PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penuaan atau aging diartikan sebagai semua proses perubahan fisiologis
yang terjadi seiring berjalannya waktu, sejak awal pembuahan sampai kematian
individu tersebut. Penuaan berhubungan dengan meningkatnya insidensi dan
keparahan suatu penyakit, kecelakaan, dan stres. Usia tua hampir selalu diikuti
oleh proses patologis, perubahan fisiologis dan meningkatnya morbiditas,
sehingga seiring bertambahnya usia kita semakin sulit untuk membedakan mana
yang merupakan hal yang normal terjadi pada orang tua dan mana yang
merupakan penyakit (Timiras, 2007).
Di seluruh dunia, total populasi tumbuh sebesar 1.2% per tahunnya. Pada
tahun 2000, lebih dari 600 juta orang di dunia atau kira kira 10% populasi dunia
berusia 60 tahun ke atas, dan pada 2050 diperkirakan menjadi 21% (Blackburn
and Dulmus, 2007). Hasil sensus penduduk 2010 menunjukkan bahwa jumlah
lansia di Indonesia berjumlah 18,57 juta jiwa, meningkat 7,93% dari tahun 2000
yang sebanyak 14,44 juta jiwa. Diperkirakan jumlah lansia di Indonesia akan
terus bertambah 450.000 jiwa per tahun. Dengan demikian, pada tahun 2025
jumlah lansia di Indonesia diperkirakan sekitar 34,22 juta jiwa (Badan Pusat
Statistik, 2010). Usia harapan hidup penduduk Indonesia pada tahun 1980 hanya
52,2 tahun, sedangkan pada tahun 1990, meningkat menjadi 59,8 tahun, tahun
2010 berada pada 67,4 tahun, dan tahun 2020 diperkirakan mencapai 71,1
tahun. Bertambahnya jumlah penduduk dan usia harapan hidup lansia akan
menimbulkan berbagai masalah antara lain masalah kesehatan, psikologis, dan
sosial ekonomi. Sebagian besar permasalahan pada lansia adalah masalah
kesehatan akibat dari proses penuaan, ditambah permasalahan lain seperti
masalah keuangan, kesepian, merasa tak berguna, dan tidak produktif (BKKBN,
2012).
Para peneliti telah sepakat bahwa penuaan adalah proses yang dipicu
banyak faktor. Semua faktor dalam teori tersebut masuk dalam dua kelompok
besar, yaitu akumulasi kerusakan sel dan regulasi gen-gen spesifik. Akumulasi
kerusakan sel misalnya disebabkan menurunnya kemampuan memperbaiki dan
mempertahankan jaringan pada usia tua, seperti saat terkena radikal bebas.
Sedangkan regulasi gen spesifik contohnya adalah menurunnya regulasi gen
1
yang terlibat dalam mengendalikan mitosis (Kane et al., 2004). Meskipun
penyebab utamanya belum diketahui secara pasti, namun hipotesis yang paling
diterima adalah kombinasi dari faktor genetik (panjang telomer), psikis, dan
lingkungan (makanan, paparan terhadap antigen, dan polutan). Faktor yang
paling mudah dimodifikasi untuk mencegah komplikasi dari proses penuaan
adalah faktor lingkungan (Semba et al., 2010).
Delirium adalah penyakit yang umum muncul pada usia tua. Delirium
memiliki gejala awal perhatian yang mudah teralihkan dan mengantuk. Penilaian
kognitif perlu dilakukan pada lansia untuk meningkatkan jumlah penyakit yang
terdeteksi. Penelitian membuktikan bahwa dengan perawatan yang baik, delirium
bisa dihindari minimal pada sepertiga pasien lansia (Young and Inoue, 2007).
Delirium adalah beban yang besar bagi pelayanan kesehatan primer dan sering
terabaikan. Dari sana, pelayanan kesehatan yang kurang baik tersebut malah
memperparah keadaan pasien, padahal sebenarnya delirium bisa dicegah dan
ditangani dengan relatif mudah (McCulker et al., 2001). Perbaikan pelayanan
kesehatan sangat penting karena jika tak ditangani dengan baik prognosisnya
buruk: morbiditas dan mortalitas tinggi, sangat mengganggu pasien dan
keluarga, dan menimbulkan kerugian finansial besar (US Department of Health
and Human Services, 2004). Teori defisit fungsi kolinergik telah diajukan sebagai
penyebab delirium dan penurunan kognitif lainnya pada orang tua. Bahkan
gangguan pada otak karena sebab lain, seperti iskemia, dapat mengubah kadar
asetilkolin (Hshieh et al, 2008). Identifikasi faktor resiko, edukasi, dan
pendekatan sistematis dalam manajemennya dapat memperbaiki hasil akhir dari
penatalaksanaan delirium (Burns et al., 2004).
Seperti yang kita ketahui, konsep “sembuh” pada lansia harus ditambah
dengan “peningkatan kualitas hidup”. Dengan menderita delirium, maka terdapat
gangguan pada geriatri dalam melakukan aktivitasnya sehari-hari dan kualitas
hidupnya akan menurun. Dibutuhkan suatu deteksi dini dan tatalaksana yang
baik untuk mencegah dan menghambat progresivitas delirium agar dapat
meningkatkan kualitas hidup geriatri. Maka dalam responsi ini kami akan
membahas tentang delirium secara keseluruhan.
2
2. Bagaimana proses terjadinya delirium pada usia lanjut?
3. Bagaimana mendiagnosis delirium pada usia lanjut?
4. Bagaimana penatalaksanaan delirium dari segi preventif, kuratif, dan
rehabilitatif?
3
DAFTAR PUSTAKA
Young J, Inouye SK. 2007. Delirium in older people: Clinical Review. CMS
statistics Washington, DC: Centers for Medicare and Medicaid Services;
334(7598): 842–846.
Hshieh TT, Fong TG, Marcantonio ER, Inouye SK. 2008. Cholinergic deficiency
hypothesis in delirium: a synthesis of current evidence. J Gerontol A Biol
Sci Med Sci;63(7):764-72
Kane RL, Ouslander JG, Abrass IB. 2004. Essentials of Clinical Geriatrics, 5th
Edition. McGraw-Hill
Timiras PS. 2007. Physiological basis of aging and geriatrics.4th ed. Informa
Healthcare USA, Inc.