BAB I
LAPORAN KASUS
1.2 Anamnesis
2
- Wajah : simetris kanan = kiri
- Bibir : tidak ada kelainan
- KGB : tidak terdapat pembesaran kelenjar getah
bening
- TMJ : tidak ada kelainan
d. Status Lokalis
Diagnosis/
Gigi Lesi Sondase CE Perkusi Palpasi Terapi
ICD
Karies Email- Pro
54 Email Td Td - -
Dentin Konservasi
Karies Email- Pro
55 Email Td Td - -
Denti Konservasi
Karies Email- Pro
63 Email Td Td - -
Dentin Konservasi
Karies Email- Pro
64 Email Td Td - -
Dentin Konservasi
Karies Email- Pro
65 Email Td Td - -
Dentin Konservasi
Pro
73 Email Td Td - - Karies Email
Konservasi
Pro
74 Email Td Td - - Karies Email
Konservasi
84 Email Td Td - - Karies Email Pro
3
Konservasi
Pro
85 Email Td Td - - Karies Email
Konservasi
Td: Tidak dilakukan
4
e. Odontogram
f. Temuan Masalah
a. Karies Email-Dentin pada 54,55,63,64,65
b. Karies Email pada 73,74,84,85
g. Perencanaan Terapi
5
a. Karies Email-Dentin pada 54,55,63,64,65 dan Karies Email pada
73,74,84,85 Pro Konservasi
b. Dental Health Education
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
6
Gambar 2.1 Bagian Gigi
7
d. Enam gigi molar. Merupakan gigi-gigi besar di sebelah belakang di dalam
mulut
digunakan untuk menggiling makanan. Semua gigi molar mempunyai mahkota
persegi, seperti blok-blok bangunan. Ada yang mempunyai tiga, empat, atau lima
tonjolan. Gigi molar di rahang atas mempunyai tiga akar dan gigi molar di rahang
bawah mempunyai dua akar.
8
Gambar 2.3 Gigi Primer dan Permanen
9
Gambar 2.4 Permukaan-Permukaan Gigi
10
sitoplasma odontoblas. Sel-sel odontoblas mengelilingi ruang pulpa dan
kelangsungan hidupnya bergantung kepada penyediaan darah dan drainase
limfatik jaringan pulpa. Oleh karena itu dentin peka terhadap berbagai
macam rangsangan, misal: panas dan dingin serta kerusakan fisik termasuk
kerusakan yang disebabkan oleh bor gigi.
3 Cementum
Cementum adalah penutup luar tipis pada akar yang mirip strukturnya
dengan tulang.
4 Pulpa
Pulpa terdapat dalam gigi dan terbentuk dari jaringan ikat yang
berisikan urat-urat syaraf dan pembuluh-pembuluh darah yang mensuplai
dentin. Urat-urat syaraf ini mengirimkan rangsangan, seperti panas dan
dingin dari gigi ke otak, di mana hal ini dialami sebagai rasa sakit.
Rangsangan yang membangkitkan reaksi pertahanan adalah rangsangan dari
bakteri (pada karies), rangsangan mekanis (pada trauma, fraktur gigi,
preparasi kavitas, dan keausan gigi), serta bisa juga disebabkan oleh
rangsangan khemis misalnya asam dari makanan, bahan kedokteran gigi
yang toksik, atau dehidrasi dentin yang mungkin terjadi pada saat preparasi
kavitas/pengeboran gigi.
Nervus sensori pada rahang dan gigi berasal dari cabang nervus kranial ke-
V atau nervus trigeminal pada maksila dan mandibula. Persarafan pada daerah
orofasial, selain saraf trigeminal meliputi saraf kranial lainnya, seperti saraf
kranial ke-VII, ke-XI, ke-XII.
Nervus Maksila
11
Cabang maksila nervus trigeminus mempersarafi gigi-gigi pada maksila,
palatum, dan gingiva di maksila. Selanjutnya cabang maksila nervus trigeminus
ini akan bercabang lagi menjadi nervus alveolaris superior. Nervus alveolaris
superior ini kemudian akan bercabang lagi menjadi tiga, yaitu nervus alveolaris
superior anterior, nervus alveolaris superior medii, dan nervus alveolaris superior
posterior. Nervus alveolaris superior anterior mempersarafi gingiva dan gigi
anterior, nervus alveolaris superior medii mempersarafi gingiva dan gigi premolar
serta gigi molar I bagian mesial, nervus alveolaris superior posterior mempersarafi
gingiva dan gigi molar I bagian distal serta molar II dan molar III.
Nervus Mandibula
12
1. N. Infraorbitalis, mensarafi gingiva pada sisi labial insisivus, kaninus dan
premolar rahang atas.
2. N. Alveolaris superior posterior, mensarafi gingiva pada sisi bukal gigi molar
rahang atas.
3. N. Palatinalis mayor, mensarafi gingiva pada sisi palatal semua gigi rahang atas
kecuali insisivus.
4. N. Spenopalatinus panjang, mensarafi gingiva pada sisi palatal insisivus rahang
atas.
5. N. Sublingualis, mensarafi gingiva pada sisi lingual rahang bawah.
6. N. Mentalis , mensarafi gingiva pada sisi labial insisivus dan kaninus rahang
bawah.
7. N. Bukalis, mensarafi gingiva pada sisi bukal molar rahang bawah.
INCLUDEPICTURE "http://4.bp.blogspot.com/-
L_V8MyJC09I/T6SLbRgWi9I/AAAAAAAAABY/cchOx_xtM14/s320/13268716
034e66a5_l.gif" \* MERGEFORMATINET INCLUDEPICTURE
"http://4.bp.blogspot.com/-
L_V8MyJC09I/T6SLbRgWi9I/AAAAAAAAABY/cchOx_xtM14/s320/13268716
034e66a5_l.gif" \* MERGEFORMATINET INCLUDEPICTURE
"http://4.bp.blogspot.com/-
L_V8MyJC09I/T6SLbRgWi9I/AAAAAAAAABY/cchOx_xtM14/s320/13268716
034e66a5_l.gif" \* MERGEFORMATINET INCLUDEPICTURE
"http://4.bp.blogspot.com/-
L_V8MyJC09I/T6SLbRgWi9I/AAAAAAAAABY/cchOx_xtM14/s320/13268716
034e66a5_l.gif" \* MERGEFORMATINET
INCLUDEPICTURE "http://2.bp.blogspot.com/-
p5X7yFKXzus/T6SLcm1wdmI/AAAAAAAAABg/WBVNGogzbP0/s320/DI-
1.gif" \* MERGEFORMATINET INCLUDEPICTURE
13
"http://2.bp.blogspot.com/-
p5X7yFKXzus/T6SLcm1wdmI/AAAAAAAAABg/WBVNGogzbP0/s320/DI-
1.gif" \* MERGEFORMATINET INCLUDEPICTURE
"http://2.bp.blogspot.com/-
p5X7yFKXzus/T6SLcm1wdmI/AAAAAAAAABg/WBVNGogzbP0/s320/DI-
1.gif" \* MERGEFORMATINET INCLUDEPICTURE
"http://2.bp.blogspot.com/-
p5X7yFKXzus/T6SLcm1wdmI/AAAAAAAAABg/WBVNGogzbP0/s320/DI-
1.gif" \* MERGEFORMATINET
PALATUM DURUM
Terdapat tiga foramen:
foramen incisivum pada bidang median ke arah anterior
foramina palatina major di bagian posterior dan
foramina palatina minor ke arah posterior
Bagian depan palatum: N. Nasopalatinus (keluar dari foramen incisivum),
mempersarafi gigi anterior rahang atasBagian belakang palatum: N. Palatinus
14
Majus (keluar dari foramen palatina mayor), mempersarafi gigi premolar dan
molar rahang atas.
PALATUM MOLE
N. Palatinus Minus (keluardari foramen palatina minus), mempersarafi
seluruh palatina mole.
15
Bagian depan palatum: N. Nasopalatinus (keluar dari foramen
incisivum), mempersarafi gingiva dan gigi anterior rahang atas.
Bagian belakang palatum: N. Palatinus Majus (keluar dari foramen
palatina mayor), mempersarafi gingiva dan gigi premolar dan molar
rahang atas.
CABANG MANDIBULARIS
Persarafan Dentis; Dipersyarafi oleh Nervus Alveolaris Inferior,
mempersarafi gigi anterior dan posterior gigi rahang bawah
PERSARAFAN GINGIVA
a. Permukaan labia dan buccal :
N. Buccalis, mempersarafi bagian buccal gigi posterior rahang bawah
N. Mentalis, merupakan N.Alveolaris Inferior yang keluar dari
foramen Mentale
b. Permukaan lingual :
N. Lingualis, mempersarafi 2/3 anterior lidah, gingiva dan gigi
anterior dan posterior rahang bawah
16
Gambar 2.7 Nervus Mandibularis
2.2 Karies ( )
17
Kriteria lesi karies D1-D6 berdasarkan International Caries Detection and
Assessment System (ICDAS)’s International Caries Classification and
Management System (ICCMS), yaitu:
D1: merupakan suatu lesi dini yang terlihat adanya lesi putih (white spot) pada
permukaan gigi pada saat gigi dalam keadaan kering.
D2: merupakan suatu lesi yang terlihat adanya lesi putih (white spot) pada
permukaan gigi pada saat gigi dalam keadaan basah.
D4: lesi email lebih dalam dengan tampaknya bayangan gelap dentin atau lesi
sudah menyerang bagian dentino enamel junction (DEJ)/karies dentin terbatas.
18
Gambar 2.8 Lesi Karies ICDAS
19
Gambar 2.11 Karies Superfisial
2 Karies Media
Karies sudah mengenai dentin, tetapi belum melebihi setengah dentin.
3 Karies Profunda
Karies sudah mengenai lebih dari setengah dentin dan kadang-kadang
sudah mengenai pulpa.
20
Gambar 2.13 Karies Profunda
21
Gigi susu lebih mudah terserang karies dari pada gigi tetap, hal ini
dikarenakan gigi susu lebih banyak mengandung bahan organik dan air dari pada
mineral, dan secara kristalografis mineral dari gigi tetap lebih padat bila
dibandingkan dengan gigi susu. Alasan mengapa susunan kristal dan mineralisasi
gigi susu kurang adalah pembentukan maupun mineralisasi gigi susu terjadi dalam
kurun waktu 1 tahun sedangkan pembentukan dan mineralisasi gigi tetap 7-8
tahun.
Saliva mampu meremineralisasikan karies yang masih dini karena banyak
sekali mengandung ion kalsium dan fosfat. Kemampuan saliva dalam melakukan
remineralisasi meningkat jika ada ion fluor. Selain mempengaruhi komposisi
mikroorganisme di dalam plak, saliva juga mempengaruhi pH.
22
permukaan enamel. Selain itu, dapat mempengaruhi metabolisme bakteri dalam
plak dengan menyediakan bahan-bahan yang diperlukan untuk memproduksi
asam serta bahan lain yang aktif yang menyababkan timbulnya karies. Dibutuhkan
waktu minimum tertentu bagi plak dan karbohidrat yang menempel pada gigi
untuk membentuk asam dan mampu mengakibatkan demineralisasi email.
Karbohidrat ini menyediakan substrat untuk pembuatan asam bagi bakteri
dan sintesa polisakarida ekstra sel. Orang yang banyak mengkonsumsi karbohidrat
terutama sukrosa cenderung mengalami kerusakan gigi, sebaliknya pada orang
dengan diet banyak mengandung lemak dan protein hanya sedikit atau sama sekali
tidak memliki karies gigi. Hal ini dikarenakan adanya pembentukan ekstraseluler
matriks (dekstran) yang dihasilkan karbohidrat dari pemecahan sukrosa menjadi
glukosa dan fruktosa. Glukosa ini dengan bantuan Streptococcus mutans
membentuk dekstran yang merupakan matriks yang melekatkan bakteri pada
enamel gigi. Oleh karena itu sukrosa merupakan gula yang paling kariogenik
(makanan yang dapat memicu timbulnya kerusakan/karies gigi atau makanan yang
kaya akan gula). Sukrosa merupakan gula yang paling banyak dikonsumsi, maka
sukrosa merupakan penyebab karies yang utama.
Makanan dan minuman yang mengandung gula akan menurunkan pH plak
dengan cepat sampai pada level yang dapat menyebabkan demineralisasi email.
Plak akan tetap bersifat asam selama beberapa waktu. Untuk kembali ke pH
normal sekitar 7, dibutuhkan waktu 30-60 menit. Oleh karena itu, konsumsi gula
yang sering dan berulang-ulang akan tetap menahan pH plak di bawah normal dan
menyebabkan demineralisasi email.
23
Adanya saliva di dalam lingkungan gigi mengakibatkan karies tidak
menghancurkan gigi dalam hitungan hari atau minggu, melainkan dalam bulan
atau tahun. Lamanya waktu yang dibutuhkan karies untuk berkembang menjadi
suatu kavitas cukup bervariasi, diperkirakan 6-48 bulan. Dengan demikian
sebenarnya terdapat kesempatan yang baik untuk menghentikan penyakit ini.
24
Selain faktor langsung (etiologi), juga terdapat faktor-faktor tidak langsung
yang disebut sebagai faktor resiko luar, yang merupakan faktor predisposisis dan
faktor penghambat terjadinya karies yaitu umur, jenis kelamin, sosial ekonomi,
penggunaan fluor, jumlah bakteri, dan perilaku yang berhubungan dengan
kesehatan gigi. Perilaku yang dapat mempengaruhi kesehatan mulut khususnya
karies tidak terlepas dari kebiasaan merokok/penggunaan tembakau, konsumsi
alkohol, kebersihan rongga mulut yang tidak baik dan diet makanan.
25
dentin dibawahnya terlibat dan terdemineralisasi lalu kemudian lesi
interproksimal dapat terdeteksi oleh radiograf. Walau begitu, selagi permukaan
gigi menyatu, lesi masih dapat dikatakan reversible.
Dalam mengatasi lesi email dini, secara idealnya adalah berusaha
mengembalikan densitas email, tetapi pada realitanya hanya terdapat sebagian
perbaikan pada densitas permukaan. Walaupun demikian, remineralisasi sebagian
pada lesi awal menjadikan email tersebut lebih resisten terhadap demineralisasi
asam daripada email normal dan secara fisik lebih kuat. Sehingga lebih bauk bagi
pasien untuk tetap menjada oral hygiene daripada langsung memperbaiki gigi dan
mengabaikan usaha remineralisasi. Jika ketidakseimbangan remineralisasi atau
demineralisasi berlanjut, maka permukaan lesi awal akan runtuh dengan adanya
pelarutan apatit atau fraktur kristal yang lemah, sehingga menghasilkan kavitas.
Bakteri plak akan memenuhi kavitas dan membuat proses remineralisasi semakin
sulit dan kurang efektif sehingga kompleks dentin-pulpa akan menjadi aktif. Pulpa
akan menghasilkan respon segera terhadap invasi asam pada tubuli paling luar.
Akan terdapat mineralisasi pada kanal lateral yang menggabungan tubuli dentin
sehingga menghasilkan lapisan translusen.
Hal ini tidak terlihat secara klinis tetapi dapat diungkapkan secara radiograf
dan dapat dilihat apabila seluruh dentin yang terdemineralisasi diangkat pada saat
preparasi kavitas. Hal ini sebenarnya adalah suatu reaksi pertahanan dari pulpa
yang membuktikan pulpa dan dentin merupakan satu kesatuan organ dan memiliki
kemampuan yang sama dalam proses penyembuhan. Sekali demineralisasi
berlanjut dari email menuju dentin dan bakteri menjadi permanen didalam kavitas,
mereka akan menerobos ke dalam dentin yang lebih dalam dengan sendirinya.
Demineralisasi masih dapat dikontrol dengan diet substrat tetapi bakteri juga akan
memproduksi asam untuk melarutkan hidroksapatit pada dentin yang lebih dalam.
Tekstur dan warna dentin akan berubah seiring perkembangan lesi. Tekstur akan
berubah karena demineralisasi dan warna akan bertambah gelap akibat produk
bakteri atau noda dari makanan dan minuman. Pada lesi kronik, perubahan warna
akan lebih terlihat dan tekstur dasar kavitas akan lebih lunak.
26
Proses karies akan terus berlanjut, mencapai pulpa dan menimbulkan infeksi
pulpa sehingga terjadi kematian pulpa atau nekrosis dan selanjutnya menjadi
abses. Secara radiografis, gambaran abses gigi permanen akan tampak disekitar
periapikal sedangkan pada gigi susu, abses kronik berupa kerusakan inter-
radikular, terutama terlihat di daerah bifurkasi. Secara klinis infeksi telah
menyebar ke jaringan lunak didaerah bukal berupa parulis atau abses ginggival
berupa eksudat, yang akan pecah dan meninggalkan saluran fistel. Infeksi kronis
yang terjadi pada gigi susu pada saat pembentukan aktif dari mahkota gigi
permanen erupsi dengan efek hipoplasia atau hipokalsifikasi email. Hal ini sering
dijumpai pada gigi premolar.
27
Gambar 2.14 Tahapan Karies Gigi Sampai Menjadi Periodontitis
2.2.6 Pencegahan
a. Diagnosa Dini
28
Penegakan diagnosis lesi karies secara dini makin menjadi hal yang sangat
penting sejak disadari bahwa karies bukan hanya suatu proses demineralisasi saja
melainkan proses destruksi dan reparasi yang silih berganti. Penegakan diagnosis
karies gigi memerlukan pencahayaan yang baik dan obyek (gigi) yang kering dan
bersih. Jika terdapat banyak kalkulus atau plak, maka semuanya harus dibersihkan
terlebih dahulu sebelum mencoba menegakkan diagnosis dengan tepat. Setelah
gigi sudah kering maka tiap kuadran gigi diisolasi dengan gulungan kapas agar
pembasahan oleh saliva dapat dicegah. Gigi harus betul-betul kering dan
pengeringannya biasanya dengan udara yang disemprotkan perlahan-lahan.
b. Tindakan
Penambalan
Harus diketahui bahwa gigi yang sakit atau berlubang tidak dapat
disembuhkan dengan sendirinya, dengan pemberian obat-obatan. Gigi tersebut
hanya dapat diobati dan dikembalikan ke fungsi pengunyahan semula dengan
melakukan pemboran, yang pada akhirnya gigi tersebut akan ditambal.
29
sekeliling gigi. Umumnya bahan-bahan tambalan yang digunakan adalah perak
amalgam, resin komposit, semen ionomer kaca, emas tuang, porselen.
Pencabutan
30
b. Rehabilitasi (Rehabilitation), merupakan upaya pemulihan atau pengembalian
fungsi dan bentuk sesuai dengan aslinya, misalnya pembuatan gigi tiruan
(protesa).
31
menyerang organ manapun yang kurang resisten akibat faktor-faktor predisposisi
tertentu.
32
b. Perluasan di dalam tulang dengan pointing
Ini merupakan tipe infeksi yang serupa dengan tipe di atas, tetapi
perluasan tidak terlokalisis melainkan melewati tulang menuju jaringan
lunak dan kemudian membentuk abses. Di rahang atas proses ini
membentuk abses bukal, palatal, atau infraorbital. Selanjutnya, abses
infraorbital dapat mengenai mata dan menyebabkan edema di mata. Di
rahag bawah, pointing dari infeksi menyebabkan abses bukal. Apabila
pointing terarah menuju lingual, dasar mulut dapat ikut terlibat atau pusa
terdorong ke posterior sehingga membentuk abses retromolar atau
peritonsilar.
33
jelas walaupun pasien memiliki sistem imun yang normal. Juga telah ditunjukkan
bahwa tuberkel basil dapat memasuki tubuh melalui oral, yaitu pocket periodontal
danflap gingiva yang terinfeksi yang meliputi molar ketiga. Infeksi oral, selain
dapat memperburuk TB paru yang sudah ada, juga dapat menambah systemic
load, menghambat respon tubuh dalam melawan efek kaheksia dari penyakit TB
tersebut. Mendel telah menunjukkan perjalanan tuberkel basilus dari gigi melalui
limfe, KGB submaksila dan servikal tanpa didahului ulserasi primer. Tertelannya
material septik dapat menyebabkan gangguan lambung dan usus, seperti
konstipasi dan ulserasi.
34
juga dapat mengurangi pemasukan sel2 inflamasi ke pembuluh darah, dan memicu
proliferasi otot polos vascular, degenerasi lipid vascular, koagulasi intravaskular,
dan gangguan fungsi platelet.
Akhirnya, infeksi oral tidak hanya dapat mengakibatkan kehilangan gigi,
tetapi dapat juga mengakibatkan pennyakit kardiovaskular yang didukung oleh
factor resiko lainnya seperti genetic dan lingkungan.
35
Subtipe Menurut FAB Nama Lazim
(French American British) ( % Kasus)
Leukimia Mieloblastik Akut dengan diferensiasi Minimal
MO
(3%)
Leukimia Mieloblastik Akut tanpa maturasi (15-20%)
M1
Leukimia Mieloblastik Akut dengan maturasi
M2
granulositik (25-30%)
Leukimia Promielositik Akut (5-10%)
M3
Leukimia Mielomonositik Akut (20%)
M4
Leukimia Mielomonositik Akut dengan eosinofil
M4Eo
abnormal (5-10%)
Leukimia Monositik Akut (2-9%)
M5
Eritroleukimia (3-5%)
M6
Leukimia Megakariositik Akut (3-12%)
M7
2.4.3 Epidemiologi
Kejadian AML berbeda dari satu negara dengan negara lainnya, hal ini
berkaitan dengan cara diagnosis dan pelaporannya. AML mengenai semua
kelompok usia, tetapi kejadiannya meningkat dengan bertambahnya usia. AML
merupakan 20% kasus leukemia pada anak. Sekitar 10.000 anak menderita AML
setiap tahunnya di seluruh dunia. AML pada anak berjumlah kira-kira 15% dari
leukimia, dengan insidensi yang tetap dari lahir sampai umur 10 tahun, meningkat
sedikit pada masa remaja. Di Amerika setiap tahunnya sekitar 2,4 per 100.000
penduduk atau sekitar 500 sampai 600 orang berusia kurang dari 21 tahun
menderita leukemia mielositik akut dan insiden ini meningkat sejalan dengan
umur, puncaknya 12,6 per 100.000 penduduk dewasa yang berumur 65 tahun atau
lebih. Yayasan Onkologi Anak Indonesia menyatakan, setiap tahun ditemukan
650 kasus leukemia di seluruh Indonesia, 150 kasus di antaranya terdapat di
Jakarta dan sekitar 38% menderita jenis AML.6
Sekitar 80% anak di bawah usia 2 tahun dengan AML biasanya menderita
AML subtipe M4 atau M5. Subtipe M7 umumnya diderita anak berusia di bawah
3 tahun, terutama dengan Sindrom Down. Penelitian sitogenetik mengidentifikasi
36
adanya keabnormalan kromosom pada sel darah di sumsum tulang terdapat lebih
dari 70% anak yang baru didiagnosis LMA. Keabnormalan itu terletak pada t
(8;21), t (15;17), inversi 16, translokasi pita 11q23, dan trisomi 8.5
2.4.4 Etiologi
Penyebab leukemia masih belum diketahui secara pasti hingga kini. 14-18
Menurut hasil penelitian, orang dengan faktor risiko tertentu lebih meningkatkan
risiko timbulnya penyakit leukemia. Faktor risiko tersebut adalah7
Radiasi dosis tinggi : Radiasi dengan dosis sangat tinggi, seperti waktu bom
atom di Jepang pada masa perang dunia ke-2 menyebabkan peningkatan
insiden penyakit ini. Terapi medis yang menggunakan radiasi juga merupakan
sumber radiasi dosis tinggi. Sedangkan radiasi untuk diagnostik (misalnya
rontgen), dosisnya jauh lebih rendah dan tidak berhubungan dengan
peningkatan kejadian leukemia.
Pajanan terhadap zat kimia tertentu : benzene, formaldehida, pestisida
Obat – obatan : golongan alkilasi (sitostatika), kloramfenikol, fenilbutazon,
heksaklorosiklokeksan
Kemoterapi : Pasien kanker jenis lain yang mendapat kemoterapi tertentu
dapat menderita leukemia di kemudian hari. Misalnya kemoterapi jenis
alkylating agents. Namun pemberian kemoterapi jenis tersebut tetap boleh
diberikan dengan pertimbangan rasio manfaat-risikonya.
Faktor keluarga / genetik : pada kembar identik bila salah satu menderita
AML maka kembarannya berisiko menderita leukemia pula dalam 5 tahun, dan
insiden leukemia pada saudara kandung meningkat 4 kali bila salah satu
saudaranya menderita AML.
Sindrom Down : Sindrom Down dan berbagai kelainan genetik lainnya yang
disebabkan oleh kelainan kromosom dapat meningkatkan risiko kanker.
Kondisi perinatal : penyakit ginjal pada ibu, penggunaan suplementasi
oksigen, asfiksia post partum, berat badan lahir >4500 gram, dan hipertensi
saat hamil dan ibu hamil yang mengkonsumsi alkohol.
Human T-Cell Leukemia Virus-1 (HTLV-1). Virus tersebut menyebabkan
leukemia T-cell yang jarang ditemukan. Jenis virus lainnya yang dapat
menimbulkan leukemia adalah retrovirus dan virus leukemia feline.
37
Sindroma mielodisplastik : sindroma mielodisplastik adalah suatu kelainan
pembentukkan sel darah yang ditandai berkurangnya kepadatan sel
(hiposelularitas) pada sumsum tulang. Penyakit ini sering didefinisikan sebagai
pre-leukemia. Orang dengan kelainan ini berisiko tinggi untuk berkembang
menjadi leukemia.
2.4.5 Patofisiologi
AML merupakan penyakit dengan transformasi maligna dan perluasan
klon-klon sel-sel hematopoetik yang terhambat pada tingkat diferensiasi dan
tidak bisa berkembang menjadi bentuk yang lebih matang. Sel darah berasal dari
sel induk hematopoesis pluripoten yang kemudian berdiferensiasi menjadi induk
limfoid dan induk mieloid (non limfoid) multipoten. Sel induk limfoid akan
membentuk sel T dan sel B, sel induk mieloid akan berdiferensiasi menjadi sel
eritrosit, granulosit-monosit dan megakariosit. Pada setiap stadium diferensiasi
dapat terjadi perubahan menjadi suatu klon leukemik yang belum diketahui
penyebabnya. Bila hal ini terjadi maturasi dapat terganggu, sehingga jumlah sel
muda akan meningkat dan menekan pembentukan sel darah normal dalam
sumsum tulang. Sel leukemik tersebut dapat masuk kedalam sirkulasi darah yang
kemudian menginfiltrasi organ tubuh sehingga menyebabkan gangguan
metabolisme sel dan fungsi organ.5
AML merupakan neoplasma uniklonal yang menyerang rangkaian mieloid
dan berasal dari transformasi sel progenitor hematopoetik. Sifat alami neoplastik
sel yang mengalami transformasi yang sebenarnya telah digambarkan melalui
studi molekular tetapi defek kritis bersifat intrinsik dan dapat diturunkan melalui
progeni sel.6 Defek kualitatif dan kuantitatif pada semua garis sel mieloid, yang
berproliferasi pada gaya tak terkontrol dan menggantikan sel normal.6
Sel-sel leukemik tertimbun di dalam sumsum tulang, menghancurkan dan
menggantikan sel-sel yang menghasilkan sel darah yang normal.
Sel kanker ini kemudian dilepaskan ke dalam aliran darah dan berpindah ke
organ lainnya, dimana mereka melanjutkan pertumbuhannya dan membelah diri.
Mereka bisa membentuk tumor kecil (kloroma) di dalam atau tepat dibawah kulit
38
dan bisa menyebabkan meningitis, anemia, gagal hati, gagal ginjal dan kerusakan
organ lainnya.4
Kematian pada penderita leukemia akut pada umumnya diakibatkan
penekanan sumsum tulang yang cepat dan hebat, akan tetapi dapat pula
disebabkan oleh infiltrasi sel leukemik tersebut ke organ tubuh penderita.3
2.4.6 Gejala Klinis
Gejala pertama biasanya terjadi karena sumsum tulang gagal
menghasilkan sel darah yang normal dalam jumlah yang memadai. Gejala pasien
leukemia bevariasi tergantung dari jumlah sel abnormal dan tempat
berkumpulnya sel abnormal tersebut. Adapun gejala-gejala umum yang dapat
ditemukan pada pasien AML antara lain 4
a. Kelemahan Badan dan Malaise
Merupakan keluhan yang sangat sering diketemukan oleh pasien, rata-rata
mengeluhkan keadaan ini sudah berlangsung dalam beberapa bulan. Sekitar 90 %
mengeluhkan kelemahan badan dan malaise waktu pertama kali ke dokter. Rata-
rata didapati keluhan ini timbul beberapa bulan sebelum simptom lain atau
diagnosis AML dapat ditegakkan. Gejala ini disebabkan anemia, sehingga
beratnya gejala kelemahan badan ini sebanding dengan anemia.
b. Febris
Febris merupakan keluhan pertama bagi 15-20 % penderita. Seterusnya
febris juga didapatkan pada 75 % penderita yang pasti mengidap AML. Umumnya
demam ini timbul karena infeksi bakteri akibat granulositopenia atau netropenia.
Pada waktu febris juga didapatkan gejala keringat malam, pusing, mual dan tanda-
tanda infeksi lain.
c. Perdarahan
Simptom lain yang sering disebabkan adalah fenomena perdarahan,
dimana penderita mengeluh sering mudah gusi berdarah, lebam, petechiae,
epitaksis, purpura dan lain-lain. Beratnya keluhan perdarahan berhubungan erat
dengan beratnya trombositopenia. 4
d. Penurunan berat badan
39
Penurunan berat badan didapatkan pada 50 % penderita tetapi penurunan
berat badan ini tidak begitu hebat dan jarang merupakan keluhan utama.
Penurunan berat badan juga sering bersama-sama gejala anoreksia akibat malaise
atau kelemahan badan.
e. Nyeri tulang
Nyeri tulang dan sendi didapatkan pada 20 % penderita AML. Rasa nyeri
ini disebabkan oleh infiltrasi sel-sel leukemik dalam jaringan tulang atau sendi
yang mengakibatkan terjadi infark tulang.
Sedangkan tanda-tanda yang didapatkan pada pemeriksaan fisik pasien
AML1
a. Kepucatan, takikardi, murmur
Pada pemeriksaan fisik, simptom yang jelas dilihat pada penderita adalah
pucat karena adanya anemia. Pada keadaan anemia yang berat, bisa didapatkan
simptom kaardiorespirasi seperti sesak nafas, takikardia, palpitasi, murmur,
sinkope dan angina.
b. Pembesaran organ-organ
Walaupun jarang didapatkan dibandingkan ALL, pembesaran massa
abnomen atau limfonodi bisa terjadi akibat infiltrasi sel-sel leukemik pada
penderita AML. Splenomegali lebih sering didapatkan daripada hepatomegali.
Hepatomegali jarang memberikan gejala begitu juga splenomegali kecuali jika
terjadi infark.
c. Kelainan kulit dan hipertrofi gusi
Deposit sel leukemik pada kulit sering terjadi pada subtipe AML tertentu,
misalnya leukemia monoblastik (FAB M5) dan leukemia mielomonosit (FAB M4).
Kelainan kulit yang didapatkan berbentuk lesi kulit, warna ros atau populer ungu,
multiple dan general, dan biasanya dalam jumlah sedikit. Hipertrofi gusi akibat
infiltrasi sel-sel leukemia dan bisa dilihat pada 15 % penderita varian M5b, 50 %
M5a dan 50 % M4. Namun hanya didapatkan sekitar 5 % pada subtipe AML yang
lain.3
2.4.7 Diagnosis
40
Diagnosis AML dapat ditegakkan melalui pemeriksaan darah rutin,
sediaan darah tepi dan dibuktikan aspirasi sumsum tulang belakang, pemeriksaan
immnunophenotype, karyotype, atau dengan Polymerase Chain Reaction (PCR).
7,29,30
Aspirasi sumsum tulang belakang (Bone Marrow Aspiration) merupakan
syarat mutlak untuk menegakkan diagnosa definitif dan menentukan jenis
leukemia akut.10
Pemeriksaan immunophenotypic sangat penting untuk mendiagnosis acute
megakaryoblastic leukemia (AMLK), leukemia myeloid dengan diferensiasi
minimal dan leukemia myeloid/limpoid (mixed, biphenotype). Keabnormalan
genetik pada pasien AML terlihat dalam tabel berikut :10
Tabel . Keabnormalan Genetik pada Berbagai Subtipe AML
2.4.8 Terapi
Penatalaksanaan pasien AML adalah berupa terapi suportif, simptomatis
dan kausatif. Terapi suportif dilakukan untuk menjaga balance cairan melalui
infus dan menaikkan kadar Hb pasien melalu tranfusi. Pada AML, terapi suportif
41
tidak menunjukkan hasil yang memuaskan. Sedangkan terapi simptomatis
diberikan untuk meringankan gejala klnis yang muncul seperti pemberian penurun
panas. Yang paling penting adalah terapi kausatif, dimana tujuannya adalah
menghancurkan sel-sel leukemik dalam tubuh pasien AML. Terapi kausatif yang
dilakukan yaitu kemoterapi. 5
Penatalaksanaan terapi AML pada anak telah digunakan sejak tahun
1970an. Angka Five years survival meningkat dari kurang dari 5% pada tahun
1970 menjadi 43% sekarang ini. Hal ini merupakan manfaat dari pengobatan
intensif, gabungan dari transplantasi stem sel sebagai terapi primer dan adanya
perawatan suportif.1
Anak yang menderita AML memerlukan terapi intensif dengan menekan
produksi sumsum tulang dan perawatan di rumah sakit. Terapi yang pertama kali
dilakukan adalah menangani keadaan seperti demam, infeksi, perdarahan,
leukositosis dan sindrom tumor lisis. Kemajuan terapi juga ditentukan oleh
penggunaan antibiotik spektrum luas segera dan transfusi trombosit sebagai
profilaksis juga memegang peranan penting dalam upaya survival. 4
Berdasarkan terapi yang sesuai protokol, penderita AML pada anak dapat
mengalami angka remisi total sebesar 75-90%. Pada beberapa pasien yang tidak
berhasil mengalami remisi, setengah populasinya akan mengalami leukemia
resistan dan separuhnya lagi akan meninggal akibat komplikasi penyakit tersebut
atau akibat efek samping pengobatan itu sendiri. Terapi AML merupakan
kombinasi antara cytarabine dan daunorubicin. Biasanya regimen terapi untuk
anak digunakan cytarabine dan anthracyclin yang dikombinasikan dengan agen
lain seperti etoposide dan atau thioguanine. Anthracycline yang paling banyak
digunakan untuk terapi AML pada anak adalah daunorubicin. 1 Berbagai penelitian
mengungkapkan bahwa Regimen Cytosine arabinase, Daunorubicin, & Etoposide
(ADE) lebih memberikan hasil yang memuaskan daripada regimen Daunorubisin,
Cytosine arabinase & Thioguanine (DAT).5
Tantangan paling besar dalam terapi AML pada anak adalah untuk
memperpanjang durasi remisi inisial dengan kemoterapi atau transplantasi
sumsum tulang. Pada prakteknya, kebanyakan pasien yang diterapi dengan
42
kemoterapi intensif setelah remisi dicapai karena hanya sebagian subset yang
cocok dengan donor keluarga.5
Setelah tercapai remisi, diberikan kemoterapi tambahan (kemoterapi
konsolidasi) beberapa minggu atau beberapa bulan setelah kemoterapi induksi.
Kemoterapi konsolidasi jangka pendek telah membuktikan bahwa terapi dosis
tinggi dan ASCT (Autologous Stem Cell Transplantation) cukup efektif.36
Pencangkokan tulang bisa dilakukan pada penderita yang tidak memberikan
respon terhadap pengobatan dan pada penderita usia muda yang pada awalnya
memberikan respon terhadap pengobatan.37 Pada AML terapi rumatan tidak
menunjukkan hasil yang memuaskan.
Pasien dengan keganasan memiki kondisi dan kelemahan, yang apabila
diberikan kemoterapi dapat terjadi efek samping yang tidak diinginkan
(untolerable side effect). Sebelum memberikan kemoterapi perlu pertimbangan
sebagai berikut5:
1. Menggunakan kriteria Eastern Cooperative Oncology Group (ECOG)
yaitu status penampilan ≤ 2
2. Jumlah lekosit ≥ 3000/ml
3. Jumlah trombosit ≥120.0000/ul
4. Cadangan sumsum tulang masih adekuat misal Hb > 10
5. Creatinin Clearence diatas 60 ml/menit (dalam 24 jam)
6. Bilirubin < 2 mg/dl ,SGOT dan SGPT dalam batas normal
7. Elektrolit dalam batas normal.
8. Mengingat toksisitas obat-obat sitostatika sebaiknya tidak diberikan pada
usia diatas 70 tahun.
Kemoterapi pada AML sering menimbulkan efek samping yang bervariasi
tiap individu antara lain rambut rontok, mulut kering, luka pada mulut
(stomatitis), susah atau sakit menelan (esophagitis), mual, muntah, diare,
konstipasi, kelelahan, pendarahan, lebih mudah terkena infeksi, infertilitas,
hilangnya nafsu makan, dan kerusakan hati.38 Pasien AML hanya memberikan
respon terhadap obat tertentu dan pengobatan seringkali membuat penderita lebih
sakit sebelum mereka membaik. Penderita menjadi lebih sakit karena pengobatan
menekan aktivitias sumsum tulang, sehingga jumlah sel darah putih semakin
sedikit (terutama granulosit) dan hal ini menyebabkan penderita mudah
mengalami infeksi.4
43
2.4.9 Prognosis
Lowenberg et al mengelompokkan prognosis pasien AML menjadi 3
kelompok berdasarkan temuan klinis dan laboratoris yaitu baik (favorable),
menengah (intermediate) dan buruk (unfavorable). Kelompok dengan prognosis
baik meliputi pasien usia < 60 tahun atau > 2 tahun, kelainan kromosomal
minimal, infiltrasi sel blas multiorgan minimal, kadar leukosit < 20.000/mm3,
respon yang baik terhadap kemoterapi induksi, tidak resisten terhadap multidrug
therapy, tidak ditemukan leukemia ekstramedullar dan leukemia sekunder. Angka
harapan hidup 2 tahun kedepan (2 years survival rate) bagi kelompok ini adalah
50-85% 6
Tabel 4. Prognosis AML6
44
Sedangkan kelompok dengan prognosis buruk meliputi pasien usia > 60
tahun atau < 2 tahun, ditemukan dua atau lebih kelainan kromosomal, infiltrasi
sel blas pada banyak organ, kadar leukosit > 20.000/mm3, respon yang buruk
terhadap kemoterapi induksi, resisten terhadap multidrug therapy, serta
ditemukannya leukemia ekstramedullar dan leukemia sekunder.11,29 Angka
harapan hidup 2 tahun kedepan (2 years survival rate) bagi kelompok ini adalah
10-20%.6 Sedangkan kelompok dengan prognosis menengah adalah peralihan
dari baik dan buruk dan mencakup faktor-faktor lain yang tidak termasuk dalam
45
kelompok prognosis baik maupun buruk dengan angka harapan hidup dua tahun
kedepan (two years survival rate) sekitar 40-50% .7
46
1. Perdarahan oral
Menurut Bressman dkk, tanda oral leukemia yang paling sering terjadi
pada masa posdiagnostik adalah perdarahan oral danpeteki.Perdarahan oral
merupakan manifestasi oral leukemia yang paling sering menimbulkan keluhan
bagi pasien.Perdarahan oral lebih sering ditcmukan pada pasien leukemia akut
dibandingkan pada pasien leukemia kronik, perdarahan ini umumnya terjadi pada
bibir, lidah dan gingival.
Perdarahan oral sering dianggap sebagai hal yang tidak berbahaya,
namun manifestasi oral ini dapat merefleksikan kemungkinan timbulnya
perdarahan di tempat lain seperti otak, paru-paru dan saluran pencernaan yang
berakibat fatal, yang mana perdarahan merupakan faktor utama penyebab
kematian pasien leukemia selain infeksi.
Trombositopenia dan anemia disebabkan oleh supresi sumsum dari
penyakit dan hasil kemoterapinya adalah kepucatan pada mukosa, petechiae, dan
ecchymoses, dan perdarahan gingival. Perdarahan hebat pada gingival dapat
ditangani dengan terapi local, mengurangi kebutuhan transfuse platelet. Resiko
dari transfuse platelet termasuk hepatitis, infeksi HIV, reaksi transfuse, dan
formasi dari antiplatelet antibody, yang mana mengurangi kegunaan dari transfuse
platelet selama episode hemorrgagic berikutnya. Hemorrhage oral dapat
diakibatkan oleh DIC, yang menyebabkan hipofibrinogenemia.
Pada pengobatan kemoterapi, obat-obatan anti-leukemia sangat menekan
aktivitas sumsum tulang yang menyebabkan trombositopenia, anemia dan
leukopenia.Trombositopenia yang sering ditemukan pada pasien yang
menjalankan kemoterapi timbul akibat pengaruh obat-obatan yang menghambat
produksi megakariosit.
Pasien dengan kecenderungan perdarahan oral dapat ditandai dcngan
melihat perubahan pada mukosa oral yang mengalami peteki dan ekimosis.
Perdarahan akan terjadi jika jumlah trombosit kurang dan 75.000/mm2.
Banyaknya perdarahan tcrgantung pada keparahan trombositopenia dan
keberadaan iritan lokal.Karakteristik perdarahan oral pada pasien leukemia berupa
darah yang berwama merah tua, konsistensinya kental, intemiten dan titik
47
perdarahan multipel. Kadang terjadi perdarahan yang terus-menerus disebabkan
oleh gangguan pada proses pembekuan darah.
Terapi topical untuk menghentikan perdarahan harus selalu ada
pengangkatan dari iritan local yang jelas, dan direct pressure. Dapat digunakan
absorbable gelatin atau colagen sponge, thrombin topical.Dapat juga
menggunakan obat kumur antifibrinolitik seperti asam tranexaminic atau asam ε-
aminocaproic. Jika terapi local ini tidak berhasil dalam menangani perdarahan
gingival dan hemorrhage, transfuse platelet sangat diperlukan.
2. Infeksi oral
Infeksi dilandai dengan adanya demam dan dihubungkan dengan
keparahan neutropenia, aplasia sumsum tulang.Kegagalan migrasi leukosit dan
kemampuan leukosit yang berkurang untuk melawan infeksi.Selain itu, infeksi
juga ditimbulkan akibat pengobatan kemoterapi leukemia akut pada orang
dewasa.Kemoterapi menyebabkan turunnya imunitas tubuh, sehingga nfeksi
mudah terjadi.
Kemoterapi menimbulkan komplikasi oral.Komplikasi oral yang paling
sering terjadi adalah infeksi.perdarahan dan mukositis. Perdarahan dan mukositis
oral memudahkan terjadinya infeksi oral dan bakteremia yang dapat berakibat
fatal.
Infeksi oral merupakan komplikasi fatal dan serius yang terjadi pada
pasien leukemik neutropenik. Candidiasis adalah infeksi jamur oral yang umum
terjadi, tapi infeksi dengan jamur lain seperti histoplasma, aspergillus, atau
phycomycetes dapat pula diawalai pada jaringan oral. Saat lesi ini telah diduga
positif, specimen biopsy, aspirasi fine-needle, atau smear sitologi harus diperoleh
karena kultur tunggal tidak dapat diandalkan utuk organism ini. Diagnosis untuk
infeksi dental, terutama infeksi periodontal dan perikoronal, sulit pada pasien
neutropik leukemik karena tidak adanya inflamasi normal.
Menegakkan diagnosis pada infeksi oral menjadi hal yang sangat penting
karena telah terbukti bahwa flora oral berpotensi menyebabkan infeksi yang dapat
mengancam jiwa, yaitu bakteri Gram positif dan basil Gram negative. Merupakan
48
kewajiban seorang dokter gigi untuk melakukan examinasi dan mengeliminasi
segala yang dapat berpotensi menjadi penyebab infeksi akut atau sebelum
dilakukan kemoterapi, walaupun mungkin transfuse platelet dengan kombinasi
antibiotik secara intravena diperlukan sebelum dilakukan perawatan pada gigi.
3. Ulserasi Oral
Ulser pada mukosa oral sering ditemukan pada pasien leukemia yang
melakukan kemoterapi dan rata-rata disebabkan karena efek langsung dari obat
kemoterapi pada sel mukosa oral.Lockhart dan Sonis melaporkan bahwa ulcer
sekunder karena kemoterapi muncul kira-kira 7 hari setelah terapi awal
dilakukan.Ulsernya besar, irregular, dan bau busuk, dan dikelilingi oleh mukosa
yang pucat yang disebabkan karena anemia dan kurangnya respon
inflamatori.Ulser oral yang paling sering pada pasien leukemia yang melakukan
kemoterapi adalah infeksi HSV rekuren.Infeksi ini melibatkan mukosa intraoral
dan bibir.
Lesinya dimulai dengan cluster klasik dari vesikel HSV rekuren dan
menyebar dengan cepat, menyebabkan ulcer yang luas yang biasanya dikelilingi
mukosa yang pucat akibat anemia.Lesi memiliki respon yang baik pada acyclovir
parenteral yang didistribusikan melalui intravena ataupun melalui mulut.
Manajemen perawatan dari ulcer oral pada pasien leukemia harus mencegah
penyebaran dari infeksi local, meminimalisir bakteri, mengusahakan
penyembuhan, dan mengurangi rasa sakit. Ulser yang ada pada pasien leukemia
yang dirawat kemoterapi dapat terinfeksi oleh organism yang tidak umum pada
infeksi oral, misalnya gram negative enteric bacilli.
Terapi antibakteri topical dapat dicoba dengan solusi providine-iodine,
ointment bacitracin-neomycin, atau bilasan chlorhexidine.Kaolin dan pectin dapat
digunakan dengan obat kumur diphenhydramine untuk mengurangi rasa sakit.
4. Limfadenopati servikal
Limfadenopati servikal adalah tanda klinis yang paling sering terlihat pada
pasien leukemia akut maupun kronik.Limfadenopati servikal disebabkan oleh
49
infiltrasi sel-sel leukemik ke kelenjar limfe servikal, pembengkakan biasanya pada
satu sisi. Kelenjar yang membengkak akan terasa lunak dan sakit bila dipalpasi
pada leukemia akut, sedangkan pada leukemia kronik biasanya kelenjar berbatas
tegas, keras dan tidak nyeri pada saat dipalpasi.
5. Hiperplasia gingiva
Hiperplasia gingiva lebih sering terjadi pada pasien leukemia akut
khususnya AML daripada pasien leukemia kronik. Hiperplasia gingiva
disebabkan karena infiltrasi sel-sel leukemik ke gingiva, inflamasi atau akibat
hiperplasia reaktif.Faktor yang mempermudah timbulnya hiperplasia gingiva
adalah adanya respon yang berlebihan terhadap iritan lokal yang disebabkan
berkurangnya kemampuan sel darah putih untuk melawan infeksi gingiva karena
bentuknya yang tidak matang. Iritan lokal tersebut merupakan stimulus inflamasi
yang dapat berasal dari akumulasi plak dan bekuan darah yang sering ditemukan
pada pasien dengan kecenderungan perdarahan oral yang menyebabkan
kebersihan rongga mulut menjadi buruk.
Hiperplasia gingiva juga terjadi pada pasien leukemia yang kebersihan
rongga mulutnya baik.Hal ini menimbulkan anggapan bahwa kondisi lokal yang
merugikan bukanlah faktor utama yang mendorong infiltrasi sel-sel leukemik ke
jaringan lunak.
Hiperplasia gingiva juga dihubungkan dengan kemoterapi
leukemia.Dilaporkan, terdapat beberapa pasien yang menderita leukemia
promyelositik akut (M3) yang awalnya tidak mengalami hiperplasia gingiva pada
masa perkembangan penyakitnya.Namun setelah menjalankan kemoterapi dengan
penggunaan obat asam transretinoik, mengalami hiperpalsia gingival.
Gambaran klinis hiperplasia gingiva akibat leukemia dapat terlihat berupa
pembengkakan yang difus pada papila interdental, margin gingiva dan gingiva
cekat.Pada papila interdental terlihat seperti masa yang menyerupai tumor.Pada
pasien AML sering ditemukan hiperplasia gingiva sampai menutupi korona
gigi.Gingiva yang membengkak berwarna merah kebiruan dan tidak memiliki
stippling sehingga permukaannya menjadi licin dan berkilat.Konsistensinya tidak
terlalu lunak tetapi mudah terjadi perdarahan spontan akibat iritasi yang ringan,
50
kadang disertai infeksi, odontalgia dan inflamasi ulserstif nekrosis akut pada
daerah interdental.
Secara histopatologi, jaringan gingiva di infiltrasi oleh sel-sel leukosit
yang belum matang pada inflamasi kronik dapat juga terlihat leukosit yang telah
matang.Jaringan epitel memperlihatkan derajat yang bervariasi terhadap infiltrasi
sel-sel leukemik, lamina propria dipenuhi oleh sel-sel leukemik yang meluas dari
lapisan sel basal epitel ke dalam gingiva.Pembuluh darah setempat tertekan oleh
infiltrat yang menyebabkan jaringan gingiva mengalami edema dan
degencrasi.Pada hiperplasia gingiva yang disertai inflamasi nekrosis akut,
permukaan gingiva dilapisi oleh jaringan fibrin pseudomembran, sel-sel epitel
yang nekrosis, polimorfonuklear leukosit dan kolonisasi bakteri.
6. Variasi lain dari manifestasi oral leukemia
Variasi lain yang tidak spesifik dari manifestasi oral leukemia adalah
kebersihan rongga mulut yang buruk akibat xerostomia. Xerostomia dapat timbul
akibat kemoterapi, radioterapi atau efek psikologi pasien yang mengalami
kecemasan saat menjalankan kemoterapi. Selain itu, dapatjuga dijumpai sakit
tenggorokan laringofaringitis, bibir kering dan pecah-pecah, hairy tongue,
sialorhoe, halitosis, benigna migratory glossitis, median romboid glossitis,
pemfigus, nyeri gusi, dekstruksi tulang alveolar dan penyembuhan luka yang lama
setelah ekstraksi gigi.
Manifestasi oral neurologis dapat terjadi akibat infiltrasi sel-sel leukemik
ke nervus V dan VII.Gangguan pada nervus V dan VII pernah dilaporkan pada
pasien leukemia akibat penggunaan obat vincristin, yaitu obat yang sering dipakai
untuk pengobatan leukemia akut, khususnya ALL.Manifestasi neurologi oral yang
dapat terjadi berupa paralisis fasial, neuralgia trigeminal, kesukaran menelan,
kesukaran memanjangkan lidah, kelemahan otot-otot pengunyahan dan parestesia
akut (akibat peningkatan cairan serebrospinal, perdarahan intrakranial, atau
infiltrasi sel-sel ganas yang teriokalisasi pada sistem saraf pusat maupun di sekitar
saraf tepi).
51
2.5.1 Hubungan Manifestasi Gangguan Kesehatan Gigi dan Mulut dengan
Acute Myeloblastic Leukemia 3
52
Pasien leukemia diklasifikasikan menjadi tiga kategori yaitu risiko tinggi,
moderate, dan rendah untuk terapi gigi, tergantung tipe leukemia (akut atau
kronik) dan kemoterapi. Pasien risiko tinggi yaitu pasien dengan leukemia aktif,
yang mempunyai jumlah sel-sel neoplasma yang banyak pada sumsum tulang dan
darah perifer sehingga trombositopenia dan neutropenia. Pasien dengan terapi
antineoplasma yang mengalami supresi sumsum tulang akibat terapi juga
merupakan kelompok risiko tinggi. Pasien risiko moderate merupakan pasien
yang berhasil menyelesaikan fase pertama pengobatan (induksi) dan sedang
menjalani fase maintenance, sehingga tidak menunjukkan tanda-tanda keganasan
pada sumsum tulang atau darah perifer; akan tetapi terjadi mielosupresi karena
kemoterapi. Pasien dengan kategori risiko rendah, berhasil menyelesaikan terapi
dan tidak ada tanda-tanda keganasan atau mielosupresi.
53
- mengingatkan efek yang mungkin dari terapi antineoplasma pada kavitas
oral, seperti mukositis;
- identifikasi masalah spesifik dari diagnosis leukemia, seperti infiltrat
leukemia pada jaringan oral.
Pencegahan trauma dan infeksi oral merupakan fokus pengobatan gigi pada
pasien-pasien leukemia dan perlindungan kesehatan gigi (menggosok gigi,
menggunakan fluoride, dan diet nonkariogenik). Menggosok gigi
menurunkan risiko peningkatan infeksi akibat interupsi higienitas rutin oral
dan menurunkan kejadian perdarahan dan menurunkan risiko infeksi lokal
dan sistemik.
3 Perlindungan post-pengobatan
Pada fase pengobatan post-antineoplasma, pasien-pasien dianggap telah
sembuh leukemia dan tidak mempunyai manifestasi oral karena penyakit
atau kemoterapi, dengan pengecualian pada pasien-pasien dengan sekuele
radioterapi atau anak-anak yang menerima kemoterapi pada tahap
pembentukan gigi, akan ditandai dengan daerah hipoplasia pada enamel gigi
(gangguan mineralisasi) dan perubahan pada perkembangan akar gigi.
54
BAB III
ANALISIS KASUS
55
radix. Riwayat gusi berdarah merupakan manifestasi dari keadaan
trombositopenia yang disebabkan oleh proses penyakit leukemia.
Dari riwayat kebiasaan, adanya kebiasaan oral hygne pasien yang buruk
berupa menggosok gigi tidak teratur dan kadang sama sekali tidak pernah, pasien
juga tidak pernah melakukan perawatan/kontrol, adanya kebiasaan memakan
coklat dan permen, dan juga adanya kebiasaaan mengunyah makanan pada satu
sisi yaitu sisi sebelah kanan. Kebiasaan-kebiasaan ini merupakan faktor
predisposisi untuk terjadinya karies.
Pada pemeriksaan ekstra oral tidak ditemukan kelainan. Pada pemeriksaan
intra oral bagian mukosa bukal labial dan palatum dalam batas normal namun,
ditemukan debris di semua regio dan hubungan rahang ortognatia. Debris
disebabkan oleh sisa makanan yang menempel dan indikasi kurangnya
perlindungan kesehatan gigi dan mulut (oral hygiene) pasien. Hal ini menjadi
faktor resiko terjadinya infeksi karena apabila oral hygiene yang buruk jumlah
bakteri yang berkolonisasi di gigi meningkat 2-10 kali lipat dan memungkinkan
lebih banyak bakteri melewati jaringan dan masuk ke pembuluh darah,
menimbulkan peningkatan prevalensi dan besarnya bakteremia.
Pada status lokalis, ditemukan adanya karies email-dentin pada
54,55,63,64,65, karies email pada 73,74,84,85. Karies email-dentin menandakan
bahwa kedalaman karies telah mencapai perbatasan email-dentin (D4). Rasa ngilu
tidak ada karena belum mengenai tubuli dentin yang terbuka. Karies email hanya
terbatas pada bagian enamel gigi pasien.
Pasien leukemia akut terjadi gangguan produksi maupun maturasi
neutrofil sehingga secara kuantitatif maupun fungsional yang terganggu, serta
terapi intervensi pada pasien leukemia seperti kortikosteroid, kemoterapi,
transplantasi stem sel dan radiasi dapat menyebabkan menurunnya jumlah
maupun fungsi neutrofil sehingga terjadi defisiensi pertahanan tubuh dan
mengakibatkan tingginya risiko terkena infeksi bakterial gram negatif dan
meningkatkan risiko terjadinya infeksi sistemik.
Rencana terapi yang diberikan pada pasien ini adalah pro konservasi untuk
penanganan karies. Selain dilakukan beberapa rencana tindakan juga dilakukan
56
perawatan dengan menjaga oral hygiene pasien. Mengedukasikan kepada pasien
mengenai oral hygiene untuk mengatasi adanya komplikasi yang lebih lanjut.
Edukasi juga dilakukan pada pasien dalam pemilihan makanan seperti
menghindari makanan yang keras, terlalu panas dan yang mengandung banyak
gula seperti yang dikonsumsi dalam intensitas sering dan jumlah yang banyak,
pasien juga diajarkan cara menyikat gigi yang benar dan teratur serta pentingnya
memberitahu kepada pasien mengenai kunjungan ke dokter gigi setiap 6 bulan.
DAFTAR PUSTAKA
1 Nita, J. Macam, Jumlah, Waktu Tumbuh, dan Tanggal Gigi. 2013. Disadur
dari http://jnynita.com/2013/03/19/macam-jumlah-waktu-tumbuh-dan-
tanggal-gigi/ (02 Januari 2016).
2 Greenberg MS, Glick M. 2003. Burket’s oral medicine diagnosis and
treatment. 10th ed. Ontorio : BC Decker Inc.
3 Zimmermann C, InêsMeurer M, Grando LJ, Gonzaga Del Moral JA, Silva
Rath IB, Tavares SS. Dental treatments in patients with leukemia. Journal
of Oncology Hindawi Publishing Corporation, 2015.
4 Lix, Kolltveit, Tronstad L, Olsen I. Systemic diseases caused by oral
infection. Clinical Microbiology Reviews 2000 Oct; 547-58.
57
5 Peterson LJ. Odontogenic infections. Diunduh dari :
http://famona.erbak.com/OTOHNS/Cummings?cumm069.pdf, 29 Juli
2017).
6 Sonis ST, Fazio RC, Fang L. Principles and practice of oral medicine. 2nd
ed. Philadelphia: WB Saunders Company; 1995. p.399-415.
7 Ghom, AG. Infections of Oral Cavity. Textbook of Oral Medicine, 2nd ed.
New Delhi: Jaypee Brothers Medical Publishers. 2010. Hal.484-486.
8 Priantoro D, HA Sjakti. Leukemia Akut. Dalam: Tanto C, F Liwanag, S
Hanifati, EA Pradipta, penyunting. Kapita Selekta Kedokteran: essentials
of medicine edisi IV. Jakarta: Media Aesculapicus. 2014: hal. 55-57.
9 Supandiman I, Sumahtri R.Polisitemia Vera. Pedoman diagnosis dan
terapi Hematologi Onkologi Medik.2003 : 83-90 .
10 Kidd A.E.M. 2005. Essentials of Dental Caries Third edition. Oxford
University Press Inc: United States.
58