Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PENDAHULUAN
sebesar 5,9% (dari 31,7% menjadi 25,8%). Penurunan ini bisa terjadi
berbagai macam faktor, seperti alat pengukur tensi yang berbeda,
masyarakat yang sudah mulai sadar akan bahaya penyakit hipertensi.
Prevalensi tertinggi di Provinsi Bangka Belitung (30,9%), dan Papua yang
terendah (16,8)%).
1.3 Tujuan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Gambar 2.1 Klasifikasi dan Manajemen Tekanan Darah Dewasa (JNC 7, 2003)
6
Obesitas
Natrium
Renin Angiotensin Aldosterone System (RAAS)
Resistensi insulin
Aktivasi sistem saraf simpatis
Gangguan fungsi otot polos vaskuler
Hiperurisemia
Genetik
Gaya hidup, seperti merokok, minum alkohol, konsumsi kafein serta gaya
hidup yang kurang aktivitas dan stres yang tinggi juga ikut berkontribusi
dalam terjadinya hipertensi dan penyakit-penyakit sindroma metabolik
lainnya.
2.1.3 Patofisiologi
output menurun menjadi normal dan resistensi perifer total meningkat. Tiga teori
telah diusulkan untuk menjelaskan hal ini, yaitu RAAS yang aktif secara
berlebihan sehingga menyebabkan vasokonstriksi, retensi natrium dan air,
sehingga hipertensinya disebabkan oleh peningkatan volume cairan dan
mengecilnya lumen vaskuler. Teori lain mengatakan aktivitas saraf simpatis
berlebihan juga berperan. Ada pula teori yang mengatakan genetik sangat
berperan dalam patofisiologinya, misalnya ada gen tertentu yang menyebabkan
seseorang memiliki gangguan pada sistem neurohormonalnya atau disfungsi
endotel (baik yang disebabkan oleh stres oksidatif maupun yang tidak diketahui
sebabnya) yang menyebabkan ketidakseimbangan antara zat vasokonstrikor dan
vasodilator sehingga akan terjadi gangguan regulasi tekanan darah (Johnson and
Turner, 2005).
2.1.5 Diagnosis
2.1.6 Penatalaksanaan
tahun 1983 menjadi 86.354, dan tahun 2011 yaitu 615.899 (United States Renal
Data System, 2013).
Prevalensi CKD dalam kurun waktu tahun 1999 hingga 2004, terdapat
16.8% dari populasi penduduk usia di atas 20 tahun. Persentase ini meningkat bila
dibandingkan data pada 6 tahun sebelumnya, yakni 14.5% (CDC,2005). Di
negara-negara berkembang , insidens ini diperkirakan sekitar 40-60 kasus per juta
penduduk per tahun. Di Indonesia, dari data di beberapa bagian nefrologi,
diperkirakan insidens CKD berkisar 100-150 per 1 juta penduduk. Di Indonesia,
berdasarkan Pusat Data & Informasi Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh
Indonesia (PDPERS) jumlah penderita PGK dianggarkan sekitar 50 orang per satu
juta penduduk. Pada tahun 2006 terdapat sekitar 100.000 orang penderita gagal
ginjal kronik di Indonesia (Sinaga,2007).
Di Indonesia, penyebab ESDR ini adalah glomerulonefritis (36.4%),
penyekit ginjal infeksi dan obstruksi (24.4%), penyakit ginjal diabetes (19.9%),
hipertensi (9.1%), penyebab lain (5.2%), penyebab yang tidak diketahui (3.8%),
dan penyakit ginjal polikistik (1.2%) (Prodjosudjadi, 2006). Sedangkan di negara-
negara berkembang lain penyebab CKD, yaitu (Ayodele, 2010):
BAB III
LAPORAN KASUS
Abdomen flat, soefl, bising usus normal, liver span 9 cm, shifting dullness (-),
traube’s space tympani(-)
TD
130/90mmHg
Lab :
Ur/Cr : 62,7 /
2,62
eGFR: 20,67
ml/mnt/1,73m2
Laki-laki/ 75 th 3.Dyslipid 3.1 - - Diet rendah Keluhan
Lab: emia Hypertriglyce lemak, rendah subjektif,
Triglyceride: ridemia garam. vital sign
217mg/dL 3.2 - Aktivitas fisik
LDL Chol : Hypercholeste bersifat aerobik
126 mg/dL rolemia 3-5 kali/minggu
@ 30 menit
- Peroral :
Simvastatin 1x20
mg
BAB IV
PEMBAHASAN
Sebelum 1 tahun yang lalu, pasien juga belum pernah terdiagnosa dengan
hipertensi maupun sakit ginjal. Faktor resiko dari hipertensi esensial yang kami
temukan pada pasien kami adalah hiperurisemia (kadar asam urat pasien : 9,3
mg/dL), yang mana konsentrasi asam urat serum >5.5 mg/dL ditemukan pada
89% pasien dengan hipertensi esensial (Feig and Johnson, 2003). Asam urat bisa
memasuki sel otot polos vaskuler dan menstimulasi faktor-faktor yang
menginduksi proliferasi otot polos dan arteriolopati preglomerular (Rao et al.,
1991). Perubahan ini menyebabkan sensitivitas terhadap garam yang persisten
karena iskemia renal yang mengaktivasi RAAS, vasokonstriksi, dan peningkatan
reabsorbsi natrium (Johnson et al., 2002). Di samping itu, peningkatan usia juga
menjadi salah satu faktor resiko dari hipertensi, karena pada orang tua cenderung
lebih banyak terdapat gangguan fungsi otot polos vaskuler, yang menyebabkan
peningkatan resistensi aliran darah perifer, serta gangguan pada sistem renin-
angiotensin-aldosteron (RAAS) akibat proses penuaan. Sehingga kami
menyimpulkan bahwa kasus ini adalah hipertensi esensial stadium I, karena tidak
ada faktor penyebab jelas lainnya yang dapat menyebabkan peningkatan tekanan
darah pasien.
macam tipe sel yang berbeda, tetapi lokasi utamanya adalah di sel endotel
(Wells et al, 2006). Sehingga tempat utama yang menghasilkan
angiotensin II adalah pembuluh darah, bukan ginjal. ACE-I mencegah
perubahan angiotensin I menjadi angiotensin II, yang merupakan suatu zat
vasokonstriktor kuat dan stimulator dari sekresi aldosteron yang
menaikkan tekanan darah. Selain itu, ACE-I juga meningkatkan degradasi
dari bradikinin dan menstimulasi zat-zat vasodilator, seperti prostaglandin
E2 dan prostasiklin. Pemberian ACE-I dapat menurunkan aldosteron dan
dapat meningkatkan kadar kalium serum, juga menurunkan GFR pasien,
karena efek penghambatan vasokonstriksi dari angiotensin II di arteriol
eferen ginjal (Longmore et al, 2010). Komplikasi yang cukup sering
terjadi pada penggunaan ACE-I adalah batuk kering persisten (terjadi
pada 20% pasien), yang diduga aibat peningkatan degradasi bradikinin.
Bila komplikasi tersebut dirasakan cukup mengganggu bagi pasien, maka
ACE-I dapat diganti dengan ARB. Beberapa contoh obat-obatan ACE-I
dan pemberian dosisnya dapat dilihat pada tabel 4.2 berikut.
24
Beta blocker atau agen penyekat reseptor simpatis beta, memiliki efek
inotropik negatif dan kronotropik negatif, dengan menurunkan curah
jantung, sehingga dapat menurunkan tekanan darah perifer serta
menghambat pelepasan renin dari ginjal (Wells et al, 2006). Pemberian
beta blocker ini merupakan kontraindikasi pada penderita asma dan
penyakit paru obstruktif kronis, karena dapat menyebabkan eksaserbasi
akut akibat blokade reseptor β2 di paru. Beta bloker pada umumnya juga
dapat meningkatkan kadar lipid serum (trigliserida), dan sedikit
menurunkan jumlah kolesterol HDL, serta meningkatkan kadar glukosa
serum (Harvey et al, 2012). Efek samping lainnya yang ditimbulkan oleh
pemberian beta bloker adalah bradikardia, abnormalitas konduksi AV,
dan gagal jantung akut. Penghentian pemberian beta bloker mendadak
dapat menimbulkan angina pektoris tidak stabil, infark miokard atau
bahkan kematian pada pasien-pasien yang memiliki predisposisi iskemi
miokard. Pada pasien tanpa penyakit jantung koroner, penghentian
mendadak dari beta bloker dapat menimbulkan sinus takikardia, banyak
berkeringat dan kelemahan umum. Sehingga perlu dilakukan tapering off
dosis selama 1-2 minggu sebelum penghentian obat (Wells et al¸ 2006).
Jenis obat-obatan beta bloker sebagai antihipertensi beserta dosisnya
dirangkum dalam tabel 4.5.
28
Pasien telah rutin berobat ke Poli Ginjal dan Hipertensi RSUD dr. Saiful
Anwar, Malang selama 1 tahun terakhir ini, dan mendapatkan obat-obatan
antihipertensi sebagai berikut: Valsartan 1x100 mg dan Amlodipine 1x10 mg, dan
tensi pasien selalu berada 130/80 mmHg. Hal ini sesuai dengan target
30
pengendalian tekanan darah yang dianjurkan oleh JNC 8, yaitu di bawah 140/90
mmHg. Berdasarkan rekomendasi pula, pasien ≥60 tahun harus memulai terapi
farmakologis pada tekanan darah sistolik ≥150 mmHg atau ≥90 mmHg pada
diastolik dengan target sistolik <150 mmHg dan diastolik <90 mmHg. Jika
hasilnya rendah (<140 mmHg) dan tidak ada gangguan maupun penurunan
kualitas hidup, pengobatan tidak perlu diubah. Namun pada pasien ini, diberikan
obat-obatan antihipertensi untuk mencegah terjadinya penurunan fungsi ginjal
yang progresif akibat tekanan darah yang terlalu tinggi. Dengan pengendalian
tekanan darah yang baik, telah terbukti dapat menurunkan prevalensi perburukan
fungsi ginjal pada pasien CKD sehingga memungkinkan pasien tersebut tetap
berada pada staging CKD yang sama selama bertahun-tahun, sekaligus
menurunkan resiko mortalitas dan morbiditas pasien.
Valsartan, sebuah antihipertensi golongan angiotensin receptor blocker
(ARB) menjadi obat antihipertensi pilihan yang kami berikan kepada pasien,
karena selain memiliki efek antihipertensi, ia juga memiliki efek renoprotektif
sehingga mampu memperlambat terjadinya remodelling di ginjal. Sesuai
rekomendasi guideline JNC 7, pada pasien ≥18 tahun dengan CKD, terapi
antihipertensinya harus memasukkan salah satu dari ACEI atau ARB untuk
memperbaiki efek pengobatan terhadap ginjal. Pemberian kombinasi
antihipertensi dengan Amlodipine, dari golongan calcium channel blocker
bertujuan untuk dapat mempertahankan tekanan darah pasien di bawah target,
serta pada akhirnya mampu menurunkan resiko terjadinya komplikasi hipertensi.
Hal ini sesuai dengan rekomendasi, yaitu tujuan utama pengobatan adalah
mencapai dan mempertahankan target tekanan darah. Jika target tekanan darah
tidak tercapai dalam sebulan pengobatan, tingkatkan dosis pengobatan awal atau
tambahkan salah satu obat ini: diuretik jenis thiazide, calcium channel blocker
(CCB), angiotensin-converting enzyme inhibitor (ACEI), atau angiotensin
receptor blocker (ARB). Jika dengan 2 obat target belum juga tercapai,
tambahkan satu obat lagi dari daftar tersebut. Kombinasi obat antihipertensi yang
diberikan ke pasien bisa terdiri dari apa saja kecuali ACEI dan ARB yang tak
boleh digunakan bersamaan.
31
mg. Modifikasi gaya hidup yang dapat dilakukan adalah meningkatkan frekuensi
olahraga yang bersifat aerobik intensitas sedang, 3-5 kali dalam seminggu,
masing-masing minimal 30 menit, yang bertujuan utnuk meningkatkan jumlah
HDL dan menurunkan jumlah TG dan LDL dalam darah. Selain ini, pembatasan
makanan berlemak tinggi dan yang terlalu bergaram juga dapat diterapkan pada
pasien ini guna menurunkan tekanan darah dan kolesterol total.
BAB V
KESIMPULAN
5.1 Telah dilaporkan sebuah kasus pasien bernama Tn. W, laki-laki, 75 tahun,
dengan hipertensi esensial stadium I dan CKD stadium IV. Selain itu pasien
juga menderita hiperurisemia dan dislipidemia. Pasien mendapatkan terapi
Amlodipine 1x10 mg, Valsartan 1x100 mg, Simvastatin 1x20 mg, dan
Allopurinol 1x100 mg.
5.2 Hipertensi adalah penyakit di mana didapati peningkatan tekanan darah arteri
yang kronis, yang mana berdasarkan penyebabnya dibagi menjadi hipertensi
sekunder dan hipertensi esensial. Hipertensi esensial dapat didefinisikan
sebagai hipertensi atau peningkatan tekanan darah di atas normal karena sebab
yang tidak jelas yang meningkatkan resiko terjadinya penyakit jantung,
serebral, dan renal.
5.3 CKD atau penyakit gagal ginjal kronik atau end stage renal disease (ESRD)
adalah suatu abnormalitas pada struktur atau fungsi ginjal, dengan atau tanpa
penurunan GFR (Glomerular Filtration Rate) selama ≥ 3 bulan, dengan
manifestasi berupa terdapat abnormalitas patologis pada ginjal atau terdapat
petanda kerusakan ginjal, yaitu abnormalitas komposisi darah, urin, atau tes
imaging; atau GFR < 60 mL/min/1.73 m2 selama ≥ 3 bulan, dengan atau tanpa
kerusakan ginjal.
5.4 Salah satu dari penyebab CKD adalah hipertensi, sehingga untuk mencegah
perburukan fungsi ginjal pasien, diperlukan pengendalian tekanan darah yang
baik. Target pengendalian tekanan darah pada pasien hipertensi dengan CKD
adalah di bawah 140/90 mmHg.
5.5 Modalitas terapi yang dapat diberikan pada kasus hipertensi dengan CKD
adalah modifikasi gaya hidup, yang meliputi diet rendah garam, rendah lemak,
rendah protein, peningkatan aktifitas fisik bersifat aerobik, berhenti merokok,
menghindari alkohol, teh dan kopi, penurunan berat badan pada pasien dengan
obesitas; penggunaan antihipertensi yang sesuai, seperti kombinasi antara
ACE inhibitor atau angiotensin receptor blocker (ARB) dengan diuretik jenis
41
DAFTAR PUSTAKA
Cardillo C, Kilcoyne CM, Waclawiw M, Cannon RO, 3rd, Panza JA. Role of
endothelin in the increased vascular tone of patients with essential
hypertension. Hypertension. 1999;33:753–8
De Leeuw PW, Kroon AA. Hypertension and the Development of Heart Failure. J
Cardiovasc Pharmacol 1998;32(Suppl 1):9-15
Facchini FS, DoNascimento C, Reaven GM, Yip JW, Ni XP, Humphreys MH.
Blood pressure, sodium intake, insulin resistance, and urinary nitrate
excretion. Hypertension. 1999;33:1008–12
Hall JE, Brands MW, Henegar JR. Angiotensin II and long-term arterial pressure
regulation: The overriding dominance of the kidney. J Am Soc Nephrol.
1999;10(Suppl 12):S258–65
43
Hartley TR, Lovallo WR, Whisett TL, et al. Cardiovascular effects of caffeine in
men and women. Am J Cardiol. 2004;93:1022-1026.
Harvey, R. A., Clark, M.A., Finkel, R., Rey, J.A., Whalen, K. 2012. Lippincott’s
Illustrated Review of Pharmacology. Philadelphia: Lippincott William &
Wilkins.
James PA, Oparil S, Carter BL, et al. 2014 Evidence-Based Guideline for the
Management of High Blood Pressure in Adults: Report From the Panel
Members Appointed to the Eighth Joint National Committee (JNC 8).
JAMA. 2014;311(5):507-520.
Khan NA, McAlister FA, Rabkin SW, et al. The 2006 Canadian Hypertension
Education Program recommendations for the management of hypertension.
Part II: Therapy. Can J Cardiol 2006;22:583-93
Kotchen TA. Obesity-related hypertension: Epidemiology, pathophysiology, and
clinical management. Am J Hypertens. 2010;23:1170–8
Krzesiński JM, Cohen EP. Hypertension and the kidney. Acta Clin Belg
2007;62(1):5-14.
44
Levey, A.S., de Jong, P.E., Coresh, J. et al. The definition, classification and
prognosis of chronic kidney disease: a KDIGO Controversies Conference
report. Kidney Int. 2011; 80: 17–28
Lifton RP. Molecular genetics of human blood pressure variation. Science.
1996;272:676–80
Longmore, M., Wilkinson, I.B., Davidson, E.H., Foulkes, A., Mafi, A.R. 2010.
Oxford Handbook of Clinical Medicine Eighth Edition. New York: Oxford
University Press.
National High Blood Pressure Education Program Working Group on High Blood
Pressure in Children and Adolescents. 2004. The fourth report on the
diagnosis, evaluation, and treatment of high blood pressure in children and
adolescents. Pediatrics;114:555-576
Palm F, Urbanek C, Grau A. Infection, its treatment and the risk of stroke. Curr
Vasc Pharmacol 2009;7(2):146-152
Pitts SR, Adams RP. Emergency department hypertension and regression to the
mean. Ann Emerg Med 1998;31(2):214-218.
Rao GN, Corson MA, Berk BC. Uric acid stimulates vascular smooth muscle cell
proliferation by increasing platelet-derived growth factor A-chain
expression. J Biol Chem. 1991;266:8604–8
Sidabutar RP dan Wiguno. 1990. Hipertensi Esensial Dalam Ilmu Penyakit Dalam
Jilid II. Balai Penerbit FKUI, Jakarta
Suwitra, K. 2009. Penyakit Ginjal Kronik. Dalam Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B.,
Alwi, I., Simadibrata, M., dan Setiati, S. (Ed). 2009. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Edisi V, Jilid II. Jakarta: Interna Publishing.
United States Renal Data System. USRDS 2013 Annual Data Report: Atlas of
Chronic Kidney Disease and End-Stage Renal Disease in the United
States. National Institutes of Health. National Institute of Diabetes and
Digestive and Kidney Diseases. Bethesda, MD, 2013.
Warrell DA, Cox TM, Firth JD. 2014. Oxford Textbook of Medicine (5th ed.).
Wells, B.G., DiPiro, J.T., Schwinghammer, T.L., dan Hamilton, C.W. 2006.
Pharmacotherapy Handbook 6th Edition. Singapore: McGraw-Hill.
46