Anda di halaman 1dari 58

1

BAB I

LAPORAN KASUS

1.1 Identifikasi Pasien

Nama : An. DZS


Usia : 8 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Jl. Anggur Kel. Karang Dadi
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Pelajar
No. Med Rek : 1016813
MRS : 27 Juli 2017

1.2 Anamnesis

a. Keluhan Utama : Pasien dikonsulkan dari bagian anak RSUP Dr.


Mohammad Hoesin Palembang untuk dilakukan pemeriksaan gigi dan
mulut untuk mengevaluasi dan tatalaksana adakah tanda-tanda fokal
infeksi

b. Keluhan Tambahan : Tidak ada.

c. Riwayat Perjalanan Penyakit


Pasien dirawat di bagian anak RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang
dengan diagnosis Acute Myeloblastic Leukemia (AML) sejak tanggal 25 Juli
2017 yang diindikasikan untuk dilakukan kemoterapi, sehingga dilakukan
pemeriksaan terhadap gigi dan mulut untuk melihat ada tidaknya fokal
infeksi. Pasien tidak merasakan keluhan seperti sakit gigi, ngilu saat makan
makanan yang panas/dingin, atau mulut terasa kering. Pasien selama ini
tidak pernah memeriksaan gigi ke dokter gigi.
a. Riwayat Penyakit atau Kelainan Sistemik

Penyakit atau Kelainan Sistemik Ada Disangkal


Alergi : debu, dingin √
Penyakit Jantung √
Penyakit Tekanan Darah Tinggi √
Penyakit Diabetes Melitus √
Penyakit Kelainan Darah √
Penyakit Hepatitis A/B/C/D/E/F/G/H √
Kelainan Hati Lainnya √
HIV/ AIDS √
Penyakit Pernafasan/paru √
Kelainan Pencernaan √
Penyakit Ginjal √
Penyakit / Kelainan Kelenjar ludah √
Epilepsi √

b. Riwayat Penyakit Gigi dan Mulut Sebelumnya


- Penderita tidak pernah melakukan tambal gigi.
- Riwayat gusi berdarah (+)

c. Riwayat Kebiasaan Buruk


- Kebiasaan meggosok gigi: tidak teratur dan kadang sama sekali
tidak gosok gigi.
- Riwayat perawatan/kontrol gigi tidak pernah.
- Riwayat kebiasaan memakan coklat dan permen.

1.3 Pemeriksaan Fisik

a. Status Umum Pasien


1. Rujukan : dari bagian Anak RSMH
2. Keadaan Umum Pasien : Kompos Mentis
3. Berat Badan : 19 kg
4. Tinggi Badan : 112 cm
5. Status Gizi : (19/20) x 100 = 95%  Gizi Baik
Vital Sign
a) Tekanan Darah : 100/70 mmHg
b) Nadi : 100 x/menit
c) RR : 22 x/menit
d) Suhu : 36, 8°C

b. Pemeriksaan Ekstra Oral

2
- Wajah : simetris kanan = kiri
- Bibir : tidak ada kelainan
- KGB : tidak terdapat pembesaran kelenjar getah
bening
- TMJ : tidak ada kelainan

c. Pemeriksaan Intra Oral


- Debris : ada, di semua regio
- Plak : tidak ada
- Kalkulus : ada, di regio E
- Perdarahan Papilla Interdental : tidak ada
- Gingiva : tidak ada kelainan
- Mukosa : tidak ada kelainan
- Palatum : tidak ada kelainan
- Lidah : tidak ada kelainan
- Dasar Mulut : tidak ada kelainan
- Hubungan Rahang : ortognatia
- Kelainan Gigi Geligi : lihat status lokalis

d. Status Lokalis

Diagnosis/
Gigi Lesi Sondase CE Perkusi Palpasi Terapi
ICD
Karies Email- Pro
54 Email Td Td - -
Dentin Konservasi
Karies Email- Pro
55 Email Td Td - -
Denti Konservasi
Karies Email- Pro
63 Email Td Td - -
Dentin Konservasi
Karies Email- Pro
64 Email Td Td - -
Dentin Konservasi
Karies Email- Pro
65 Email Td Td - -
Dentin Konservasi
Pro
73 Email Td Td - - Karies Email
Konservasi
Pro
74 Email Td Td - - Karies Email
Konservasi
84 Email Td Td - - Karies Email Pro

3
Konservasi
Pro
85 Email Td Td - - Karies Email
Konservasi
Td: Tidak dilakukan

4
e. Odontogram

f. Temuan Masalah
a. Karies Email-Dentin pada 54,55,63,64,65
b. Karies Email pada 73,74,84,85

g. Perencanaan Terapi

5
a. Karies Email-Dentin pada 54,55,63,64,65 dan Karies Email pada
73,74,84,85  Pro Konservasi
b. Dental Health Education

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Gigi

2.1.1 Bagian Gigi

Gigi mempunyai beberapa bagian, yaitu:


a. Bagian akar gigi adalah bagian dari gigi yang tertanam di dalam tulang rahang
dikelilingi atau dilindungi oleh jaringan periodontal.
b. Mahkota gigi adalah bagian dari gigi yang dapat dilihat.
c. Cusp adalah tonjolan runcing atau tumpul yang terdapat pada mahkota.

6
Gambar 2.1 Bagian Gigi

2.1.2 Bentuk Gigi Permanen

Orang dewasa biasanya mempunyai 32 gigi permanen, 16 di tiap rahang. Di


tiap rahang terdapat:
a. Empat gigi depan (gigi insisivus). Bentuknya seperti sekop dengan tepi yang
lebar untuk menggigit, hanya mempunyai satu akar. Gigi insisivus atas lebih besar
daripada gigi yang bawah.
b. Dua gigi kaninus yang serupa di rahang atas dan rahang bawah. Gigi ini kuat
dan menonjol di “sudut mulut”. Hanya mempunyai satu akar.
c. Empat gigi pre-molar/gigi molar kecil. Mahkotanya bulat hampir seperti
bentuk kaleng tipis, mempunyai dua tonjolan, satu di sebelah pipi dan satu di
sebelah lidah. Kebanyakan gigi pre-molar mempunyai satu akar, bebrapa
mempunyai dua akar.

7
d. Enam gigi molar. Merupakan gigi-gigi besar di sebelah belakang di dalam
mulut
digunakan untuk menggiling makanan. Semua gigi molar mempunyai mahkota
persegi, seperti blok-blok bangunan. Ada yang mempunyai tiga, empat, atau lima
tonjolan. Gigi molar di rahang atas mempunyai tiga akar dan gigi molar di rahang
bawah mempunyai dua akar.

Gambar 2.2 Bentuk Gigi Permanen

8
Gambar 2.3 Gigi Primer dan Permanen

2.1.3 Permukaan-Permukaan Gigi


Nama-nama yang dipakai untuk menunjukkan permukaan gigi adalah:
1 Permukaan oklusal: permukaan pengunyahan gigi molar dan gigi
pre-molar.
2 Permukaan mesial: permukaan paling dekat garis tengah tubuh.
3 Permukaan lingual: permukaan paling dekat lidah di rahang bawah,
di rahang atas disebut permukaan palatal.
4 Permukaan distal: permukaan paling jauh dari garis tengah.
5 Permukaan bukal: permukaan paling dekat bibir dan pipi.
6 Tepi insisal: gigi-gigi insisivus dan gigi-gigi kaninus mempunyai tepi
potong sebagai pengganti permukaan oklusal.
7 Permukaan proksimal: permukaan-permukaan yang berdekatan
letaknya, misalnya: permukaan mesial gigi tertentu dapat menyentuh
permukaan distal gigi sampingnya. Kedua permukaan itu disebut
permukaan proksimal.

9
Gambar 2.4 Permukaan-Permukaan Gigi

2.1.4 Jaringan Gigi

Gigi terdiri dari beberapa jaringan, yaitu:


1 Enamel
Enamel merupakan bahan yang tidak ada selnya dan juga merupakan
satu-satunya komponen dalam tubuh manusia yang tidak mempunyai
kekuatan reparatif karena itu regenerasi enamel tidak mungkin terjadi.
Struktur enamel gigi merupakan susunan kimia kompleks, sebagian besar
terdiri dari 97% mineral (kalsium, fosfat, karbonat, dan fluor), air 1% dan
bahan organik 2%, yang terletak dalam suatu pola kristalin. Karena susunan
enamel yang demikian maka ion-ion dalam cairan rongga mulut dapat
masuk ke enamel bagian dalam dan hal ini memungkinkan terjadinya
transport ion-ion melalui permukaan dalam enamel ke permukaan luar
sehingga akan terjadi perubahan enamel.
2 Dentin
Seperti halnya enamel, dentin terdiri dari kalsium dan fospor tetapi
dengan proporsi protein yang lebih tinggi (terutama collagen). Dentin
adalah suatu jaringan vital yang tubulus dentinnya berisi perpanjangan

10
sitoplasma odontoblas. Sel-sel odontoblas mengelilingi ruang pulpa dan
kelangsungan hidupnya bergantung kepada penyediaan darah dan drainase
limfatik jaringan pulpa. Oleh karena itu dentin peka terhadap berbagai
macam rangsangan, misal: panas dan dingin serta kerusakan fisik termasuk
kerusakan yang disebabkan oleh bor gigi.
3 Cementum
Cementum adalah penutup luar tipis pada akar yang mirip strukturnya
dengan tulang.
4 Pulpa
Pulpa terdapat dalam gigi dan terbentuk dari jaringan ikat yang
berisikan urat-urat syaraf dan pembuluh-pembuluh darah yang mensuplai
dentin. Urat-urat syaraf ini mengirimkan rangsangan, seperti panas dan
dingin dari gigi ke otak, di mana hal ini dialami sebagai rasa sakit.
Rangsangan yang membangkitkan reaksi pertahanan adalah rangsangan dari
bakteri (pada karies), rangsangan mekanis (pada trauma, fraktur gigi,
preparasi kavitas, dan keausan gigi), serta bisa juga disebabkan oleh
rangsangan khemis misalnya asam dari makanan, bahan kedokteran gigi
yang toksik, atau dehidrasi dentin yang mungkin terjadi pada saat preparasi
kavitas/pengeboran gigi.

2.1.5 Persarafan Gigi

Nervus sensori pada rahang dan gigi berasal dari cabang nervus kranial ke-
V atau nervus trigeminal pada maksila dan mandibula. Persarafan pada daerah
orofasial, selain saraf trigeminal meliputi saraf kranial lainnya, seperti saraf
kranial ke-VII, ke-XI, ke-XII.

Nervus Maksila

11
Cabang maksila nervus trigeminus mempersarafi gigi-gigi pada maksila,
palatum, dan gingiva di maksila. Selanjutnya cabang maksila nervus trigeminus
ini akan bercabang lagi menjadi nervus alveolaris superior. Nervus alveolaris
superior ini kemudian akan bercabang lagi menjadi tiga, yaitu nervus alveolaris
superior anterior, nervus alveolaris superior medii, dan nervus alveolaris superior
posterior. Nervus alveolaris superior anterior mempersarafi gingiva dan gigi
anterior, nervus alveolaris superior medii mempersarafi gingiva dan gigi premolar
serta gigi molar I bagian mesial, nervus alveolaris superior posterior mempersarafi
gingiva dan gigi molar I bagian distal serta molar II dan molar III.

Nervus Mandibula

Cabang awal yang menuju ke mandibula adalah nervus alveolar inferior.


Nervus alveolaris inferior terus berjalan melalui rongga pada mandibula di bawah
akar gigi molar sampai ke tingkat foramen mental. Cabang pada gigi ini tidaklah
merupakan sebuah cabang besar, tapi merupakan dua atau tiga cabang yang lebih
besar yang membentuk plexus dimana cabang pada inferior ini memasuki tiap
akar gigi.
Selain cabang tersebut, ada juga cabang lain yang berkonstribusi pada
persarafan mandibula. Nervus buccal, meskipun distribusi utamanya pada
mukosa pipi, saraf ini juga memiliki cabang yang biasanya didistribusikan ke area
kecil pada gingiva buccal di area molar pertama. Namun, dalam beberapa kasus,
distribusi ini memanjang dari caninus sampai ke molar ketiga. Nervus lingualis,
karena terletak di dasar mulut, dan memiliki cabang mukosa pada beberapa area
mukosa lidah dan gingiva. Nervus mylohyoid, terkadang dapat melanjutkan
perjalanannya pada permukaan bawah otot mylohyoid dan memasuki mandibula
melalui foramen kecil pada kedua sisi midline. Pada beberapa individu, nervus ini
berkontribusi pada persarafan dari insisivus sentral dan ligamentum periodontal.

Cabang-cabang n. Trigeminus yang mensarafi bagian-bagian gingiva adalah :

12
1. N. Infraorbitalis, mensarafi gingiva pada sisi labial insisivus, kaninus dan
premolar rahang atas.
2. N. Alveolaris superior posterior, mensarafi gingiva pada sisi bukal gigi molar
rahang atas.
3. N. Palatinalis mayor, mensarafi gingiva pada sisi palatal semua gigi rahang atas
kecuali insisivus.
4. N. Spenopalatinus panjang, mensarafi gingiva pada sisi palatal insisivus rahang
atas.
5. N. Sublingualis, mensarafi gingiva pada sisi lingual rahang bawah.
6. N. Mentalis , mensarafi gingiva pada sisi labial insisivus dan kaninus rahang
bawah.
7. N. Bukalis, mensarafi gingiva pada sisi bukal molar rahang bawah.

INCLUDEPICTURE "http://4.bp.blogspot.com/-
L_V8MyJC09I/T6SLbRgWi9I/AAAAAAAAABY/cchOx_xtM14/s320/13268716
034e66a5_l.gif" \* MERGEFORMATINET INCLUDEPICTURE
"http://4.bp.blogspot.com/-
L_V8MyJC09I/T6SLbRgWi9I/AAAAAAAAABY/cchOx_xtM14/s320/13268716
034e66a5_l.gif" \* MERGEFORMATINET INCLUDEPICTURE
"http://4.bp.blogspot.com/-
L_V8MyJC09I/T6SLbRgWi9I/AAAAAAAAABY/cchOx_xtM14/s320/13268716
034e66a5_l.gif" \* MERGEFORMATINET INCLUDEPICTURE
"http://4.bp.blogspot.com/-
L_V8MyJC09I/T6SLbRgWi9I/AAAAAAAAABY/cchOx_xtM14/s320/13268716
034e66a5_l.gif" \* MERGEFORMATINET

INCLUDEPICTURE "http://2.bp.blogspot.com/-
p5X7yFKXzus/T6SLcm1wdmI/AAAAAAAAABg/WBVNGogzbP0/s320/DI-
1.gif" \* MERGEFORMATINET INCLUDEPICTURE

13
"http://2.bp.blogspot.com/-
p5X7yFKXzus/T6SLcm1wdmI/AAAAAAAAABg/WBVNGogzbP0/s320/DI-
1.gif" \* MERGEFORMATINET INCLUDEPICTURE
"http://2.bp.blogspot.com/-
p5X7yFKXzus/T6SLcm1wdmI/AAAAAAAAABg/WBVNGogzbP0/s320/DI-
1.gif" \* MERGEFORMATINET INCLUDEPICTURE
"http://2.bp.blogspot.com/-
p5X7yFKXzus/T6SLcm1wdmI/AAAAAAAAABg/WBVNGogzbP0/s320/DI-
1.gif" \* MERGEFORMATINET

Gambar 2.5 Inervasi Gigi

Cabang Maxillaris Mempersarafi :


PALATUM
Membentuk atap mulut dan lantai cavum nasi, Terdiri dari :
 Palatum durum (langit keras)
 Palatum mole (langit lunak)

PALATUM DURUM
Terdapat tiga foramen:
 foramen incisivum pada bidang median ke arah anterior
 foramina palatina major di bagian posterior dan
 foramina palatina minor ke arah posterior
Bagian depan palatum: N. Nasopalatinus (keluar dari foramen incisivum),
mempersarafi gigi anterior rahang atasBagian belakang palatum: N. Palatinus

14
Majus (keluar dari foramen palatina mayor), mempersarafi gigi premolar dan
molar rahang atas.

PALATUM MOLE
N. Palatinus Minus (keluardari foramen palatina minus), mempersarafi
seluruh palatina mole.

Gambar 2.6 Cabang Nervus Maksilaris

Persarafan Dentis Dan Gingiva Rahang Atas


a. Permukaan labia dan buccal : N. alveolaris superior posterior, medius dan
anterior
 Nervus alveolaris superior anterior, mempersarfi gingiva dan gigi
anterior.
 Nervus alveolaris superior media, mempersarafi gingiva dan gigi
premolar dan molar I bagian mesial.
 Nervus alveolaris superior posterior, mempersarafi gingiva dan gigi
molar I bagian distal, molar II dan molar III.
b. Permukaan palatal : N. palatinus major dan nasopalatinus

15
 Bagian depan palatum: N. Nasopalatinus (keluar dari foramen
incisivum), mempersarafi gingiva dan gigi anterior rahang atas.
 Bagian belakang palatum: N. Palatinus Majus (keluar dari foramen
palatina mayor), mempersarafi gingiva dan gigi premolar dan molar
rahang atas.

CABANG MANDIBULARIS
Persarafan Dentis; Dipersyarafi oleh Nervus Alveolaris Inferior,
mempersarafi gigi anterior dan posterior gigi rahang bawah

PERSARAFAN GINGIVA
a. Permukaan labia dan buccal :
 N. Buccalis, mempersarafi bagian buccal gigi posterior rahang bawah
 N. Mentalis, merupakan N.Alveolaris Inferior yang keluar dari
foramen Mentale

b. Permukaan lingual :
 N. Lingualis, mempersarafi 2/3 anterior lidah, gingiva dan gigi
anterior dan posterior rahang bawah

16
Gambar 2.7 Nervus Mandibularis

2.2 Karies ( )

2.2.1 Definisi Karies


Karies berasal dari bahasa Latin yaitu caries yang artinya kebusukan. Karies
gigi adalah suatu proses kronis regresif yang dimulai dengan larutnya mineral
email sebagai akibat terganggunya keseimbangan antara email dan sekelilingnya
yang disebabkan oleh pembentukan asam mikrobial dari substrat sehingga timbul
destruksi komponen-komponen organik yang akhirnya terjadi kavitas. Dengan
perkataan lain, dimana prosesnya terjadi terus berjalan ke bagian yang lebih dalam
dari gigi sehingga membentuk lubang yang tidak dapat diperbaiki kembali oleh
tubuh melalui proses penyembuhan, pada proses ini terjadi demineralisasi yang
disebabkan oleh adanya interaksi kuman, karbohidrat yang sesuai pada permukaan
gigi, dan waktu.

2.2.2 Tanda Karies


Tanda-tanda karies gigi merupakan suatu keretakan pada email atau kavitas
pada gigi, dentin di dalam kavitas lebih lunak dari pada dentin di sekelilingnya,
dan merupakan suatu daerah pada email yang mempunyai warna yang berbeda
dengan email sekelilingnya. Karies yang berkembang cepat biasanya berwarna
agak terang, sedangkan karies yang berkembang lambat biasanya berwarna agak
gelap. Akan tetapi pit (lekukan pada email gigi) dan fisura (bentuk lekukan email
gigi pada gigi molar dan pre molar) kadang-kadang berwarna tua, bukan karena
karies gigi, tetapi karena noda akibat beberapa makanan

2.2.3 Klasifikasi Karies Gigi


2.2.3.1 Berdasarkan ICDAS

17
Kriteria lesi karies D1-D6 berdasarkan International Caries Detection and
Assessment System (ICDAS)’s International Caries Classification and
Management System (ICCMS), yaitu:

D1: merupakan suatu lesi dini yang terlihat adanya lesi putih (white spot) pada
permukaan gigi pada saat gigi dalam keadaan kering.

D2: merupakan suatu lesi yang terlihat adanya lesi putih (white spot) pada
permukaan gigi pada saat gigi dalam keadaan basah.

D3: lesi minimal pada permukaan email gigi (karies email).

D4: lesi email lebih dalam dengan tampaknya bayangan gelap dentin atau lesi
sudah menyerang bagian dentino enamel junction (DEJ)/karies dentin terbatas.

D5: lesi telah menyerang dentin/karies dentin luas.

D6: lesi sudah menyerang pulpa/karies pulpa.

18
Gambar 2.8 Lesi Karies ICDAS

Gambar 2.9 Lesi Karies D1-D6

Gambar 2.10 Klasifikasi Karies D1-D6

2.2.3.2 Berdasarkan Stadium Karies


1 Karies Superfisialis
Karies yang baru mengenai email, belum mengenai dentin.

19
Gambar 2.11 Karies Superfisial
2 Karies Media
Karies sudah mengenai dentin, tetapi belum melebihi setengah dentin.

Gambar 2.12 Karies Media

3 Karies Profunda
Karies sudah mengenai lebih dari setengah dentin dan kadang-kadang
sudah mengenai pulpa.

20
Gambar 2.13 Karies Profunda

2.2.4 Etiologi Karies


Etiologi karies terdiri atas multifaktorial. Ada empat faktor utama yang
memegang peranan dalam proses terjadinya karies, yaitu faktor host, agen atau
mikroorganisme, substrat atau diet, dan waktu sebagai empat lingkaran yang
tumpang tindih. Untuk terjadinya karies, maka kondisi setiap faktor tersebut harus
saling mendukung yaitu tuan rumah yang rentan, mikroorganisme yang
kariogenik, substrat yang sesuai, dan waktu yang lama.

2.2.4.1 Faktor Host (Tuan Rumah)


Ada beberapa hal yang dihubungkan dengan gigi sebagai tuan rumah
terhadap karies gigi (ukuran dan bentuk gigi), struktur enamel (email), faktor
kimia dan kristalografis, saliva. Kawasan-kawasan yang mudah diserang karies
adalah pit dan fisure pada permukaan oklusal dan premolar. Permukaan gigi yang
kasar juga dapat menyebabkan plak yang mudah melekat dan membantu
perkembangan karies gigi. Kepadatan kristal enamel sangat menentukan kelarutan
enamel. Semakin banyak enamel mengandung mineral maka kristal enamel
semakin padat dan enamel akan semakin resisten.

21
Gigi susu lebih mudah terserang karies dari pada gigi tetap, hal ini
dikarenakan gigi susu lebih banyak mengandung bahan organik dan air dari pada
mineral, dan secara kristalografis mineral dari gigi tetap lebih padat bila
dibandingkan dengan gigi susu. Alasan mengapa susunan kristal dan mineralisasi
gigi susu kurang adalah pembentukan maupun mineralisasi gigi susu terjadi dalam
kurun waktu 1 tahun sedangkan pembentukan dan mineralisasi gigi tetap 7-8
tahun.
Saliva mampu meremineralisasikan karies yang masih dini karena banyak
sekali mengandung ion kalsium dan fosfat. Kemampuan saliva dalam melakukan
remineralisasi meningkat jika ada ion fluor. Selain mempengaruhi komposisi
mikroorganisme di dalam plak, saliva juga mempengaruhi pH.

2.2.4.2 Faktor Agen (Mikroorganisme)


Plak gigi memegang peranan penting dalam menyebabkan terjadinya karies.
Plak adalah suatu lapisan lunak yang terdiri atas kumpulan mikroorganisme yang
berkembang biak di atas suatu matriks yang terbentuk dan melekat erat pada
permukaan gigi yang tidak dibersihkan. Komposisi mikroorganisme dalam plak
berbeda-beda, pada awal pembentukan plak, kokus gram positif merupakan jenis
yang paling banyak dijumpai seperti Streptococcus mutans, Streptococcus
sanguis, Streptococcus mitis, Streptococcus salivarus, serta beberapa strain
lainnya, selain itu dijumpai juga Lactobacillus dan beberapa beberapa spesies
Actinomyces.
Plak bakteri ini dapat setebal beratus-ratus bakteri sehingga tampak sebagai
lapisan putih. Secara histometris plak terdiri dari 70% sel-sel bakteri dan 30%
materi interseluler yang pada pokoknya berasal dari bakteri.

2.2.4.3 Pengaruh Substrat atau Diet


Faktor subtrat atau diet dapat mempengaruhi pembentukan plak karena
membantu perkembangbiakan dan kolonisasi mikroorganisme yang ada pada

22
permukaan enamel. Selain itu, dapat mempengaruhi metabolisme bakteri dalam
plak dengan menyediakan bahan-bahan yang diperlukan untuk memproduksi
asam serta bahan lain yang aktif yang menyababkan timbulnya karies. Dibutuhkan
waktu minimum tertentu bagi plak dan karbohidrat yang menempel pada gigi
untuk membentuk asam dan mampu mengakibatkan demineralisasi email.
Karbohidrat ini menyediakan substrat untuk pembuatan asam bagi bakteri
dan sintesa polisakarida ekstra sel. Orang yang banyak mengkonsumsi karbohidrat
terutama sukrosa cenderung mengalami kerusakan gigi, sebaliknya pada orang
dengan diet banyak mengandung lemak dan protein hanya sedikit atau sama sekali
tidak memliki karies gigi. Hal ini dikarenakan adanya pembentukan ekstraseluler
matriks (dekstran) yang dihasilkan karbohidrat dari pemecahan sukrosa menjadi
glukosa dan fruktosa. Glukosa ini dengan bantuan Streptococcus mutans
membentuk dekstran yang merupakan matriks yang melekatkan bakteri pada
enamel gigi. Oleh karena itu sukrosa merupakan gula yang paling kariogenik
(makanan yang dapat memicu timbulnya kerusakan/karies gigi atau makanan yang
kaya akan gula). Sukrosa merupakan gula yang paling banyak dikonsumsi, maka
sukrosa merupakan penyebab karies yang utama.
Makanan dan minuman yang mengandung gula akan menurunkan pH plak
dengan cepat sampai pada level yang dapat menyebabkan demineralisasi email.
Plak akan tetap bersifat asam selama beberapa waktu. Untuk kembali ke pH
normal sekitar 7, dibutuhkan waktu 30-60 menit. Oleh karena itu, konsumsi gula
yang sering dan berulang-ulang akan tetap menahan pH plak di bawah normal dan
menyebabkan demineralisasi email.

2.2.4.4 Faktor Waktu


Secara umum, karies dianggap sebagai penyakit kronis pada manusia yang
berkembang dalam waktu beberapa bulan atau tahun. Adanya kemampuan saliva
untuk mendepositkan kembali mineral selama berlangsungnya proses karies,
menandakan bahwa proses karies tersebut terdiri atas perusakan dan perbaikan
yang silih berganti.

23
Adanya saliva di dalam lingkungan gigi mengakibatkan karies tidak
menghancurkan gigi dalam hitungan hari atau minggu, melainkan dalam bulan
atau tahun. Lamanya waktu yang dibutuhkan karies untuk berkembang menjadi
suatu kavitas cukup bervariasi, diperkirakan 6-48 bulan. Dengan demikian
sebenarnya terdapat kesempatan yang baik untuk menghentikan penyakit ini.

2.2.4.5 Kebiasaan Makan


Pada zaman modern ini, banyak kita jumpai jenis-jenis makanan yang
bersifat manis, lunak dan mudah melekat misalnya permen, coklat, bolu, biscuit
dan lain-lain. Di mana biasanya makanan ini sangat disukai oleh anak-anak.
Makanan ini karena sifatnya yang lunak maka tidak perlu pengunyahan sehingga
gampang melekat pada gigi dan bila tidak segera dibersihkan maka akan terjadi
proses kimia bersama dengan bakteri dan air ludah yang dapat merusak email gigi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kebiasaan makan pada dasarnya adalah:
a. Faktor ekstrinsik (yang berasal dari luar manusia) seperti lingkungan alam,
lingkungan sosial, lingkungan budaya serta lingkungan ekonomi.
b. Faktor intrinsik (yang berasal dari dalam diri manusia), seperti: asosiasi
emosional, keadaan jasmani dan kejiwaan yang sedang sakit serta penilaian yang
lebih terhadap mutu makanan juga merupakan faktor intrinsik.
Penelitian Nizel (1981) pada anak umur 6 tahun di Inggris yang dikutip oleh
Kosasih (2007) menguraikan bahwa makanan yang berbentuk lunak dan lengket
dapat berpengaruh terhadap terjadinya penyakit karies gigi. Beliau juga
menguraikan tentang adanya hubungan antara zat gizi seperti vitamin dan mineral,
protein hewani dan nabati, serta karbohidrat yang terkandung dalam makanan
sehari-hari dapat mempengaruhi terjadinya penyakit karies gigi. Hal ini yang perlu
mendapat perhatian tidak hanya nutrisi saja, tetapi cara mengonsumsi jenis
makanan dan waktu pemberian, karena semua ini akan mempengaruhi kesehatan
gigi dan mulut.
Sukrosa adalah salah satu jenis karbohidrat yang terkandung dalam
makanan lainnya yang merupakan substrat untuk pertumbuhan bakteri yang pada
akhirnya akan meningkatkan proses terjadinya karies gigi.

24
Selain faktor langsung (etiologi), juga terdapat faktor-faktor tidak langsung
yang disebut sebagai faktor resiko luar, yang merupakan faktor predisposisis dan
faktor penghambat terjadinya karies yaitu umur, jenis kelamin, sosial ekonomi,
penggunaan fluor, jumlah bakteri, dan perilaku yang berhubungan dengan
kesehatan gigi. Perilaku yang dapat mempengaruhi kesehatan mulut khususnya
karies tidak terlepas dari kebiasaan merokok/penggunaan tembakau, konsumsi
alkohol, kebersihan rongga mulut yang tidak baik dan diet makanan.

2.2.5 Proses Terbentuknya Karies


Proses terjadinya karies gigi dimulai dengan adanya plaque di permukaan
gigi, sukrosa (gula) dari sisa makanan dan bakteri berproses menempel pada
waktu tertentu yang berubah menjadi asam laktat yang akan menurunkan pH
mulut menjadi kritis (5,5) dan akan menyebabkan demineralisasi email berlanjut
menjadi karies gigi. Secara perlahan-lahan demineralisasi interna berjalan ke arah
dentin melalui lubang fokus tetapi belum sampai kavitasi (pembentukan lubang).
Lesi email awal di dapat saat level PH pada permukaan gigi lebih rendah sehingga
tidak dapat diimbangi dengan remineralisasi, tetapi tidak cukup rendah untuk
menghambat proses remineralisasi pada daerah permukaan email. Ion asam
berpenetrasi dalam menuju porus lapisan prisma yang dapat menyebabkan
demineralisasi subpermukaan. Permukaan gigi dapat tetap utuh karena adanya
remineralisasi di permukaan yang disebabkan peningkatan level ion fluoride, ion
Ca2+ dan HPO 42+, dan juga saliva.
Yang termasuk karakteristik klinis lesi email awal adalah kehilangan
translusensi normal dari email yang memberikan penampakan putih kapur,
terlebih lagi pada saat dehidrasi, selain itu juga terdapat lapisan permukaan yang
rentan rusak pada saat probing, khusunya pada pit dan fissura. Termasuk pula
didalamnya, adanya peningkatan porusitas, khususnya pada subpermukaan
sehingga terdapat peningkatan potensial terjadinya noda dan adanya penurunan
densitas pada bagian sub permukaan, yang dapat di deteksi dengan radiograf atau
dengan transluminasi. Ukuran lesi sub permukaan dapat berkembang sehingga

25
dentin dibawahnya terlibat dan terdemineralisasi lalu kemudian lesi
interproksimal dapat terdeteksi oleh radiograf. Walau begitu, selagi permukaan
gigi menyatu, lesi masih dapat dikatakan reversible.
Dalam mengatasi lesi email dini, secara idealnya adalah berusaha
mengembalikan densitas email, tetapi pada realitanya hanya terdapat sebagian
perbaikan pada densitas permukaan. Walaupun demikian, remineralisasi sebagian
pada lesi awal menjadikan email tersebut lebih resisten terhadap demineralisasi
asam daripada email normal dan secara fisik lebih kuat. Sehingga lebih bauk bagi
pasien untuk tetap menjada oral hygiene daripada langsung memperbaiki gigi dan
mengabaikan usaha remineralisasi. Jika ketidakseimbangan remineralisasi atau
demineralisasi berlanjut, maka permukaan lesi awal akan runtuh dengan adanya
pelarutan apatit atau fraktur kristal yang lemah, sehingga menghasilkan kavitas.
Bakteri plak akan memenuhi kavitas dan membuat proses remineralisasi semakin
sulit dan kurang efektif sehingga kompleks dentin-pulpa akan menjadi aktif. Pulpa
akan menghasilkan respon segera terhadap invasi asam pada tubuli paling luar.
Akan terdapat mineralisasi pada kanal lateral yang menggabungan tubuli dentin
sehingga menghasilkan lapisan translusen.
Hal ini tidak terlihat secara klinis tetapi dapat diungkapkan secara radiograf
dan dapat dilihat apabila seluruh dentin yang terdemineralisasi diangkat pada saat
preparasi kavitas. Hal ini sebenarnya adalah suatu reaksi pertahanan dari pulpa
yang membuktikan pulpa dan dentin merupakan satu kesatuan organ dan memiliki
kemampuan yang sama dalam proses penyembuhan. Sekali demineralisasi
berlanjut dari email menuju dentin dan bakteri menjadi permanen didalam kavitas,
mereka akan menerobos ke dalam dentin yang lebih dalam dengan sendirinya.
Demineralisasi masih dapat dikontrol dengan diet substrat tetapi bakteri juga akan
memproduksi asam untuk melarutkan hidroksapatit pada dentin yang lebih dalam.
Tekstur dan warna dentin akan berubah seiring perkembangan lesi. Tekstur akan
berubah karena demineralisasi dan warna akan bertambah gelap akibat produk
bakteri atau noda dari makanan dan minuman. Pada lesi kronik, perubahan warna
akan lebih terlihat dan tekstur dasar kavitas akan lebih lunak.

26
Proses karies akan terus berlanjut, mencapai pulpa dan menimbulkan infeksi
pulpa sehingga terjadi kematian pulpa atau nekrosis dan selanjutnya menjadi
abses. Secara radiografis, gambaran abses gigi permanen akan tampak disekitar
periapikal sedangkan pada gigi susu, abses kronik berupa kerusakan inter-
radikular, terutama terlihat di daerah bifurkasi. Secara klinis infeksi telah
menyebar ke jaringan lunak didaerah bukal berupa parulis atau abses ginggival
berupa eksudat, yang akan pecah dan meninggalkan saluran fistel. Infeksi kronis
yang terjadi pada gigi susu pada saat pembentukan aktif dari mahkota gigi
permanen erupsi dengan efek hipoplasia atau hipokalsifikasi email. Hal ini sering
dijumpai pada gigi premolar.

Kesimpulan Tahapan Proses Karies


1. Small Pit
Mikroorganisme mulai menyerang bagian gigi yang rentan, yaitu pit.
2. Bluish White Area
Dentin lebih lunak email sehingga mikroorganisme akan menyerang dentino
enamel junction yang akan menimbulkan warna keputihan pada email.
3. Open Cavity
Jika penyerangan mikroorganisme terus berlanjut, maka akan terlihat
kavitas besar warna coklat muda.
4. Pulpitis
Pulpa mulai diserang sehingga menimbulakan infeksi.
5. Apical abscess
Pulpa sudah mati dan pulpitis mulai merambah ke ligament periodontal.

27
Gambar 2.14 Tahapan Karies Gigi Sampai Menjadi Periodontitis
2.2.6 Pencegahan

2.2.6.1 Pencegahan Primer

Hal ini ditandai dengan:

a. Upaya meningkatkan kesehatan (health promotion)

Upaya promosi kesehatan meliputi pengajaran tentang cara menyingkirkan


plak yang efektif atau cara menyikat gigi dengan pasta gigi yang mengandung
fluor dan menggunakan benang gigi (dental floss).

b. Memberikan perlindungan khusus (spesific protection)

Upaya perlindungan khusus yaitu untuk melindungi host dari serangan


penyakit dengan membangun penghalang untuk melawan mikroorganisme.
Aplikasi pit dan fisur silen merupakan upaya perlindungan khusus untuk
mencegah karies.

2.2.6.2 Pencegahan Sekunder

Yaitu untuk menghambat atau mencegah penyakit agar tidak berkembang


atau kambuh lagi. Kegiatannya ditujukan pada diagnosa dini dan pengobatan yang
tepat. Sebagai contoh melakukan penambalan pada gigi dengan lesi karies yang
kecil dapat mencegah kehilangan struktur gigi yang luas.

a. Diagnosa Dini

28
Penegakan diagnosis lesi karies secara dini makin menjadi hal yang sangat
penting sejak disadari bahwa karies bukan hanya suatu proses demineralisasi saja
melainkan proses destruksi dan reparasi yang silih berganti. Penegakan diagnosis
karies gigi memerlukan pencahayaan yang baik dan obyek (gigi) yang kering dan
bersih. Jika terdapat banyak kalkulus atau plak, maka semuanya harus dibersihkan
terlebih dahulu sebelum mencoba menegakkan diagnosis dengan tepat. Setelah
gigi sudah kering maka tiap kuadran gigi diisolasi dengan gulungan kapas agar
pembasahan oleh saliva dapat dicegah. Gigi harus betul-betul kering dan
pengeringannya biasanya dengan udara yang disemprotkan perlahan-lahan.

Untuk menentukan tanda awal karies diperlukan penglihatan tajam.


Biasanya pemeriksaan tanda awal karies diperlukan sonde yang tajam sampai
terasa menyangkut. Sebaiknya hal ini jangan dilakukan pada lesi karies yang
masih baru mulai karena sonde tajam akan merusak lesi karies yang masih baru
mulai dan sonde akan membawa bakteri ke dalam karies sehingga penyebaran
karies akan semakin cepat.

b. Tindakan

Penambalan

Harus diketahui bahwa gigi yang sakit atau berlubang tidak dapat
disembuhkan dengan sendirinya, dengan pemberian obat-obatan. Gigi tersebut
hanya dapat diobati dan dikembalikan ke fungsi pengunyahan semula dengan
melakukan pemboran, yang pada akhirnya gigi tersebut akan ditambal.

Dalam proses penambalan, hal yang pertama sekali dilakukan adalah


pembersihan gigi yang karies yaitu dengan membuang jaringan gigi yang rusak
dan jaringan gigi yang sehat di sekelilingnya, karena biasanya bakteri-bakteri
penyebab karies telah masuk ke bagian-bagian gigi yang lebih dalam. Hal ini
dilakukan sebagai upaya untuk meniadakan kemungkinan terjadinya infeksi ulang.
Tambalan terbuat dari berbagai bahan yang dimasukkan ke dalam gigi atau di

29
sekeliling gigi. Umumnya bahan-bahan tambalan yang digunakan adalah perak
amalgam, resin komposit, semen ionomer kaca, emas tuang, porselen.

Perak amalgam merupakan tambalan yang paling banyak digunakan untuk


gigi belakang, karena sangat kuat dan warnanya tidak terlihat dari luar. Perak
amalgam relatif tidak mahal dan bertahan sampai 14 tahun. Tambalan emas lebih
mahal tetapi lebih kuat dan bisa digunakan pada karies yang sangat besar.
Campuran damar dan porselen digunakan untuk gigi depan, karena warnanya
mendekati warna gigi, sehingga tidak terlalu tampak dari luar. Bahan ini lebih
mahal dari pada perak amalgam dan tidak tahan lama, terutama pada gigi
belakang yang digunakan untuk mengunyah. Kaca ionomer merupakan tambalan
dengan warna yang sama dengan gigi. Bahan ini diformulasikan untuk
melepaskan fluor, yang memberi keuntungan lebih pada orang-orang yang
cenderung mengalami pembusukan pada garis gusi. Kaca ionomer juga digunakan
untuk menggantikan daerah yang rusak karena penggosokan gigi yang berlebihan.

Pencabutan

Keadaan gigi yang sudah sedemikian rusak sehingga untuk penambalan


sudah sukar dilakukan, maka tidak ada cara lain selain mencabut gigi yang telah
rusak tersebut. Dalam proses pencabutan maka pasien akan dibius, di mana
biasanya pembiusan dilakukan lokal yaitu hanya pada gigi yang dibius saja yang
mati rasa dan pembiusan pada setengah rahang. Pembiusan ini membuat pasien
tidak merasakan sakit pada saat pencabutan dilakukan.

2.2.6.3 Pencegahan Tersier

Adalah pelayanan yang ditujukan terhadap akhir dari patogenesis penyakit


yang dilakukan untuk mencegah kehilangan fungsi, yang meliputi:

a. Pembatasan Cacat (Disability Limitation), merupakan tindakan pengobatan


yang parah, misalnya pulp capping, pengobatan urat syaraf (perawatan saluran
akar), pencabutan gigi dan sebagainya.

30
b. Rehabilitasi (Rehabilitation), merupakan upaya pemulihan atau pengembalian
fungsi dan bentuk sesuai dengan aslinya, misalnya pembuatan gigi tiruan
(protesa).

2.3 Mekanisme Fokal Infeksi


Penyebaran infeksi dari fokus primer ke tempat lain dapat berlangsung
melalui beberapa cara, yaitu transmisi melalui sirkulasi darah (hematogen),
transmisi melalui aliran limfatik (limfogen), perluasan infeksi dalam jaringan, dan
penyebaran dari traktus gastrointestinal dan pernapasan akibat tertelannya atau
teraspirasinya materi infektif.

2.3.1 Transmisi melalui sirkulasi darah (hematogen)


Gingiva, gigi, tulang penyangga, dan stroma jaringan lunak di sekitarnya
merupakan area yang kaya dengan suplai darah. Hal ini meningkatkan
kemungkinan masuknya organisme dan toksin dari daerah yang terinfeksi ke
dalam sirkulasi darah. Di lain pihak, infeksi dan inflamasi juga akan semakin
meningkatkan aliran darah yang selanjutnya menyebabkan semakin banyaknya
organisme dan toksin masuk ke dalam pembuluh darah. Vena-vena yang berasal
dari rongga mulut dan sekitarnya mengalir ke pleksus vena pterigoid yang
menghubungkan sinus kavernosus dengan pleksus vena faringeal dan vena
maksilaris interna melalui vena emisaria. Karena perubahan tekanan dan edema
menyebabkan penyempitan pembuluh vena dan karena vena pada daerah ini tidak
berkatup, maka aliran darah di dalamnya dapat berlangsung dua arah,
memungkinkan penyebaran infeksi langsung dari fokus di dalam mulut ke kepala
atau faring sebelum tubuh mampu membentuk respon perlawanan terhadap
infeksi tersebut. Material septik (infektif) yang mengalir melalui vena jugularis
internal dan eksternal dan kemudian ke jantung dapat membuat sedikit kerusakan.
Namun, saat berada di dalam darah, organisme yang mampu bertahan dapat

31
menyerang organ manapun yang kurang resisten akibat faktor-faktor predisposisi
tertentu.

2.3.2 Transmisi melalui aliran limfatik (limfogen)


Seperti halnya suplai darah, gingiva dan jaringan lunak pada mulut kaya
dengan aliran limfatik, sehingga infeksi pada rongga mulut dapat dengan mudah
menjalar ke kelenjar limfe regional. Pada rahang bawah, terdapat anastomosis
pembuluh darah dari kedua sisi melalui pembuluh limfe bibir. Akan tetapi
anastomosis tersebut tidak ditemukan pada rahang bawah.

Kelenjar getah bening regional yang terkena adalah sebagai berikut:

Sumber infeksi KGB regional


Gingiva bawah Submaksila
Jaringan subkutan bibir bawah Submaksila, submental, servikal
profunda
Jaringan submukosa bibir atas Submaksila
dan bawah
Gingiva dan palatum atas Servikal profunda
Pipi bagian anterior Parotis
Pipi bagian posterior Submaksila, fasial

Banyaknya hubungan antara berbagai kelenjar getah bening memfasilitasi


penyebaran infeksi sepanjang rute ini dan infeksi dapat mengenai kepala atau
leher atau melalui duktus torasikus dan vena subklavia ke bagian tubuh lainnya
.
2.3.3 Peluasan langsung infeksi dalam jaringan
Perluasan langsung infeksi terjadi melalui tiga cara, yaitu:
a. Perluasan di dalam tulang tanpa pointing
Area yang terkena terbatas hanya di dalam tulang, menyebabkan
osteomyelitis. Kondisi ini terjadi pada rahang atas atau yang lebih sering
pada rahang bawah. DI rahang atas, letak yang saling berdekatan antara
sinus maksila dan dasar hidung menyebabkan mudahnya ketelibatan
mereka dalam penyebaran infeksi melalui tulang.

32
b. Perluasan di dalam tulang dengan pointing
Ini merupakan tipe infeksi yang serupa dengan tipe di atas, tetapi
perluasan tidak terlokalisis melainkan melewati tulang menuju jaringan
lunak dan kemudian membentuk abses. Di rahang atas proses ini
membentuk abses bukal, palatal, atau infraorbital. Selanjutnya, abses
infraorbital dapat mengenai mata dan menyebabkan edema di mata. Di
rahag bawah, pointing dari infeksi menyebabkan abses bukal. Apabila
pointing terarah menuju lingual, dasar mulut dapat ikut terlibat atau pusa
terdorong ke posterior sehingga membentuk abses retromolar atau
peritonsilar.

c. Perluasan sepanjang bidang fasial


Menurut HJ Burman, fasia memegang peranan penting karena fungsinya
yang membungkus berbagai otot, kelenjar, pembuluh darah, dan saraf,
serta karena adanya ruang interfasial yang terisi oleh jaringan ikat
longgar, sehingga infeksi dapat menurun. Di bawah ini adalah beberapa
fasia dan area yang penting, sesuai dengan klasifikasi dari Burman:
a) Lapisan superfisial dari fasia servikal profunda
b) Regio submandibula
c) Ruang (space) sublingual
d) Ruang submaksila
e) Ruang parafaringeal

2.3.4 Penyebaran ke traktus gastrointestinal dan pernapasan


Bakteri yang tertelan dan produk-produk septik yang tertelan dapat
menimbulkan tonsilitis, faringitis, dan berbagai kelainan pada lambung. Aspirasi
produk septik dapat menimbulkan laringitis, trakeitis, bronkitis, atau pneumonia.
Infeksi oral dapat menimbulkan sensitisasi membran mukosa saluiran napas
atas dan menyebabkan berbagai gangguan, misalnya asma. Infeksi oral juga dapat
memperburuk kelainan sistemik yang sudah ada, misalnya tuberkulosis dan
diabetes mellitus. Infeksi gigi dapat terjadi pada seseorang tanpa kerusakan yang

33
jelas walaupun pasien memiliki sistem imun yang normal. Juga telah ditunjukkan
bahwa tuberkel basil dapat memasuki tubuh melalui oral, yaitu pocket periodontal
danflap gingiva yang terinfeksi yang meliputi molar ketiga. Infeksi oral, selain
dapat memperburuk TB paru yang sudah ada, juga dapat menambah systemic
load, menghambat respon tubuh dalam melawan efek kaheksia dari penyakit TB
tersebut. Mendel telah menunjukkan perjalanan tuberkel basilus dari gigi melalui
limfe, KGB submaksila dan servikal tanpa didahului ulserasi primer. Tertelannya
material septik dapat menyebabkan gangguan lambung dan usus, seperti
konstipasi dan ulserasi.

Penyakit Periodontal ; Penyakit yang disebabkan oleh Fokal Infeksi


Secara nyata penyakit periodontal merupakan predisposisi dari penyakit
kardiovaskuler, dengan terdapatnya jumlah besar dari spesies bakteri gram(-),
peningkatan sitokin proinflamasi, peningkatan fibrinogen perifer dan jumlah sel
darah putih.
Terdapat beberapa mekanisme dimana penyakit periodontal dapat memicu
terjadinya penyakit kardiovaskular baik efek secara langsung atau tidak langsung
dari bakteri oral. Pertama, bakteri oral seperti Streptococcussanguis dan
Porphyromonas gingivalis menginduksi agregasi platelet, yang akan menjadi
pembentukan thrombus. Hal tersebut di mungkinkan, karena terdapat antibodi
reaktif organisme periodontal di otot jantung dan memicu aktivasi komplemen
serta sel T yang sensitif.
Faktor kedua pada proses ini selain factor agregasi yang menunjukan respon
dari host yaitu peningkatan mediator pro inflamasi seperti PGE2, TNF- , dan IL-1
. Mediator yang terkait berbeda antarindividual dalam hal sel T repertoire dan
kapasitas sekresi sel monosit.pada orang tersebut lebih banyak mensekresi
mediator inflamsi lebih banyak dari orang normal.
Mekanisme ketiga yaitu hubungan antara bakeri, produk inflamasi
periodontitis dan penyakit kardiovaskular, Lipopolisakarida (LPS) yang berasal
dari organisme masuk kedalam serum yang mengakibatkan bakteriemia dengan
efek secara langsung pada sel endotel yang mengakibatkan atherosclerosis. LPS

34
juga dapat mengurangi pemasukan sel2 inflamasi ke pembuluh darah, dan memicu
proliferasi otot polos vascular, degenerasi lipid vascular, koagulasi intravaskular,
dan gangguan fungsi platelet.
Akhirnya, infeksi oral tidak hanya dapat mengakibatkan kehilangan gigi,
tetapi dapat juga mengakibatkan pennyakit kardiovaskular yang didukung oleh
factor resiko lainnya seperti genetic dan lingkungan.

2.4 Acute Myeloblastic Leukemia (AML)


2.4.1 Definisi
Leukemia myeloid akut atau Acute Myeloblastic Leukemia (AML) sering
juga dikenal dengan istilah Acute Myelogenous Leukemia atau Acute
Granulocytic Leukemia merupakan penyakit keganasan yang ditandai dengan
diferensiasi dan proliferasi abnormal sel induk hematopoetik yang bersifat
sistemik dan secara malignan melakukan transformasi sehingga menyebabkan
penekanan dan penggantian komponen sumsum tulang belakang yang normal.
Pada kebanyakan kasus AML, tubuh memproduksi terlalu banyak sel darah putih
yang disebut myeloblas yang masih bersifat imatur. Sel-sel darah yang imatur ini
tidak sebaik sel darah putih yang telah matur dalam melawan adanya infeksi. Pada
AML, mielosit (yang dalam keadaan normal berkembang menjadi granulosit)
berubah menjadi ganas dan dengan segera akan menggantikan sel-sel normal di
sumsum tulang. 4
2.4.2 Klasifikasi
AML terbagi atas berbagai macam subtipe. Hal ini berdasarkan morfologi,
diferensiasi dan maturasi sel leukemia yang dominan dalam sumsum tulang, serta
penelitian sitokimia. Mengetahui subtipe AML sangat penting, karena dapat
membantu dalam memberikan terapi yang terbaik.5
Klasifikasi AML yang sering digunakan adalah klasifikasi yang dibuat
oleh French American British (FAB) yang mengklasifikasikan leukemia mieloid
akut menjadi 7 subtipe yaitu sebagai berikut 5
Tabel 1. Klasifikasi AML menurut FAB 5

35
Subtipe Menurut FAB Nama Lazim
(French American British) ( % Kasus)
Leukimia Mieloblastik Akut dengan diferensiasi Minimal
MO
(3%)
Leukimia Mieloblastik Akut tanpa maturasi (15-20%)
M1
Leukimia Mieloblastik Akut dengan maturasi
M2
granulositik (25-30%)
Leukimia Promielositik Akut (5-10%)
M3
Leukimia Mielomonositik Akut (20%)
M4
Leukimia Mielomonositik Akut dengan eosinofil
M4Eo
abnormal (5-10%)
Leukimia Monositik Akut (2-9%)
M5
Eritroleukimia (3-5%)
M6
Leukimia Megakariositik Akut (3-12%)
M7

2.4.3 Epidemiologi
Kejadian AML berbeda dari satu negara dengan negara lainnya, hal ini
berkaitan dengan cara diagnosis dan pelaporannya. AML mengenai semua
kelompok usia, tetapi kejadiannya meningkat dengan bertambahnya usia. AML
merupakan 20% kasus leukemia pada anak. Sekitar 10.000 anak menderita AML
setiap tahunnya di seluruh dunia. AML pada anak berjumlah kira-kira 15% dari
leukimia, dengan insidensi yang tetap dari lahir sampai umur 10 tahun, meningkat
sedikit pada masa remaja. Di Amerika setiap tahunnya sekitar 2,4 per 100.000
penduduk atau sekitar 500 sampai 600 orang berusia kurang dari 21 tahun
menderita leukemia mielositik akut dan insiden ini meningkat sejalan dengan
umur, puncaknya 12,6 per 100.000 penduduk dewasa yang berumur 65 tahun atau
lebih. Yayasan Onkologi Anak Indonesia menyatakan, setiap tahun ditemukan
650 kasus leukemia di seluruh Indonesia, 150 kasus di antaranya terdapat di
Jakarta dan sekitar 38% menderita jenis AML.6
Sekitar 80% anak di bawah usia 2 tahun dengan AML biasanya menderita
AML subtipe M4 atau M5. Subtipe M7 umumnya diderita anak berusia di bawah
3 tahun, terutama dengan Sindrom Down. Penelitian sitogenetik mengidentifikasi

36
adanya keabnormalan kromosom pada sel darah di sumsum tulang terdapat lebih
dari 70% anak yang baru didiagnosis LMA. Keabnormalan itu terletak pada t
(8;21), t (15;17), inversi 16, translokasi pita 11q23, dan trisomi 8.5
2.4.4 Etiologi
Penyebab leukemia masih belum diketahui secara pasti hingga kini. 14-18
Menurut hasil penelitian, orang dengan faktor risiko tertentu lebih meningkatkan
risiko timbulnya penyakit leukemia. Faktor risiko tersebut adalah7
 Radiasi dosis tinggi : Radiasi dengan dosis sangat tinggi, seperti waktu bom
atom di Jepang pada masa perang dunia ke-2 menyebabkan peningkatan
insiden penyakit ini. Terapi medis yang menggunakan radiasi juga merupakan
sumber radiasi dosis tinggi. Sedangkan radiasi untuk diagnostik (misalnya
rontgen), dosisnya jauh lebih rendah dan tidak berhubungan dengan
peningkatan kejadian leukemia.
 Pajanan terhadap zat kimia tertentu : benzene, formaldehida, pestisida
 Obat – obatan : golongan alkilasi (sitostatika), kloramfenikol, fenilbutazon,
heksaklorosiklokeksan
 Kemoterapi : Pasien kanker jenis lain yang mendapat kemoterapi tertentu
dapat menderita leukemia di kemudian hari. Misalnya kemoterapi jenis
alkylating agents. Namun pemberian kemoterapi jenis tersebut tetap boleh
diberikan dengan pertimbangan rasio manfaat-risikonya.
 Faktor keluarga / genetik : pada kembar identik bila salah satu menderita
AML maka kembarannya berisiko menderita leukemia pula dalam 5 tahun, dan
insiden leukemia pada saudara kandung meningkat 4 kali bila salah satu
saudaranya menderita AML.
 Sindrom Down : Sindrom Down dan berbagai kelainan genetik lainnya yang
disebabkan oleh kelainan kromosom dapat meningkatkan risiko kanker.
 Kondisi perinatal : penyakit ginjal pada ibu, penggunaan suplementasi
oksigen, asfiksia post partum, berat badan lahir >4500 gram, dan hipertensi
saat hamil dan ibu hamil yang mengkonsumsi alkohol.
 Human T-Cell Leukemia Virus-1 (HTLV-1). Virus tersebut menyebabkan
leukemia T-cell yang jarang ditemukan. Jenis virus lainnya yang dapat
menimbulkan leukemia adalah retrovirus dan virus leukemia feline.

37
 Sindroma mielodisplastik : sindroma mielodisplastik adalah suatu kelainan
pembentukkan sel darah yang ditandai berkurangnya kepadatan sel
(hiposelularitas) pada sumsum tulang. Penyakit ini sering didefinisikan sebagai
pre-leukemia. Orang dengan kelainan ini berisiko tinggi untuk berkembang
menjadi leukemia.

2.4.5 Patofisiologi
AML merupakan penyakit dengan transformasi maligna dan perluasan
klon-klon sel-sel hematopoetik yang terhambat pada tingkat diferensiasi dan
tidak bisa berkembang menjadi bentuk yang lebih matang. Sel darah berasal dari
sel induk hematopoesis pluripoten yang kemudian berdiferensiasi menjadi induk
limfoid dan induk mieloid (non limfoid) multipoten. Sel induk limfoid akan
membentuk sel T dan sel B, sel induk mieloid akan berdiferensiasi menjadi sel
eritrosit, granulosit-monosit dan megakariosit. Pada setiap stadium diferensiasi
dapat terjadi perubahan menjadi suatu klon leukemik yang belum diketahui
penyebabnya. Bila hal ini terjadi maturasi dapat terganggu, sehingga jumlah sel
muda akan meningkat dan menekan pembentukan sel darah normal dalam
sumsum tulang. Sel leukemik tersebut dapat masuk kedalam sirkulasi darah yang
kemudian menginfiltrasi organ tubuh sehingga menyebabkan gangguan
metabolisme sel dan fungsi organ.5
AML merupakan neoplasma uniklonal yang menyerang rangkaian mieloid
dan berasal dari transformasi sel progenitor hematopoetik. Sifat alami neoplastik
sel yang mengalami transformasi yang sebenarnya telah digambarkan melalui
studi molekular tetapi defek kritis bersifat intrinsik dan dapat diturunkan melalui
progeni sel.6 Defek kualitatif dan kuantitatif pada semua garis sel mieloid, yang
berproliferasi pada gaya tak terkontrol dan menggantikan sel normal.6
Sel-sel leukemik tertimbun di dalam sumsum tulang, menghancurkan dan
menggantikan sel-sel yang menghasilkan sel darah yang normal.
Sel kanker ini kemudian dilepaskan ke dalam aliran darah dan berpindah ke
organ lainnya, dimana mereka melanjutkan pertumbuhannya dan membelah diri.
Mereka bisa membentuk tumor kecil (kloroma) di dalam atau tepat dibawah kulit

38
dan bisa menyebabkan meningitis, anemia, gagal hati, gagal ginjal dan kerusakan
organ lainnya.4
Kematian pada penderita leukemia akut pada umumnya diakibatkan
penekanan sumsum tulang yang cepat dan hebat, akan tetapi dapat pula
disebabkan oleh infiltrasi sel leukemik tersebut ke organ tubuh penderita.3
2.4.6 Gejala Klinis
Gejala pertama biasanya terjadi karena sumsum tulang gagal
menghasilkan sel darah yang normal dalam jumlah yang memadai. Gejala pasien
leukemia bevariasi tergantung dari jumlah sel abnormal dan tempat
berkumpulnya sel abnormal tersebut. Adapun gejala-gejala umum yang dapat
ditemukan pada pasien AML antara lain 4
a. Kelemahan Badan dan Malaise
Merupakan keluhan yang sangat sering diketemukan oleh pasien, rata-rata
mengeluhkan keadaan ini sudah berlangsung dalam beberapa bulan. Sekitar 90 %
mengeluhkan kelemahan badan dan malaise waktu pertama kali ke dokter. Rata-
rata didapati keluhan ini timbul beberapa bulan sebelum simptom lain atau
diagnosis AML dapat ditegakkan. Gejala ini disebabkan anemia, sehingga
beratnya gejala kelemahan badan ini sebanding dengan anemia.
b. Febris
Febris merupakan keluhan pertama bagi 15-20 % penderita. Seterusnya
febris juga didapatkan pada 75 % penderita yang pasti mengidap AML. Umumnya
demam ini timbul karena infeksi bakteri akibat granulositopenia atau netropenia.
Pada waktu febris juga didapatkan gejala keringat malam, pusing, mual dan tanda-
tanda infeksi lain.
c. Perdarahan
Simptom lain yang sering disebabkan adalah fenomena perdarahan,
dimana penderita mengeluh sering mudah gusi berdarah, lebam, petechiae,
epitaksis, purpura dan lain-lain. Beratnya keluhan perdarahan berhubungan erat
dengan beratnya trombositopenia. 4
d. Penurunan berat badan

39
Penurunan berat badan didapatkan pada 50 % penderita tetapi penurunan
berat badan ini tidak begitu hebat dan jarang merupakan keluhan utama.
Penurunan berat badan juga sering bersama-sama gejala anoreksia akibat malaise
atau kelemahan badan.
e. Nyeri tulang
Nyeri tulang dan sendi didapatkan pada 20 % penderita AML. Rasa nyeri
ini disebabkan oleh infiltrasi sel-sel leukemik dalam jaringan tulang atau sendi
yang mengakibatkan terjadi infark tulang.
Sedangkan tanda-tanda yang didapatkan pada pemeriksaan fisik pasien
AML1
a. Kepucatan, takikardi, murmur
Pada pemeriksaan fisik, simptom yang jelas dilihat pada penderita adalah
pucat karena adanya anemia. Pada keadaan anemia yang berat, bisa didapatkan
simptom kaardiorespirasi seperti sesak nafas, takikardia, palpitasi, murmur,
sinkope dan angina.
b. Pembesaran organ-organ
Walaupun jarang didapatkan dibandingkan ALL, pembesaran massa
abnomen atau limfonodi bisa terjadi akibat infiltrasi sel-sel leukemik pada
penderita AML. Splenomegali lebih sering didapatkan daripada hepatomegali.
Hepatomegali jarang memberikan gejala begitu juga splenomegali kecuali jika
terjadi infark.
c. Kelainan kulit dan hipertrofi gusi
Deposit sel leukemik pada kulit sering terjadi pada subtipe AML tertentu,
misalnya leukemia monoblastik (FAB M5) dan leukemia mielomonosit (FAB M4).
Kelainan kulit yang didapatkan berbentuk lesi kulit, warna ros atau populer ungu,
multiple dan general, dan biasanya dalam jumlah sedikit. Hipertrofi gusi akibat
infiltrasi sel-sel leukemia dan bisa dilihat pada 15 % penderita varian M5b, 50 %
M5a dan 50 % M4. Namun hanya didapatkan sekitar 5 % pada subtipe AML yang
lain.3
2.4.7 Diagnosis

40
Diagnosis AML dapat ditegakkan melalui pemeriksaan darah rutin,
sediaan darah tepi dan dibuktikan aspirasi sumsum tulang belakang, pemeriksaan
immnunophenotype, karyotype, atau dengan Polymerase Chain Reaction (PCR).
7,29,30
Aspirasi sumsum tulang belakang (Bone Marrow Aspiration) merupakan
syarat mutlak untuk menegakkan diagnosa definitif dan menentukan jenis
leukemia akut.10
Pemeriksaan immunophenotypic sangat penting untuk mendiagnosis acute
megakaryoblastic leukemia (AMLK), leukemia myeloid dengan diferensiasi
minimal dan leukemia myeloid/limpoid (mixed, biphenotype). Keabnormalan
genetik pada pasien AML terlihat dalam tabel berikut :10
Tabel . Keabnormalan Genetik pada Berbagai Subtipe AML

2.4.8 Terapi
Penatalaksanaan pasien AML adalah berupa terapi suportif, simptomatis
dan kausatif. Terapi suportif dilakukan untuk menjaga balance cairan melalui
infus dan menaikkan kadar Hb pasien melalu tranfusi. Pada AML, terapi suportif

41
tidak menunjukkan hasil yang memuaskan. Sedangkan terapi simptomatis
diberikan untuk meringankan gejala klnis yang muncul seperti pemberian penurun
panas. Yang paling penting adalah terapi kausatif, dimana tujuannya adalah
menghancurkan sel-sel leukemik dalam tubuh pasien AML. Terapi kausatif yang
dilakukan yaitu kemoterapi. 5
Penatalaksanaan terapi AML pada anak telah digunakan sejak tahun
1970an. Angka Five years survival meningkat dari kurang dari 5% pada tahun
1970 menjadi 43% sekarang ini. Hal ini merupakan manfaat dari pengobatan
intensif, gabungan dari transplantasi stem sel sebagai terapi primer dan adanya
perawatan suportif.1
Anak yang menderita AML memerlukan terapi intensif dengan menekan
produksi sumsum tulang dan perawatan di rumah sakit. Terapi yang pertama kali
dilakukan adalah menangani keadaan seperti demam, infeksi, perdarahan,
leukositosis dan sindrom tumor lisis. Kemajuan terapi juga ditentukan oleh
penggunaan antibiotik spektrum luas segera dan transfusi trombosit sebagai
profilaksis juga memegang peranan penting dalam upaya survival. 4
Berdasarkan terapi yang sesuai protokol, penderita AML pada anak dapat
mengalami angka remisi total sebesar 75-90%. Pada beberapa pasien yang tidak
berhasil mengalami remisi, setengah populasinya akan mengalami leukemia
resistan dan separuhnya lagi akan meninggal akibat komplikasi penyakit tersebut
atau akibat efek samping pengobatan itu sendiri. Terapi AML merupakan
kombinasi antara cytarabine dan daunorubicin. Biasanya regimen terapi untuk
anak digunakan cytarabine dan anthracyclin yang dikombinasikan dengan agen
lain seperti etoposide dan atau thioguanine. Anthracycline yang paling banyak
digunakan untuk terapi AML pada anak adalah daunorubicin. 1 Berbagai penelitian
mengungkapkan bahwa Regimen Cytosine arabinase, Daunorubicin, & Etoposide
(ADE) lebih memberikan hasil yang memuaskan daripada regimen Daunorubisin,
Cytosine arabinase & Thioguanine (DAT).5
Tantangan paling besar dalam terapi AML pada anak adalah untuk
memperpanjang durasi remisi inisial dengan kemoterapi atau transplantasi
sumsum tulang. Pada prakteknya, kebanyakan pasien yang diterapi dengan

42
kemoterapi intensif setelah remisi dicapai karena hanya sebagian subset yang
cocok dengan donor keluarga.5
Setelah tercapai remisi, diberikan kemoterapi tambahan (kemoterapi
konsolidasi) beberapa minggu atau beberapa bulan setelah kemoterapi induksi.
Kemoterapi konsolidasi jangka pendek telah membuktikan bahwa terapi dosis
tinggi dan ASCT (Autologous Stem Cell Transplantation) cukup efektif.36
Pencangkokan tulang bisa dilakukan pada penderita yang tidak memberikan
respon terhadap pengobatan dan pada penderita usia muda yang pada awalnya
memberikan respon terhadap pengobatan.37 Pada AML terapi rumatan tidak
menunjukkan hasil yang memuaskan.
Pasien dengan keganasan memiki kondisi dan kelemahan, yang apabila
diberikan kemoterapi dapat terjadi efek samping yang tidak diinginkan
(untolerable side effect). Sebelum memberikan kemoterapi perlu pertimbangan
sebagai berikut5:
1. Menggunakan kriteria Eastern Cooperative Oncology Group (ECOG)
yaitu status penampilan ≤ 2
2. Jumlah lekosit ≥ 3000/ml
3. Jumlah trombosit ≥120.0000/ul
4. Cadangan sumsum tulang masih adekuat misal Hb > 10
5. Creatinin Clearence diatas 60 ml/menit (dalam 24 jam)
6. Bilirubin < 2 mg/dl ,SGOT dan SGPT dalam batas normal
7. Elektrolit dalam batas normal.
8. Mengingat toksisitas obat-obat sitostatika sebaiknya tidak diberikan pada
usia diatas 70 tahun.
Kemoterapi pada AML sering menimbulkan efek samping yang bervariasi
tiap individu antara lain rambut rontok, mulut kering, luka pada mulut
(stomatitis), susah atau sakit menelan (esophagitis), mual, muntah, diare,
konstipasi, kelelahan, pendarahan, lebih mudah terkena infeksi, infertilitas,
hilangnya nafsu makan, dan kerusakan hati.38 Pasien AML hanya memberikan
respon terhadap obat tertentu dan pengobatan seringkali membuat penderita lebih
sakit sebelum mereka membaik. Penderita menjadi lebih sakit karena pengobatan
menekan aktivitias sumsum tulang, sehingga jumlah sel darah putih semakin
sedikit (terutama granulosit) dan hal ini menyebabkan penderita mudah
mengalami infeksi.4

43
2.4.9 Prognosis
Lowenberg et al mengelompokkan prognosis pasien AML menjadi 3
kelompok berdasarkan temuan klinis dan laboratoris yaitu baik (favorable),
menengah (intermediate) dan buruk (unfavorable). Kelompok dengan prognosis
baik meliputi pasien usia < 60 tahun atau > 2 tahun, kelainan kromosomal
minimal, infiltrasi sel blas multiorgan minimal, kadar leukosit < 20.000/mm3,
respon yang baik terhadap kemoterapi induksi, tidak resisten terhadap multidrug
therapy, tidak ditemukan leukemia ekstramedullar dan leukemia sekunder. Angka
harapan hidup 2 tahun kedepan (2 years survival rate) bagi kelompok ini adalah
50-85% 6
Tabel 4. Prognosis AML6

44
Sedangkan kelompok dengan prognosis buruk meliputi pasien usia > 60
tahun atau < 2 tahun, ditemukan dua atau lebih kelainan kromosomal, infiltrasi
sel blas pada banyak organ, kadar leukosit > 20.000/mm3, respon yang buruk
terhadap kemoterapi induksi, resisten terhadap multidrug therapy, serta
ditemukannya leukemia ekstramedullar dan leukemia sekunder.11,29 Angka
harapan hidup 2 tahun kedepan (2 years survival rate) bagi kelompok ini adalah
10-20%.6 Sedangkan kelompok dengan prognosis menengah adalah peralihan
dari baik dan buruk dan mencakup faktor-faktor lain yang tidak termasuk dalam

45
kelompok prognosis baik maupun buruk dengan angka harapan hidup dua tahun
kedepan (two years survival rate) sekitar 40-50% .7

2.5 Manifestasi Oral pada Pasien Acute Myeloblastic Leukemia 2


Banyak terdapat tanda dan gejala oral, maka dokter gigi mungkin menjadi
klinisi pertama yang menemukan tanda-tanda penyakit ini.Tanda kepala dan leher
dihasilkan dari infiltrasi leukemia atau kegagalan sumsum. Hal tersebut termasuk
limfadenopati servikal, perdarahan oral, infiltrasi gingival, infeksi oral, dan ulser
oral.
Lesi pada mukosa oral merupakan tanda awal dari penyakit sistemik yang
belum terdiagnosa. Ini berarti mukosa oral mempunyai fungsi yang penting
dalam mendeteksi penyakit sistemik karena mukosa oral juga berpetan sebagai
barometer dan adanya penyakit sistcmik, misalnya kelainan darah leukemia.
Mukosa oral mempunyai sifat khusus dibandingkan jaringan tubuh lainnya, ini
disebabkan karena: (1) mukosa oral mendapat vaskularisasi yang cukup sehingga
mudah terpengaruh oleh keadaan organ yang jauh letaknya, (2) mukosa oral
sering mcngalami epitelisasi dalam waktu yang singkat, (3) mukosa oral mudah
mcngalami trauma.
Semua tipe leukemia khususnya leukemia akut memiliki manifestasi
oral.Manifestasi oral leukemia lebih sering ditemukan pada pasien leukemia akut
pada tahap awal perkembangan penyakit. Prevalensi dan distribusi dari
komplikasi inisial leukemia di rongga mulut pada pasien AML sama dengan
pasien ALL.
Manifestasi oral leukemia sering menimbulkan keluhan bagi pasien.Keluhan
oral ini mendorong pasien untuk mencari pengobatan ke dokter gigi.Hou dkk dan
Dean dkk" melaporkan bahwa penemuan lesi oral sebagai gambaran klinis
leukemia akut oleh dokter gigi sangat berguna sebagai indikator untuk mendeteksi
dini leukemia.Menurut Yanif dan Marom, tanda dan gejala oral leukemia sering
bervariasi. Meskipun demikian, terdapat tanda dan gejala oral yang paling sering
ditemukan, diantaranya:

46
1. Perdarahan oral
Menurut Bressman dkk, tanda oral leukemia yang paling sering terjadi
pada masa posdiagnostik adalah perdarahan oral danpeteki.Perdarahan oral
merupakan manifestasi oral leukemia yang paling sering menimbulkan keluhan
bagi pasien.Perdarahan oral lebih sering ditcmukan pada pasien leukemia akut
dibandingkan pada pasien leukemia kronik, perdarahan ini umumnya terjadi pada
bibir, lidah dan gingival.
Perdarahan oral sering dianggap sebagai hal yang tidak berbahaya,
namun manifestasi oral ini dapat merefleksikan kemungkinan timbulnya
perdarahan di tempat lain seperti otak, paru-paru dan saluran pencernaan yang
berakibat fatal, yang mana perdarahan merupakan faktor utama penyebab
kematian pasien leukemia selain infeksi.
Trombositopenia dan anemia disebabkan oleh supresi sumsum dari
penyakit dan hasil kemoterapinya adalah kepucatan pada mukosa, petechiae, dan
ecchymoses, dan perdarahan gingival. Perdarahan hebat pada gingival dapat
ditangani dengan terapi local, mengurangi kebutuhan transfuse platelet. Resiko
dari transfuse platelet termasuk hepatitis, infeksi HIV, reaksi transfuse, dan
formasi dari antiplatelet antibody, yang mana mengurangi kegunaan dari transfuse
platelet selama episode hemorrgagic berikutnya. Hemorrhage oral dapat
diakibatkan oleh DIC, yang menyebabkan hipofibrinogenemia.
Pada pengobatan kemoterapi, obat-obatan anti-leukemia sangat menekan
aktivitas sumsum tulang yang menyebabkan trombositopenia, anemia dan
leukopenia.Trombositopenia yang sering ditemukan pada pasien yang
menjalankan kemoterapi timbul akibat pengaruh obat-obatan yang menghambat
produksi megakariosit.
Pasien dengan kecenderungan perdarahan oral dapat ditandai dcngan
melihat perubahan pada mukosa oral yang mengalami peteki dan ekimosis.
Perdarahan akan terjadi jika jumlah trombosit kurang dan 75.000/mm2.
Banyaknya perdarahan tcrgantung pada keparahan trombositopenia dan
keberadaan iritan lokal.Karakteristik perdarahan oral pada pasien leukemia berupa
darah yang berwama merah tua, konsistensinya kental, intemiten dan titik

47
perdarahan multipel. Kadang terjadi perdarahan yang terus-menerus disebabkan
oleh gangguan pada proses pembekuan darah.
Terapi topical untuk menghentikan perdarahan harus selalu ada
pengangkatan dari iritan local yang jelas, dan direct pressure. Dapat digunakan
absorbable gelatin atau colagen sponge, thrombin topical.Dapat juga
menggunakan obat kumur antifibrinolitik seperti asam tranexaminic atau asam ε-
aminocaproic. Jika terapi local ini tidak berhasil dalam menangani perdarahan
gingival dan hemorrhage, transfuse platelet sangat diperlukan.

2. Infeksi oral
Infeksi dilandai dengan adanya demam dan dihubungkan dengan
keparahan neutropenia, aplasia sumsum tulang.Kegagalan migrasi leukosit dan
kemampuan leukosit yang berkurang untuk melawan infeksi.Selain itu, infeksi
juga ditimbulkan akibat pengobatan kemoterapi leukemia akut pada orang
dewasa.Kemoterapi menyebabkan turunnya imunitas tubuh, sehingga nfeksi
mudah terjadi.
Kemoterapi menimbulkan komplikasi oral.Komplikasi oral yang paling
sering terjadi adalah infeksi.perdarahan dan mukositis. Perdarahan dan mukositis
oral memudahkan terjadinya infeksi oral dan bakteremia yang dapat berakibat
fatal.
Infeksi oral merupakan komplikasi fatal dan serius yang terjadi pada
pasien leukemik neutropenik. Candidiasis adalah infeksi jamur oral yang umum
terjadi, tapi infeksi dengan jamur lain seperti histoplasma, aspergillus, atau
phycomycetes dapat pula diawalai pada jaringan oral. Saat lesi ini telah diduga
positif, specimen biopsy, aspirasi fine-needle, atau smear sitologi harus diperoleh
karena kultur tunggal tidak dapat diandalkan utuk organism ini. Diagnosis untuk
infeksi dental, terutama infeksi periodontal dan perikoronal, sulit pada pasien
neutropik leukemik karena tidak adanya inflamasi normal.
Menegakkan diagnosis pada infeksi oral menjadi hal yang sangat penting
karena telah terbukti bahwa flora oral berpotensi menyebabkan infeksi yang dapat
mengancam jiwa, yaitu bakteri Gram positif dan basil Gram negative. Merupakan

48
kewajiban seorang dokter gigi untuk melakukan examinasi dan mengeliminasi
segala yang dapat berpotensi menjadi penyebab infeksi akut atau sebelum
dilakukan kemoterapi, walaupun mungkin transfuse platelet dengan kombinasi
antibiotik secara intravena diperlukan sebelum dilakukan perawatan pada gigi.
3. Ulserasi Oral
Ulser pada mukosa oral sering ditemukan pada pasien leukemia yang
melakukan kemoterapi dan rata-rata disebabkan karena efek langsung dari obat
kemoterapi pada sel mukosa oral.Lockhart dan Sonis melaporkan bahwa ulcer
sekunder karena kemoterapi muncul kira-kira 7 hari setelah terapi awal
dilakukan.Ulsernya besar, irregular, dan bau busuk, dan dikelilingi oleh mukosa
yang pucat yang disebabkan karena anemia dan kurangnya respon
inflamatori.Ulser oral yang paling sering pada pasien leukemia yang melakukan
kemoterapi adalah infeksi HSV rekuren.Infeksi ini melibatkan mukosa intraoral
dan bibir.
Lesinya dimulai dengan cluster klasik dari vesikel HSV rekuren dan
menyebar dengan cepat, menyebabkan ulcer yang luas yang biasanya dikelilingi
mukosa yang pucat akibat anemia.Lesi memiliki respon yang baik pada acyclovir
parenteral yang didistribusikan melalui intravena ataupun melalui mulut.
Manajemen perawatan dari ulcer oral pada pasien leukemia harus mencegah
penyebaran dari infeksi local, meminimalisir bakteri, mengusahakan
penyembuhan, dan mengurangi rasa sakit. Ulser yang ada pada pasien leukemia
yang dirawat kemoterapi dapat terinfeksi oleh organism yang tidak umum pada
infeksi oral, misalnya gram negative enteric bacilli.
Terapi antibakteri topical dapat dicoba dengan solusi providine-iodine,
ointment bacitracin-neomycin, atau bilasan chlorhexidine.Kaolin dan pectin dapat
digunakan dengan obat kumur diphenhydramine untuk mengurangi rasa sakit.

4. Limfadenopati servikal
Limfadenopati servikal adalah tanda klinis yang paling sering terlihat pada
pasien leukemia akut maupun kronik.Limfadenopati servikal disebabkan oleh

49
infiltrasi sel-sel leukemik ke kelenjar limfe servikal, pembengkakan biasanya pada
satu sisi. Kelenjar yang membengkak akan terasa lunak dan sakit bila dipalpasi
pada leukemia akut, sedangkan pada leukemia kronik biasanya kelenjar berbatas
tegas, keras dan tidak nyeri pada saat dipalpasi.
5. Hiperplasia gingiva
Hiperplasia gingiva lebih sering terjadi pada pasien leukemia akut
khususnya AML daripada pasien leukemia kronik. Hiperplasia gingiva
disebabkan karena infiltrasi sel-sel leukemik ke gingiva, inflamasi atau akibat
hiperplasia reaktif.Faktor yang mempermudah timbulnya hiperplasia gingiva
adalah adanya respon yang berlebihan terhadap iritan lokal yang disebabkan
berkurangnya kemampuan sel darah putih untuk melawan infeksi gingiva karena
bentuknya yang tidak matang. Iritan lokal tersebut merupakan stimulus inflamasi
yang dapat berasal dari akumulasi plak dan bekuan darah yang sering ditemukan
pada pasien dengan kecenderungan perdarahan oral yang menyebabkan
kebersihan rongga mulut menjadi buruk.
Hiperplasia gingiva juga terjadi pada pasien leukemia yang kebersihan
rongga mulutnya baik.Hal ini menimbulkan anggapan bahwa kondisi lokal yang
merugikan bukanlah faktor utama yang mendorong infiltrasi sel-sel leukemik ke
jaringan lunak.
Hiperplasia gingiva juga dihubungkan dengan kemoterapi
leukemia.Dilaporkan, terdapat beberapa pasien yang menderita leukemia
promyelositik akut (M3) yang awalnya tidak mengalami hiperplasia gingiva pada
masa perkembangan penyakitnya.Namun setelah menjalankan kemoterapi dengan
penggunaan obat asam transretinoik, mengalami hiperpalsia gingival.
Gambaran klinis hiperplasia gingiva akibat leukemia dapat terlihat berupa
pembengkakan yang difus pada papila interdental, margin gingiva dan gingiva
cekat.Pada papila interdental terlihat seperti masa yang menyerupai tumor.Pada
pasien AML sering ditemukan hiperplasia gingiva sampai menutupi korona
gigi.Gingiva yang membengkak berwarna merah kebiruan dan tidak memiliki
stippling sehingga permukaannya menjadi licin dan berkilat.Konsistensinya tidak
terlalu lunak tetapi mudah terjadi perdarahan spontan akibat iritasi yang ringan,

50
kadang disertai infeksi, odontalgia dan inflamasi ulserstif nekrosis akut pada
daerah interdental.
Secara histopatologi, jaringan gingiva di infiltrasi oleh sel-sel leukosit
yang belum matang pada inflamasi kronik dapat juga terlihat leukosit yang telah
matang.Jaringan epitel memperlihatkan derajat yang bervariasi terhadap infiltrasi
sel-sel leukemik, lamina propria dipenuhi oleh sel-sel leukemik yang meluas dari
lapisan sel basal epitel ke dalam gingiva.Pembuluh darah setempat tertekan oleh
infiltrat yang menyebabkan jaringan gingiva mengalami edema dan
degencrasi.Pada hiperplasia gingiva yang disertai inflamasi nekrosis akut,
permukaan gingiva dilapisi oleh jaringan fibrin pseudomembran, sel-sel epitel
yang nekrosis, polimorfonuklear leukosit dan kolonisasi bakteri.
6. Variasi lain dari manifestasi oral leukemia
Variasi lain yang tidak spesifik dari manifestasi oral leukemia adalah
kebersihan rongga mulut yang buruk akibat xerostomia. Xerostomia dapat timbul
akibat kemoterapi, radioterapi atau efek psikologi pasien yang mengalami
kecemasan saat menjalankan kemoterapi. Selain itu, dapatjuga dijumpai sakit
tenggorokan laringofaringitis, bibir kering dan pecah-pecah, hairy tongue,
sialorhoe, halitosis, benigna migratory glossitis, median romboid glossitis,
pemfigus, nyeri gusi, dekstruksi tulang alveolar dan penyembuhan luka yang lama
setelah ekstraksi gigi.
Manifestasi oral neurologis dapat terjadi akibat infiltrasi sel-sel leukemik
ke nervus V dan VII.Gangguan pada nervus V dan VII pernah dilaporkan pada
pasien leukemia akibat penggunaan obat vincristin, yaitu obat yang sering dipakai
untuk pengobatan leukemia akut, khususnya ALL.Manifestasi neurologi oral yang
dapat terjadi berupa paralisis fasial, neuralgia trigeminal, kesukaran menelan,
kesukaran memanjangkan lidah, kelemahan otot-otot pengunyahan dan parestesia
akut (akibat peningkatan cairan serebrospinal, perdarahan intrakranial, atau
infiltrasi sel-sel ganas yang teriokalisasi pada sistem saraf pusat maupun di sekitar
saraf tepi).

51
2.5.1 Hubungan Manifestasi Gangguan Kesehatan Gigi dan Mulut dengan
Acute Myeloblastic Leukemia 3

Leukemia merupakan penyakit malignan pada darah, dimana terjadi


proliferasi tidak terkontrol dari sel-sel darah imatur yang berasal dari mutasi stem
sel hematopoetik. Sel-sel imatur ini berkompetisi dengan sel-sel normal untuk
ruang di sumsum tulang menyebabkan gagal dan kematian sumsum tulang. Secara
umum, klasifikasi leukemia terbagi atas 4, yaitu (1) acute lymphocytic, (2) acute
myeloid, (3) chronic lymphocytic, (4) chronic myeloid. Klasifikasi tersebut
didasarkan secara histologi dan kesamaan antara sel-sel leukemia dan sel-sel
normal (myeloid vs lymphoid) dan perjalanan klinis penyakit (akut vs kronik).
Bentuk akut leukemia merupakan hasil dari akumulasi sel-sel imatur dan
fungsinya berkurang pada sumsum tulang belakang yang terjadi progresif, dengan
cepat fatal pada pasien-pasien yang tidak diterapi. Leukemia kronik ditandai
dengan permulaan yang lambat dengan proliferasi sel-sel lebih matur dan
berdiferensiasi yang tidak terkontrol.

Setiap pasien leukemia yang menjalani terapi antineoplasma seperti


kemoterapi dengan atau tanpa radioterapi dan transplantasi sumsum tulang
sebaiknya juga dilakukan tatalaksana pada giginya karena banyak manifestasi oral
yang terjadi pada pasien-pasien, dapat berasal dari leukemia dan/atau pengobatan.
Dalam melaksanakan prosedur gigi pada tahap pengobatan kemoterapi yang
berbeda (sebelum, selama, atau setelah) harus mengikuti protokol tertentu dalam
hubungannya terhadap indeks hematologi pasien, dengan tujuan untuk
mempertahankan kesehatan dan berkontribusi dalam keberhasilan terapi
antineoplasma.

Komplikasi oral dapat mempengaruhi protokol kemoterapi, bisa saja


mempermudah dalam mengurangi dosis yang diberikan, perubahan protokol
pengobatan, atau bahkan tidak melanjutkan terapi antineoplasma, secara
Kemungkinan untuk melakukan prosedur gigi tertentu pada pasien-pasien
leukemia tergantung pada keadaan keseluruhan kesehatan pasien, stadium
penyakit, dan/atau terapi antineoplasma.

52
Pasien leukemia diklasifikasikan menjadi tiga kategori yaitu risiko tinggi,
moderate, dan rendah untuk terapi gigi, tergantung tipe leukemia (akut atau
kronik) dan kemoterapi. Pasien risiko tinggi yaitu pasien dengan leukemia aktif,
yang mempunyai jumlah sel-sel neoplasma yang banyak pada sumsum tulang dan
darah perifer sehingga trombositopenia dan neutropenia. Pasien dengan terapi
antineoplasma yang mengalami supresi sumsum tulang akibat terapi juga
merupakan kelompok risiko tinggi. Pasien risiko moderate merupakan pasien
yang berhasil menyelesaikan fase pertama pengobatan (induksi) dan sedang
menjalani fase maintenance, sehingga tidak menunjukkan tanda-tanda keganasan
pada sumsum tulang atau darah perifer; akan tetapi terjadi mielosupresi karena
kemoterapi. Pasien dengan kategori risiko rendah, berhasil menyelesaikan terapi
dan tidak ada tanda-tanda keganasan atau mielosupresi.

Kesehatan gigi dan mulut harus dipertahankan sebagai bagian dari


perlindungan kesehatan dasar dari pasien selama terapi antineoplasma sehingga
akan menurunkan risiko infeksi sitemik dari fokal infeksi oral. Peran dokter gigi
diperlukan pada tiga tahap, yaitu:

1 Evaluasi terapi pre-antineoplasma dan persiapan pasien untuk terapi


antineoplasma.
2 Guidelines dan perlindungan kesehtatan gigi selama pengobatan, dan
3 Perlindungan post-pengobatan.

1 Evaluasi terapi pre-antineoplasma dan persiapan pasien untuk terapi


antineoplasma
Pemeriksaan gigi, jika memungkinkan, seharusnya terjadi secepat mungkin
setelah diagnosis dan sebelum awal kemoterapi sehingga memungkinkan
untuk menghilangkan sumber infeksi dari gigi, karena neutropenia yang
terjadi selama kemoterapi predisposisi pasien pada penyebaran infeksi.
Objektivitas dari evaluasi pengobatan gigi pre-antineoplasma, yaitu:
- identifikasi dan eliminasi sumber-sumber infeksi yang ada atau potensial,
dengan atau tanpa promosi komplikasi atau menunda terapi kanker;
- edukasi pasien tentang pentingnya mempertahankan kesehatan gigi untuk
mengurangi masalah dan ketidaknyamanan gigi sebelum, selama, setelah
pengobatan kanker;

53
- mengingatkan efek yang mungkin dari terapi antineoplasma pada kavitas
oral, seperti mukositis;
- identifikasi masalah spesifik dari diagnosis leukemia, seperti infiltrat
leukemia pada jaringan oral.
Pencegahan trauma dan infeksi oral merupakan fokus pengobatan gigi pada
pasien-pasien leukemia dan perlindungan kesehatan gigi (menggosok gigi,
menggunakan fluoride, dan diet nonkariogenik). Menggosok gigi
menurunkan risiko peningkatan infeksi akibat interupsi higienitas rutin oral
dan menurunkan kejadian perdarahan dan menurunkan risiko infeksi lokal
dan sistemik.

2 Guidelines dan perlindungan kesehatan gigi selama pengobatan


Pasien-pasien yang menjalani kemoterapi akan menjadi imunosupresi dan
oleh karena itu akan menjadi rentan terhadap infeksi sistemik dan tergolong
pada pasien-pasien risiko tinggi karena kemungkinan untuk
mengembangkan infeksi dan perluasan dan keparahan dari infeksi.
Objektif perlindungan gigi selama kemoterapi, yaitu:
- mempertahankan optimalisasi kesehatan gigi;
- terapi efek-efek samping dari terapi antineoplasma;
-menyuluhkan kepentingan kesehatan gigi dalam mengurangi
masalah/ketidaknyamanan yang berasal dari kemoterapi.
Komplikasi oral dari kemoterapi, yaitu mukositis, perdarahan,
meningkatnya risiko karies, infeksi (bakteri, virus, atau jamur), abses
gingiva, rekuren stomatitis herpes, kandidiasis, disfungsi kelenjar saliva,
xerostomia, disgeunia, dan nyeri.

3 Perlindungan post-pengobatan
Pada fase pengobatan post-antineoplasma, pasien-pasien dianggap telah
sembuh leukemia dan tidak mempunyai manifestasi oral karena penyakit
atau kemoterapi, dengan pengecualian pada pasien-pasien dengan sekuele
radioterapi atau anak-anak yang menerima kemoterapi pada tahap
pembentukan gigi, akan ditandai dengan daerah hipoplasia pada enamel gigi
(gangguan mineralisasi) dan perubahan pada perkembangan akar gigi.

54
BAB III

ANALISIS KASUS

An. DZS, 8 tahun, perempuan, dirawat di bagian anak RSUP Dr.


Mohammad Hoesin Palembang dengan diagnosis Acute Myeloblastic Leukemia
(AML) sejak tanggal 25 Juli 2017 yang diindikasikan untuk dilakukan
kemoterapi, sehingga dilakukan pemeriksaan terhadap gigi dan mulut untuk
melihat ada tidaknya fokal infeksi. Pasien tidak merasakan keluhan seperti sakit
gigi, ngilu saat makan makanan yang panas/dingin, atau mulut terasa kering.
Pasien selama ini tidak pernah memeriksaan gigi ke dokter gigi.
Riwayat tambal gigi (-) menandakan pasien tidak pernah melakukan
perawatan gigi. Riwayat trauma (-) menandakan bukan etiologi dari gangren

55
radix. Riwayat gusi berdarah merupakan manifestasi dari keadaan
trombositopenia yang disebabkan oleh proses penyakit leukemia.
Dari riwayat kebiasaan, adanya kebiasaan oral hygne pasien yang buruk
berupa menggosok gigi tidak teratur dan kadang sama sekali tidak pernah, pasien
juga tidak pernah melakukan perawatan/kontrol, adanya kebiasaan memakan
coklat dan permen, dan juga adanya kebiasaaan mengunyah makanan pada satu
sisi yaitu sisi sebelah kanan. Kebiasaan-kebiasaan ini merupakan faktor
predisposisi untuk terjadinya karies.
Pada pemeriksaan ekstra oral tidak ditemukan kelainan. Pada pemeriksaan
intra oral bagian mukosa bukal labial dan palatum dalam batas normal namun,
ditemukan debris di semua regio dan hubungan rahang ortognatia. Debris
disebabkan oleh sisa makanan yang menempel dan indikasi kurangnya
perlindungan kesehatan gigi dan mulut (oral hygiene) pasien. Hal ini menjadi
faktor resiko terjadinya infeksi karena apabila oral hygiene yang buruk jumlah
bakteri yang berkolonisasi di gigi meningkat 2-10 kali lipat dan memungkinkan
lebih banyak bakteri melewati jaringan dan masuk ke pembuluh darah,
menimbulkan peningkatan prevalensi dan besarnya bakteremia.
Pada status lokalis, ditemukan adanya karies email-dentin pada
54,55,63,64,65, karies email pada 73,74,84,85. Karies email-dentin menandakan
bahwa kedalaman karies telah mencapai perbatasan email-dentin (D4). Rasa ngilu
tidak ada karena belum mengenai tubuli dentin yang terbuka. Karies email hanya
terbatas pada bagian enamel gigi pasien.
Pasien leukemia akut terjadi gangguan produksi maupun maturasi
neutrofil sehingga secara kuantitatif maupun fungsional yang terganggu, serta
terapi intervensi pada pasien leukemia seperti kortikosteroid, kemoterapi,
transplantasi stem sel dan radiasi dapat menyebabkan menurunnya jumlah
maupun fungsi neutrofil sehingga terjadi defisiensi pertahanan tubuh dan
mengakibatkan tingginya risiko terkena infeksi bakterial gram negatif dan
meningkatkan risiko terjadinya infeksi sistemik.
Rencana terapi yang diberikan pada pasien ini adalah pro konservasi untuk
penanganan karies. Selain dilakukan beberapa rencana tindakan juga dilakukan

56
perawatan dengan menjaga oral hygiene pasien. Mengedukasikan kepada pasien
mengenai oral hygiene untuk mengatasi adanya komplikasi yang lebih lanjut.
Edukasi juga dilakukan pada pasien dalam pemilihan makanan seperti
menghindari makanan yang keras, terlalu panas dan yang mengandung banyak
gula seperti yang dikonsumsi dalam intensitas sering dan jumlah yang banyak,
pasien juga diajarkan cara menyikat gigi yang benar dan teratur serta pentingnya
memberitahu kepada pasien mengenai kunjungan ke dokter gigi setiap 6 bulan.

DAFTAR PUSTAKA

1 Nita, J. Macam, Jumlah, Waktu Tumbuh, dan Tanggal Gigi. 2013. Disadur
dari http://jnynita.com/2013/03/19/macam-jumlah-waktu-tumbuh-dan-
tanggal-gigi/ (02 Januari 2016).
2 Greenberg MS, Glick M. 2003. Burket’s oral medicine diagnosis and
treatment. 10th ed. Ontorio : BC Decker Inc.
3 Zimmermann C, InêsMeurer M, Grando LJ, Gonzaga Del Moral JA, Silva
Rath IB, Tavares SS. Dental treatments in patients with leukemia. Journal
of Oncology Hindawi Publishing Corporation, 2015.
4 Lix, Kolltveit, Tronstad L, Olsen I. Systemic diseases caused by oral
infection. Clinical Microbiology Reviews 2000 Oct; 547-58.

57
5 Peterson LJ. Odontogenic infections. Diunduh dari :
http://famona.erbak.com/OTOHNS/Cummings?cumm069.pdf, 29 Juli
2017).
6 Sonis ST, Fazio RC, Fang L. Principles and practice of oral medicine. 2nd
ed. Philadelphia: WB Saunders Company; 1995. p.399-415.

7 Ghom, AG. Infections of Oral Cavity. Textbook of Oral Medicine, 2nd ed.
New Delhi: Jaypee Brothers Medical Publishers. 2010. Hal.484-486.
8 Priantoro D, HA Sjakti. Leukemia Akut. Dalam: Tanto C, F Liwanag, S
Hanifati, EA Pradipta, penyunting. Kapita Selekta Kedokteran: essentials
of medicine edisi IV. Jakarta: Media Aesculapicus. 2014: hal. 55-57.
9 Supandiman I, Sumahtri R.Polisitemia Vera. Pedoman diagnosis dan
terapi Hematologi Onkologi Medik.2003 : 83-90 .
10 Kidd A.E.M. 2005. Essentials of Dental Caries Third edition. Oxford
University Press Inc: United States.

58

Anda mungkin juga menyukai