Anda di halaman 1dari 8

Filosofi Burung Garuda

Posted on 2:38 AM by lisa suryani | No comments

Garuda Pancasila terdiri atas tiga komponen utama, yakni Burung Garuda, perisai
dan pita putih.
1. Burung Garuda
Burung Garuda merupakan burung mistis yang berasal dari Mitologi Hindu
yang berasal dari India dan berkembang di wilayah Indonesia sejak abad ke-6.
Burung Garuda itu sendiri melambangkan kekuatan, sementara warna emas pada
burung garuda itu melambangkan kemegahan atau kejayaan. Pada burung garuda,
Jumlah masing-masing sayap bulunya berjumlah 17 yang mempunyai makna,
tanggal kemerdakaan negara kita yakni tanggal 17.
Bulu ekor memiliki jumlah 8 yang melambangkan bulan kemerdekaan negara kita
bulan Agustus yang merupakan bulan ke-8.
Dan bulu-bulu di pangkal ekor atau perisai berjumlah 19 helai dan di lehernya
berjumlah 45 helai.
Sehingga kesemua jumlah bulu yang ada di setiap bagiannya melambangkan
tanggal kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yaitu pada
tanggal 17 Agustus 1945.
Kepala Burung Garuda yang menoleh ke kanan mungkin karena pemikiran orang
zaman dahlu yang ingin Indonesia menjadi negara yang benar dan bermaksud agar
Indonesia tidak menempuh jalan yang salah. Dan anggapan bahwa arah ke kanan
adalah arah yang baik lah yang membuat kepala Garuda dibuat menghadap ke
kanan. Biasanya banyak anggapan yang mengatakan bahwa jalan yang benar itu
dilambangkan dengan arah kanan, makanya kepala garuda Indonesia selalu
mengarah ke kanan.
Sayap yang membentang adalah siap terbang ke angkasa.
Burung Garuda dengan sayap yang mengembang siap terbang ke angkasa,
melambangkan dinamika dan semangat untuk menjunjung tinggi nama baik bangsa
dan negara
2. Perisai
Perisai yang dikalungkan melambangkan pertahanan Indonesia. Pada perisai
itu mengandung lima buah simbol yang masing-masing simbol melambangkan sila-
sila dari dasar negara Pancasila.
 Bagian tengah terdapat simbol bintang bersudut lima yang melambangkan sila
pertama Pancasila, Ketuhanan yang Maha Esa. Lambang bintang dimaksudkan
sebagai sebuah cahaya, seperti layaknya Tuhan yang menjadi cahaya kerohanian
bagi setiap manusia. Sedangkan latar berwarna hitam melambangkan warna alam
atau warna asli, yang menunjukkan bahwa Tuhan bukanlah sekedar rekaan
manusia, tetapi sumber dari segalanya dan telah ada sebelum segala sesuatu di
dunia ini ada.
 Di bagian kanan bawah terdapat rantai yang melambangkan sila kedua Pancasila,
Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. Rantai tersebut terdiri atas mata rantai
berbentuk segi empat dan lingkaran yang saling berkait membentuk lingkaran.
Mata rantai segi empat melambangkan laki-laki, sedangkan yang lingkaran
melambangkan perempuan. Mata rantai yang saling berkait pun melambangkan
bahwa setiap manusia, laki-laki dan perempuan, membutuhkan satu sama lain dan
perlu bersatu sehingga menjadi kuat seperti sebuah rantai.
 Di bagian kanan atas terdapat gambar pohon beringin yang melambangkan sila
ketiga, Persatuan Indonesia. Pohon beringin digunakan karena pohon beringin
merupakan pohon yang besar di mana banyak orang bisa berteduh di bawahnya,
seperti halnya semua rakyat Indonesia bisa " berteduh " di bawah naungan
negara Indonesia. Selain itu, pohon beringin memiliki sulur dan akar yang
menjalar ke mana-mana, namun tetap berasal dari satu pohon yang sama, seperti
halnya keragaman suku bangsa yang menyatu di bawah nama Indonesia.
 Kemudian, di sebelah kiri atas terdapat gambar kepala banteng yang
melambangkan sila keempat, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat
Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan / Perwakilan. Lambang banteng digunakan
karena banteng merupakan hewan sosial yang suka berkumpul, seperti halnya
musyawarah di mana orang-orang harus berkumpul untuk mendiskusikan sesuatu.
 Dan di sebelah kiri bawah terdapat padi dan kapas yang melambangkan sila kelima,
Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Padi dan kapas digunakan karena
merupakan kebutuhan dasar setiap manusia, yakni pangan dan sandang sebagai
syarat utama untuk mencapai kemakmuran yang merupakan tujuan utama bagi sila
kelima ini.
Ditengah-tengah perisai terdapat sebuah garis hitam tebal yang melukiskan garis
khatulistiwa yang menggambarkan lokasi Negara Kesatuan Republik Indonesia
yaitu negara tropis yang di lintasi garis khatulistiwa yang membentang dari timur
ke barat.
Warna dasar pada ruang perisai adalah warna bendera kebangsaa Indonesia
“Merah-Putih”. Merah berarti berani dan putih berarti suci. Sedangkan bagian
tengahnya berwarna dasar hitam berarti warna alam atau warna asli.

3. Pita Putih
Pada bagian bawah Garuda Pancasila, terdapat pita putih yang dicengkeram,
yang bertuliskan " BHINNEKA TUNGGAL IKA " yang ditulis dengan huruf latin,
yang merupakan semboyan negara Indonesia. Kata “Bhineka” berarti beraneka
ragam atau berbeda-beda, Kata “Tunggal” berarti satu, dan Kata “Ika” berarti
itu. Perkataan bhinneka tunggal ika merupakan kata dalam Bahasa Jawa Kuno
yang berarti " berbeda-beda tetapi tetap satu jua ". Perkataan itu diambil dari
Kakimpoi Sutasoma karangan Mpu Tantular, seorang pujangga dari Kerajaan
Majapahit pada abad ke-14. Perkataan itu menggambarkan persatuan dan
kesatuan Nusa dan Bangsa Indonesia yang terdiri atas berbagai pulau, ras, suku,
bangsa, adat, kebudayaan, bahasa, serta agama.

Filosofi Garuda Pancasila


Jakarta (26/11/2012)- Pada 17 Agustus 2012 lalu, bangsa Indonesia memperingati Hari Ulang
Tahun Kemerdekan RI ke-67. Di usia kemerdekaan yang hampir tujuh dasa warsa ini, banyak
masyarakat Indonesia yang belum memahami seutuhnya filosofi lambang Negara, Garuda
Pancasila.

Tulisan ini, mencoba mengingatkan lagi hal-ihwal tentang lambang negara, Garuda Pancasila.
Setidaknya, informasi tentang hal-ikhwal Garuda Pancasila, dapat melengkapi pemahaman
terhadap dasar Negara.

Perancang Garuda Pancasila

Perancang lambang negara Indonesia adalah Sultan Hamid II. Sultan Hamid II
menggambarkan lambang negara berupa seekor Burung Garuda berwarna emas dengan
berkalungkan perisai yang di dalamnya bergambar simbol-simbol Pancasila dan
mencengkeram seutas pita putih yang bertuliskan "BHINNEKA TUNGGAL IKA".

Lambang negara tersebut dirancang sejak Desember 1949, yaitu beberapa hari setelah
pengakuan kedaulatan Republik Indonesia Serikat oleh Belanda. Untuk menseleksi lambang
negara yang akan digunakan, maka dibentuklah Panitia Lencana Negara pada 10 Januari
1950. Pada saat itu, banyak usulan lambang negara yang diajukan kepada panitia. Dengan
melalui beberapa proses, rancangan karya Sultan Hamid II diterima dan dikukuhkan sebagai
lambang negara.

Sultan Hamid II dilahirkan pada tahun 1913 dengan nama Syarif Abdul Hamid Alkadrie dan
meninggal pada 1978. Sultan Hamid II dilahirkan dari kesultanan Pontianak dan pernah
menjabat sebagai Gubernur Daerah Istimewa Kalimantan Barat serta menjadi Menteri Negara
Zonder Portofolio di era Republik Indonesia Serikat.

Atas usul dari Soekarno dan berbagai organisasi lainnya, rancangan Sultan Hamid II tersebut
disempurnakan sedikit demi sedikit. Pada Maret 1950, penyempurnaan sampai pada tahap
finalisasi. Rancangan final tersebut mulai diperkenalkan kepada masyarakat sejak 17 Agustus
1950, dan sejak itu pula lambang tersebut digunakan. Pengesahan resmi lambang Negara
Garuda Pansaila pada 17 Oktober 1951, melalui Peraturan Pemerintah (PP) No. 66 Tahun
1951 yang dikeluarkan Presiden Soekarno dan Perdana Menteri Sukiman Wirjosandjojo.
Sedang tata cara penggunaannya diatur melalui PP No. 43 Tahun 1958.

Sejak tahun 1951, belum ada nama sah dari lambang negara tersebut, sehingga memunculkan
banyak sebutan, diantaranya Garuda Pancasila, Burung Garuda, Lambang Garuda, Lambang
Negara atau hanya sekedar Garuda. Oleh sebab itu, pada 18 Agustus 2000, melalui
amandemen kedua UUD 1945, MPR menetapkan nama resmi lambang negara.

Penulisan nama resmi lambang negara Indonesia tersebut terdapat dalam pasal 36 A UUD
1945 yang disebutkan sebagai Garuda Pancasila. Nama tersebut sesuai dengan desain yang
digambarkan pada lambang negara tersebut, yaitu Garuda diambil dari nama burung dan
Pancasila diambil dari dasar negara Indonesia.

Filosofi Garuda Pancasila

Garuda Pancasila terdiri atas tiga komponen utama, yaitu Burung Garuda, Perisai dan Pita
Putih.

Menurut Mitologi Hindu, Burung Garuda merupakan burung mistis yang berasal dari India.
Burung tersebut berkembang sejak abad ke-6 di Indonesia. Burung Garuda itu sendiri
melambangkan kekuatan, sementara warna emas pada Burung Garuda itu melambangkan
kemegahan atau kejayaan.

Jumlah bulu pada sayap Garuda sebanyak 17, bulu diekor berjumlah 8, bulu di pangkal ekor
berjumlah 19 dan bulu di leher berjumlah 45. Bulu-bulu tersebut jika digabungkan menjadi
17-8-1945, yaitu menggambarkan waktu kemerdekaan Indonesia diproklamasikan.

Di perisai yang terdapat pada Burung Garuda, mengandung lima buah simbol yang masing-
masing melambangkan sila-sila dari dasar negara Pancasila. Perisai yang dikalungkan
tersebut melambangkan pertahanan Indonesia. Pada bagian tengah dari perisai tersebut
terdapat simbol bintang yang memiliki lima sudut. Bintang tersebut melambangkan sila
pertama Pancasila, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa. Lambang bintang tersebut dianggap
sebagai sebuah cahaya, seperti cahaya kerohanian yang dipancarkan oleh Tuhan kepada
setiap manusia.

Dibagian bintang, terdapat latar berwarna hitam. Latar tersebut melambangkan warna alam
yang asli yang memiliki Tuhan, bukanlah sekedar rekaan manusia, tetapi sumber dari
segalanya dan telah ada sebelum segala sesuatu di dunia ini ada.

Pada bagian kanan bawah, terdapat rantai yang melambangkan sila kedua Pancasila, yaitu
Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. Rantai tersebut terdiri atas mata rantai yang berbentuk
segi empat dan lingkaran yang saling berkaitan membentuk lingkaran. Mata rantai segi empat
melambangkan laki-laki, sedangkan yang lingkaran melambangkan perempuan. Mata rantai
yang saling berkait pun melambangkan bahwa setiap manusia, laki-laki dan perempuan,
membutuhkan satu sama lain dan perlu bersatu sehingga menjadi kuat seperti sebuah rantai.

Pada bagian kanan atas, terdapat gambaran pohon beringin yang melambangkan sila ketiga,
yaitu Persatuan Indonesia. Kenapa pohon beringin yang digunakan? Karena pohon beringin
merupakan pohon besar yang bisa digunakan oleh banyak orang sebagai tempat berteduh
dibawahnya. Hal tersebut dikorelasikan sebagai Negara Indonesia, dimana semua rakyat
Indonesia dapat “berteduh” di bawah naungan Negara Indonesia. Tak hanya itu saja, pohon
beringin memiliki sulur dan akar yang menjalar ke segala arah. Hal ini dikorelasikan dengan
keragaman suku bangsa yang menyatu di bawah nama Indonesia.
Pada bagian kiri atas, terdapat kepala banteng. Kepala banteng tersebut melambangkan sila
keempat Pancasila, yaitu Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan Perwakilan. Disini, kepala banteng memiliki filosofi sebagai hewan sosial
yang suka berkumpul, seperti halnya musyawarah, dimana orang-orang berdiskusi untuk
melahirkan suatu keputusan.

Di bagian kiri bawah, terdapat lambang padi dan kapas. Lambang tersebut melambangkan
sila ke lima Pancasila, yaitu Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Lambang
tersebut dianggap dapat mewakili sila kelima, karena padi dan kapas merupakan kebutuhan
dasar setiap manusia, yakni pangan dan sandang, sebagai syarat utama untuk mencapai
kemakmuran. Hal itu sesuai dengan tujuan utama dari sila kelima ini.

Di lambang perisai sendiri, terdapat garis hitam tebal yang melintang di tengah-tengah
perisai. Garis hitam tebal tersebut melambangkan garis khatulistiwa yang melintang melewati
wilayah Indonesia. Sedangkan warna merah dan putih yang menjadi latar pada perisai
tersebut merupakan warna bendera negara Indonesia. Merah, memiliki makna keberanian dan
putih melambangkan kesucian.

Pada bagian bawah Garuda Pancasila, terlihat pita putih yang dicengkram, pita tersebut
bertuliskan “BHINNEKA TUNGGAL IKA”. Tulisan tersebut ditulis dengan menggunakan
huruf latin dan merupakan semboyan negara Indonesia. Bhinneka Tunggal Ika, dalam bahasa
Jawa Kuno memiliki arti “berbeda-beda tetapi tetap satu jua.”

Kata Bhinneka Tunggal Ika sendiri dikutip dari buku Sutasoma yang dikarang oleh seorang
pujangga di abad ke-14 dari Kerajaan Majapahit, Mpu Tantular. Kata tersebut memiliki arti
sebagai persatuan dan kesatuan Nusa dan Bangsa Indonesia yang terdiri atas berbagai pulau,
ras, suku, bangsa, adat, kebudayaan, bahasa, serta agama.

Makna Lambang Negara Garuda Pancasila sangat relevan dengan kondisi bangsa Indonesia
yang terdiri dari pelbagai macam suku, ras, budaya, adat, bahasa dan agama. Apabila seluruh
masyarakat Indonesia bisa memahami filosofi lambang negara tersebut dengan baik, maka
keutuhan dan persatuan bangsa dapat terjaga. Dengan Dasar Negara yang kuat, Indonesia
akan menjadi negara besar, maju, dan rakyatnya sejahtera.(*/dari berbagai sumber)

Arti, Filosofi, dan Sejarah Garuda


Pancasila sebagai Lambang Negara

Burung Garuda
Melambangkan kekuatan

Warna emas pada burung Garuda


Melambangkan kejayaan Indonesia
Perisai di tengah
Melambangkan pertahanan bangsa Indonesia

Warna merah-putih pada Perisai


Melambangkan warna bendera nasional Indonesia. Merah berarti berani
dan putih berarti suci

Garis hitam tebal yang melintang di dalam perisai


Melambangkan wilayah Indonesia yang dilintasi oleh Garis Khatulistiwa

Bintang
Berarti, Ketuhanan yang Maha Esa

Rantai
Berarti, Kemanusiaan yang adil dan beradab

Pohon Beringin
Berarti, Persatuan Indonesia

Kepala Banteng
Berarti, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan

Bunga Padi dan Kapas


Berarti, Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

FILOSOFI DARI HELAI BULU

Bulu di tiap-tiap sayap berjumlah 17

Yang berarti tanggal kemerdekaan Indonesia yaitu tanggal 17

Bulu yang terdapat pada ekor berjumlah 8


Yang berarti bulan kemerdekaan Indonesia yaitu bulan 8/ bulan Agustus

Bulu di bawah perisai berjumlah 19 dan bulu leher 45


Yang berarti tahun kemerdekaan Indonesia yaitu tahun 1945

PITA PUTIH BERTULISKAN BHINEKA TUNGGAL IKA

Secara bahasa berarti Berbeda-beda Tetapi Satu Jua.


Artinya walaupun Indonesia terdiri dari berbagai macam suku, budaya,
dan agama namun indonesia tetap satu.

Sejarah Garuda Pancasila


Menurut lampiran pada Peraturan Pemerintah No.55 Tahun 1951, lukisan
garuda diambil dari khasanah peradaban Indonesia. Garuda tergambar
pada beberapa candi di Indonesia sejak abad ke-16, sebagai Lambang
Tenaga Pembangunan seperti dikenal pada peradaban Indonesia.

Burung Garuda dan Mitologi nenek moyang Indonesia berdekatan


dengan burung elang rajawali. Burung ini dilukiskan di Candi Dieng,
Prambanan, dan Penataran. Di dieng dilukiskan sebagai manusia berparuh
burung dan bersayap; di Prmbanan dan candi-candi Jawa Timur bentuknya
berparuh, berambur panjang, bercakar dan menyerupai raksasa.

Raja Erlangga menggunakan tokoh Garuda sebagai Meterai Kerajaannya.


Lambang itu diberi nama Garudamukha. Sekarang Meterai Garudamukha
di simpan di Museum Nasional Jakarta dengan kode penyimpanan No : D-
16 Bahwa Raja-raja di Indoneisia sudah sejak lama memakai lambang ini,
diketahui juga di barat.

Dalam sebuah buku tentang lambang kerajaan yang terbit sekitar tahun
1453 berjudul "Des Conard Gruenenberg, Ritters und burgers in Constanz
wappenbuch, Volibrratham nuenden Tag des Abrelien do man zaelt tusend
vier hundert drue und achtzig jar" membuat lambang "Kaisar Jawa"
memperlihatkan seekor burung phoenix di atas api unggun. Sedangkan
"Kaisar Sumatra" memakai lambang Rajawali digambar dari samping
dengan kedua cakarnya mengarah ke depan.

Pasal 5 Lampiran ini menyebutkan bahwa kata Bhina dan Ika. Kalimat
tersebut seluruhnya diterjemahkan. "Berbeda-beda tetapi satu jua," kedua
kata itu sering menimbulkan salah tafsir, orang mengira Ika berarti "itu".
Padahal hanya kata petunjuk yang berarti "itu".

Semboyan ini diambil dari kitab sutasoma karangan Empu Tantular dari
pertengahan abad ke-14. Kata -kata ini dipakai Tantular untuk
menjelaskan paham Sinkretis antara Hinduismedan Budhisme yang
menjadi aliran pada zaman itu.

Lengkapnya adalah:
Siswatattwa lawan Budhatattawa tunggal, bhineka tunggal ika, tanhana
dharma mangrwa. (Siswa dan Buda itu satu, dibedakan tetapi satu, tidak
ada ajaran agama yang bersifat mendua.

Burung Garuda menjadi Lambang Negara Republik Indonesia berdasarkan


Peraturan Pemerintah No.66 tgl. 17 Oktober 1951. Tetapi telah berlaku
sejak tangal 17 Agustus 1950. Berbentuk Burung Garuda yang di dadanya
tergantung perisai dengan "lima simbol" yang lazim disebut Pancasila.
Pencipta Lambang Garuda Pancasila adalah Sultan Hamid II pernah
menjabat sebagai Ketua Panitia Lencana Negara di masa kabinet RIS
(Republik Indonesia Serikat).

Anda mungkin juga menyukai