Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

Konjungtivitis adalah peradangan selaput bening yang menutupi bagian putih


mata dan bagian dalam kelopak mata. Peradangan tersebut menyebabkan timbulnya
berbagai macam gejala, salah satunya adalah mata merah. Konjungtivitis disebabkan
oleh berbagai hal diantaranya disebabkan oleh alergi.1

Konjungtivitis alergi merupkan salah satu bagian yang paling umum dari
konjungtivitis. Dari National Health dan Nutrition Examination Survey didapatkan
yang menderita konjungtivitis alergi dari 6,4% sampai 29,7% dari 20.010 pasien
yang dilaporkan mengalami gejala okular dan kombinasi okular dengan gejala pada
hidung. 40% dari populasi dilaporkan setidaknya mengalami 1 gejala okular dalam 12
bulan terakhir.2,3,4
Keratokonjungtivitis atopik terutama terjadi antara akhir tahun remaja sampai
dekade kelima kehidupan. Hal ini berulang dan tidak berhubungan dengan musiman.
95% kasus dermatitis atopik 87 % kasus asma. 2,3,4
Keratokonjungtivitis vernal terjadi pada perubahan musim. Sering terjadi pada
laki-laki pra remaja usia 5-20 tahun dengan kejadian puncak usia 11-13 tahun. Laki-
laki dua kali lebih sering terkena dari pada perempuan. 2,3,4

KKS Ilmu Mata RSUD SIAK Page 1


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi dan fisiologi konjungtiva

Konjungtiva adalah membran mukosa yang transparan dan tipis yang


membungkus permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva palpebralis) dan
permukaan anterior sklera (konjungtiva bulbaris). Konjungtiva bersambungan
dengan kulit pada tepi kelopak (persambungan mukokutan) dan dengan epitel
kornea limbus.1,5
Konjungtiva mengandung kelenjar musin yang dihasilkan oleh sel goblet.
Musin bersifat membasahi bola mata terutama kornea.1,5
Konjungtiva terdiri atas tiga bagian, yaitu :
 Konjungtiva tarsal yang menutupi tarsus, konjungtiva tarsal sukar
digerakkan dari tarsus.
 Konjungtiva bulbi menutupi sklera dan mudah digerakkan dari sklera di
bawahnya.
 Konjungtiva fornises atau forniks konjungtiva yang merupakan tempat
peralihan konjungtiva tarsal dengan konjungtiva bulbi.
Konjungtiva bulbi dan forniks berhubungan dengan sangat longgar dengan
jaringan di bawahnya sehingga bola mata mudah bergerak.1,5

KKS Ilmu Mata RSUD SIAK Page 2


Gambar 1. Anatomi Konjungtiva

Secara histologis, konjungtiva terdiri atas lapisan :


 Lapisan epitel konjungtiva, terdiri dari dua hingga lima lapisan sel epitel
silinder bertingkat, superficial dan basal. Lapisan epitel konjungtiva di
dekat limbus, di atas karankula, dan di dekat persambungan mukokutan
pada tepi kelopak mata terdiri dari sel-sel epitel skuamosa.
 Sel-sel epitel supercial, mengandung sel-sel goblet bulat atau oval yang
mensekresi mukus. Mukus mendorong inti sel goblet ke tepi dan
diperlukan untuk dispersi lapisan air mata secara merata diseluruh
prekornea. Sel-sel epitel basal berwarna lebih pekat daripada sel-sel
superficial dan di dekat limbus dapat mengandung pigmen.
 Stroma konjungtiva, dibagi menjadi :
 Lapisan adenoid (superficial)
Lapisan adenoid mengandung jaringan limfoid dan dibeberapa tempat
dapat mengandung struktur semacam folikel tanpa sentrum
germinativum. Lapisan adenoid tidak berkembang sampai setelah bayi
berumur 2 atau 3 bulan. Hal ini menjelaskan mengapa konjungtivitis

KKS Ilmu Mata RSUD SIAK Page 3


inklusi pada neonatus bersifat papiler bukan folikuler dan mengapa
kemudian menjadi folikuler.
 Lapisan fibrosa (profundus)
Lapisan fibrosa tersusun dari jaringan penyambung yang melekat pada
lempeng tarsus. Hal ini menjelaskan gambaran reksi papiler pada
radang konjungitiva. Lapisan fibrosa tersusun longgar pada bola mata.
 Kelenjar air mata asesori (kelenjar Krause dan wolfring), yang struktur dan
fungsinya mirip kelenjar lakrimal, terletak di dalam stroma. Sebagian besar
kelenjar krause berada di forniks atas, dan sedikit ada di forniks bawah.
Kelenjar wolfring terletak ditepi atas tarsus atas.1,5

2.2. Definisi konjungtivitis alergi

Konjungtivitis adalah peradangan pada selaput bening yang menutupi bagian


putih mata dan bagian dalam kelopak mata. Peradangan tersebut menyebabkan
timbulnya berbagai macam gejala, salah satunya adalah mata merah. Penyakit ini
bervariasi mulai dari hyperemia ringan dengan mata berair sampai konjungtivitis
berat dengan banyak sekret purulen kental. Konjungtivitis dapat disebabkan oleh
virus, bakteri, alergi, atau kontak dengan benda asing, misalnya kontak lensa.1,3,4
Salah satu bentuk konjungtivitis adalah konjungtivitis alergi. Konjungtivitis
alergi adalah peradangan konjungtiva yang disebabkan oleh reaksi alergi atau
hipersensitivitas tipe humoral ataupun sellular. Konjungtiva sepuluh kali lebih sensitif
terhadap alergen dibandingkan dengan kulit.1,3,4

2.3. Etiologi

Konjungtivitis alergi dapat disebabkan oleh berbagai hal seperti :1,4


a. reaksi alergi terhadap debu, rumput, jamur, serbuk sari, bulu binatang,
perubahan musim
b. iritasi oleh angin, debu, asap, dan polusi udara

KKS Ilmu Mata RSUD SIAK Page 4


c. pemakaian lensa kontak terutama dalam jangka panjang.

2.4. Patofisiologi konjungtivitis alergi secara umum

Konjungtivitis terjadi karena kerusakan jaringan akibat masuknya benda asing


ke dalam konjunctiva akan memicu suatu kompleks kejadian yang dinamakan respon
radang atau inflamasi. Tanda-tanda terjadinya inflamasi pada umumnya adalah kalor
(panas), dolor (nyeri), rubor (merah), tumor (bengkak) dan fungsiolesa. Masuknya
benda asing ke dalam konjungtiva tersebut pertama kali akan di respon oleh tubuh
dengan mengeluarkan air mata. Air mata diproduksi oleh Apartus Lakrimalis,
berfungsi melapisi permukaan konjungtiva dan kornea sebagai tear film. Fungsi air
mata:1,2,3

1. Menghaluskan permukaan kornea


2. Memberi nutrisi pada kornea
3. Anti bakteri
4. Perlindungan mekanik terhadap benda asing
5. Lapisan Akuos (berada di tengah)

Terjadinya suatu peradangan pada konjungtiva juga akan menyebabkan


vasokonstriksi segera pada area setempat, peningkatan aliran darah ke lokasi
(vasodilatasi) dalam hal ini adalah a. ciliaris anterior dan a. palpebralis sehingga mata
terlihat menjadi lebih merah, terjadi penurunan velocity aliran darah ke lokasi radang
(leukosit melambat dan menempel di endotel vaskuler), terjadi peningkatan adhesi
endotel pembuluh darah (leukosit dapat terikat pada endotel pembuluh darah), terjadi
peningkatan permeabilitas vaskuler (cairan masuk ke jaringan), fagosit masuk
jaringan (melalui peningkatan marginasi dan ekstravasasi), pembuluh darah
membawa darah membanjiri jaringan kapiler jaringan memerah (RUBOR) dan
memanas (KALOR), peningkatan permeabilitas kapiler, masuknya cairan dan sel dari
kapiler ke jaringan terjadi akumulasi cairan (eksudat) dan bengkak (edema),

KKS Ilmu Mata RSUD SIAK Page 5


peningkatan permeabilitas kapiler, penurunan velocity darah dan peningkatan adhesi,
dan migrasi leukosit (terutama fagosit) dari kapiler ke jaringan.1,2,3

Inflamasi diawali oleh kompleks interaksi mediator-mediator kimiawi yakni:1,2,3

1. Histamin
Dilepaskan oleh sel merangsang vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas
kapiler.
2. Lekotrin
Dihasilkan dari membran sel meningkatkan kontraksi otot polos mendorong
kemotaksis untuk netrofil.
3. Prostaglandin
Dihasilkan dari membran sel meningkatkan vasodilatasi, permeabilitas vaskuler
mendorong kemotaksis untuk neutrofil.
4. Platelet aggregating factors
Menyebabkan agregasi platelet mendorong kemotaksis untuk neutrofil.
5. Kemokin
Dihasilkan oleh sel pengatur lalu lintas lekosit di lokasi inflamasi) beberapa
macam kemokin: IL-8 (interleukin-8), RANTES (regulated upon activation
normal T cell expressed and secreted), MCP (monocyte chemoattractant
protein).
6. Sitokin
Dihasilkan oleh sel-sel fagosit di lokasi inflamasi pirogen endogen yang
memicu demam melalui hipotalamus, memicu produksi protein fase akut oleh
hati, memicu peningkatan hematopoiesis oleh sumsum tulang  leukositosis
beberapa macam sitokin yaitu: IL-1 (interleukin-1), IL-6 (interleukin-6), TNF-a
(tumor necrosis factor alpha).
7. Mediator lain (dihasilkan akibat proses fagositosis).
Beberapa mediator lain: nitrat oksida, peroksida dan oksigen radikal. Oksigen
dan nitrogen merupakan intermediat yang sangat toksik untuk mikroorganisme.

KKS Ilmu Mata RSUD SIAK Page 6


Biasanya penyakit ini dapat sembuh dengan sendirinya (self limiting disease), hal ini
disebabkan oleh faktor-faktor :1,2,3

1. Konjungtiva selalu dilapisi oleh tears film yang mengandung zat-zat anti
mikrobial
2. Stroma konjungtiva pada lapisan adenoid mengandung banyak kelenjar limfoid
3. Epitel konjungtiva terus menerus diganti
4. Temperatur yang relatif rendah karena penguapan air mata, sehingga
perkembangbiakan mikroorganisme terhambat
5. Penggelontoran mikroorganisme oleh aliran air mata
6. Mikroorganisme tertangkap oleh mukous konjungtiva hasil sekresi sel-sel
goblet kemudian akan digelontor oleh aliran air mata

Pada konjungtivitis alergi dapat berupa reaksi hipersensitivitas tipe 1 (tipe


cepat) yang berlaku apabila individu yang sudah tersentisisasi sebelumnya berkontak
dengan antigen yang spesifik. Respon alergi pada mata merupakan suatu rangkaian
peristiwa yang dikoordinasi oleh sel mast. Beta chemokins seperti eotaxin dan MIP-
alpha diduga memulai aktifasi sel mast pada permukaan mata. Ketika terdapat suatu
alergen, akan terjadi sensitisasi yang akan mempersiapkan sistem tubuh untuk
memproduksi respon antigen spesifik. Sel T yang berdiferensisasi menjadi sel TH2
akan melepaskan sitokin yang akan merangsang produksi antigen spesifik
imunoglobulin E (IgE). IgE akan berikatan dengan IgE reseptor pada permukaan sel
mast. Kemudian smemicu pelepasan sitokin, prostaglandin dan platelet activating
factor. Sel mast menyebabkan peradangan dan gejala-gejala alergi yang diaktivasi
oleh sel inflamasi. Ketika histamin dilepaskan oleh sel mast. Histamin akan berikatan
dengan reseptor H1 pada ujung saraf dan menyebabkan gejala pada mata berupa
gatal. Histamin juga akan akan berikatan dengan reseptor H1 dan H2 pada pembuluh
darah konjungtiva dan menyebabkan vasodlatasi. Sitokin yang dipicu oleh sel mast
seperti chemokin, interleukin IL-8 terlibat dalam memicu netrofil.Sitokin TH2 seperti

KKS Ilmu Mata RSUD SIAK Page 7


IL-5 akan memicu eosinofil dan IL-4, IL-6,IL-13 yang akan memicu peningkatan
sensitivitas.1,2,3

Musiman dan perennial konjungtivitis alergi

Merupakan respon alergi pada konjungtivitis karena alergen. Alergen menyebabkan


cross-linkage IgE yang terikat membran yang menyebabkan sel mast mengalami
degranulasi. Hal ini menyebabkan pelepasan dan kaskade mediator alergi dan
inflamasi, seperti histamin.4

Keratokonjungtivitis vernal dan keratokonjungtivitis atopik

Mekanisme patofisiologinya tidak begitu dimengerti. Tetapi, bukti menunjukan


adanya keterlibatan berbagai sel di konjungtiva, khususnya eosinofil, fibroblast, sel
epitel, sel mast, dan limfosit TH2. Alergen mengaktifkan mengaktifkan berbagai sel
dan menyebabkan terjadinya respon inflamasi. 4

Konjungtivitis giant papilar

Hal ini merupakan alergi okular, melainkan iritasi mekanis yang berulang, sering
disebabkan karena kontak lens dan diperburuk dengan alergi yang terjadi bersamaan.4

2.5. Manifestasi klinik dan pemeriksaan penunjang konjungtivitis alergi secara


umum

Gejala utama penyakit alergi ini adalah radang (merah, sakit, bengkak, dan
panas), gatal, silau berulang dan menahun. Tanda karakteristik lainnya adalah
terdapatnya papil besar pada konjungtiva, injeksi konjungtiva, datang bermusim,
yang dapat mengganggu penglihatan. Walaupun penyaki alergi konjungtiva sering
sembuh sendiri akan tetapi dapat memberikan keluhan yang memerlukan pengobatan.
Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan sel eosinofil, sel plasma, limfosit, dan
basofil yang meningkat. Dapat juga dilakukan pemeriksaan tes alergi untuk
mengetahui penyebab dari alerginya itu sendiri.1,2

KKS Ilmu Mata RSUD SIAK Page 8


2.6. Klasifikasi konjungtivitis alergi

Konjungtivitis alergi merupakan reaksi antibody humoral yang dimediasi oleh


IgE terhadap alergen, biasanya terjadi pada individu dengan riwayat atopi. Semua
gejala pada konjungtiva akibat dari konjungtiva bersifat rentan terhadap benda
asing.1,2,3

Klasifikasi:4

 - Vernal  pada musim semi


- Atopik  bentuk alergi dan hipersensitivitas reaksi
- Perennial  kronis, sepanjang tahun
 a. Tanpa keterlibatan kornea

- Gejala durasi sampai 24 jam  konjungtivitis alergi akut

- Gejala yang terjadi selama satu musim  Seasonal Allergic


Conjungtivitis (SAC)

- Gejala yang terjadi disemua musim  Perennial Allergic Conjunctivitis


(PAC)

b. Dengan keterlibatan kornea


- Vernal Keratoconjungtivitis (VKC)
- Atopik Keratoconjungtivitis (AKC)

Terdapat beberapa jenis konjungtivitis yakni konjungtivitis demam jerami,


keratokonjungivitis atopik, konjungtivitis musiman, vernal konjungtivitis, Giant
papilary konjungtivitis dan konjungtivitis flikten. Konjungtivitis dapat

KKS Ilmu Mata RSUD SIAK Page 9


diklasifikasikan berdasarkan waktu terjadinya yakni konjungtivitis yang bersifat akut
yakni konjungtivitis alergi musiman dan konjungtivitis parennial sedangkan
konjungtivitis kronis yakni keratokonjungtivitis vernal dan keratokonjungtivitis
atopik.1,2,3

a. Konjungtivitis hay fever (konjungtivitis demam jerami/konjungtivitis


simpleks)

Konjungtiva adalah permukaan mukosa yang sama dengan mukosa


nasal. Oleh karena itu, allergen yang bisa mencetuskan rhinitis allergi juga
dapat menyebabkan konjuntivitis alergi. Alergen airborne seperti serbuk sari,
rumput, bulu hewan dan lain-lain dapat memprovokasi terjadinya gejala pada
serangan akut konjuntivitis alergi. 1,2,3
Perbedaan konjungtivitis alergi sesonal dan perennial adalah waktu
timbulnya gejala. Gejala pada individu dengan konjungtivitis alergi seasonal
timbul pada waktu tertentu seperti pada musim bunga di mana serbuk sari
merupakan allergen utama. Pada musim panas, allergen yang dominan adalah
rumput dan pada musim dingin tidak ada gejala karena menurunnya tranmisi
allergen airborne. Sedangkan individu dengan konjungtivitis alergi perennial
akan menunjukkan gejala sepanjang tahun. Alergen utama yang berperan
adalah debu rumah, asap rokok, dan bulu hewan. 1,2,3
Gambaran patologi pada konjunktivitis hay fever berupa: 1,2,3
1) respon vascular di mana terjadi vasodilatasi dan meningkatnya
permeabilitas pembuluh darah yang menyebabkan terjadinya eksudasi.
2) respon seluler berupa infiltrasi konjungtiva dan eksudasi eosinofil, sel
plasma dan mediator lain.
3) respon konjungtiva berupa pembengkakan konjungtiva, diikuti dengan
meningkatnya pembentukan jaringan ikat.

b. Konjungtivitis vernal

KKS Ilmu Mata RSUD SIAK Page 10


Konjungtivitis vernal adalah peradangan konjungtiva bilateral dan
berulang (recurrence) yang khas, dan merupakan suatu reaksi alergi.
Penyakit ini juga dikenal sebagai “konjungtivitis musiman” atau
“konjungtivitis musim kemarau”. Sering terdapat pada musim panas di
negeri dengan empat musim, atau sepanjang tahun di negeri tropis
(panas).1,2,3

Etiologi dan Predisposisi


Konjungtivitis vernal terjadi akibat reaksi hipersensitivitas tipe I
yang mengenai kedua mata, sering terjadi pada orang dengan riwayat
keluarga yang kuat alergi. 1,2,3
Mengenai pasien usia muda 3-25 tahun dan kedua jenis kelamin
sama. Biasanya pada laki-laki mulai pada usia dibawah 10 tahun. Penderita
konjungtivitis vernal sering menunjukkan gejala-gejala alergi terhadap
tepung sari rumput-rumputan. 1,2,3
Reaksi hipersentsitivitas memiliki 4 tipe reaksi seperti berikut: 1,2,3
Tipe I : Reaksi Anafilaksi
Di sini antigen atau alergen bebas akan bereaksi dengan antibodi,
dalam hal ini IgE yang terikat pada sel mast atau sel basofil dengan akibat
terlepasnya histamin. Keadaan ini menimbulkan reaksi tipe cepat.

Tipe II : reaksi sitotoksik


Di sini antigen terikat pada sel sasaran. Antibodi dalam hal ini IgE
dan IgM dengan adanya komplemen akan diberikan dengan antigen,
sehingga dapat mengakibatkan hancurnya sel tersebut. Reaksi ini
merupakan reaksi yang cepat menurut Smolin (1986), reaksi allografi dan
ulkus Mooren merupakan reaksi jenis ini.

KKS Ilmu Mata RSUD SIAK Page 11


Tipe III : reaksi imun kompleks
Di sini antibodi berikatan dengan antigen dan komplemen membentuk
kompleks imun. Keadaan ini menimbulkan neurotrophichemotactic factor
yang dapat menyebabkan terjadinya peradangan atau kerusakan lokal. Pada
umumnya terjadi pada pembuluh darah kecil. Pengejawantahannya di kornea
dapat berupa keratitis herpes simpleks, keratitis karena bakteri.(stafilokok,
pseudomonas) dan jamur. Reaksi demikian juga terjadi pada keratitis Herpes
simpleks.
Tipe IV : Reaksi tipe lambat
Pada reaksi hipersensitivitas tipe I, II dan III yang berperan adalah
antibodi (imunitas humoral), sedangkan pada tipe IV yang berperan adalah
limfosit T atau dikenal sebagai imunitas seluler. Limfosit T peka (sensitized T
lymphocyte) bereaksi dengan antigen, dan menyebabkan terlepasnya mediator
(limfokin) yang jumpai pada reaksi penolakan pasca keratoplasti, keraton-
jungtivitis flikten, keratitis Herpes simpleks dan keratitis diskiformis.

Manifestasi Klinis
Gejala yang mendasar adalah rasa gatal, manifestasi lain yang
menyertai meliputi mata berair, sensitif pada cahaya, rasa pedih terbakar,
dan perasaan seolah ada benda asing yang masuk. Penyakit ini cukup
menyusahkan, muncul berulang, dan sangat membebani aktivitas penderita
sehingga menyebabkan ia tidak dapat beraktivitas normal. 1,2,3

Terdapat dua bentuk klinik, yaitu : 1,2,3


 Bentuk palpebra, terutama mengenai konjungtiva tarsal superior.
Terdapat pertumbuhan papil yang besar (cobble stone) yang diliputi
sekret yang mukoid. Konjungtiva tarsal bawah hiperemi dan edema,
dengan kelainan kornea lebih berat dibanding bentuk limbal. Secara
klinik papil besar ini tampak sebagai tonjolan bersegi banyak

KKS Ilmu Mata RSUD SIAK Page 12


(polygonal) dengan permukaan yang rata dan dengan kapiler
ditengahnya.1,2

Gambar 2. Konjungtivitis vernal bentuk palpebral

 Bentuk limbal, hipertrofi papil pada limbus superior yang dapat


membentuk jaringan hiperplastik gelatin (nodul mukoid), dengan
Trantas dot yang merupakan degenerasi epitel kornea atau eosinofil
di bagian epitel limbus kornea, terbentuknya pannus, dengan sedikit
eosinofil.1,2

Gambar 3. Konjungtivitis vernal bentuk limbal

KKS Ilmu Mata RSUD SIAK Page 13


Patofisiologi
Pada bentuk palpebral, perubahan struktur konjungtiva erat
kaitannya dengan timbulnya radang insterstitial yang banyak didominasi
oleh reaksi hipersensitivitas tipe I. Pada konjungtiva akan dijumpai
hiperemia dan vasodilatasi difus, yang dengan cepat akan diikuti dengan
hiperplasi akibat proliferasi jaringan yang menghasilkan pembentukan
jaringan ikat yang tidak terkendali. Kondisi ini akan diikuti oleh hyalinisasi
dan menimbulkan deposit pada konjungtiva sehingga terbentuklah
gambaran cobbles tone. Jaringan ikat yang berlebihan ini akan memberikan
warna putih susu kebiruan sehingga konjungtiva tampak buram dan tidak
berkilau. Proliferasi yang spesifik pada konjungtiva tarsal, oleh von Graefe
disebut pavement like granulations. Hipertrofi papil pada konjungtiva
tarsal tidak jarang mengakibatkan ptosis mekanik dan dalam kasus yang
berat akan disertai keratitis serta erosi epitel kornea. 1,2,3
Pada bentuk limbal terdapat perubahan yang sama, yaitu:
perkembangbiakan jaringan ikat, peningkatan jumlah kolagen, dan infiltrasi
sel plasma, limfosit, eosinofil dan basofil ke dalam stroma. Limbus
konjungtiva juga memperlihatkan perubahan akibat vasodilatasi dan
hipertropi yang menghasilkan lesi fokal. Penggunaan jaringan yang dilapisi
plastik yang ditampilkan melalui mikroskopi cahaya dan elektron dapat
memungkinkan beberapa observasi tambahan. Basofil sebagai ciri tetap
dari penyakit ini, tampak dalam jaringan epitel sebagaimana juga pada
substansi propria. Walaupun sebagian besar sel merupakan komponen
normal dari substansi propia, namun tidak terdapat jaringan epitel
konjungtiva normal. 1,2,3
Walaupun karakteristik klinis dan patologi konjungtivitis vernal
telah digambarkan secara luas, namun patogenesis spesifik masih belum
dikenali. 1,2,3

KKS Ilmu Mata RSUD SIAK Page 14


Gambaran Histopatologik

Tahap awal konjungtivitis vernalis ditandai oleh fase prehipertrofi. Dala


m kaitan ini, akan tampak pembentukan neovaskularisasi dan pembentukan
papil yang ditutup oleh satu lapis sel epitel dengan degenerasi mukoid dalam
kripta di antara papil serta pseudomembran milky white. Pembentukan papil
ini berhubungan dengan infiltrasi stroma oleh sel-sel PMN, eosinofil, basofil,
dan sel mast.Hasil penelitian histopatologik terhadap 675 konjungtivitis
vernalis mata yang dilakukan oleh Wang dan Yang menunjukkan infiltrasi
limfosit dan sel plasma pada konjungtiva. Prolifertasi limfosit akan
membentuk beberapa nodul limfoid. Sementara itu, beberapa granula
eosinofilik dilepaskan dari sel eosinofil, menghasilkan bahan sitotoksik yang
berperan dalam kekambuhan konjungtivitis. 1,2,3
Dalam penelitian tersebut juga ditemukan adanya reaksi
hipersensitivitas. Tidak hanya di konjungtiva bulbi dan tarsal, tetapi juga di
fornix, serta pada beberapa kasus melibatkan reaksi radang pada iris dan
badan siliar. Fase vaskular dan selular dini akan segera diikuti dengan deposisi
kolagen, hialuronidase, peningkatan vaskularisasi yang lebih mencolok, serta
reduksi sel radang secara keseluruhan. Deposisi kolagen dan substansi dasar
maupun seluler mengakibatkan terbentuknya deposit stone yang terlihat secara
nyata pada pemeriksaanklinis. Hiperplasia jaringan ikat meluas ke atas
membentuk giant papil bertangkai dengan dasar perlekatan yang luas.
Kolagen maupun pembuluh darah akan mengalami hialinisasi. Epiteliumnya
berproliferasi menjadi 5–10 lapis sel epitel yang edematous dan tidak
beraturan. Seiring dengan bertambah besarnya papil, lapisan epitel akan
mengalami atrofi di apeks sampai hanya tinggal satu lapis sel yang kemudian
akan mengalami keratinisasi.1,2,3

KKS Ilmu Mata RSUD SIAK Page 15


Pada limbus juga terjadi transformasi patologik yang sama berupa
pertumbuhan epitel yang hebat meluas, bahkan dapat terbentuk 30-40 lapis sel
(acanthosis). Horner-Trantas dot’s yang terdapat di daerah ini sebagian besar
terdiri atas eosinofil, debris selular yang terdeskuamasi, namun masih ada sel
PMN dan limfosit. 1,2,3

Gambar 4. Histologi Konjungtivitis Vernal Terlihat Banyak Sel Radang Terutama

Eosinofil

Pemeriksaan Penunjang
Pada eksudat konjungtiva yang dipulas dengan Giemsa terdapat
banyak eosinofil dan granula eosinofilik bebas. Pada pemeriksaan darah
ditemukan eosinofilia dan peningkatan kadar serum IgE. 1,2,3
Pada konjungtivitis vernal, terdapat sebagian besar sel yang secara
rutin tampak dalam jaringan epitel. Pengawetan yang lebih baik adalah
menggunakan glutaraldehyde, lapisan plastik, dan ditampilkan pada media
sehingga dapat memungkinkan untuk menghitung jumlah sel ukuran 1
berdasarkan jenis dan lokasinya. Jumlah rata-rata sel per kubik milimeter
tidak melampaui jumlah normal. Diperkirakan bahwa peradangan sel
secara maksimum seringkali berada dalam kondisi konjungtiva normal.

KKS Ilmu Mata RSUD SIAK Page 16


Jadi, untuk mengakomodasi lebih banyak sel dalam proses peradangan
konjungtivitis vernal, maka jaringan akan membesar dengan cara
peningkatan jumlah kolagen dan pembuluh darah. 1,2,3
Jaringan tarsal atas yang abnormal ditemukan dari empat pasien
konjungtivitis vernal yang terkontaminasi dengan zat imun, yaitu: dua dari
empat pasien mengandung spesimen IgA-, IgG-, dan IgE- secara berlebih
yang akhirnya membentuk sel plasma. Sel-sel tersebut tidak ditemukan
pada konjungtiva normal dari dua pasien lainnya. 1,2,3
Kandungan IgE pada air mata yang diambil dari sampel serum 11
pasien konjungtivitis vernal dan 10 subjek kontrol telah menemukan bahwa
terdapat korelasi yang signifikan antara air mata dengan level kandungan
serum pada kedua mata. Kandungan IgE pada air mata diperkirakan
muncul dari serum kedua mata, kandungan IgE dalam serum (1031ng/ml)
dan pada air mata (130ng/ml) dari pasien konjungtivitis vernal melebihi
kandungan IgE dalam serum (201ng/ml) dan pada air mata (61ng/ml) dari
orang normal. Butiran antibodi IgE secara spesifik ditemukan pada air mata
lebih banyak daripada butiran antibodi pada serum. Selain itu, terdapat 18
dari 30 pasien yang memiliki level antibodi IgG yang signifikan yang
menjadi butiran pada air matanya. Orang normal tidak memiliki jenis
antibodi ini pada air matanya maupun serumnya. Hasil pengamatan ini
menyimpulkan bahwa baik IgE- dan IgG- akan menjadi perantara
mekanisme imun yang terlibat dalam patogenesis konjungtivitis vernal,
dimana sistesis lokal antibodi terjadi pada jaringan permukaan mata.
Kondisi ini ditemukan negatif pada orang-orang yang memiliki alergi
udara, tetapi pada penderita konjungtivitis vernal lebih banyak
berhubungan dengan antibodi IgG dan mekanisme lainnya daripada
antibodi IgE. 1,2,3
Kandungan histamin pada air mata dari sembilan pasien
konjungtivitis vernal (38ng/ml) secara signifikan lebih tinggi daripada
kandungan histamin air mata pada 13 orang normal (10ng/ml, P<0.05). Hal

KKS Ilmu Mata RSUD SIAK Page 17


ini sejalan dengan pengamatan menggunakan mikroskopi elektron yang
diperkirakan menemukan tujuh kali lipat lebih banyak sel mastosit dalam
substantia propia daripada dengan pengamatan yang menggunakan
mikroskopi cahaya. Sejumlah besar sel mastosit ini terdapat pada air mata
dengan level histamin yang lebih tinggi. 1,2,3
Kikisan konjungtiva pada daerah-daerah yang terinfeksi
menunjukkan adanya banyak eosinofil dan butiran eosinofilik. Ditemukan
lebih dari dua eosinofil tiap pembesaran 25x dengan sifat khas penyakit
(pathognomonic) konjungtivitis vernal. Tidak ditemukan adanya akumulasi
eosinofil pada daerah permukaan lain pada level ini. 1,2,3

c. Konjungtivitis atopi

Konjungtivitis atopi sering diderita oleh pasien dermatitis atopi.


Tanda dan gejalanya berupa sensasi terbakar, kotoran mata berlendir, merah
dan fotofobia. Terdapat papil halus tetapi papil raksasa tidak ditemukan
seperti pada konjungtivitis vernal. Kerokan konjungtiva menampakan
eosinofil meski tidak sebanyak terlihat pada keratokonjungtivitis vernal. 1,2,3

d. Giant papilary konjungtivitis

Giant papilary konjungtivitis dengan tanda dan gejala mirip dengan


konjungtivitis vernal dapat timbul pada pasien yang menggunakan mata
buatan dari plastik atau lensa kontak terutama jika memakainya melewati
waktunya. Konjungtivitis Giant Papillarry diperantarai reaksi imun yang
mengenai konjungtiva tarsalis superior. Konjungtivitis ini mungkin
merupakan reaksi hipersensitivitas tipe lambat kaya basofil dan mungkin
dimediasi oleh IgE. Keluhan berupa mata gatal dan berair. Pada pemeriksaan
fisik ditemukan hipertrofi papil. Pada awal penyakit, papilnya kecil (sekitar

KKS Ilmu Mata RSUD SIAK Page 18


0,3 mm diameter). Bila iritasi terus berlangsung, papil kecil akan menjadi
besar ( giant) yaitu sekitar 1 mm diameter. 1,2,3

e. Konjungtivitis flikten

Konjungtivitis flikten disebabkan oleh karena alergi (hipersensitivitas


tipe IV) terhadap bakteri atau antigen tertentu, seperti tuberkuloprotein pada
penyakit tuberkolosis, infeksi bakteri (stafilokok, pneumokok, streptokok,
dan Koch Weeks), virus (herpes simplek), toksin dari moluskum
kontagiosum yang terdapat pada margo palpebra, jamur (kandida albikan),
cacing (askaris, tripanosomiasis), limfogranuloma venereal, leismaniasis,
infeksi parasit dan infeksi di tempat lain dalam tubuh. Konjungtivitis flikten
biassanya dimulai dengan munculnya lesi kecil berdiameter 1-3 mm yang
keras, merah, menimbul dan dikelilingi zona hiperemis. Di limbus sering
berbentuk segitiga dengan apeks mengarah kornea.1,2,3

2.7. Diagnosa Banding

a. Konjungtivitis yang menular

b. Blepharitis

c. Dry eye sindrom

2.8. Penatalaksanaan

Penanganan dari konjungtivitis alergi adalah berdasar pada identifikasi antigen


spesifik dan eliminasi dari pathogen spesifik. Pengobatan suportif seperti lubrikan
dan kompres dingin dapat membantu meredakan gejala yang dirasakan oleh pasien.
Obat-obatan yang menurunkan respon imun juga digunakan pada kasus

KKS Ilmu Mata RSUD SIAK Page 19


konjungtivitis alergi untuk menurunkan respon imun tubuh dan meredakan gejala
inflamasi.1,2,3,4
Obat –obat berikut ini berguna dalam mengobati konjungtivitis alergi:
Steroid topikal. Kortikosteroid menghambat proses inflamasi (misalnya, edema,
dilatasi kapiler, dan proliferasi fibroblast). Obat tersebut juga membatasi migrasi
makrofag dan neutrofil untuk daerah meradang serta memblokir aktivitas fosfolipase
A2 dan selanjutnya induksi asam arakidonat cascade. Obat ini digunakan dalam
pengobatan penyakit mata akut alergi, steroid efektif dalam mengurangi gejala alergi
akut, namun, penggunaannya harus dibatasi karena potensi efek samping dengan
biala lama digunakan. Penggunaan kortikosteroid topikal jangka panjang dapat
menyebabkan komplikasi: katarak subkapsular posterior dan peningkatan tekanan
intraokular (TIO). 1,2,3,4
Vasokonstriktor topikal / antihistamin. Agen ini menyebabkan penyempitan
pembuluh darah, menurunkan permeabilitas pembuluh darah, dan mengurangi mata
gatal-gatal dengan memblokir histamin H1 receptors. 1,2,3,4
Antihistamin topikal. Anithistamines kompetitif terikat dengan reseptor histamin dan
dapat mengurangi gatal dan vasodilatasi. Levocabastine hidroklorida 0,05%, sebuah
H1 selektif topikal antagonis reseptor histamin, efektif dalam mengurangi tanda-tanda
dan gejala alergi lain conjunctivitis. H1 selektif antagonis, azelastine hidroklorida
0,05%, efektif dalam mengurangi gejala yang terkait dengan alergi, difumarate
0,05%, suatu antagonis H1 selektif, mungkin lebih efektif dibandingkan
levocabastine dalam mengurangi chemosis, kelopak mata bengkak,dan tanda-tanda
dan gejala yang berhubungan dengan konjungtivitis alergi musiman pada pasien
dewasa dan anak. 1,2,3,4
Non-steroid anti-inflamasi nonsteroid (OAINS) topikal.Obat ini menghambat
aktivitas siklooksigenase, salah satu yang bertanggung jawab untuk konversi asam
arakidonat ke enzim prostaglandins. Ketorolac trometamin 0,5% dan diklofenak
natrium 0,1% efektif dalam mengurangi tanda-tanda dan gejala berhubungan dengan
konjungtivitis alergi, meskipun Makanan dan Drug Administration (FDA) telah
menyetujui hanya ketorolac untuk pengobatan konjungtivitis alergi. 1,2,3,4

KKS Ilmu Mata RSUD SIAK Page 20


Stabilisator sel mast topikal. Agen ini menghambat degranulasi sel mast, sehingga
membatasi pelepasan inflamasi mediator, termasuk histamin, neutrofil dan eosinofil
faktor chemotactic, dan platelet-activating factor. 1,2,3,4
Imunosupresan. Siklosporin A adalah agen imunosupresan sistemik ampuh
digunakan untuk mengobati berbagai immunemediated kondisi. Sistemik diberikan
siklosporin A dapat menjadi pengobatan yang efektif untuk pasien dengan
keratokconjugtiviits atopik yang berat. 1,2,3,4
Antihistamin sistemik. Agen ini berguna dalam kasus-kasus tertentu respon alergi
dengan edema, dermatitis, rinitis, atau sinusitis. Mereka harus digunakan dengan hati-
hati karena penenang yang dan efek antikolinergik dari beberapa antihistamin
generasi pertama obat-obatan. Pasien harus memperingatkan efek samping potensial.
Antihistamin baru yang jauh lebih kecil kemungkinannya untuk menyebabkan sedasi,
tetapi penggunaannya dapat mengakibatkan kekeringan okular meningkat
permukaan.1,2,3,4

Penanganan khusus untuk konjungtivitis vernal berupa : 1,2,3,4


a. Terapi lokalis
- Steroid topical – penggunaannya efektif pada keratokonjungtivitis vernal,
tetapi harus hati-hati kerana dapat menyebabkan glaucoma. Pemberian steroid
dimulai dengan pemakaian sering (setiap 4 jam) selama 2 hari dan dilanjutkan
dengan terapi maintainance 3-4 kali sehari selama 2 minggu. Steroid yang
sering dipakai adalah fluorometholon, medrysone, betamethasone, dan
dexamethasone. Fluorometholon dan medrysone adalah paling aman antara
semua steroid tersebut.
- Mast cell stabilizer seperti sodium cromoglycate 2%
- Antihistamin topical
- Acetyl cysteine 0,5%
- Siklosporin topical 1%
b. Terapi sistemik
- Anti histamine oral untuk mengurangi gatal

KKS Ilmu Mata RSUD SIAK Page 21


- Steroid oral untuk kasus berat dan non responsive
c. Terapi lain dan pencegahan
- Apabila terdapat papil yang besar, dapat diberikan injeksi steroid supratarsal
atau dieksisi. Eksisi sering dianjurkan untuk papil yang sangat besar.
- Menghindari tindakan menggosok-gosok mata dengan tangan atau jari tangan,
karena telah terbukti dapat merangsang pembebasan mekanis dari mediator -
mediator sel mast. Di samping itu, juga untuk mencegah super infeksi yang
pada akhirnya berpotensi ikut menunjang terjadinya glaukoma sekunder dan
katarak.
- Menghindari daerah berangin kencang yang biasanya juga membawa serbuk
sari dan hindari penyebab dari alergi itu sendiri.
- Kaca mata gelap untuk fotofobia dan untuk mengurangi kontak dengan
alergen di udara terbuka. Pemakaian lensa kontak justru harus dihindari
karena lensa kontak akan membantu retensi allergen.
- Kompres dingin dapat meringankan gejala.
- Pengganti air mata (artifisial). Selain bermanfaat untuk cuci mata juga berfung
si protektif karena membantu menghalau allergen.
- Pasien dianjurkan pindah ke daerah yang lebih dingin yang sering
juga disebut sebagai climato-therapy.

2.9. Komplikasi

Komplikasi pada penyakit ini yang paling sering adalah ulkus pada kornea dan
infeksi sekunder. Sedangkan, komplikasi konjungtivitis vernal adalah pembentukan
jaringan sikratik yang dapat mengganggu penglihatan.1,2,3,4

2.10. Prognosis

KKS Ilmu Mata RSUD SIAK Page 22


Prognosis penderita konjungtivitis alergi baik, karena sebagian besar kasus
dapat sembuh spontan (self-limited disease), namun komplikasi juga dapat terjadi
apabila tidak ditangani dengan baik.1,2,3,4

BAB III

PENUTUP

Konjungtiva merupakan membran yang tipis dan transparan yang melapisi


bagian anterior dari bola mata (konjungtiva bulbi), serta melapisi bagian posterior
dari palpebra (konjungtiva palpebrae). Oleh karena letaknya yang paling luar itulah
sehingga konjungtiva sering terpapar terhadap banyak mikroorganisme dan faktor
lingkungan lain yang mengganggu. Salah satu penyakit konjungtiva yang paling
sering adalah konjungtivitis.
Konjungtivitis adalah peradangan selaput bening yang menutupi bagian putih
mata dan bagian dalam kelopak mata. Adapun, salah satu penyebab dari
konjungtivitis adalah alergi. Konjungtivitis alergi itu sendiri juga dibagi dalam
klasifikasi dan salah satunya termasuk konjungtivitis vernal.

Penanganan yang diberikan berupa steroid dan antihistamin topikal serta yang
sistemik. Biasanya konjungtivitis alergi dapat sembuh sendiri, namun bila terlalu
berat perlu diberi pengobatan secara benar. Jika penanganan tidak baik, maka akan
timbul suatu komplikasi. Oleh karena itu, perlu pencegahan sebelum terjadi
konjungtivitis alergi berupa hindari dari penyebab alergen tersebut.

KKS Ilmu Mata RSUD SIAK Page 23


DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas, Sidarta. Ilmu penyakit Mata. Edisi 4. FKUI, Jakarta 2011.

2. Eva PR, Whitcher JP. Vaughan & Asbury Oftalmology Umum. Edisi 17. EGC,
Jakarta 2009.

3. Scott, IU. Alergy Conjunctivitis. 2011. Up dated on November 25, 2012 from
http://emedicine.medscape.com/article/1191370-overview#showall. Accessed
on February 24, 2016.
4. Au, Adrian; MD, A Paula Grigorian. Allergic Conjunctivitis. Up dated on
Desember 17, 2014 from http://eyewiki.aao.org/Allergic_conjunctivitis.
Accessed on February 23, 2016.

5. Snell, Richard S. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran; alih bahasa


Liliana Sugiharto.Edisi 6. EGC : Jakarta 2006
6. Farmakologi dan Terapi. Editor; Gunawan, Sulistia Gan. Edisi: 5, 2007. FKUI
7. Kanski, Jack J. Clinical Ophthalmology A Systematic Approach. Edisi 7.
Butter Worth-Heinemann, 2006

KKS Ilmu Mata RSUD SIAK Page 24

Anda mungkin juga menyukai