaitu cara-cara,
paradigma yang akan diambil dalam upaya menuju sasaran yang hendak
dijangkaunya, serta pemilihan aksiologi yaitu nilai-nilai, ukuran-ukuran mana yang
akan dipergunakan dalam seseorang mengembangkan ilmu.

Dengan memahami hakekat ilmu itu, menurut Poespoprodjo (dalam Koento


Wibisono, 1984), dapatlah dipahami bahwa perspektif-perspektif ilmu, kemungkinan-
kemungkinan pengembangannya, keterjalinannya antar ilmu, simplifikasi dan
artifisialitas ilmu dan lain sebagainya, yang vital bagi penggarapan ilmu itu sendiri.
Lebih dari itu, dikatakan bahwa dengan filsafat ilmu, kita akan didorong untuk
memahami kekuatan serta keterbatasan metodenya, prasuposisi ilmunya, logika
validasinya, struktur pemikiran ilmiah dalam konteks dengan realitas in conreto
sedemikian rupa sehingga seorang ilmuwan dapat terhindar dari kecongkakan serta
kerabunan intelektualnya.

Adapun tujuan mempelajari filsafat ilmu menurut Amsal Bakhtiar (2008:20)


adalah:

a) Mendalami unsur-unsur pokok ilmu sehingga secara menyeluruh kita dapat


memahami sumber, hakekat dan tujuan ilmu.
b) Memahami sejarah pertumbuhan, perkembangan dan kemajuan ilmudi
berbagai bidang sehingga kita dapat gambaran tentang proses ilmu
kontemporermsecara historis.
c) Menjadi pedoman untuk membedakan studi ilmiah dan non ilmiah.
d) Mempertegas bahwa persoalan antara ilmu dan agama tidak ada
pertentangan.

Bagi mahasiswa dan peneliti, tujuan mempelajari filsafat ilmu adalah :

1) Seseorang (peneliti, mahasiswa) dapat memahami persoalan ilmiah dengan


melihat ciri dan cara kerja setiap ilmu atau penelitian ilmiah dengan cermat
dan kritis.
2) Seseorang (peneliti, mahasiswa) dapat melakukan pencarian kebenaran
ilmiah dengan tepat dan benar dalam persoalan yang berkaitan dengan
ilmunya (ilmu budaya, ilmu kedokteran, ilmu teknik, ilmu keperawatan, ilmu
hukum, ilmu sosial, ilmu ekonomi dan sebagainya) tetapi juga persoalan yang
menyangkut seluruh kehidupan manusia, seperti: lingkungan hidup, peristiwa
sejarah, kehidupan sosial politik dan sebagainya.
3) Seseorang (peneliti, mahasiswa) dapat memahami bahwa terdapat dampak
kegiatan ilmiah (penelitian) yang berupa teknologi ilmu (misalnya alat yang
digunakan oleh bidang medis, teknik, komputer) dengan masyarakat yaitu
berupa tanggung jawab dan implikasi etis. Contoh dampak tersebut misalnya
masalaheuthanasia dalam dunia kedokteran masih sangat dilematis dan
problematik, penjebolan terhadap sistem sekuriti komputer, pemalsuan
terhadap hak atas kekayaaan intelektual (HAKI), plagiarisme dalam karya
ilmiah.

B. CABANG-CABANG ILMU PENGETAHUAN ALAM


1. Astronomi
Astronomi adalah cabang ilmu alam yang melibatkan pengamatan benda-
benda langit (seperti bintang, komet, planet dan galaxsi) serta fenomena-
fenomena alam yang terjadi diluar atmosfer bumi.
2. Biologi
Biologi atau ilmu hayat mempelajari aspek fisik kehidupan. Istilah ‘biologi’
dipinjam dari bahasa belanda biologie yang juga diturunkan dari bahasa
yunani, Bios (hidup) dan Logos (ilmu). Istilah ilmu hayat dipinjam dari bahasa
arab juga berarti ilmu kehidupan.
3. Ekologi
Ekologi ilmu yang mempelajari interaksi antara organisme dengan
lingkungannya dengan lain-lain. Ekologi diartikan sebagai ilmu yang
mempelajari baik interaksi antar mahluk hidup maupun antar mahluk hidup
dengan lingkungannnya.
4. Fisika
Fisika adalah sains atau ilmu tentang alam dalam makna yang terluas. Fisika
mempelajari gejala alam yang tidak hidup atau materi dalam lingkup ruang dan
waktu.
5. Geologi
Geologi adalah ilmu sains yang mempelajari bumi.
6. Kimia
Kimia adalah ilmu yang mempelajari mengenai komposisi struktur dan sifat zat
atau materi dari kala atom hingga molekul serta perubahan atau transformasi
serta interaksi mereka untuk membentuk materi yang ditemukan sehari-hari.
Kimia juga mempelajari pemahaman sifat dan interaksi atom individu dengan
tujuan untuk menerapkan pengetahuan tersebut pada tingkat makroskopik.

C. HUBUNGAN FILSAFAT ILMU DENGAN ILMU-ILMU LAIN

Filsafat adalah induk dari ilmu pengetahuan. Ilmu-ilmu khusus merupakan


bagian dari filsafat. Karena obyek filsafat sangat umum (seluruh kenyataan),
sedangkan ilmu membutuhkan obyek material yang khusus, mengakibatkan
berpisahnya ilmu dari filsafat (namun tidak berarti hubungannya putus). Ciri-ciri yang
dimilki oleh setiap ilmu, menimbulkan batas-batas yang tegas antar masing-masing
ilmu. Disinilah filsafat bertugas :

1) Berusaha menyatupadakan masing-masing ilmu


2) Mengatasi spesialisasi
3) Merumuskan pandangan yang didasarkan atas pengalaman manusia
4) Mengatur hasil-hasil berbagai ilmu khusus kedalam sesuatu pandangan
hidup dan pandangan dunia yang tersatupadukan (integral), komperhensif,
dan konsisten. Komprehensif dapat diartikan tidak ada satu bidang yang
berada di luar jangkuan filsafat, sedangkan konsisten dapat diartikan sebagai
uraian kefilsafatan yang tidak menyusun pendapat-pendapat yang saling
berkontradiksi.

Hubungan timbak balik antara ilmu dan filsafat, bahwa ilmu dapat menyediakan
bahan berupa fakta- fakta yang sangat penting bagi perkembangan ide filsafat,
sehingga sejalan dengan pengetahuan ilmiah.

Filsafat ilmu secara kritis menganalisis konsep-konsep dasar dan memeriksa


asumsi-asumsi dari ilmu- ilmu untuk memperoleh arti validitasnya, sehingga hasil
yang dicapai mempunyai landasan yang kuat. Meskipun secara historis antara ilmu
dan filsafat pernah merupakan suatu kesatuan, namun dalam perkembangannya
mengalami divergensi, dimana dominasi ilmu lebih kuat mempengaruhi pemikiran
manusia, kondisi ini mendorong pada upaya untuk memposisikan ke duanya secara
tepat sesuai dengan batas wilayahnya masing-masing, bukan untuk mengisolasinya
melainkan untuk lebih jernih melihat hubungan keduanya dalam konteks lebih
memahami khazanah intelektuan manusia.

Harold H. Titus mengakui kesulitan untuk menyatakan secara tegas dan ringkas
mengenai hubungan antara ilmu dan filsafat, karena terdapat persamaan sekaligus
perbedaan antara ilmu dan filsafat, disamping dikalangan ilmuwan sendiri terdapat
perbedaan pandangan dalam hal sifat dan keterbatasan ilmu, dimikian juga
dikalangan filsuf terdapat perbedaan pandangan dalam memberikan makna dan
tugas filsafat.

Adapaun persamaan (lebih tepatnya persesuaian) antara ilmu dan filsafat adalah
bahwa keduanya menggunakan berfikir reflektif dalam upaya menghadapi/memahami
fakta-fakta dunia dan kehidupan, terhadap hal-hal tersebut baik filsafat maupun ilmu
bersikap kritis, berfikiran terbuka serta sangat konsern pada kebenaran, disamping
perhatiannya pada pengetahuan yang terorganisisr dan sistematis.

Sementara itu perbedaan filsafat dengan ilmu lebih berkaitan dengan titik tekan,
dimana ilmu mengkaji bidang yang terbatas, ilmu lebih bersifat analitis dan deskriptif
dalam pendekatannya, ilmu menggunakan observasi, eksperimen dan klasifikasi data
pengalaman indra serta berupaya untuk menemukan hukum-hukum atas gejala-
gejala tersebut, sedangkan filsafat berupaya mengkaji pengalaman secara
menyeluruh sehingga lebih bersifat inklusif dan mencakup hal-hal umum dalam
berbagai bidang pengalaman manusia, filsafat lebih bersifat sintetis dan sinoptis dan
kalaupun analitis maka analisanya memasuki dimensi kehidupan secara menyeluruh
dan utuh, filsafat lebih tertarik pada pertanyaan kenapa dan bagaimana dalam
mempertanyakan masalah hubungan antara fakta khusus dengan skema masalah
yang lebih luas, filsafat juga mengkaji hubungan antara temuan-temuan ilmu dengan
klaim agama, moral serta seni.

Dengan memperhatikan ungkapan diatas nampak bahwa filsafat mempunyai


batasan yang lebih luas dan menyeluruh ketimbang ilmu, ini berarti bahwa apa yang
sudah tidak bisa dijawab oleh ilmu, maka filsafat berupaya mencari jawabannya,
bahkan ilmu itu sendiri bisa dipertanyakan atau dijadikan objek kajian filsafat (Filsafat
Ilmu), namun demikian filsafat dan ilmu mempunyai kesamaan dalam menghadapi
objek kajiannya yakni berfikir reflektif dan sistematis, meski dengan titik tekan
pendekatan yang berbeda.

Hubungan filsafat dengan ilmu pengetahuan dapat dirumuskan sebagai berikut:

1) Filsafat mempunyai objek yang lebih luas, sifatnya universal, sedangkan


ilmu-ilmu pengetahuan objeknya terbatas, khusus lapangannya saja.
2) Filsafat hendak memberikan pengetahuan, insight/pemahaman lebih dalam
dengan menunjukan sebab-sebab yang terakhir, sedangkan ilmu
pengetahuan juga menunjukkan sebab-sebab tetapi yang tak begitu
mendalam.

Filsafat ilmu merupakan telaah kefilsafatan yang ingin menjawab pertanyaan


mengenai hakekat ilmu (Benny Irawan, 2011:49). Filsafat ilmu bertujuan mengadakan
analisis mengenai ilmu pengetahuan dan cara bagaimana ilmu pengetahuan itu
diperoleh. Jadi filsafat ilmu adalah penyelidikan tentang ciri-ciri pengetahuan ilmiah
dan cara memperolehnya. Sebaliknya realita seperti pengalaman pendidik menjadi
masukan dan pertimbangan bagi filsafat ilmu untuk mengembangkan pemikiran
pendidikan. Hubungan fungsional antara filsafat ilmu dengan pendidikan dapat
dirumuskan sebagai berikut :
1) Filsafat ilmu, merupakan satu cara pendekatan yang dipakai dalam
memecahkan problematika pengembangan ilmu pendidikan dan menyusun
teori-teori pendidikan oleh para ahli.
2) Filsafat ilmu, berfungsi memberi arah bagi pengembangan teori pendidikan
yang telah ada dan memilki relevansi dengan kehidupan yang nyata.
3) Filsafat ilmu dan pendidikan mempunyai hubungan saling melengkapi, yang
dapat bermakna bahwa realita pendidikan dapat mengembangkan filsafat
ilmu, dan filsafat ilmu itu sendiri dapat membantu realita perkembangan
pendidikan.
BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
Filsafat ilmu merupakan cabang filsafat yang membahas tentang ilmu. Tujuan
filsafat ilmu adalah mengadakan analisis mengenai ilmu pengetahuan dan cara
bagaimana ilmu pengetahuan itu diperoleh. Jadi filsafat ilmu adalah penyelidikan
tentang ciri-ciri pengetahuan ilmiah dan cara memperolehnya. Pokok perhatian
filsafat ilmu adalah proses penyelidikan ilmiah itu sendiri.
Tujuan mempelajari filsafat ilmu pada dasarnya adalah untuk memahami
persoalan ilmiah dengan melihat ciri dan cara kerja setiap ilmu atau penelitian ilmiah
dengan cermat dan kritis.
Hubungan filsafat dengan ilmu pengetahuan lain adalah bahwa Filsafat
mempunyai objek yang lebih luas, sifatnya universal, sedangkan ilmu-ilmu
pengetahuan objeknya terbatas, khusus lapangannya saja. Selain itu Filsafat hendak
memberikan pengetahuan, insight/pemahaman lebih dalam dengan menunjukan
sebab-sebab yang terakhir, sedangkan ilmu pengetahuan juga menunjukkan sebab-
sebab tetapi yang tak begitu mendalam.
Keberadaan manusia di dunia sesuunguhnya sebagai mahluk yang diciptakan
Allah SWT yang diberi kemampuan untuk berpikir (akal), sedangkan tujuan akhir
hidup manusia menurut Islam adalah mendapatkan kebahagiaan hakiki. Sebagai
mahluk yang berpikir (memiliki akal) itulah yang menyebabkan manusia berfilsafat.
Filsafat dapat dimaknai sebagai ilmu pengetahuan yang berupaya mengkaji
tentang masalah-masalah yang muncul dan berkenaan dengan segala sesuatu, baik
yang sifatnya materi maupun immateri secara sungguh-sungguh guna menemukan
hakikat sesuatu yang sebenarnya, mencari prinsip-prinsip kebenaran, serta berpikir
secara rasional-logis, mendalam dan bebas, sehingga dapat dimanfaatkan untuk
membantu menyelesaikan masalah-masalah dalam kehidupan manusia. Sedangkan
ilmu dapat dimaknai sebagai suatu metode berpikir secara obyektif dalam
menggambarkan dan memberi makna terhadap dunia fuktual dan berprinsip untuk
mengorganisasikan dan mensistematisasikan common sense.
Sedangkan Filsafat pendidikan dapat dimaknai sebagi upaya menerapkan
kaidah-kaidah berpikir filsafat dalam ragam pencarian solusi berbagai ragam problem
kependidikan yang akan melahirkan pemikiran utuh tentang pendidikan yang tentunya
merupakan langkah penting dalam menemukan teori-teori tentang pendidikan.
Antara filsafat ilmu, dengan pendidkan dan dengan filsafat pendidikan memimiliki
hubungan yang saling melengkapi. Filsafat ilmu dapat membantu perkembangan
pendidikan dan filsafat pendidikan. Di lain pihak, perkembangan pendidikan dan
filsafat pendidikan dapat membantu perkembangan filsafat ilmu.
Manusia dalam pandangan Antropologi terbentuk dari satu sel sederhana yang
mengalami perubahan secara bertahap dengan waktu yang sangat lama (evolusi).
Konsep manusia dalam Sosiologi adalah mahluk sosial, yakni mahluk yang tidak
dapat hidup tanpa bantu orang lain.
Konsep Manusia menurut ilmu pendidikan adalah individu yang memiliki
kemampuan dalam dirinya (bakat/potensi), tetapi potensi itu hanya dapat
berkembang jika ada pengarahan pembinaan serta bimbingan dari luar
(lingkungan).
Manusia menurut pandangan filsafat ilmu, dapat dilihat dari teori descendensi
dan Metafisika :
a) Menurut teori descendensi: 1) manusia sejajar dengan hewan berdasarkan
sebab mekanis; 2) Keistimewaan ruhaniyah manusia dibandingkan dengan
hewan terlihat dalam kenyataan bahwa manusia adalah makhluk yang
berpikir, berpolitik, mempunyai kebebasan/kemerdekaan, memiliki sadar diri,
mempunyai norma, tukang bertanya atau tegasnya manusia adalah makhluk
berbudaya.
b) Menurut Metafisika. Asal manusia dari suatu yang ada dan tak bergantung
dari yang lain. Hakikat manusia ialah dari ruh yang ditiupkan oleh Tuhan.
Artinya manusia tersusun dari zat yang ada dengan diberikannya ruh oleh
Tuhan sehingga menyebabkan manusia dapat hidup. Manusia mempunyai
fisik yaitu jasadnya. Selain jasad manusia juga mempunyai ruh atau yang
tidak dapat ditangkap oleh panca indera yakni berhubungan dengan jiwa
mencakup ingatan, gagasan, imajinasi, kemauan, perasaan dan
penghayatan.
Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki segala sesuatu yang ada
secara mendalam dengan menggunakan akal sampai pada hakikatnya.
(Surajiyo,2010:4).
Pengetahuan adalah informasi atau maklumat yang diketahui atau disadari oleh
seseorang.
Ilmu pada dasarnya merupakan kumpulan pengetahuan atau sistem yang
bersifat menjelaskan berbagai gejala alam yang memungkinkan manusia melakukan
serangkaian tindakan untuk menguasai gejala tersebut berdasarkkan penjelasan yang
ada dengan metode tertentu.
Filsafat ilmu adalah segenap pemikiran reflektif terhadap persoalan-persoalan
mengenai segala hal yang menyangkut landasan ilmu maupun hubungan ilmu dengan
segala segi dari kehidupan manusia (The Liang Gie,1999).

B. Saran
Dengan mengetahui pengertian filsafat ilmu alam maka diharapkan dapat
membantu para pembaca maupun penulis untuk terus belajar mengenai hakikat ilmu,
pengetahuan serta macam-macam cabang ilmu pengetahuan alam.
Daftar Pustaka

Amsal Bakhtiar. 2008. Filsafat Ilmu (edisi revisi). Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada.

Frondizi, Resieri. 2001. Pengantar Filsafat Nilai (Terjemahan oleh: Cuk Ananto
Wijaya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Gandhi, Teguh Wangsa. 2011. Filsafat Pendidikan: Madzab-Madzab Filsafat
Pendidikan. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.
Jalaluddin & Idi, Abdullah. 2007. Filsafat Pendidikan: Manusia, Filsafat, dan
Pendidikan. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media Group.
Knight, George R. 2007. Filsafat Pendidikan (Terjemahan oleh: Mahmud Arif).
Yogyakarta: Gama Media.
Muhmidayeli. 2011. Filsafat Pendidikan. Bandung: Refika Aditama.
Muslih, Muhammad. 2005. Filsafat Umum: Dalam Pemahaman Praktis.
Yogyakarta: Belukar.
Salam, Burhanuddin . 2005. Pengantar Filsafat. Jakarta: Bumi Aksara.
Suhartono, Suparlan. 2007. Filsafat Pendidikan. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media
Group.
Supriyanto, S. 2003. Filsafat Ilmu. Administrasi dan Kebijakan Kesehatan
Masyarakat. Universitas Airlangga. Surabaya.
Surajiyo . 2010. Filsafat Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia. Jakarta: Bumi
Aksara.

Anda mungkin juga menyukai