PENDAHULUAN
Kota Bandar Lampung (Aksara Lampung: ) adalah sebuah kota di Indonesia sekaligus
ibukota dan kota terbesar di Provinsi Lampung. Bandar Lampung juga merupakan kota
terbesar dan terpadat ketiga di Pulau Sumatera setelah Medan dan Palembang menurut jumlah
penduduk, serta termasuk salah satu kota besar di Indonesia dan Kota terpadat di luar pulau
Jawa. (Wikipedia )
Secara geografis, kota ini menjadi pintu gerbang utama pulau Sumatera, tepatnya
kurang lebih 165 km sebelah barat laut Jakarta, memiliki andil penting dalam jalur
transportasi darat dan aktivitas pendistribusian logistik dari Jawamenuju Sumatera maupun
sebaliknya.
Kota Bandar Lampung memiliki luas wilayah daratan 169,21 km² yang terbagi ke dalam 20
Kecamatan dan 126 Kelurahan dengan populasi penduduk 1.251.642[5] jiwa (berdasarkan
data tahun 2014), kepadatan penduduk sekitar 8.316 jiwa/km² dan diproyeksikan
pertumbuhan penduduk mencapai 2,4 juta jiwa pada tahun 2030. Saat ini kota Bandar
Lampung merupakan pusat jasa, perdagangan, dan perekonomian di provinsi Lampung.
Batas wilayah yaitu : Batas wilayah utara Kabupaten Pesawaran dan Kabupaten Lampung
Selatan, Batas wilayah selatan Kecamatan Teluk Betung Barat, Batas wilayah barat
Kabupaten Pesawaran, Batas wilayah timur Kecamatan Rajabasa, Kecamatan Langkapura,
dan Kecamatan Tanjung Karang Barat.
Berdasarkan sensus BPS, kota ini memiliki populasi penduduk sebanyak 1.251.642 jiwa
(sensus 2014) dengan luas wilayah sekitar 197,22 km2, maka Bandar Lampung memiliki
kepadatan penduduk 8.316 jiwa/km² dan tingkat pertumbuhan penduduk 1,79 % per tahun.
Garis Sempadan Jalan (GSJ) hampir mirip dengan GSB, tetapi GSJ lebih ditujukan untuk
tersedianya lahan bagi perluasan jalan di masa mendatang. Misalnya di dekat lahan anda ada
GSJ tertulis 1,5 meter, artinya 1,5 meter dari tepi jalan kearah halaman anda sudah ditetapkan
sebagai lahan untuk rencana pelebaran jalan. Bila suatu saat ada pekerjaan pelebaran jalan,
lahan anda selebar 1,5 meter akan "terambil".
Dari kota Bandar Lampung menuju ke Kemiling yang bergerak di banyak bidang maka
didirikanlah bangunan-bangunan yang berada di pinggir Jalan Sukadana yang bertujuan untuk
memberikan fasilitas dan peluang bisnis dan ekonomi untuk masyarakat. Bangunan-bangunan
yang berada di sepanjang Jalan Sukadana dapat berupa rumah penduduk di pinggir jalan dan
warung liar di pinggir jalan.
Keadaan rumah penduduk di pinggir jalan dan warung liar di pinggir jalan ini tidak
mementingkan pentingnya GSJ yang merupakan suatu peraturan dalam hal pembangunan
yang dapat berpengaruh oleh kondisi yang lain seperti akses dan kepadatan sekitar. Oleh
karena itu GSJ pada bangunan sepanjang Jalan Sukadana harus diperhatikan untuk
menciptakan suatu kota yang rapi dan teratur dan tidak terlalu dekat dengan jalan sehingga
mempengaruhi terhadap aksesibilitas dan kepadatan pada suatu kota. Serta penyediaan
drainase dijalan sukadana tidak tersebar sevara merata hanya dibeberapa titik saja seperti
Bukit mas dan royal Garden.
Aspek tersebut dapat berupa persyaratan teknis serta administratif yang sesuai dengan
fungsi sebuah rumah sebagai hunian.Segala persyaratan tersebut sudah tertuang dalam aturan
mengenai tata bangunan serta lingkungan yang telah ditetapkan pemerintah atau pemerintah
daerah.Dengan banyaknya persyaratan yang musti dipenuhi oleh masyarakat yang hendak
membangu, kadan membuat orang memilih untuk mengabaikan peraturan tersebut, juga
termasuk aturan tentang Garis Sempadan Bangunan atau GSB.
A. Pengertian GSB
Patokan serta batasan untuk cara mengukur luas GSB (Garis Sempadan Bangunan)
ialah as atau garis tengah jalan, tepi pantai, tepi sungai, rel kereta api, dan/atau juga jaringan
tegangan tinggi. Hingga kalau sebuah rumah kebetulan berada di pinggir sebuah jalan, maka
garis sempadannya diukur dari garis tengah jalan tersebut sampai sisi terluar dari bangunan di
tanah yang dikuasai si pemilik.
Untuk faktor yang menentukan GSB ialah letak atau tempat dari lokasi bangunan
tersebut berdiri.Rumah yang letaknya di pinggiran jalan, GSB-nya ditentukan oleh fungsi
serta kelas jalan.Untuk lingkungan pemukiman standardnya ialah berkisar antara 3 sampai
dengan 5 m.
Garis sempadan diciptakan untuk berbagai alasan sesuai dengan jenisnya, namun
umumnya untuk melindungi penghuni bangunan itu sendiriyaitu :
Namun dimakalah ini lebih menekankan pada garis sepadan jalan (GSJ), Garis sempadan
jalan (GSJ) adalah garis batas pekarangan terdepan.GSJ merupakan batas terdepan pagar
halaman yang boleh didirikan.Oleh karena itu biasanya di muka GSJ terdapat jalur untuk
instalasi air, listrik, gas, serta saluran-saluran pembuangan.Pada GSJ tidak boleh didirikan
bangunan, kecuali jika GSJ berimpit dengan garis sempadan bangunan (GSB).
Garis sempadan jalan memberikan tempat bagi berbagai instalasi yang dibutuhkan
masyarakat, serta menjaga kualitas visual antara jalan dan bangunan.Daerah yang dicakup
oleh garis sempadan jalan dari sisi kiri ke sisi kanan disebut Daerah Milik Jalan (DMJ) yang
diterakan pada patok-patok yang dipasang pada jarak-jarak tertentu di sepanjang garis
sempadan jalan ini.
Pada GSJ tidak boleh didirikan bangunan rumah, terkecuali jika GSJ berimpit dengan
garis sempadan bangunan (GSB). Ketentuan mengenai GSJ biasanya sudah terdapat dalam
dokumen rencana tata ruang kota setempat, bisa didapat di dinas tata kota atau Bappeda.
GSJ dimaksudkan mengatur lingkungan hunian memiliki kualitas visual yang baik, selain itu
juga mengatur jarak pandang yang cukup antara lalu lintas di jalan dan bangunan.
Garis sempadan bangunan (GSB) merupakan batas dinding bangunan terdepan pada
suatu persil tanah. Panjang jarak antara GSB dengan GSJ ditentukan oleh persyaratan yang
berlaku untuk masing-masing jenis bangunan dan letak persil tanah setempat, serta mengacu
pada rencana tata ruang kota setempat.
1. Supaya hunian/rumah tinggal memiliki pekarangan di depan rumah yang cukup untuk
penghijauan, pengudaraan alami dan menambah daerah resapan air hujan serta
mempercantik rumah.
2. Untuk keamanan rumah agar tidak dapat secara langsung dimasuki tamu tak
diundang/maling, dan sebagai tempat bermain anak-anak supaya terhindar dari resiko
kecelakaan selain itu juga memperlancar lalu lintas.
3. Mengurangi pengaruh suara bising dari kendaraa bermotor yang lalu lalang di depan
rumah, dan memungkinkan dibuat teritis atap yang cukup lebar sebagai pelindung
bangunan dari panas matahari dan tempias air hujan.
Pada bangunan berbentuk tunggal/lepas dan renggang, induk bangunan harus memiliki jarak
bebas terhadap batas pekarangan yang terletak di samping (sisi).Pada bangunan
turutan/anak/tambahan boleh dibangun rapat dengan batas pekarangan samping dimana
dinding terdepan berada pada jarak minimal 2 kali jarak antara GSB dan GSJ sesuai dengan
persyaratan yang berlaku.
Sedangkan lebar jarak garis bebas samping antara bangunan dengan batas pekarangan
ditentukan berdasarkan jenis bangunan dan persil tanah setempat.Luas areal bebas samping
adalah lebar jarak bebas samping x panjang jarak antara GSB dan GSJ yang ditentukan.
Tujuan garis jarak bebas samping ini dimaksudkan untuk memenuhi persyaratan kesehatan,
kenyamanan, dan keindahan mengingat faktor iklim tropis lembab di Indonesia dengan cirri-
ciri temperature udara cukup tinggi, curah hujan besar, sudut datang sinar matahari yang besar
dan lain-lain. Maka dengan adanya jarak bebas samping memungkinkan:
1. Sirkulasi udara yang baik ke dalam ruangan untuk mengurangi panas dan lembab.
2. Sinar matahari langsung ke dalam rumah (pada pagi hari) untuk kesehatan.
3. Lebar teritis atap yang cukup untuk melindungi bangunan dari panas matahari dan
tempias air hujan.
Garis jarak bebas belakang adalah garis batas bangunan yang boleh didirikan pada bagian
belakang terhadap batas pekarangan bagian belakang.Panjang garis bebas belakang ditentukan
sesuai dengan jenis bangunan dan lingkungan persil tanah setempat.
Pada halaman belakang suatu persil tanah boleh didirikan bangunan turutan/tambahan, asal
tidak memenuhi seluruh pekarangan belakang. Halaman kosong di belakang rumah minimal
mempunyai lebar sama dengan panjang garis bebas belakang yang ditentukan.
2. Memungkinkan adanya taman belakang rumah untuk kesejukan dan menambah volume
4. Sebagai area service seperti tempat cuci, jemuran, yang tidak merusak tampilan rumah
bagian depan.
Kalau melakukan renovasi sebuah rumah, menambah bangunan melewati batas GSB
atau Garis Sempadan Bangunan masih ditolerir. Tetapi tak boleh juga dengan semrono
melakukannya.
Terdapat beberapa hal yang ditolerir yang masih dapat dibenarkan.Toleransi ini
berlaku bagi bangunan sifatnya struktur, dan bukan bangunan ruang.Contohnya adalah
elemen pergola yang berfungsi sebagai penyangga atap carport.
Tetapi dalam membuat pergola tersebut juga tidak boleh sesuka Anda.Atap pergola itu
tidak diperbolehkan menjorok ke lahan atau keluar pagar. Dan satu lagi, jika Anda merubah
fungsi carport itu sendiri dengan ruang tidur atau gudang misalnya, maka Anda akan
dikenakan sangsi oleh pemerintah.
Selain dari faktor estetika, GSB ini dibuat juga untk kepentingan kemanan para
pengendara kendaraan bermotor atau sepeda yang depan sebuah rumah. Apabila Sebuah
rumah berada di simpang jalan atau biasa desebut rumah hook, rumah seperti ini membuat
jalan akan rawan dengan kecelakaan. Kecelakan tersebut terjadi dikarenakan sipengendara tak
melihat pengendara lain dari arah yang berlawanan berlawanan. Jarak lepas bebas pandang
sipengendara akan terganggu, sebab akan tertutup oleh bangunan di hook tersebut
yang terlalu menjorok keluar batas GSB.
Untuk bangunan yang di persimpangan sebuah jalan, ada dua ketentuan GSB, yaitu
dari sisi muka bangunan tersebut serta dari samping bangunan itu.Ini sering dilupakan atau
sengaja dilupakan oleh pemilik rumah. Mereka akan membangun berdasarkan satu GSB saja.
Beberapa orang dengan sengaja merapatkan bangunannya salah satu sisi batas lahan,
hingga melewati GSB samping.Perlu Anda ketahui bahwa sebenarnya tidak hanya rumah
yang berada di simpang jalan yang memiliki ketentuan GSB samping.Tapi semua rumah
harus memiliki GSB belakang dan samping.
-Struktur serta pondasi bangunan terluar haruslah berjarak paling kurang 10 cm ke arah dalam
di hitung dari batas terluar lahan yang dikuasai.
-Untuk renovasi ataupun perbaikan bangunan yang pada mulanya menggunakan dinding
pembatas bersama dgn bangunan yang ada di sebelahnya, harus membuat dinding batas baru
tepat disebelah dinding pembatas yang sudah ada.
-Sisi dinding paling luar tidak dibolehkan melewati batas dari pekarangan. Contohnya pagar.
-Untuk bangunan hunian rumah tinggal yang rapat, tidak ada jarak untuk bebas samping,
tapi jarak bebas belakang harus minimal 1/2 dari panjang GSB muka.
Selain perhitungan GSB, dalam pembangunan sebuah rumah juga perlu diperhatikan faktor
estetika yang berhubungan dengan peletakan elemen struktur. Penerapan bukaan jendela dlm
bentuk apapun pd dinding batas dari pekarangan adalah tidak diperbolehkan, juga termasuk
pemasangan elemen glass block.
F. Sanksi Terhadap Pelanggaran GSB
Selain itu juga kalau kita ketahuan membangun melebihi GSB, akan dikenakan sanksi
lain. Sanksi itu berupa denda sebanyak-banyaknya 10% (sepuluh persen) dihitung dari nilai
bangunan tersebut yang telah atau sedang dibangun.
KONDISI
- Jalan cukup lebar, persis ditepi jembatan terdapat beberapa pedagang liar dengan
membangun warung bambu atau kayu.
- Di tepi jalan tersebut tidak terdapat saluran drainase. Sarana saluran air hanya berupa
tanah yang direndahkan dari tinggi jalan tanpa pengerasan yang ditumbuhi rumput dan
tanaman liar.
Lebar jalan sama dengan turunan Sukadana. Pada area ini tidak terdapat arung liar
ditepi jalan.
Terdapat saluran drainase yang cukup layak di sebelah kanan jalan, meskipun tidak
diberi pengerasan dan tidak disemen.
Tidak terdpat bangunan ditepi jalan, namun ditemui jalan paving blok yang
bersebelehan langsung dengan tepi jalan.
Pada area dataran tinggi ini terjadi pengikisan gunung yang dialihfungsikan menjadi
bakal pemukiman penduduk, kondisi tanah berupa tanah berbatu sehingga
menurunkan resiko terjadinya longsor.
KONDISI
- Pada area ini mulai banyak ditemui pedaagang liar kembali dengan jarak dari tepi
jalan kira-kira hanya setengah meter.
- Terdapat bangunan warung yang memiliki jarak hanya 1 meter dari tepi jalan.
Ditemukan pula bangunan dengan GSB yang cukup baik seperti bengkel mobil yang
memiliki jarak antar bangunan dengan tepi jalan berkisar 5 meter.
- Tidak terdapat jalur drainase ditepi jalan, sehingga tepi jalan ditemukan genangan air
maupun tanah yang becek. Resapan air dibantu dengan tanah dan pohon yang ada di
tepi jalan tersebut.
KONDISI
- Pada area ini bangunan rekreasi seperti lembah hijau mengambil lokasi cukup jauh
dari tepi jalan.
- Tidak terdapat saluran drainase pada area ini, saluran air hanya berupa tanah yang
direndahkan dari tinggi jalan.
- Jalur masuk (entrance) perumahan Royal Garden memiliki jarak ±8 meter dari tepi
jalan.
KONDISI
- Terdapat saluran drainase semi terbuka yang cukup memadai di seberang Bukit Mas.
- Pada Bukit Mas terdapat saluran drainase terbuka, dengan jarak antara jalur masuk
(entrance) Bukit Mas dengan jalan sekiar ±2,5 meter saja.
- Masih ditemukan pedagang liar di tepi jalan dengan jarak hanya ± 2 meter.
g) Area Tugu Duren Jln Sukadana
KONDISI
- Saluran drainase tidak tersarana dengan baik. Seperti di sekitar Tugu Duren tidak
terdapat saluran drainase.
- Sedangkan pada tepi jalan sebelah kanan terdapat saluran drainase terbuka yang cukup
memadai.
- Pada tepi kanan jalan banyak dibangun ruko dan mini market, dengan tanpa
ketersediaan area resapan air. Jarak antara ruko dengan tepi jalan sekitar 4 meter.
KONDISI
- Saluran drainase tidak tersedia, area resapan air berupa tanah berumput dan pohon
ditepi jalan yang dapat mengakibatkan licin dan becek.
- Sedang pada kiri jalan terdapat jurang yang mengakibatkan jalur air dari jalan akan
turun ke jurang.
- Tidak terdapat bangunan di sekitar area ini, namun masih menemukan pedagang liar
yang cukup mengganggu kendaraan yang hendak menanjak akibat adanya kendaraan
yang parkir di tepi jalan karena ingin membeli buah disana, sehingga menimbulkan
kemacetan.
2.4 Ketetersediaan jalur drainase di jalan sukadana
Hampir sebagian besar wilayah kecamatan di kota Bandar Lampung memiliki
beberapa lokasi genangan yang frekuensi kejadiannya lebih atau sama dengan 5 kali
kejadian per tahun. Dan hanya satu wilayah yang tidak terjadi genangan yaitu Kecamatan
Kemiling, oleh karena wilayah ini berada di ketinggian 200 – 300 mdpl dan berada di
daerah hulu sungai dari DAS Way Kuala.Adapun gambaran luasan genangan wilayah
kecamatan dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
1. Di tepi jalan tersebut tidak terdapat saluran drainase. Sarana saluran air hanya berupa
tanah yang direndahkan dari tinggi jalan tanpa pengerasan yang ditumbuhi rumput dan
tanaman liar.
1 2
2. Terdapat saluran drainase yang cukup layak di sebelah kanan jalan, meskipun tidak
diberi pengerasan dan tidak disemen.
3. Pada Bukit Mas terdapat saluran drainase terbuka, dengan jarak antara jalur masuk
(entrance) Bukit Mas dengan jalan sekiar ±2,5 meter saja.
3 4
4. Saluran drainase tidak tersarana dengan baik. Seperti di sekitar Tugu Duren tidak
terdapat saluran drainase.Sedangkan pada tepi jalan sebelah kanan terdapat saluran
drainase terbuka yang cukup memadai.
(2) Rencana pengembangan sistem persampahan Kota Bandar Lampung dijelaskan lebih
rinci dalam peta Rencana Sistem Persampahan sebagaimana tercantum dalam
Lampiran I.5 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari peraturan daerah ini.
Menurut Perda No. 10 tahun 2011 tentang RENCANA TATA RUANG WILAYAH TAHUN
2011-2030Bagian Kedelapan Sistem Jaringan Infrastruktur Kota Pasal 36 :
Menurut Perda No. 10 tahun 2011 tentang RENCANA TATA RUANG WILAYAH TAHUN
2011-2030 Bagian Kedelapan Sistem Jaringan Infrastruktur Kota Pasal 37 :
(1) Penyediaan dan pemanfaatan prasarana dan sarana jaringan jalan pejalan kaki
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 huruf e, meliputi:
a. pengembangan fasilitas pejalan kaki dilakukan secara memadai, aman dan nyaman
untuk semua kategori masyarakat dan berwawasan lingkungan serta disesuaikan
dengan ketentuan yang berlaku; dan
b. pembangunan jalur pedestrian diprioritaskan pada:
1. jalan-jalan utama yang memiliki aktivitas tinggi, meliputi pasar, kawasan
komersial dan jasa, stasiun, terminal, sekolah, rumah sakit dan lapangan olah
raga; dan
2. kawasan pariwisata.
(2) Rencana sistem prasarana sarana pejalan kaki Kota Bandar Lampung dijelaskan lebih
rinci dalam peta Rencana Sistem Sarana Pejalan Kaki sebagaimana tercantum dalam
Lampiran I.7 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari peraturan daerah ini.
B. PERMEN PU No. 19 tahun 2011
Bagian Kedua Lebar Badan Jalan
Pasal 5
Lebar badan jalan sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 ayat (2) huruf b
meliputi:
a. jalur lalu lintas;
b. bahu Jalan;
c. median; dan
d. pemisah jalur.
Pasal 6
(1) Jalur lalu lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a dapat
terdiridari satu atau lebih lajur jalan.
(2) Lebar paling kecil untuk satu lajur jalan diatur sesuai Tabel Persyaratan TeknisJalan
sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan
dari Peraturan Menteri ini.
(3) Lebar satu lajur jalan kecil untuk kendaraan bermotor roda dua paling sedikit1,5 (satu
koma lima) meter.
(4) Lebar lajur lalu lintas untuk Jalan bebas hambatan dan jalan raya
diukur darisisi dalam marka membujur garis tepi jalan (garis menerus) atau sumbu
markagaris membujur pembagi lajur (garis terputus-putus) ke sisi dalam
markamembujur garis menerus atau ke sumbu marka membujur garis terputusputus.
(5) Lebar lajur lalu lintas untuk jalan sedang dan jalan kecil diukur dari
sumbumarka membujur ke sumbu marka membujur.
Pasal 7
(1) Bahu jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf b harus
diperkeras.
(2) Lebar bahu jalan paling kecil diatur sesuai Tabel Persyaratan Teknis
Jalansebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian
tidakterpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
(3) Bahu jalan pada jalan bebas hambatan harus diperkeras seluruhnya
denganperkerasan berpenutup yang berkekuatan 60% (enam puluh persen)
darikekuatan perkerasan lajur lalu lintas.
(4) Bahu jalan pada jalan raya, pada jalan sedang, dan pada jalan kecil
harusdiperkeras dengan paling sedikit perkerasan tanpa penutup.
(5) Lebar bahu jalan untuk jalan lingkungan paling sedikit 0,5 (nol koma
lima)meter, seluruhnya harus diperkeras dengan paling sedikit perkerasan
tanpapenutup.
(6) Muka perkerasan bahu jalan harus rata dengan muka perkerasan lajur lalulintas dan
diberi kemiringan melintang untuk menyalurkan air hujan yangmengalir melalui
permukaan bahu.
Pasal 9
(1) Pemisah jalur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf d digunakan untuk
memisahkan arus lalu lintas searah yang berbeda kecepatan rencananya atauberbeda
kecepatan operasionalnya atau berbeda peruntukan jenis kendaraanyang diizinkan
beroperasinya atau berbeda kelas fungsi jalannya.
(2) Pemisah jalur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a. marka garis tepi;
b. jalur tepian; dan
c. bagian bangunan pemisah jalur yang ditinggikan.
(3) Lebar pemisah lajur diukur sesuai dengan jarak antara sisi dalam
marka garistepi.
(4) Lebar jalur pemisah paling kecil ditetapkan:
a. 1 (satu) meter untuk jalur pemisah tanpa rambu; dan
b. 2 (dua) meter untuk jalur pemisah yang dilengkapi rambu.
Paragraf 2
Bangunan Pelengkap Jalan Sebagai Pendukung Konstruksi Jalan
Pasal 21
Bangunan pelengkap jalan sebagai pendukung konstruksi jalan melingkupi:
a. saluran tepi jalan.
b. gorong-gorong; dan
c. dinding penahan tanah.
Pasal 22
(1) Saluran tepi jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf a
merupakansaluran untuk menampung dan mengalirkan air hujan atau air yang ada
dipermukaan jalan, bahu jalan, dan jalur lainnya serta air dari drainase dibawah muka
jalan, di sepanjang koridor jalan.
(2) Saluran tepi jalan dapat dibuat dari galian tanah biasa atau
diperkerasdan/atau dibuat dari bahan yang awet serta mudah dipelihara, sesuai dengan
kebutuhan fungsi pengaliran.
(3) Saluran tepi jalan harus dalam bentuk tertutup jika digunakan pada
Jalan diwilayah perkotaan yang berpotensi dilalui pejalan kaki.
(4) Dimensi saluran tepi jalan harus mampu mengalirkan debit air
permukaanmaksimum dengan periode ulang:
a. paling sedikit 10 (sepuluh) tahunan untuk jalan arteri dan kolektor; dan
b. paling sedikit 5 (lima) tahunan untuk jalan lokal dan lingkungan.
(5) Dalam hal tertentu saluran tepi Jalan dapat juga berfungsi sebagai
saluran lingkungan dengan izin dari penyelenggara jalan.
Pasal 24
(1) Dinding penahan tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf
cmerupakan bangunan konstruksi untuk menahan beban tanah ke arahhorisontal dan
vertikal.
(2) Dinding penahan tanah dapat digunakan untuk menyokong badan jalan yangberada di
lereng atau di bawah permukaan jalan.
(3) Dinding penahan tanah harus mampu menahan gaya vertikal dan
horizontalmyang menjadi bebannya, sesuai dengan pertimbangan mekanika tanah
dangeoteknik.
(4) Dinding penahan tanah harus dibangun dengan konstruksi yang awet danmudah
dipelihara serta dengan faktor keamanan yang memadai.
(5) Dinding penahan tanah harus dilengkapi sistem drainase.
(6) Bagian sisi terluar dinding penahan tanah harus berada dalam
atau pada batasRumija.
Bagian Ketujuh
Perlengkapan Jalan
Pasal 36
(1) Pagar pengaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 huruf b
Berfungsiuntuk melindungi daerah atau bagian jalan yang membahayakan bagi
lalulintas, digunakan pada daerah seperti adanya:
a. jurang atau lereng dengan kedalaman lebih dari 5 (lima) meter;
b. tikungan pada bagian luar jalan dengan radius tikungan lebih dari
30 (tiga puluh) meter; dan
c. bangunan pelengkap jalan tertentu.
(2) Pagar pengaman secara fisik bisa berupa:
a. pagar rel yang bersifat lentur (guardrail);
b. pagar kabel (wire rope); dan
c. pagar beton yang bersifat kaku seperti beton penghalang lalu lintas
(concrete barrier/jersey barrier).
(2) Pagar pengaman dipasang pada tepi luar badan jalan dengan jarak paling dekat0,6 (nol
koma enam) meter dari marka tepi jalan.
(4) Pemilihan jenis pagar pengaman harus mempertimbangkan:
a. Kecepatan rencana;
b. Ruang yang tersedia untuk mengakomodasikan defleksi pagar saat
terjaditabrakan;
b. Memiliki kekuatan yang bisa menahan laju kendaraan yang hilang
kendali;
c. dapat mengurangi dampak tabrakan tanpa menimbulkan kecelakaan yang lebih
parah;
d. dapat mengarahkan kembali kendaraan yang hilang kendali ke jalur lalu lintas
dengan baik.
(5) Pagar pengaman dilengkapi dengan tanda dari bahan bersifat reflektif
denganwarna sesuai dengan warna patok pengarah pada sisi yang sama.
C. Persampahan
Terdapat satu titik di tepi jalan Sukadana yang dijadikan tempat pembuangan sampah
yang tidak layak, karena letaknya berada di antara kebun dan tidak terfasilitasi dengan baik.
Dari hasil studi persampahan yang dilaksanakan oleh Unila, total volume sampah yang
dihasilkan dari permukiman di masing-masing kecamatan adalah sebanyak 2.258 m3 per hari
dengan asumsi sampah per kapita : 2.5 lt/org/hari, sedangkan sampah yang terangkut ke TPA
Bakung adalah sebanyak 1.176 m3 per hari, artinya cakupan pelayanan sampah ke TPA
Bakung hanya 52% dari total timbulan sampah yang ada di permukiman. Hal ini dapat dilihat
pada tabel dan gambar di bawah ini.
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
GARIS sempadan pada dasarnya adalah batas di mana bangunan boleh dibangun dari
batas lahan depan, batas sungai, atau batas alam lainnya. Garis sempadan atau biasanya hanya
disebut sempadan saja, berguna dalam hal kepedulian lingkungan dalam sebuah bangunan
rumah.
GSB atau GARIS SEPADAN BANGUNAN dibuat supaya setiap orang tak semaunya
membangun sebuah bangunan.Selain itu GSB tersebut nantinya juga bergunan untuk
terciptanya pemukiman yang nyaman, rapi dan aman.
Jalan Sukadana, Kemiling merupakan jalan raya dengan luas jalan sekitar 6 meter,
memiliki kondisi jalan cukup sepi dan sejuk, namun belum menerapkan ketentuan garis
sempadan bangunan (GSB) dan saluran drainase dengan baik.
3.2 SARAN
https://id.wikipedia.org/
http://www.depok.go.id
Undang-undang Nomor 38 Tahun 2004 dan PP Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan
Cukup dengan sampah plastik yang dismpan dalam rangka besi yang
tertutup atasnya agar tidak bau, setelah penuh maka plastik sampah ini
dibuka dan diikat dengan rapi, sedangkan didalam rangkanya diganti
dengan plastik yang baru begitulah seterusnya sehngga sampah menjadi
rapi, tertutup dan tidak bau,jangan lupa dipilah minimal menjadi 2 jenis
organik dan non organik.