Anda di halaman 1dari 4

PP No.

101 tahun 2014 tentang Pengolahan Limbah Berbahaya Beracun (B3)

Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 59 ayat (7) dan Pasal 61 ayat (3)
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Pengelolaan Limbah Bahan
Berbahaya dan Beracun;

Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945; 2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059);

Pasal 1 :

a. Pengolahan limbah B3 adalah kegiatan meliputi pengurangan, penyimpanan,


pengumpulan dan pengangkutan, pemanfaatan, pengolahan dan atau penimbunan.
b. Pengolahan limbah B3 adalah proses untuk mengurangi atau menghilangkan sifat
bahaya dan atau sifat racun

Pasal 2 :

a. Pengolahan limbah B3
b. Penetapan limbah B3
c. Pengurangan limbah B3
d. Pengumpulan limbah B3
e. Penimbunan limbah B3
f. Pembinaan, Pengawasan, Pembiayaan, Sanksi Administratif

Pasal 3 :

(1) Setiap orang yang menghasilkan limbah B3 wajib melakukan pengolahan limbah B3
yang dihasilkan
(2) Limbah B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan kategori bahayanya
terdiri atas:
a. Limbah B3 kategori 1; dan
b. Limbah B3 kategori 2.
(3) Limbah B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berdasarkan sumbernya terdiri atas:
a. Limbah B3 dari sumber tidak spesifik;
b. Limbah B3 dari B3 kedaluwarsa, B3 yang tumpah, B3 yang tidak memenuhi
spesifikasi produk yang akan dibuang, dan bekas kemasan B3; dan
c. Limbah B3 dari sumber spesifik.
(4) Limbah B3 dari sumber spesifik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c
meliputi:
a. Limbah B3 dari sumber spesifik umum; dan
b. Limbah B3 dari sumber spesifik khusus.
Pasal 4

Limbah B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 merupakan Limbah B3 sebagaimana


tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Pemerintah ini

Peraturan pemerinntah No. 18 tahun 1999 dan PP No. 85 tahun 1999 tentang
Pengelolaan limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (Rumah Sakit termasuk penghasil limbah
B3 dari sumber yang spesifik dengan kode limbah D 227)

UU No. 44 tentang Rumah Sakit

 Pasal 7 ayat 1 : RS harus memenuhi persyaratan lokasi bangunan prasarana SDM, kefarmasian
dan peralatan.
 Pasal 11 ayat 1 : prasarana RS sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 7 ayat 1, a. instalasi
air, instalasi pengolahan limbah
 Pasal 11 ayat 1 huruf e : pengelolaan limbah di RS dilaksanakan meliputi pengelolaan limbah
padat, cair, dan gas yang bersifat infeksius, bahan kimia, beracun dan sebagian bersifat radio
aktif yang diolah secara terpisah

UU No. 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.

 Pasal 1 ayat 1 : upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi
lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran dan atau kerusakan lingkungan
hidup yang meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan
dan penegakan hukum.
 Pasal 98 ayat 1 : setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan yang
mengakibatkan di lampauinya baku untuk udara, ambien, kriteria baku kerusakan
lingkungan hidup dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 tahun, paling lama 10
tahun denda paling sedikit 3 milyar paling banyak 10 milyar.
CONTOH KASUS I

Menurut survei yang dilakukan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) DKI
Jakarta tentang system pengolahan limbah rumah sakit di beberapa rumah sakit Jakarta, rata-
rata rumah sakit menghasilkan 140 kg sampai dengan 400 kg sampah medik perhari. Sampah
medic tersebut kemudian diangkut oleh pihak ketiga ke tempat pengolahan akhir.

Pengelolahan limbah bahan berbahaya beracun (B3) medic kepada pihak ketiga
dikaitan dengan biaya, efisiensi waktu dan efektivitas sumberdaya. Sementara, mengelola
limbah sendiri memiliki resiko lain yaitu sisa sampah serta uji emisi dari pembakaran
(incinerator) masih harus dipikirkan.

Menurut Direktur Eksekutif WAHLI DKI Jakarta, Puput T. Putra, selamaini prosedur
dan persyaratan pengelolahan limbah medic b3 padat dibuang terpisah sesuai dengan
ketetapan pemerintah melalui Kemenkes Nomor 1204 Tahun 2004 tentang persyartan
Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit.

Servey tersebut dilakukan di 12 RS di wilayah Jakarta Selatan dan Jakarta Timu,


seperti RS Central Medika Depok, RS Siloam, RS Islam Pondok Kopi dan lainnya, untuk
mengecek aliran limbah RS, karena pengolahan limbah padat B3 sangan pening. Mengingat
banyak dijumpai limbah padat yang beralih menjadi mainan anak-anak dan didaur ulang,
namun masyarakat tidak mengetahui dampak buruk apabila menggunakan limbah-limbah
medic tersebut.
CONTOH KASUS II

Contoh : RS Citra Medika Siduarjo


 Membuang limbah B3 jarum suntik, dll di wilayah sekitar RS
 Tidak punya incinerator (alat untuk pemusnahan limbah medis)

Limbah medis kebanyakan sudah terkontaminasi oleh bakteri, virus, racun dan
bahan radioaktif yang berbahaya bagi manusia dan makhluk hidup lain disekitar
lingkungannya dan bisa menyebabkan penyakit thypoid, kolera, disentri dan hepatitis.

Hasil investigasi membuktikan bahwa limbah tersebut diangkut oleh gerobak


dorong salah satu warga desa sekitar yang tidak memiliki izin dan dimanfaatkan/
dijual belikan. Dan ditemukan bekas jarum suntik, jarum infuse, dan botol obat dan
spuit yang berisi darah segar bekas pasien dan sisa operasi yang hanya dikemas
kentong plastic.

Rumah sakit tersebut melanggar UU No.32 tahun 2009 tentang perlindungan


dan pengelolaan lingkungan hidup pasal 98 ayat 1 dan pasal 55 ayat 1. Rumah sakit
yang melakuakan hal tersebut dikenakan pidana 3 miliyar paling sedikit dan paling
banyak 10 miliyar, dan dihukum penjara paling sedikit 3 tahun dan paling lama 10
tahun. Jika sampai terjadi perlukaan, atau bahaya bagi manusia sekitarnya maka akan
dikenakan hukuman penjara paling sedikit 4 tahun, paling lama 12 tahun dan
hukuman pidana paling sedkit 4 miliyar paling banyak 12 miliyar.

Anda mungkin juga menyukai