1. Identitas rujukan
2. Tema : Pemerintahan
4. Kerangka
5. Pengembangan
Banyak orang mengartikan demokrasi sebagai suatu pemerintahan yang kuasanya berada di tang
an rakyat.
Mereka beranggapan bahwa rakyat bertindak semaunya karena kuasa terletak di tangan mereka.
Pada dasarnya, demokrasi memiliki art pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.
Jadi, kuasa mutlak di tangan rakyat, tapi ada cara-
cara tertentu dalam menyampaikan aspirasi tersebut.
Setiap orang menafsirkan demokrasi sebagai bentuk pemerintahan terakhir yang menggambarka
n kebebasan semata yang terkadang menghilangkan etika normatif.
Apabila terjadi kesalahan, maka mereka tidak peduli karena mereka menganggap bahwa ini adal
ah negara demokrasi yang memberi kebebasan pada rakyatnya (Nofiadri, 2009).
Selanjutnya, ditambahkan pula oleh Nofiadri bahwa demokrasi sebagai obat yang menjadi racun
di dalam otak pemahaman banyak orang. Sehingga bisa membuat salah kaprah dalam penerapan
demokrasi yang sesungguhnya.
Hal itu tampak pada slogan negara tersebut, yaitu “We offer you freedom and give you democrac
y”.
Mereka menganggap bahwa negara mereka adalah negara adikuasa, sehingga mereka memberika
n kebebasan di negara berkembang dan akhirnya diikuti oleh masyarakat.
Misalnya, selalu mengadakan demo jika ada kebijakan pemerintah yang tidak dikehendaki.
Jika demokrasi dikaitkan dengan kesejahteraan bangsa, korupsi merupakan hal yang paling krusi
al mempengaruhi demokrasi (Turmudzi, 2006).
Kini korupsi tidak hanya di lingkungan pemerintah saja, tetapi juga lembaga-lembaga lain.
Maksudnya, setelah mereka mencalonkan diri sebagai anggota pemerintahan, sudah banyak mod
al yang mereka keluarkan untuk mendukung kelancaran pencalonan tersebut.
Akibat dari korupsi itu berimbas kepada masyarakat karena uang negara yang seharusnya untuk
masyarakat digunakan untuk kepentingan pribadi.
Negara yang korupsi memilki tiga ciri. Pertama, negara hukum yang tidak menegakkan hukum.
Jadi, keadilan hanya bersifat pesanan, oleh siapa hukum itu digunakan dan akhirnya uang yang b
erkuasa. Kedua, negara yang aparaturnya korup.
Kini aparatur negara bekerja tidak sesuai dengan birokrasi karena sistem birokrasi berubah bentu
k menjadi biro jasa yang selalu memerlukan biaya.
Ketiga, adanya pemimpin fobia, artinya pemimpin tersebut takut mengambil keputusan.
Mereka takut jika keputusannya memiliki dampak negatif pada dirinya tanpa memikirkan kepent
ingan umum (Zaluchu, 2009).
Ida (2009) berpendapat mengenai hubungan demokrasi dan korupsi sebagai berikut.
Demokrasi ternyata membuka ruang lebar bagi para koruptor untuk mengeksploitasi sumber-
sumber yang tersedia dalam brankas negara yang selalu terkait dengan praktik politik biaya tingg
i.
Peran politisi yang demikian dominan tidak hanya bermain di arena pengambilan kebijakan, mel
ainkan juga di jajaran eksekutif, tampaknya menjadi problem krusial dalam upaya pemberantasa
n korupsi di Negara ini.
Jadi, hubungan antara demokrasi dan korupsi tidak bisa dipisahkan karena pada akhirnya demokr
asi mencetak adanya korupsi. Pada pemilihan anggota pemerintahan yang berkeinginan untuk bal
ik modal.
Namun, hal itu tidak bisa disamaratakan karena tergantung pada sifat pribadi masing-masing.