Anda di halaman 1dari 49

SKENARIO I

Tn. I.S umur 26 tahun masuk rumah sakit dengan riwayat penyakit sejak
satu bulan lalu sering kejang-kejang dimulai dari wajah hingga keseluruh tubuh
dengan kejang tonik klonik, pada saat kejang kesadaran menurun.Dari pengkajian
yang dilakukan klien pernah mengalami trauma pada bagian kepala.Dari
pemeriksaan fisik didapatkan kaku kuduk (-) brudzinky 1 dan 2 (-), kekuatan otot
(5). TD: 120 /80 mmHg, RR 22 x/menit. Pada pemeriksaan EEG didapatkan
terdapat gelombang hiperaktif.Hasil CT Scan hematoma serebral, klien sering
bertanya tentang kesehatannya, klien sering mual muntah.

A. Klarifikasi Istilah-istilah penting


1. Kejang tonik klonik : adalah jenis kejang yang melibatkan seluruh
tubuh.penyakit ini juga di sebut epilepsi besar.kondisi ini muncul saat
gelombang otak bekerja secara abnormal yang mengakibatkan kejang otot
abnormal dan pingsan.
2. Trauma bagian kepala:Trauma kepala / cedera kepala merupakan trauma
yang mengenai otak yang dapat mengakibatkan perubahan fisik,
intelektual, emosional dan sosial (Black, 1997). Trauma kepala adalah
benturan pada kepala yang disebabkan oleh tenaga dari luar yang
mengakibatkan berkurang atau terganggunya status kesadaran dan
perubahan kemampuan kognitif, fungsi fisik dan/ atau fungsi emosional
(Judha & Rahil, 2011)
3. Kaku kuduk :adalah suatu keluhan nyeri kepala yang menjalar ke tengkuk
dan punggung.
4. brundzinky: adalah tekhnik pemeriksaan rangsang selaput otak
5. kekuatan otot: adalah kemampuan otot untuk berkontraksi dan
menghasilkan gaya.
Skala kekuatan otot :

1
 Skala 0 : otot tidak mampu bergerak, misalnya jka tapak tangan dan
jari mempunyai skala 0 berarti tapak tangan dan jari teta-p saja di
tempat walau sudah di perintahkan untuk bergerak.
 Skala 1: jika otot di tekan masih terasa ada kontraksi atau kekenyalan,
ini berarti otot masih belum atropi atau belum layu
 Skala 2: dapat menggerakan otot atau bagian yang lemah sesuai
perintah misalnya tapak tangan di suruh telungkup atau lurus bengkok
tapi jika di tahan sedikit sajah sudah tak mampu bergerak
 Skala 3: dapat menggerakan otot dengan tahanan minimal misalnya
dapat menggerakan tapak tangan dan jari
 Skala 4: dapat bergerak dan dapat melawan hambtan yang ringan
 Skala 5: bebas bergerak dan dapat melawan tahanan yang setimpal
6. EEG:(Elektroensefalogram) adalah alat untuk merekam aktivitas dari otak
dengan menggunakan pena yang menulis diatas gulungan kertas.
Referensi :(www.rsi.co.id)
7. CT Scan :merupakan teknologi pemeriksaan yang memanfaatkan sinar x
untuk menghasilkan gambar tubuh dalam tiga dimensi.
Referensi :(www.medkes.com)
8. Hematoma serebral :pendarahan dalam subtansi otak (www.acedemia.edu)
9. Mual :sensasi tidak menyenangkan ingin muntah, dan sering berkatian
edengan keringat dingin, pucat, air liur, nyeri lambung, kontraksi
duodenum, dan refluks isi usus kecil ke dalam lambung.
Referensi :http://kamuskesehatan.com/arti/mual/
10. Muntah :keluarnya makanan secara paksa dari perut melalui tenggorokan.
Makan keluar dari mulut, atau kadang melalui hidung. Muntah dapat
terjadi dengan sengaja atau tidak. Dan lebih dilihat sebagai gejala daripada
sebuah kondisi.
Referensi
:http://www.google.com/amp/s/www.docdoc.com/id/info/condition/munta
h/amp

2
11. TD :TD (Tekanan Darah) adalah tekanan yang ditimbulkan pada dinding
arteri. Tekanan puncak terjadi saat ventrikel berkontraksi dan disebut
tekanan sistolik. Tekanan diastolik adalah tekanan terendah yang terjadi
saat jantung beristirahat. Tekanan darah biasanya digambarkan sebagai
rasio tekanan sistolik terhadap tekanan diastolik120/80 mmHg
Normal tekanan darah : 120/80 mmHg
- Bayi : 70-90/50 mmHg
- Anak-anak : 80-100/60 mmHg
- Dewasa muda : 110-125/60-70 mmHg
- Dewasa tua : 130-150/80-90 mmHg
12. Frekuensi nafas : Pernapasan atau dikenal dengan Respiratory Rate (RR)
adalah Jumlah seseorang mengambil nafas per-menit. Pemeriksaan
dilakukan untuk menilai proses pengambilan O2 dan pengeluaran CO2.
Tingkat respirasi biasanya diukur ketika seseorang dalam posisi diam dan
hanya melibatkan menghitung jumlah nafas selama satu menit dengan
berapa kali dada meningkat. Dengan Normalnya :
- Bayi : 30-40x/menit
- Anak-anak : 20-30x/menit
- Dewasa : 16-24x/menit
- Lansia : 14-16x/menit

B. KATA/PROBLEM KUNCI
1. Kejang tonik klonik
2. Trauma di bagian kepala
3. Hasil CT-Scan Hematoma serebral
4. Pemeriksaan EEG Gelombang hiperaktif.
5. Sering Mual Muntah

3
C. MIND MAP
Kejang-kejang

Kejang demam epilepsi Cedera kepala


Definisi :
Kejang Demam (Kejang Definisi :
Definisi:
Trauma kepala adalah benturan
Tonik-Klonik Demam) adalah
Epilepsi atau yang lebih pada kepala yang disebabkan
bangkitan kejang yang terjadi
sering disebut ayan atau sawan oleh tenaga dari luar yang
pada kenaikan suhu tubuh (suhu
adalah gangguan siste saraf mengakibatkan berkurang atau
mencapai diatas >380 C). Kejang
pusat yang terjadi karena letusan terganggunya status kesadaran
demam dapat terjadi karena
pelepasan muatan listrik sel dan perubahan kemampuan
proses intrakranial maupun
saraf secara berulang, dengan kognitif, fungsi fisik dan/ atau
ekstrakranial. Kejang demam
atau tanpa kejang-kejang fungsi emosional (Judha &
terjadi pada 2-4% populasi anak
(Marsaid.2008) Rahil, 2011)
berumur 6 bulan sampai dengan 5
Etiologi : Etiologi :
tahun. Paling seringf pada anak
1. Idiopatik 1. Cedera Akselerasi
usia 17-23 bulan.
Etiologi 2. Faktor herediter 2. Cedera deselerasi
3. Faktor genetic 3. Cedera akselerasi-
Beberapa faktor resiko 4. Kelainan congenital
berulangnya kejang yaitu : otak desekerasi
- Riwayat kejang dalam 5. Trauma; kontusio 4. Cedera coup-countre
keluarga serebri, hematoma coup
- Usia <18 bulan subaraknoid, hematoma
- Tingginya suhu badan Manifestasi klinis :
subdural
sebelum kejang main tinggi 6. Neoplasma otak dan 1. pada geger otak,
suhu sebelum kejang selaputnya kesadaran sering kali
demam, semakin kecil Manifestasi klinis : menurun.
kemungkinan kejang demam 1. Gerakan wajah atau 2. Sakit kepala
akan berulang menyeringai 3. Muntah
- Lamanya demam sebelum 2. Sentakan yang dimulai
kejang semakin pendek jarak 4. Pola nafas dapat
disalah satu bagian
antara mulainya demam menjadi abnormal
tubuh, yang dapat
dengan kejang, maka makin secara progresif
menyebar
besar resiko kejang demam 5. Respon pupil
3. Pengalaman sensorik
berulang. berupa penglihatan, bau,
Manifestasi klinis: atau suara. .
1. Kejang demam sederhana 4. Kesemutan
2. Kejang demam kompleks 5. Perubahan tingkat
kesadaran

4
Lembar Ceklis
Manifestasi Klinis Penyakit
Kejang demam Epilepsy Cedera kepala
Kejang tonik klonik + + -
Trauma di bagian kepala + + +
Hematoma serebral - + +
Gelombang hiperaktif + + +
Mual muntah - + +

D. PERTANYAAN PERTANYAAN PENTING


1. Mengapa klien sering merasakan kejang tonik klonik dimulai dari wajah
hingga keseluruh tubuh?
2. Apa hubungan cedera kepala dan epilepsi?
3. Mengapa klien pada saat kejang kesadarannya menurun?
4. Apakah usia berhubungan dengan kasus diatas?
5. Mengapa klien sering mual muntah?

E. JAWABAN PERTANYAAN
1. Saat seseorang terjadi cedera kepala kemungkinan keparahan yang di
timbulkan yaitu perdarahan pada daerah intracranial sehingga
menyebabkan sirkulasi darah menuju otak terganggu, akibat adanya
kerusakan pembuluh darah intracranial dan edema serebral. Hipoksia pada
jaringan otak juga akan mengakibatkan sel neuron pada otak akan
mengalami gangguan potensial aksi sehingga terjadinya
ketidakseimbangan difusi ion K+ dan Na+ akan menyebabkan pelepasan
aliran atau muatan listrik yang tak seimbang sehingga akan terjadi kejang.
Kejang tonik-klonik yaitu kesadaran hilang dengan cepat dan total disertai
kontraksi menetap dan massif diseluruh tubuh. yang ditandai dengan mata
mengalami deviasi ke atas. Fase tonik berlangsung 10-12 detik yaitu
terjadi fenomena otonom seperti dilatasi pupil, pengeluaran air liur, dan

5
peningkatan dennyut dan kemudian diikuti fase klonik berlngsung 30
detik.
2. Cedera kepala dapat mengakibatkan seseorang mengalami epilepsy
dimana kerusakan pada jaringan akibat cedera kepala dalam dimana terjadi
kerusakan otak yang tidak diketahui dan tidak di tangani sehingga akan
menyebabkan fungsi otak akan terganggu dalam mengatur sel-sel saraf
kita (http://halosehat.com/penyakit/epilepsi/6-penyebab/epilepsi-pada-
dewasa.) .
3. Kesadaran klien menurun saat kejang di akibatkan adanya hipoksia
jaringan otak yang mengatur kesadaran saat kejang akan terjadi kontraksi
secara terus menerus pada diagfragma dan otot intrakosta akan
mengakibatkan volume paru-paru menurun, sehingga klien akan
mengalami sesak nafas akibat udara yang masuk ke paru-paru pun akan
menurun, penurunan udara ini akan menyebabkan pertukaran O2 dan CO2
terganggu sehingga akan mengakibatkan hipoksia jaringan otak, hipoksia
ini kemudian akan mempengaruhi kerja nervus vertibulokoklearis ataupun
medula oblongata sebagai pusat kesadaran, ini akan menurunkan
kesadaran yang berangsur-angsur menghilang hingga tak sadarkan diri.
Penurunan kedaran ini juga diakibatkan adanya terhambatnya sirkulasi
darah dan O2 ke jaringan otak menurun akibat edema serebral sehingga
terjadi penurunan fungsi nervus vertibulokoklearis dan medulla spinalis
sebagai pusat kesadaran.
4. epilepsy paling banyak menyerang pada anak atau usia diatas 65
tahun.pada anak dia akan merusakan IQ anak namun pada dasarnya
penyakit ini dapat menyerang usia berapa saja jadi usia tidak berpengaruh
pada penyakit ini akibat banyak faktor yang dapat mengakibatkan
epilepsy.
5. mual muntah pada klien dengan riwayat cedera kepala yaitu muntah
proyektil yang diakibatkan adanya peningkatan tekanan intracranial karena
adanya edema akibat cedera kepala, selanjutnya akan merangsang
reseptor tekanan intracranial. Ketika reseptor tekanan intarakranial

6
terangsang akan mengakibatkan pusat muntah di dorsallateral
formatioreticularis terangsang, selanjutnya formation retikularis akan
meneruskan rangsangan motorik melalui nervus fagus selanjutnya nervus
fagus akan menyebabkan kontraksi duodenum dan antrum lambung dan
terjadi peningkatan tekanan intra abdomen, selain itu nervus fagus juga
membuat spingter esovagus membuka oleh karena itu terjadi muntah yang
menyemprot.

F. TUJUAN PEMBELAJARAN SELANJUTNYA


Pengaruh obat anastesi serta penatalaksanaan anastesi terhadap penderita
epilepsy pada operasi akibat cedera kepala
G. INFORMASI TAMBAHAN
Penatalaksanaan Anestesi pada Operasi Epilepsi

Rebecca Sidhapramudita Mangastuti*), Sri Rahardjo*), Himendra


Wargahadibrata***) *)Departemen Anestesiologi & Terapi Intensif Rumah
Sakit Mayapada Lebak Bulus, Jakarta Selatan, **) Departemen Anestesiologi
& Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Gadjah Mada-RSUP Dr. Sardjito
Yogyakarta ***)Departemen Anestesiologi & Terapi Intensif Fakultas
Kedokteran Universitas Padjadjaran-RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung
H. KLARIFIKASI INFORMASI

Penatalaksanaan anestesi pada pasien dengan riwayat kejang / epilepsi


merupakan tantangan tersendiri bagi dokter anestesi. Diperlukan pemilihan
gas, obat anestesi dan teknik anestesi yang tidak memicu kejang, pre operasi,
intra operasi dan pasca operasi. Harus dipertimbangkan pula Interaksi dan
efek samping obat anti epilepsi harus diperhitungkan saat anestesi dilakukan.
Penatalaksanaan anestesi pada pesien dengan riwayat kejang/epilepsi
memerlukan pemilihan obat dan gas anestesi yang tidak memicu serangan
kejang. Gas yang tidak direkomendasikan, karena memiliki efek menstimulasi

7
aktivitas epileptiform adalah N2O, halotan, enfluran. Gas anestesi yang dapat
direkomendasikan adalah isofluran, sevofluran dan desfluran. Tidak adanya
iritasi saluran pernafasan saat induksi dengan sevofluran, menyebabkan gas ini
menjadi pilihan dalam operasi bedah saraf dan pasien dengan riwayat
kejang/epilepsi. Obat anestesi intravena non opioid yang tidak
direkomendasikan, karena dapat menstimulasi terjadinya kejang adalah
etomidat, ketamin dan methohexital. Obat yang direkomendasikan, karena
memiliki efek antikonvulasan dan sedasi adalah thiopental, propofol,
midazolam, diazepam. Semua opioid dapat direkomendasikan dalam operasi
bedah saraf dan pasien dengan riwayat kejang/epilepsi, karena tidak
menstimulasi kejang. Pelumpuh otot yang tidak direkomendasikan, karena
dapat menstimulasi terjadinya kejang adalah suksinil kolin. Pankuronium juga
tidak direkomendasikan karena memiliki efek vagolitik dan takikardi. Obat
yang direkomendasikan adalah atrakurium, vekuronium dan rocuronium. Obat
lain yang direkomendasikan adalah lidokain 2% dan dexmedetomidin. Teknik
anestesi yang digunakan dapat awake craniotomy atau anestesi umum dengan
TIVA atau kombinasi gas anestesi dengan obat anestesi intravena. Gas N2O
diganti dengan compress air, dengan perbandingan oksigen : compress air = 1
: 1. Penatalaksanaan preoperasi, intraoperasi dan pascaoperasi, tidak berbeda
seperti operasi bedah saraf lainnya. Interaksi obat antiepilepsi dan efek
samping anti epilepsi yang rutin digunakan pasien, harus dipertimbangkan
supaya tidak terjadi masalah intraoperasi dan pascaoperasi
I. ANALISA DAN SINTESA INFORMASI
Berdasarkan kasus diatas dikatakan bahwa Tn I.S mengalami kejang sudah
1 bulan dan kejang mulai dari wajah sampai ke seluruh tubuh. Dari pengkajian
fisik klien pernah mengalami Trauma kepala. Dari data di atas dapat
disimpulkan bahwa klien mengalami Epilepsi. Karena Epilepsi merupakan
pelepasan muatan listrik yang berlebih yang bisa di akibatkan karena cedera
kepala. Salah satu jenis epilepsi adalah kejang hipotonik yaitu kejang yang
terjadi pada seluruh tubuh.

8
J. LAPORAN DISKUSI (TERLAMPIR)

BAB II
Konsep Medik

A. Definisi
Epilepsi atau yang lebih sering disebut ayan atau sawan adalah gangguan
siste saraf pusat yang terjadi karena letusan pelepasan muatan listrik sel saraf
secara berulang, dengan atau tanpa kejang-kejang (Marsaid.2008)
Epilepsy adalah kejang yang terjadi tanpa penyebab metabolic yang
reversible.Epilepsy dapat berupa kondisi primer atau sekunder.Epilepsy

9
primer terjadi secara spontan, biasanya pada masa kanak-kanak dan memiliki
predisposisi genetic. Saat ini dilakukan pemetaan beberapa gen yang
berhubungan dengan epilepsy primer. Epilepsy sekunder terjadi akibat
hipoksemia, cedera kepala, infeksi stroke, atau tumor system saraf
pusat.Epilespi awitan dewasa biasanya disebabkan oleh salah satu insiden
tersebut. (Corwin,2009)
Epilepsy adalah kejang yang menyerang seseorang yang tampak sehat atau
sebagai suatu ekserbasi dalam kondisi sakit kronis sebagai akibat oleh
disfungsi otak sesaat dimanifestasikan sebagai fenomena motorik, sensorik,
otonomik, atau psikis yang abnormal. Epilepsy merupakan akibat dari
gangguan otak kronis dengan serangan kejang spontan yang berulang
(Satyanegara,2010)
B. Etiologi
Masalah dasarnya diperkirakan dari gangguan listrik disritmia pada sel
saraf pada salah satu bagian otak, yang menyebabkan sel ini mengeluarkan
muatan listrik abnormal, berulang, dan tidak terkontrol (Brunner & Sudarth)
Menurut Mansjoer,Arif etiologi dari epilepsy :
1. Idiopatik; sebagian besar epilepsy pada anak adalah epilepsy idiopatik
2. Faktor herediter; ada beberapa penyakit yang bersifat herediter yang
disertai bangkitan kejang seperti sklerosis tuberose, neuro fibromatosis,
hipoglikemi, hipopratiroidisme, angiomatosis ensefalotrigeminal,
fenilketonuria
3. Faktor genetic; pada kejang demam dan breath holding spell
4. Kelainan congenital otak; atrofi, poresenfali, agenesis korpus kolosum
5. Gangguan metabolic; hipernatremia, hiponatremia, hipoklasemia,
hipoglikemia
6. Infeksi; radang yang disebabkan bakteri atau virus pada otak dan
selaputnya, toksoplasmosis
7. Trauma; kontusio serebri, hematoma subaraknoid, hematoma subdural
8. Neoplasma otak dan selaputnya
9. Kelainan pembuluh darah, malformasi, penyakit kolagen

10
10. Keracunan; timbale (Pb), kamper (kapur barus), fenotiazin, air
11. Lain-lain; penyakit darah, gangguan keseimbangan hormone, degenerasi
serebral, dan lain-lain

C. Klasifikasi
Epilepsy dapat diklasifikasikan sebagai idiopatik atau sintomatik : (Sylvia
A. Price)
1. Pada epilepsy idiopatik atau asensial, tidak dapat dibuktikan adanya lesi
sentral.
2. Pada epilepsy simtomatik atau sekunder, suatu kelainan otak
menyebabkan timbulnya respon kejang. Penyakit-penyakit yang berkaitan
dengan epilepsy sekunder adalah cedera kepala, gangguan metabolisme
dan gizi (hipoglikemia, feniketonuria, defisiensi vitamin B6), faktor toksik
(uremia, intoksikasi alcohol, putus obat narkotik), ensefalitis, stroke,
hipoksia atau neoplasma otak, dan gangguan elektrolit, terutama
hiponatremia dan hipokalsemia.

D. Manifestasi Klinis
Menurut Corwin (2009) : Kejang parsial dapat berkaitan dengan :
1. Gerakan wajah atau menyeringai
2. Sentakan yang dimulai disalah satu bagian tubuh, yang dapat menyebar
3. Pengalaman sensorik berupa penglihatan, bau, atau suara.
4. Kesemutan
5. Perubahan tingkat kesadaran
Kejang umum dapat berkaitan dengan :
1. Ketidaksadaran, biasanya disertai dengan jatuh kecuali pada masa kanak-
kanak tidak ada kejang
2. Reflex pada lengan dan tungkai yang tidak terkontrol
3. Periode apnea yang singkat (henti napas)
4. Salvias dan mulut berbusa
5. Menggigit lidah

11
6. Inkontinensia
7. Stadium postictal berupa stupor atau koma, diikuti oleh kebingungan, sakit
kepala, dan keletihan
8. Prodroma dapat terjadi pada setiap jenis kejang. Prodroma adalah perasaan
atau gejala tertentu yang dapat mendahului kejang selama beberapa jam
atau beberapa hari
9. Aura dapat terjadi pada setiap jenis kejang. Aura adalah sensasi sensorik
tertentu yang sering atau selalu timbul sesaat menjelang kejang
Menurut Yuliana elin,2009:
1. Gejala kejang yang spesifik akan tergantung pada macam kejangnya. Jenis
kejang dapat bervariasi antara pasien, namun cenderung serupa
2. Kejang komplek parsial dapat termasuk gambaran somatosensori atau
motor fokal
3. Kejang komplek parsial dikaitkan dengan perubahan kesadaran
4. Ketiadaan kejang dapat tampak relative ringan, dengan periode perubahan
kesadaran hanya sangat singkat (detik)
5. Kejang tonik klonik umum merupakan episode konvulsif utama dan selalu
dikaitkan dengan kehilangan kesadaran
Berdasarkan tanda klinik dan data EEG, kejang pada epilepsy dibagi menjadi
dua : (Ali & zaidin.2000)
1. Kejang umum (generalized seizure); jika aktivasi terjadi pada kedua
hemisfer otak secara bersama-sama. Kejang umum terbagi atas :
a. Tonic-clonic convulsion (grand mal)
Merupakan bentuk paling banyak terjadi pasien tiba-tiba jatuh, kejang,
nafas terengah-engah, keluar air liur, bisa terjadi sianosis, ngompol,
atau menggigit lidah terjadi beberapa menit, kemudian diikuti lemah,
kebingungan, dan sakit kepala.
b. Abscense attacks/lena (petit mal)
Jenis yang jarang umumnya hanya terjadi pada masa anak-anak atau
awal remaja penderita tiba-tiba melotot, atau matanya berkedip-kedip,

12
dengan kepala terkulai kejadiannya Cuma beberapa detik, dan bahkan
sering tidak disadari.
c. Myoclonic seizure
Biasanya terjadi pada pagi hari, setelah bangun tidur pasien mengalami
sentakan yang tiba-tiba. Jenis yang sama (tapi non-epileptik) bisa
terjadi pada pasien normal.
d. Atonic seizure
Jarang terjadi pasienn tiba-tiba kehilangan kekuatan otot jatuh, tapi
bisa segera recovered.
2. Kejang parsial/vocal jika dimulai dari daerah tertentu dari otak. Kejang
parsial terbagi menjadi dua :
a. Simple partial seizures
Pasien tidak kehilangan kesadaran terjadi sentakan-sentakan pada
bagian tertentu dari tubuh.
b. Complex partial seizures
Pasien melakukan gerakan-gerakan tak terkendali : gerakan
mengunyah, meringis, dan lain-lain tanpa kesadaran.

E. Patofisiologi
Mekanisme terjadinya epilepsy ditandai dengan gangguan paroksimal
akibat penghambatan neuron yang tidak normal atau ketidakseimbangan
antara neurotransmitter eksitatori dan inhibitori.Defisiensi neurotransmitter
inhibitori seperti Gamma Amino Butyric Acid (GABA) atau peningkatan
neurotransmitter eksitatori seperti glutamat menyebabkan aktivitas neuron
tidak normal.Neurotransmitter eksitatori (aktivitas pemacu kejang) yaitu
glutamat, aspartat, asetil kolin, norepinefrin, histamin, faktor pelepas

13
kortikotripin, purin, peptide, sitokin dan hormone steroid. Neurotransmitter
inhibitori (aktivitas menghambat neuron) yaitu dopamine dan Gamma Amino
Butyric Acid (GABA). Serangan kejang juga diakibatkan oleh abnormalitas
konduksi kalium, kerusakan kanal ion, dapat menyebabkan ketidakstabilan
membrane neuron.
Aktivitas glutamate pada reseptornya (AMPA) dan (NMDA) dapat
memicu pembuukaan kanal Na+ dan Ca2+ banyak masuk ke intrasel.
Akibatnya, terjadi pengurangan perbedaan polaritas pada membrane sel atau
yang disebut juga dengan depolarisasi.Depolarisasi ini penting dalam
penerusan potensial aksi sepanjang sel syaraf.Depolarisasi berkepanjangan
akibat peningkatan glutamate pada pasien epilepsy menyebabkan terjadina
potensial aksi yang terus-menerus dan memicu aktivitas sel –sel syaraf.
Beberapa obat-obat antiepilepsi bekerja dengan cara membloade atau
menghambat reseptor AMPA (alpha amino 3 hidroksi 5 Methylosoxazole 4
propionic acid) dan menghambat reseptor NMDA (N-methil D-aspartat).
Interaksi antara glutamate dan dan reseptornya dapat memicu masuknya ion-
ion Na+ dan Ca2+ yang pada akhirnya dapat menyebabkan terjadinya potensial
aksi. Namun felbamat (antagonis NMDA) dan topiramat (antagonis AMPA)
bekerja dengan berikatan dengan reseptor glutamate, sehingga glutamate tidak
bisa berikatan dengan reseptornya. Efek dai kerja kedua obat ini adalah
menghambat penerusan potensial aksi dan menghambat aktivitas sel-sel syaraf
yang teraktivasi. Patofisiologi epilepsy meliputi ketidakseimbangan kedua
faktor ini yang menyebabkan instabilitas pada sel-sel syaraf tersebut.
F. Penatalaksanaan
Menurut Elizabeth J. Corwin,2009 :
1. Identifikasi jenis kejang sangat penting untuk pellaksanaan yang optimal
2. Atasi penyebab gangguan kejang jika mungkin
3. Tersedia obat yang dapat mengurangi frekuensi kejang yang di alami
individu. Tujuan penatalaksanaan kejang adalah menghilangkan sama
sekali kejadian kejang dengan minimumnya efek samping yang

14
disebabkan oleh penatalaksanaan. Obat yang dipilih harus tepat untuk jenis
kejang
4. Pembedahan reseksi untuk mengangkat focus epileptogenik semakin
sering dilakukan dan diindikasikan pada pasien yang obat anti epilepsinya
tidak sepenuhnya mengontrol kejang. Pembedahan juga dapat digunakan
untuk memutuskan hubungan antara hemisfer serebril, dengan membatas
kejadian kejang (yang disebut korpus kalostomi)
5. Stimulasi saraf vagus mencakup alat listrik yang diimplan pada area
infraklavikular yang memberikan pola tertentu stimulasi vagal pada pasien
yang mengalami kejang refraktori terhadap terapi. Terapi ini adalah
alternative yang relatif baru untuk terapi obat. Stimulator saraf vagus
terbukti efektif dalam menurunkan frekuensi kejang pada beberapa pasien
6. Dianjurkan konseling bagi pasien dan keluarga
Tujuan utama dari terapi epilepsy adalah tercapainya kualitas hidup
penderita yang optimal. Ada beberapa cara untuk mencapai tujuan tersebut
antara lain menghentikan bangkitan, mengurangi frekuensi bangkitan tanpa
efek samping ataupun dengan efek samping seminimal mungkin serta
menurunkan angka kesakitan dan kematian. (Arif,Mansjoer)
1. Non Farmakologi
a. Amati faktor pemicu
b. Menghindari faktor pemicu (jika ada), misalnya : stress, OR, konsumsi
kopi atau alcohol, perubahan jadwal tidur, terlambat makan, dan lain-
lain.

2. Farmakologi
Dalam farmakoterapi, terdapat prinsip-prinsip penatalaksanaan untuk
epilepsy yakni :
a. Obat anti epilepsy (OAE) mulai diberikan apabila diagnosis epilepsy
sudah dipastikan, terdapat minimum 2 kali bangkitan dalam setahun.
Selain itu pasien dan keluarganya harus terlebih dahulu diberi

15
penjelasan mengenai tujuan pengobatan daan efek samping dari
pengobatan tersebut.
b. Terapi dimulai dengan monoterapi
c. Pemberian obat dimulai dari dosis rendah dan dinaikan secara bertahap
sampai dengan dosis efektif tercapai atau timbul efek samping obat.
d. Apabila dengan penggunaan OAE dosis maksimum tidak dapat
mengontrol bangkitan, maka ditambahkan OAE kedua dimana bila
sudah mencapai dosis terapi, maka OAE pertama dosisnya diturunkan
secara perlahan.
e. Adapun penambahan OAE ketiga baru diberikan setelah terbukti
bangkitan tidak terkontrol dengan pemberian OAE pertama dan kedua.
Menggunakan obat-obatan antiepilepsi yaitu : (Arif,Mansjoer)
1) Obat-obat yang meningkatkan inaktivasi kanal Na+ :
Inaktivasi kanal Na, menurunkan kemampuan syaraf untuk
menghantarkan muatan listrik.Contoh : fenitoin, karbamazepin,
lamotrigin, okskarbazepin, valproat.
2) Obat-obat yang meningkatkan transmisi inhibitori GABAergik :
a) Agonis reseptor GABA, meningkatkan tranmisi inhibitori
dengan mengaktifkan kerja reseptor GABA, contoh :
benzodiazepine, barbiturat.
b) Menghambat GABA transaminase, konsentrasi GABA
meningkat, contoh Vigabatrin. Menghambat GABA
transporter, memperlama aksi GABA, contoh : Tiagabin.
c) Meningkatkan konsentrasi GABA pada cairan cerebrospinal
pasien mungkin dengan menstimulasi pelepasan GABA dari
noon-vesikular pool contoh : Gabapentin.
Pemilihan OAE berdasakan jenis bangkitan dapat dilihat pada tabel dibawah
ini :
Jenis OAE yang
OAE lini OAE lini OAE yang
Bangki Dipertimba
pertama kedua Dihindari
tan ngkan

16
Clonazepa
Sodium
Bangki Clobazam m
valproat
tan Levetiracet Phenobarbi
Lamotrigine
umum am tal
Topiramate
tonik- Oxcarbaze Phenytoin
Carbamazep
klonik pine Acetazola
ine
mide
Carbamaze
Bangki Sodium Clobazam pine
tan valproat Topiramate Gabapentin
lena Lamotrigine Oxcarbaze
pine
Clobazam
Topiramate Carbamaze
Bangki
Sodium Levetiracet pine
tan
valproat am Gabapentin
mioklo
Topiramate Lamotrigin Oxcarbaze
nik
e pine
Piracetam
Clobazam Carbamaze
Bangki Sodium Phenobarbi
Levetiracet pine
tan valproat tal
am Oxcarbaze
tonik Lamotrigine Phenytoin
Topiramate pine
Carbamaze
Clobazam Phenobarbi
Bangki Sodium pine
Levetiracet tal
tan valproat Oxcarbaze
am Acetazola
atonik Lamotrigine pine
Topiramate mide
Phenytoin
Bangki Carbamazep Clobazam Clonazepa
tan ine Gabapentin m

17
fokal Oxcarbazepi Levetiracet Phenobarbi
dengan ne am tal
atau Sodium Phenytoin acetazolam
tanpa valproat Tiagabine ide
bangkit Topiramate
an Lamotrigine
umum
(kelompok studi epilepsy PERDOSSI)
Setelah bangkitan terkontrol dalam jangka waktu tertentu, OAE dapat
dihentikan tanpa kekambuhan.Pada anak-anak dengan epilepsy, penghentian
sebaiknya dilakukan secara bertahap setelah 2 tahun bebas dari bangkitan
kejang.Sedangkan pada orang dewasa penghentian membutuhkan waktu lebih
lama yakni sekitar 5 tahun. Ada 2 syarat yang penting diperhatikan ketika
hendak mennghentikan OAE yakni : (kelompok studi epilepsy PERDOSSI)
1. Syarat umum yang meliputi :
a. Penghentian OAE telah didiskusikan terlebih dahulu dengan
pasien/keluarga dimana penderita sekurang-kurangnya 2 tahun bebas
bangkitan.
b. Gambaran EEG normal
c. Harus dilakukan secara bertahap, umumnya 25% dari dosis semula
setiap bulan dalam jangka waktu 3-6 bulan.
d. Bila penderita menggunakan lebih dari 1 OAE aka penghentian
dimulai dari 1 OAE yang bukan utama.
2. Kemungkinan kekambuhan setelah penghentian OAE
a. Usia semakin tua, semakin tinggi kemungkinan kekambuhannya
b. Epilepsy simtomatik
c. Gambaran EEG abnormal
d. Semakin lamanya bangkitan belum dapat dikendalikan
e. Penggunaan OAE lebih dari 1
f. Masih mendapatkan 1 atau lebih bangkitan setelah memulai terapi
g. Mendapat terapi 10 tahun atau lebih

18
h. Kekambuhan akan semakin kecil kemungkinannya apabila penderita
telah bebas bangkitan selama 3-5 tahun atau lebih dari 5 tahun. Bila
bangkitan timbul kembali maka pengobatan menggunakan dosis
efektif terakhir, kemudian evaluasi.
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Elektroensefalogram (EEG)
2. Magnetic Resonance imaging (MRI)
3. Computed tomography (CT scan)

H. Komplikasi
Menurut Elizabeth J. Corwin,2009
1. Kerusakan otak akibat hipoksia dan retardasi mental dapat terjadi setelah
kejang yang berulang
2. Depresi dan ansietas dapat terjadi. Seperti yang dijelaskan sebelumnya,
isolasi social jangka panjang dapat terjadi
Menurut Yuda Turana, 2006 :
1. Gangguan Memori
a. Fenomena “tip of tongue” yaitu penderita tahu kata yang ingin
diucapkan tapi tidak terfikir olehnya.
b. Checking, Yaitu harus kembali memeriksa hal-hal yang dilakukan.
c. Sering lupa dimana meletakan barang
Lsi pada otak adalah penyebab utama gangguan memoripada epilepsy,
karena lesi pada lbus temporal mempunyai hubungan dengan fungsi
belajar.
2. Gangguan Kognitif
Pada anak, gangguan berbahasa lebih sering terjadi pada anak.kejang
berulang pada anak berhubungan dengan fungsi intelek.Dapat juga
disebabkan oleh obat antiepilepsi.
3. Penurunan Fungsi Memori Verbal
Disebabkan oleh operasi yaitu paska operasi epilepsi
4. Keterbatasan Interaksi Sosial

19
Hal itu terjadi pada epilepsy lobus frontal, karena peranan korteks
prefrontal yang berperandalam fungsi emosi, perilaku hubungan
interpersonal.Apabila terganggu dapat mengakibatkan keterbatasan
interaksi social.
5. Status Epileptikus
6. Kematian

KONSEP KEPERAWATAN

SKENARIO I

Tn. I.S umur 26 tahun masuk rumah sakit dengan riwayat penyakit sejak
satu bulan lalu sering kejang-kejang dimulai dari wajah hingga keseluruh tubuh
dengan kejang tonik klonik, pada saat kejang kesadaran menurun.Dari
pengkajian yang dilakukan klien pernah mengalami trauma pada bagian
kepala.Dari pemeriksaan fisik didapatkan kaku kuduk (-) brudzinky 1 dan 2 (-),
kekuatan otot (5). TD: 120 /80 mmHg, RR 22 x/menit. Pada pemeriksaan EEG

20
didapatkan terdapat gelombang hiperaktif.Hasil CT Scan hematoma serebral,
klien sering bertanya tentang kesehatannya, klien sering mual muntah.

I. PENGKAJIAN
1. Identitas
a. Identitas Pasien
Nama : Tn. I.S
Umur : 26 tahun
Agama : (Tidak terkaji)
Jenis kelamin : Laki-laki

Status : (Tidak terkaji)


Pendidikan : (Tidak terkaji)
Pekerjaan : (Tidak terkaji)
Suku Bangsa : (Tidak terkaji)
Alamat : (Tidak terkaji)
Tanggal Masuk : (Tidak terkaji)
Tanggal Pengkajian : (Tidak terkaji)
No. Register : (Tidak terkaji)
Diagnosa Medis : Cedera kepala
b. Identitas Penanjung Jawab
Nama : (Tidak terkaji)
Umur : (Tidak terkaji)
Hub. Dengan Pasien : (Tidak terkaji)
Pekerjaan : (Tidak terkaji)
Alamat : (Tidak terkaji)

2. Status Kesehatan
a. Status Kesehatan Saat ini
1) Keluhan Utama (Saat MRS dan saat ini) :
Klien memiliki riwayat penyakit sejak satu bulan lalu sering kejang-
kejang dimulai dari wajah hingga keseluruh tubuh

21
2) Alasan masuk rumah sakit dan perjalanan penyakit saat ini
Tn. I.S umur 26 tahun masuk rumah sakit dengan riwayat penyakit
sejak satu bulan lalu sering kejang-kejang dimulai dari wajah hingga
keseluruh tubuh dengan kejang tonik klonik, Upaya yang dilakukan
untuk mengatasinya
b. Riwayat kesehatan yang lalu :
klien pernah mengalami trauma pada bagian kepala
c. Riwayat penyakit keluarga: -
3. Pengkajian Fisik
a. Keadaan Umum
b. Tingkat kesadaran : komposmetis / apatis / somnolen / sopor/koma
c. GCS : ………verbal:……….Psikomotor:……….Mata :……………..
d. Tanda-tanda Vital : Nadi = ……… , Suhu =…………. , TD
=120/80x/ menit, RR= 22 x/menit
e. Keadaan fisik
Kepala : Ada trauma pada
Kulit : Tidak Dikaji
Mata : Tidak Dikaji
Hidung : Tidak Dikaji
Telinga : Tidak dikaji
Mulut : Tidak Dikaji
Leher : Tidak Dikaji
Dada/Pernafasan : Tidak dikaji
Abdomen : Tidak dikaji
System Reproduksi : Tidak Dikaaji
Ekstremitas atas/bawah : Kekuatan otot (5)
4. Neurologis :
 Status mental dan emosi :
 Pengkajian saraf kranial :
 Pemeriksaan refleks :
5. Kebutuhan fisik, psikologis, social,spiritual

22
Aktifitas dan istirahat : Tidak Dikaji
Personal hygiene : Tidak dikaji
Nutrisi : klien sering megeluh mual muntah
Eliminasi : Tidak terkaji
Seksualitas :Tidak dikaji
Psikososial : Tidak Dikaji
Spiritual : Tidak dikaji
6. Pemeriksaan Penunjang
Data laboratorium yang berhubungan
Pemeriksaan radiologi
Hasil konsultasi
Pemeriksaan penunjang diagnostic lain :
- pemeriksaan EEG didapatkan terdapat gelombang hiperaktif
- Hasil CT Scan hematoma
7. Data Fokus
DATA SUBJEKTIF DATA OBJEKTIF
1. kejang-kejang dimulai dari 1. klien pernah mengalami
wajah hingga keseluruh tubuh trauma pada bagian kepala
2. pada saat kejang kesadaran 2. kejang tonik klonik
menurun 3. kekuatan otot (5)
3. klien sering mual muntah 4. TD: 120 /80 mmHg
5. RR 22 x/menit
6. EEG didapatkan terdapat
gelombang hiperaktif
7. Hasil CT Scan hematoma
serebral
8. klien sering bertanya tentang
kesehatannya

II. ANALISA DATA

23
A. Tabel Analisa Data
Masalah
No Data Etiologi
Keperawatan
1. Data Subjektif: - Trauma kepala Gangguan Perfusi
Data Objektif: ↓
Jaringan Serebrel
1. Hematoma Cerebral Kerusakan pembuluh darah serebral
2. Kesadaran Menurun ↓ (00024)
Ditangani / tdk ditangani
Domain 4.

Pendarahan cerebral Aktifitas/istirahat

Kelas 4. Respon
Hematoma cerebral
↓ Cardio Vaskuler/
Menekan jaringan-jaringan otak
Pulmunal

Obstruksi pembuluh darah cerebral

Sirkulasi darah terganggu

Suplai O2 menurun

Dx. Resiko Ketidakefektifan
Perfusi Jaringan Serebral
2. Data Subjektif: Trauma kepala Mual (00134)
Data Objektif: ↓
Domain 12.
1. Klien sering mual, Kerusakan pembuluh darah serebral
muntah ↓ Kenyamanan
Ditangani / tdk ditangani
Kelas 1.

Pendarahan cerebral Kenyamanan Fisik

Hematoma cerebral

Menekan jaringan-jaringan otak

Area trigerzone dekat medulla
oblongata dan pusat muntah
terangsang

Reflex mual muntah

Dx. Mual
3. DS: Trauma kepala Resiko Cedera
1. Sering kejang-kejang ↓

24
DO: Kerusakan pembuluh darah serebral (00035)
1. Kejang tonik kronik ↓
Domain 11.
2. Kesadaran menurun Dtangani / tdk ditangani
↓ keamanan/perlindun
Pendarahan cerebral
gan

Hematoma cerebral Kelas : 2 cedera fisik

Menekan jaringan-jaringan otak

Obstruksi pembuluh darah cerebral

Sirkulasi darah terganggu

Suplai O2 menurun

Hipoksia sel otak

Perubahan keseimbangan
membrane sel neuron

Gangguan potensial aksi di sel
neuron

Perubahan difusi ion-ion (k+ dan
Na+)

Lepasnya muatan listrik yang
berlebihan di neuron cerebral

Kejang epileptic

Epilepsi

Kontraksi otot yang mendadak

Aktivitas kejang

Lingkungan yang menyebabkan
cidera

Dx. Resiko Cidera
4. DS: - Trauma kepala Defisiensi
DO: ↓
Pengetahuan (00126)
Klien sering bertanya Kerusakan pembuluh darah serebral
↓ Domain : 5

25
tentang penyakitnya Ditangani / tdk ditangani persepsi/kognisi

Kelas : 4 kognisi
Pendarahan cerebral

Hematoma cerebral

Menekan jaringan-jaringan otak

Obstruksi pembuluh darah cerebral

Sirkulasi darah terganggu

Suplai O2 menurun

Hipoksia sel otak

Perubahan keseimbangan
membrane sel neuron

Gangguan potensial aksi di sel
neuron

Perubahan difusi ion-ion (k+ dan
Na+)

Lepasnya muatan listrik yang
berlebihan di neuron cerebral

Kejang epileptic

Epilepsi

Kurangnya perawatan dan
pengobatan

Kejang berulang (sejak 1 bulan)

Pasien terus bertanya akan gejala
yang muncul

Dx. Defisiensi Pengetahuan

B. Diagnosa Keperawatan
1. Mual (00134)

26
Domain 12. Kenyamanan
Kelas 1. Kenyamanan Fisik
2. Resiko Cedera (00035)
Domain 11.keamanan/perlindungan
Kelas : 2 cedera fisik
3. Defisiensi Pengetahuan (00126)
Domain : 5 persepsi/kognisi
Kelas : 4 kognisi

27
C. Intervensi dan Rasional

Diagnosa NOC NIC Rasional


Risiko ketidakefektifan perfusi 1. Status Sirkulasi Manajemen Edema Serebral Manajemen Edema Serebral
jaringan otak (00201) 2. Kognitif Observasi: Observasi:
Domain 4 : Aktivitas/Istirahat 3. Perfusi jaringan: 1. Catat perubahan pasien 1. Mengetahui adanya gangguan
Kelas 4 : Respon Serebral dalam berespon terhadap dari fungsi masing-masing
Kardiovaskuler/Pulmonal stimulus saraf untuk memudahkan
Tujuan : Setelah dilakukan dalam tindakan keperawatan
Definisi : Penurunan oksigen tindakan keperawatan …. X selanjutnya
yang mengakibatkan kegagalan 24 jam Risiko ketidakefektifan 2. Monitor status neurologi 2. Mengetahui adanya kelainan
pengiriman nutrisi ke jaringan perfusi jaringan otak dapat dengan ketat dan atau gangguan dalam masing-
pada tingkat kapiler diatasi dengan : bandingkan dengan nilai masing pemeriksaan bagian
normal neurologi
DS: - Kriteria Hasil : 3. Monitor TIK pasien dan 3. Peningkatan intrakranial (TIK)
DO: 1) Mendemonstrasikan status respon terhadap aktivitas dapat menyebabkan beberapa
1. Hematoma Cerebral sirkulasi yang ditandai perawatan gejala salah satunya sakit
2. Kesadaran Menurun dengan: kepala. Saat pasien mengalami
a. Tekanan systol dan sakit kepala maka aktivitas
diastole dalam rentang yang dilakukan dapat
yang diharapkan (5) terhambat dan karena gejala
b. Saturasi oksigen (5) tersebut maka diharapka
c. Tidak ada tanda-tanda pasien dapat bedrest untuk
peningkatan tekanan sementara waktu
intrakranial (tidak lebih 4. Monitor intake dan output 4. Apabila output lebih besar
dari 15 mmHg) (5) pengeluaran dari pada
Catatan: input/intake cairan maka yang
1. (Deviasi berat dari kisaran terjadi pasien akan mengalami

28
normal) kekuarangan volume cairan
2. (Deviasi yang cukup yang bisa menyebabkan
benar dari kisaran normal) dehidrasi
3. (Deviasi sedang dari Mandiri: Mandiri:
kisaran normal) 5. Kurangi stimulus dalam 5. Stimulus yang berlebihan
4. (Deviasi ringan dari lingkungan pasien dapat menyebabkan pasien
kisaran normal) mengalami gangguan atau
5. (Tidak ada deviasi dari ketidaknyamanan yang
kisaran normal) dirasakan
6. Rencanakan asuhan 6. Istirahat yang cukup dapat
2) Perfusi Jaringan: Serebral keperawatan untuk membantu pasien untuk
a. Tekanan intrakranial memberikan periode menurunkan tekanan darah
(5) istirahat pasien dan dapat
b. Sakit kepala (5) mengembalikan fungsi-fungsi
c. Penurunan tingkat otak termasuk kelenturan saraf
kesadaran (5) dalam proses penyembuhan
d. Refleks saraf terganggu penyakit stroke
(5) 7. Saring percakapan dalam 7. Untuk memudahkan perawat
Catatan: pendengaran pasien dalam mengetahui keadaan
1. (Sangat terganggu) atau perasaan sakit yang
2. (Banyak terganggu) sedang dirasakan oleh pasien
3. (Cukup terganggu) dan dapat membantu pasien
4. (Sedikit terganggu) untuk mengurangi nyeri juga
5. (Tidak terganggu) memberikan rasa nyaman. Dan
perawat dapat memberitahukan
tentang pengobatan ataupun
health education pada pasien
dengan penyakit stroke

29
8. Batasi cairan 8. Cairan yang berlebihan dapat
menyebabkan pasokan cairan
menuju ke otak akan
tertumpuk dan akan menekan
intrakranial yang lama-
kelamaan akan menyebabkan
pasien merasakan nyeri kepala,
mual,dll.
9. Ketika pasien mengalami
9. Pertahankan suhu normal hipertermi/demam maka
komplikasi dari demam ini
adalah dapat menyebabkan
pasien akan mengalami
kejang-kejang
Kolaborasi: Kolaborasi:
10. Lakukan tindakan 10. Asam valproat adalah obat
pencegahan terjadinya yang digunakan untuk
kejang menangani kejang, umumnya
akibat epilepsi. Obat ini
bekerja dengan
mengembalikan keseimbangan
neurotransmiter dalam otak
sehingga kejang-kejang
berhenti. Selain kejang, asam
valproat juga dapat menangani
gejala mania pada pengidap
gangguan bipolar serta
mencegah migrain.

30
Monitor Tekanan Intra Monitor Tekanan Intra Kranial
Kranial (TIK) (TIK)
Observasi: Observasi:
11. Monitor tekanan aliran 11. Aliran darah yang berlebihan
darah otak dapat menyebabkan
penumpukan pada pembuluh
darah dan lama-kelamaan akan
pecah dan akan mengalami
komplikasi yang berkelanjutan
12. Monitor status neurologis 12. Mengetahui adanya kelainan
atau gangguan dalam masing-
masing pemeriksaan bagian
neurologi
13. Monitor jumlah, nilai, dan 13. Mengetahui tindakan
karakteristik pengeluaran keperawatan yang selanjutnya
cairan serebrospinal (CSF)
Mandiri: Mandiri:
14. Rekam pembacaan 14. Mengetahui apakah ada
tekanan TIK peningkatan tekanan
intrakanial untuk menentukan
intervensi yang tepat
15. Periksa pasien terkait ada 15. Gejala kaku kuduk salah
tidaknya gejala kaku satunya adalah sakit kepala
kuduk yang di sertai dengan otot-otot
sekitar leher menjadi kaku
16. Letakkan kepala dan leher 16. Mengurangi rasa nyeri pada
pasien dalam posisi netral, tekanan intrakranial dan
hindari fleksi pinggang menghindari tanda dan gejala

31
yang berlebihan. kaku kuduk
17. Sesuaikan kepala tempat 17. Membantu dalam
tidur mengoptimalkan perfusi
serebral
Health Education: Health Education:
18. Berikan informasi kepada 18. Membantu keluarga untuk
pasien dan keluarga/orang mengetahui penyakit yang
penting lainnya sedang dialami pasien dan
membantu perawat dalam
mengambil keputusan terhadap
pengobatan pasien
Kolaborasi: Kolaborasi:
19. Berikan antibiotic 19. Antibiotika adalah segolongan
molekul, baik alami maupun
sintetik, yang mempunyai efek
menekan atau menghentikan
suatu proses biokimia di dalam
organisme, khususnya dalam
proses infeksi oleh bakteri.
20. Beritahu dokter untuk 20. Untuk membantu dokter agar
peningkatan TIK yang dapat menentukan tindakan
tidak bereaksi sesuai medis yang akan dilakukan
peraturan perawatan terhadap peningkatan tekanan
intrakranial
Monitor Neurologi Monitor Neurologi
Observasi Observasi
21. Pantau ukuran pupil, 21. Untuk mengetahui apakah
bentuk, kesimetrisan dan pupil itu isokor atau anisokor
reaktivitas 22. Skala Koma Glasgow (GCS)

32
22. Monitor kecenderungan adalah salah satu pemeriksaan
Skala Koma Glasgow neurologi dengan melakukan
tes refleks membuka mata,
refleks verbal dan refleks
motrik dari klien
23. Monitor bentuk otot, 23. Mengetahui apakah pasien
gerakan motorik, gaya mengalami gangguan dalam
berjalan, dan saraf motorik
proprioception
Mandiri: Mandiri:
24. Tingkatkan frekuensi 24. Mengetahui perkembangan
pemantauan neurologis, lebih lanjut tentang gangguan
yang sesuai atau kelainan yang dialami
pasien
25. Hindari kegiatan yang bisa 25. Stres merupakan suatu
meningkatkan tekanan kegiatan yang dapat membuat
intrakranial penekanan pada intrakranial
karena terlalu banyak
memikirkan sesuatu yang terus
menerus dingat
Kolaborasi: Kolaborasi:
26. Beritahu dokter mengenai 26. Untuk membantu dokter dalam
perubahan kondisi pasien pengobatan kesembuhan
pasien
Perawatan Sirkulasi : Perawatan Sirkulasi : Insufisiensi
Insufisiensi Arteri Arteri
Observasi Observasi:
27. Monitor jumlah cairan 27. Untuk menghindari terjadinya

33
yang masuk dan keluar dehidrasi akibat kurangnya
cairan yang masuk dan untuk
menghindari terjadinya
penumpukan cairan pada otak
akibat kelebihan cairan
28. Monitor tingkat 28. Mengetahui bagian tubuh lain
ketidaknyamanan atau akibat nyeri saat melakukan
nyeri saat melakukan olahraga/beraktivitas
olahraga dimalam hari
atau saat beraktivitas
Mandiri: Mandiri:
29. Ubah posisi setidaknya 29. Mencegah terjadinya
setiap 2 jam, dengan tepat luka/dekubitus akibat tirah
30. Dukung pasien untuk baring yang lama
melakukan olahraga 30. Membantu dalam proses
walaupun pasien tidak bergerak dan sirkulasi darah ke
suka jaringan-jaringan yang tidak
dapat dijangkau
31. Lindungi ujung kaki dan 31. Untuk membantu pasien agar
tangan dari cedera tidak terjadi cedera fisik yang
akan mengakibatkan gangguan
dari saraf lainnya
Health Education Health Education
32. Instruksikan pada pasien 32. Dengan perawatan kn maki
mengenai perawatan kaki dapat membantu pasien agar
yang tepat tidak terjadi pembengkakan
pada daerah ektremitas bawah
yaitu kaki

34
33. Instruksikan pasien 33. Agar pasien mengetahui dan
mengenai faktor-faktor Membantu pasien dalam
yang mengganggu menghindari faktor-faktor
sirkulasi darah (misalnya, yang dimaksudkan
merokok, pakaian ketat,
terlalu lama di dalam suhu
dingin, dan menyilangkan
kaki
Kolaborasi: Kolaborasi:
34. Berikan obat antiplatelet 34. Obat anti platelet secara
(penurunan agregasi singkat adalah obat-obatan
platelet) atau antikoagulan yang menghambat adanya
(pengencer darah), dengan agregasi platelet dan
tepat pembentukan thrombus dalam
tubuh. ... Sebagai contoh yang
lebih spesifik ketika
endotelium di pembuluh darah
mengalami kerusakan, akan
tejadinya aktivasi platelet
sebagai bentuk tubuh dalam
melakukan homeostatisnya.

35
Mual (00134) 1. Keparahan mual dan Manajemen Mual Manajemen Mual
Domain :12 (Kenyamanan) muntah Observasi : Observasi :
Kelas : 1 (Kenyamanan Fisik) 2. Control mual dan 1. Observasi tanda-tanda non 1. Untuk lebih memudahkan
Definisi: Suasana fenomena muntah verbal dari perawat untuk mengetahui
subjektif tentang rasa tidak 3. Status kenyamanan : ketidaknyamanan, apakah pasien (yang tidak
nyaman pada bagian belakang fisik terutama pada orang-orang dapat berkomunikasi secara
tenggorok atau lambung,yang yang tidak mampu untuk efektif) dapat menyampaikan
dapat atau tidak dapat Setelah dilakukan tindakan berkomunikasi secara isi pesan melalu gerakan-
mengakibatkan muntah. keperawatan selama ....... efektif gerakan non verbal (ekspresi
x24 jam, Mual pada klien wajah, fisik)
DS: teratasi dengan 2. Monitor efek dari 2. Mengetahui apakah ada
DO: management mual secra tindakan atau efek samping
2. Klien sering mual, muntah Kriteria Hasil : keseluruhan yang akan membuat pasien
1. Keparahan mual dan tidak nyaman
muntah Mandiri: Mandiri:
a. Frekuensi mual (4) 3. Kendalikan factor-faktor 3. Bau busuk dapat merangsang
b. Frekuensi muntah (4) lingkungan yang sel-sel yang berada dalam
c. Sekresi air ludah yang membangkitkan mual rongga hidung yang
banyak (4) (misalnya, bau yang tidak berhubungan langsung dengan
d. Ketiaskseimbangan menyenangkan, suara, dan saraf olfaktorius. Jadi apabila
elektrolit (4) stimulasi visual yang tidak pasien mencium bau busuk,
menyenangkan makan refleks mual dapat
Catatan : terjadi.
1. (Berat) 4. Ajari penggunaan tehnik 4. Teknik non akupresur adalah
2. (Cukup berat) non farmakologi teknik yang sering digunakan
3. (Sedang) (misalnya, relaksasi, dengan cara menekan bagian-
4. (Ringan) imajinasi terbimbing, bagian ektremitas yang
5. (Tidak ada) distraksi, akupresur) untuk langsung behubungan dengan

36
mengatasi mual bagian saraf seperti ujung
2. Control Molen kuku, telapak tangan, dan juga
a. Mengenali onset mual kaki untuk bisa merefeleksikan
(4) agar tidak terjadi tekanan saraf
b. Mengenali pencetus yang dapat menyebabkan mual
stimulus muntah (4) bahkan muntah
c. Menggunakan langkah- 5. Dorong pola makan 5. Pola makan yang sedikit tapi
langkah pencegahan dengan porsi sedikit berkreasi dapat membuat
(4) makanan yang menarik pasien ingin makan dan dapat
d. Menghindari bau yang bagi pasien yang mual menghilangkan perasaan mual
tidak menyenangkan pada pasien
(4) Health Education: Health Education:
e. Melaporkan mual, dan 6. berikan informasi 6. Agar pasien dapat mengetahui
muntah yang terkontrol mengenai mual, seperti penyebab dari mual untuk
(4) penyebab mual dan berapa pasien stroke karena adanya
lama itu akan berangsang peningkatan tekanan
Catatan : intrakranial yang akan
1. (Tidak pernah di merangsang reseptor sehingga
tunjukan) mual dan muntah dapat terjadi
2. (Jarang di tunjukan) 7. Informasikan profesional 7. Teknik non akupresur adalah
3. (Kadang-kadang di perawatan kesehatan teknik yang sering digunakan
tunjukan) lainnya dan anggota dengan cara menekan bagian-
4. (Sering menunjukan) keluarga dari setiap bagian ektremitas yang
5. (Secara konsisten strategi non farmakologi langsung behubungan dengan
menunjukan) yang digunakan oleh bagian saraf seperti ujung
pasien yang mual kuku, telapak tangan, dan juga
3. Status kenyamanan: Fisik kaki untuk bisa merefeleksikan
a. Intake makanan (5) agar tidak terjadi tekanan saraf

37
b. Intake cairan (5) yang dapat menyebabkan mual
c. Sakit kepala (5) bahkan muntah
d. Nyeri otot (5) Kolaborasi Kolaborasi
e. Inkontinensia urin (5) 8. Kolaborasikan dengan 8. Obat antiemetik ini dapat
tenaga medis lainnya menghambat reseptor
Catatan : untuk untuk mengurangi serotonin pada sistem saraf
1. (Sangat terganggu) mual yang dialami klien serebral dan saluran
2. (Banyak terganggu) pencernaan. Sehingga obat
3. (Cukup terganggu) golongan ini dapat digunakan
4. (Sedikit terganggu) untuk mengobati mual dan
5. (Tidak terganggu) muntah
Manajemen muntah Manajemen muntah
Observasi : Observasi :
9. Identifikasi factor-faktor 9. Faktor yang dapat
yang dapat menyebabkan menyebabkan mual bahkan
atau berkontribusi terhadap sampai muntah adalah karena
muntah adanya penekanan terhadap
intrakranial. Untuk faktor
pencetus atau faktor tambahan
yang dapat menyebabkan
muntah salah satunya adalah
bau busuk.
10. Monitor keseimbangan 10. Mual dan muntah dapat
cairan dan elektrolit menyebabkan adanya
ketidakseimbangan antara
cairan dan elektrolit baik input
maupun output. Input yang
masuk tidak seimbang dengan

38
output. Semakin banyak output
yang keluar maka akan
menyebabkan pasien
mengalami kekurangan
volume cairan yang dapat
berakibat dehidrasi pada pasien
itu sendiri
Mandiri: Mandiri:
11. Berikan kenyamanan 11. Keberadaan perawat dan
selama periode muntah fasilitas muntah dapat
memberikan kenyamanan bagi
pasien itu sendiri
12. Posisikan untuk mencegah 12. Aspirasi merupakan
aspirasi terhirupnya benda-benda asing
atau bahan makanan ke dalam
salurang pernafasan
13. lakukan pembersihan 13. Mencegah adanya bakteri yang
mulut untuk tertempel pada mulut maupun
membersihkan mulut dan hidung untuk mencegah
hidung komplikasi yang akan
ditimbulkan
Health Education: Health Education:
14. Informasikan penggunaan 14. Masasse/pijat pada daerah
tehnik non farmakologis punggung dapat bertujuan
bersamaan dengan ukuran- untuk mengurangi mual dan
ukuran kontrol muntah muntah
Kolaborasi Kolaborasi
15. Kolaborasikan dengan 15. Obat antiemetik ini dapat

39
dokter mengenai menghambat reseptor
pemberian obat antiemetik serotonin pada sistem saraf
serebral dan saluran
pencernaan. Sehingga obat
golongan ini dapat digunakan
untuk mengobati mual dan
muntah

Resiko Cidera 1. Kejadian jatuh Manajemen Lingkungan : Manajemen Lingkungan :


Domain : 11 2. Kepuasan klien : Keselamatan Keselamatan
(Keamanan/perlindungan) Keamanan Observasi: Observasi :
Kelas : 2 (Cedera fisik) 3. Koordinasi Pergerakan 1. Identifikasi kebutuhan 1. Untuk memilah
Definisi : Beresiko mengalami 4. Kontrol Resiko keamanan pasien penatalaksanaan apa saja yang
cedera sebagai akibat kondisi berdasarkan fungsi fisik dan dapat diterapkan kepada klien
lingkungan yang berinteraksi Tujuan : kognitif serta riwayat
dengan sumber adaptif dan Setelah dilakukan tindakan perilaku dimasa lalu
sumber individu keperawatan selama 2. Identifikasi hal-hal yang 2. Untuk mencegah pasien
.........x 24 jam resiko membahayakan di beresiko untuk jatuh. Misalnya
DS: cedera dapat ditangani lingkungan (misalnya benda pada Epilepsi terjadi kejang
2. Sering kejang-kejang dengan: fisik) maka dari itu lingkungan harus
DO: bebas dari hal-hal yang dapat
3. Kejang tonik kronik Kriteria Hasil : membahayakan
4. Kesadaran menurun 1. Jatuh saat berdiri dan Mandiri : Mandiri:
5. Gelombang hiperaktif berjalan tidak ada (5) 3. Sediakan alat untuk 3. Untuk meminimalisir resiko
Skala : beradaptasi (misalnya kursi jatuh dan keparahan jatuh

40
1. (10-lebih kali) dan pegangan tangan)
2. (7-9 kali) 4. Bantu pasien saat 4. Untuk menuntun pasien agar
3. (4-6 kali) melakukan perpindahan ke tidak jatuh saat melakukan
4. (1-3 kali) lingkungan yang lebih aman perpindahan
5. (Tidak ada) Health Education Health Education :
5. Edukasi pasien dan 5. Agar keluarga dapat
2. Penjelasan tentang aturan keluarga yang beresiko membantu klien dalam
dan prosedur keamanan tinggi terhadap bahan meminimalisir tejadinya jatuh
sangat puas (4) berbahaya yang ada di pada klien
Skala : lingkungan
1. (Tidak puas) Pencegahan Jatuh Pencegahan Jatuh
2. (Agak puas) Observasi: Observasi:
3. (Cukup puas) 6. Identifikasi kekurangan 6. Untuk meminimalisir resiko
4. (Sangat Puas) baik kognitif atau fisik dari jatuh yang dapat terjadi akbat
5. (Sepenuhnya Puas) pasien yang mungkin lingkungan
3. Kontraksi kekuatan otot meningkatkan potensi jatuh
dan kecepatan gerakan pada lingkungan tertentu
sedikit terganggu (4) 7. Identifikasi perilaku dan 7. Pasien dalam menjangkau
Skala : factor yang mempengaruhi benda-benda yang dibutuhkan
1. (Sangat terganggu) risiko jatuh serta dapat meminimalisir
2. (Banyak terganggu) risiko cedera
3. (Cukup terganggu) 8. Kaji ulang riwayat jatuh 8. Untuk mengetahuI sampai
4. (Sedikit terganggu) bersama dengan pasien dan dimana usaha perawat dan
5. (Tidak terganggu) keluarga keluarga dalam membantu
klien agar tidak jatuh
4. Mengenali faktor resiko 9. Identifikasi karakteristik 9. Untuk mencegah klien sampai
sering menunjukan (4) dari lingkungan yang cedera
Skala : mungkin meningkatkan

41
1. (Tidak pernah potensi jatuh (misalnya
menunjukan) lantai licin, dan tangga
2. (Jarang menunjukan) terbuka)
3. (Kadang-kadang 10. Monitor gaya berjalan 10. Untuk mengetahui atau
menunjukan) (terutama kecepatan), memantau sampai dimana
4. (Sering menunjukan) keseimbangan dan tingkat keparahan penyakit yang
5. (Secara konsisten kelelahan dengan ambulasi menyebabkan tanda dan gejala
menunjukan) terebut
11. Monitor kemampuan 11. Mengontrol tingkat keparahan
untuk berpindah dari penyakit
tempat tidur ke kursi dan
sebaliknya
Mandiri Mandiri
12. Sediakan alat bantu 12. Untuk mempermudah klien
(misalnya tongkat dan beraktivitas dengan
walker) untuk meminimalisis cedera
menyeimbangkan gaya
berjalan
13. Letakkan benda-benda 13. Agar tidak membutuhkan
dalam jangkauan usaha yang besar untuk
mengambilnya sehingga klien
tidak membuang energy untuk
berjalan
14. Gunakan tehnik yang 14. Agar tidak menyebabkan klien
tepat untuk memindahkan terjatuh
pasien dari dan ke kursi
roda, tempat tidur dengan
tepat

42
15. Sediakan kursi dengan 15. Untuk meningkatkan tingkat
ketinggian yang tepat, kenyamanan klien
dengan sandaran tangan
dan pungung yang mudah
dipindahkan
16. Sediakan matras 16. Agar benda itu yang dapat
tempat tidur dengan digunakan klien untuk
pinggiran yang lurus untuk pegangan agar tidak jatuh
memudahkan pemindahan
17. Pindahkan barang- 17. Agar tidak tersenggol klien
barang yang diletakkan sehingga menyebabkan klien
rendah (misalnya tempat jatuh
menyimpan sepatu dan
meja) yang membahayakan
18. Hindari meletakkan 18. Agar tidak ada yang
sesuatu secara tidak teratur menimbulkan penyebab
dipermukaan lantai sampai klien bisa jatuh
19. Sediakan pencahayaan 19. Pencahayaan merupakan salah
yang cukup dalam rangka satu faktor penting untuk
meningkatkan pandangan mencegah resiko cedera
terutama pada klien dengan
pandangan kabur maka
diperlukan pencahayaan yang
lebih terang
20. Sediakan lampu malam 20. Untuk mempermudah klien
hari di sisi tempat tidur mengambir sesuatu
21. Sediakan pegangan 21. Untuk mempermudah klien
pada tangga dan pegangan berjalan dan dapat mengurangi

43
tangan yang dapat dilihat resiko jatuh
pasien
22. Sediakan permukaan 22. Untuk mencegah klien terjatuh
lantai yang tidak licin dan akibat kondisi lantai yang
anti selip terlalu licin
23. Sediakan area 23. Untuk memudahkan klien
penyimpanan dengan mengambil sesuatu sehingga
jangkauan yang mudah tidak perlu berjalan terlalu
jauh
24. Lakukan program 24. Untuk merilekskan otot- otot
latihan fisik secara rutin ekremitas bawah agar tidak
yang meliputi berjalan. kaku dan dapat berjalan
Health Education: Health Education:
25. Ajarkan pasien untuk 25. Untuk menstimulus agar klien
beradaptasi terhadap dapat berjalan dengan baik
modifikasi gaya berjalan
yang (telah) disarankan
(terutama kecepatan)
26. Ajarkan pasien 26. Agar tingkat keparahan dapat
bagaimana jika jatuh, untuk diminimalisir
meminimalkan cidera
27. Ajarkan anggota 27. Agar klien dan keluarga dapat
keluarga mengenai factor secara mandiri berkontribusi
risiko yang berkontribusi untuk mencegah resiko cedera
terhadap adanya kejadian
jatuh dan bagaimana
keluarga bisa menurunkan
risiko ini

44
28. Instruksikan keluarga 28. Agar keluarga tau dan selalu
akan pentingnya pegangan mengingatkan klien akan hal
tangan untuk tangga, kamar tersebut
mandi, dan jalur untuk
berjalan
Kolaborasi: Kolaborasi:
29. Berkolaborasi dengan 29. Untuk memberikan tindakan
tim kesehatan lain untuk lebih lanjut untuk mengatasi
meminimalkan efek jatuh.
samping dari pengobatan
yang berkontribusi pada
kejadian jatuh.

Defisiensi Pengetahuan 1. Knowledge: disease Teaching : disease process Teaching : disease process
Domain : 5 (Persepsi/kognisi) process Observasi : Observasi :
Kelas : 4 (Kognisi) 2. Knowledge :health 1. Identifikasi kemungkinan 1. Untuk mengetahui sejauh mana
Definisi:Ketiadaan atau behavior penyebab dengan cara tingkat pengetahuan klien dan
defisiensi informasi kognitis yang yang tepat kelurga tentang penyakit.
berkaitan dengan topic tertentu Tujuan: Mandiri : Mandiri :
Setelah dilakukan tindakan 2. Berikan penilaian tentang 2. Agar pasien atau keluarga
DS: - keperawatan selama ... x 24 tingkat pengetahuan mengetahui perjalanan yang
DO: jam defisiensi pengetahuan pasien tentang proses dialami pasien
1. Klien sering bertanya tentang berkurang / teratasi dengan penyakit yang spesifik
penyakitnya 3. Gambarkan tanda dan 3. Keluarga dapat mencegah agar
Kriteria hasil : gejala yang biasa muncul tidak terjadi lagi tanda dan
1. Pasien dengan keluarga pada penyakit, dengan gejala yang akan muncul pada
menyatakan pemahaman cara yang tepat pasien

45
tentang penyakit, kondisi, 4. Gambarkan process
prognosis, an program penyakit, dengan cara 4. Agar keluarga dapat
pengobatan (4) yang tepat mengetahui proses penyakit
2. Pasien dan keluarga dan cara penanggualangan dari
mampu melaksanakan penyakit tersebut.
prosedur yang dijelaskan 5. Sediakan informasi pada 5. Agar pasien mengetahui
secara benar (4) pasien tentang kondisi penyebab penyakit dan cara
3. Pasien dan keluarga dengan cara yang tepat mencegah agar tidak terjadi
mampu menjelasskan lagi pnyakit tersebut
kembali apa yang 6. Sediakan bagi keluarga 6. Untuk memberikan informasi
dijelaskan perawat atau tim atau SO informasi tentang pada pasien mengenai kondisi
kesehatan lainnya (4) kemajuan pasien dengan penyakit pasien
cara yang tepat
Catatan : 7. Diskusikan perubahan
1. (Tidak ada pengetahuan) gaya hidup yang mungkin 7. Untuk tidak memberikan
2. (Pengetahuan terbatas) diperukan untuk harapan atau jaminan yang
3. (Pengetahuan sedang) mencegah kompliasi kosong pada pasien mengenai
4. (Pengetahuan banyak) dimasa yang akan datang kesembuhan penyakit pasien
5. (Pengetahuan sangat dan atau proses
banyak) pengontrolan penyakit
8. Diskusikan pilihan terapi 8. Untuk memberikan informasi
atau penanganan mengenai kemajuan
kesembuan pasien
9. Dukung pasien untuk 9. Untuk mencegah komplikasi
mengeksplorasi atau yang akan terjadi pada pasien
mendapatkan second
opinion dengan cara yang
tepat atau diindikasikan

46
10. Rujuk pasien pada grup 10. Agar klien atau keluarga
atau agensi dikomunitas dapat mengambil keputusan
local dengan cara yang dalam hal penanganan atau
tepat terapi
11. Instruksikan pasien 11. Untuk memberikan
mengenai tanda dan gejala pilihan mengenai terapi sesuai
untuk melaporkan pada dengan pilihan pasien
pendii perawatan
kesehatan dengan cara
yang tepat
Health Education : Health Education :
12. Jelaskan patofisiologi dari 12. Untuk memberikan
penyakit dan bagaimnana informasi mengenai penyakit
hal iniberhubungan dengan cara merujuk pasien
dengan anatomi dan pada komunitas local
fisiologi, dengan cara
yang tepat

47
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Epilepsy merupakan gangguan susunan saraf pusat (SSP) yang dicirikan oleh
terjadinya bangkitan (seizure, fit, attact, spell) yang bersifat spontan (unprovoked)
dan berkala.Bangkitan dapat diartikan sebagai modifikasi fungsi otak yang
bersifat mendadak dan sepintas, yang berasal dari sekelompok besar sel-sel otak,
bersifat singkron dan berirama. Bangkitnya epilepsy terjadi apabila proses eksitasi
didalam otak lebih dominan dari prosess inihibisi.
Pasien dengan epilepsi memiliki tingkat kematian lebih tinggi secara
bermakna dibandingkan dengan populasi umum.5 Walaupun penyakit ini telah
dikenal lama dalam masyarakat, terbukti dengan adanya istilah-istilah bahasa
daerah untuk penyakit ini seperti sawan, ayan, dan lain sebagainya, tapi
pengertian akan penyakit ini masih kurang bahkan salah, sehingga penyandang
epilepsi digolongkan dalam penyakit gila, kutukan, dan turunan sehingga tidak
diobati atau bahkan disembunyikan. Akibatnya banyak penyandang epilepsi yang
tidak terdiagnosis dan mendapat pengobatan yang tidak tepat sehingga
menimbulkan dampak klinik dan psikososial yang merugikan baik bagi
penyandang maupun keluarganya.

B. Saran
Dalam makalah ini penulis menyadari masih terdapat banyak
kekurangan.Kritik dan saran sangat diharapkan penulis untuk penyempurnaan
makalah ini yang bersifat membangun.
Disarankan kepada pembaca agar menghindari faktor resiko penyebab
epilepsy karena epilepsy dapat ditimbulkan karena kebiasaan yang salah.

48
DAFTAR PUSTAKA
Herdman, T. H., & Kamitsuru, S. (2015). Nanda Internasional diagnosis
keperawatan definisi & klasifikasi 2015-2017 Edisi 10. Jakarta:
EGC.
Huda Nurarif, Amin. Aplikasi Asuhan keperawatan berdasarkan diagnosa
medis & NANDA NIC NOC edisi revisi jilid 1. Mediaction
Publishing Jogja. Jogjakarta
Huda Nurarif, Amin. Aplikasi Asuhan keperawatan berdasarkan diagnosa
medis & NANDA NIC NOC edisi revisi jilid 2. Mediaction
Publishing Jogja. Jogjakarta
Herdman, T.H. Diagnosa keperawatan definisi & klasifikasi 2015-2017 edisi
10. EGC. Jakarta
Ilyas s. Ilmu Penyakit Mata Edisi Ketiga. Jakarta: Penerbit FKUI, 2008.212
Ilyas s. Kedaruratan Dalam Ilmu Penyait Mata. Jakarta: Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, 2005. 97-101.
Ilyas s. Kedaruratan Dalam Ilmu Penyait Mata. Jakarta: Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, 2005. 97-101.
Marilynn, dkk.1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3.Jakarta : EGC
Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi asuhan keperawatan
berdasarkan diagnosa medis & NANDA NIC-NOC. Jogja: Media
Action Publishing.
Nurarif, Amin Huda dan Hardhi Kusuma. (2015). Aplikasi Asuhan
Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-
NOC.MediaAction : Yogjakarta
Wilkinson, J. M., & Ahern, N. R. (2014). Buku saku Diagnosis Keperawatan
Edisi 9. Jakarta: EGC.
Hasibuan, M. H., Mahama, C. N., & Tumewah, R. (Juli-Desember 2016).
Profil penyandang epilepsi di Poliklinik Saraf RSUP Prof. Dr. R.D.
Volume 4, Nomor 2. Jurnal e-Clinic (eCl), 1-5.

49

Anda mungkin juga menyukai