Anda di halaman 1dari 10

Penilaian Kondisi Peresapan Air di Wilayah

DAS Limboto
Fachmi Zain (1006678835)

BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


DAS Limboto merupakan salah satu DAS yang berada di Kabupaten dan Kota
Gorontalo. Masalah utama yang terjadi di DAS Limboto adalah fenomena kekurangan air
untuk keperluan irigasi pada bulan-bulan kering, sedangkan air berlebih pada saat bulan-
bulan basah.
Mengingat masalah utama yang sedang berjalan atau telah terjadi di DAS Limboto
adalah besarnya fluktuasi aliran yaitu banjir yang tinggi dan kekeringan, maka penilaian
tentang tingkat kekritisan peresapan daerah resapan terhadap air hujan perlu untuk dilakukan.
Paradigma yang digunakan adalah semakin besar tingkat resapan (infiltrasi) maka semakin
kecil tingkat air larian, sehingga debit banjir dapat menurun dan sebaliknya aliran dasar
(base-flow) dapat naik, demikian pula cadangan air tanahnya.
Upaya rehabilitasi wilayah yang mempunyai tingkat kekritisan resapan air yang tinggi
di DAS Limboto diperlukan untuk memperkecil fluktuasi debit air antara musim kemarau
dengan musim hujan. Hasil penelitian dapat dijadikan acuan dalam menentukan daerah
prioritas yang harus direhabilitasi.

I.2 Tujuan
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui kondisi peresapan air di
wilayah DAS Limboto sesuai dengan prosedur yang ada di Peraturan Menteri Kehutanan
Republik Indonesia Nomor : P. 32/MENHUT-II/2009 mengenai tata cara penyusunan
rencana teknik rehabilitasi hutan dan lahan daerah aliran sungai (RTKRHL-DAS)

I.3 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang dan tujuan diatas maka pertanyaan masalah yang diajukan
adalah sebagai berikut :
Di mana sajakah wilayah yang memiliki tingkat kekritisan daerah resapan tinggi di DAS
Limboto?

BAB II
TINJAUAN TEORI

II.1 Pengertian dan Konsep DAS


Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah daerah yang di batasi punggung-punggung
gunung dimana air hujan yang jatuh pada daerah tersebut akan ditampung oleh punggung
gunung tersebut dan akan dialirkan melalui sungai-sungai kecil ke sungai utama (Asdak,
1995).
Karena DAS dianggap sebagai suatu sistem, maka dalam pengembangannyapun, DAS
harus diperlakukan sebagai suatu sistem. Dengan memperlakukan sebagai suatu sistem dan
pengembangannya bertujuan untuk memenuhi tujuan pembangunan berkelanjutan, maka
sasaran pengembangan DAS akan menciptaka ciri-ciri yang baik sebagai berikut :
1. Mampu memberikan produktivitas lahan yang tinggi. Setiap bidang lahan harus
memberikan produktivitas yang cukup tinggi sehingga dapat mendukung kehidupan
yang layak bagi petani yang mengusahakannnya.
2. Mampu mewujudkan, pemerataan produktivitas di seluruh DAS.
3. Dapat menjamin kelestarian sumberdaya air.
(Agus, dkk., 2007).
Salah satu fungsi utama dari DAS adalah sebagai pemasok air dengan kuantitas dan kualitas
yang baik terutama bagi orang di daerah hilir. Alih guna lahan hutan menjadi lahan pertanian
akan mempengaruhi kuantitas dan kualitas tata air pada DAS yang akan lebih dirasakan oleh
masyarakat di daerah hilir. Persepsi umum yang berkembang pada saat ini, konversi hutan
menjadi lahan pertanian akan mempengaruhi kuantitas dan kualitas tata air pada DAS yang
akan lebih dirasakan oleh masyarakat di daerah hilir. Persepsi umum yang berkembang pada
saat ini, konversi hutan menjadi lahan pertanian mengakibatkan penurunan fungsi hutan
dalam mengatur tata air, mencegah banjir, longsor dan erosi pada DAS tersebut. Hutan selalu
dikaitkan dengan fungsi positif terhadap tata air dalam ekosistem DAS (Noordwijk dan
Farida, 2004).
Fungsi hutan dalam ekosistem DAS perlu dipandang dari tiga aspek berbeda, yaitu
pohon, tanah dan lansekap (landscape). Vegetasi hutan berfungsi mengintersepsi air hujan,
namun laju transpirasi yang tinggi mengakibatkan perbandingan dengan jenis vegetasi non-
irigasi lainnya. Tanah hutan memiliki lapisan seresah yang tebal, kandungan bahan organik
tanah, dan jumlah makro porositas yang cukup tinggi sehingga laju infiltrasi air lebih tinggi
dibandingkan dengan lahan pertanian. Dari sisi lansekap, hutan tidak peka terhadap erosi
karena memiliki filter berupa seresah pada lapisan tanahnya. Hutan dengan karakteristik
tersebut di atas sering disebut mampu meredam tingginya debit sungai pada saat musim hujan
dan menjaga kestabilan aliran air pada musim kemarau. Namun prasyarat penting untuk
memiliki sifat tersebut adalah jika tanah hutan cukup dalam (e-3m). Dalam kondisi ini hutan
akan mampu berpengaruh secara efektif terhadap berbagai aspek tata air (Noordwijk dan
Farida, 2004).
Daerah resapan air berperan sebagai penyaring air tanah. Ketika air masuk ke daerah
resapan maka akan terjadi proses penyaringan air dari partikel-partikel yang terlarut di
dalamnya. Hal ini dimungkinkan karena perjalanan air dalam tanah sangat lambat dan oleh
karenanya memerlukan waktu yang relatif lama. Pada keadaan normal, aliran air tanah
langsung masuk ke sungai yang terdekat (Asdak, 1995).
Berkurangnya infiltrasi air ke dalam tanah yang mengalami erosi di bagian hulu DAS
menyebabkan pengisian kembali (recharge) air di bawah tanah (ground water) juga berkurang
yang mengakibatkan kekeringan di musim kemarau. Dengan demikian terlihat bahwa peristiwa
banjir dan kekeringan merupakan fenomena ikutan yang tidak terpisahkan dari peristiwa erosi.
Bersama dengan sedimen, unsur-unsur hara terutama N dan P serta bahan organikpun banyak
yang ikut terbawa masuk ke dalam waduk atau danau (Agus, dkk., 2007).

II.2 Infiltrasi
Infiltrasi dapat diartikan sebagai proses masuknya air ke dalam tanah sebagai akibat
gaya kapiler (gerakan air ke arah lateral) dan gravitasi (gerakan air ke arah vertikal). Setelah
keadaan jenuh pada lapisan tanah bagian atas terlampaui, sebagian dari air tersebut mengalir
ke tanah yang lebih dalam sebagai akibat gaya gravitasi bumi dan dikenal dengan proses
perkolasi. Laju maksimal gerakan air masuk ke dalam tanah dinamakan kapasitas infiltrasi.
Kapasitas infiltrasi terjadi ketika intensitas hujan melebihi kemampuan tanah dalam
menyerap kelembaban tanah. Sebaliknya, apabila intensitas hujan lebih kecil dari pada
kapasitas infiltrasi, maka laju infiltrasi sama dengan laju curah hujan (Asdak,1995).
Kondisi permukaan, seperti sifat pori dan kadar air rendah, sangat menentukan jumlah
air hujan yang diinfiltrasikan dan jumlah runoff. Jadi, laju infiltrasi yang tinggi tidak hanya
meningkatkan jumlah air yang tersimpan dalam tanah untuk pertumbuhan tanaman, tetapi
juga mengurangi besarnya banjir dan erosi yang diaktifkan oleh runoff. Pukulan butir-butir
hujan pada permukaan tanah yang terbuka menghancurkan dan mendispersikan aggregat
tanah yang mengakibatkan penyumbatan pori tanah di permukaan. Hal ini akan menurunkan
laju infiltrasi. Penurunan laju infiltrasi juga dapat terjadi karena overgrazing, dan pemadatan
tanah akibat penggunaan alat-alat berat (Hakim, dkk., 1986).
Pengaruh tanaman diatas permukaan tanah ada 2 yaitu berfungsi menghambat aliran air
dipermukaan sehingga kesempatan berinfiltrasi besar, sedangkan yang kedua sistem akar-
akaran yang dapat lebih menggemburkan tanah. Sehingga makin baik penutupan tanah, maka
laju infiltrasi cenderung lebih tinggi (Harto, 1993).
Proses infiltrasi adalah bagian yang sangat penting dalam daur hidrologi maupun
dalam proses pengalihragaman hujan menjadi aliran di sungai. Dengan adanya proses
infiltrasi, maka dapat mengurangi terjadinya banjir, mengurangi terjadinya erosi tanah. Selain
itu kegunaan dari infiltrasi adalah memenuhi kebutuhan tanaman dan vegetasi akan air,
mengisi kembali reservoir tanah dan menyediakan aliran sungai pada saat musim kemarau
(Scyhan, 1990).
Kapasitas infiltrasi adalah kemampuan tanah dalam merembeskan banyaknya air ke
dalam tanah. Besarnya kapasitas infiltrasi dapat memperkecil berlangsungnya aliran
permukaan tanah. Berkurangnya pori-pori tanah yang umumnya disebabkan oleh pemadatan
tanah, menyebabkan menurunnya infiltrasi (Sutedjo dan Kartasapoetra, 1991).
Di dalam tanah, air berada di dalam ruang pori di antara padatan tanah, jika tanah
dalam keadaan jenuh air, ruang pori tanah terisi oleh air. Dalam keadaan ini disebut
“kapasitas penyimpanan air masimum”. Selanjutnya, jika tanah dibiarkan mengalami
pengeringan sebagian lainnya terisi air. Dalam keadaan ini tanah dikatakan jenuh (Islami dan
Wani, 1995).
Kapasitas infiltrasi rata-rata berkorelasi dengan sifat-sifat fisik tanah. Korelasi bersifat
positif terhadap porositas tanah dan kandungan bahan organik, beberapa kapasitas infiltrasi
khas untuk berbagai tekstur tanah. Pemadatan oleh hujan, hewan ataupun peralatan yang
berat secara drastis dapat mengurangi kemampuan tanah untuk menyerap air dengan
tertutupnya pori-pori tanah (Lee, 1990).
Kapasitas menahan air berhubungan dengan luas permukaan adsorpsi dan volume
ruang pori, sehingga ia ditentukan baik oleh tekstur maupun struktur tanah. Tanah bertekstur
halus mempunyai kapasitas total menahan air tertinggi, tetapi jika air tersedia tertinggi
dipunyai oleh tanah bertekstur sedang. Pengaruh bahan organik bukan semata-mata
disebabkan oleh kemampuan bahan organik menahan air, tetapi juga peranannya dalam
pembentukan struktur dan porositas tanah (Hakim, dkk., 1986).
Kandungan air tanah berkaitan dengan kelembaban tanah yang berpengaruh terhadap
laju infiltrasi. Laju infiltrasi terbesar terjadi pada tanah dengan kandungan air rendah dan
sedang, tetapi makin tinggi kadar air sampai keadaan jenuh air, laju infiltrasi menurun hingga
mencapai minimum sehingga menyebabkan laju permeabilitas yang rendah (Asdak, 1995).

II.3 Proses Terjadinya Infitrasi


Ketika air hujan menyentuh permukaan tanah, sebagian atau seluruh air hujan tersebut
masuk ke dalam tanah melalui pori-pori permukaan tanah. Proses masuknya air hujan ke
dalam tanah disebabkan oleh tarikan gaya gravitasi dan gaya kapiler tanah. Laju air infiltrasi
yang dipengaruhi oeh gaya gravitasi dibatasi oleh besarnya diameter pori-pori tanah.
Dibawah pengaruh gaya gravitasi, air hujan mengalir tegak lurus ke dalam tanah melalui
profil tanah. Pada sisi yang lain, gaya kapiler bersifat mengalirkan air tersebut tegak lurus ke
atas, ke bawah dan ke arah horizontal. Gaya kapiler tanah ini bekerja nyata pada tanah
dengan pori-pori yang relatif kecil (USDA NRCS, 1998).
Dapat dikatakan bahwa, proses infiltrasi melibatkan tiga proses yang saling tidak
tergantung satu sama lain, yaitu (1) proses masuknya air hujan melalui pori-pori permukaan
tanah, (2) tertampungnya air hujan tersebut di dalam tanah, (3) proses mengalirnya air
tersebut ke tempat lain (bawah, samping, dan atas). Meskipun tidak saling tergantung, ketiga
proses tersebut saling terkait. Besarnya laju infiltrasi pada tanah tidak bervegetasi tidak akan
pernah melebihi laju intensitas hujan (Asdak, 1995).

II.4 Hubungan Infiltrasi dengan Tata guna Lahan


Vegetasi dan lapisan serasah melindungi permukaan tanah dari pukulan langsung
tetesan air hujan yang dapat menghancurkan agregat tanah, sehingga terjadi pemadatan tanah.
Hancuran partikel tanah dapat menyebabkan penyumbatan pori tanah makro sehingga
menghambat infiltrasi air tanah, akibatnya limpasan permukaan akan meningkat. Peran
lapisan serasah dalam melindungi permukaan tanah sangat dipengaruhi oleh ketahanannya
terhadap pelapukan. Serasah berkualitas tinggi (mengandung hara, terutama N tinggi) akan
mudah melapuk sehingga fungsi penutup permukaan tanah tidak bertahan lama (Asikin,
2006).
Vegetasi pada permukaan tanah itu pada umumnya dapat mencegah atau mengurangi
berlangsungnya erosi, akan tetapi karena tanaman itu berjenis-jenis maka pengaruh dan
hasilnyapun berbeda-beda pula. Rumput-rumputan atau tanaman rimbun yang tumbuh rapat
mempunyai kemampuan mencegah berlangsungnya erosi yang lebih besar dibanding dengan
tanaman-tanaman yang tumbuh jarang serta tidak berdaun lebat (Sutedjo dan Kartasapoetra,
1991).
Kerapatan pohon akan mempengaruhi hambatan terhadap air hujan dalam luas yang
lebih besar, sehingga populasi tanaman yang jarang akan menimbulkan erosi yang lebih
besar. Populasi yang jarang ini terutama disebabkan oleh penebangan yang liar, pembakaran
dan pengusahaan tanah garapan lainnya (Sarief, 1985).

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

III.1 Kerangka Teoritis


Untuk mengetahui tingkat kekritisan wilayah resapan air di DAS Limboto dilakukan
identifiksi aspek yang menentukan potensi infiltrasi alami yaitu kemiringan lereng, jenis
tanah dan curah hujan. Bentuk penggunaan lahan merupakan aspek di bawah pengaruh
kegiatan manusia, mempunyai implikasi yang berbeda terhadap infiltrasi. Jika aspek alami
mencerminkan kondisi ”potensial”, maka aspek penggunaan lahan mencerminkan kondisi
”aktual”. Dengan cara menumpang-tindihkan resultante (yang sudah ditransformasi dalam
bentuk nilai tingkat infiltrasi) aspek alami dengan aspek aktual (pengaruh manusia), maka
dapat dibuat peta hasil overlay yang baru yang menunjukan tingkat kekritisan daerah resapan
air di DAS Limboto

III.2 Data
Data-data yang diperlukan dalam penelitian ini merupakan tipe data sekunder. data-data
tersebut antara lain adalah :
- Peta wilayah DAS Limboto (sumber BPDAS Bone Bolango Provinsi Gorontalo)
- Peta jenis tanah wilayah DAS Limboto (sumber BPDAS Bone Bolango Provinsi
Gorontalo)
- Peta penyebaran hujan/isoline wilayah DAS Limboto
- Peta Kemiringan Lereng wilayah DAS Limboto (sumber BPDAS Bone Bolango
Provinsi Gorontalo)
- Peta Penggunaan Lahan wilayah DAS Limboto (sumber Peta RBI Digital Provinsi
Gorontalo)

III.3 Pengolahan Data


Sebagaimana dijelaskan di atas, bahwa komponen lingkungan yang dipakai untuk
pengkajian daerah resapan terdiri dari kemiringan lereng, jenis tanah/batuan, hujan dan
penggunaan lahan. Keempat-empat komponen ini dijadikan dasar dalam menilai daerah
resapan, yang dalam hal ini ditransform terlebih dahulu ke dalam nilai-nilai tingkat infiltrasi
potensial dan nilai tingkat infiltrasi aktual-nya. Berikut cara mentransformasi nilai-nilai
keempat komponen tersebut:

III.3.1 Lereng
Peta (kemiringan) lereng dapat diperoleh berdasarkan hasil perhitungan peta
topografi. nilai-nilai dalam peta lereng kemudian dapat ditransform berdasarkan pengaruhnya
terhadap tingkat peresapan (infiltrasi) sebagai berikut:

III.3.2 Tanah
Berikut adalah tabel potensi infiltrasi menurut jenis tanah dan permeabilitas:
III.3.3 Curah Hujan
Secara potensial, infiltrasi akan lebih besar untuk hujan dengan periode waktu
terjadinya lebih panjang. Sehubungan dengan kondisi yang demikian maka dalam kaitannya
dengan infiltrasi ini, faktor hujan dikembangkan sebagai faktor ”hujan infiltrasi” atau
disingkat ”RD” yaitu jumlah hujan tahunan X jumlah hari hujan/100.

III.3.4 Tipe Penggunaan Lahan


Mengingat peran vegetasi dan penggunaan lahan sangat penting dalam menetukan tingkat
infiltrsi, maka dalam kaitannya dengan nilai tingkat infiltrasi aktual secara kualitatif dapat
dibuat klasifikasi sebagai berikut:

III.4 Analisis Data


Setelah dilakukan transformasi nilai-nilai dan pengkajian terhadap komponen-
komponen tersebut di atas, maka kondisi daerah resapan dapat dilkasifikasi, yaitu dengan
membandingkan antara nilai infiltrasi potensial dengan nilai infiltrasi aktual dan juga nilai
erosi aktualnya. Adapun kriteria yang dipakai adalah sebagai-berikut :
 I Kondisi Baik, yaitu jika nilai infiltrasi aktual lebih besar dibanding nilai infiltrasi
potensial, misalnya dari e menjadi A, atau dari d menjadi B dan seterusnya.
 II Kondisi Normal Alami, yaitu jika nilai infiltrasi aktual sama atau tetap seperti nilai
infiltrasi potensialnya, misalnya dari b menjadi B, atau dari c menjadi C dan
seterusnya.
 III Kondisi Mulai Kritis, yaitu jika nilai infiltrasi aktual sudah turun setingkat dari
nilai infiltrasi potensialnya, misalnya dari a menjadi B, atau dari c menjadi D dan
seterusnya.
 IV Kondisi Agak Kritis, yaitu jika nilai infiltrasi aktual sudah turun dua tingkat dari
nilai infiltrasi potensialnya, misalnya dari a menjadi C, atau dari b menjadi D dan
seterusnya.
 V Kondisi Kritis, yaitu jika nilai infiltrasi aktual sudah turun tiga tingkat dari nilai
infiltrasi potensialnya, misalnya dari a menjadi D, atau dari b menjadi E.
 VI Kondisi sangat Kritis, yaitu jika nilai infiltrasi aktual berubah dari sangat besar
menjadi sangat kecil, misalnya dari a menjadi E.
Berikut bagan garis besar model analisis kondisi peresapan air daerah penelitian :
Kemiringan Lereng Curah Hujan Jenis Tanah

Score Potensi
a a a Infiltrasi
b b b a=5
b=4
c c c c=3
d d d d=2
e=1
e e e

Overlay

Klasifikasi Potensi Infiltrasi Alami


Jumlah Score Definisi Notasi

3-5 Sangat Kecil e

6-8 Kecil d

9-11 Sedang c

12-14 Besar b

15 Sangat Besar a

Penggunaan Klasifikasi Kondisi Peresapan Air


Lahan

A aA aB aC aD aE

bA bB bC bD bE
B
cA cB cC cD cE
C
dA dB dC dD dE

D
eA eB eC eD eE

Anda mungkin juga menyukai