UNIVERSITAS DIPONEGORO
FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI
SEMINAR
Disusun Oleh:
Ghaitsa Rizka Myatkhan
NIM 21100110120043
SEMARANG
DESEMBER 2013
LEMBAR PENGESAHAN
COAL BED METHANE SEBAGAI ENERGI NONKONVENSIONAL
PROSPEKTIF INDONESIA
SEMINAR 2013
Oleh:
Ghaitsa Rizka Myatkhan
21100110120043
Menyetujui,
Dosen Pembimbing
Seminar, Penyusun Seminar,
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan YME, karena atas segala
rahmat dan ridho-Nya penulis dapat menyelesaikan seminar sesuai dengan waktu yang
ditentukan.
Terima kasih kepada Bapak Edi B. Setyobudi yang senantiasa membimbing dan
mengayomi penulis serta kepada semua pihak yang telah banyak membantu dalam
penyelesaian seminar ini baik secara moril maupun materil.
Penulis menyadari bahwa di dalam penulisan seminar ini masih terdapat banyak
kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun.
Semoga karya tulis ini dapat memberikan wawasan dan pengetahuan kepada para
pembaca pada umumnya dan pada penulis pada khususnya.
Penulis
ii
ABSTRAK
Indonesia merupakan negara dengan sumber daya energi cukup besar, hal ini
adalah karunia dari Yang Maha Kuasa bagi negara ini. Salah satu yang bernilai ekonomis
dengan kualitas kelas dunia yang dimiliki Indonesia adalah cadangan batubaranya.
Batubara ini bisa dimanfaatkan sebagai energi nonkonvensional, salah satu alternatif
mengatasi kelangkaan bahan bakar minyak di Indonesia, yaitu gas metana batubara (coal
bed methane) atau biasa disebut CBM.
Dengan menggunakan studi pustaka antara lain studi literatur melalui buku-buku
panduan, karya tulis berupa makalah ilmiah, jurnal, laporan penelitian, maupun artikel-
artikel yang diperoleh dari media elektronik atau internet maka dapat diperoleh informasi
tentang konsep dasar dan sistem CBM serta keterdapatan dan potensinya di Indonesia.
Gas metana batubara adalah gas yang terbentuk pada saat proses pembatubaraan
(coalification). Sistem yang terdapat dalam CBM hanya terdiri atas satu komponen yaitu
batubara yang bertindak sebagai batuan sumber, batuan penyimpan dan batuan penutup
pada saat bersamaan. Gas yang terkandung di dalam suatu tubuh batubara mengalami
transport melalui sistem cleat. Semakin tinggi peringkat suatu batubara maka semakin
besar kandungan gasnya tetapi sedikit cleat yang bisa dijumpai di dalamnya, oleh karena
itu batubara dengan rank sub-bituminus sampai bituminus yang paling prospektif dalam
bisnis CBM. Batubara di Indonesia memiliki potensi CBM yang sangat besar. Diperoleh
nilai 450 tcf untuk jumlah gas metana yang terdapat pada batubara di Indonesia.. Hal ini
membuat Indonesia menjadi negara dengan peringkat ke-4 pemilik sumber daya CBM di
dunia.
iii
DAFTAR ISI
iv
DAFTAR GAMBAR
v
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.2 Maksud dan Tujuan
Maksud penulisan karya seminar ini adalah untuk mengetahui konsep
dasar pada CBM meliputi sistem CBM dan tahapan eksplorasi CBM.
4
mengalami pembusukan dan berlangsung jutaan tahun, menghasilkan unsur-
unsur yang berbeda-beda jenisnya, yaitu jenis petroleum, gas dan batubara.
Gambut (Peat)
Gambut menurut wikipedia adalah jenis tanah yang terbentuk dari
akumulasi sisa-sisa tumbuhan yang setengah membusuk. oleh sebab itu,
kandungan bahan organiknya tinggi. Gambut merupakan kelas batubara
yang paling rendah, berpori dan memiliki kadar air di atas 75% serta nilai
kalori yang paling rendah. Jika merujuk ke standar Amerika Serikat,
gambut (Peat) tidak dimasukkan ke dalam kelas batubara. Meskipun nilai
energinya paling rendah namun ini terdapat banyak sekali di dunia. Kalau
di Indonesia banyak terdapat di Kalimantan dan Papua.
Lignit
Disebut juga batubara cokelat (brown coal), lignit adalah batubara yang
sangat lunak yang mengandung air 35-75% dari beratnya. Lignit
5
merupakan kelas batubara rendah. Lignit berasal dari kata Lignum dari
bahasa latin, yang artinya kayu, dinamakan begitu karena warnanya yang
cokelat. Kandungan energinya hanya setengah dari Antrasit yaitu 14500-
19300 kJ/kg.
Sub-bituminus
Batubara dengan kelas sub-bituminus ini merupakan kelas yang paling
banyak dijumpai di Indonesia. Kelas ini mengandung sedikit karbon dan
banyak air, dan oleh karenanya menjadi sumber panas yang kurang efisien
dibandingkan dengan bituminus. Batubara ini yang biasanya jadi bahan
bakar PLTU di Indonesia. Biasanya batubara ini dilumatkan dulu sebelum
dibakar. Kandungan energinya 19300-26750 kJ/kg.
Bituminus
Kelas ini mengandung 46 – 86% unsur karbon (C) dan berkadar air 20-
40% dari beratnya. Kelas batubara yang paling banyak ditambang di
Australia. Kelas ini dibagi lagi menjadi 5 subkelas yaitu Low volatile,
Medium volatile, High volatile A, High volatile B dan High volatile C.
Kandungan energy dari kelas ini sekitar 25600-32500 kJ/kg.
Antrasit
Merupakan kelas batubara tertinggi, dengan warna hitam berkilauan
(luster) metalik, mengandung antara 86% – 98% unsur karbon (C) dengan
kadar air kurang dari 8%. Ciri-ciri dari antrasit sangat mencolok yaitu
hitam/metalik mengkilap, keras dan padat dibandingkan kelas yang lain.
Dalam penggunaannya, batubara ini lebih cocok langsung dibakar dalam
stocker daripada dilumatkan dahulu. Di Indonesia, batubara ini ditambang
dan dijadikan komoditas jual ke luar negeri. Kandungan energinya adalah
sekitar 32500-34000 kJ/kg.
Grafit
6
Grafit menurut Rahayu (2009) adalah suatu modifikasi dari karbon dengan
sifat yang mirip logam (penghantar panas dan listrik yang baik). Di
samping tidak cukup padat, grafit tidak terdapat dalam jumlah banyak di
alam. Sedangkan sumber lain mengatakan bahwa grafit adalah batubara
yang telah mengalami proses metamorfisme regional.
7
BAB III
KONSEP DASAR COAL BED METHANE
Gambar 3.1. Segitiga sumber daya minyak dan gas bumi (after
A. Holditch. 2006 dalam Setiawan T. 2013)
Berdasarkan segitiga sumber daya Holditch, 2006 (Gambar 2), sumber daya
nonkonvensional memiliki jumlah yang lebih besar dari sumber daya
konvensional, sehingga ketika permintaan energi meningkat dan teknologi telah
mumpuni, eksplorasi dan eksploitasinya tidak terhindarkan. Untuk minyak,
cadangan konvensionalnya adalah minyak ringan, sementara cadangan
nonkonvensionalnya adalah minyak berat, minyak ekstra berat, serta oil shale.
Untuk gas, cadangan konvensionalnya adalah gas kualitas tinggi (high quality
gas), sedangkan cadangan nonkonvensionalnya adalah CBM, shale gas, gas mutu
rendah, dan tight gas.
Batubara adalah salah satu batuan sedimen organik yang memiliki
kemampuan menyimpan gas dalam jumlah yang banyak, karena permukaannya
mempunyai kemampuan mengadsorpsi gas. Meskipun batubara berupa benda
padat dan terlihat seperti batu yang keras, tapi di dalamnya banyak sekali terdapat
pori-pori yang berukuran lebih kecil dari skala mikron. Kondisi inilah yang
menyebabkan permukaan batubara mampu menyerap gas dalam jumlah yang
8
besar. Jika tekanan gas semakin tinggi, maka kemampuan batubara untuk
mengadsorpsi gas juga semakin besar.
Gas metana batubara itu sendiri adalah gas yang terbentuk pada saat
proses pembatubaraan (coalification) yang tersusun atas gas metana mencapai
angka lebih besar dari 80%. Gas tersebut tersimpan di dalam matriks batubara
akibat penyerapan dari batubara tersebut. Gas metana batubara terbentuk akibat
dekomposisi dari bahan-bahan kayu pada saat pengendapan gambut di rawa-rawa.
Gambar 3.2 Struktur molekul yang terdapat pada gas metana batubara (Telchmuller
and Telchmuller, 1982)
9
Gambar 3.1.1 proses pembentukan gas metana batubara (Sekitan no Hon,
2009. hal 119 dalam Budiharjo. 2010)
Gas Metana batubara ini sebagian besar terbentuk akibat adanya perubahan
susunan kimia yang diakibatkan oleh adanya pengaruh suhu di bawah
permukaan tanah (thermogenesis). Sedangkan untuk kelas brown coal yaitu
batubara yang terdapat pada kedalaman kurang dari 200m, gas metana ini
terbentuk akibat aktivitas mikroorganisme anaerob.
10
Gambar 3.2.1 Cleat sebagai permeabilitas dalam sistem gas
metana batubara.
Seperti telah dibahas sebelumnya, bahwa gas metana yang terdapat pada
batubara ini mengalami transport dengan jaringan rekahan (cleat) pada
batubara yaitu serangkaian retakan yang sejajar yang biasanya berorientasi
tegak lurus terhadap perlapisan. Cleat ini umumnya dijumpai pada batubara
dengan rank sub-bituminus. Satu rangkaian retakan disebut face cleat,
biasanya dominan dengan bidang individu yang lurus dan kokoh sepanjang
beberapa meter. Pola lainnya yang disebut butt cleat, retakannya lebih
pendek, sering melengkung dan cenderung berakhir pada bidang face cleat.
Jarak antar bidang cleat bervariasi dari 1 mm sampai sekitar 30 cm.
Pola cleat dapat juga dihubungkan dengan terjadinya ledakan gas dalam
tambang bawah tanah. Terjadinya cleat pada hubungannya dengan pola kekar
pada lapisan pembawa batubara, sehingga dapat digunakan untuk
menghubungkan pula cleat dengan struktur geologi suatu daerah . Face cleat
tampaknya sangat umum sebagai hasil dari perpanjangan rekahan dalam
bidang sejajar dengan paleostress kompresif maksimum suatu daerah
(Nickelsen & Hough 1967. Hanes & Shepherd 1981)
11
Gambar 3.2.2. pengaruh peringkat (rank) batubara terhadap jumlah gas
(gas content) dan permeabilitasnya.
Pada gambar di atas (gambar 3.2b) dapat dilihat kandungan gas dengan
warna kuning kehijauan sampai abu-abu yang menandakan semakin menuju
peringkat antrasit (antrachite), maka semakin besar jumlah gas yang terdapat
pada batubara tersebut. Sedangkan pada kurva permeabilitas dengan garis
berwarna hijau putus-putus menandakan bahwa semakin tinggi peringkat
suatu batubara maka semakin kecil permeabilitasnya, sehingga batubara yang
memiliki potensi terbaik untuk diambil gas metana di dalamnya adalah
batubara dengan peringkat sub-bituminus sampai bituminus seperti sumur
CBM yang terdapat di San Juan Basin.
12
Proses yang terdapat pada produksi CBM sebelum dapat memproduksi
gas terlebih dahulu akan memproduksi air secara besar-besaran, proses ini
dinamakan dewatering yaitu pengambilan air yang terdapat pada lapisan
batubara untuk dikeluarkan terlebih dahulu. Karena seperti yang kita ketahui
bahwa batubara diendapkan pada lingkungan perairan sehingga ketika proses
kompaksi dan litifikasi air tersebut tidak sepenuhnya terbuang namun
sebagian terperangkap dalam tubuh batubara tersebut.
Setelah proses dewatering selesai maka gas akan menyusul keluar dalam
kapasitas yang besar. Pada fase inilah gas bisa diambil dan diolah untuk
dijadikan sumber energi.
13
BAB IV
COAL BED METHANE DI INDONESIA
14
Gambar 4.2. Sumber daya gas metana batubara (diperkirakan) di dunia.
16
BAB V
KESIMPULAN
Coal Bed Methane atau Gas metana batubara adalah gas yang terbentuk pada
saat proses pembatubaraan (coalification) yang tersusun atas gas metana
mencapai angka lebih besar dari 80%.
Dalam sistem CBM, batubara bertindak sebagai batuan sumber, batuan
penyimpan dan batuan penutup pada saat bersamaan karena gas metana yang
terdapat pada batubara adalah gas yang terserap dan menempel di permukaan
batubara.
Gas metana yang terdapat pada batubara mengalami transport dengan jaringan
rekahan (cleat).
Batubara dengan peringkat sub-bituminus sampai bituminus merupakan yang
terbaik dalam eksplorasi CBM, karena memiliki kandungan gas sedang sampai
cukup tinggi dengan permeabilitas baik.
Indonesia merupakan negara dengan peringkat ke-4 pemilik sumber daya
CBM di dunia dengan total sumber daya diperkirakan sebesar 450 tcf.
Banyak catatan yang menjelaskan bahwa gas di Indonesia dihargai 5 sampai 10
kali lebih tinggi daripada di Amerika Utara.
17
DAFTAR PUSTAKA
Nickelsen & Hough 1967. Dalam Ward, C.R.. 1984. Coal Geology and Coal
Technology. Blackwell Scientific Publications.Singapore.
Nuroniah, N., dkk., 1995, Pengkajian Karakterisasi Batubara Indonesia,
Departemen Pertambangan dan Energi, Direktorat Jenderal Pertambangan
Umum, Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral, Bandung.
Setiawan, T. 2013. Presentation to Undip Participants: Introduction of Coal bed
Methane (CBM) Exploration. Universitas Diponegoro Student Chapter of
AAPG. Semarang.
Ward, C.R.. 1984. Coal Geology and Coal Technology. Blackwell Scientific
Publications.Singapore.
18